Oleh,
Nama : Ayu Amelia
Nim : 18 0402 0140
Kelas : PBS 1 D
DOSEN PENGAMPUH:
Ahmad Syawal Senong Pakata, S.E., M.M
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bisnis yang berdasarkan kemitraan banyak digunakan pada zaman sebelum
islam. Nabi Muhammad saw. Sendiri melakukan bisnis berbasiskan kemitraan
sebelum masa kenabiannya dan banyak Sahabat-nya yang melakukan praktik
tersebut selama kehidupan beliau serta juga masa-masa sesudahnya. Islam
menyetujui konsep kerja sama bisnis. Praktek tersebut sangat umum di antara
bangsa Arab dan kaum muslimin lainnya, dan mungkin karena terpengaruh oleh
mereka, kaum Nasrani di daerah-daerah Eropa yang didatangi kaum Muslimin
juga melakukan dan memperkenalkannya jauh ke dalam daerah Eropa.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana yang dimaksud Mudharabah menurut para ahli dan menurut
istilah?
2. Bagaimana aplikasi Mudharabah dalam Perbankan Syariah?
3. Bagaimana pengertian Musyarakah menurut para ahli dan menurut
istilah?
4. Bagaimana aplikasi Musyarakah dalam Perbankan Syariah?
4
.D. Tujuan
1. Agar dapat mengetahui apa itu mudharabah menurut para ahli dan
menurut istilah.
2. Agar dapat mengetahui bagaimana penerapan mudharabah dalam
perbankan syariah.
3. Agar dapat mengetahui apa itu musyarakah.
4. Agar dapat mengetahui bagaimana penerapan mudharabah dalam
perbankan syariah.
5
BAB II
PEMBAHASAN
1
Latifa M. Algaoud dkk., Perbankan Syariah Prinsip Praktik dan Prospek,(Jakarta:
PT Serambi Ilmu Semesta,2001), hlm. 66
6
mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa bantuan orang
lain. 2
4. Akad mudharabah
Akad Mudharabah adalah perjanjian pembiayaan/penanaman
dana dari pemilik dana (shohibul maal) kepada pengelola dana
(mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu sesuai syariah,
dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan
nisbah yang telah disepakati sebelumnya.4
2
Hukum Jual Beli Dalam Islam, Pengertian dan Dasar Hukum Jual Beli, Rukuan dan
Syarat Jual Beli, Serta Jual Beli Yang Dilarang dalam Islam,
http://hukumjualbelidalamislam.blogspot.com/2013/05/pengertian-dan-dasar-hukum-jual-beli.html
(diakses tanggal 8 Desember 2018)
3
Muhamad Ayub, Understanding Islamic Finance A-Z Keuangan Syariah, (Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama, 2009), hlm. 495-496
4
Muhammad Arafat Yusman, Aspek Hukum Perbankan Syariah dari Teoro ke
Praktik, (Yogyakarta: CV Budi Utama, 2017), hlm. 47
7
5. Implementasi (penerapan) mudharabah dalam perbankan syariah
Al-Mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk
pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi penghimpunan
dana mudharabah diterapkan pada:
a. Tabungan berjangka, tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan
khusus, seperti tabungan haji, tabungan kurban, deposito biasa.
b. Deposito spesial (special investment), dimana dana yang dititipkan
nasabah khusus untuk bisnis tertentu, misalnya mudharabah saja
atau ijarah saja.
Adapun pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk :
a. Pembiayaan modal kerja, seperti pembiayaan modal kerja
perdagangan dan jasa.
b. Investasi khusus, disebut juga dengan mudharabah muqayyadah,
dimana sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus
dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul maal.5
5
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema
Insani, 2001), hlm. 97
6
Zonaekis.com, Manfaat dan Risiko Mudharabah, http://zonaekis.com/manfaat-dan-
risiko-mudharabah/ (diakses tanggal 8 Desember 2018)
8
7. Mudharabah menjadi riba
Wacana bahwa bank syariah wajib menjamin dana nasabah pada
kontrak mudharabah ditentang keras oleh para ulama sehingga Majma”
Al Fiqh Al Islami (divisi fikih OKI) mengeluarkan keputusan dalam
muktamar ke XIII di Kuait, No. 123 (5/3) 2001, yang berbunyi,
“Mudharib (pengelola) adalah pihak yang menerima amanah, ia tidak
menjamin dana bila terjadi kerugian, atau dana hilang, kecuali ia
melalaikan amanah, atau ia melanggar peraturan syariah atau peraturan
investasi. Hukum ini berlaku untuk mudharabah fardiyyah (perorangan)
ataupun mudharabah musytarakah. Dan hukum ini tidak berubah
dengan dalih mengqiyaskannya dengan ajir musytarak”
Yang menjadi dalil para ulama mengharamkan mudharib wajib
menjamin dana pihak investor dari kerugian adalah sebagai berikut:
a. Ijma’, kesepakatan para ulama sejak abad pertama hingga sekarang
bahwa jika dibuat persyaratan dalam transaksi mudharabah agar
pihak pengelola menjamin modal dari kerugian maka persyaratan
batal. Al Qurthubi (ulama mazhab Maliki, wafat: 474H) berkata,
“Mudharib (pengelola usaha) menerima modal dan
mengembangkannya tanpa ada jaminan menanggung kerugian,
kerugian ditanggung oleh pemilik modal dan tidak ada perbedaan
pendapat para ulama dalam hal ini. Dan jika pemilik modal
mensyaratkan agar pengelola menanggung kerugian maka akad
mudharabahnya batal.
b. Persyaratan kerugian ditanggung oleh mudharib menjadikan pihak
pemberi modal tidak menanggung risiko apapun dan tetap
mendapatkan keuntungan. Ini bertentangan dengan hadis Nabi
shallallahu alaihi wa sallam yaitu : “tidak halal menggabungkan
antara akad pinjaman dan jual-beli,... tidak halal keuntungan barang
yang tidak dalam jaminanmu”. (HR. Abu Daud Menurut Al-Albani
derajat hadis ini hasan shahih).
9
c. Perbedaan yang mendasar antara mudharabah dan qardh (kredit)
adalah dana yang diterima oleh mudharib tidak dijamin dari
kerugian, sedangkan dana yang diterima dari kreditur wajib dijamin
oleh pihak debitur. Maka jika mudharab disyaratkan dana yang
diterimanya dari kerugian akad mudharabah berubah menjadi
qardh. Dan ketika pihak pemberi dana menerima bagi hasil
sesungguhnya ia menerima bunga (riba). Karema akad
mudharabahnya telah berubah menjadi akad pinjaman berbunga
tidak tetap. Hal ini disepakati keharamannya oleh para ulama
karena termasuk riba dayn.
Dengan demikian jelas bahwa wacana yang dimunculkan oleh
beberapa peneliti ekonomi syariah tersebut merupakan wacana untuk
mengubah mudharabah menjadi riba.7
7
Erwandi Tarmizi, Harta Haram Muamalat Kontemporer, (Jawa Barat: PT Berkah Mulia
Insani: 2017), hlm. 522-523
8
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani,
2001), hlm. 90
9
Mata Elang, Aplikasi Musyarakah dan Mudharabah dalam Perbanan Syariah,
http://hahuwadza.blogspot.com/2014/06/aplikasi-musyarakah-dan-mudharabah.html (diakses
tanggal 7 Desember 2018)
10
yang disepakati sedangkan kerugiannya berdasarkan porsi kontribusi
dana yang diperkenankan oleh syariah.10
Musyarakah menurut Lewis dan Algaoud merupakan suatu
kontrak kerjasama yang dimana dua belah pihak atau lebih
menggabungkan modalnya untuk membangun suatu usaha tertentu agar
mendapatkan keuntungan bersama serta usaha tersebut juga menjadi
tanggung jawab bersama.11
3. Jenis-jenis musyarakah
Musyarakah ada dua jenis, yaitu: musyarakah kepemilikan dan
musyarakah akad (kontrak). Musyarakah kepemilikan terjadi karena
warisan, wasiat, dan kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan
suatu asset oleh dua orang atau lebih. Dalam musyarakah ini,
10
Staf.blog, IV.2.Pembiayaan Musyarakah,
https://staff.blog.ui.ac.id/martani/files/2015/09/PAPSI-BPRS-4.2-Akad-Bagi-Hasil-Musyarakah-
191213.pdf (diakses tanggal 12 Desember 2018)
11
Mata Elang, Aplikasi Musyarakah dan Mudharabah dalam Perbanan Syariah,
http://hahuwadza.blogspot.com/2014/06/aplikasi-musyarakah-dan-mudharabah.html (diakses
tanggal 7 Desember 2018)
12
Warung Ekonomi Islam, Musyarakah,
http://warungekonomiislam.blogspot.com/2012/07/musyarakah.html” (diakses tanggal 15
Desember 2018)
11
kepemilikan dua orang atau lebih berbagi dalam sebuah aset nyata dan
berbagi pula dari keuntungan yang dihasilkan aset tersebut.
Musayarakah akad tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua
orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan
modal musyarakah. Merekapun sepakat membagi keuntungan dan
kerugian.
Musyarakah akad terbagi menjadi : al-’inan, al-mufawwadhah,
al-a’mal, al-wujuh, dan al-mudharabah. Para ulama berbeda berbeda
pendapat tentang al-mudharabah, apakah ia termasuk
jenis musyarakah atau bukan. Beberapa ulama menganggap al-
mudharabah termasuk kategori musyarakah karena memenuhi rukun
dan syarat sebuah akad (kontrak) musyarakah. Adapun ulama lain
menganggap al-mudharabah tidak termasuk sebagai musyarakah.
a. Syirkah al-’inan
Syirikah al-‘inan adalah kontrak antara dua orang atau lebih,
dimana setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana
dan berpartisipasi dalam kerja, dan kedua pihak berbagi dalam
keuntungan dan kerugian sebagaimana yang disepakati dalam
kontrak. Akan tetapi, porsi masing-masing pihak, baik dalam dana
maupun kerja atau bagi hasil, tidak harus sama dan identik sesuai
dengan kesepakatan mereka.
b. Syirkah al-mufawwadhah
Syirkah al-munawwadhah adalah kontrak kerja sama antara
dua orang atau lebih, dimana setiap pihak memberikan suatu porsi
dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja, dan setiap
pihak membagi keuntungan dan kerugian secara sama. Dalam
jenis syirkah inisyarat utamanya adalah kesamaan dana yang
diberikan, kerja, tanggung jawab, dan beban utang dibagi oleh
masing-masing pihak.
12
c. Syirkah al-a’mal
Syirkah al-a’mal atau kadang disebut juga
dengan musyarakah abdan atau sana’i adalah kontrak kerja sama
dua orang seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersama dan
berbagi keuntungan dari pekerjaan itu.
d. Syirkah al-wujuh
Syirkah al-wujuh adalah kontrak antara dua orang atau lebih
yang memiliki reputasi dan prestise baik serta ahli dalam bisnis,
dimana mereka membeli barang secara kredit dari suatu perusahaan
dan menjual barang tersebut secara tunai, dan mereka berbagi
dalam keuntungan dan kerugian berdasarkan jaminan kepada
penyuplai yang disediakan oleh setiap mitra. Jenis syrirkah ini tidak
memerlukan modal karena pembelian secara kredit berdasar pada
jaminan tersebut, sehingga syirkah ini biasa disebut
dengan musyarakah piutang.13
4. Akad musyarakah
Akad musyarakah adalah perjanjian pembiayaan penanaman
dari dua lebih pemilik dana dan/atau barang untuk menjalankan usaha
tertentu sesuai syariah dengan pembagian hasil usaha antara kedua
belah pihak berdasarkan proporsi modal masing-masing.
Akad perbankan syariah menurut ketentuan Undang-undang
Perbankan Syariah adalah akad kerja sama diantara dua pihak atau lebih
untuk suatu usaha tertentu yang masing-masing pihak memberikan
porsi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan akan dibagi sesuai
kesepakatan dan kerugian sesuai dengan porsi dana masing-masing.
Akad musyarakah menurut Peraturan BI adalah akad transaksi
penanaman dana dari dua atau lebih pemilik dana dan/atau barang untuk
menjalankan usaha tertentu sesuai syariah dengan pembagian hasil
13
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema
Insani, 2001), hlm. 91-92
13
usaha berdasarkan nisbah yang disepakati, sedangkan pembagian
kerugian berdasarkan porsi modal masing-masing.14
b. Modal Ventura
Pada lembaga keuangan khusus yang dibolehkan melakukan
investasi dalam kepemilikan perusahaan, musyarakah diaplikasikan
dalam skema modal ventura. Penanaman modal dilakukan untuk
jangka waktu tertentu dan setelah itu bank melakukan divestasi
14
Muhammad Arafat Yusman, Aspek Hukum Perbankan Syariah dari Teoro ke
Praktik, (Yogyakarta: CV Budi Utama, 2017), hlm. 48
15
Latifa M. Algaoud dkk., Perbankan Syariah Prinsip Praktik dan Prospek,(Jakarta:
PT Serambi Ilmu Semesta,2001), hlm. 66
14
atau menjual bagian sahamnya, baik secara singkat maupun
bertahap.16
6. Manfaat musyarakah
Terdapat banyak manfaat dari pembiayaan secara musyarakah,
diantaranya sebagai berikut:
a. Bank akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat
keuntungan usaha nasabah meningkat.
b. Bank tidak berkewajiban membayar pendanaan secara tetap dalam
jumlah tertentu kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi
disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank, sehingga bank
tidak akan pernah mengalami negative spread.
c. Pengembalian pokok pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash
flow/arus kas usaha nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah.
d. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang
benar-benar halal, aman, dan menguntungkan. Hal ini karena
keuntungan yang riil dan benar-benar terjadi itulah yang akan
dibagi.
e. Prinsip bagi hasil dalam musyarakah berbeda dengan prinsip bunga
tetap dimana bank akan menagih nasabah satu jumlah bunga tetap
berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi
dan terjadi krisis ekonomi.
7. Resiko musyarakah
Resiko yang terdapat dalam musyarakah, terutama pada
penerapannya dalam pembiayaan, relative tinggi, yaitu sebagai berikut:
a. Side streaming, nasabah menggunakan dana yang diberikan bank
bukan seperti yang disebut dalam kontrak
b. Lalai dan kesalahan yang disengaja
16
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema
Insani, 2001), hlm. 93
15
c. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak
jujur.17
17
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema
Insani, 2001), hlm. 93-94
18
Mata Elang, Aplikasi Musyarakah dan Mudharabah dalam Perbanan Syariah,
http://hahuwadza.blogspot.com/2014/06/aplikasi-musyarakah-dan-mudharabah.html (diakses
tanggal 7 Desember 2018)
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian-urain tentang mudharabah dan musyarakat serta
implementasinya dalam perbankan syariah di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
pada prinsipnya musyarakah tidak jauh berbeda dengan mudharabah karena
keduanya merupakan sistem perkongsian (kemitraan) antara dua belah pihak atau
lebih untuk mengelola suatu usaha tertentu dengan pembagian keuntungan sesuai
porsi (nisbah) yang disepakati bersama pada awal perjanjian (akad). Dan kedua
jenis perkongsian ini menerapkan sistem bagi hasil dan kerugian (profit and loss
sharing).
B. Saran
Penulis berharap dengan adanya makalah ini pembaca dapat lebih
memahami dengan mudah tentang aplikasi mudharabah dan musyarakah dalam
perbankan syariah. Serta dengan adanya catatan kaki/sumber pedoman yang
penulis tulis diharapkan pembaca dapat mencari tahu lebih lengkap mengenai
makalah ini.
17
Daftar Pustaka
18