Latar Belakang
Hadits, oleh umat islam diyakini sebagai sumber pokok ajaran islam sesudah Al-Qur’an. Dalam tataran
aplikasinya, hadits dapat dijadikan hujjah keagamaan dalam kehidupan dan menempati posisi yang sangat penting
dalam kajian keislaman. Secara struktural hadits merupakan sumber ajaran islam setelah Al-Qur’an yang bersifat
global. Artinya, jika kita tidak menemukan penjelasan tentang berbagai problematika kehidupan di dalam Al-
Qur’an, maka kita harus dan wajib merujuk pada hadits. Oleh karena itu, hadits merupakan hal terpenting dan
memiliki kewenangan dalam menetapkan suatu hukum yang tidak termaktub dalam Al-Qur’an.
Ditinjau dari segi kualitasnya, hadits terbagi menjadi dua yaitu, hadits Maqbul (hadits yang dapat diterima sebagai
dalil) dan haditst Mardud (hadits yang tertolak sebagai dalil). Hadits Maqbul terbagi menjadi dua yaitu hadits
Shahih dan Hasan, sedangkan yang termasuk dalam hadits Mardud salah satunya adalah hadits Dha’if. Semuanya
memiliki ciri dan kriteria yang berbeda.
Kualitas keshahihan suatu hadits merupakan hal yang sangat penting, terutama hadits-hadits yang bertentangan
dengan hadits, atau dalil lain yang lebih kuat. Dalam hal ini, maka kajian makalah ini diperlukan untuk mengetahui
apakah suatu hadits dapat dijadikan hujjah syar’iyyah atau tidak.
2. Perumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut;
1. Apa pengertian hadits Shahih, Hasan dan Dhoif?
2. Apa syarat-syarat hadits Shahih?
3. Apa penyebab hadits dhoif Serta macam-macamnya?
4. Bagaimana tingkatan-tingkatan shahih?
C. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini yaitu sebagai sarana untuk menambah ilmu pengetahuan yang telah kita miliki
terutama tentang ilmu hadits mengenai Hadits Shahih, Hasan dan Dhoif.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Hadits Shahih
a) Pengertian Hadits Shahih
Shahih merupakan kalimat musytaq dari kalimat shahha – yashihhu – suhhan wa sihhatan artiya sembuh, sehat,
selamat dari cacat, benar. Sedangkan secara istilah yaitu :
3. Tidak syadz karena tidak ada pertentangan dengan hadits yang lebih kuat serta tidak cacat.
هو ماكان رواته متأخراعن درجة الحا فظ الضا بط مع كونه مشهورا بالصدق حتى يكون حديثه حسنا ثم
وجد فيه من طريق اخر مساو لطريقه أوارجح ما يجبر ذالك القصورالواقع فيه
“Yaitu hadits shahih karena adanya syahid atau mutabi’. Hadits ini semula merupakan hadits hasan, karena adanya
mutabi’ dan syahid, maka kedudukannya berubah menjadi shahih li-Ghairihi.”
d) Kehujahan Hadits Shahih
Hadits yang telah memenuhi persyaratan hadits shahih wajib diamalkan sebagai hujah atau dalil syara’ sesuai ijma’ para
uluma hadits dan sebagian ulama ushul dan fikih. Kesepakatan ini terjadi dalam soal-soal yang berkaitan dengan penetapan
halal atau haramnya sesuatu, tidak dalam hal-hal yang berhubungan dengan aqidah.
Sebagian besar ulama menetapkan dengan dalil-dalil qat’i, yaitu al-Quran dan hadits mutawatir. oleh karena itu, hadits ahad
tidak dapat dijadikan hujjah untuk menetapkan persoalan-persoalan yang berhubungan dengan aqidah.
Dari segi persyaratan shahih yang terpenuhi dapat dibagi menjadi tujuh tingkatan, yang secara berurutan sebagai berikut:
1) Hadits yang disepakati oleh bukhari dan muslim (muttafaq ‘alaih),
2) Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori saja,
3) Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim saja,
4) Hadits yang diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan AL-Bukhari dan Muslim,
5) Hadits yang diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan Al-Bukhari saja,
6) Hadits yang diriwayatkan orang lain memenuhi persyaratan Muslim saja,
7) Hadits yang dinilai shahih menurut ulama hadits selain Al-Bukhari dan Muslim dan tidak mengikuti persyratan keduanya,
seperti Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan lain-lain.
Kitab-kitab hadits yang menghimpun hadits shahih secara berurutan sebagai berikut:
2. Hadits Hasan
ض ْبطُهُ عَنْ ِم ْثلِ ِه إِلَى ُم ْنتَ َهاهُ ِمنْ َغ ْي ِر ش ُُذ ْو ٍذ َوالَ ِعلَّ ٍة ْ سنَ ُدهُ ِبنَ ْق ِل ا ْل َعد َِل الَّ ِذ
َ َّي َخف َ َّ“ َما اِت.
َ ص َل
“Apa yang sanadnya bersambung dengan periwayatan yang adil, hafalannya yang kurang dari awal sampai akhir sanad
dengan tidak syad dan tidak pula cacat”
Pada dasarnya, hadits hasan dengan hadits shahih tidak ada perbedaan, kecuali hanya dibidang hafalannya. Pada hadits
hasan, hafalan perawinya ada yang kurang meskipun sedikit. Adapun untuk syarat-syarat lainnya, antara hadits hasan dengan
hadits shahih adalah sama.
“Telah menceritakan kepada kamu qutaibah, telah menceritakan kepada kamu ja’far bin sulaiman, dari abu imron al-jauni
dari abu bakar bin abi musa al-Asy’ari ia berkata: aku mendengar ayahku berkata ketika musuh datang : Rasulullah Saw
bersabda : sesungguhnya pintu-pintu syurga dibawah bayangan pedang…” (HR. At-Tirmidzi, Bab Abwabu Fadhailil
jihadi).
b) Klasifikasi Hadits Hasan
ويكون, كثير الخطاء والظهر منه سبب مفسق.مااليخلوإسناده من مستور لم تتحقق أهليته وليس مغفال
متن الحديث معروفا برويتة مثله أو نحوه من وجه آخر
Yaitu hadits hasan yang sanadnya tidak sepi dari seorang mastur (tak nyata keahliannya), bukan pelupa yang banyak
salahnya, tidak tampak adanya sebab yang menjadikan fasik dan matan haditsnya adalah baik berdasarkan periwayatan
yang semisal dan semakna dari sesuatu segi yang lain.
Haditst hasan li-Ghairihi pada dasarnya adalah hadits dha’if. Kemudian ada petunjuk lain yang menolongnya, sehingga ia
meningkat menjadi hadits hasan. Jadi, sekiranya tidak ada yang menolong, maka hadits tersebut akan tetap berkualitas
dha’if.
3. Hadits Dhoif
Apa yang diriwayatkan oleh tirmidzi dari jalur hakim al-atsrami “dari abi tamimah al-Hujaimi dari abi hurairah dari nabi
saw ia berkata : barang siapa yang menggauli wanita haid atau seorang perempuan pada duburnya atau seperti ini maka
sungguh ia telah mengingkari dari apa yang telah diturunkan kepada nabi Muhammad saw”
Berkata Imam Tirmidzi setelah mengeluarkan (takhrij) hadits ini : “ kami tidak mengetahui hadits ini kecuali hadits dari jalur
hakim al-atsrami, kemudian hadits ini didhoifkan oleh Muhammad dari segi sanad karena didalam sanadnya terdapat hakim
al-atsrami sebab didhaifkan pula oleh para ulama hadits”
Berkarta ibnu hajar mengenai hadits ini didalam kitab “Taqribut Tahdzib” : Hakim al-Atsromi pada rawi tersebut adalah
seorang yang bermuka dua.
Adapun penyebab kedhoifannya karena beberapa hal:
1) Sebab Terputusnya sanad, akan terputus sanad pun terbagi atas 2 bagian yang perama adalah terputus secara dzhohir
(nyata) :
(a) Mu’allaq adalah apa yang dibuang dari permulaan sanad baik satu rawi atau lebih secara berurutan.
(b) Mursal adalah apa yang terputus dari akhir sanadnya yaitu orang sesudah tabi’in (Sahabat).
(c) Mughdhal adalah apa yang terputus dari sanadnya 2 atau lebih secara berurutan.
(d) Munqoti’ adalah apa yang sanadnya tidak tersambung.
Hadits yang rawinya digugurkan seorang atau lebih dari awal sanadnya secara berturut-turut.
(c) Hadits Mursal
Hadits yang gugur sanadnya setelah tabi’in. Yang dimaksud dengan gugur di sini, ialah nama sanad terakhir tidak
disebutkan. Padahal sahabat adalah orang yang pertama menerima hadits dari Rasul saw.