Anda di halaman 1dari 4

Ruh Berkeliling Rumah

Pertanyaan:

Tahlilan adalah salah satu tradisi yang menjadi pro-kontra. Beberapa pihak, termasuk di
antaranya Muhammadiyah menolak untuk melakukan tahlilan. Hal ini karena disebabkan
tahlilan, jika dianggap itu adalah bagian dari Ibadah, maka tidak ada dalil yang menopangnya.
Namun bagi kelompok yang menyetujuinya mereka mengajukan dalil-dalil yang bisa menjadi
dasar dari tahlilan. Salah satunya adalah hadis yang terdapat di dalam Durratun-Nasihin. Dalam
kitab tersebut halaman 2195-2196 terdapat hadis bersumber dari Abu Hurairah r.a, berbunyi:

ََ‫َإَذَاَمَات‬:ََ‫عَنََأَبَيََهَرَيَرَةََرَضَيََهللاَعَنَهََعَنََرَسَوَلََهللاَصَلَىَهللاَعَلَيَهََوَسَلَم‬
ََ‫اَلمَؤَمَنََحَامََرَوَحَهََحَوَلََدَارَهََشَهَراََفَيَنَظَرََإَلَىَمَنََخَلَفََمَنََعَياَلَهََكَيَفََيَقَسَم‬
ََ‫مَالَهََوَكَيَفََيَؤَدَيََدَيَوَنهََفَإَذاََأَتَمََشَهَراََرَدََإَلَىَحَفَرَتَهََفَيَحَوَمََحَوَلََقَبَرَهََوَيَنَظَر‬
ََ‫مَنََيَأَتَيَهََوَيَدَعَوََلَهََوَيَحَزَنََعَلَيَهََفَإَذَاَأَتَمََسَنةََرَفَعََرَوَحَهََإَلَىَحََيثََيَجَتَمَعََفَيَه‬
َ‫اَلَرَوَاحََإَلَىَيَوَمََيَنَفَخََفَيََالصَوَر‬
(Diriwayatkan) dari Abu Hurairah r.a., dari Rasulullah saw bahwa apabila seorang mukmin meninggal dunia,
maka arwahnya berkeliling-keliling di seputar rumahnya selama satu bulan. Ia memperhatikan keluarga yang
ditinggalkannya bagaimana mereka membagi hartanya dan membayarkan hutangnya. Apabila telah sampai satu
bulan, maka arwahnya itu dikembalikan ke makamnya dan ia berkeliling-keling di seputar kuburannya selama
satu tahun, sambil memperhatikan orang yang mendatanginya dan mendoakannya serta orang yang bersedih
atasnya. Apabila telah sampai satu tahun, maka arwahnya dinaikkan ke tempat di mana para arwah berkumpul
menanti hari ditiupnya sangkakala

Secara tekstualis, hadis ini menyatakan bahwa ruh orang yang meninggal akan mengelilingi
rumahnya. Ini pula-lah yang menjadi alasan kuat mengapa perlu diadakannya tahlilan.
Pertanyaannya adalah, bagaimana status hadis ini? Apakah bisa dijadikan dalil disyariatkannya
tahlilan?

Jawaban:

Sebelum kita menelusuri status sebuah hadis maka ada beberapa hal yang perlu diketahui.
Pertama, bagian hadis yang pertama kali harus diteliti dan dipastikan adalah sanad. sebagaimana
yang diketahui bahwa hadis terdiri dari dua, sanad sebagai jalur periwayatan dan matan sebagai
isi atau kandungan hadis. dengan demikian maka, setiap matan harus memiliki sanad, atau jika
terdapat suatu perkataan yang diklaim bersumber dari Rasulullah namun tidak memiliki sanad,
maka dipastikan bahwa perkataan tersebut bukan hadis. kedua untuk mengetahui keseluruhan
bagian sanad hadis, maka hadis tersebut harus ada atau bisa ditemukan dalam sumber orisinal
hadis. sumber orisinal hadis ini adalah kitab-kitab yang memang dikarang oleh para ulama dalam
rangka menghimpun seluruh hadis lengkap beserta sanadnya hingga Rasulullah. Setidaknya ada
sembilan kitab induk sumber orisinal hadis : (1) Kitab Sahih al-Bukhari, (2) Kitab Sahih Muslim,
(3) Kitab al-Muwatta’ Imam Malik, (4) Kitab Musnad Ahmad ibn Hanbal, (5) Kitab al-Umm al-
Syafi’I, (6) Kitab Sunan ad-Darimi, (7) Kitab Sunan Abu Daud, (8) Kitab Sunan an-Nasa’I, dan
(9) Kitab Sunan Ibnu Majah.

Untuk melakukan penelitian kita dapat menggunakan tiga metode. Pertama menggunakan
Program al-Maktabah asy-Syamilah (edisi 2), kedua menggunakan Program al-Jami’ al-Akbar
(edisi 2), dan ketiga menggunakan Program al-Jami’ al-Kabir (edisi 4, 2007-2008). Penelusuran
dengan menggunakan al-Maktabah asy-Syamilah tidak menemukan adanya hadis yang
ditanyakan di atas. Ini berarti bahwa teks di atas tidak tercatat dalam satu pun dari 5505 kitab
yang dirujuk dalam al-Maktabah asy-Syamilah. Dan karena itu juga dapat dinyatakan bahwa
hadis yang sedang kita selidiki ini tidak tercantum dalam satu pun dari sumber-sumber orisinal
hadis yang ada.

Sekarang mari kita lakukan penelusuran dengan menggunakan Program al-Jami’ al-
Akbar. Hasil penelusuran dengan menggunakan program ini juga nihil, artinya hadis yang
ditanyakan di atas tidak tercantum dalam kitab-kitab hadis yang ada. Terakhir mari kita gunakan
program al-Jami’ al-Kabir (edisi 4, 2007/2008). Program ini menunjukkan juga tidak ada hadis
seperti yang ditanyakan di atas yang tercantum dalam sumber orisinal hadis mana pun. Namun
program ini menemukan ada matan lain yang mirip dengan hadis yang ditanyakan di muka.
Matan lain dimaksud adalah sebagai berikut:

ََ‫اَلَمَيَتَ َإَذاَ َمَاتَ َدَيَرَ َبَهَ َدَارَهَ َشَهَرَاَيَعَنَيَ َبَرَوَحَهَ َوَحَوَلَ َقَبَرَهَ َسَنةَ َثَمَ َتَرَفَعَ َإَلَىَالسَبَب‬
َ .ََ‫الَذَيََتَلتقَيََفَيَهََأَرَواَحََاَلَحَياَءََوَاَلَمَواَت‬
Artinya: Seseorang apabila meninggal, maka ruhnya dibawa berputar-putar di sekeliling rumahnya selama satu
bulan, dan di sekeliling makamnya selama satu tahun, kemudian ruh itu dinaikkan ke suatu tempat di mana ruh
orang hidup bertemu dengan arwah orang mati.

Matan ini direkam oleh ad-Dailami (w. 509 H / 1115 M) dalam kitabnya al-Firdaus fi Ma’tsur al-
Khithab [(Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1417/1996), IV: 240, nomor 6722], dari Abu ad-Darda’ tanpa
menyebutkan sanadnya. Selain itu matan ini juga dicatat oleh as-Sayuthi (w. 911 H / 1505 M) dalam dua
kitabnya, yaitu Busyra al-Ka’ib bi Liqa’ al-Habib (h. 11) dan Syarh ash-Shudur bi Syarh Hal al-Mauta
wa al-Qubur (h. 262). Namun as-Sayuthi dalam kedua kitab ini hanya mengutip dari ad-Dailami, dan ia
menyatakan bahwa ad-Dailami tidak menyebutkan sanadnya. Dengan demikian matan ini pun juga tidak
terdapat dalam sumber-sumber orisinal hadis.

Berdasarkan penelitian ini maka dapat kita simpulkan bahwa hadis yang dinyatakan sebelumnya
adalah hadis palsu. Statusnya yang tidak berasal dari Rasulullah, dengan demikian tidak bisa
dijadikan dalil untuk menetapkan adanya anjuran tahlilan khusus untuk orang yang meninggal.
Selain dari itu, apabila kita melakukan perbandingan, maka kandungan hadis ini juga
bertentangan dengan beberapa hadis sahih yang berkaitan dengan kondisi ruh manusia ketika
meninggal. Di antaranya hadis panjang yang terdapat dalam Musnad Imam Ahmad yang
menceritakan tentang kondisi ruh beriman dan kondisi ruh orang yang tidak beriman. Dalam
riwayat yang dishahihkan oleh al-Albani di dalam kitab Shahih al-Jami’nya, tidak ada
keterangan bahwa Ruh orang yang meninggal berkeliling rumah (Ahmad bin Muhammad bin
Hanbal: Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal, Jilid I: 499)

Pertanyaan:

Apakah ada ciri-ciri yang apabila terdapat di dalam pernyatan hadis, bisa menjadikan bahwa
hadis itu palsu ?

Jawaban:

Memastikan status hadis harus melalui penelitian yang telah dirumuskan oleh para ulama.
Namun demikian, memang ada beberapa ciri yang bisa menjadi pertimbangan awal untuk
meneliti hadis karena dikhawatirkan sebagai hadis yang palsu. Subhi Ibrahim as-Shalih di dalam
kitabnya, ‘Ulum al-hadis wa al-Musthalahuh. Merangkum dari beberapa kitab induk ilmu hadis
dan menyimpulkan setidaknya ada lima ciri yang bisa mengindikasikan hadis palsu (Subhi
Ibrahim as-Shalih: Ulum al-hadits wa al-Musthalahuh, Jilid I, 264-266)

1. Pengakuan orang yang memalsukan. Seperti pengakuan Abu Usamah Nuh bin Maryam
yang mengakui memalsukan hadis tentang keutamaan surah-surah di dalam al-Qur’an
dengan menyandarkan pemalsuan itu kepada Sahabat Ibnu Abbas
2. Terdapat kesalahan tata bahasa dalam susunan kalimatnya dan kerancuan maknanya.
Kedua hal itu tidak mungkin terjadi pada kalimat yang bersumber dari Rasulullah, di
mana Rasulullah telah dianugerahi oleh Allah memiliki perkataan yang jami w al kamil.
Ibnu Hajar mengatakan:

‫ض ِع‬ َ ْ‫ فَ َح ْيث ُ َما ُو ِجدَتْ َدلَّت‬،‫علَى ِر َّك ِة ال َم ْعنَى‬


َ ‫علَى‬
ْ ‫الو‬ َ ‫الر َّك ِة‬
ِ ‫َار ِفي‬
ُ ‫ال َمد‬
Pokok dari kerancuan terdapat pada kerancuan makna. sehingga apabila engkau
menemukan kerancuan makna dalam sebuah hadis maka itu mengindikasikan kepalsuan.
3. Apa yang diriwayatkan bertolak belakang dengan sesuatu yang telah pasti, dengan panca
indra dan tidak sesuai dengan realitas dan fakta serta makna yang bertentangan itu tidak
bisa ditakwil kepada makna yang bisa diterima. Seperti hadis yang berbunyi:

َ ‫صلَّتْ َخ ْل‬
‫ف ال َمقَ ِام َر ْكعَت َ ْي ِن‬ َ ‫س ْبعًا َو‬
َ ‫ت‬ ٍ ُ‫س ِفينَةَ ن‬
ِ ‫وح َطافَتْ ِبا ْلبَ ْي‬ َ ‫ِإ َّن‬
“Sesungguhnya kapal nuh berthawaf mengelilingi baitullah sebanyak tujuh kali lalu
shalat dua rakaat di belakang maqam Nabi Ibrahim”
4. Riwayatnya berisi tentang ganjaran pahala yang sangat besar bagi perkara yang kecil atau
ganjaran yang sangat besar atas kesahalan yang kecil sehingga sangat terkesan berlebihan
5. Perawinya memang dikenal sebagai pendusta, memiliki sifat suka memudah-mudahkan
urusan agama, tidak bersikap wara’ dan hati-hati dalam meriwayatkan hadis beserta
sanadnya karena kepentingan pribadi

Anda mungkin juga menyukai