A. Hadist Shahih
1. Pengertian Hadits Shahih
Shahih menurut bahasa ialah sehat, lawan dari kata saqim yang artinya sakit.
Shahih kadang diartikan benar dan baik, lawan dari kata salah dan batil. Adapun
pengertian shahih menurut istilah ahli hadits adalah:
Artinya:
"Suatu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, sempurna ingatannya,
bersambung-sambung sanadnya, tidak cacat dan tidak berlawanan dengan dalil
yang lebih tinggi".
b.
c.
d.
e.
dosa kecil. Ia juga selalu menjaga dirinya dari tingkah laku yang tidak sopan seperti
kata-kata keji, kencing di muka umum sambil berdiri dan lain sebagainya.
Perawinya harus sempurna ingatannya (dlabit), yaitu bahwa daya ingatannya
sangat tajam. Ia lebih banyak ingat daripada lupa, dan kebenarannya lebih banyak
daripada salahnya.
Rangkaian perawi/sanad tidak terputus-putus. Yaitu bahwa setiap perawi harus
saling bertemu dan menerima langsung dari gurunya yang memberikan hadits itu.
Tidak mempunyai cacat. Yaitu suatu penyakit yang samar-samar yang dapat
menodai keshahihan suatu hadits.
Tidak mempunyai kejanggalan, yaitu isi kandungan hadits tersebut tidak
bertentangan dengan dalil yang lebih kuat, yakni Al Qur'an dan hadits mutawatir.
3. Pembagian Hadits Shahih
Hadits shahih dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu hadits shahih lidzatih
(hadits shahih karena dirinya) dan hadits shahih lighairih (hadits shahih yang bukan
karena dirinya).
a. Hadits shahih li dzatih
Hadits shahih li dzatih adalah hadits yang memenuhi secara lengkap syaratsyarat hadits shahih, seperti yang sudah dikemukakan di atas. Contohnya adalah
hadits berikut ini:
( )
Artinya:
"Bukhari berkata: Abdullah bin Yusuf telah menceritakan kepada kami, lalu berkata:
Malik dari Nafi' dari Abdullah mengabarkan kepada kami bahwa Rasulullah saw.
bersabda: apabila mereka bertiga, janganlah dua orang berbisik tanpa ikut serta
orang ketiga". (HR. Bukhari)
Hadits di atas diterima oleh Bukhari dari Abdullah bin Yusuf, Abdullah bin Yusuf
menerimanya dari Malik. Malik menerimanya dari Nafi. Nafi' menerimanya dari
Abdullah, dan Abdullah itu adalah shahabat Rasulullah saw. yang mendengar beliau
bersabda, seperti hadits di atas. Semua nama-nama tersebut mulai dari Bukhari
sampai Abdullah (shahabat Nabi) adalah rawi-rawi yang adil, dlabith, dan benar
bersambung, tidak cacat, baik pada sanad, maupun pada matan. Dengan demikian
hadits di atas termasuk hadits shahih li dzatih.
b. Hadits shahih li ghairih
Hadits shahih li ghairih adalah hadits di bawah tingkatan shahih yang menjadi
hadits shahih karena diperkuat oleh hadits-hadits lain. Sekiranya hadits lain yang
memperkuat itu tidak ada, maka hadits tersebut hanya berada pada tingkatan hadits
hasan. Hadits shahih li ghairih (hadits shahih yang bukan karena dirinya sendiri, tapi
karena diperkuat oleh hadits yang lain) pada hakekatnya adalah hadits hasan li
dzatih (hadits hasan karena dirinya sendiri). Supaya lebih jelas, perhatikan hadits
berikut!
( )
Artinya:
"Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda: Sekiranya aku tidak
menyusahkan ummatku, tentu aku menyuruh mereka menyikat gigi menjelang
setiap shalat". (HR. Bukhari dan At Turmudzi)
Perlu diketahui lebih dahulu bila suatu hadits diriwayatkan oleh lima buah
sanad, maka hadits itu dihitung bukan sebagai satu hadits, tetapi lima hadits. Hadits
yang diriwayatkan oleh empat buah sanad, dihitung sebagai empat hadits bukan
satu hadits. Jadi, hadits di atas yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dengan sanad
tersendiri dan Imam At Turmudzi dengan sanad tersendiri pula, dihitung sebagai dua
hadits. Pertama adalah hadits Bukhari yang dinilai sebagai hadits shahih li dzatih;
dan kedua adalah hadits Turmudzi, yang dinilai sebagai hadits hasan li dzatih.
Hadits Turmudzi itu karena diperkuat oleh hadits Bukhari, naik tingkatannya menjadi
hadits shahih li ghairih.
a.
b.
c.
d.
e.
f. Hadits shahih yang diriwayatkan oleh seorang ulama, dengan memakai syaratsyarat yang dipakai oleh Muslim sendiri.
g. Hadits shahih yang diriwayatkan oleh seorang ulama yang terpandang (mu'tabar).
Semua ulama sepakat menerima hadits shahih mutawatir sebagai sumber
ajaran Islam atau sebagai hujjah, baik dalam bidang hukum, akhlak, maupun dalam
bidang aqidah. Siapa yang menolak hadits shahih mutawatir dipandang kafir.
Semua ulama juga sepakat menerima hadits shahih ahad sebagai sumber ajaran
Islam atau hujjah dalam bidang hukum dan moral, tetapi mereka berbeda pendapat
tentang kehujjahannya dalam bidang aqidah. Sebagian ulama menolak kehujjahan
hadits shahih ahad dalam bidang aqidah, sebagian lagi dapat menerima, tetapi tidak
mengkafirkan mereka yang menolak.
5. Martabat Hadits Shahih
Kekuatan hadits shahih itu kurang lebih mengingat sifat kedlabitan dan
keadilan rawinya. Hadits shahih yang paling tinggi derajatnya ialah hadits yang
bersanad ashahhul-asanid, kemudian berturut-turut sebagai berikut:
a. Hadits yang muttafaqun 'alaih atau muttafaqun 'alaih shihhatihi. Yaitu hadits shahih
yang telah disepakati oleh kedua imam hadits Bukhari dan Muslim tentang
sanadnya.
Al Hafidz Ibnu Hajar berpendapat bahwa kesepakatan antara kedua Imam
Bukhari dan Muslim itu maksudnya adalah persesuaian keduanya dalam mentakhrij-kan asal hadits dari shahabi, kendatipun terdapat perbedaan-perbedaan
dalam gaya bahasa (siyaqul kalam)nya. Misalnya hadits Bukhari yang bersanadkan
Isma'il, Malik, Tsaur bin Zaid, Abil Ghais, dan Abu Hurairah r.a.:
Artinya:
"Orang-orang yang memelihara janda dan orang miskin itu, bagaikan pejuang
sabilillah atau bagaikan orang yang berpuasa di siang hari dan bertahajjut di malam
hari".
Dengan hadits Muslim yang bersanadkan 'Abdullah bin Masalamah, Malik, Tsaur bin
Zaid, Abil Ghais, dan Abu Hurairah:
Artinya:
"Orang yang memelihara janda dan orang miskin itu bagaikan orang yang tiada
henti-hentinya bertahajjut di malam hari dan bagaikan orang yang berpuasa tiada
berbuka-buka".
Walaupun kedua hadits Bukhari dan Muslim tersebut mempunyai sanad dan
gaya bahasa yang berbeda, namun karena shahabat yang menjadi rawi pertama
adalah orang yang sama, tetap dikatakan muttafaqun 'alaih.
Berbeda dengan hadits Bukhari yang bersanadkan 'Abdullah bin Shalih, Yahya,
Sa'id, 'Amrah dan 'Aisyah r.a. yang mengabarkan bahwa 'Aisyah mendengar
Rasulullah saw. bersabda:
:
:
,
Artinya:
"'Aisyah berkata: Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: Jiwa-jiwa itu
merupakan kumpulan jenis, setiap jiwa saling bermesraan dengan jenis yang
dikenalinya dan saling bersengketaan dengan jenis yang tidak dikenalinya
(diingkarinya)".
:
:
:
Artinya:
"Dari Abu Hurairah r.a. berkata: Bersabda Rasulullah saw: Dua buah kenikmatan
yang sangat besar dan harus dibelinya dengan harga yang tinggi oleh kebanyakan
orang, ialah kesehatan dan kelimpahan waktu untuk taat kepada Tuhan". (HR.
Bukhari)
Walaupun Imam At Turmudzi dan Imam Ibnu Majah juga meriwayatkan hadits
tersebut dalam kitab sunannya, namun karena Imam Muslim tidak meriwayatkannya
tetap dikatakan infarada bihil Bukhari.
c. Hadits yang hanya diriwayatkan oleh Imam Muslim sendiri sedang Imam Bukhari
tidak meriwayatkannya. Para Muhadditsin menamainya dengan infarada bihi
Muslim.Misalnya hadits:
: .
:
:
( )
Artinya:
"Dari Abi Ruqayyah Tamim bin Aus Ad Dary r.a. berkata: Bahwasannya Nabi
Muhammad saw. bersabda: Agama itu nasihat. Kami bertanya: Untuk siapa? Rasul
menjawab: Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, pemimpin-pemimpin kaum muslimin
dan segenap kaum muslimin".
Para imam hadits, seperti Ahmad, Abu Dawud, At Tumudzi, An Nasa'i, Ibnu
Majah, Asy Syafi'i, dan Ibnu Khuzaimah juga meriwayatkan hadits tersebut, hanya
Imam Bukhari saja yang tidak meriwayatkannya. Karena itu, hadits tersebut masih
lazim dikatakan infarada bihi Muslim, jika dinisbatkan kepada dua imam hadits
Bukhari dan Muslim.
d. Hadits shahih yang diriwayatkan menurut syarat-syarat yang dipakai oleh Bukhari
dan Muslim, yang disebut shahihun 'ala syarthi'l Bukhari wa Muslim, sedang kedua
imam tersebut tidak meriwayatkannya.
Yang dimasud dengan istilah menurut syarat-syarat Bukhari dan Muslim ialah
bahwa rawi-rawi yang dikemukakan itu terdapat di dalam kedua kitab shahih
Bukhari dan Muslim.
Demikian
juga
halnya,
kalau
dikatakan shahihun
'ala
syarthil
Bukhari atau syarthi Muslim, artinya rawi-rawi yang menjadi sanad hadits yang ditakhrij-kan tersebut terdapat di dalam shahih Bukhari atau shahih Muslim. Para
Muhadditsin yang berpendapat demikian antara lain Ibnu Daqiqil 'Id, An Nawawi,
dan Adz Dzahabi.
Contoh hadits shahih yang menurut syarat kedua Imam Bukhari dan Muslim
adalah:
Artinya:
"Dari 'Aisyah r.a. berkata: Rasulullah saw. bersabda: Termasuk penyempurnaan
iman seorang mu'min ialah keluhuran budi pekertinya dan kelemah lembutan
terhadap keluarga". (Riwayat At Turmudzi dan Hakim dan ia berkata bahwa hadits
ini syarat Bukhari dan Muslim)
e. Hadits shahih yang menurut syarat Bukhari, sedang beliau sendiri tidak mentakhrij-kannya. Hadits yang demikian ini, disebut dengan shahihun 'ala syarthil
Bukhari.
f. Hadits yang menurut syarat Muslim, sedang Imam Muslim sendiri tidak men-takhrijkannya. Hadits yang demikian ini dikenal dengan nama shahihun 'ala syarthil
Muslim.
g. Hadits shahih yang tidak menurut salah satu syarat dari Imam Bukhari dan Muslim.
Ini berarti bahwa si pen-takhrij tidak mengambil hadits dari rawi-rawi atau guru-guru
Bukhari dan Muslim, yang telah beliau sepakati bersama atau yang masih
diperselisihkan tetapi hadits yang di-takhrij-kan tersebut dishahihkan oleh imamimam hadits yang kenamaan. Misalnya hadits-hadits shahih yang terdapat dalam
Shahih Ibnu Khuzaimah, Shahih Ibnu Hibban, dan Shahih Al Hakim.
Faedah pembagian derajat-derajat hadits tersebut adalah untuk men-tarjih-kan
bila ternyata terdapat ta'arudl (perlawanan) satu sama lain. Pen-tarjih-an di sini
maksudnya ialah pen-tarjih-an menurut globalnya (keseluruhan), bukan pen-tarjihan kesatuan hadits dengan kesatuan hadits lain. Yakni hadits yang dinilai
dengan muttafaqun 'alaih adalah lebih rajih dan mempunyai derajad yang lebih
tinggi dari infarada bihil Bukhari. Hadits yang di-takhrij-kan oleh Imam Bukhari
sendiri mempunyai derajad yang lebih tinggi daripada hadits yang hanya di-takhrijkan oleh Imam Muslim sendiri (infarada bihil Muslim) dan seterusnya menurut tertib
tersebut di atas. Yang demikian itu andai kata terdapat perlawanan satu sama lain.
Tetapi kalau dilihat dari nilai kesatuannya (satu per satunya), ada kemungkinan
kita mendapati sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, misalnya
sebuah hadits disamping diriwayatkan oleh Imam Bukhari juga diriwayatkan oleh
Imam Muslim; akan tetapi hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim mempunyai
beberapa sanad sedang yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari hanya mempunyai
satu sanad. Jadi, hadits Imam Muslim dalam perumpamaan ini, lebih rajih daripada
hadits Imam Bukhari. Demikian juga jika hadits yang diriwayatkan oleh Imam selain
Imam Bukhari dan Muslim itu mempunyai sanad yang ashahhul asanid niscaya
lebih rajih daripada hadits muttafaqun 'alaih yang tidak ashahhul asanid.
Hadits shahih yang paling tinggi tingkatannya ialah perawinya terdiri dari
Bukhari dan Muslim (muttafaqun 'alaih), kemudian hadits yang diriwayatkan oleh
Bukhari saja, oleh Muslim saja, dan sebagainya.
Kedudukan hadits shahih sungguh pun demikian tetap berada di bawah
derajad hadits mutawatir. Sebab setiap hadits mutawatir sudah pasti shahih,
sedangkan tidak setiap hadits shahih itu mutawatir.
B. Hadits Hasan
1. Pengertian Hadits Hasan
Menurut bahasa hasan artinya baik atas segala sesuatu yang diingini, yang
dirindui dan disenangi oleh keinginan hawa nafsu. Sedangkan menurut istilah hadits
hasan adalah:
Artinya:
"Hadits yang pada sanadnya tidak terdapat orang yang tertuduh berdusta, tiada
terdapat kejanggalan pada matannya dan hadits itu diriwayatkan tidak dari satu
jurusan melainkan mempunyai banyak jalan yang sepadan dengan maknanya".
Menurut definisi lain, hadits hasan ialah:
Artinya:
"Hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, kurang daya ingatannya,
bersambung sanadnya, tidak cacat, dan tidak syadz".
Dengan demikian hadits hasan dan hadits shahih hampir sama. Bedanya ialah
bahwa pada hadits hasan perawinya kurang sempurna ingatannya, sedangkan pada
hadits shahih perawinya terdiri dari orang yang kuat daya ingatannya.
2. Syarat-Syarat Hadits Hasan
Berdasarkan pengertian di atas, maka hadits hasan harus mempunyai syaratsyarat sebagai berikut:
a. Perawinya orang yang adil.
b. Perawinya agak kurang daya ingatannya.
c. Bersambung-sambung sanadnya.
lemahnya hafalan rawi (padahal rawinya dikenal jujur), dapat meningkat menjadi
hadits hasan li ghairih, bila hadits tersebut dikuatkan oleh hadits lain yang juga
diriwayatkan oleh rawi yang lemah hafalannya. Demikian pula hadits dha'if lain,
yang disebabkan oleh tidak disebutkannya rawi tingkatan shahabat Nabi atau tidak
dikenal salah seorang perawinya, dapat meningkat menjadi hadits hasan li ghairih,
bila hadits tersebut dikuatkan oleh hadits yang lain.
Tidak demikian halnya dengan hadits dla'if yang disebabkan oleh rawi yang
dikenal pendusta atau dikenal fasik. Hadits dla'if seperti itu, bila dikuatkan oleh
hadits lain yang serupa tidaklah hilang kedla'ifannya (kelemahannya), bahkan
bertambah dla'if (bertambah lemah), jadi tidak bisa meningkat menjadi hadits hasan
li ghairih.
Contoh hadits hasan li ghairih adalah:
:
( )
Artinya:
"Rasulullah saw. bersabda: Merupakan hak atas kaum muslim, mandi pada hari
jum'at". (HR. At Turmudzi).
C. Hadits Dlaif
Artinya:
"Ialah hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih dari syarat-syarat hadits shahih
atau hadits hasan".
Hadits dla'if banyak macamnya, dan mempunyai perbedaan derajad satu sama
lain, hal ini disebabkan banyak atau sedikitnya syarat-syarat hadits shahih atau
hasan yang tidak dipenuhinya. Hadits dla'if yang disebabkan karena tidak
bersambung-sambung sanadnya dan tidak adil rawinya adalah lebih dla'if dari pada
hadits dla'if yang hanya keguguran satu syarat maqbul (syarat-syarat yang diterima
untuk hadits shahih dan hasan) saja, baik pada sanadnya maupun pada rawinya.
Hadits dla'if yang keguguran tiga syarat maqbul adalah lebih dla'if daripada hadits
dla'if yang keguguran dua syarat.
Al 'Iraqi membagi hadits dla'if menjadi 42 bagian dan sebagian ulama yang lain,
membaginya menjadi 129 bagian.
2. Klasifikasi Hadits Dla'if Menurut Muhadditsin
Dari segi diterima atau tidaknya suatu hadits untuk dijadikan hujjah, hadits
ahad terbagi menjadi dua bagian, yaitu hadits maqbul dan hadits mardud. Yang
termasuk hadits maqbul yaitu hadits shahih dan hadits hasan, sedangkan yang
termasuk hadits mardud yaitu hadits dla'if dengan segala macamnya. Untuk
mengetahui syarat-syarat suatu hadits dapat diterima (maqbul), tidak dapat
dipisahkan dengan pengetahuan tentang sebab-sebab ditolaknya suatu hadits.
Para Muhadditsin mengemukakan sebab-sebab tertolaknya hadits dari dua
jurusan. Yakni dari jurusan sanad dan jurusan matan.
a. Dari jurusan sanad diperinci menjadi dua bagian
1) Terwujudnya cacat-cacat pada rawinya, baik tentang keadilannya maupun
hafalannya.
2) Ketidak bersambung-sambungnya sanad dikarenakan adanya seorang rawi atau
lebih yang digugurkan atau saling tidak bertemu satu sama lain.
a)
b)
c)
d)
Keterangan:
1) Cacat-cacat pada keadilan dan kedlabitan rawi ada 10 macam:
Dusta. Hadits dla'if yang karena rawinya dusta disebut hadits maudlu'.
Tertuduh dusta. Hadits dla'if yang karena rawinya tertuduh dusta disebut hadits
matruk.
Fasiq.
Banyak salah.
e) Lengah dalam menghafal. Hadits dla'if yang karena rawinya fasiq, banyak salah,
dan lengah disebut hadits munkar.
f) Banyak waham (purbasangka). Hadits dla'if yang karena rawinya waham disebut
hadits mu'allal.
g) Menyalahi riwayat orang kepercayaan. Kalau menyalahi riwayat orang kepercayaan
tersebut karena dengan penambahan suatu sisipan maka hadits ini disebut hadits
mudraj; Kalau menyalahi riwayat orang kepercayaan tersebut dengan memutar
balikkan, maka hadits ini disebut hadits maqlub; Kalau menyalahi riwayat orang
kepercayaan tersebut dengan menukar-bukar rawi, maka hadits ini disebut hadits
mudltharib, Kalau menyalahi riwayat orang kepercayaan tersebut dengan merubah
syakal huruf, maka hadits ini disebut hadits muharraf; dan kalau perubahan itu
tentang titik-titik kata, maka hadits ini disebut hadits mushahhaf.
h) Tidak diketahui identitasnya (jahalah). Hadits dla'if yang karena jahalah ini disebut
hadits mubham.
i) Penganut bid'ah. Hadits dla'if yang karena rawinya penganut bid'ah disebut hadits
mardud.
j) Tidak baik hafalannya. Hadits dla'if yang karena ini disebut hadits syadz dan
mukhtalith.
2) Sebab-sebab tertolaknya hadits karena sanadnya digugurkan (tidak
bersambung)
a) Kalau yang digugurkan itu sanad pertama, maka haditsnya disebut hadits mu'allaq.
b) Kalau yang digugurkan itu sanad terakhir (shahabat) disebut hadits mursal.
c) Kalau yang digugurkan itu dua orang rawi atau lebih berturut-turut, disebut hadits
mu'dlal.
d) Jika tidak berturut-turut disebut hadits munqathi'.
b. Dari jurusan matan
Hadits dla'if yang disebabkan suatu sifat yang terdapat pada matan ialah hadits
mauquf dan hadits maqthu'.
1) Hadits mauquf
Al mauquf berasal dari kata waqf yang berarti berhenti. Seakan-akan perawi
menghentikan sebuah hadits. Hadits mauquf menurut istilah ialah:
Artinya:
"Segala yang disandarkan kepada shahabat r.a. baik perkataan, perbuatan, atau
taqrir, baik bersambung-sambung sanadnya, maupun yang terputus-putus".
Hadits mauquf tidak dapat dijadikan hujjah, kecuali yang dihukumi marfu'.
Karena itulah ia dihukumi dla'if, meskipun sanadnya shahih. Di antara contohnya
ialah:
a) Perkataan Ibnu Mas'ud
( )
Artinya:
"Qalbu-qalbu itu tempat menyimpan, karena itu penuhilah dia dengan Al Qur'an, dan
janganlah kamu memenuhinya dengan selain Al Qur'an". (HR. Al Khathib)
b) Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Ibnu Hibban, katanya:
Artinya:
"Hendaklah kamu menjadi orang-orang yang rabbani, dapat menahan marah, faqih
lagi 'alim".
2) Hadits maqthu'
Al Maqthu' menurut bahasa berarti yang diputuskan atau yang terputus.
Sedangkan menurut istilah hadits maqthu' yaitu:
Artinya:
"Segala yang disandarkan kepada tabi'in baik perkataan maupun perbuatannya".
Karena hadits mauquf saja tidak dapat dijadikan hujjah, apalagi hadits maqthu',
tentu lebih tidak dapat dijadikan hujjah. Karena itulah ia dihukumi dla'if, meskipun
sanadnya shahih. Az Zarkasyi menegaskan, bahwa "perkataan tabi'i bukan sekalikali hadits".
Di antara contoh hadits maqthu' ialah:
a) Perkataan Ad Dlahhak Ibnu Muzahim
( )
Artinya:
Akan datang pada manusia suatu masa yang di dalamnya hadits-hadits begitu
banyak, sehingga tinggallah mushhaf dengan debunya tidak pernah dilihat". (HR.
Ibnu 'Abdil Bar)
b) Perkataan Ibnu Syihab Az Zuhry
( )
Artinya:
"Kalau sekiranya tidak ada hadits-hadits yang datang dari timur yang kami ingkari,
yang tidak kami kenal, tentulah kami tidak menulis hadits dan tidak mengizinkan
orang menulisnya". (HR. Al Khathib)
Artinya:
"Hadits yang tercipta serta dibuat oleh seseorang (pendusta) yang ciptaan itu
dibangsakan kepada Rasulullah saw. secara palsu dan dusta, baik hal itu disengaja
atau tidak".
Yang dikatakan dengan rawi yang berdusta kepada Rasulullah saw. ialah
mereka yang pernah berdusta dalam membuat hadits, walaupun hanya sekali dalam
seumur hidupnya. Hadits yang mereka riwayatkan tidak dapat diterima meskipun
mereka telah bertaubat. Lain halnya dengan periwayatan orang yang pernah
bersaksi palsu, jika mereka telah bertaubat dengan sungguh-sungguh maka
riwayatnya dapat diterima.
b. Ciri-ciri hadits maudlu'
Sebagaimana para ulama menciptakan kaidah-kaidah dan ketentuan-ketentuan
untuk mengetahui shahih, hasan, atau dla'ifnya suatu hadits, mereka juga
menentukan ciri-ciri untuk mengetahui ke-maudlu'-an suatu hadits. Mereka
menentukan ciri-ciri yang terdapat pada sanad dan ciri-ciri yang terdapat pada
matan hadits.
1) Ciri-ciri yang terdapat pada sanad
a) Pengakuan dari si pembuat sendiri, seperti pengakuan seorang guru tasawuf ketika
ditanya oleh Ibnu Ismail tentang keutamaan ayat-ayat Al Qur'an serenta menjawab:
Artinya:
"Tidak seorang pun yang meriwayatkan hadits kepadaku. Akan tetapi serenta kami
melihat manusia-manusia sama membenci Al Qur'an, kami ciptakan untuk mereka
hadits ini (tentang keutamaan ayat-ayat Al Qur'an), agar mereka menaruh perhatian
untuk mencintai Al Qur'an".
Pengakuan seorang rawi, menurut Ibnu Daqiqil 'Id, belum dapat dipastikan memaudlu'-kan suatu hadits, karena mungkin saja si rawi itu berbohong dalam
pengakuannya.
Artinya:
"Tidak sah perlombaan itu selain mengadu anak panah, mangadu onta, mangadu
kuda, atau mengadu burung".
Perkataan
(mengadu burung) adalah perkataan Ghiyats sendiri, dengan
spontan ia tambahkan di akhir hadits yang ia ucapkan, dengan maksud untuk
membesarkan hati atau setidak-tidaknya membenarkan tindakan Al Mahdi yang
sedang melombakan burung. Tingkah laku Ghiyats semacam itu menjadi qarinah
untuk menetapkan ke-maudlu'-an suatu hadits.
2) Ciri-ciri yang terdapat pada matan
Ciri-ciri yang terdapat pada matan dapat ditinjau dari segi makna dan dari segi
lafadznya. Dari segi maknanya, maka makna hadits itu bertentangan dengan Al
Qur'an, hadits mutawatir, ijma', dan bertentangan dengan logika yang sehat.
a) Contoh hadits maudlu' yang maknanya bertentangan dengan Al Qur'an
Artinya:
"Anak zina itu tidak dapat masuk surga sampai tujuh turunan".
Artinya:
"Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain".
Artinya:
"Umur dunia itu 7000 tahun dan sekarang datang pada ribuan yang ke-7."
Hadits di atas adalah sedusta-dustanya hadits. Sebab andaikata hadits itu benar,
niscaya orang sekarang ini tinggal beberapa puluh tahun saja. Padahal Allah telah
menjelaskan bahwa hanya beliau sendiri yang mengetahui kapan datangnya hari
qiyamat itu. Allah berfirman:
,
(187 : )
Artinya:
"Mereka menanyakan kepadamu tentang hari qiyamat: bilakah terjadinya?
Sesungguhnya pengetahuan tentang hari qiyamat itu adalah pada sisi Tuhanku,
tidak seorang pun yang dapat menjelaskan kedatangannya sampai hari qiyamat
selain dari Dia". (Q.S. Al A'raf: 187)
b) Contoh hadits maudlu' yang bertentangan dengan hadits mutawatir ialah hadits
yang memuji orang-orang yang memakai nama Muhammad atau Ahmad.
( )
Artinya:
"Bahwa setiap orang dinamakan dengan nama-nama (Muhammad dan Ahmad) ini,
tidak akan dimasukkan di neraka".
,
:
,
,
Artinya:
"Bahwa Rasulullah saw. memegang tangan Ali bin Abi Thalib r.a. dihadapan para
shahabat seluruhnya yang baru kembali dari haji Wada'. Kemudian Rasulullah
membangkitkan Ali, sehingga para shahabat mengetahui semuanya. Lalu beliau
bersabda: Ini adalah wasiatku (orang yang saya beri wasiat) dan saudaraku, serta
khalifah setelah saya mati. Oleh karena itu, dengarlah dan taatilah".
Hadits di atas adalah maudlu', karena bertentangan dengan ijma' seluruh ummat,
bahwa Rasulullah saw. tidak menetapkan (menunjuk) seorang pengganti sesudah
beliau meninggal dunia.
Dari segi lafadznya, yaitu bila susunan kalimatnya tidak baik serta tidak fasih.
Termasuk dalam hal ini ialah susunan kalimat yang sederhana, tetapi isinya
berlebih-lebihan. Kalau ketidak fasihan itu hanya terletak pada redaksinya saja
sedang isinya tidak kacau, menurut pendapat Ibnu Hajar tidak dapat dipastikan
sebagai hadits maudlu', sebab ada kemungkinan bahwa rawi hanya meriwayatkan
maknanya saja, sedang redaksinya yang ia susun sendiri kurang fasih.
Contoh hadits maudlu' dari segi lafadznya, yaitu hadits yang berisikan pahala
yang sangat besar bagi amal perbuatan yang sedikit (kecil):
Artinya:
"Sesuap makanan di perut si lapar labih baik daripada membangun seribu masjid
Jami'".
Artinya:
"Barangsiapa mengucapkan tahlil (la ila ha illallah) maka Allah menciptakan dari
kalimat itu seekor burung yang mempunyai 70.000 lisan dan setiap lisan
mempunyai 70.000 bahasa yang dapat memintakan ampun kepadanya".
Perkataan di atas, sesungguhnya adalah perkataan Malik bin Dinar, tetapi oleh
pembuat hadits maudlu' dibangsakan (didakwakan) kepada Nabi Muhammad saw.
d. Motif-motif yang mendorong untuk membuat hadits maudlu'
Motif-motif yang mendorong mereka membuat hadits maudlu' dan lingkungan
yang menyebabkan tumbuhnya, antara lain:
1) Mempertahankan ideologi partainya (golongannya) sendiri dan menyerang
partai lawannya.
Pertentangan politik kekhilafahan yang timbul sejak akhir kekhilafahan 'Utsman
dan awal pemerintahan Ali merupakan penyebab langsung munculnya hadits-hadits
maudlu'. Pada waktu itu timbul partai Syi'ah dan golongan Mu'awiyah. Setelah
Perang Shiffin selesai, timbul pula golongan Khawarij. Di antara golongan-golongan
tersebut, golongan Syi'ah Rafidlahlah yang paling banyak membuat hadits maudlu'.
Imam Syafi'i berkata: "saya tidak melihat suatu kaum yang lebih berani berdusta
selain kaum Rafidlah". Mereka membuat hadits maudlu' tentang keutamaan Ali dan
Alil bait (keluarga-keluarganya).
Tentang keutamaan Fatimah, mereka menciptakan hadits:
Artinya:
"Ketika Nabi Muhammad saw. diisra'kan, Jibril datang memberikan buah Saparjalah
(semacam Apel) dari surga lalu dimakannya. Kemudian Sayyidah Khadijah
menghubungkan buah tersebut dengan Fatimah. Karena itu apabila Rasulullah saw.
rindu bau-bauan surga beliau lalu mencium Fatimah".
Artinya:
"Apabila kamu melihat Mu'awiyah di atas mimbarku, bunuhlah".
diciptakan oleh golongan yang membenarkan kekhilafahan Abu Bakar, Umar dan
'Utsman.
,
,
,
Artinya:
"Di surga tidak ada satu pohon pun, selain pohon yang daunnya ditulis dengan
kalimat la ilaha illallahu Muhammadur Rasulullah, Abu Bakar Ash Shiddiq, 'Umar Al
Faruq, dan 'Utsman Dzunnurain".
Artinya:
"Bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda kepada Al 'Abbas: Bila telah tiba tahun 135
H, maka tahun itu adalah untukmu dan anak-anakmu, yakni Abul 'Abbas As Safah,
An Manshur, dan Al Mahdi".
Artinya:
"Bahwa hadits-hadits ini adalah suatu agama. Oleh karena itu telitilah dari siapa
kamu mengambil pelajaran agama! Kamu sendiri bila menghendaki sesuatu hal, hal
itu kami rubah (sedemikian rupa) menjadi suatu hadits".
2) Untuk merusak dan mengeruhkan agama Islam.
Hal ini sebagaimana yang telah dilakukan oleh orang-orang Zindiq. Mereka itu
adalah orang-orang yang dongkol hatinya melihat kepesatan tersiarnya agama
Islam dan kejayaan pemerintahannya. Mereka sakit hati melihat orang berbondongbondong masuk agama Islam. Hal ini terjadi karena Islam menjamin kemerdekaan
berpikir memberikan kemuliaan pribadi dan kebenaran aqidahnya. Dengan maksud
mengeruhkan dan merusak agama Islam, mereka membuat beribu-ribu hadits
maudlu' dalam bidang aqidah, akhlak, pengobatan dan hukum tentang halal
haramnya suatu perbuatan.
Artinya:
"Tuhan kami turun dari langit pada sore hari di 'Arafah dengan kendaraan unta
kelabu, sambil berjabatan tangan dengan orang-orang yang berkendaraan dan
memeluk orang-orang yang berjalan".
Dan hadits maudlu':
Artinya:
"Aku telah melihat Tuhanku tanpa hijab antara aku dan Dia. Karena itu kulihat
segala sesuatu hingga kulihat sebuah mahkota yang terhias dari mutiara".
Tokoh-tokoh mereka yang terkenal dalam membuat hadits maudlu' adalah:
a) Abdul Karim bin Abil-Auja', yang akhirnya dibunuh oleh Muhammad bin Sulaiman,
Walikota Basrah. Ketika ia dikerek di tiang gantungan untuk dipenggal kepalanya,
mengaku telah membuat hadits maudlu' sebanyak 4000 hadits.
b) Bayan bin Sam'an Al Mahdi, yang mati dibunuh oleh Khalid bin Abdillah.
c) Muhammad bin Sa'id Al Mashlub yang akhirnya dibunuh oleh Abu Ja'far Al Mansyur.
Khalifah yang mempunyai perhatian serius untuk memberantas gerakan Zindiq
ialah Khalifah Al Mahdi. Beliau mengadakan biro khusus untuk mengikis faham
Zindiqiyah.
3) Fanatik kebangsaan, kesukuan, kedaerahan, kebahasaan, dan kultus individu
terhadap imam mereka
Mereka yang ta'ashshub (fanatik) kepada bangsa dan bahasa Persi
mengutarakan hadits maudlu':
Artinya:
"Sungguh Allah itu apabila marah menurunkan wahyu dengan bahasa Arab dan bila
rela menurunkan wahyu dengan bahasa Persi".
Kemudian mereka
menandinginya:
yang
merasa
tersinggung
membuat
hadits
untuk
Artinya:
"Sungguh Allah itu apabila marah menurunkan wahyu dengan bahasa Persi dan bila
rela menurunkan wahyu dengan bahasa Arab".
Mereka yang mendewa-dewakan Abu Hanifah membuat hadits maudlu':
Artinya:
"(Rasulullah saw. bersabda): Nanti bakal lahir seorang laki-laki dalam ummatku
yang bernama Abu Hanifah An Nu'man sebagai pelita ummatku".
Artinya:
"(Rasulullah saw. bersabda): Nanti bakal lahir seorang laki-laki dalam ummatku
yang bernama Muhammad bin Idris yang paling menggentarkan ummatku daripada
iblis".
Artinya:
"Di dalam surga itu terdapat bidadari-bidadari yang berbau harum semerbak, masa
tuanya berjuta-juta tahun dan Allah menempatkan mereka di suatu istana yang
terbuat dari mutiara putih. Pada istana itu terdapat 70.000 paviliun yang setiap
paviliun mempunyai 70.000 kubah. Yang demikian itu tetap berjalan sampai 70.000
tahun tidak bergeser sedikitpun".
Artinya:
"Barangsiapa mengangkan kedua tangannya di dalam shalat maka tidak sah
shalatnya".
:
,
Artinya:
"Setiap yang ada di langit, di bumi, dan di antara keduanya adalah makhluk, kecuali
Allah dan Al Qur'an. Nanti bakal datang kaum-kaum dari ummatku yang
mengatakan bahwa Al Qur'an itu makhluk (baharu). Oleh sebab itu, barangsiapa
mengatakan demikian, sungguh kafir terhadap Allah Yang Maha Besar, dan
tertalaklah istrinya sejak saat itu".
a)
b)
c)
d)
kepada Allah. Mereka mengambil hadits dari seorang rawi, bukan karena takut
kepada rawi tersebut atau karena belas kasihan.
Untuk kepentingan itu, mereka membuat ketentuan-ketentuan untuk
menetapkan sifat-sifat rawi yang dapat dan tidak dapat diambil, ditulis atau
diriwayatkan haditsnya.
Para rawi yang tidak boleh diambil haditsnya ialah:
Orang yang mendustakan Rasulullah saw.
Orang yang berdusta dalam pembicaraan umum, walaupun tidak berdusta kepada
Rasulullah saw.
Ahli bid'ah.
Orang Zindiq, fasiq, pelupa dan orang yang tidak mengerti apa yang diceritakannya.
sebagai hujjah (dasar, dalil, alasan) dalam menetapkan akidah dan hukum. Para
ulama memang berbeda pendapat tentang boleh tidaknya memakai hadits dla'if
tertentu, yang menjelaskan tentang berbagai keutamaan yang terkandung dalam
suatu amal yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Sebagian ulama
membolehkan karena memandang bahwa hadits tersebut dapat mendorong orang
untuk lebih giat mewujudkan amal yang diperintahkan itu. Tapi sebagian lagi tidak
membolehkan memakai hadits dla'if manapun, karena khawatir bahwa orang
banyak akan memandang hadits dla'if yang dipakai itu sebagai hadits Rasulullah.
Padahal hadits tersebut harus dipandang bukan sebagai hadits beliau.
Jadi, hadits dla'if seperti halnya dengan pembicaraan manusia lainnya yang
bukan Rasulullah, tidak mempunyai kedudukan sebagai sumber pokok ajaran Islam
dalam semua aspeknya.
Posting LamaBeranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)
MENGENAI SAYA
2015 (1
2)
o
Juni (12)
PEMBAGIAN
HADITS DARI
SEGI
DITERIMA
(MAQBUL)
DAN D...
Macam - Macam
Fungsi Bahasa
Biografi Khalifah
Abu ja' Far ar
rasyid
KTSP
Puisi
Macam - Macam
Jenis Penjelajah
Internet
Pengertian Drama,
Fungsi Drama,
Karakteristik
Dram...
Puisi
Pembagian Hadits
Ditinjau Dari
Segi Bilangan
Para ...
Pengaruh
Globalisasi
Terhadap
Kebudayaan
Indonesia...
Template Picture Window. Gambar template oleh lobaaaato. Diberdayakan oleh Blogger.