Anda di halaman 1dari 2

Bukan Upaya Radikalisasi, Hanya meneruskan Tradisi Keislaman

Radikalisme sebagai alasan BNPT menutup setidaknya 19 situs Islam patut dipertanyakan.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh kepala Humas dan pusat Informasi BNPT, Irfan Idris
bahwa kriteria radikalisme yang ditetapkan ada empat. Pertama adanya ajakan propaganda
mengkafirkan pihak lain, atau yang disebut gerakan takfiri.

Kedua memaknai jihad dengan pemahaman yang sempit. Ketiga adanya keinginan untuk
melakukan perubahan cepat dengan dalih agama. terakhir, mendukung, menyebarkan dan
mengajak untuk bergabung dengan Isis. Berdasarkan kriteria ini, Pihak BNPT bekerja sama
dengan KOMINFO menutup situs-situs yang sejatinya menjadi corong Islam.

Pada prakteknya, ternyata keempat kriteria tersebut belum memiliki definisi yang jelas dan
disepakati. Contoh kasus yang dianggap radikal adalah isu perbedaan tahlilan. Padahal
masalah tahlilah dalam Islam hanyalah menjadi masalah furu’iyyah, di mana perbedaan di
dalamnya termasuk ranah yang diperbolehkan.

Salah satu alasan yang juga patut dipertanyakan adalah karena terindikasi menjelek-jelekkan
Jokowi. Dilansir dari republika, Irfan Idris sebagai jubir BNPT mengatakan “judulnya
memang tolak IsIs, tapi belakangnya demokrasi buruk. Jokowi bla bla bla. Ini kan sama saja
mendiskriminasi”. Namun hingga kini pihak BNPT belum memperlihatkan bukti materil
terkait tuduhan-tuduhan tersebut. Oleh karenanya sangat wajar ketua majelis ulama Anwar
Abbas Indonesia menyatakan perlu ada kajian mendalam sebelum memutuskan sebuah media
komunikasi dengan menyebutnya berpaham radikal.

Reaksi yang berlebihan dari pihak BNPT, selain menunjukkan virus Islamphobia, juga
mengindikasikan adanya kesalapahaman pemerintah sendiri atas konten yang terkait dengan
kritikan kebijakan-kebijakan tertentu. Kesalahpahaman ini tentu sangat disayangkan. Sebab
jika memang memiliki i’tiqad yang baik harusnya ada tabayun dan musyawarah terlebih
dahulu sebelum diblokir, sebagai mana yang diungkapkan oleh perwakilan PP MPI
Muhammadiyah, musthafa Nayawardara.

Padahal jika hendak ditabayunkan, maka akan terbukti bahwa sejatinya tidak semua situs
Islam mengkritik untuk mengkafirkan pemerintah, tapi justru menyambung tradisi keislaman
khususnya yang berkaitan dengan penguasa. Dalam sejarahnya, persoalan kritik penguasa
sudah ada semenjak masa Nabi dan para Sahabat. Kritikan yang dituliskan tersebut bertujuan
dua hal. Pertama sebagai bentuk amar makruf Nahi Munkar. Al-Ghazali dalam kitabnya ihya
al-Ulumuddin menyatakan kewajiban Amar makruf Nahi mungkar, dalam praktiknya
merupakan istilah politik pada tingkat pertama. Ia juga merupakan substansi pokok untuk
perubahan baik itu dalam skala individu, kelompok, maupun umat secara keseluruhan.

Dalam aspek pemerintahan, amar makruf nahi munkar dijiwai oleh para sahabat dengan
menempatkan dirinya sebagai pihak yang bertugas mengingatkan pemerintah. Ini terlihat
jelas, salah satunya dari pidato pembaitan Abu Bakar R,A: “sesungguhnya aku dipilih untuk
memimpin kalian, dan aku bukan orang yang paling baik di antara kalian. Apabila aku
berbuat baik maka dukunglah aku, dan apabila aku berbuat salah maka luruskanlah aku...”
Kedua, kritik yang diarahkan kepada pemerintah justru sebagai bentuk kasih sayang atas
penguasa. Sebab dalam Islam amanah yang tidak dijalankan dengan baik termasuk perkara
dengan hukuman yang sangat berat. Menyadari itu, khalifah Harun Ar-Rasyid pernah
memintah petuah Fudhail bin Iyad agar ia bisa terbebas dari siksa hari kiamat. Fahmi
Huwaydi dalam kitabnya al-Islam wa al-Dimuqratiyah mengutip jawaban Fudhail:
“janganlah engkau berada pada pagi atau sore hari sedang dalam hatimu ada tipu daya
terhadap salah seorang dari rakyatmu, karena Rasulullh saw bersabda barang siapa berada
pagi hari, sedangkan ada terdapat pada hatinya maksud menipu rakyatnya, maka ia tidak akan
mencium bau surga.”

Oleh karenanya sangat disayangkan sekali, jika situs-situs Islam yang mengkritik pemerintah
sebagai bentuk kasih sayang, justru direspon secara negatif. Untuk itu perlu ada upaya
tabayun yang mendalam dalam menentukan mana situs yang benar-benar terindikasi
berfaham radikalisme.

Anda mungkin juga menyukai