Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kaum Muslimin sepakat bahwa hadits merupakan sumber ajaran Islam


kedua setelah al-Qur’an. Banyak kita jumpai ayat Al–Qur’an dan hadits yang
memberikan pengertian bahwa hadits merupakan sumber hukum Islam selain Al–
Qur’an. Keduanya, al-Qur’an dan hadits merupakan dua sumber hukum pokok
syariat Islam yang tetap, dan orang Islam tidak akan mungkin, bisa memahami
syariat Islam secara mendalam dan lengkap tanpa kembali kepada kedua sumber
Islam tersebut. Seorang mujtahid dan seorang ulama pun tidak diperbolehkan
hanya mencukupkan diri dengan mengambil salah satu dari keduanya. Hadits itu
sendiri secara istilah adalah segala peristiwa yang disandarkan kepada Nabi
Muhammad SAW, baik perkataan, perbuatan dan apa yang didiamkan nabi.
Untuk Al-Qur’an semua periwayatannya berlangsung secara
mutawatir.Sedangkan periwayatan hadits sebagian berlangsung secara mutawatir
dan sebagian lagi berlangsung secara ahad.Dari sinilah muncul berbagai
persoalan, karena sebagian orang berusaha memanfaatkan hadits untuk
kepentingan diri sendiri.Mereka sengaja mengatasnamakan Rasulullah untuk
meraih keuntungan dengan membuat hadits palsu atau mawḍū.

Hadits maudhu’ adalah sesuatu yang disandarkan kepada Nabi


Muhammad SAW baik perbuatan, perkataan, taqrir, dan sifat beliau secara
dusta.Lebih tepat lagi ulama hadits mendefinisikannya sebagai apa-apa yang tidak
pernah keluar dari Nabi SAW baik dalam bentuk perkataan, perbuatan atau taqrir,
tetapi disandarkan kepada beliau secara sengaja.Hadits maudhu’ ini yang paling
buruk dan jelek diantara haditshadits dhaif lainnya. Ia menjadi bagian tersendiri
diantara pembagian hadits oleh para ulama yang terdiri dari: shahih, hasan, dhaif
dan maudhu’. Maka maudhu’ menjadi satu bagian tersendiri.Menamakan hadits
maudhu -yang di negara kita dikenal hadits palsu dengan sebutan hadits tidak
menjadi masalah, dengan sebuah catatan. Di antaranya, ketika menyampaikan

1
hadits tersebut harus diumumkan bahwa ia adalah hadits palsu. Oleh sebab
itu, berdasar istilah yang benar, hadits maudhu’ tidak boleh dikategorikan sebagai
hadits walaupun disandarkan kepada hadits dhaif

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang diatas dapat disimpulkan masalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian Hadits Mawdhu’ ?
2. Apa saja kriteria Hadits Mawdhu’ ?
3. Apa saja macam-macam Hadits Mawdhu’ ?
4. Sebutkan kehujjatan Hadits Mawdhu’ ?
5. Sebutkan factor-faktor munculnya Hadits Mawdhu’ ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian Hadits Mawdhu’ ?
2. Untuk mengetahui kriteria Hadits Mawdhu’ ?
3. Untuk mengetahui macam-macam Hadits Mawdhu’ ?
4. Untuk mengetahui kehujjatan Hadits Mawdhu’ ?
5. Untuk mengetahui faktor-faktor munculnya Hadits Mawdhu’ ?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hadits Mawdhu’

Al-mawdhu adalah isim maf’ul dari wa-dha-a’, ya-dha-u’, wadh-‘an, yang


mempunyai arti al-isqath (meletakkan atau menyimpan; al-iftira’ wa al-ikhtilaq
(mengada- ada atau membuat- buat; dan al-tarku (ditinggal).
Hadits mawḍū’ berasal dari dua suku kata bahasa Arab yaitu alHadith dan
al-Mawḍū’. al-Hadith dari segi bahasa mempunyai beberapa pengertian seperti
baru (al-jadīd) dan cerita (al-khabar). Kata al-Maudhu’, dari sudut bahasa berasal
dari kata waḍa’a -yaḍa’u – waḍ’an wa mawḍū’an yang memiliki beberapa arti
antara lain telah menggugurkan, menghinakan, mengurangkan, melahirkan,
merendahkan, membuat, menanggalkan, menurunkan dan lain-lainnya. Arti yang
paling tepat disandarkan pada kata al-Maudhu’ supaya menghasilkan makna yang
dikehendaki yaitu telah membuat.Oleh karena itu maudhu’ (di atas timbangan
isim maf’ul benda yang dikenai perbuatan) mempunyai arti yang dibuat.
Sedangkan pengertian hadis mawdhu’ menurut istilah adalah:
“Hadits yang disandarkan kepada Rasulullah SAW secara dibuat buat dan dusta,
padahal beliau tidak mengatakan, berbuat ataupun menetapkan”
Jadi hadits mawdhu’ itu adalah bukan hadits yang bersumber dari rasul
atau dengan kata lain bukan hadits rasul, akan tetapi suatu perkataan atau
perbuatan seseorang atau pihak- pihaktertentu dengan suatu alasan kemudian
dinisbatkan kepada rasul1.

2.2 Kriteria Hadits Mawdhu’


1. Kriteria Sanad
a. Pengakuan periwayatan hadits
b. Bertentangan dengan realita historis periwayatan

1
Syahudi Ismail, Hadist Nabi Menurut Pembela Pengingkar dan Pemalsunya, (Jakarta :
Gema Insani Press, 1995),hlm.47.

3
c. Periwayat pendusta, dan
d. Keadaan periwayat dan dorongan psikologinya
Ciri yang berkaitan dengan rawi /sanad:

1) Periwayatnya dikenal sebagai pendusta, dan tidak ada jalur lain yang
periwayatnya tsiqoh meriwayatkan hadist itu. Misalnya, Ketika saad ibn Dharif
mendapati anaknya pulang sekolah sedang menangis dan mengatakan bahwa
dia dipukul gurunya, maka Saad ibn Dharif berkata : Bahwa Nabi saw bersabda:
"Guru anak kecil itu adalah yang paling jahat diantara kamu, mereka paling
sedikit kasih sayangnya kepada anak yatim dan paling kasar terhadap orang
miskin."

Al Hafdz Ibnu Hibban mengatakan: bahwa Saad ibn Dharif adalah seorang
pendusta/ pemalsu hadits. ( Mustahafa Zahri, Kunci memahami Musthalahul
Hadits : 101)

2) Periwayatnya mengakui sendiri membuat hadist tersebut. Maisarah ibn


Abdirrabih al Farisi mengaku bahwa dia telah membuat hadis maudhu tentang
keutamaan Al qur’an.., dan ia juga mengaku membuat hadis maudhu tentang
keutamman Ali ibn Abi Tahalib sebanyak 70 buah hadis. (Musthafa Zahri, :
100)2.

3) Ditemukan indikasi yang semakna dengan pengakuan orang yang


memalsukan hadist, seperti seorang periwayat yang mengaku meriwayatkan
hadist dari seorang guru yang tidak pernah bertemu dengannya. Karena
menurut kenyataan sejarah guru tersebut dinyatakannya wafat sebelum ia sendiri
lahir. Misalnya, Ma’mun ibn Ahmad al Harawi mengaku mendengar hadis dari
Hisyam ibn Hammar. Al hafiz ibn Hibban menanyakan kapan Ma’mun datang ke
Syam? Ma’mun menjawab: tahun 250. Maka ibnu Hibban mengatakan bahwa
Hisyam ibn Ammar wafat tahun 254. Ma’mun menjawab bahwa itu Hisyam ibn
Ammar yang lain.( Musthafa Zahri, : 100).
2
Rabiatul Aslamiah, “Hadist Maudhu dan Akibatnya”.Vol.04, No.07 Januari-Juni 2016,
hlm.24.

4
2. Kriteria Matan
a. Buruk redaksinya; seperti tidak menyerupai perkataan Nabidan sahabat
b. Kerus
c. akan maknanya yang disebabkan bertentangan dengan dalil- dalil syar’i
dan kaidah hukum dan akhlak, bertentangan dengan realita, bertentangan
dengan akal pikiran, dan adanya bukti yang sah tentang kepalsuannya.
Ciri-ciri yang berkaitan dengan Matan
Kepalsuan suatu hadis dapat dilihat juga pada matan, berikut ciri-cirinya:
1) Kerancuan redaksi atau Kerusakan
maknanya.
2) Berkaitan dengan kerusakan ma.na tersebut, Ibnu Jauzi berkata: Saya sungguh
malu dengan adanya pemalsuan hadis. Dari sejumlah hadis palsu, ada yang
mengatakan: “ Siapa yang salat, ia mendapatkan 70 buah gedung, pada setiap
gedung ada 70.000 kamar, pada setiap kamar ada 70 000 tempat tidur, pada setiap
tempat tidur ada 70 000 bidadari. Perkataaan ini adalah rekayasa yang tak terpuji.
3) Setelah diadakan penelitian terhadap suatu hadis ternyata menurut ahli
hadis tidak terdapat dalam hafalan para rawi dan tidak terdapat dalam kitab-kitab
hadis.

Misalnya perkataan yang berbunyi: “Sesungguhnya Allah telah mengambil Janji


kepada setiap orang mukmin untuk membenci kepada setiap munafik, dan kepada
setiap munafik untuk membenci kepada setiap mukmin”

4) Perkataan yang tidak diketahui sumbernya

Hadisnya menyalahi ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan, seperti


ketentuan akal, tidak dapat ditakwil, ditolak oleh perasaan, kejadian empiris dan
fakta sejarah3.

Misalnya perkataan yang berbunyi:“Jika seseorang bersin ketika membacakan


suatu hadis, maka itu menandakan bahwa pembicaraanya benar”

Ibid,hlm.27.
3

5
5) Hadisnya bertentangan dengn petunjuk

Hadis tersebut bertentangan dengan ayat Al-Quran al-An’am 164:

‫س إِاَّل َعلَ ْي َها ۚ َواَل تَ ِز ُر َوا ِز َرةٌ ِو ْز َر أُ ْخ َر ٰى ۚ ثُ َّم إِلَ ٰى‬


ٍ ‫ب ُك ُّل نَ ْف‬ ِ ‫قُ ْل أَ َغ ْي َر هَّللا ِ أَ ْب ِغي َربًّا َوه َُو َر ُّب ُك ِّل ش َْي ٍء ۚ َواَل تَ ْك‬
ُ ‫س‬

َ‫َربِّ ُك ْم َم ْر ِج ُع ُك ْم فَيُنَبِّئُ ُك ْم بِ َما ُك ْنتُ ْم فِي ِه ت َْختَلِفُون‬

Arti: Katakanlah: "Apakah aku akan mencari Tuhan selain Allah, padahal Dia
adalah Tuhan bagi segala sesuatu. Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan
kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak
akan memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan
akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan".

Musthafa Assiba’i memuat tujuh macam cirri Hadis palsu yaitu4:

1) Susunan Gramatikanya sangat jelek.

2) Maknanya sangat bertentangan dengan akal sehat.

3) Menyalahi Al qur’an yang telah jelas

maksudnya.

4) Menyalahi kebenaran sejarah yang telah terkenal di zaman Nabi saw.

5) Bersesuaian dengan pendapat orang yang meriwayatkannya, sedang orang


tersebut terkenal sangat fanatic terhadap mazhabnya.

6) Mengandung suatu perkara yang seharusnya perkara tersebut diberitakan


oleh orang banyak, tetapi ternyata diberitakan oleh seorang saja.

7) Mengandung berita tentang perberian pahala yang besat untuk perbuatan


kecil, atau ancaman siksa yang berat terhadap suatu perbuatan yang tidak berarti.

4
Ibid,hlm.28.

6
Menurut Hasbi Ashshddiqy, ciri Hadis palsu apabila:

1) Maknanya berlawanan dngan hal-hal yang mudah dipahami.

2) Berlawanan dengan ketentuan umum dan akhlak atau menyalahi


kenyataan.

3) Berlawanan denga ilmu kedokteran.

4) Menyalahi peraturan- peaturan akal terhadap Allah.

5) Menyalahi ketentuan Allah dalam menjadikan alam.

6) Mengandung dongengan- dongengan yang tidak dibenarkan akal.

2.3 Macam-Macam Hadits Mawdhu’


1. Perkataan itu berasal dari pemalsu yang disandarkan pada Rasulullah SAW
2. Perkataan itu berasal dari ahli hikmah, orang zuhud atau Isra’iliyyat dan
pemalsu yang menjadikannya hadist
3. Perkataan yang tidak diinginkan rawinya, melainkan dia hanya keliru5.

2.4 Kehujjahan Hadits Mawdhu’


Hadits maudhu’ adalah hadits dhoif yang paling jelek dan paling
membahayakan bagi agama islam dan pemeluknya. Para ulama sepakat bahwa
tidak halal meriwayatkan hadits maudhu’ bagi seorang yang mengetahui
keadaanya, apapun misi yang diemban kecuali disertai penjelasan tentang
kemaudhu’anya dan disertai peringatan untuk tidak menggunakannya. Rasulullah
SAW. Bersabda dalam sebuah hadits yang sangat masyhur:
‫من حدث عنى بحديث يرى انه كذب فهو احد الكاذبين‬.
“Barang siapa meriwayatkan hadits dariku yang ia ketahui bahwa hadis
itu dusta, maka ia adalah salah seorang pendusta”6.

Ibid,hlm.30.
5

Ibid, hlm.26.
6

7
Umat islam telah sepakat bahwa hadits Maudhu' hukumnya haram secara
mutlak tidak ada perbedaan antara mereka. Menciptakan hadits maudhu' sama
dengan mendustakan kepada Rosulullah. Karena perkataan itu dari pencipta
sendiri atau dari perkataan orang lain kemudian di klaim Rosulullah yang
menyabdakan berarti ia berdusta atas nama Rosulullah. Orang yang melakukan
hal demikian di ancam dengan api neraka, sebagaimana sabda beliau:
ْ َّ‫َمنْ َك َّذ َب َعلَ َّي ُمت َع ِّمدًا فَ ْليَتَبَ َّو ْأ َم ْق َع َدهُ ِمنَ الن‬
‫ار‬
"Barang siapa yang mendustakanku dengan sengaja, maka hendak siap-
siaplah tempat tinggalnya di dalam neraka".
Jumhur 'ulama Ahlu As-Sunnah telah bersepakat bahwa bohong termasuk
dosa besar, semua ahli hadits menolak khabar yang dibawa oleh pendusta Rosul,
bahkan Abu Muhammad Al-Juwaini mengkafirkannya. Hanya kelompok sesat
yang memperbolehkan membuat hadis maudhu'  seperti Al-Karramiyah, yaitu
pengikut Muhammad bin Karram As-Sijistani seorang tokoh anthropomorfisme
(majassimah) dalam teologi. Mereka memperbolehkan membuat hadis maudhu'
dalam masalah yang menggemarkan ibadah (targhib) dan yang mengancam orang
yang berdosa (tarhib) berdasarkan hadis diatas melalui jalan lain yang ditambah
‫ض َّل‬ َ ّ‫ ( الن‬untuk menyesatkan manusia). Namun, menurut penelitian para ulama,
ِ ُ‫اس لِي‬
tambahan ini tidak terdapat dalam periwayatan para huffazh al-hadits, maka
tambahan tersebut juga suatu kebohongan. Lengkapnya hadis periwayatan
mereka, yaitu :

‫اس فَ ْليَتَبَ َّو ْأ َم ْق َع َدهُ ِمنَ النَّا‬ ِ ُ‫َمنْ َك َّذ َب َعلَ َّي ُمت َع ِّمدًا لِي‬
َ ّ‫ض َّل الن‬
"Barang siapa yang mendustakanku dengan sengaja, untuk menyesatkan
manusia maka hendak siap-siaplah tempat tinggalnya di dalam neraka”7.
Sebagaimana haram membuat hadits maudhu’, para ulama juga sepakat
haram meriwayatkannya tanpa menjelaskan ke-maudhu'-an atau kebohongannya
baik dalam targhib, tarhib,fadha'il a'mal, ahkam, kisah, dan lain-lain.
Sebagaimana hadits Nabi Saw :

H. Mukhlis Mukhtar, “Hadist Maudhu dan Permasalahannya”, Vol. 03, No.01,


7

Januari 2017, hlm.78

8
َّ ‫ب فَ ُه َو أَ ُحدُا ْل‬
‫كذابِ ْين‬ ٌ ‫ث يُ َرى أَنَّهُ َك ِذ‬
ٍ ‫َمنْ َح ّد َث َعنِّى بِ َح ِد ْي‬
"Barang siapa yang memberitakan dari padaku suatu hadits yang
diketahui bahwa ia bohong, maka ia tergolong salah seorang pembohong". (HR.
Muslim)
Meriwayatkan hadis maudhu' dengan menjelaskan ke-mawdhu'-annya
boleh saja, karena dengan memberi penjelasan seperti ini akan dapat dibedakan
dengan hadis yang benar dari Rasul dalam rangka menjaga sunnah8. 

2.5 Faktor-Faktor Munculnya Hadits Mawdhu’


a. Faktor Politik
Pertentangan di antara umat Islam timbul setelah terjadinya pembunuhan
terhadap khalifah Utsman bin Affan oleh para pemberontak dan kekhalifahan
digantikan oleh Ali bin Abi Thalib menyebabkan Umat Islam pada masa itu
terpecah-belah menjadi beberapa golongan, seperti golongan yang ingin menuntut
bela terhadap kematian khalifah Utsman dan golongan yang mendukung
kekhalifahan Ali (Syi’ah).
Setelah perang Siffin, muncul pula beberapa golongan lainnya, seperti
Khawarij dan golongan pendukung Muawiyyah, masingmasing mereka
mengklaim bahwa kelompoknya yang paling benar sesuai dengan ijtihad mereka,
masing- masing ingin mempertahankankelompoknya, dan mencari simpati massa
yang paling besar dengan cara mengambil dalil AlQur’an dan Hadist. Jika tidak
ada dalil yang mendukung kelompoknya, mereka mencoba mentakwilkan dan
memberikan interpretasi (penafsiran) yang terkadang tidak layak.Sehingga mereka
membuat suatu hadist palsu seperti Hadist - Hadist tentang keutamaan para
khalifah, pimpinan kelompok, dan aliran-aliran dalam agama9.
Yang pertama dan yang paling banyak membuat hadist maudhu’ adalah
dari golongan Syi’ah dan Rafidhah.Kelompok syi’ah membuat hadis tentang
wasiat nabi bahwa Ali adalah orang yang paling berhak menjadi khalifah setelah
8
Zarkasih, Studi Hadist, (Yokyakarta : Aswaja Pressindo, 2015), hlm.57
9
Edi Kuswadi, “Hadist Maudhu’ dan Hukum Mengamalkannya”, Vol:06, N0.1,
Januari-Juni 2016,hlm.81.

9
beliau dan mereka menjatuhkan orang-orang yang dianggap lawan-lawan
politiknya, yaitu Abu Bakar, Umar, dan lain-lain.

b. Faktor Kebencian dan permusuhan.


Keberhasilan dakwah Islam myebabkan masuknya pemeluk agama lain
kedalam Islam, namun ada diantara mereka ada yang masih menyimpan dendam
dan sakit hati melihat kemajuan Islam. Mereka inilah yang kemudian membuat
hadis-hadis maudhu. Golongan ini terdiri dari golongan Zindiq, Yahudi, Majusi,
dan Nasrani yang senantiasa menyimpan dendam dan benci terhadap agama
Islam. Mereka tidak mampu untuk melawan kekuatan Islam secara terbuka maka
mereka mengambil jalan yang buruk ini, yaitu menciptakan sejumlah hadist
maudhu’ dengan tujuan merusak ajaran Islam dan menghilangkan kemurnian dan
ketinggiannya dalam pandangan ahli fikir dan ahli ilmu. Contoh hadist yang
dibuat oleh golongan Zindiq yaitu bahwah melihat wajah cantik termasuk ibadah.

d. Faktor Kebodohan.
Ada golongan dari ummat Islam yang suka beramal ibadah namun
kurang memahami agama, mereka membuat hadist-hadis maudlu (palsu) dengan
tujuan menarik orang untuk berbuat lebih baik dengan cara membuat hadis yang
berisi dorongan-dorongan untuk meningkatkan amal dengan menyebutkan
kelebihan dan keutamaan dari amalan tertentu tanpa dasar yang benar melalui
hadist targhib yang mereka buat sendiri. Biasanya hadis palsu semacam ini
menjanjikan ptuahala yang sangat besar kepada perbuatan kecil. Mereka juga
membuat hadis maudhu (palsu) yang berisi dorongan untuk meninggalkan
perbuatan yang dipandangnya tidak baik dengan cara membuat hadis maudhu
yang memberikan ancaman besar terhadap perbutan salah yang sepele.

e. Faktor Popularitas dan Ekonomi

10
Sebagian tukang cerita yang ingin agar apa yang disampaikan nya
menarik perhatian orang, dia berusaha mengumpulkan orang dengan cara
membuat hadits-hadits palsu yang membuat masyarakat suka dan tertarik kepada
mreka, menggerakkan keinginan, juga memberikan harapan bagi mereka. Sebagai
contoh dilihat dari hadis barang siapa yang mengucapkan kalimat Allah akan
menciptakan seekor burung (sebagai balasan dari tiap-tiap kalimat ) yang
paruhnya terdiri dari emas dan bulunya dari marjan.

f. Faktor fanatik terhadap bangsa, suku, negeri, bahasa, dan pimpinan


mereka membuat hadits palsu karena didorong oleh sikap ego dan fanatik buta
serta ingin menonjolkan seseorang, bangsa, kelompokatau yang lain. Contoh hadis
golongan al-Syu’ubiyah yang fanati terhadap bahasa persi mengatakan :“Apabilah
Allah murka, maka dia menurunkan wahyu dengan bahasa Arab dan apabila
senang maka akan menurunkannya dengan bahsa persi”. Sebaliknya orang Arab
fanatic terhadapbahasanya mengatakan,“Apabila Allah murk, menurunkan wahyu
dengan bahasa persi dan apabila senang menurunkan dengan bahasa Arab”10.

10
Muhammad Nashiruddin Al-Bani, “Hadist Dha’if dan Maudhu’’,(Jakarta : Gema
Insani Pers, 2001), hlm.34.

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan dari beberapa pengertian Hadits Maudhu’ menurut para


’ulama, dapat disimpulkan bahwa Hadits Maudhu’ adalah hadits yang disandarkan
kepada Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam secara dibuat-buat dan dusta, baik
itu disengaja maupun tidak sengaja, padahal beliau tidak mengatakan, tidak
melakukan dan tidak mentaqrirkannya. Hadits Maudhu’ bisa berupa perkataan
dari seorang pemalsu, baik itu dari golongan orang biasa yang sengaja
membuatnya demi kepentingan tetentu, atau para ahli hikmah, orang zuhud,
bahkan Isra’iliyyat.
Selain itu bisa juga merupakan kesalahan rawi dalam periwayatan dengan
syarat dia mengetahui kesalahan itu namun dia membiarkannya. Kemunculan
hadits-hadits palsu berawal dari terjadinya fitnah di dalam tubuh Islam. Dimulai
dengan terbunuhnya para khalifah sebelum ‘Ali bin Abi Thaalib
rodliyallahu’anhum, dilanjutkan dengan perseteruan yang semakin memuncak
antara kelompok ta’ashub ‘Ali bin Abi Thalib dan Mu’awiyah. Sehingga
terpecahlah islam menjadi beberapa golongan, yang mana sebagian kaum
muslimin yang berselisih ini ingin menguatkan kelompok dan golongan mereka
masing-masing dengan al-Qur’an dan al-Hadits.
Dikarenakan mereka tidak menemukan teks yang tegas yang
mengukuhkan pendapatnya masing-masing, karena banyaknya pakar al-Qur’an
dan al-Hadits pada saat itu, akhirnya sebagian diantara mereka membuat hadits-
hadits yang disandarkan kepada Rasulullah shollallahu’alaihi wasallam untuk
mendukung golongan masing-masing. Kaidah-kaidah yang telah ditetapkan para
‘ulama hadits sebagai dasar memeriksa benar tidaknya suatu hadits dan untuk
mengetahui mana yang shahih dan mana yang maudhu’ secara garis besar terbagi
menjadi dua, yaitu dilihat dari sudut pandang matan dan sanad.

12
3.2 Saran

Ada berbagai saran yang disampaikan oleh penulis, yaitu.


1.      Para pembaca disarankan agar memberikan kritik atas isi dan penulisan
makalah.
2.      Bagi para pembaca disarankan untuk memiliki kriteria yang telah dipapar
dalam makalah.
3.      Jika memiliki hambatan dalam membaca maka seyogyanya membaca
makalah ini, karena didalam makalah ini dipaparkan mengenai solusi untuk
mengatasi hal tersebut.

13
Daftar Pustaka

Nashiruddin Al-Bani Muhammad. 2001. Hadist Dha’if dan Maudhu. Jakarta :


Gema Insani

Syahudi Ismail. 1995.Hadist Nabi Menurut Pembela Pengingkar dan


Pemalsunya, Jakarta : Gema Insani Press

Zarkasih, Studi Hadist, (Yokyakarta : Aswaja Pressindo, 2015), hlm.57

Aslamiah Rabiatul. 2016. Hadist Maudhu dan Akibatnya. Vol.04, No.07 Januari-
Juni.

H. Mukhlis Mukhtar. 2017. Hadist Maudhu dan Permasalahannya. Vol. 03,


No.01, Januari

Edi Kuswadi. 2016. Hadist Maudhu’ dan Hukum Mengamalkannya. Vol:06,


N0.1, Januari-Juni.

14

Anda mungkin juga menyukai