Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

PRINSIP DAN IMPLEMENTASI KEUANGAN BANK SYARIAH

Di Susun Oleh:
Kelompok 3

Intan Ukhti Salsabila 55200131


Linda Aulia 55200133

Dosen Pengampu: Intan Merdekawati SE, M.Si

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ACEH TAMIANG


PRODI EKONOMI BISNIS ISLAM
TAHUN AJARAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
segala berkah dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah ini.
Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan alam Nabi Muhammad
SAW, keluarga dan para sahabatnya.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak
yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun
materinya. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada bapak dosen
yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama pembuatan makalah ini.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................6
1.3 Tujuan............................................................................................................6
BAB II.....................................................................................................................7
PEMBAHASAN.....................................................................................................7
2.1 Pengertian Bank Syariah................................................................................7
2.2 Peran Strategis Bank Syariah Indonesia Dalam Ekonomi.............................9
2.3 Implementasi Keuangan syariah..................................................................15
BAB III
PENUTUP.............................................................................................................19
3.1 Kesimpulan..................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................21

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Prinsip dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai dasar atau
kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir, bertindak, dan sebagainya (Pusat
Bahasa Kemdikbud, 2016). Prinsip juga disamakan dengan asas, fundamental,
pangkal, dasar, dan pondasi. Menurut UU No. 21 Tahun 2008 pasal 1 ayat 12
tentang perbankan syariah bahwa prinsip syariah adalah prinsip hukum Islam
dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang
memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah (UU No.21,
2008). Prinsip syariah ini dilandasi oleh nilai keadilan, kemanfaatan,
keseimbangan, dan keuniversalan. Adapun kata bank berasal dari bahasa Italia
yakni banco yang artinya bangku (F. & Thomson, 1912). Bangku yang dimaksud
ialah yang dipergunakan oleh bankir dalam melayani kegiatan operasionalnya
kepada para nasabah. Jika dikaitkan dengan syariah, maka bank syariah adalah
lembaga keuangan yang menjalankan fungsi perantara dalam penghimpunan dana
masyarakat serta menyalurkan pembiayaan kepada masyarakat sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah (M. Nur Rianto Al Arif, 2015).
Jadi, perbankan syariah adalah segala sesuatu yang terkait tentang bank
syariah dan segala unit usaha syariah, yang didalamnya mencakup kelembagaan,
kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya (UU
No.21, 2008). Kesimpulannya bahwa prinsip dasar perbankan syariah adalah asas
yang dijadikan pokok dasar berpikir terkait pondasi muamalah perbankan syariah.
Secara umum prinsip dasar muamalah merupakan landasan pokok yang
menjadikan kerangka pedoman dasar bagi setiap muslim yang menyakininya
dalam perilaku bermuamalah.

1
Pedoman ini berlandaskan Al-Qur’an dan hadis sebagai kerangka bangun
ekonomi Islam yang memiliki nilai etik (ethics value) dan nilai norma (norm
value). Hal ini dikarenakan dalam pandangan Islam, kegiatan ekonomi selalu
dikaitkan dengan prinsip hidup – yang bersumber pada Al-Qur’an dan hadis –
setiap individu muslim, baik menyangkut produksi, distribusi, dan konsumsi.
Prinsip-Prinsip Dasar dalam Perbankan Syariah Di dalam
mengoperasionalkan perbankan syariah dikenal beberapa prinsip-prinsip dasar
dalam pengelolaan kegiatan usaha perbankan syariah. Adapun prinsip-prinsip
dasar tersebut pada garis besarnya dapat disebutkan sebagai berikut:
1. Bebas maghrib
 Maysir (spekulasi); Dalam bahasa Arab maysir identik dengan kata
qimar (Muhammad Ayub, 2009). Maysir mengacu pada perolehan
kekayaan secara mudah atau perolehan harta berdasarkan peluang,
entah dengan mengambil hak orang lain, atau tidak. Undang-
Undang nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah
mendefinisikan maiysir sebagai transaksi yang digantungkan
kepada suatu keadaan yang tidak pasti atau bersifat untung-
untungan (UU No.21, 2008). Dapat disimpulkan bahwa maysir
merupakan transaksi yang digantungkan kepada sesuatu yang tidak
pasti dan mengandung unsur judi, taruhan atau permainan yang
beresiko yang jelas telah jelas dalam hukum Islam bahwa hal
tersebut dilarang (haram).
 Gharar; secara harfiah berarti akibat, bencana, bahaya, risiko, dan
sebagainya. Dalam Islam, yang termasuk gharar adalah semua
transaksi ekonomi yang melibatkan unsur ketidakjelasan, penipuan
atau kejahatan (Ascarya & Yumanita, 2005). Dalam Al-Qur'an kata
gharar dan derivasinya disebutkan sebanyak 27 kali dalam QS Ali-
Imran/3: 185 dan Al-Anfal/8: 49 (Soemitra, 2009). Dapat
disimpulkan bahwa gharar adalah transaksi yang mengandung
ketidakjelasan dan keraguan.

2
 Haram; secara bahasa yang berarti larangan dan penegasan yang
kata haram ini sendiri diulang sebanyak 83 kali dalam Al-Qur'an
antara lain QS Al-Baqarah/2:173, QS An-Nahl/16: 115, dan QS
Al-Maidah/5: 3 (Soemitra, 2009). Dalam Aktivitas ekonomi setiap
orang diharapkan untuk menghindari semua yang diharamkan, baik
zat, maupun caranya baik dalam bidang produksi, distribusi
ataupun konsumsi.
 Riba; Secara etimologi, kata riba bermakna tambahan, kelebihan
(Munawwir, 1984). Dalam Lisanul ‘Arab dijelaskan kata ,‫ ربوا‬,‫رباء‬
‫ ربا‬mengandung arti yang sama, yaitu ‫ زيادة‬bertambah dan tumbuh
(berkembang) (Ibn Manzur, n.d.). Abdullah Saeed sebagaimana
yang dinukil oleh Latifa M. Algaoud dan Mervyn K. Lewis
mengatakan bahwa riba yang akar katanya r-b-w dalam Al-Qur’an
mempunyai pengertian tumbuh, bertambah, naik, bengkak,
meningkat, dan menjadi besar dan tinggi. Juga digunakan dalam
pengertian bukit kecil. Semua penggunaan ini nampak mempunyai
satu makna yang sama yaitu pertambahan, baik secara kualitas
ataupun kuantitas (Lewis & Algaoud, 2013). Sementara itu
menurut terminologi, riba dirumuskan oleh ilmu fikih sebagai
tambahan khusus yang dimiliki salah satu pihak dari dua pihak
yang terlibat tanpa ada imbalan tertentu (Ash-Shawi & Abdullah
al-Mushlih, 2013). Sayyid Sabiq mengartikan riba sebagai
tambahan atas modal, baik penambahan itu sedikit ataupun banyak
(Sayyid Sabiq, n.d.). Jadi riba adalah penambahan pendapatan
secara batil dan tidak sah di dalam melakukan transaksi baik secara
kualitas ataupun kualitas. Tegasnya, hakikat pelarangan riba dalam
Islam merupakan suatu penolakan resiko finansial tambahan yang
ditetapkan dalam transaksi uang maupun jual beli yang dibebankan
pada satu pihak saja, sedangkan pihak lain dijamin keuntungannya.
Inilah kezaliman (zulm) yang terdapat pada riba yang oleh Islam
tegas dilarang.

3
 Batil; secara bahasa artinya batal dan tidak sah (Soemitra, 2009).
Aktivitas ekonomi yang terkait dengan pelarangan batil seperti
mengurangi timbangan, mencampurkan barang jualan yang baik
dan yang tidak baik untuk mendapatkan keuntungan yang lebih
besar (Soemitra, 2009).
Prinsip kepercayaan dan kehati-hatian dalam pengelolaan kegiatan
perbankan syariah Salah satu misi perbankan adalah menerima simpanan baik
berupa giro, tabungan, dan deposito.Dana ini dibutuhkan bank di dalam
menjalankan usahanya, yang tidak mungkin hanya diandalkan melalui modal bank
saja. Untuk itu, dalam rangka menarik dana dari masyarakat, bank pun berupaya
melakukan pembaharuan dalam menawarkan jasa perbankan. Selain itu, bank
sebagai salah satu komponen yang berfungsi dalam menjaga keseimbangan
kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional sehinggadalam menjalankan usahanya
memerlukan kepercayaan masyarakat yang dalam hal ini nasabah (Abdul Ghofur
Anshori, 2008).
Dengan kepercayaan masyarakat/nasabah terhadap industri perbankan,
maka hal ini merupakan usaha untuk memelihara stabilitas industri perbankan.
Kepercayaan ini dapat diperoleh dengan adanya kepastian hukum di dalam
pengaturan dan pengawasan bank serta penjaminan simpanan nasabah oleh bank.
Oleh sebab itu, baik pemilik Implementasi dan pengelola bank maupun otoritas
yang terlibat dalam pengaturan pengawasan bank harus dapat mewujudkan
kepercayaan masyarakat dengan penjaminan seluruh kewajiban bank. Prinsip
pengelolaan sebuah lembaga keuangan khususnya perbankan yang utama adalah
prinsip kepercayaan (fiduciary relation). Dikatakan sebagai prinsip yang utama
karena kegiatan usaha perbankan mendasarkan pada adanya kepercayaan dari
masyarakat (Yusman Alim, 2017).

Yusman Alim. (2017). Penerapan Prinsip-Prinsip tentang Perbankan Syariah Hubungannya


dengan Otoritas Jasa Keuangan. Lex Crimen, VI(1), 39–45.
Anshori, Abdul Ghofur. 2008. Kapita Selekta Perbankan Syariah di Indonesia,.

4
Adapun prinsip kehati-hatian merupakan konsekuensi yuridis sebagai
lembaga yang menarik dana dari masyarakat, maka sebuah lembaga keuangan
ataupun lembaga pembiayaan hendaknya mampu mengelola kegiatan usahanya
berdasarkan prinsip kehati-hatian. Untuk itu, lembaga keuangan khususnya
perbankan melakukan studi kelayakan sebelum memberikan pelayanan kepada
nasabahnya. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tidak menyebut secara tegas
mengenai pengertian prinsip kehati-hatian ini. Secara normatif Pasal 2 Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998 hanya menyebutkan bahwa “Perbankan Indonesia
dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan
prinsip kehati-hatian (Undang-undang RI No. 10, 1998). Wujud dari Prinsip ini
juga dapat diterapkan di dalam perbankan syariah melalui penyaluran pembiayaan
dengan ketidakmampuan nasabah melaksanakan kewajibannya.
Prinsip Akad Semua transaksi harus didasarkan pada akad yang diakui
oleh syariah yang merupakan perjanjian tertulis yang memuat ijab (penawaran)
dan qabul (penerimaan) antara bank dengan pihak lain yang berisi hak dan
kewajiban masing-masing berdasarkan syariat Islam. Akad dinyatakan sah apabila
terpenuhi rukunnya. Rukun akad ada 3 yakni, dua pihak atau lebih yang
melakukan akad, objek akad, dan lafaz akad (Ash-Shawi & Abdullah al-Mushlih,
2013). Akad pada perbankan syariah tentunya mengacu pada konsep bagi hasil
yang menghendaki keuntungan bersama baik pada pihak pengelola yang dalam
hal ini perbankan dan pihak nasabah.Firman Allah swt.dalam QS Al-Maidah/5: 1:
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu, dihalalkan bagimu
binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu)
dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji.
Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-
Nya.” (Kementerian Agama, 2009) Berdasarkan ayat tersebut di atas, dijelaskan
bahwa manusia harus memenuhi akad. Hal ini juga berlaku dalam hal
ekonomi.Akad atau perjanjian harus dilaksanakan sebelum adanya transaksi dan
ini menjadi rukun di dalam pelaksanaannya.Oleh karena itu, dalam proses
transaksi pasti akan selalu ada kesepakatan mulai dari penentuan harga barang,
kualitas barang, syarat-syarat di dalam penjualan dan pembelian barang, dan hal-

5
hal yang terkait dengannya. Dengan adanya akad, maka hal ini bermanfaat di
dalam menjamin hak-hak dari setiap yang bertransaksi.Akad dapat
menghindarkan seseorang dari kerugian karena dilaksanakan secara terbuka dan
transparansi. Prinsip akad dapat diterapkan dalam kegiatan usaha atau operasional
perbankan syariah meliputi:
1. Kegiatan penghimpunan dana; kegiatan ini dapat ditempuh oleh perbankan
melalui mekanisme tabungan, giru, dan deposito. Khusus bank syariah
tabungan dan giro dibedakan menjadi 2 macam yaitu tabungan dan giro
didasarkan pada akad wadiah, serta tabungan dan giro yang didasarkan
pada akad mudharabah.
2. Kegiatan penyaluran dana; kegiatan ini dapat ditempuh oleh bank syariah
dalam bentuk murabahah, mudharabah, musyarakah, ataupun qard.
3. Jasa bank: kegiatan usaha bank dibidang jasa dapat berupa penyediaan
bank garansi (kafalah), hiwalah, wakalah dan jual beli valuta asing
(Yusman Alim, 2017). Berdasarkan hal di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa berdasarkan secara operasional, prinsip dasar akad perbankan
syariah dapat diterapkan melalui kegiatan penghimpunan dana,
penyaluran, maupun kegiatan pelayanan jasa.
.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Bank Syariah?
2. Bagaimana Peran Strategis Bank Syariah Indonesia Dalam Ekonomi?
3. Bagaimana yang dimaksud dengan Implementasi Keuangan syariah?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian Bank Syariah
2. Untuk Peran Strategis Bank Syariah Indonesia Dalam Ekonomi
3. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Implementasi Keuangan syariah

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Bank Syariah


Bank islam selanjutnya disebut bank syariah, adalah bank yang beroperasi
dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank Islam atau biasa disebut dengan
bank tanpa bunga, adalah lembaga perbankan yang operasional dan produknya
dikembangkan berlandaskan pada alquran dan al-hadist. Bank Islam adalah
lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa
lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang
pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. Antonio dan
Perwataat madja membedakan menjadi dua pengertian, yaitu Bank Islam bank
yang beroperasi sesuai dengan prinsip syari’at islam. Bank islam adalah (1) bank
yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariat islam (2) bank yanng tata
cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan al quran dan hadist.
Sementara bank yang beroperasi sesuai prinsip syariat islam adalah bank yang
mengikuti ketentuan-ketentuan syariat islam, khusus yang menyangkut tata cara
bermuamalat secara Islam. Lebih lanjut, dalam tata cara bermuamalat itu dijauhi
praktekpraktek yang dikhawatirkan mengandung unsur-unsur riba untuk diisi
dengan kegiatankegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan
perdagangan. Bank syariah adalah bank yang aktivitasnya meninggalkan masalah
masalah riba.
Dengan demikian, penghindaran bunga yang dianggap riba merupakan
salah satu tantangan yang dihadapi dunia Islam dewasa ini. Suatu hal yang
menggembirakan bahwa belakangan ini para ekonom muslim telah mencurahkan
perhatian besar, guna menemukan cara untuk menggantikan sistem bunga dalam
transaksi perbankan dan keuangan yang lebih sesuai dengan etika Islam. Upaya
ini dilakukan dalam upaya untuk membangun model teori ekonomi yang bebas
bunga dan pengujiannya terhadap partumbuhan ekonomi, alokasi dan distribusi
pendapatan. Oleh karena itulah, maka mekanisme perbankan bebas bunga, yang
disebut bank syariah didirikan. Perbankan syariah didirikan berdasarkan pada

7
alasan filosofis maupun praktik. Secara filosofis, karena dilarangnya pengambilan
riba dalam transaksi keuangan maupun non keuangan. Secara praktis, karena
sistem perbankan berbasis bunga atau konvensional mengandung beberapa
kelemahan, sebagai berikut :
1. Transaksi berbasis bunga melanggar keadilan atau kewajaran bisnis
Dalam bisnis, hasil dari setiap perusahaan selalu tidak pasti. Peminjam
sudah berkewajiban untuk membayar tingkat bunga yang disetujui
walaupun perusahaannya mungkin rugi. Meskipun perusahaan untung,
bisa jadi bunga yang harus dibayarkan melebihi keuntungannya. Hali ini
jelas bertentangan dengan norma keadilan dalam Islam.
2. Tidak fleksibelnya sistem transaksi berbasis bunga menyebabkan
kebangkrutan Hal ini menyebabkan hilangnya potensi produktif
masyarakat secara keseluruhan, selain dengan pengangguran sebagian
besar orang. Lebih dari itu, beban utang makin menyulitkan upaya
pemulihan ekonomi dan memperparah penderitaan seluruh masyarakat.
3. Komitmen bank untuk menjaga keamanan uang deposan berikut
bunganya membuat bank cemas untuk mengembalikan pokok dan
bunganya. Demi keamanan, mereka hanya mau menjaminkan dana bagi
bisnis yang sudah benarbenar mapan atau kepada orang yang sanggup
menjamin keamanan pinjamannya. Sisa uangnya disimpan dalam bentuk
surat berharga pemerintah. Semakin banyak pinjaman yang hanya
diberikan kepada usaha yang sudah mapan dan sukses, sementara orang
yang punya potensi tertahan untuk memulai usahanya. Ini menyebabkan
tidak seimbangnya pendapatan dan kesejahteraan, juga bertentangan
dengan semangat Islam.
4. Sistem transaksi berbasis bunga menghalangi munculnya inovasi oleh
usaha kecil Usaha besar dapat mengambil risiko untuk mencoba teknik
dan produk baru karena punya cadangan dana sebagai sandaran bila
ternyata ide barunya itu tidak berhasil. Sebaliknya, usaha kecil tidak
dapat mencoba ide baru karena untuk mereka harus pinjaman dana
berbunga dari bank. Bila gagal, tidak ada jalan lain bagi mereka kecuali

8
harus membayar kembali pinjaman berikut bunganya dan bangkrut. Hal
ini terjadi juga pada para petani. Jadi bunga merupakan rintangan bagi
pertumbuhan dan juga memperburuk keseimbangan pendapatan.
5. Dalam sistem bunga, bank tidak akan tertarik dalam kemitraan usaha
kecuali bila ada jaminan kepastian pengembalian modal dan pendaptan
bunga mereka Setiap rencana bisnis yang diajukan kepada mereka selalu
diukur dengan kriteria ini. Jadi, bank yang bekerja dengan sistem ini
tidak mempunyai insentif untuk membantu suatu usaha yang berguna
bagi masyarakat dan para pekerja. Sistem ini menyebabkan misallocation
sumber daya dalam masyarakat Islam.
2.2 Peran Strategis Bank Syariah Indonesia Dalam Ekonomi
Perbankan syariah bersama perusahaan-perusahaan lain dalam rantai
nilai ekonomi ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia, memiliki peran
dalam penciptaan dan penambahan nilai atau manfaat dari aktivitas muamalah
syariah di Indonesia. Ekonomi Syariah atau Ekonomi Islam (Islamic economics)
merupakan keseluruhan sistem ekonomi yang berdasarkan prinsip Islam
(syariah) dengan sumber hukum Al-Quran dan as-Sunnah. Ekonomi syariah
melingkupi keseluruhan sektor yang ada dalam ekonomi, baik berupa sektor
riil maupun sektor keuangan (Bappenas, 2019). Secara umum, kinerja bank
syariah dalam perekonomian Indonesia pada kondisi yang baik, bahkan
memiliki ketahanan kinerja jauh lebih baik daripada perbankan konvensional.
Sebagai implementasi muamalah syariah, aktivitas operasional perbankan syariah
didasarkan pada landasan syariah Islam yaitu Al-Quran dan as-Sunnah. Hal
tersebut menjadikan aktivitas perbankan syariah tidak hanya berkinerja unggul,
tahan terhadap tekanan dan turbulensi ekonomi, namun juga diridhai dan
diberkahi Allah Subhanahu WaTa’ala, sebagaimana firman-Nya

Bappenas. (2019). Laporan_Perkembangan_Ekonomi_Indonesia_dan_Dunia_ TW_ II_2019.


Jakarta: Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (BAPPENAS)

9
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai,darah, daging babi, (daging
hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang
terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang
sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk
berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib engan anak panah, (mengundi
nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir
telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut
kepada mereka dan takutlah kepada-Ku.
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah
Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama
bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat
dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al –
Maidah:3). Perwujudan ekonomi syariah dalam muamalah adalah
tercegahnya muamalah dari transaksi atau akad yang mengandung riba,
gharar, dan zalim (Tarmizi, 2017). Muamalah yang sesuai prinsip syariah
akan menghasilkan keadilan ekonomi dan sosial, serta keseimbangan antara
kebutuhan dunia dan akhirat. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman dalam Al-
Quran surat Al–Baqarah (2) ayat 168 yang artinya “Hai sekalian
manusia,makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya
syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”. Rasulullah Muhammad Shalallahu
‘Alaihi Wasallam juga menekankan pentingnya bermuamalah sesuai syariah atau
hukum Islam dalam hadits yang artinya “Akan datang suatu masa, orang-
orang tidak perduli darimana harta dihasilkan, apakah dari jalan yang halal atau
dari jalan yang haram” (HR. Bukhari).

Aminah, Werdhaningtyas dan Rosmiati Tarmizi. 2017. “Analisis Faktor-Faktor yang


Mempengaruhi Auditor Switching pada Perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia Tahun
2010-2015”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 8, No.1, Hal. 36-5.

10
Strategi pengembangan ekonomi syariah di Indonesia sebagaimana
dinyatakan oleh Bappenas (2019) terdiri atas empat rumusan strategi yaitu:
1. penguatan rantai nilai halal
2. penguatan sektor keuangan Islam
3. penguatan usaha mikro, kecil, dan menengah
4. pengembangan dan penguatan ekonomi digital.
Keempat strategi tersebut perlu mendapatkan perhatian pemerintah dan
seluruh pemangku kepentingan dalam ekonomi dan keuangan syariah Agar
memberikan kemaslahatan bagi umat Islam dan bangsa Indonesia. Strategi
penguatan sektor keuangan Islam dalam pengembangan ekonomi Islam di
Indonesia meliputi diversifikasi produk dan layanan perbankan syariah, integrasi
antar sektor (riil dan keuangan), peningkatan insentif pada perbankan syariah,
pendirian Keuangan Halal Nasional (National Halal Fund), penguatan nilai
perbankan syariah, serta penguatan proses manajemen perbankan syariah
(Bappenas, 2019). Sektor keuangan Islam yang kuat akan mengakselerasi
perkembangan ekonomi syariah di indoensia. Bank Syariah Indonesia (BSI)
merupakan penggabungan (merger) atas Bank Syariah Mandiri (BSM), Bank
BRI Syariah (BRIS), dan Bank BNI Syariah (BNIS). Penggabungan tersebut
dilakukan pada proses mulai Maret 2020 atau sekitar 11bulan sebelum
diresmikan operasionalnya oleh Presiden Joko Widodo pada 1 Februari2020
(Rizal, 2020). Penggabungan ketiga bank syariah yang telah melalui proses due
diligence, penandatanganan akta penggabungan, penyampaian keterbukaan
informasi persetujuan izin operasional dari Otoritas Jasa optimal.

Bappenas. (2019). Laporan_Perkembangan_Ekonomi_Indonesia_dan_Dunia_ TW_ II_2019.


Jakarta: Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (BAPPENAS)

11
Anggianita, S., Yusnira, Y., & Rizal, M. S. (2020). Persepsi Guru terhadap Pembelajaran. Daring
di Sekolah Dasar Negeri 013 Kumantan.
Total aset Bank BRI Syariah mencapai Rp57,7 triliun atau meningkat
33,8%). Bank BNI Syariah sebagai anak perusahaan Bank BNI di bidang
keuangan syariah yang merupakan spin off pada tahun 2010, juga
menghasilkan kinerja keuangan yang baik sepanjang tahun 2020. Bank BNI
Syariah berhasil meraih predikat sebagai “Most Trusted Company” pada
ajang Corporate Governance Perception Index. Pada tahun 2020, Bank BNI
Syariah secara resmi masuk dalam kategori Bank BUKU III (modal inti
antara Rp5 triliun-Rp30 triliun). Pada masa pandemi covid-9,
Bank BNI Syariah berhasil membukukan laba bersih sebesar
Rp505,11 miliar, walaupun kondisi ekonomi dan bisnis nasional dan global
sedang dalam masa kontraksi. Aset Bank BNI Syariah tumbuh 10,06% menjadi
Rp55,01 triliun dari tahun sebelumnya Rp49,98 triliun. Indikator coverage ratio
BNI Syariah tahun 2020 mencapai 116,33% yang memberikan jaminan
keamanan bagi nasabah dan investor.(Bank BNI Syariah, 2020) Berdasarkan
pengumpulan data penelitian, penggabungan Bank Syariah Mandiri, Bank BRI
Syariah, dan Bank BNI Syariah menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI)
memiliki peran strategis bagi ekonomi syariah di Indonesia. Peran strategis
tersebut dapat dilihat dari dua perspektif. Peran strategis yang pertama
berkaitan dengan peran dakwah dan syiar syariah Islam yang menghasilkan
penguatan muamalah syariah di Indonesia dan memungkinkan pengembangan
pasar sertapeningkatan akses ekonomi dan keuangan syariah sehingga
mengurangi potensi riba, gharar, dan dhali mdalam muamalah di Indonesia.
Peran strategis kedua adalah peran ekonomi terkait penguatan ekonomi nasional
yang disebabkan oleh perkembangan modal dan dana dari Bank Syariah
Indonesia yang mampu meningkatkan pembiayaan dalam usaha dan
pembangunan nasional.

12
Laporan Tahunan/Annual Report PT. Bank BNI Syariah Tahun 2020, diakses melalui
https://www.bnisyariah.co.id

Pada perspektif muamalah, keberadaan Bank Syariah Indonesia (BSI)


memiliki peran syiar dakwah muamalah syariah yang berlandaskan Al-Quran
dan as-Sunnah.Penggabungan ketiga bank syarah besar yaitu Bank Syariah
Mandiri, Bank BRI Syariah, dan Bank BNI Syariah menjadi Bank Syariah
Indonesia (BSI) menghasilkan penguatan muamalah syariah di Indonesia dan
memungkinkan pengembangan pasar serta peningkatan akses ekonomi
dan keuangan syariah sehingga mengurangi potensi riba, gharar, dan
dhalim dalam muamalah di Indonesia. Keberadaan Bank Syariah Indonesia
memberikan akses yang lebih besar bagi umat Islam untuk tolong menolong
dalam kebaikan melalui muamalah syariah baik berbentuk tabungan,
investasi, pembiayaan, maupun mekanisme lain. Allah Subhanahu Wa Ta’ala
berfirman “ Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan
takwa, dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.
Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksa-Nya” (QS. Al-
Maidah:2).
Bank Syariah Indonesia (BSI) dengan fungsi intermediasi antara
pihak surlus dana kepada pihak defisit dana juga memungkinkan kerja sama yang
terjadi adaah kerja sama yang saling menguntungkan, terhindar dari riba,
gharar, dan dhalim. Allah Subhanahu Wa Ta’ala juga berfirman “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan sukasama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh
dirimu. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu” (QS An-Nisaa: 29).
Penggabungan (merger) ketiga bank syariah besar di Indonesia menjadi Bank
Syariah Indonesia (BSI) juga menjadi simbol persatuan umat Islam.
Penggabungan tersebut menyatukan sebagian besar kekuatan ekonomi dan
keuangan syariah di Indonesia. Persatuan umat Islam dalam berbagai aspek

13
dan bidang diperintahkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala, sebagaimana
firman-Nya “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah,
dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu
ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan
hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang
bersaudara” (QS. Ali Imran:103).
Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda yang
diriwayatkan Bukhari dan Muslim, dari Abu Musa Al Asy’ari “Seorang
mukmin terhadap orang mukmin yang lain seperti satu bangunan,
sebagian mereka menguatkan sebagian yang lain, dan beliau menjalin antara jari-
jarinya. Peran strategis kedua berdasarkan perspektif ekonomi adalah peran
ekonomi terkait penguatan ekonomi nasional yang disebabkan oleh
perkembangan modal dan dana dari Bank Syariah Nasional yang mampu
meningkatkan pembiayaan dalam usaha dan pembangunan nasional. Bank Syariah
Indonesia memiliki aset konsolidasian hasil penggabungan sebesar Rp239,56
triliun yang menjadikannya bank syariah terbesar di Indonesia. Kekuatan aset
Bank Syariah Indonesia tersebut juga meliputi intangible aset seperti reputasi,
jaringan, human capital, dan manajemen. Dengan kemampuan yang besar,
Bank Syariah Indonesia memiliki akses ke pembiayaan yang lebih kuat dan
ketahanan dalam operasioanl bank.
Menurut Dr. Irfan Sauqi Beik, Bank Syariah Indonesia dalam
ekonomi syariah akan menjadi pemimpin dalam dalam penetrasi pasar (market
penetration leader). Penetrasi yang berpotensi dilakukan Bank Syariah Indonesia
akan menggerakkan industri perbankan syariah untuk melakukan penetrasi pasar
lebih dalam dan lebih luas sehingga pangsa pasar perbankan syariah dapat
berkembang hingga dua digit. Bank Syariah Indonesia juga akan menjadi
pemancar nilai (value transmitter) keuangan syariah yang tidak hanya
memperkuat sektor keuangan syariah namun juga sektor riil berlandasakan
syariah, dan juga seluruh sektor dalam perekonomian nasional. Bank
Syariah Indonesia

14
akan memberikan pengaruh nilai-nilai syariah pada kegiatan
perekonomian nasional secara keseluruhan. Keberadaan Bank Syariah Indonesia
juga memiliki peran sebagai pusat inovasi keuagan syariah (innovation
center).
Sumber daya besar yang dimiliki Bank Syariah Indonesia
memungkinkan transformasi nilai-nilai ekonomi syariah yang bersifat universal
dan inklusif menjadi inovasi produk dan layanan keuangan yang menyelesaikan
permasalahan-permasalahan mendasar dalam perekonomian seperti kemiskinan
dan kesenjangan. Keberadaan Bank Syariah Indonesia mampu meningkatkan
kualitas perbankan syariah nasional dan tidak menutup kemungkinan
meningkatkan daya saing bank syariah pada level global.
2.3 Implementasi Keuangan syariah
LKS dengan prinsip syariah merupakan alternatif positif bagi sebagian
masyarakat karena prinsip agama atau kepercayaan tidak bersedia memanfaatkan
jasa-jasa bankatau lembaga konvensional yang memiliki prinsip sistem bunga
yang dianggap merupakan pelanggaran terhadap syariah agama Islam karena tidak
sesuai dengan konsep Islam yaitu perjanjian/akad yang tidak mengandung gharar
(ketidak jelasan), maisir (perjudian) dan riba (bunga uang). LKS dalam
melaksanakan transaksi muamalah dibangun atas asas maslahat. Hukum Islam
tidak melarang bentuk transaksi kecuali terdapat unsur kezaliman di dalamnya,
seperti riba, penimbunan (ihtikâr), penipuan dan lainnya, atau diindikasikan
transaksi tersebut dapat menimbulkan perselisihan atau permusuhan di antara
manusia, seperti adanya gharar atau bersifat spekulasi. Permasalahan pokok dalam
muamalah adalah unsur kemaslahatan. Jika terdapat maslahah, maka sangat
dimungkinkan transaksi tersebut diperbolehkan. Seperti halnya diperbolehkannya
akad istishna, padahal ia merupakan jual beli/bai‘al-ma’dûm (obyek tidak ada saat
akad),
karena adanya kebutuhan dan maslahah yang akan didapatkan, tidak
menimbulkan perselisihan dan sudah menjadi kebiasaan masyarakat. Sebagai LKS
sebenarnya sistem yang diperlakukan harus sesuai dengan syariah. Transaksi dan
praktek keuangan di LKS/bank syariah sebenarnya tidak boleh dimaksudkan

15
untuk hanya sekedar hîlah atau trik untuk menghalalkan praktik riba, Maisir dan
ghurur.

Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 23 Tahun1999
tentang Bank Indonesia. 23 Arief Budiono, Penerapan Prinsip Syariah Pada Lembaga Keuangan
Syariah, Jurnal Law and Justice Vol. 2 No. 1 April 2017

Tujuan sebagai LKS tidak boleh hanya memiliki maksud dan tujuan untuk
mendapatkan uang tunai belaka sebagai laba, walaupun kedatangan nasabah ke
LKS/bank syariah sebenarnya adalah untuk mendapatkan uang tunai untuk
keperluannya. Terdapat sementara itu Praktik pihak LKS/bank syariah
melaksanakan praktek tidak membeli barang melainkan hanya memberikan uang
tunai saja dengan akad seolah olah bahwa uang itu akan di belikan barang sesuai
yang diajukan debitur dan setelah uang diserahkan tidak ada control apakah sudah
dibelikan sesuai pengajuan ataukah tidak. Ini bermakna bahwa LKS tidak hendak
menjualnya kepada nasabah tapi hanya melakukan Hilah atau pengelabuhan
seolah olah adalah sesuai syariah padahal merupakan sesuatu yang mengandung
riba, sehingga dapat dimaknai bahwa LKS/bank syariah sebenarnya tidak
sungguh-sungguh menerapkan prinsip syariah yang seharusnya menjadi pedoman
operasionalnya. Salah satu hal yang merupakan tulang punggung dari LKS adalah
system Loss and Profit Sharing (LPS) Sistem bagi hasil dalam akad musyarakah
dan mudharabah pada awalnya dianggap sebagai tulang punggung operasi LKS,
namun dalam prakteknya, jenis pembiayaan bagi hasil ini hanya merupakan
bagian kecil yang diberikan LKS di Indonesia bahkan di dunia.
Data menunjukan bahwa di FFI Turki, pembiayaan bagi hasil hanya 0,7 %
dari total Kredit per 1993, Bank Islam Malaysia hanya 1,9 % per 1994, FIB
Bahrain hanya 7,6% per 1993, Bank Islam Bangladesh 3,2%, Dubai 3,7%,
Yordania Islamic Bank hanya 2,8%.24 Sejak awal, LKS dirancang sebagai

16
intermediasi antara pemilik dana dengan yang membutuhkan dana, agar terjadi
interaksi dan sinergi ekonomis antara keduanya yang saling menguntungkan. Oleh
karena itu system bagi hasil/profit and loss sharing (PLS) merupakan alat terbaik
untuk menjembatani kepentingan kedua belah pihak, tentu saja dengan tetap
mendasarkannya pada nilai-nilai empati dan humanisme. Namun ternyata ketika
dilakukan dalam bentuk pembiayaan institusional LKS, system PLS ini memiliki,
beberapa hambatan, yang

Nasyitotul Jannah, Studi Kritis Terhadap Implementasi Akad Murabahah diLembaga Keuangan
Syariah , Jurnal FAI-Unmuh Semarang, Semarang, 2012

karenanya LKS enggan menempatkan sebagian besar porfolio asetnya dalam


pembiayaan PLS ini. Resiko dalam system PLS ini paling serius disebabkan
karena masyarakat pada umumnya banyak yang mengabaikan norma dan akhlak
Islam dalam Perkembangan lembaga keuangan syari’ah dewasa ini mencapai
peningkatan yang signifikan. Hal ini dibuktikan dengan banyak berdirinya
lembaga-lembaga keuangan syari’ah dari mulai tingkat mikro sampai tingkat
makro. Bahkan banyak lembaga-lembaga keuangan konvensional yang membuka
unit baru pada lembaga keuangan yang berbassis syari’ah terutama pada lembaga
perbankan, terbukti banyaknya bank konvensional yang membuka cabang
syari’ah. Bank konvensional yang membuka cabang syari’ah diantaranya Bank
Niaga, Bank Negara Indonesia, Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia, Bank
Mega, Bank Pembangunan Daerah. Bahkan sejumlah bank terkemuka di dunia,
City Bank, Chase Manhattam Bank, ANZ Bank, dan Jardne Flemming telah
membuka cabang syari’ah. Begitu juga di luar negeri, misalnya di Inggris bank
yang membuka Islamic Window diantaranya HSBC, Llods TSB, Citygroup,
British Islamic Bank of Britain.
Alasan yang melatar belakangi pembukaan ini adalah terdapat unsur
keadilan dalam konsep bank syari’ah, di samping telah bergesernya paradigma
investor barat dalam berinvestasi bagi para investor barat ini sistem bagi hasil

17
lebih logis dan fair dalam meraih keuntungan. Dalam pelaksanaan atau praktek
operasional lembaga keuangan syari’ah harus menggunakan prinsip syari’ah.
Prinsip syari’ah adalah prinsip yang berdasarkan pada hukumhukum Islam yaitu
al-Quran dan al-Sunnah. Islam mengatur hubungan antara manusia dengan
manusia dalam suatu hukum Islam yaitu fiqih muamalah. Fiqih muamalah adalah
seperangkat aturan tentang perbuatan dan hubungan antar manusia mengenai harta
kekayaan, hak-hak dan penyelesaian sengketa. Selanjutnya fiqih muamalah juga

Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Edisi ketiga, (Jakarta : PT. Raja
Grafindo, 2002), hal. 2

diartikan hukum-hukum yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang


menyangkut interaksi antar sesama mereka dalam urusan kebendaan, hak-hak
kebendaan serta cara penyelesaian sengketa antara mereka. Arti fiqih muamalah
dalam arti sempit adalah seperangkat norma hukum yang mengatur hubungan
anatar sesame umat manusia yang berkaitan dengan harta kekayaan yang cara
memilikinya dengan melalui transaksi, pertukaran, maupun penyelesaian
sengketa. Fiqih muamalah inilah yang kemudian bertransformasi ke dalam
perundang-undangan hukum ekonomi syari’ah yang berlaku di Negara Republik
Indonesia. Urgensi penerapan hukum ekonomi syari’ah dalam pelaksanaan
praktek dan operasional pada lembaga keuangan syari’ah sangat dibutuhkan. Hal
ini dikarenakan dalam mewujudkan lembaga keuangan syari’ah yang benar-benar
berdasarkan kepada prinsip syari’ah yang sesuai dengan al-Quran dan alSunnah
perlu adanya implementasi hukum ekonomi syari’ah di dalamnya. Agar dalam
kenyataannya lembaga keuangan syari’ah tidak hanya berlabelkan syari’ah tetapi
benar-benar melaksanakan transaksi dan pelayanan yang sesuai syari’ah.

18
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

berkembangnya bank syariah tidak dapat terlepas dari berbagai keunggulan yang

dimilikinya, dan salah satu keunggulannya ialah dengan diterapkannya prinsip

syariah. Prinsip tersebut menjadi dasar acuan di dalam setiap pelaksanaan

kegiatan operasionalnya, diantaranya ialah prinsip terbebasnya dari maghrib yakni

maysir (mengandung unsur judi), gharar (ketidakpastian), haram (pelarangan),

riba (transaksi berdasarkan sistem bunga), selanjutnya ialah prinsip kepercayaan

dan kehati-hatian dalam pengelolaan kegiatan perbankan syariah, dan yang

terakhir ialah prinsip akad yakni segala transaksi yang dilakukan didasarkan pada

akad yang diakui oleh syariah.

19
1. Penerapan prinsip syariah bagi Lembaga Keuangan Syariah (LKS)

maupun perbankan syariah adalah hal yang sangat urgen.

2. Demi mencapai kondisi penerapan syariah tersebut diciptakan struktur

pengawasan maupun penerapannya serta dipandu dengan fatwa Dewan

Syariah Nasional.

3. Undang-Undang maupun peraturan lain telah mensupport sebagian dari

tujuan tersebut namun masih ada regulasi yang belum.

4. Masih terdapat ketidaksesuaian praktik perbankan maupun LKS yang

tidak sesuai fatwa DSN atau tidak sesuai syariah dan perlu untuk

dibenahi.

5. Terdapat LKS yang melakukan hilah atau trik guna mengambil riba.

20
DAFTAR PUSTAKA

https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004 Yusman Alim. (2017).


Penerapan Prinsip-Prinsip tentang Perbankan Syariah Hubungannya dengan
Otoritas Jasa Keuangan. Lex Crimen, VI(1), 39–45.
UU No.21. (2008). UU Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.
Undang Undang Republik Indonesia.
Undang-undang RI No. 10. (1998). Undang-undang RI No. 10 Tahun 1998
Tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 7 Tahun 1992, Tentang
Perbankan. Bank Indonesia.
M. Nur Rianto Al Arif. (2015). Pengantar Ekonomi Syariah: Teori dan Praktik (I).
CV Pustaka Setia.
Martasari, L., & Mardian, S. (2015). Persepsi Masyarakat terhadap Penerapan
Sharia Compliance Pada Bank Syariah di Kecamatan Barabai. Jurnal
Dinamika Akuntansi Dan Bisnis, 2(1), 45–58.
https://doi.org/10.24815/jdab.v2i1.3607

21
Wibowo, Edi dan Untung Hendy Widodo, Mengapa Memilih Bank Syari’ah.
Bogor: Ghalia Indonesia, 2005.
Abd. Hakim, Atang. Fiqih Perbankan Syari’ah, Transformasi Fiqih Muamalah ke
Dalam Perundang-undangan Indonesia. (Bandung : Refika Aditama, 2011).
Budiono, Arief. Penerapan Prinsip Syariah Pada Lembaga Keuangan Syariah,
Jurnal Law and Justice Vol. 2 No. 1 April 2017.
Anshori, Abdul Ghofur. 2008. Kapita Selekta Perbankan Syariah di Indonesia,.
Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.
23 Tahun1999 tentang Bank Indonesia. 23 Arief Budiono, Penerapan
Prinsip Syariah Pada Lembaga Keuangan Syariah, Jurnal Law and Justice
Vol. 2 No. 1 April 2017
Bappenas. (2019). Laporan_Perkembangan_Ekonomi_Indonesia_dan_Dunia_
TW_ II_2019. Jakarta: Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)
Nasyitotul Jannah, Studi Kritis Terhadap Implementasi Akad Murabahah
diLembaga Keuangan Syariah , Jurnal FAI-Unmuh Semarang, Semarang,
2012
Anggianita, S., Yusnira, Y., & Rizal, M. S. (2020). Persepsi Guru terhadap
Pembelajaran. Daring di Sekolah Dasar Negeri 013 Kumantan

22

Anda mungkin juga menyukai