Anda di halaman 1dari 9

MARIA ULFA

A031181345
JUDUL: SEJARAH DAN KONSEP AKUNTANSI SYARIAH

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam perkembangan akuntansi itu sendiri bangsa Arab telah banyak
memberikan sumbangannya. Maka dari itu kemudian berkembanglah konsep akuntasi
syariah, dimana dalam pelaksanaannya berdasarkan pada ajaran-ajaran Islam atau
ketentuan-ketentuan dalam Islam. Namun meskipun demikian, akuntansi syariah
bukanlah suatu ilmu yang hanya bisa diterapkan oleh Negara-negara Islam, karna
akuntansi syariah sendiri lebih berkembang pesat di Negara yang bukan Negara Islam
yaitu Australia.
Hal ini menandakan bahwa ajaran tersebut juga bersifat umum, selagi
memberikan kebaikan kepada  masyarakat bukan hanya kepada orang tertentu saja. Jadi
sangat penting bagi kita untuk mengetahui bagaimana awalnya akuntansi syariah itu
dikembangkan, dan tentunya untuk mengetahui seberapa besar perkembangan akuntansi
syariah di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah akuntansi syariah ?
2. Bagaimana sejarah perkembangan akuntansi syariah di Indonesia ?
3. Apa pengertian akuntansi syariah ?
4. Apa dasar hukum akuntansi syariah ?
5. Bagaimana ciri-ciri akuntansi syariah ?
6. Apa tujuan akuntansi syariah ?
7. Apa saja prinsip-prinsip dasar akuntansi syariah ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui sejarah akuntansi syariah.
2. Untuk mengetahui sejarah perkembangan akuntansi syariah di Indonesia.
3. Untuk mengetahui pengertian akuntansi syariah.
4. Untuk mengetahui dasar hukum akuntansi syariah.
5. Untuk mengetahui ciri-ciri akuntansi syariah.
6. Untuk mengetahui tujuan akuntansi syariah.
7. Untuk mengetahui prinsip-prinsip dasar akuntansi syariah.
MARIA ULFA
A031181345

PEMBAHASAN

SEJARAH AKUNTANSI SYARIAH


Zaman Awal Perkembangan Islam
Pendeklarasian negara Islam di Madinah (tahun 622 M atau bertepatan dengan tahun 1 H)
didasari oleh konsep bahwa seluruh Muslim adalah bersaudara tanpa memandang ras, suku,
warna kulit dan golongan, sehingga seluruh kegiatan kenegaraan dilakukan secara bersama dan
gotong-royong di kalangan para Muslimin. Hal ini dimungkinkan karena negara yang baru saja
berdiri tersebut hampir tidak memiliki pemasukan ataupun pengeluaran. Muhammad Rasulullah
SAW bertindak sebagai seorang Kepala Negara yang juga merangkap sebagai Ketua Mahkamah
Agung, Mufti Besar, dan Panglima Perang Tertinggi juga penanggung jawab administrasi negara.
Bentuk sekretariat negara masih sangat sederhana dan baru didirikan pada akhir tahun ke 6
Hijriyah.
Telah menjadi tradisi bahwa bangsa Arab melakukan dua kali perjalanan kafilah
perdagangan, yaitu musim dingin dengan tujuan perdagangan ke Yaman dan musim panas
dengan tujuan ke Asy-Syam (sekarang Syria, Lebanon, Jordania, Palestina dan Israel).
Perdagangan tersebut pada akhirnya berkembang hingga ke Eropa terutama setelah penaklukan
Mekah.
Dalam perkembangan selanjutnya, ketika ada kewajiban zakat dan ‘ushr (pajak pertanian
dari muslim), dan perluasan wilayah sehingga dikenal adanya jizyah (pajak perlindungan dari
non muslim) dan kharaj (pajak pertanian dari non muslim), maka Rasul mendirikan Baitul Maal
pada awal abad ke-7. Fungsinya sebagai penyimpanan ketika adanya pembayaran wajib zakat
dan usur dan adanya perluasan wilayah atau Jizyah yaitu pajak perlindungan dari non muslim,
dan juga adanya kharaj yaitu pajak pertanian dari non muslim. Konsep ini cukup maju pada
zaman tersebut dimana seluruh penerimaan dikumpulkan secara terpisah dengan pemimpin
negara dan baru akan dikeluarkan untuk kepentingan negara. Walaupun disebutkan pengelolaan
Baitul Maal masih sederhana, tetapi Nabi telah menunjuk petugas qadi, ditambah para sekretaris
dan pencatat administrasi pemerintahan. Mereka ini berjumlah 42 orang dan dibagi dalam empat
bagian yaitu: sekretaris pernyataan, sekretaris hubungan dan pencatatan tanah, sekretaris
perjanjian, dan sekretaris peperangan.
MARIA ULFA
A031181345
Zaman Empat Khalifah
Pada pemerintahan Abu Bakar, pengelolaan baitul maal masih sangat sederhana
dimana penerimaan dan pengeluaran dilakukan secara seimbang sehingga hampir tidak
pernah ada sisa. Perubahan sistem administrasi yang cukup signifikan dilakukan di era
kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab dengan memperkenalkan istilah Diwan oleh Sa’ad
bin Abi Waqqas (636 M). Asal kata Diwan dari bahasa Arab yang merupakan bentuk kata
benda dari kata Dawwana yang berarti penulisan. Diwan dapat diartikan sebagai tempat di
mana pelaksana duduk, bekerja dan di mana akuntansi dicatat dan disimpan. Diwan ini
berfungsi untuk mengurusi pembayaran gaji.
Khalifah Umar menunjuk beberapa orang pengelola dan pencatat dari Persia untuk
mengawasi pembukuan baitul maal. Pendirian Diwan ini berasal dari usulan Homozon-
seorang tahanan Persia dan menerima Islam- dengan menjelaskan tentang sistem administrasi
yang dilakukan oleh Raja Sanian (Siswanto, 2003). Ini terjadi setelah peperangan Al-
Qadisiyyah-Persia dengan panglima perang Sa’ad bin Abi Waqqas yang juga sahabat nabi,
Al-Walid bin Mughirah yang mengusulkan agar ada pencatatan untuk pemasukan dan
pengeluaran negara.
Hal ini kembali menunjukkan bahwa akuntansi berkembang dari suatu lokasi ke
lokasi lain sebagai akibat dari hubungan antar masyarakat. Selain itu, baitul maal juga sudah
tidak terpusat lagi di Madinah tatapi juga di daerah-daerah taklukan Islam. Pada Diwan yang
dibentuk oleh Khalifah Umar terdapat 14 departemen dan 17 kelompok, di mana pembagian
departemen tersebut menunjukkan adanya pembagian tugas dalam sistem keuangan dan
pelaporan keuangan yang baik. Pada masa itu istilah awal pembukuan dikenal dengan
jarridah atau menjadi istilah journal dalam bahasa Inggris yang berarti berita. Fungsi
akuntansi telah dilakukan oleh berbagai pihak dalam Islam seperti: Al-Amel, Mubashor, Al-
Kateb, namun yang paling terkenal adalah Al-Kateb yang menunjukkan orang yang
bertanggung jawab untuk menuliskan dan mencatat informasi baik keuangan maupun non
keuangan. Sedangkan untuk khusus akuntan dikenal juga dengan nama Muhasabah/Muhtasib
yang menunjukkan orang yang bertanggung jawab melakukan perhitungan.
Muhtasib memiliki kekuasaan yang luas, termasuk pengawasan harta, kepentingan
sosial, pelaksanaan ibadah pribadi, pemeriksaan transaksi bisnis. Akram Khan memberikan 3
kewajiban Muhtasib, yaitu:
1. Pelaksanaan hak Allah termasuk kegiatan ibadah: shalat, pemeliharaan masjid.
2. Pelaksanaan hak-hak Masyarakat: perilaku di pasar, kejujuran bisnis.
3. Pelaksanaan yang berkaitan dengan keduanya: menjaga kebersihan jalan dll.
MARIA ULFA
A031181345
Disisi lain, ada juga fungsi muhtasib dalam bidang pelayanan umum, misalnya
pemeriksaan kesehatan, suplai air, memastikan orang miskin mendapatkan tunjangan,
bangunan yang mau roboh, memeriksa kelayakan pembangunan rumah, ketidaknyamanan
dan keamanan berlalu lintas, jalan untuk pejalan kaki, menjaga keamanan dan kebersihan
pasar. Maka dapat disimpulkan bahwa fungsi utamanya adalah untuk mencegah pelanggaran
terhadap hukum baik hukum sipil maupun hukum agama.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa akuntansi Islam adalah menyangkut semua aspek
kehidupan yang lebih luas tidak hanya menyangkut praktik ekonomi dan bisnis sebagaimana
dalam sistem kapitalis. Akuntansi Islam sebenarnya lebih luas dari hanya perhitungan angka,
informasi keuangan atau pertanggungjawaban. Dia menyangkut semua penegakan hukum
sehingga tidak ada pelanggaran hukum baik hukum sipil maupun hukum yang berkaitan
dengan ibadah.
Pengembangan lebih komprehensif mengenai baitul maal dilanjutkan pada masa
Khalifah Ali bin Abi Thalib. Pada masa pemerintahan beliau, sistem administrasi baitul maal
baik ditingkat pusat dan lokal telah berjalan baik serta terjadi surplus pada Baitul Maal dan
dibagikan secara proporsional sesuai tuntutan Rasulullah. Adanya surplus ini menunjukkan
bahwa proses pencatatan dan pelaporan telah berlangsung dengan baik.
            Perkembangan akuntansi tidak berhenti pada zaman Khalifah, tetapi dikembangkan
oleh filsuf Islam antara lain: Imam Syafi’i (768 M-820 M) dengan menjelaskan fungsi
akuntansi sebagai Review Book atau Auditing. Menurutnya, seorang auditor harus memiliki
kualifikasi tertentu yaitu orang yang hafal –Quran (sebagai value judgement), intelektual,
dapat dipercaya, bijaksana dan kualitas manusia yang baik lainnya.

SEJARAH PERKEMBANGAN AKUNTANSI SYARIAH DI INDONESIA


Akuntansi pertama kali dikenal di Indonesia sekitar tahun 1960-an, sementara akuntansi
konvensional yang kita pahami dari berbagai literatur menyebutkan bahwa akuntansi pertama
kali berkembang di Italia dan dikembangkan oleh Lucas Pacioli (1494). Pemahaman ini
sudah mendarah daging pada masyarakat akuntan kita. Olehnya itu, ketika banyak ahli yang
mengemukakan pendapat bahwa akuntansi sebenarnya telah berkembang jauh sebelumnya
dan dimulai di arab, akan sulit diterima oleh masyarakat akuntan.
Konsep Akuntansi Pada Awal Munculnya Islam
Setelah munculnya Islam di semenanjung arab dibawah kepemimpinan Rasulullah SAW,
serta telah terbentuknya daulah Islamiyah di Madinah, mulailah perhatian Rasulullah untuk
membersihkan muamalah amaliah (keuangan) dari unsur-unsur riba dan dari segala bentuk
MARIA ULFA
A031181345
penipuan, pembodohan, perjudian, pemerasan, monopoli, dan segala usaha pengambilan harta
orang lain secara batil. Bahkan Rasulullah lebih menekankan pada pencatatan keuangan.
Rasulullah mendidik secara khusus beberapa orang sahabat untuk menangani profesi ini dan
mereka diberi sebutan khusus, yaitu hafazhatul amwal (pengawas keuangan).
Akuntansi Setelah Runtuhnya Khilafah Islamiyah
Runtuhnya Khilafah Islamiyah serta tidak adanya perhatian dari pemimpin-pemimpin Islam
untuk mensosialisasikan hukum Islam, serta dengan dijajahnya kebanyakan negara Islam oleh
negara-negara Eropa, telah menimbulkan perubahan yang sangat mendasar di semua segi
kehidupan umat Islam, termasuk di bidang muamalah keuangan. Pada fase ini perkembangan
akuntansi didominasi oleh pikiran barat. Para muslim pun mulai menggunakan sistem
akuntansi yang dikembangkan oleh barat.
Kebangkitan Baru dalam Akuntansi Islam
Kebangkitan Islam baru telah menjangkau bidang muamalah secara umum, dan bidang-
bidang finansial, serta lembaga-lembaga keuangan secara khusus. sekelompok pakar
akuntansi Muslim telah mengadakan riset dan studi-studi ilmiah tentang akuntansi menurut
Islam. Perhatian mereka lebih terkonsentrasi pada beberapa bidang, yaitu bidang riset,
pembukuan, seminar atau konferensi, pengajaran di lembaga-lembaga keilmuan dan
perguruan tinggi, serta aspek implementasi pragmatis.

PENGERTIAN AKUNTANSI SYARIAH


Akuntansi Syariah adalah suatu sistem atau teknik dari suatu pencatatan, penggolongan dan
peringkasan, pelaporan dan menganalisis data keuangan yang dilakukan dengan cara tertentu
yang dapat digunakan dalam pengambilan keputusan ekonomi atau perusahaan dengan
menggunakan prinsip-prinsip syariah yang terkandung dalam nilai-nilai Islam.

DASAR HUKUM AKUNTANSI SYARIAH


Dasar hukum dalam Akuntansi Syariah bersumber dari Al-Quran, Sunah Nabawiyyah, Ijma
(kesepakatan para ulama), Qiyas (persamaan suatu peristiwa tertentu), dan ‘Urf (adat
kebiasaan) yang tidak bertentangan dengan Syariah Islam. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah,
memiliki karakteristik khusus yang membedakan dari kaidah Akuntansi Konvensional.
Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah sesuai dengan norma-norma masyarakat Islami, dan
termasuk disiplin ilmu sosial yang berfungsi sebagai pelayan masyarakat pada tempat
penerapan akuntansi tersebut.

CIRI-CIRI AKUNTANSI SYARIAH


MARIA ULFA
A031181345
1. Dilaporkan secara benar (QS. 10:5)
2. Cepat dalam pelaporannya (QS.2:202, 19:4,5)
3. Dibuat oleh ahlinya (akuntan) (QS.13:21, 13:40)
4. Terang, jelas, tegas dan informatif (QS. 17:12, 14:41)
5. Memuat informasi yang menyeluruh (QS.6:552, 39:10)
6. Informasi ditujukan kepada semua pihak yang terlibat dan membutuhkan   (QS.2:212,
3:27)
7. Terperinci dan teliti (QS.65:8)
8. Tidak terjadi manipulasi (QS.69:20, 78:27)
9. Dilakukan secara kontinu (tidak lalai) (QS.21:1, 38:26)

TUJUAN AKUNTANSI SYARIAH


Konsep nubuwwah memberikan pemahaman bahwa ketika seseorang ingin mencapai
keselamatan dunia akhirat, maka segala aktivitas yang dilakukan harus sesuai dengan yang
dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW, termasuk dalam kegiatan atau aktivitas ekonomi.
Oleh karena itu, tujuan akuntansi syariah yang merupakan sub sistem dari ekonomi Islam,
adalah merealisasikan konsekuensi dari konsep tauhid sampai pada kecintaan seseorang pada
Allah SWT, dengan melaksanakan akuntabilitas atas setiap transaksi dan kejadian ekonomi,
dan proses produksi dalam organisasi. Tujuan akuntansi syariah:
1. Membantu mencapai keadilan sosio ekonomi.
2. Mengenal sepenuhnya kewajiban pada Tuhan, masyarakat, individu dengan pihak yang
terkait dalam aktivitas ekonomi (akuntan, auditor, manajer, pemilik, pemerintah) sebagai
sebuah bentuk ibadah.

PRINSIP-PRINSIP DASAR AKUNTANSI SYARIAH


 Prinsip Pertanggungjawaban. Konsep ini tidak asing di kalangan masyarakat Muslim.
Bagi kaum Muslim, persoalan tanggung jawab adalah hal yang sangat penting, karena
nantinya manusia akan mempertanggungjawabkan segala sesuatu yang ia telah perbuat
selama di dunia. Jadi mengaplikasikannya ke dalam akuntansi syariah adalah bahwa jika
seseorang yang melakukan bisnis harus mempertanggungjawabkan apa yang ia telah
perbuat dan lakukan kepada pihak-pihak yang terkait akan dirinya, contoh jika seseorang
membuat laporan keuangan maka ia harus bertanggungjawab atas laporan keuangan
tersebut.
MARIA ULFA
A031181345
 Prinsip Keadilan. Prinsip Keadilan dalam akuntansi mengandung dua pengertian.
Pertama, berkaitan dengan praktik moral yaitu kejujuran, yang merupakan fakta yang
sangat penting. Tanpa kejujuran ini, informasi akuntansi yang disajikan akan
menyesatkan dan sangat merugikan orang lain. Kedua, kata adil bersifat fundamental (dan
tetap berpijak pada nilai-nilai etika/syariah dan moral).
 Prinsip Kebenaran. Prinsip kebenaran dalam akuntansi berkesinambungan dengan
prinsip keadilan, jika dilakukan dengan baik maka akan menciptakan keadilan dalam
mengakui, mengukur, dan melaporkan transaksi-transaksi ekonomi. Sebagai contoh pada
informasi keuangan, perhitungan, pengakuan maupun pelaporan yang harus didasari
dengan prinsip kebenaran.

KESIMPULAN
Akuntansi Syariah adalah suatu sistem atau teknik dari suatu pencatatan,
penggolongan dan peringkasan, pelaporan dan menganalisis data keuangan yang dilakukan
dengan cara tertentu yang dapat digunakan dalam pengambilan keputusan ekonomi atau
perusahaan dengan menggunakan prinsip-prinsip syariah yang terkandung dalam nilai-nilai
Islam.
Akuntansi pertama kali dikenal di Indonesia sekitar tahun 1960-an, sementara
akuntansi konvensional yang kita pahami dari berbagai literatur menyebutkan bahwa
akuntansi pertama kali berkembang di Italia dan dikembangkan oleh Lucas Pacioli (1494).
Pemahaman ini sudah mendarah daging pada masyarakat akuntan kita. Olehnya itu, ketika
banyak ahli yang mengemukakan pendapat bahwa akuntansi sebenarnya telah berkembang
jauh sebelumnya dan dimulai di arab, akan sulit diterima oleh masyarakat akuntan.
MARIA ULFA
A031181345

DAFTAR PUSTAKA

Apriyanti, Hani Werdi. 2017. Akuntansi Syariah: Sebuah Tinjauan Antara Teori Dan
Praktik, Vol. 6 No. 2. Jurnal Akuntansi Indonesia. (Online):
https://www.researchgate.net/publication/323190054_AKUNTANSI_SYARIAH_SEBUAH_
TINJAUAN_ANTARA_TEORI_DAN_PRAKTIK (Diakses pada tanggal 9 September 2020)

Dosen Pendidikan 2. 2020. Akuntansi Syariah. (Online):


https://www.dosenpendidikan.co.id/akuntansi-syariah/ (Diakses pada tanggal 9 September
2020)

Ningsih, Tari Yulia. 2020. Konsep Akuntansi Syariah. (Online):


https://www.kompasiana.com/tariyulia/5e96ed75097f3630567ce5f3/tugas-mata-kuliah-prof-
dr-apollo-daito-konsep-akuntansi-syariah (Diakses tanggal 9 September 2020)

Priharto, Sugi. 2018. Akuntansi Syariah, Pengertian & Perbedaannya dengan Akuntansi
Konvensional. (Online): https://cpssoft.com/blog/akuntansi/akuntansi-syariah-perbedaannya-
dengan-akuntansi-konvensional/ (Diakses tanggal 9 September 2020)

Udin, Sifa. 2020. Sejarah Perkembangan Akuntansi Syariah di Indonesia. (Online):


http://ei.unida.gontor.ac.id/sejarah-perkembangan-akuntansi-syariah-di-indonesia/ (Diakses
tanggal 9 September 2020)

https://makalahubb.blogspot.com/2017/05/makalah-akuntansi-syariah-sejarah-dan.html?m=1
(Diakses tanggal 9 September 2020)
MARIA ULFA
A031181345

Sejarah lahirnya ilmu akuntansi syariah tidak terlepas dari perkembangan Islam, kewajiban
mencatat transaksi non tunai (Lihat QS. Al-Baqarah: 282), mendorong umat Islam peduli
terhadap pencatatan dan menimbulkan tradisi pencatatan di kalangan umat, dan hal ini
merupakan salah satu faktor yang mendorong kerjasama/ partnership waktu itu. Begitu juga
dengan kewajiban mengeluarkan zakat mendorong pemerintah membuat laporan
pertanggungjawaban periodik terhadap baitul maal yang mereka kelola, begitu juga dengan
pengusaha-pengusaha muslim pada waktu itu, mengklasifikasikan hartanya sesuai ketentuan
zakat dan membayarkan zakatnya jika telah memenuhi ketentuan nisab dan haul. Rasulullah
SAW sendiri pada masa hidupnya juga telah mendidik secara khusus beberapa sahabat untuk
menangani profesi akuntan dengan sebutan “hafazhatul amwal” (pengawas keuangan).

Anda mungkin juga menyukai