Anda di halaman 1dari 24

KONSUMSI, TABUNGAN DAN INVESTASI DALAM ISLAM

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

“Ekonomi Makro Islam”

Dosen Pengampu :

Arif Zunaidi, S. H. I.M. E. I

Disusun oleh :

Syaviratul Mughoyaroh (2101290233)

Dewi Ayu Puspita Sari (2101290226)

Akhmad Syaifud Zuhri (21012902 )

FAKULTAS AGAMA ISLAM

PRODI EKONOMI SYARIAH

UNIVERSITAS KH. A. WAHAB HASBULLAH JOMBANG

2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang
berjudul “Konsumsi, Tabungan dan Investasi Dalam Islam”

Selesainya penyusunan ini berkat bantuan dari berbagai pihak oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis sampaikan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Dosen pengampu mata kuliah Ekonomi Makro Islam yang telah memberikan arahan dan
tugas kepada kami sehingga kami termotivasi dan menyelesaikan tugas ini.
2. Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada teman-teman yang telah
memberikan dorongan dan bantuan serta pengertian yang besar kepada penulis, baik selama
mengikuti perkuliahan maupun dalam menyelesaikan makalah ini.
Menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran
dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah
ini. Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.

Jombang, 5 Oktober 2022

Penulis
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR...................................................................................................................2
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................3
1. Latar Belakang......................................................................................................................4
2. Rumusan Masalah.................................................................................................................4
3. Tujuan...................................................................................................................................4
BAB II.............................................................................................................................................5
1. KONSUMSI PRESPEKTIF KONVENSIONAL DAN ISLAM..........................................5
2.TEORI TABUNGAN (INVESTASI) DALAM ISLAM........................................................13
4. HUBUNGAN KONSUMSI DAN TABUNGAN..............................................................16
4.HUBUNGAN INVESTASI DENGAN PENDAPATAN NASIONAL.................................20
BAB III.........................................................................................................................................22
KESIMPULAN..............................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................23
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Konsumsi secara umum dimaknai sebagai tindakan untuk mengurangi atau menghabiskan
guna ekonomi suatu benda, seperti memakan makanan, memakai baju, mengendarai sepeda
motor, menempati rumah, dan lain-lain. Dalam berkonsumsi seseorang atau rumah tangga
cenderung untuk memaksimumkan daya guna atau utility-nya. Setiap rumah tangga mestinya
mempunyai pengetahuan yang pasti mengenai penghasilan yang ia terima dalam satu jangka
waktu tertentu, misalnya satu bulan. Rumah tangga tersebut juga mengetahui, meskipun tidak
didefinisikan secara baik, mengenai barang dan jasa yang ingin dibeli dalam jangka waktu itu.
Masalah yang dihadapi oleh setiap keluarga disini adalah bagaimana membelanjakan uang
penghasilan yang jumlahnya terbatas tersebut agar kesejahteraan ekonominya maksimum.
Perilaku-perilaku konsumen dalam membuat pilihan-pilihan inilah yang dipelajari.
Etika ilmu ekonomi Islam berusaha untuk mengurangi kebutuhan material yang luar biasa
sekarang ini, untuk mengurangi energi manusia dalam mengejar cita-cita spiritualnya.
Perkembangan batiniah yang bukan perluasan lahiriah, telah dijadikan cita-cita tertinggi manusia
dalam hidup. Tetapi semangat modern dunia barat, sekalipun tidak merendahkan nilai kebutuhan
akan kesempurnaan batin, namun rupanya telah mengalihkan tekanan ke arah perbaikan kondisi-
kondisi kehidupan material.
Dalam kerangka acuan Islam, barang-barang adalah anugerah-anugerah yang diberikan
oleh Allah SWT kepada umat manusia. Penelaahan terhadap al-Qur‟an memberikan kepada kita
konsep unik tentang berbagai produk dan komoditas. Al-Qur‟an senantiasa menyebut barang-
barang yang dapat dikonsumsi dengan menggunakan istilah-istilah yang mengaitkan nilai-nilai
moral dan ideologik terhadap keduanya. Dalam hal ini dua macam istilah yang digunakan dalam
al-Qur‟an adalah al-tayyibat dan al-rizq. Begitu pula dalam hal konsumsi komoditas fashion.
Seorang muslim diatur oleh nilai-nilai Islam dan dibatasi oleh maslahah.
2. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud konsumsi?
b. Apa yang dimaksud tabungan?
c. Apa yang dimaksud investasi?
d. Apakah ada hubungan diantara konsumsi, tabungan, dan investasi?
3. Tujuan
a. Agar mampu memahami tentang konsumsi, tabungan, dan investasi
b. Agar dapat mengetahui definisi, prinsip, motif, serta hubungan antara konsumsi,
tabungan, dan investasi
c. Agar dapat membuka wawasan literasi mengenai konsumsi, tabungan, dan investasi
BAB II
PEMBAHASAN
1. KONSUMSI PRESPEKTIF KONVENSIONAL DAN ISLAM
A. Konsep Konsumsi dalam Ekonomi Umum
1. Pengertian
Konsumsi secara umum dimaknai sebagai tindakan untuk mengurangi atau
menghabiskan guna ekonomi suatu benda, seperti memakan makanan, memakai baju,
mengendarai sepeda motor, menempati rumah, dan lain-lain. Dalam berkonsumsi
seseorang atau rumah tangga cenderung untuk memaksimumkan daya guna atau
utility-nya. Setiap rumah tangga mestinya mempunyai pengetahuan yang pasti
mengenai penghasilan yang ia terima dalam satu jangka waktu tertentu, misalnya
satu bulan. Rumah tangga tersebut juga mengetahui, meskipun tidak didefinisikan
secara baik, mengenai barang dan jasa yang ingin dibeli dalam jangka waktu itu.
Masalah yang dihadapi oleh setiap keluarga disini adalah bagaimana membelanjakan
uang penghasilan yang jumlahnya terbatas tersebut agar kesejahteraan ekonominya
maksimum. Perilaku-perilaku konsumen dalam membuat pilihan-pilihan inilah yang
dipelajari.
Dalam mempelajari teori perilaku konsumen ada dua pendekatan yang yaitu
pendekatan kardinal atau disebut dengan teori nilai subjektif (subjective value
theory) dan pendekatan ordinal atau sering disebut dengan analisis kurve
indifference(indifference curve analysis). Apapun pendekatan yang digunakan, teori
perilaku konsumsi dalam ekonomi konvensional tidaklah bebas nilai (value free).
Pada dasarnya teori-teori tersebut berdiri di atas dua nilai dasar (fundamental
values), yaitu:
a. Rasionalisme ekonomi (economic rationalism).
b. Utilitarianisme (utilitarianism).
2. Motif dan Tujuan
Motif adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan
individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai sesuatu tujuan.
Motif yang ada pada seseorang akan mewujudkan suatu tingkah laku yang diarahkan
pada tujuan mencapai sasaran kepuasan. Jadi, motif bukanlah sesuatu yang dapat
diamati, tetapi adalah hal yang dapat disimpulkan adanya karena sesuatu yang dapat
kita saksikan. Tiap kegiatan yang dilakukan oleh seseorang itu didorong oleh sesuatu
kekuatan dari dalam diri orang tersebut.
Perilaku konsumen itu dimulai dengan adanya suatu motif atau motivasi
(motivation). Secara definitif dapat dikatakan bahwa motif adalah suatu dorongan
kebutuhan dan keinginan individu yang diarahkan pada tujuan untuk memperoleh
kepuasan. Kebutuhan itu sendiri muncul karena konsumen merasakan
ketidaknyamanan (uncomfortable) antara yang seharusnya dirasakan dan yang
sesungguhnya dirasakan. Sedangkan, perilaku (tindakan) adalah berorientasi tujuan
(goal-oriented behavior). Artinya untuk memenuhi kebutuhannya, seorang konsumen
harus memiliki tujuan akan tindakannya. Yang dimaksud dengan kebutuhan
masyarakat adalah keinginan masyarakat untuk memperoleh barang dan jasa.
Keinginan untuk memperoleh barang dan jasa dapat dibedakan kepada dua bentuk:12
a. Keinginan yang disertai oleh kemampuan untuk membeli (permintaan efektif).
b. Keinginan yang tidak disertai oleh kemampuan untuk membeli.
Karena tujuan konsumsi adalah pencarian kepuasan maksimal, maka konsumsi
kemudian tidak saja berkutat pada kepuasan atas barang melainkan menjalar pada
kepuasan-kepuasan material lainnya.
Budaya perburuan kepuasan material sesungguhnya telah dikritik oleh
Thorstein Bunde Veblen (1857-1929) dalam bukunya “The Theory of The Leisure
Class”. Perilaku perburuan yang mengabaikan cara, kepentingan masyarakat, dan
berorientasi pada gengsi dan pamer itu isebutnya sebagai Conspicous Consumption.
Pada perkembangan selanjutnya, conspicous consumption tersebut telah menjelma
menjadi gaya hidup yang asal beda. Mereka tidak lagi pamer kemewahan melainkan
“nyeleneh”.
Obyek konsumsi tidak lagi terikat pada utilitas, fungsi dan kebutuhan, namun
mewujud dalam tanda (sign). Tanda-tanda ini dimobilisir dalam bentuk komoditas
berdasarkan logika perbedaan. Orang ingin ditandai secara berbeda, baik makna
sosial, status, simbol, atau prestice. Pada titik ini, konsumsi kemudian menjadi
permainan tanda yang manasuka (free play of sign). Sebuah permainan dimana
manusia selalu mencari perbedaan dan tak mau disamakan dengan yang lain.
3. Prinsip – Prinsip
Konsumen dalam mengkonsumsi suatu komoditas dihadapkan pada masalah
pemilihan di antara berbagai alternatif. Pertanyaan pertama yang perlu dijawab
adalah “bagaimana konsumen menentukan komoditas yang mana yang harus dibeli,
di antara sekian banyak macam komoditi?”. Untuk menjawab pertanyaan ini, marilah
kita menganggap bahwa konsumen itu, apabila ia melakukan pembelian, ia
mempunyai satu tujuan, yaitu memperoleh kepuasan yang sebesar-besarnya dari
sumber keuangan yang tersedia.
Dalam bahasa ekonomi, kita telah mengetahui bahwa hal ini berarti konsumen
menganut prinsip “Rasionalitas ekonomi”. Ia akan bertindak secara rasional dalam
arti bahwa ia memperoleh kepuasan sebesar-besarnya dari uangnya dengan cara
membuat rencana yang sebaik-baiknya tentang apa yang akan dibelinya dan
kemudian memilih satu barang yang paling diinginkan. Konsumen dituntut untuk
dapat membuat urut-urutan berbagi kebutuhannya. Di dalam membuat daftar urutan
preferensi ini syarat-syarat berikut harus dipenuhi (agar aturan yang dipakai selalu
bersesuaian).
a. Untuk setiap dua untai komoditi, misalnya A dan B, bila A memberi kepuasan
yang lebih besar dibanding B maka A harus dipilih dan bukan B (A is prefered
to B) dan begitu juga sebaliknya. Bila antara A dan B memberi kepuasan yang
sama, maka konsemen sama saja dapat memilh A atau B (A and B are
indifferent).
b. Bila harus A dipilih dan bukan B, sedang B harus dipilih dan bukan C, maka A
harus dipilih dan bukan C. Jadi dalam menentukan preferensi, berlaku hubungan
yang bersifat transitif.
c. Bila untaian komoditi A terdiri dari unsur-unsur yang sama dengan B, sedangkan
untuk setiap unsurnya untai A lebih besar dari B (A is strictly larger than B),
maka A harus dipilih dan bukan B. Tetapi bila hanya sebagian unsur-unsur saja
yang lebih besar sedang unsur-unsur yang lain lebih kecil atau sama, maka tidak
dapat dikatakan begitu saja bahwa A harus dipilih dan bukan B.
Dibagian awal telah dijelaskan bahwa dalam ilmu ekonomi umum ada dua
pendekatan dalam mempelajari tingkah laku konsumen yaitu:
1. Pendekatan nilai guna kardinal, asumsi dasarnya:
a) Kenikmatan yang diperoleh seorang konsumen dapat dinyatakan secara
kuantitatif.
b) Makin banyak barang dikonsumsi makin besar kepuasan.
c) Tetapi hukum the law of deminishing marginal utility pada tambahan
kepuasan setiap satuan.
d) Tambahan kepuasan untuk tambahan konsumsi 1 unit barang bisa dihargai
dengan uang, sehingga makin besar kepuasan makin mahal harganya. Jika ia
memperoleh tingkat kepuasan yang besar maka dia akan mau membayar
mahal, begitu juga sebaliknya.
Pendekatan kardinal biasa disebut sebagai daya guna marginal. Asumsi
seorang konsumen:
a) Konsumsi harus rasional yaitu menginginkan kepuasan maksimal.
b) Konsumen punya preferensi jelas akan barang dan jasa.
c) Terdapat kendala anggaran
2. Pendekatan nilai guna ordinal, asumsi yang digunakan: Untuk mendapatkan
fungsi permintaan dari suatu barang dan juga kurve indifference, hanyalah
penting menganggap bahwa:
a) Setiap konsumen sadar akan adanya barang dan jasa.
b) Setiap konsumen mempunyai reaksi terhadap adanya barang-barang dan jasa
tersebut, sehingga ia akan mempunyai preferensi terhadap barang-barang itu.
c) Ia mempunyai penghasilan sehingga memungkinkan baginya untuk bereaksi
di pasar secara nyata.
Dalam teori perilaku konsumen dengan pendekatan ordinal asumsi dasar
seorang konsumen adalah:
a) Konsumen rasional, mempunyai skala preferensi dan mampu meranking
kebutuhan yang dimiliknya.
b) Kepuasan konsumen dapat diurutkan, ordering.
c) Konsumen lebih menyukai yang lebih banyak barang yang dikonsumsi
menunjukkan semakin tingginya tingkat kepuasan yang dimilikinya.
B. Konsep Konsumsi dalam Ekonomi Islam
1. Pengertian
Seorang muslim dalam setiap tindakanya harus berdasarkan etika keislaman.
Etika berarti menyangkut kelakuan yang menuruti norma-norma kehidupan yang
baik. Adapun etika Islam, berarti menuruti hukum-hukum yang telah ditetapkan
Allah SWT agar manusia mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Di bidang
ekonomi, etika Islam berarti seseorang ketika mengkonsumsi barang-barang atau
rezeki harus dengan cara yang halal dan baik. Artinya, perbuatan yang baik dalam
mencari barang-barang atau rezeki baik untuk dikonsumsi atau diproduksi adalah
bentuk ketaatan terhadap Allah SWT,35 sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur‟an
Surat Al-Baqarah ayat 168 berikut:

Artinya: “Wahai manusia, Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang
terdapat di bumi.”
Konsumsi dalam ekonomi Islam adalah upaya memenuhi kebutuhan baik
jasmani maupun rohani sehingga mampu memaksimalkan fungsi kemanusiaannya
sebagai hamba Allah SWT untuk mendapatkan kesejahteraan atau kebahagiaan di
dunia dan di akhirat (falah}). Dalam melakukan konsumsi maka perilaku konsumen
muslim selalu dan harus didasarkan pada syari‟ah Islam.
Etika ilmu ekonomi Islam berusaha untuk mengurangi kebutuhan material yang
luar biasa sekarang ini, untuk mengurangi energi manusia dalam mengejar cita-cita
spiritualnya. Perkembangan batiniah yang bukan perluasan lahiriah, telah dijadikan
cita-cita tertinggi manusia dalam hidup. Tetapi semangat modern dunia barat,
sekalipun tidak merendahkan nilai kebutuhan akan kesempurnaan batin, namun
rupanya telah mengalihkan tekanan ke arah perbaikan kondisi-kondisi kehidupan
material.
Dalam kerangka acuan Islam, barang-barang adalah anugerah-anugerah yang
diberikan oleh Allah SWT kepada umat manusia. Penelaahan terhadap al-Qur‟an
memberikan kepada kita konsep unik tentang berbagai produk dan komoditas. Al-
Qur‟an senantiasa menyebut barang-barang yang dapat dikonsumsi dengan
menggunakan istilah-istilah yang mengaitkan nilai-nilai moral dan ideologik
terhadap keduanya. Dalam hal ini dua macam istilah yang digunakan dalam al-
Qur‟an adalah al-tayyibat dan al-rizq. Begitu pula dalam hal konsumsi komoditas
fashion. Seorang muslim diatur oleh nilai-nilai Islam dan dibatasi oleh maslahah. Di
dalam surat Al-Ahzab ayat 59.
2. Motif dan Tujuan
Manusia tidak akan mampu untuk menunaikan kewajiban ruhiyah (spiritual)
dan maliyah (material) tanpa terpenuhinya kebutuhan primer seperti makan, tempat
tinggal, maupun keamanan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut merupakan elemen
kehidupan manusia. Akan tetapi, presentase kebutuhan yang dimiliki oleh manusia
sangat beragam. Terkadang muncul tindakan ekstrim dalam mengakses kebutuhan.
Pemaknaan konsep kebutuhan dan keinginan inilah yang menjadi pembeda antara
konsep konsumsi umum dan konsep konsumsi Islam.
Dalam ekonomi umum antara keinginan dan kebutuhan tidak dibedakan secara
spesifik. Seseorang dapat mengkonsumsi barang apapun sesuai keinginan atau
kebutuhannya selama anggarannya mencukupi. Sedangkan dalam ekonomi Islam
secara tegas membedakan konsep keinginan dan kebutuhan seperti tertera dalam
tabel berikut ini.

Tujuan konsumsi dalam Islam bukan sekedar mendapatkan kepuasan personal


dan meterial, melainkan maslahah. Maslahah merupakan kepuasan yang tidak saja
dirasakan oleh pelaku konsumsinya tetapi juga dirasakan oleh sekelompok
masyarakat. Dalam maslahah ini juga terkandung kepuasan tidak saja bersifat
material ataupun sosial tetapi juga spiritual. Tidak juga sekedar duniawiyah tetapi
juga ukhrawiyah. Ini karena konsumen muslim percaya bahwa kehidupan tidak saja
berlangsung di dunia saja tetapi juga di akhirat.
Maslahah juga tidak diukur hanya pada standar individu konsumen, tetapi lebih
luas. Standar kemanfaatan bagi masyarakat menjadi pertimbangan penting disini.
Imam asy-syatibi mengatakan, bahwa kemaslahatan manusia dapat terealisasi apabila
5 unsur pokok dapat diwujudkan dan dipelihara yaitu agama (al-din), jiwa (al-nafs),
akal (al-akl), keturunan (al-nasl) dan harta (al-mal). Semua pemenuhan kebutuhan
barang dan jasa adalah untuk mendukung terpeliharanya kelima unsur pokok
tersebut. Meski demikian, tidaklah semua kebutuhan itu sama pentingnya. Terdapat
tiga tingkatan kebutuhan:
a) Tingkat dimana lima unsur mendasar itu sedikit saja terlindungi.
b) Tingkat dimana perlindungan kelima unsur mendasar tersebut dilengkapi atau
dikuatkan.
c) Tingkat dimana kelima unsur mendasar tersebut tidak saja terjamin melainkan
juga diperbaiki dan diperindah.
3. Prinsip-prinsip
Menurut monzer kahf, terdapat tiga prinsip dasar yang menjadi pondasi bagi
teori perilaku konsumsi, yaitu keyakinan akan hari kiamat dan kehidupan akhirat,
konsep sukses serta fungsi dan kedudukan harta (kahf, 1992).55
a) Seorang muslim harus meyakini dengan keimanan akan adanya hari kiamat dan
kehidupan akhirat.
b) Sukses dalam kehidupan seorang muslim diukur dengan moral agama Islam, dan
bukan dengan jumlah kekayaan yang dimiliki.
c) Harta merupakan anugerah Allah dan bukan merupakan sesuatu yang dengan
sendirinya bersifat buruk (sehingga harus dijauhi secara berlebihan). Harta
merupakan alat untuk mencapai tujuan hidup jika diusahakan dan dimanfaatkan
secara benar.
Menurut MA Mannan dalam Ekonomi Islam mengkonsumsi dikendalikan oleh
lima prinsip dasar, yaitu prinsip keadilan, prinsip kebersihan, prinsip kesederhanaan,
prinsip murah hati, dan prinsip moralitas. Sedangkan menurut Arif Pujiyono dalam
tulisan berjudul "Teori Konsumsi Islam", prinsip dasar konsumsi Islami harus
berdasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
a) Prinsip syariah, yaitu menyangkut dasar syariat yang harus terpenuhi dalam
melakukan konsumsi dimana terdiri dari:
1. Prinsip akidah, yaitu hakikat konsumsi adalah sebagai sarana untuk
ketaatan/beribadah sebagai perwujudan keyakinan manusia sebagai makhluk
yang mendapatkan beban khalifah dan amanah di bumi yang nantinya
diminta pertanggungjawaban oleh penciptanya.
2. Prinsip ilmu, yaitu seorang ketika akan mengkonsumsi harus tahu ilmu
tentang barang yang akan dikonsumsi dan hukum-hukum yang berkaitan
dengannya apakah merupakan sesuatu yang halal atau haram baik ditinjau
dari zat, proses, maupun tujuannya.
3. Prinsip amaliah, sebagai konsekuensi akidah dan ilmu yang telah diketahui
tentang konsumsi Islami tersebut. Seseorang ketika sudah berakidah yang
lurus dan berilmu, maka dia akan mengkonsumsi hanya yang halal serta
menjauhi yang haram atau syubhat.
b) Prinsip kuantitas, yaitu sesuatu dengan batas-batas kuantitas yang telah
dijelaskan dalam syariat Islam, diantaranya:
1. Sederhana, yaitu mengkonsumsi yang sifatnya tengah-tengah antara
menghamburkan harta dengan baik, tidak bermewah-mewah, tidak mubazir,
dan hemat.
2. Sesuai antara pemasukan dan pengeluaran, artinya dalam mengkonsumsi harus
disesuaikan dengan kemampuan yang dimilikinya, bukan besar pasak dari
pada tiang.
3. Menabung dan investasi, artinya tidak semua kekayaan digunakan untuk
konsumsi tapi juga disimpan untuk kepentingan pengembangan kekayaan itu
sendiri.
c) Prinsip prioritas, dimana memperhatikan urutan kepentingan yang harus
diprioritaskan agar tidak terjadi kemudharatan, yaitu:
1. Primer, yaitu mengkonsumsi dasar yang harus terpenuhi agar manusia dapat
hidup dan menegakkan kemaslahatan dirinya di dunia dan agamanya serta
orang terdekatnya, seperti makanan pokok.
2. Sekunder, yaitu mengkonsumsi untuk menambah/ meningkatkan tingkat
kualitas hidup yang lebih baik.
3. Tersier, yaitu memenuhi konsumsi manusia yang jauh lebih membutuhkan.1

2.TEORI TABUNGAN (INVESTASI) DALAM ISLAM


Tabungan adalah selisih langsung antara pendapatan nasional dengan konsumsi agregat
(S = Y – C). Tingkat tabungan dari seorang individu dalam teori Islam juga tidak terlepas dari
pertimbangan kemashlahatan umat secara keseluruhan. Pada kondisi tertentu dimana masyarakat
begitu membutuhkan harta atau dana, maka individu yang memiliki dana lebih, akan mengurangi
tingkat tabungannya atau lebih tepatnya mengurangi tingkat kekayaannya untuk membantu
masyarakat yang kekurangan. Mekanisme ini dapat berupa mekanisme sukarela atau mekanisme
yang mengikat, artinya negara memiliki wewenang dalam memaksa individu yang berkecukupan
untuk membantu masyarakat yang membutuhkan, dengan mengenakan pajak khusus atau dikenal
dengan nawaib pada masyarakat golongan kaya. Dengan demikian tingkat tabungan dalam Islam
memiliki korelasi yang kuat dengan kondisi ekonomi.

Jadi, tabungan dalam Islam jelas merupakan sebuah konsekwensi atau respon dari prinsip
ekonomi Islam dan nilai moral Islam, yang menyebutkan bahwa manusia haruslah hidup hemat
dan tidak bermewah-mewah karena Allah sangat mengutuk perbuatan israf (pemborosan) dan
tabzir (menghambur-hamburkan harta tanpa guna), serta  mereka (diri sendiri dan
keturunannya) dianjurkan ada dalam kondisi yang tidak fakir. Jadi dapat dikatakan bahwa
motifasi utama orang menabung disini adalah nilai moral hidup sederhana (hidup hemat) dan
keutamaan tidak fakir. Serta efek zakat terhadap tabungan akan mendorong umat muslim untuk
lebih sering melakukan investasi sehingga akan mengurangi kesenjangan sosial yang ada.

Tabungan perorangan dapat didefinisikan sebagai tabungan oleh konsumen, yang merupakan
sisa penerimaan sesudah dikurangi konsumsinya. Hal itu dapat digambarkan dalam persamaan
berikut :

1
https://www.google.com/search?g=konsumsi+dalam+prespektif+konvensional+dan+islam+pdf&hl=in_ID&pli=1
S = YD – C dan S = Y – T – C

Tabungan Masyarakat dapat didefinisikan sebagai pajak sesudah dikurangi belanja pemerintah, T
– G.

Jika penerimaan pajak melebihi belanja pemerintah, pemerintah akan mendapat surplus anggaran
à tabungan masyarakat positif Sebaliknya jika penerimaan pajak lebih kecil dari belanja
pemerintah, maka pemerintah akan mengalami defisit anggaran tabungan masyarakat negatif.
Hal tsb dapat digambarkan dengan persamaan berikut :

 S = I + G – T Atau I = S + (T-G)

Untuk memperjelas hal tersebut, dapat dibayangkan dalam suatu perekeonomian sederhana
dengan hanya satu orang penduduk yang melakukan keputusan konsumsi, investasi dan tabungan
. Misalkan seorang yang terdampar dan tinggal seorang diri di suatu pulau, maka keputusan
menabung dan berinvestasi merupakan hal yang sama.

Apa yang diinvestasikan merupakan tabungannya pula Dalam suatu perekonomian yang modern,
keputusan investasi dilakukan oleh perusahaan, sementara tabungan dilakukan oleh konsumen
dan pemerintahmeningkatkan dan/atau mempertahankan nilai modalnya, baik yang berbentuk
uang tunai (cash money), peralatan (equipment), aset tidak bergerak, hak atas kekayaan
intelektual, maupun keahlian Investasi juga merupakan dana yang dipercayakan oleh Nasabah
kepada Bank Syariah dan/atau UUS berdasarkan Akad mudharabah atau Akad  lain yang tidak
bertentangan dengan Prinsip Syariah dalam bentuk Deposito, Tabungan, atau bentuk lainnya
yang dipersamakan dengan itu.

Investasi pada umumnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu investasi pada aset keuangan dan
investasi pada aset riil.Aset keuangan diperoleh pada lembaga keuangan, misalnya perbankan
dan pasar modal.Contohnya deposito, saham dan sukuk.Sedangkan aset riil termasuk kedalam
golongan bendabenda tidak bergerak atau aset tetap.Contohnya tanah, properti, logam mulia, dan
pabrik atau perusahaan. Investasi merupakan pengeluaran perusahaan untuk membeli
barangbarang modal dan perlengkapanperlengkapan produksi untuk menambah kemampuan
memproduksi barang-barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian. Ada tiga bentuk
pengeluaran investasi, yaitu:
1. Investasi tetap bisnis (Business fixed Investment), yaitu pengeluaran investasi untuk
pembelian berbagai jenis barang modal yaitu mesin-mesin dan peralatan produksi lainnya
untukmendirikan berbagai jenis industri dan perusahaan.

2. Investasi residensial (residential Investment), pengeluaran untuk mendirikan rumah tempat


tinggal, bangunan kantor, bangunan pabrik, dan bangunan lainnya.

3. Investasi persediaan (Inventory Investment), yaitu pertambahan nilai stok barang-barang yang
belum terjual, bahan mentah, dan barang-barang yang masih dalam proses produksi pada akhir
tahun perhitungan pendapatan nasional.

Ada beberapa hal yang perlu diketahui guna memastikan ketepatan antara alasan dan cara
melakukan investasi, yaitu:

1. Menurut Jangka Waktu

a. Direct investment (penanaman modal langsung) atau biasa dikenal dengan Penanaman modal
jangka panjang

b. Indirect invesment (penanaman modal tidak langsung) atau biasa dikenal dengan portofolio
invesment yang pada umumnya merupakan penanaman modal jangka pendek.

2. Menurut sektornya

a. Investasi sektor riil, yaitu investasi yang berupa aset fisik.

b. Investasi sektor non-riil, yaitu investasi yang berupa aset non-fisik.

3. Menurut Risiko

Setiap pilihan investasi akan berkaitan dengan dua hal, risiko dan return. Keduanya merupakan
hubungan sebab akibat dan hubungan saling kontradiktif.Dalam teori investasi dikenal istilah
“high risk high return, low risk low return”. Sebuah rumus yang berbanding  lurus.Secara
umum, risiko investasi dibagi ke dalam dua jenis, yaitu sebagai berikut:

a. Investasi berisiko rendah, yaitu investasi yang dianggap aman karena tingkat melencengnya
penerimaan return yang relatif rendah.
b. Investasi berisiko tinggi, yaitu investasi yang memiliki tingkat kegagalan tinggi terhadap
return yang akan diperoleh. Investasi jenis ini sering disebut investasi spekulasi.

1. Menurut potensirisikonya, investasidibagimenjaditiga, yaitu:

a. Investasi risiko rendah, investasi yang mempunyai eksposur risiko rendah antara lain deposito
dan reksadana pendapatan tetap.

b. Investasi risiko sedang atau menengah, investasi yang mempunyai


eksposurrisikosedangataumenengahantara lain obligasisyariah, reksadana campuran, dan pasar
uang.

c. Investasirisikotinggi, investasi yang mempunyaieksposurrisikotinggiantara lain


sahamdanreksadanasaham.

Ada beberapa jenis risiko yang timbul dalam investasi di sector keuangan, di antaranyayaitu
sebagai berikut:

1. Interest Risk Rate, yaitu risiko yang timbul akibat berubahnya tingkat suku bunga, terutama
dalam sistem keuangan konvensional. Tingkat“harga” dalam pilihan suatu investasi.

2. Market Risk, yaitu risiko yang timbul akibat perubahan kondisi tren pasar dari suatu jenis
investasi yang berpengaruh terhadap pilihan investasi lainnya secara

keseluruhan.

3. Business Risk, yaitu risiko yang timbul akibat memilih suatu jenis usaha pada bidang industri
tertentu.

4. Inflation risk, yaitu risiko yang timbul akibat kenaikan harga-harga secara

menyeluruh (inflasi) yang hal tersebut bisa jadi karena kaitannya akan kenaikan suku bunga yang
menyebabkan turunnya daya beli (purchasing power).

5. Liquidity Risk, yaitu risiko untuk suatu jenis produk keuangan tertentu yang memiliki karakter
yang mudah berpindah tangan/mudah untuk diperdagangkan (likuid) dengan demikian apabila
terjadi perubahan harga pada produk keuangan tersebut akan berpengaruh terhadap likuiditasnya.
6. Exchange Rate Risk, yaitu risiko yang memiliki kaitan dengan fluktuasinya nilai tukar valuta
asing yang berpengaruh terhadap returnyang akan diperoleh.

7. Conutry Risk, yaitu risiko yang timbul akibat stabilitas politik suatu negara atau political risk.

4. Menurut Prosesnya

Proses investasi merupakan cara melakukan suatu investasi. Hal ini dibagi menjadi dua
bagian, yaitu sebagai berikut:

a. Investasi langsung, yaitu investasi yang dilakukan secara langsung tanpa perentara. Dalam hal
ini, investor langsung dapat membeli fortofolio investasi tersebut. Jenis investasi langsung ada
yang dapat diperjualbelikan kembali, seperti produk keuangan yangdapat diperjualbelikan di
pasar uang dan pasar modal atau di pasar turunan (derivative market).

b. Investasi tidak langsung, yaitu investasi yang dilakukan dengan menggunakan perantara pihak
ketiga atau investasi yang dilakukan melalui perusahaan investasi, misalnya investasi pada
reksadana melalui perusahaan sekuritas sebagai manejer investasinya.

Islam sangat mendorong manusia untuk melakukan investasi, hal ini dilatarbelakangi oleh
landasan ajaran perintah untuk membayar zakat bagi orang yang memiliki aset yang tidak
produktif (idle asset), sebaliknya asetyang dikelola secara produktif tidak dikenakan kewajiban
zakat. Zakat baru akan dipungut dari hasil yang telah diperoleh melalui investasi tersebut.Jadi
bagi mereka yang tidak berinvestasi maka zakat akan dibayarkan dengan mengambil dari aset
yang dimilikinya, dan jika hal itu berlangsung secara terus menerus maka akibatnya jumlah aset
yang dimiliki semakin berkurang, sehingga hal ini dapat terlihat jelas betapa Islam sangat
mendorong investasi. Sebelum seseorang atau badan hukum melakukaninvestasi sebaiknya
terlebih dahulu mengenal, mempelajari, memahami jenis-jenis

produk investasi dan alasan berinvestasi. Hal ini, dapat memberikan gambaran dan tuntunan
dalam memilih produk mana yang tepat, produk tersebut benar-benar halal (sesuai dengan
prinsip syariah), produk berisiko rendah. Sehingga, tidak terpengaruh oleh iming-iming
keuntungan suatu investasi yang menyesatkan (investasi bodong).2

2
https://123dok.com/article/teori-tabungan-investasi-dalam-islam-diktat-ekonomi-perspektif.zpx0mdoq
4. HUBUNGAN KONSUMSI DAN TABUNGAN
Membahas mengenai fungsi konsumsi dan tabungan, memang tak akan bisa lepas dari yang
namanya penghasilan. Hal ini dikarenakan dua hal tersebut memiliki keterkaitan yang erat.
Konsumsi adalah kegiatan penggunaan barang dan jasa rumah tangga dengan tujuan untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari dari penghasilan yang diperoleh.

Memiliki kesamaan seperti konsumsi, investasi juga berasal dari penghasilan. Namun,
perbedaannya terletak pada kegunaannya saja. Investasi memiliki asal dari penghasilan yang
disimpan. Untuk membuat pengelolaan keuangan yang baik dan benar, maka perlu memahami
fungsi konsumsi dan tabungan terlebih dahulu.

Dalam praktiknya, ada beberapa hal yang mempengaruhi fungsi konsumsi dan tabungan. Di
antaranya seperti ekonomi, kekayaan, penghasilan, suku bunga, kemampuan hemat, dan dana
pensiun.

Dikutip dari buku yang berjudul Teori Ekonomi dan Penerapannya di Asia (1981), pertambahan
konsumsi dan tabungan bisa meningkat apabila pendapatan juga bertambah. Dalam
penerapannya, ada empat asumsi yang menunjukkan sifat khusus pada fungsi konsumsi serta
berhubungan dengan fungsi konsumsi dan tabungan menurut John Maynard Keynes.

Di antaranya yaitu:

• Dalam mempertahankan hidup, terdapat sejumlah konsumsi mutlak atau absolut meskipun tak
memiliki pendapatan uang.

• Konsumsi memiliki hubungan dengan pendapatan yang dibelanjakan atau disposable


income, yaitu C = f (Yd).

• Konsumsi akan meningkat walaupun dengan jumlah sedikit, apabila pendapatan yang siap
dibelanjakan juga meningkat.

• Proporsi kenaikan pendapatan

• Proporsi kenaikan pendapatan untuk konsumsi yang siap dibelanjakan bersifat konstan.
Proporsi ini disebut kecenderungan konsumsi marginal atau marginal propensity to
consume (MPC).

Pengertian Fungsi Tabungan dan Konsumsi

Adapun pengertian fungsi tabungan dan konsumsi adalah sebagai berikut:

1. Fungsi Konsumsi
Fungsi konsumsi merupakan fungsi yang menunjukkan atau memiliki hubungan antara konsumsi
(C) dan pendapatan (Y).

2. Fungsi Tabungan

Fungsi tabungan merupakan fungsi yang memiliki hubungan antara tabungan (S) dengan
pendapatan (Y).

Rumus Fungsi Konsumsi dan Tabungan

Adapun rumus dari fungsi konsumsi dan tabungan adalah sebagai berikut:

1. Fungsi Konsumsi

C=a+bY

Syarat mutlak fungsi konsumsi, yaitu:

• nilai a = harus positif

• nilai b = harus positif

Keterangan:

C = tingkat konsumsi nasional.

a = besarnya pengeluaran konsumsi pada saat pendapatan nol atau autonomous consumptio
(konsumsi otonom).

b = MPC yaitu tambahan pendapatan yang digunakan untuk tambahlah pengeluaran.

2. Fungsi Tabungan

Y=C+S

Y = (a + b Yd) + S

S = Y - (a + b Yd)

S = -a + (1 – b) Yd

Syarat mutlak fungsi tabungan yaitu:


• nilai a = harus negatif

• nilai 1 – b = harus positif

Keterangan:

S = tabungan

a = tabungan negatif apabila pendapatan sama dengan nol

(1-b) = kecenderungan menabung marginal (MPS)

Yd = pendapatan yang dapat dibelanjakan

Contoh Fungsi Konsumsi dan Tabungan

Berikut adalah contoh soal dari fungsi konsumsi dan tabungan.

Fungsi konsumsi memiliki persamaan C = 15 + 0,75 Yd dan pendapatan yang bisa dibelanjakan
adalah Rp30 miliar. Maka berapakah nilai konsumsi agregat dan berapa besar keseimbangan
pendapatan nasionalnya?

Penyelesaian:

• Jika Yd = Rp 30 miliar, maka C = 15 + 0,75 (30).

Jawabannya adalah C = 37,5 milyar. Jadi, nilai konsumsi agregatnya sebesar 37,5 milyar.

• Yd = C + S atau S = Yd – C

S = Yd – (15 + 0,75 Yd)

S = 0,25 Yd - 15

Keseimbangan pendapatan terjadi bila S = 0

Jadi, 0 = 0,25 Yd – 15

0,25 Yd = 15

Yd = 60 milyar

C = 15 + 0,75 (60) = 60 milyar


Jadi, keseimbangan pendapatan nasionalnya sebesar 60 miliar.3

4.HUBUNGAN INVESTASI DENGAN PENDAPATAN NASIONAL


Peningkatan investasi diyakini ikut andil dalam mendongkrak pembangunan ekonomi suatu
bangsa. Dalam ekonomi makro, investasi juga berperan sebagai salah satu komponen dari
pendapatan nasional, Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP).
Investasi memiliki hubungan positif dengan PDB atau pendapatan nasional, jika   investasi
naik, maka PDB akan naik, begitu juga sebaliknya, saat investasi turun maka PDB akan ikut
turun.

Dalam konteks yang sama, Harrod-Domar mengemukakan teori yang sangat melegenda
bahwa untuk menumbuhkan suatu perekonomian dibutuhkan pembentukan modal sebagai
tambahan stok modal. Pembentukan modal tersebut dipandang sebagai pengeluaran yang akan
menambah kesanggupan suatu perekonomian untuk menghasilkan barang-barang maupun
sebagai pengeluaran yang akan menambah permintaan efektif seluruh masyarakat.

Hal tersebut menuntut adanya investasi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-
barang dan jasa yang dibutuhkan dalam perekonomian sebagai ”engine of growth”. Oleh
karena itu, tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkesinambungan pada umumnya
didukung oleh peningkatan ekspor dan investasi.

Lebih jauh Harrod-Domar menekankan pentingnya setiap perekonomian menyisihkan suatu


proporsi tertentu dari pendapatan nasionalnya untuk menganti barang-barang modal (gedung,
peralatan, material) yang rusak sebagai upaya  untuk menumbuhkan perekonomian,  sehingga
diperlukan investasi-investasi baru sebagai stok penambah modal (Todaro, 2006).

Dalam teori ini menekankan bahwa investasi memiliki posisi yang sangat strategis dalam
tataran pembangunan perekonomian suatu negara. Disebutkan juga bahwa ada persyaratan
tertentu agar pertumbuhan yang mantap (steady state growth) dapat tercapai dan
pembangunan tidak tersendat-sendat.

Dengan mengambil studi kasus pada perekonomian negara maju, teori Harrod-Domard
menyimpulkan bahwa investasi memiliki pengaruh ganda untuk jangka panjang (long-term).
Pada satu sisi, investasi berpengaruh terhadap perkembangan produksi nasional suatu negara
karena tersedianya stok modal yang menjadi faktor penting kelangsungan dunia usaha. Di sisi
lain, investasi berpengaruh pada permintaan agregat. Oleh karena itu, untuk mencapai steady-
state growth atau pertumbuhan ekonomi yang mantap diperlukan kondisi di mana para pelaku
usahanya memiliki harapan dan pandangan yang cenderung stabil.

Investasi juga sebagai sarana dan motivasi dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi
3
https://www.ocbcnisp.com/id/article/2022/06/17/fungsi-konsumsi-dan-tabungan
khususnya dalam upaya memperluas penggunaan tenaga kerja dalam meningkatkan produksi.
Kaum aliran klasik menganggap akumulasi kapital sebagai suatu syarat mutlak bagi
pembangunan ekonomi. Adanya pembangunan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan
pendapatan. Jadi secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa dengan melakukan
penananaman modal maka dapat meningkatkan pendapatan.

Sebagian ahli ekonomi memandang pembentukan investasi merupakan salah satu faktor
penting yang memainkan peran vital terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi suatu
negara. Ketika pengusaha atau individu atau pemerintah melakukan investasi, maka akan ada
sejumlah modal yang ditanam, ada sejumlah pembelian barang modal (yang tidak
dikonsumsi), tetapi digunakan untuk produksi, sehingga dapat memacu produktivitas untuk
menghasilkan barang dan jasa.

Di sisi lain. perekonomian negara yang lesu sangat dihindari bagi para perencana negara.
Untuk itulah formulasi kebijakan ekonomi yang pro investasi didorong untuk terus meningkat
guna mengatasi masalah stagnasi atau kelesuan ekonomi agar pertumbuhan ekonomi terus
membaik. Meningkatnya investasi akan menjamin kontinuitas pembangunan ekonomi,
menyerap tenaga kerja dan menekan kemiskinan, sehingga terdapat perbaikan tingkat
kesejahteraan rakyat secara keseluruhan dan merata.4

https:///baca/index/investasi_dan_indonesia_maju

4
https:///baca/index/investasi_dan_indonesia_maju
BAB III

KESIMPULAN
Konsumsi secara umum dimaknai sebagai tindakan untuk mengurangi atau menghabiskan
guna ekonomi suatu benda, seperti memakan makanan, memakai baju, mengendarai sepeda
motor, menempati rumah, dan lain-lain. Dalam berkonsumsi seseorang atau rumah tangga
cenderung untuk memaksimumkan daya guna atau utility-nya. Setiap rumah tangga mestinya
mempunyai pengetahuan yang pasti mengenai penghasilan yang ia terima dalam satu jangka
waktu tertentu, misalnya satu bulan. Rumah tangga tersebut juga mengetahui, meskipun tidak
didefinisikan secara baik, mengenai barang dan jasa yang ingin dibeli dalam jangka waktu itu.
Masalah yang dihadapi oleh setiap keluarga disini adalah bagaimana membelanjakan uang
penghasilan yang jumlahnya terbatas tersebut agar kesejahteraan ekonominya maksimum.
Perilaku-perilaku konsumen dalam membuat pilihan-pilihan inilah yang dipelajari.
Tujuan konsumsi dalam Islam bukan sekedar mendapatkan kepuasan personal dan
meterial, melainkan maslahah. Maslahah merupakan kepuasan yang tidak saja dirasakan oleh
pelaku konsumsinya tetapi juga dirasakan oleh sekelompok masyarakat. Dalam maslahah ini
juga terkandung kepuasan tidak saja bersifat material ataupun sosial tetapi juga spiritual. Tidak
juga sekedar duniawiyah tetapi juga ukhrawiyah. Ini karena konsumen muslim percaya bahwa
kehidupan tidak saja berlangsung di dunia saja tetapi juga di akhirat.
Maslahah juga tidak diukur hanya pada standar individu konsumen, tetapi lebih luas.
Standar kemanfaatan bagi masyarakat menjadi pertimbangan penting disini. Imam asy-syatibi
mengatakan, bahwa kemaslahatan manusia dapat terealisasi apabila 5 unsur pokok dapat
diwujudkan dan dipelihara yaitu agama (al-din), jiwa (al-nafs), akal (al-akl), keturunan (al-nasl)
dan harta (al-mal). Semua pemenuhan kebutuhan barang dan jasa adalah untuk mendukung
terpeliharanya kelima unsur pokok tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.com/search?
g=konsumsi+dalam+prespektif+konvensional+dan+islam+pdf&hl=in_ID&pli=1

https:///baca/index/investasi_dan_indonesia_maju
https://www.ocbcnisp.com/id/article/2022/06/17/fungsi-konsumsi-dan-tabungan

https://123dok.com/article/teori-tabungan-investasi-dalam-islam-diktat-ekonomi-
perspektif.zpx0mdoq

Anda mungkin juga menyukai