Anda di halaman 1dari 13

PENDIDIKAN AGAMA

Dosen Pengampu : Muhammadun, M. Pd

Disusun untuk memenuhi Tugas Pendidikan Agama pada

Semester : 2 (Dua)

Kelas : PTIK

EXT Kelompok 1

1. Nur As Sifatul Baroroh (12322075)

2. Maulana Septiawan (12322001)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA DAN

KOMPUTER FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

INSTITUT PENDIDIKAN DAN BAHASA INVADA CIREBON

TAHUN 2022/ 2023


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan nikmat serta hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan
sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Bagaimana
Manusia Bertuhan tepat pada waktunya. Kami mengucapkan terima kasih kepada
bapak Muhammadun, M.Pd. selaku dosen mata kuliah Pendidikan Agama yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan.
Akhirnya kami menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan-kekurangan dalam
penulisan makalah ini, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
konstruktif dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Indramayu, 5 Maret 2023

Tim Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................i

KATA PENGANTAR..............................................................................................ii

DAFTAR ISI............................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN...........................................................................................4

A. Latar Belakang.............................................................................................4

B. Rumusan Masalah........................................................................................4

C. Tujuan...........................................................................................................5

BAB 2 PEMBAHASAN..........................................................................................6

A. Pengertian Tuhan Dan Manusia..................................................................6

B. Ciri-Ciri Manusia Bertuhan.........................................................................6

C. Konsep Spiritual Sebagai Landasan Ketuhanan.........................................7

D. Mengapa Manusia Memerlukan Spiritualitas.............................................8

E. Konsep Ketuhanan Dari Berbagai Sumber Perspektif................................9

F. Cara Meyakini Dan Mengimani Tuhan......................................................11

BAB 3 PENUTUP....................................................................................................12

A. Kesimpulan.................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................13
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia selalu mencari kebenaran yang hakiki. Konsep ketuhanan bagi manusia
adalah kebenaran yang mutlak. Di dalam pencarian akan Tuhan manusia melakukan
penyelidikan dan mencari dasar-dasar yang menjadi konsep Tuhan itu. Mungkin
konsep ketuhanan sudah ada pada agama karena agama didasari pada keyakinan.
Dalam suatu agama, konsep ketuhanan sangatlah penting untuk memberikan
argumen tentang konsep-konsep ketuhanannya agar dapat memberikan sebuah
penjelasan logis dan meyakinkan para pemeluk agama tentang kebenaran dan
keberadaan Tuhan itu sendiri.
Pembuktian wujud tuhan seorang islam atau pembuktian wujud Allah sangatlah
susah karena tidak ada yang pernah dan bisa melihat Allah tapi hal yang harus kita
ketahui bahwa manusia tidak mungkin bisa ada tanpa pencipta, dunia dan alam ini
tidak mungkin bisa ada tanpa pencipta. Tidak mungkin semua hal itu bisa ada tanpa
adanya sang pencipta. Dan penciptanya itu adalah Allah. Manusia, hewan, dan alam
ini adalah akibat sedangkan akibatnya adalah Allah SWT. Oleh karena itu, penulis
mencoba untuk menjelaskan bagaimana manusia bertuhan mendeskripsikan dari
beberapa sumber psikologis, sosiologis, filosofis dan teologis tentang konsep
ketuhanan.

B. Rumusan Masalah
 Bagaimana Pengertian Tuhan dan Manusia?
 Bagaimana Ciri-ciri Manusia Bertuhan dan Perbedaan Antara
Manusia Bertuhan dan Manusia tak Bertuhan?
 Bagaimana Konsep Spiritual Sebagai Landasan Kebertuhanan?
 Mengapa Manusia Memerlukan Spiritualitas?
 Bagaimana Sumber Psikologis, Sosiologis, Filosofis, dan Teologis
Tentang Konsep Ketuhanan?
 Bagaimana Cara Meyakini dan Mengimani Tuhan?
C. Tujuan
 Untuk Mengetahui Pengertian Tuhan dan Manusia?
 Untuk mengetahui Ciri-ciri Manusia Bertuhan dan Perbedaan Antara
Manusia Bertuhan dan Manusia tak Bertuhan?
 Untuk Mengetahui Konsep Spiritual Sebagai Landasan Kebertuhanan?
 Untuk Mengetahui Mengapa Manusia memerlukan Spiritualitas?
 Untuk Mengetahui Sumber Psikologis, Sosiologis, Filosofis,
dan TeologisTentang Konsep Ketuhanan?
 Untuk Mengetahui Cara Meyakini dan Mengimani Tuhan?
BAB 2

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tuhan dan Manusia

1. Pengertian Tuhan
Kata Tuhan merujuk kepada suatu zat abadi dan supranatural, biasanya
dikatakan mengawasi dan memerintah manusia dan alam semesta atau jagat raya).
Tuhan adalah sesuatu yang tedapat dalam pikiran (mind) manusia. Dalam struktur
manusia, hati merupakan kamar kecil yang terdapat di dalamnya yaitu hati nurani
atau suara hati atau merupakan satu titik kecil atau kotak kecil yang tersembunyi
secara kuat dan rapih di dalam hati, hati nurani merupakan garis manusia dengan
Tuhan atau yang menghubungkan manusia dengan Tuhan.
Dalam KBBI, kata Tuhan mempunyai arti zat yang menciptakan makhluk dan
seluruh alam semesta; zat yang wajib disembah. Sementara Tuhan dalam pandangan
para filosof adalah akal murni. Dalam pemikiran filsafat, realitas tertinggi adalah
ide manusia dan kemestian logis dari pemikiran. Oleh karena itu, para filosof
menyebutkan realitas tertinggi adalah “Tuhan” sebagai “Akal murni”. Namun jika
Tuhan merupakan ide manusia, maka ide adalah hasil pemikiran akal yang terbatas.

2. Pengertian Manusia
Dalam kamus bahasa Indonesia " Manusia" diartikan sebagai; makhluk yang
berakal, berbudi (mampu menguasai makhluk lain); insane, orang". Menurut
pengertian ini maka dapat dikatakan bahwa Manusia adalah makhluk Tuhan yang
diberi potensi akal dan budi, nalar dan moral untuk dapat menguasai makhluk lainnya
demi kemalkmuran dan kemaslahatannya. Manusia adalah suatu makhluk pilihan
Tuhan, sebagai khalifah-Nya di muka bumi, serta sebagai makhluk yang semi-
samawi dan semi-duniawi, yang didalam dirinya ditanamkan sifat mengakui Tuhan,
bebas, terpercaya, rasa tanggung jawab terhadap dirinya maupun alam semesta; serta
karunia keunggulan atas alam semesta, langit, dan bumi.

B. Ciri-Ciri Manusia Bertuhan dan Perbedaan Antara Manusia Bertuhan dan


tak Bertuhan

1. Ciri-Ciri Manusia Bertuhan

 Mengakui kebesaran dan keagungan Tuhan yang diwujudkan


dengan berbagai cara.
 Menyadari bahwa dunia serta isinya adalah ciptaan Tuhan.
 Manusia dianugerahi akal dan budi yang dapat dikembangkan
secara maksimal.
 Manusia memiliki keterbatasan yang kadang sukar dijelaskan.
2. Perbedaan Manusia yang Bertuhan dan Manusia tak Bertuhan
Manusia berTuhan adalah manusia yang diliputi rasa perikemanusiaan rasa
keyakinan dan rasa persaudaraan. Manusia yang tidak berTuhan adalah manusia
yang selalu terbawa oleh nafsu-nafsu (nafsu pribadi) dan watak.
Kepercayaan kita terhadap Tuhan sangatlah beragam, ada yang sangat mempercayai
tentang adanya Tuhan hingga ke dasar hatinya, sehingga apabila disebutkan nama-
Nya hatinya akan bergetar. Ada juga yang hanya sekedar percaya saja tentang Tuhan
mereka, tanpa adanya pemahaman yang benar tentang Tuhan mereka.

C. Konsep Spiritual Sebagai Landasan Ketuhanan


Doe (dalam Montohar, 2010: 36) mengartikan bahwa spiritualitas adalah dasar
bagi tumbuhnya harga diri, nilai-nilai, moral dan rasa memiliki. Spritualitas memberi
arah dan arti pada kehidupan. Spritualitas adalah kepercayaan akan adanya kekuatan
non-fisik yang lcbih besar daripada kekuatan diri kita, suatu kesadaran yang
menghubungkan kita langsung kepada Tuhan atau sesuatu unsur yang kita namakan
sebagai sumber keberadaan kita.

Inti spiritualitas
Jika kita bisa menerima bahwa kita adalah makhluk spiritual yang hidup dalam tubuh
fisik, maka :spiritualitas adalah tentang persatuan, kebenaran, tanggung jawab
pribadi, pengampunan, kehendak bebas, cinta dan kedamaian. Yang paling penting,
spiritualitas adalah tentang menciptakan realitas kita sendiri, mengalami realitas-
realitas menjadi kebijaksanaan yang hidup dalam hukum alam semesta sehingga kita
dapat berkembang secara rohani dan kembali ke Penciptaan Allah SWT.
Spiritual diri kita adalah diri sejati, bukan tubuh kita. Tubuh hanya sebagai
kendaraan bagi jiwa kita. Pengalaman-pengalaman negatif dan positif dapat
membantu jiwa kita berkembang, kearah mana yang akan di tempuh dalam
perjalanan hidup ini.

Relasi spiritualitas dengan agama


Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa spiritualitas memang bukan
agama. Akan tetapi, ia memiliki hubungan dari segi nilai-nilai keagamaaan yang
tidak dapat dipisahkan. Titik singgung antara spiritualitas dan agama tampakınya
memang tak dapat dinafikan sepenuhnnya. Keduanya menyatu dalam nilai-nilai
moral. Adapun nilai-nilai moral itu tergolong pada katagori nilai utama
(summum bonum) dalam setiap agama.
Pemahaman ini menunjukkan, bahwa sebenarnya spiritualitas adalah potensi batin
manusia. Sebagai potensi yang memberikan dorongan bagi manusia untuk
melakukan kebajikan. Dengan demikian, tidak mengherankan bila, spiritualitas ini
senantiasa diposisikan sebagai nilai utama dalam setiap ajaran agama.
D. Mengapa Manusia Memerlukan Spiritualitas

Spiritualitas merupakan puncak kesadaran ilahiah menurut Saifuddin Aman


dalam Tren Spiritualitas Milenium Ketiga. Spiritualitas membuat kita mampu
memberdayakan seluruh potensi yang diberikan Tuhan untuk melihat segala hal
secara holistik sehingga kita mampu untuk menemukan hakikat (kesejatian) dari
setiap fenomena yang kita alami. Dalam bahasa yang sedikit berbeda Syahirin
Harahap dalam Membalikkan Jarum Hati mendeskipsikan mercka yang memiliki
kesadaran atau kecerdasan spiritual sebagai orang-orang yang mampu mengarungi
kehidupan dengan panduan hati nurani. Rohani.yang kuat karena bimbingan
maksimal hati nurani tersebut, akan membuat orang lebih dinamis, kreatif, memiliki
etos kerja tinggi, dan lebih peduli, serta lebih santun.
Ada enam alasan mengapa kita membutuhkan spiritualitas untuk tetap mampu
Mengerjakan panggilan hidup di dunia in.:
 Karena manusia adalah makhluk ciptaan yang terbatas, yang
memiliki kebebasan untuk memilih.
 Untuk menjaga integritas diri kita di tengah realita dunia yang fana dan tak
menentu.
Karena kenikmatan yang dihadirkan oleh jabatan, harta dan kekuasaan mudah
menggiring kita memilih melakukan perbuatan-perbuatan amoral dan
penyalahgunaan wewenang, termasuk melanggar prinsip dan nilai-nilai yang
kita yakini. Integritas tanpa spiritualitas ibarat membangun rumah di atas
tumpukan pasir di tepi pantai, yang dapat roboh kapan saja akibat terpaan
ombak laut. Kita membutuhkan spiritualitas untuk mampu mempertahankan
integritas di tengah dunia yang penuh godaan yang menggiurkan. Kita tidak
saja membutuhkan bakat, kapasitas intelektual dan kompetensi untuk
memenuhi panggilan hidup kita. Namun kita memerlukan spiritualitas yang
akan menjaga kita untuk tetap memilih cara-cara bermoral dan patut di tengah
aneka dinamika kehidupan yang tak menentu.
 Untuk mengembangkan hati nurani yang takut akan Tuhan.
Ketika hati nurani yang takut akan Tuhan itu mulai merasuki kesadaran dan
Hasrat hidup kita, maka kita memiliki kemampuan untuk menempuh hidup
dengan integritas. Hidup dengan integritas berarti hidup dengan prinsip
bahwa dengan atau tanpa kontrol dari pihak lain, kita tetap berpegang teguh
pada nilai-nilai yang kita yakini. Artinya, integritas kita diukur dari apa yang
kita pikirkan, katakan dan lakukan, bahkan pada saat kita sendirian.
 Untuk mengendalikan dorongan ego dalam diri kita.
 Menyadarkan bahwa panggilan hidup kita adalah anugerah pemberian
dari Tuhan.
 Sarana untuk melatih kepekaan diri kita di dalam menggali makna
kenyataan hidup.
E. Konsep Ketuhanan Dari Berbagai Sumber Perspektif

1. Psikologis
Perspektif Psikologı Agama Islam merupakan konsep keyakinan, sikap jiwa
dan penyerahan diri kepada Allah Swt.
 Iman
Iman memiliki pengertian keyakinan yang kuat zat yang maha berkuasa. Keimanan
akan menghantarkan sesorang kepada ketaatan dalam menjalankan perintah
agama, seperti shalat, puasa, zakat, haji dan perintah-perintah sunnah lainnya.
 Akhlak Mulia
Ibnu Katsir dalam Fariq Gasim Anuz, menjelaskan bahwa akhlak memiliki arti
dien, tabiat dan sifat. Hakikatnya adalah potret batin manusia yaitu jiwa dan
kepribadiannya. Bagi seorang hamba yang memiliki iman yang baik, maka akan
memancarkan tingkah laku atau tabia’at yang baik pula. Yaitu perangai atau tingkah
laku yang memberikan manfaat bagi diri dan lingkungannya. Akhlak mulia itu bisa
lahir dalam bentuk, diantaranya : Tawadhu, Sabar, Ikhlas, Syukur, Wara’.
 Tawakkal
Tawakkal adalah bersandar kepada Allah dalam segala hal. Allahlah sebagai
penyebab segala sesuatu. Artinya, manusia sebagai seoarang hamba menayadari
betapa didalamnya dirinya tidak ada kekuatan. Sungguh pemilik kekuatan dan daya
hanya Allah. Takwa merupakan sikap hidup yang mampu menghantarkan
seseorang kepada ketenangan hidup.
Penyerahan diri kepada Allah disini merupakan penyerahan yang
tidak menafikkan sunnatullah yang telah menjadi ketetapan Allah. Artiny
dalam bertawakal juga harus diringi dengan berikhtiar, karena segala
Sesuatu sudah Allah ciptakan dengan struktur sebab akibat, walaupun hal itu
semua tidak akan mutlak, jika Allah berkehendak.

2. Sosiologi
Sosiologi mempelajari masyarakat umum secara sosiologis, namun dalam ilmu
sosiologi terdapat cabang ilmu yang mempelajari secara khusus masyarakat
beragama, yang di kenal sebagai ilmu Sosiologi Agama. Objek dari penelitian
sosiologi agama adalah masyarakat beragama yang memiliki kelompok-kelompok
keagamaan. Seperti misalnya, kelompok Kristen, Islam, Budha dll. Sosiologi agama
memang tidak mempelajari ajaran-ajaran moral, doktrin, wahyu dari
Agama-agama itu, tetapi hanya mempelajari fenomena-fenomena yang muncul dari
masyarakat yang beragama tersebut. Namun demikian, ajaran-ajaran moral, doktrin,
wahyu dapat dipandang sebagai variabel-variabel yang mempengaruhi fenomena-
fenomena yang muncul tersebut.
Dalam sosiologi, agama disebut sebagai sebuah sistem manusi budaya karena
merupakan hasil dari “sistem gagasan” manusia terdahulu. Max Weber menjelaskan
bahwa Tuhan tidak ada dan hidup untuk manusia, tetapi manusialah yang hidup
demi Tuhan. Menurutnya, menjalankan praktik-praktik keagamaan merupakan
upaya manusia untuk mengubah Tuhan yang irrasional menjadi rasional. Semakin
seseorang menjalankan perintah-perintah Tuhan maka seseorang akan semakin
merasa kedekatannya terhadap TuhanBerbeda dengan pendapat Emile Durkhem,
Max Weber menyatakan bahwa kebertuhanan secara khas merupakan permasalahan
sosial, bukan individual. Karena yang empirik (pada saat itu) kebertuhanan
dipraktikkan dalam ritual upacara yang memerlukan partisipasi anggota kelompok
dalam pelaksanaanya.
Akibatnya, yang tampak saat itu adalah kebertuhanan yang hanya bisa dilaksanakan
pada saat berkumpulnya anggota-anggotasosial, dan tidak bisa dilakukan oleh tiap
individu. Tuhan dalam perspektif sosiologis digambarkan sebagai sumber kebenaran
dan kebajikan universal yang diyakini dan dipahami oleh umat manusia.

3. Filosofis
Dalam argumen al-huduts, Al-Kindi dengan gigih membangun basis filosofis
tentang kebaruan alam untuk menegaskan adanya Tuhan sebagai pencipta. Tuhan
dikatakan sebagai sebab pertama, yang menunjukkan betapa la adalah sebab paling
fundamental dari semua sebab-sebab lainnya yang berderet panjang. Sebagai sebab
pertama, maka la sekaligus adalah sumber bagi sesuatu yang lain, yakni alam
semesta.
Argumen kedua terkait dengan Tuhan adalah argumen kemungkinan (dalil al-
inmkān). Ibnu Sina sebagai tokoh argumen ini menjelaskan bahwa wujud (eksistensi)
itu ada, bahwa setiap wujud yang ada bisa bersifat niscaya atau potensial (mumkīn).
wujud niscaya adalah wujud yang esensi dan eksistensinya sama. Ia memberikan
wujud kepada yang lain, yang bersifat potensial (mumkīn).
Argumen ketiga tentang (dalil al ināyah). Argumen ini didasari oleh pengamatan atas
keteraturan dan keterpaduan alam semesta. Berdasarkan pengamatan tersebut ditarik
kesimpulan bahwa alam ini pasti karya seorang perancang hebat. Menurut Ibn
Rusyd, sebagai tokoh pemikiran ini, penyelidikan terhadap alam semesta tidak bisa
berjalan sendiri tanpa mengikuti metode penyelidikan yang digariskan Al-Quran.
Berdasarkan pengamatan terhadap alam, Ibn Rusyd mencoba membuktikan Tuhan
dengan dua penjelasan. Pertama, bahwa fasilitas, yang dibuat untuk kenyamanan dan
kebahagiaan manusia, dibuat untuk kepentingan manusia dan menjadi bukti akan
adanya rahmat Tuhan. Kedua, keserasian alam seharusnya ditimbulkan oleh sebuah
agen yang sengaja melakukannya dengan tujuan tertentu dan bukan karena
kebetulan. Dari ketiga perspektif di atas, dapat disimpulkan bahwa inti dari pendapat
para filsuf muslim klasik bahwa Tuhan adalah pencipta dari segala sesuatu yang ada
di alam nyata ini. Tuhan menjadi sebab pertama dari segala akibat yang kita lihat
saat ini.
Tuhan merupakan wajib al-wujūd atau wujud yang niscaya, artinya Allah adalah
wujud yang ada dengan sendirinya dan tidak membutuhkan sesuatu pun untuk
mengaktualkannya.

4. Teologis
Dalam perspektif teologis, masalah ketuhanan, kebenaran, dan keberagamaan
harus dicarikan penjelasannya dari sesuatu yang dianggap sakral dan dikultuskan
karena dimulai dari atas (dari Tuhan sendiri melalui wahyu-Nya). Artinya, kesadaran
tentang Tuhan, baik-buruk, cara beragama hanya bisa diterima kalau berasal dari
Tuhan sendiri. Tuhan memperkenalkan diri-Nya, konsep baik-buruk, dan cara
beragama kepada manusia melalui pelbagai pernyataan, baik yang dikenal sebagai
pernyataan umum, seperti penciptaan alam semesta, pemeliharaan alam, penciptaan
semua makhluk, maupun pernyataan khusus, seperti yang kita kenal melalui firman-
Nya dalam kitab suci, penampakan diri kepada nabi-nabi, bahkan melalui inkarnasi
menjadi manusia dalam dogma Kristen.Dapat disimpulkan bahwa pengetahuan
tentang Tuhan Tidak, pendekatan agama dari perspektif teologis tidak akan terjadi
itu dilakukan di bawah prakarsa manusia, tetapi itu terjadi berdasarkan pencerahan
dari strata atas. Tanpa inisiatif Tuhan melalui wahyu-Nya, manusia tidak bisa jadilah
dewa dan sembahlah dia.

F. Cara Meyakini dan Mengimani Tuhan


Iman kepada Allah SWT merupakan pokok dari seluruh iman yang tergabung
dalam rukun iman. Karena iman kepada Allah SWT merupakan pokok dari
keimanan yang lain, maka keimanan kepada Allah SWT harus tertanam dengan
benar kepada diri seseorang. Sebab jika iman kepada Allah SWT tidak tertanam
dengan benar, maka ketidak-benaran ini akan berlanjut kepada keimanan yang
lain, seperti iman kepada malaikat-malaikat Nya, kitab-kitab Nya, rasul-rasul
Nya, hari kiamat, serta qadha dan qadar Nya. Dan pada akhirnya akan
merusak ibadah seseorang secara keseluruhan. Di masyarakat tidak jarang kita
jumpai cara-cara beribadah seorang yang tidak sesuai dengan ajaran Islam,
padahal
orang tersebut mengaku beragama Islam. Ditinjau dari segi yang umum dan yang
khusus ada dua cara beriman kepada Allah SWT.
 Bersifat ljmali
Cara beriman kepada Allah SWT yang bersifat ijmali maksudnya adalah,
bahwa kita mempercayai Allah SWT secara umum atau secara garis besar.
 Bersifat Tafshili
Cara beriman kepada Allah SWT yang bersifat tafsili, maksudnya adalah
mempercayai Allah secara rinci. Kita wajib percaya dengan sepenuh hati
bahwa Allah SWT memiliki sifat-sifat yang berbeda dengan sifat-sifat
makhluk Nya.
1. Keyakinan dirinya kepada Tuhan
2. Ucapan yang mengikuti keyakinannya
3. Melakukan berbagai kegiatan hidup

Dalam hal iman memiliki dua aspek, yaitu keyakinan dan indikator praktis. Jika
mengacu pada penjelasan Di atas, keyakinan bisa dijelaskan sebagai alasan konsep
(dalam hal ini konsep ketuhanan) sehingga dia menjadi hukum akal budi berarti
hukum sebab dan akibat, identitas diri sendiri dan memengaruhi penilaian atas segala
hal implementasi penuh.

Indikator keyakinan yang sebenarnya dapat ditentukan dari sikap dan perilaku
manusia pemilik Keyakinan Yang harus dibuktikan dengan keadilan menjadi indikasi
praktis dari keyakinan ini. Indeks kepercayaan praktis dan terukur bisa dijadikan
tolak ukur seseorang untuk menilai orang lain, apakalh dia orang baik atau tidak
Masih
belum bagus. Indikator Iman Tersirat Nabi setidaknya ada 73 macam, dari singkirkan
yang sederhana hingga Duri di jalan umum sampai indikator abstrak seperti Cintai
Allah dan Rasul-Nya lebih dari yang lain.
BAB 3

PENUTU

A. Kesimpulan
Seperti disebutkan di atas, Tuhan dan manusia punya hubungan yang sangat dekat
atau terkait, Tuhan adalah pencipta segala sesuatu, orang-orang di dunia dan alam
yang diciptakan. Tuhan tidak mentaati siapapun, tidak ada lagi diatas Tuhan atau zat
lain yang sebanding dengannya. Manusia tidak akan mampu membangun relasi yang
harmoni dengan tuhan apabila hidupnya lebih didominasi oleh kepentingan ragawi
dan bendawi. Oleh karena itu, sisi spritualis harus memainkan peran utama dalam
kehidupan manusia sehingga mampu merasakan kehadiran tuhan dalam setiap gerak
dan sikapnya. Apabila kita mampu mengasah sprtualitasnya sehingga ia dapat
merasakan kehadiran tuhan maka ia akan dapat melihat segala sesuatu dengan visi
tuhan (ilahi). Visi ilahi inilah yang sangat dibutuhkan oleh ummat manusia sehingga
setiap tindak tanduk dan sikap perilaku manusia didasari dengan semangat kecintaan
kepada tuhan sebagai manifestasi kebenaran universal dan pengabdian serta
pelayanan kepada sesama ciptaan tuhan dengan begitu akan terciptanya dunia yang
damai.
Daftar Pustaka

Munawar, 2019. Bab 2 Bagaimana Manusia Bertuhan?, 30-57

Anda mungkin juga menyukai