Anda di halaman 1dari 19

TINGKAH LAKU KONSUMEN DALAM

PENDEKATAN TRADISIONAL

DISUSUN
OLEH
KELOMPOK 2:

Putu Agung Krisna Dwipayana Putra (1907511011)


Rizal Resubun (1907511013)
Dwi Laksono (1907511014)

Fakultas Ekonomi & Bisnis


Pragram Studi Ekonomi Pembangunan
Universitas Udayana
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-nya sehingga makalah
ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.

               Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca. Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.

               Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

                                                                                       Jimbaran, 23 Februari 2020

   Kelompok 2

2
DAFTAR ISI
           
Cover.......................................................................................................................... 1
Kata Pengantar......................................................................................................... 2
Daftar Isi.................................................................................................................... 3
BAB I. PENDAHULUAN..........................................................................................
1.1     Latar Belakang...................................................................................................4
1.2     Rumusan Masalah............................................................................................. 4
1.3     Tujuan penulisan................................................................................................4
BAB II. PEMBAHASAN............................................................................................
2.1     Teori tingkah laku konsumen…........................................................................5
2.2     Faktor – factor yang mempengaruhi tingkah laku konsumen………………...5
2.3 Pendekatan tradisional dalam pendekatan prilaku konsumen………………….6
2.3.1 Pendekatan Kardinal…………………………………………………..7
2.3.2 Pendekatan Ordinal…………………………………………………...11
2.3.3 Keseimbangan Konsumen……………………………………………15
BAB III. PENUTUP…………………………………………………………………
3.1 Kesimpulan.…………………………………………………………………….18
3.2 Saran…………….……………………………………………………………...18
Daftar pustaka……………………………………………………………………....19

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ilmu ekonomi mikro (sering juga ditulis mikroekonomi) adalah cabang dari ilmu
ekonomi yang mempelajari perilaku konsumen dan perusahaan serta penentuan harga-harga
pasar dan kuantitas faktor input, barang, dan jasa yang diperjual belikan. Ekonomi mikro
mepelajari bagaimana berbagai keputusan dan perilaku tersebut memengaruhi penawaran dan
permintaan atas barang dan jasa, yang akan menentukan harga; dan bagaimana harga, pada
gilirannya, menentukan penawaran dan permintaan barang dan jasa selanjutnya.
Di dalam pembahasan ilmu ekonomi mikro terdapat materi mengenai Teori Tingkah
Laku Konsumen. Yakni tingkah laku individu atau kelompok dalam mempergunakan
pendapatan yang mereka miliki untuk memenuhi kepuasaan masing-masing.
Segala usaha yang dilakukan untuk mencapai kepuasan maksimum dengan pendapatan
yang terbatas inilah yang mempengaruhi permintaan konsumen terhadap barang dan jasa di
pasar. Untuk menganalisa pembentukan permintaan konsumen secara lebih akurat, maka
akan digunakan beberapa asumsi yang akan menyederhanakan realitas ekonomi.

1.2. Rumusan Masalah


1) Apa yang dimaksud dengan Teori Tingkah Laku Konsumen ?
2) Apa saja faktor yang mempengaruhi tingkah laku konsumen ?
3) Apa saja pendekatan yang digunakan dalam Teori Tingkah Laku Konsumen ?

1.3. Tujuan Masalah


1) Memenuhi tugas pembuatan makalah mengenai Teori Tingkah Laku Konsumen
2) Menambah ilmu pengetahuan untuk para pembaca dan pengkaji tentang konsep “Teori
Perilaku Konsumen”.
3) Menambah pengetahuan tentang faktor-faktor dan pendekatan-pendekatan yang
mempengaruhi dan digunakan dalam perilaku konsumen.

4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Teori Tingkah Laku Konsumen
Teori tingkah laku konsumen (Consumer behaviour) adalah teori yang mempelajari
pola tingkah laku konsumen dalam memilih barang-barang yang akan dibeli dan
dikonsumsinya. Teori ini menjelaskan bagaimana seseorang dengan pendapatan yang
diperolehnya, dapat membeli barang dan jasa sehingga tercapai kepuasan tertentu. Teori ini
dikembangkan dalam dua bentuk, yaitu: teori nilai guna (utiliti) dan analisis kepuasan sama.
Teori tingkah laku konsumen dapat dibedakan dalam dua macam pendekatan, yakni;
pendekatan nilai guna (utiliti) kardinal dan pendekatan nilai guna ordinal. Dalam
pendekatan nilai guna kardinal dianggap manfaat atau kenikmatan yang di peroleh seorang
konsumen dapat dinyatakan secara kuantitatif. Dalam pendekatan nilai guna ordinal,manfaaat
atau kenikmatan yang di peroleh masyarakat dari mengkonsumsi barang – barang tidak
dikuantifikasi.
Tingkah laku seorang konsumen untuk memilih barang-barang yang akan
memaksimumkan kepuasannya ditunjukkan dengan bantuan Kurva kepuasan sama yaitu
kurva yang menggambarkan gabungan barang yang akan memberikan nilai guna (kepuasan)
yang sama.

2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkah Laku Konsumen

Perilaku permintaan konsumen terhadap barang dan atau jasa akan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya :
1. Kebudayaan
Kebudayaan adalah symbol atau fakta yang kompleks, yang diciptakan oleh manusia di
turunkan dari generasi ke generasi sebagai penentu dan pengatur tingkah laku manusia
dalam masyarakat yang ada.
2. Kelas sosial
Pembagian masyarakat dalam golongan / kelompok berdasarkan pertimbangan tertentu
missal tingkat pendapatan,atau lokasi tempat tinggal.
3. Kelompok referensi kecil
Kelompok kecil yang disekitar individu yang menjadi rujukan bagaimana seorang harus
bersikap dan bertingkah laku pembelian, missal, kelompok keagamaan, kelompok
pertemanan, kelompok kerja, dll.
4. Keluarga
Lingkungan hidup dimana seseorang itu berkembang, terdiri dari ayah, ibu, dan anak.
5. Pengalaman
Berbagai informasi sebelumnya yang diperoleh seseorang yang akan mempengaruhi
tingkah laku selanjutnya.

5
6. Sikap dan kepercayaan
Sikap adalah suatu kencendrungan yang dipelajari untuk bereaksi terhadap penawaran
produk dalam masalah yang baik maupun yang kurang baik secara konsisten.
7. Konsep diri
Konsep diri merupakan bagi seseorang untuk melihat dirinya sendiri, dan pada saat yang
sama ia mempunyai gambaran tentang diri orang lain.

2.3. Pendekatan tradisional dalam pendekatan prilaku konsumen

Salah satu tujuan pokok teori ekonomi mikro adalah usaha untuk menjelaskan perilaku
konsumen di pasar barang. Dalam usaha memberikan penjelasan ini secara tradisional orang
menggunakan titik tolak konsep utilitas (dayaguna).Menurut pendekatan ini, setiap barang
mempunyai daya guna / utilitas oleh karena barang tersebut pasti mempunyai kemampuan untuk
memberikan kepuasan kepada konsumen yang menggunakan barang tersebut. Jadi bila orang
meminta sesuatu jenis barang, pada dasarnya yang diminta adalah daya guna barang tersebut.
Dalam kerangka pendekatan tradisional ini di kenal sekelompok orang yang menganggap
bahwa utilitas itu dapat diukur secara absolut dengan menggunakan unit pengukur ‘’util’’.
Misalkan sepiring nasi gudek mempunyai 100 util, bagi seorang konsumen. Apabila ia
menghabiskan 2 piring nasi gudek ia akan mendapatkan daya guna lebih dari 100 util. Seberapa
besar lebihnya, tergantung konsumen individual. Bagi si A mungkin tambahan dayaguna sesudah
menghabiskan piring yang kedua adalah 50 util. Bagi si B mungkin tambahannya sebesar 60 util.
Sehingga total dayaguna yang diperoleh A 150 util dan B 160 util. Dapat terjadi bahwa bagi si B,
piring yang pertama hanya memberikan dayaguna kepadanya sebesar 95 util, sehingga total
dayaguna mudah menghabiskan dua piring nasi adalah 155 util. Perbedaan ini terjadi oleh karena
si A orangnya gendut dan begitu doyan makan sedangkan si B kurus dan kurang gemar makan.
Akibatnya dengan satu piring nasi yang sama memberikan daya kenyang yang lebih besar bagi si
A dari pada si B.
Atas dasar anggapan dapat diukurnya dayaguna barang, pendekatan tradisional
merumuskan hubungan antara jumlah dayaguna dengan barang yang dikonsumsikan dalam
bentuk suatu fungsi

U = f (X1, X 2, … , X n ¿

di mana U adalah banyaknya dayaguna bagi seseorang konsumen, X 1 adalah kuantitas barang
tertentu yang dikonsumsikan oleh konsumen tersebut.
Bila ia mengkonsumsikan sepuluh jenis barang ¿) jumlah dayaguna total yang
diperolehnya akan naik sebagai akibat dari kegiatan tersebut. Dalam perkembangannya,

6
pendekatan tradisional dapat dibedakan menjadi dua buah teori. Yang pertama berkembang
menjadi teori dayaguna kardinal (cardinal ultility) sedang yang kedua teori dayaguna ordinal
(ordinal ultility). Teori yang pertama dalam menjelaskan menggunakan pendekatan marginial
utility dan total utility, sedangkan teori kedua menggunakan pendekatan indifference kurva.
Perbedaan kedua teori tersebut didasarkan pada asumsi pokok tentang pengertian dayaguna.
Teori dayaguna kardinal menganggap bahwa besarnya dayaguna yang diterima atau dialami
seseorang konsumen sebagai akibat dari tindakan mengkonsumsikan barang itu dapat diukur.
Pengetahuan ini sangat penting bagi kita untuk mempelajari perilaku konsumen. Yang kedua
adalah teori dayaguna ordinal yang berangkat dari asumsi dasar yang lunak. Menurut teori ini
kita tidak perlu mengetahui secara absolut besarnya dayaguna bagi seseorang konsumen.
Kerangka pemikiran kedua teori tersebut dalam mempelajari perilaku konsumen akan dibahas
berikut ini;

2.3.1 Pendekatan Kardinal


Teori ini merupakan gabungan pendapat yang diajukan oleh ahli-ahli ekonomi aliran
Austria abad ke sembilan belas, seperti Heinrich Gossen (1854), Stanley Jevons (1871) dan Leon
Walras (1894). Aliran ini menganggap bahwa tinggi rendahnya nilai suatu barang tergantung
dari subyek yang memberikan penilaian. Jadi suatu barang baru mempunyai arti bagi seorang
konsumen apabila barang tersebut mempunyai dayaguna baginya. Besarnya dayaguna tergantung
dari konsumen bersangkutan.
Ambilah sebagai contoh raket bulutangkis. Bagi Rudy Hartono, raket tersebut
mempunyai dayaguna yang sangat tinggi. Raket tersebut dapat "memuaskan" Rudy karena
dengan raket itu ia telah berhasil meraih puncak kedudukan pemain bulu tangkis tertinggi di
dunia dengan menjuarai turnamen All England delapan kali dan juara pertama dalam Kejuaraan
Dunia kedua di Jakarta 1980. Raket yang sama bagi seorang penderita cacat fisik yang karena
menderita TBC tulang kedua belah kakinya terpaksa dipotong, memberikan utilitas yang rendah.
Sehingga bila diukur misalnya dayaguna raket tersebut bagi Rudy sebesar 100 util, sedangkan
bagi penderita cacat fisik pasti jauh lebih rendah, mungkin antara 0 dan 5 util. Baik Rudy
maupun penderita cacat tersebut sebenarnya mempunyai persoalan pokok yang sama yaitu
bagaimana cara membelanjakan kekayaan atau pendapatan sebaik-baiknya. Melalui kacamata
ekonomi, pengertian sebaik-baiknya tadi harus diartikan sebagai memaksimumkan dayaguna
yang dapat diperoleh. Jadi dapat dimengerti bila Rudy mempunyai intensitas permintaan
terhadap raket jauh lebih besar daripada penderita cacat tadi. Karena dengan uang yang sama,
Rudy akan memperoleh dayaguna yang lebih tinggi daripada yang diperoleh penderita cacat bila
uang tersebut dikonsumsikan pada raket. Masalah berikutnya adalah apakah benar bagi Rudy
raket mampu memberikan 100 util dayaguna dan bagi penderita cacat paling tinggi 5 util.

7
Oleh karena itu dipandang perlu mengajukan asumsi bahwa kita mampu mengukur
dayaguna. Di samping dapat diukurnya dayaguna, masih ada beberapa asumsi lain yang
diperlukan untuk mempermudah pembahasan tentang perilaku konsumen yaitu :
1. Konsumen bersifat rasional konsumen bertujuan memaksimalkan kepuasannya dengan
batasan pendapatannya.
Karena itu perilakunya harus dapat dipahami menurut logika yang umum. Setiap
konsumen dianggap mempunyai tujuan ideal yaitu dayaguna maksimum. Perilaku
konsumen dalam membelanjakan uangnya baru dapat dimengerti apabila selalu diarahkan
kepada pencapaian dayaguna maksimum. Asumsi ini dikembangkan dari konsep bahwa
manusia pada hakekatnya adalah homo economicus. Jadi konsumen yang tidak berusaha
memaksimumkan dayaguna dengan kendala pendapatannya
2. Laju pertambahan utilitas semakin lama semakin rendah dengan semakin banyaknya
barang tersebut dikonsumsi oleh konsumen ini dikenal sebagai The Law Of Deminishing
Marginal Utility
Seperti telah dinyatakan sebelumnya, setiap barang mempunyai kemampuan
untuk memberikan dayaguna kepada pemakainya. Dengan demikian makin banyak
barang yang dikonsumsikan makin besar pula jumlah dayaguna total yang diperoleh.
Akan tetapi laju pertambahan dayaguna yang diperoleh karena mengkonsumsikan satu
kesatuan barang makin lama makin rendah. Jumlah pertambahannya dapat menjadi nol
dan bila penambahan konsumsinya diteruskan jumlahnya bahkan menjadi negatif. Secara
grafis hubungan antara jumlah barang yang dikonsumsikan dengan dayaguna total dan
laju pertambahan dayaguna dapat ditunjukkan pada Gambar 21. Sumbu absis adalah
untuk skala kuantitas barang X. Barang ini praktis dapat berupa apa saja. Misalnya nasi
dinyatakan dalam satuan suap atau satuan piring, atau satuan yang lain. Atau minuman
dalam satuan cangkir, satuan gelas, satuan sendok atau satuan lain. Sumbu ordinat
merupakan skala untuk dayaguna.

KurvaU(X)
menggambarkan
hubungan antara
besarnya dayagana
dengan banyaknya
barang yang
dikonsumsikan. Jelas
bahwa kurva tersebut
harus dimulai dari titik asal atau titik nol sebab dayaguna baru diperoleh bila barang telah
dikonsumsikan. Makin banyak barang yang dikonsumsikan makin besar pula jumlah
dayaguna yang diperoleh konsumen. Ini berlaku sampai dengan X m lerens kurva U (x) adalah
positif yang berarti selalu ada pertambahan dayaguna bila konsumsi barang x bertambah.

8
Akan tetapi bila jumlah sudah dilewati dan penambah jumlah barang X diteruskan jumlah
dayaguna justru akan lebih rendah dari jumlah sebelumnya. Titik X. mencerminkan kuantitas
barang X yang memberikan tingkat dayaguna maksimum atau titik kepuasan maksimum.
Dapat dibayangkan bila seseorang konsumen yang sedang haus mengkonsumsikan segelas
minuman es kopyor sesudah tegukan pertama ia memperoleh dayaguna tertentu. Terasa ada
Secercah rasa kepuasan dalam dirinya. Tegukan kedua akan menambah jumlah dayaguna
yang diperolehnya. Begitu seterusnya sampai rasa hausnya hilang dan bahkan sampai
kapasitas untuk menampung minuman dalam perutnya digunakan sepenuhnya. Tegukan
terakhir ini digambarkan sebagai Xm dengan Um sebagai titik puncak kurva U(X). Apabila
minumnya diteruskan, tegukan berikutnya justru akan membuat konsumen tersebut sakit
perut sehingga jumlah dayaguna yang diperoleh justru lebih rendah dari semula. Dengan
demikian dapat dilihat dari Gambar 2.1 bahwa arah kurva Ux) membalik menurun sesudah U
Implikasi lain dari pola U(X) seperti dalam gambar tersebut adalah laju perlambahan
dayaguna yang menurun.
Setiap tambahan tegukan memberikan tambahan jumlah dayaguna yang makin
sedikit. Dengan perkataan lain dayaguna marginal adalah menurun. Hal ini dapat pula
digambarkan oleh lereng kurva di atas Pada titik A di mana X a dikonsumsikan kurva U(X)
mempunyai lereng yang curam. Pada titik B di mana X b dikonsumsikan lereng U(X) lebih
landai yang berarti bahwa dayaguna marginal pada tingkat konsumsi X b lebih rendah dari
dayaguna marginal pada X a Pada titik C di mana X m dikonsumsikan dayaguna marginal
sama dengan nol yang berarti bahwa penambahan konsumsi barang X pada titik ini tidak
memberikan tambahan dayaguna kepada konsumen. Bahkan pada titik D dayaguna marginal
menjadi negatif. Jadi pola ini diperlukan untuk menggambarkan perilaku konsumen secara
lebih riil. Dengan util dapat diukur bila tidak, dayaguna akan bertambah terus tanpa batas,
yang berarti si konsumen tidak pernah merasa puas sehingga berusaha terus menambah
tingkat konsumsinya.
Hal ini bertentangan dengan realita sehingga pendekatan ini tidak akan mampu untuk
menganalisa konsumen. Di muka telah berkali-kali dikemukakan bahwa dayaguna diukur
dalam satuan util. Namun demikian satuan util itu merupakan satuan yang tidak jelas bagi
kita. Dayaguna mengandung pengertian subyektif, sehingga sukar untuk mengukur util.
Kesukaran ini merupakan penghambat bagi pendekatan ini dalam usaha untuk memahami
perilaku konsumen. satuan util itu merupakan satuan yang tidak jelas bagi kita. Dayaguna
mengandung pengertian subyektif, sehingga sukar untuk mengukur util. Kesukaran ini
merupakan penghambat bagi pendekatan ini dalam usaha untuk memahami perilaku
konsumen.
3. Tambahan kepuasan untuk tambahan konsumsi 1 unit barang bisa dihargai dengan uang,
sehingga makin besar kepuasan makin mahal harganya. Jika konsumen memperoleh
tingkat kepuasan yang besar maka dia akan mau membayar mahal, sebaliknya jika

9
kepuasan yang dirasakan konsumen redah maka dia hanya akan mau membayar dengan
harga murah.
Kesulitan berikutnya yang timbul adalah bahwa dayaguna merupakan konsep
yang bersifat subyektif sedang uang merupakan alat pengukur yang bersifat obyektif.
Dengan demikian asumsi tentang ukuran ini harus diartikan sebagai jumlah uang yang
bersedia dibayar konsumen untuk mendapatkan satu satuan barang lagi. Rudy Hartono
tentu bersedia membayar dengan harga yang mahal untuk memperoleh satu raket lagi
sebagai cadangan karena benang raketnya yang pertama putus sesudah digunakan untuk
memukul secara keras bola bulu tangkis RSL Sebaliknya secara rasional kita dapat
menduga bahwa kesediaan penderita cacat untuk mengeluarkan uang guna memperoleh
raket yang kedua tentu jauh lebih sedikit daripada kesediaan Rudy. Bahkan mungkin
kesediaannya bersifat nel negatif dalam arti ia hanya mau menerima kalau diberi.
Sebaliknya kesediaannya untuk membayar kaki palsu cadangan jauh lebih besar. Jelas
bahwa di dalam pasaran raket terdapat perbedaan pola perilaku antara kedua konsumen
tersebut. Perbedaan ini disebabkan karena perbedaan dayaguna yang diperoleh masing-
masng konsumen. Dengan demikian ukuran uang dapat digunakan untuk membahas
perilaku konsumen.
4. Konsumen memililki sejumlah pendapatan tertentu
Dayaguna marginal dari uang adalah tetap. Kriteria pokok dari sesuatu alat
pengukur adalah bahwa alat pengukur tersebut harus mempunyai nilai yang tetap. Dapat
terjadi kemungkinan bahwa makin kaya seseorang makin besar kesediaannya untuk
memperoleh satu satuan dayaguna yang sama. Hal ini disebabkan, karena makin banyak
uang yang dimilikinya makin rendah penilaiannya terhadap uang. Untuk menghindari
kemungkinan tersebut diperlukan asumsi ini. Di samping itu juga sukar kita bayangkan
ada orang Indonesia yang mempunyai dayaguna marginal terhadap uang sama dengan
nol, yang berarti bahwa ia sudah cukup puas dengan jumlah uang yang dimilikinya dan
tidak berusaha untuk menambahnya karena setiap penambahan uang yang diperolehnya
justru akan menurunkan tingkat dayaguna. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa uang
harus mempunyai nilai subyektif yang tetap.
5. Additive.
Sudah dirumuskan bahwa U = f ( X 1 , X 2 , … , X n ¿. Dayaguna total berasal dari
dayaguna yang diperoleh dengan tindakan mengkonsumsikan barang X, ditambah dengan
dayaguna yang diperoleh dari tindakan mengkonsumsikan barang X2 dan seterusnya
sampai dengan konsumsi Xn. Dalam bentuk lain rumusannya adalah:
U = U 1( X 1 ¿ + U 2 ( X 2) +... + U n ( X n)
Dayaguna total dari suatu kelompok barang adalah jumlah dari dayaguna yang
berasal dari anggota kelompok tersebut. Rumusan tersebut sekaligus mencerminkan pula
asumsi lain yaitu bahwa dayaguna bersifat independent atau bebas. Dayaguna barang X 1
tidak dipengaruhi oleh tindakan mengkonsumsikan barang X 2 , X 3 … , X n begitu pula
sebaliknya. Asumsi paling akhir ini sangat tidak realistis. Orang yang minum es kopyor

10
dalam contoh dimuka akan memperoleh dayaguna yang lebih tinggi bila bersamaan
dengan itu memakai kemeja Arrow, sepatu Kickers, sabuk Piere Cardin; dan dayaguna
akan lebih rendah bila orang tersebut hanya memakai kaos oblong tanpa sepatu dan sadar
bahwa pilihannya untuk minum es kopyor kali ini menyebabkan ia tidak mungkin dapat
membeli makanan lain sehingga sebenarnya dia telah salah pilih makanan.

2.3.2 Pendekatan Ordinal


Salah satu implikasi dari teori dayaguna kardinal adalah bahwa permintaan suatu barang
baru dapat disusun apabila kita mampu mengukur besarnya dayaguna masing – masing barang
yang kita konsumsikan. Teori kurva indiferensi yang diajukan oleh J. Hicks dan R.J. Allen pada
tahun 1934. Dari teori ini dapat diketahui bahwa sudah cukup bagi kita apabila konsumen yang
prilakunya akan kita pelajari mampu mebuat urutan tinggi rendahnya dayaguna yang diperoleh
dari mengkonsumsi sekelompok barang.
Permasalahannya dapat diuraikan sebagai berikut. Misalnya seorang konsumen dianggap
harus mengkonsumsi sekelompok barang yang terdiri dari hanya dua barang X1 dan X2 dimana
X1 adalah pangan sedangkan X2 adalah sandang. Oleh karena pendapatannya terbatas konsumen
harus menentukan kombinasi barang X1 dan X2 yang paling baik baginya. Baik disini diukur
dari banyaknya dayaguna yang diperolehnya. Dari kemungkinan kombinasi yang banyak sekali,
bahkan jumlahnya dapat tidak terbatas, dia harus memilih kombinasi mana yang dapat
memberikan daya guna tertinggi baginya berdasarkan anggaran rumah tangga yang tersedia.
Apakah makan tiga kali sehari dengan daging dan tlur disertai dengan pembelian pakaina dua
kali setahun atau makan dua kali sehari dengan lauk ikan asin tetapi dapat membeli pakaian tiap
kwartal, memberikan utiitas yang sama.
Misalkan hanya ada dua kemungkinan kombinasi sandang dan pangan seperti itu dan
masing – masing kombisasi diberi nama A dan B, dimana A = ( X 1a,X 2a) dan B = (X 1b,X 2b) maka
dia harus mampu memilih kombinasi mana yang lebih tinggi. Dia tidak usah mengetahui secara
absolut berapa banyak dayaguna yang dapat diperoleh diperoleh dari A dan berapa dari B. Akan
tetapi dia dituntut mempunyai kemampuan membuat urutan A dan B. Oleh karena urutan
tersebut berdasarkan atas utilitas dan dia dianggap bertujuan memaksimumkan daya guna total
maka kombinsi yang mempunyai dayaguna lebih tinggi memduduki urutan lebih atas dan
tentunya lebih disukai oleh konsumen. Atas dasar jalan pikiran ini konsumen diharapkan mampu
menentukan perbandingan antara A dan B itu sebenarnya hanya tiga yaitu apakah A lebih disukai
daripada B ataukah B lebih disukai daripada A atau konsumen tidak acuh arau indiferen
terhadap A dan B.
Secara ringkas dapat disimpulakn bahwa :

11
A > B bila U a ( X 1a,X 2a) > U b (X 1b,X 2b)

B > A bila U b (X 1b,X 2b) > U a ( X 1a,X 2a)

A = B bila U a ( X 1a,X 2a) > U b (X 1b,X 2b)

Tanda > dipakai untuk menyatakan “ lebih disukai “ dan tanda = untuk menggabarkan
sikap indiferensi konsumen terhadap dua kombinasi barang A>B dibaca A lebih disukai
oleh konsumen dari B; B > A berarti B lebih disukai A; sedangkan A= B konsumen
bersikap sama saja terhadap A dan terhadap B.
Sedangkan yang dipilih sesungguhnya apakah A atau B tergantung jumlah uang yang
tersedia untuk di belanjakan. Karena terbatasnya dana yang dipunyai konsumen dia terpaksa
membeli kombinasi A( X 1a,X 2a) meskipun B > A sebagai akibat dari Ub > Ua.

Dalam teori perilaku konsumen dengan pendekatan ordinal asumsi dasar seorang
konsumen adalah:
1. Konsumen rasional, mempunyai skala preferensi dan mampu merangking kebutuhan
yang dimilikinya
Cara pendekatan dayaguna ordinal juga menggunakan asumsi rasionalitas seperti
halnya pendekatan kardinal. Dengan dana dan harga pasar tertentu konsumen dianggap
selalu akan memilih kombinasi barang yang memberikan dayaguna maksimal. Dia
dianggap mempunyai informasi sempurna atas uang yang tersedia baginya maupun harga
barang – barang di pasar. Rasionalitas ini memang merupakan asumsi dasar bagi setiap
perilaku konsumen,khususnya dalam pembahasan mengenai perilaku konsumen.
Tindakan yang tidak rasional akan menimbulkan kesulitan dalam pembahasan.
2. Kepuasan konsumen dapat diurutkan, ordering
konsumen perlu mempunyai skala preferensi yang disususn atas dasar urutan
besar kecilnya dayaguna. Dia tidak usah mengetahui besarnya dayaguna secara absolut
yang dia peroleh akan tetapi sudah cukup apabila dia mampu,untuk menentukan urutan
dua kombinasi A dan B yaitu A > B , B > A ataukah A = B .
Selanjutnya cara pendekatan ini menggunakan alat kurva yang diberi nama kurva
indeferensi. Seorang konsumen digambarkan sedang menghadapai beribu atau berjuta
kemungkinan kombinasi barang X1, X2,……, Xn. Semua kombinasi barang tersebut
terletakdalam ruang yang disebut sebagi ruang komoditi atau commodity space. Setiap
kombinasi diawali oleh satu titik di dalam ruang itu. Untuk memudahkan imajinasi kita,
jenis barang diabatasi hanya dua saja yaitu X1 dan X2 sehinnga ruang tersebut berbentu
bidang datar secara grafis dibatasi oleh dua sumbu, ordinat dan absis. Diturunkan dari
aksioma rasionalitas dan asumsi nonsatietas konsumen dianggap mampu menenetapkan
hubungan preferensi antara berbagai kombinasi barang X1 dan X2. sudah tentu
kombinasi yang mengandung kuantitas barang yang lebih banyak akan lebih disukai
daripada kombinasi lain yang berisi kuantitas barang yang lebih sedikit. Konsumen

12
rasional tentu lebih menyukai kombinasi makan tiga kali sehari ( 3 unit X1 per hari ) dan
membeli pakaian sebulan sekali ( 12 unit X2 per tahun ). Daripada kombinasi lain yang
terdiri dari makan dua kali sehari ( 2 unit X1 per hari ) dan satu stel pakaian sekali
setahun ( 1unit X2 per tahun ). Jadi kombinasi D lebih disukai daripada kombinasi E bila
hubungan berikut berlaku :
¿ ¿,X 2d ) > ¿ ¿,X 2e )
Dengan syarat X 1d,X e
Sedangkan X 1d,X 2d
Dimana X > 0 atau X > 0
UMx1 > 0 dan UMx2 > 0
Apabila X 1a > X 1d sedangkan X 2e > X 2dmaka kita dapat menentukan
hubungan antara ketiga kombinasi tersebut yaitu A > D > E. secara grafis kedudukan
ketiga kombinasi ¿ ¿,X 2a ¿ , ¿ ¿,X 2d ¿ , ¿ ¿,X 2e ) dapat digambarkan sebagaimana Nampak
dalam gambar dibawah. Oleh karena ruang komiditi tersebut padat dengan titik – titik
kombinasi maka di antara dan di luar kombinasi A , D , dan E masih terdapat ribuan
kombinasi lain. Dengan cara yang sama dapat ditentukan hubungan preferensi antara

berbagai kombinasi – kombinasi barang X yang lain tersebut.Akan tetapi hubungan


preferensi ini hanyalah merupakan sebagian dari bentuk hubungan yang mungkin ada

Kurva Indiferen (Indifference Curve)


Kurva indiferen adalah kurva yang menggambarkan kombinasi beberapa
barang yang sama-sama disukai oleh konsumen, yaitu tidak ada pilihan untuk satu
kombinasi dengan barang lain karena semuanya memiliki tingkat utilitas yang sama
(atau jumlah utilitas yang sama) untuk konsumen. Dalam teori ini terdapat asumsi
yang menyatakan bahwa konsumen dapat memilih kombinasi konsumsi tanpa harus

13
mengatakan bagaimana ia memilihnya. . Bentuk dari kurva indeferensi adalah
cembung yang ditinjau dari titik asal dari kedua sumbu absis dan ordinat.implikasi
dari bentuk cembung indeferensi ini adalah lereng dari kurva ini menurun. Oleh
karena lereng kurva indeferensi mencerminkan beberapa barang tambahan barang X2
dibutuhkan untuk sebagai ganti penurunan satu unit barang X1 agar dayaguna
konsumen tidak berubah,
Sebagai contoh, Anda diberi kombinasi barang tertentu, misalnya 10 unit pakaian
dan 8 unit buku. Kemudian, Anda diberi beberapa alternatif pilihan kombinasi
barang dengan jumlah yang berbeda, misalnya 8 unit pakaian dan 10 unit buku. Jika
Anda menilai alternatif yang diberikan yaitu berupa tambahan 2 unit buku lebih
rendah daripada pengurangan 2 unit pakaian, Anda akan memilih kombinasi barang
yang pertama. Anda menilai kedua kombinasi barang tersebut tidak berbeda atau
indifferen. Setelah beberapa alternatif kombinasi barang diberikan, Anda
memperoleh beberapa kombinasi barang yang Anda anggap indiferen. Dengan kata
lain, kombinasi barang tersebut menurut Anda akan memberikan utilitas yang sama.
Setiap kombinasi barang tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. sebagai berikut.

Jika digambarkan dalam kurva, diperoleh kurva indiferen sebagai berikut.

Dalam hal ini, asumsinya adalah bahwa konsumen akan memperoleh tingkat utilitas
yang lebih tinggi dengan menambah jumlah konsumsi kedua jenis barang.
Penambahan konsumsi kedua barang tersebut akan menyebabkan pergeseran ke
kanan atas. Hal ini, kurva indiferen akan semakin jauh dari titik nol. Dengan kata
lain, semakin jauh kurva indiferen dari titik nol, semakin tinggi tingkat utilitas yang
diberikan oleh kombinasi kedua barang. Himpunan dari beberapa kurva indiferen
dinamakan peta indiferen (indifference map)

14
Garis Anggaran (Budget Line)
Konsumen yang memiliki pendapatan tetap dalam membelanjakan uangnya
dihadapkan pada berbagai pilihan barang. Misalnya, Anda memiliki pendapatan tetap
sebagai pelajar seperti kiriman uang dari orangtua anda sebesar Rp 500.000,00 dan
uang tersebut Anda belikan pakaian dan buku pelajaran. Adapun harga pakaian
adalah Rp 20.000,00 per unit dan harga buku adalah Rp 25.000,00 per unit. Anda
akan menghabiskan uang yang ada untuk membeli pakaian dan buku. Anda dapat
membelanjakan uang tersebut untuk membeli berbagai alternatif kombinasi pakaian
dan buku. Jika seluruh uang yang ada dibelanjakan untuk membeli pakaian, Anda
dapat membeli 25 potong pakaian.
Adapun jika digunakan untuk membeli buku, Anda dapat membeli 20 buku.
Beberapa kemungkinan dari kombinasi pakaian dan buku tersebut terlihat pada Tabel
3. berikut.

Berdasarkan Tabel 3, dapat digambarkan kurva garis anggaran yang


berbentuk garis lurus. Kurva garis anggaran menunjukkan seluruh kombinasi dari
kedua barang yang mungkin terjadi, sehingga seluruh pendapatan konsumen habis
dibelanjakan. Dengan demikian, garis anggaran menggambarkan semua kombinasi
barang-barang yang tersedia bagi rumah tangga pada penghasilan atau pendapatan
tertentu dan pada harga barang-barang yang dibelinya.

15
Jika dilihat perilaku konsumen dalam mengonsumsi suatu barang dibedakan
menjadi dua macam, yaitu perilaku konsumen rasional dan perilaku konsumen tidak
rasional.

2.3.3 Keseimbangan Konsumen


Perlu diingatkan di sini bahwa tujuan pendekatan dayagun ordinal merupakan
penyusunan fungsi permintaan konsumen tuk sesuatu barang. Sekali lagi permintaan tersebut
baru terbentuk apabila konsumen berada dalam keadaan ekuilibrium atau keseimbangan.
Pertanvaannya adalah kapan konsumen berada dalam keadaan semacam itu. Jawaban atas
pertanyaan ini dimuat dalam bagian ini untuk melengkapi siklus pembahasan teori dayaguna
ordinal Pembahasan tentang ekuilibrium konsumen berkisar pada penggabungan tentang
kemauan dan kemampuan konsumen. Homo economicus biasanya dikonsepsikan sebagai orang
yang bertujuan untuk memaksimumkan kepuasan. Apabila dayaguna itu merupakan ukuran
untuk kepuasan maka adalah wajar untuk menetapkan dayaguna maksimal sebagai tujuan
pokoknya. Zaman sebelum masehi filosof Yunani yang bernama Aristoteles pemah mengajarkan
tentang konsep moderasi atau "sekadarnya" dalam kita mengkonsumsikan barang. Hal ini dapat
dimengerti apabila diingat bahwa hal yang menjadi fokus ajarannya adalah etika sebagai materi
pokok dalam ajaran filsafat. Pembahasan ekonomi yang berdiri sendiri belum dikenal melainkan
merupakan bagian dan ekonomi masyarakat filsafat. Tidak mengherankan bila etika berpengaruh
pada Perilaku ekonomi masyarakat.
Di Indonesia, jiwa moderasi ini dapat pula ditemui dalam falsafah Jawa kuno yang
menekankan konsumsi secukupnya saja tidak sebanyak-banyaknya. Berhentilah makan sebelum
kenyang. Meskipun demikian tidak berarti perilaku homo economicus modern harus
bertentangan dengan baik, kode etika Barat Kuno maupun Timur kuno. Untuk itu memang
diperlukan asumsi lain agar kedua pengertian itu tidak bertentangan satu dengan yang lain yaitu
asumsi bahwa konsumen yang pelajari bergerak dalam ruang komoditi yang masih belum
memberikan dayaguna maksimum yang biasanya dirumuskan sebagai non-satietu axiom.
Aksioma paling pokok di antara aksioma-aksioma lain yang mendasari perilaku konsumen
adalah bahwa konsumen merupakan agen ekonomi yang bersikap dan bertindak rasional. Pada
suatu saat tertentu pendapatan konsumen adalah pasti. Mungkin dia mempunyai tabungan dari
masa lalu. Jadi yang terpenting di sini adalah dana yang dia anggarkan untuk membeli barang di
pasar biasanya sudah tertentu. Atas dasar anggaran ini dan mengingat keadaan harga pasar
barang sudah tentu dia akan membeli barang dalam kuantitas dan jenis yang akan memberikan
dayaguna yang tertinggi. Konsumen dianggap menghadapi berbagai kemungkinan kombinasi
barang yang akan dikonsumsikannya. Masing-masing kombinasi memberikan kepadanya
sejumlah dayaguna yang berbeda-beda. Kombinasi barang-barang yang mampu memberikan
tingkat dayaguna yang tertinggi akan dipilihnya. Kombinasi tersebut tidak akan diubah-ubah
lagi. Dengan demikian konsumen berada dalam keadaan ekuilibrium. Dengan perkataan lain,
jumlah barang yang diminta di pasar merupakan bagian dari kombinasi barang-barang yang

16
menyebabkan konsumen berada dalam keadaan ekuilibrium. Bila salah satu atau beberapa atau
semua harga barang berubah, kombinasi ekuilibrium berubah sehingga jumlah barang yang
diminta pun berubah. Jelas bahwa permintaan konsumen atas barang tertentu mencerminkan
kedudukan optimal dari konsumen tersebut. Untuk menjelaskan terjadinya kedudukan
ekuilibrium.
Untuk mengetahui bagaimana konsumen mengalokasikan pendapatannya di antara dua
produk, perlu digabungkan pengertian tentang apa yang ingin diperbuat dan apa yang dapat
diperbuat oleh konsumen. Ini dilakukan dengan menggabungkan peta indiferen dan kurva garis
anggaran konsumen. Penggabungan peta indiferen dan kurva garis anggaran konsumen tampak
pada Kurva 5. berikut.

Oleh karena Anda ingin memaksimumkan utilitas, Anda ingin mencapai kurva indiferen
tertinggi yang dapat dicapai. Dengan mengamati Kurva 5, Anda akan mencapai utilitas
maksimum pada saat garis anggaran menyinggung kurva indiferen tertinggi yang dapat dicapai.
Keadaan ini disebut dengan keseimbangan konsumen. Dari Kurva 5, kombinasi barang yang
paling disukai dan dapat dicapai dengan anggaran yang ada terletak pada titik E. Pada titik E
tersebut, Anda akan mencapai utilitas maksimum dengan anggaran terbatas. Artinya, Anda
dalam mencapai utilitas maksimum dibatasi oleh tingkat pendapatan Anda. Keterbatasan di sini
merupakan satu kenyataan bahwa seseorang tidak akan dapat mengkonsumsi barang yang
nilainya melebihi pendapatannya.

17
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Sesuatu hal yang sangat penting untuk mempelajari perilaku konsumen guna
memahami baik siklus bisnis jangka-pendek maupun pertumbuhan ekonomi jangka-
panjang. Dalam jangka pendek, kegiatan konsumsi merupakan komponen utama dari
keseluruhan pembelanjaan.
Terdapat sejumlah faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan pola konsumsi
pada seorang konsumen untuk mencapai kepuasan maksimum, mulai dari
pendapatan,pemikiran rasional, serta faktor lainya dan ketika konsumsi berubah secara
tajam, perubahan itu mungkin mempengaruhi output dan lapangan kerja melalui
dampaknya tehadap keseluruhan permintaan.

3.2. Saran
Berdasarkan isi dari konsep tentang “Teori Tingkah Laku Konsumen” maka studi
teori perilaku konsumen adalah suatu hal yang sangat penting karena dengan kita
mempelajari dan memahami konsep teori dan perilaku konsumen dalam membelanjakan
sejumlah pendapatan yang dimilikinya, maka kita akan mengetahui sejumlah pemahaman
daripada siklus bisnis jangka-pendek maupun pertumbuhan ekonomi jangka-panjang.

18
Daftar Pustaka
Sudarsono. 1995. Pengantar ekonomi mikro. Jakarta. PT Pustaka LP3ES
Indonesia

19

Anda mungkin juga menyukai