Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Politik merupakan salah satu sektor kehidupan. Kita tidak dapat

menafikkannya sebagai salah satu dari bagian kehidupan yang telah diatur oleh Allah
SWT. Menafikkan politik berarti meragukan kesempurnaan Islam. Islam adalah
agama yang sempurna, begitulah janji Allah dalam firman-Nya. Islam mengatur
seluruh aspek kehidupan meliputi aspek hukum, ibadah, akhlaq, ekonomi,
muamalah, poiltik, dan lain sebagainya.
Meskipun begitu, tidak bisa kita pungkiri bahwa masalah pertama yang
melanda kaum muslimin adalah politik. Mulai dari pemilihan khalifah setelah
wafatnya Rasulullah SAW, terjadinya fitnah kubro yang sampai membagi umat Islam
menjadi beberapa aliranSyiah, Mutazilah, Khawarizmi,dan lain sebagainya,
hingga gelapnya dunia perpolitikan dewasa ini.
Mungkin dalam benak kita politik adalah dunia yang kotor, penuh dengan
lumpur yang tidak dapat dihindari. Kita tidak dapat menyalahkan jika ada bahkan
banyak orang yang berpikir demikian. Hal ini disebabkan kita hanya mempunyai
sedikit role model ideal dalam dunia politik, seperti pada zaman Rasulullah SAW
sebagi pemimpin negara Madinah ketika itu. Selama ini yang terlihat di sekeliling
kita adalah banyak praktik politik yang jauh menyimpang dari ajaran Islam. Praktik
politik demi mendapatkan kekuasaan yang dapat menghalalkan segala cara seperti
berbohong, mencuri, mengorbankan saudara, atau bahkan menghilangkan nyawa
orang lain membuat kita gerah dan menarik diri dari perpolitikan. Meskipun realita
perpolitikan di negeri kita bahkan di dunia seperti itu, tidak lantas kita menutup wajah
terhadapnya. Justru itu, kita harus mencoba dan berusaha mewarnai dunia
perpolitikan dengan warna Islam sebagai rahmatan lil alamin, yaitu politik yang
bertujuan memakmurkan manusia dan alam. Pada kesempatan kali ini kami
mengangkat judul dari makalah ini yaitu Konsepsi Politik Ibnu Sina.
1

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja kosep politik Ibnu Sina?
2. Bagaimana konsep politik Ibnu Sina?
C. Tujuan
1. Mengetahui konsep politik Ibnu Sina

BAB II

PEMBAHASAN
Sejarah mengabadikan bahwa Islam memiliki banyak tokoh Islam dengan
sejumlah karya yang mempunyai pengaruh besar dalam kemajuan ilmu pengetahuan.
Sebut saja Al Farabi, Ibnu Sina, Al Ghazali, Ibnu Rusyd, Al Kindi, Al Khawarizmi,
dan masih banyak lagi. Banyak disiplin ilmu yang tidak luput dari kajian mereka.
Nama mereka tetap harum meskipun mereka telah wafat berabad-abad silam.
Kemajuan ilmu pengetahuan saat ini tidak lepas dari sumbangsih pemikiran tokohtokoh ini.
Salah satu tokoh Islam yang akan kita coba paparkan pemikirannya adalah
Ibnu Sina mengenai konsep politiknya. Ibnu Sina mempunyai nama lengkap Abu Ali
Huseyn bin Abdullah atau di dunia Barat dikenal dengan sebutan Avicenna. Ia
dilahirkan di Bukhara pada 370 H (980 M) dan wafat pada 428 H (1037 M) di
Hamadhan. Pada usianya yang ke-10 ia banyak mempelajari ilmu agama Islam dan
menghafal Al Quran. Memasuki usianya yang ke-16 ia sudah menguasai teori
tentang ilmu kedokteran ditambah praktik kedokteran seperti mengobati orang-orang
sakit. Kemahsyurannya di bidang kedokteran menggema ke seluruh penjuru dunia.
Keahliannya di bidang kedokteran melampaui dokter kaliber internasional Galen dan
Hipocrates dari Yunani. Meskipun namanya menonjol di bidang kedokteran, kita
tidak dapat menutup mata dari keahliannya yang multi kompleks di bidang ilmu
pengetahuan lainnya.
Dokter-politikus yang satu ini adalah filosof muslim yang taat beragama.
Kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan memnbuatnya terus membaca dan
menggalli ilmu dari manapun. Ketika ia menemukan kesukaran, hal yang ia lakukan
adalah berwudhu, pergi ke masjid dan sembahyang sambil memohon pada Allah agar
diberikan petunjuk atas kesukarannya. Di saat ia tertidur, sering kali dalam mimpinya
ia menemukan jawaban atas kesukarannya itu.
Buku-buku karyanya banyak dijadikan panduan keilmuan para ilmuwan dan
bahkan ada beberapa yang menjadi buku pegangan di beberapa universitas di Barat.
3

Buku karyanya yang terkenal seperti Al Qanun, Al Syifa, Ilmu Al Nafs, Al Najah dan
masih banyak lagi buku dan maqolah yang dihasilkannya. Jumlah buku yang
ditulisnya tak kurang dari 100 buah buku. Bahkan dalam referensi lain disebutkan
sampai 276 buah yang meliputi buku dan risalah.
Berikut adalah beberapa konsep politik Ibnu Sina :
1.

Politik Bagian dari Agama


Menurut Ibnu Sina, politik tidak dapat dipisahkan dari agama. Karena

menurutnya politik berhubungan erat dengan agama. Islam telah mengatur seluruh
cabang kehidupan termasuk di dalam nya adalah politik. Politik harus dijalankan
berdasarkan aturan yang telah ditetapkan oleh agama. Sehingga para pemimpin atau
kepala negara haruslah orang yang taat kepada-Nya. Agama dan politik harus berjalan
dengan serasi. Agama tanpa politik (baca: negara) akan mudah lenyap dan politik
tanpa negara akan mudah hancur. Agama membutuhkan politik untuk dapat
melaksanakan aturan agama yang ada secara maksimal. Politik membutuhkan agama
untuk dapatmencapai tujuan politik yakni menjamin kemakmuran semua pihak. Imam
al-Ghazali berkata: Karena itu, dikatakanlah bahwa agama dan kekuasaan adalah
dua saudara kembar. Dikatakan pula bahwa agama adalah pondasi (asas) dan
kekuasaan adalah penjaganya. Segala sesuatu yang tidak berpondasi niscaya akan
roboh dan segala sesuatu yang yang tidak berpenjaga niscaya akan hilang
lenyap. (dalam kitabnya al-Iqtishad fil Itiqadhlm. 199).
2.

Politik Kerakyatan
Kitab tadbiir al junuud wa al mamaaliik wa al asaakir wa al rzaaqihim wa

kharaaj al mamaaliik memuat perihal pertahanan dan soal keuangan dalam negara.
Buku karya Dokter-Politikus ini menyebutkan bahwa seharusnya politik pertahanan
adalah politik kerakyatan. Karena keuangan negara yang dipakai untuk membelanjai
pertahanan, gaji angkatan bersenjata, dan lain sebagainya adalah uang yang berasal

dari rakyat. Oleh karena itu, sudah seharusnya politik pertahanan itu menjamin
keamanan, kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Bagi Ibnu Sina, pengalaman politiknya masih kurang jika dia belum
mengunjungi seluruh lapisan rakyat sampai yang paling bawah. Oleh karena itu, Ibnu
Sina sempat mengadakan perjalanan selama 3 tahun untuk mengunjungi mereka
secara langsung. Tidak lupa, Ibnu Sina menyempatkan waktu untuk bercengkerama
dan berbicara dari hati ke hati mengenai tujuan negara dan cara pemerintahan yang
diharapkan rakyat.
3.

Pemerintahan Anti Korupsi


Dalam sejarah hidupnya, Ibnu Sina pernah memegang jabatan dalam

pemerintahan. Salah satunya adalah sebagai Menteri Pertama (First Minister)di


Hamadhan. Politikus muda ini memulai perjalanan dan praktik politiknya di usia 27
tahun. Sepanjang perjalanan politiknya, Ibnu Sina mempunyai sikap yang sangat
keras menentang terhadap para pegawai pemerintahan dan tentara yang korup,yang
menyeleweng dari aturan yang berlaku. Tindakan korup yang dilakukan pegawai
pemerintahan menimbulkan banyak rakyat yang hidup menderita. Sikapnya ini
menimbulkan reaksi yang keras dari pihak Angkatan Bersenjata pada masa itu. Oleh
karena sikapnya ini, Ibnu Sina pernah ditahan, menjadi buronan keamanan, bahkan
mendapat hukuman buang atasnya.
4.

Politik Kekeluargaan
Selain yang telah dipaparkan di atas, karakter politik ketuhanan yang dituju

Ibnu

Sina

yaitu

politik

yang

bersifat

kekeluargaan.

Dalam

bukunya Al

Syasah menerangkan bahwa ketika membicarakan negara berarti merundingkan


politik, sekaligus membicarakan tentang keluarga dan rumah tangga, dan juga
membahas soal pendidikan.
Ibnu Sina melanjutkan bahwa:
5

1.

Negara adalah soal badan politik;

2.

Rumah tangga adalah sumber utama dari negara dan sumber inspirasi;

3.

Pendidikan adalah jalan yang paling esensial untuk negara.


Miniatur dari negara adalah rumah tangga. Negara diibaratkan sebagai sebuah

keluarga (baca: rumah tangga). Anggota keluarga terdiri atas Ayah, Ibu, dan anakanak. Setiap keluarga pasti mempunyai visi atau tujuan kedepan yang ingin dicapai
dan disepakati bersama. Oleh karena itu, terdapat pembagian tugas dan kewajiban
masing-masing sesuai kemampuannya. Kita harus memupuk rasa saling menyayangi,
menghormati dan tolong-menolong di dalamnya. Setiap anggota keluarga mempunyai
andil yang sama besarnya untuk mencapai tujuan keluarga. Kesadaran akan tugas
masing-masing, koordinasi dan hubungan yang baik antar anggota keluarga akan
sangat membantu. Seseorang yang dapat me-manage kehidupan keluarganya dengan
baik sudah mempunyai salah satu bekal untuk dapat mengatur negara dengan baik
pula.
5.

Kontrol Diri Yang Baik


Pada bagian akhir bukunya, Al Siyasah,Ibnu Sina sedikit memberikan

tambahan kriteria seorang kepala negara beserta pegawai pemerintahan. Selain harus
taat kepada Allah SWT, para pemimpin dan pegawai pemerintahan yang terpilih itu
harus dapat mengenali dan memerintah (mengontrol) dirinya sendiri sebelum mereka
memerintah orang lain. Mereka yang terpilih itu seharusnya dapat mengenali
dirimereka tentang apa kelebihan dan kekurangan dirinya, sehingga dapat terus
memperbaiki diri dan menjaga diri nya dari perbuatan yang tidak baik. Kita ketahui
pula bahwa seorang pemimpin adalah teladan bagi orang yang dipimpin.
6.

Teori Negara Adil Makmur


Al Farabi, yang diakui oleh Ibnu Sina sebagai gurunya telah menemukan teori

Negara Utama (Madinah al fadhilah). Dalam hal ini, Ibnu Sina mengikuti pendapat
gurunya, yaitulebih menerima pendapat Plato dengan paham sosialis nya
6

ketimbang Aristoteles.Menurutnya paham Platolebih sesuai dengan ajaran Islam yang


lebih mementingkan masyarakat dari pada perseorangan. Merasa kurang puas dengan
teori gurunya, Inbnu Sina membentuk teori negara baru yaitu Negara Adil Makmur
yang mencakup tiga elemen penting yaitu Madiinah al FAdhilah (Negara Makmur
Kolektif), Madiinah Adilah (Negara Keadalian),dan Madiinah al Hasan el
Siirah (Negara yang Berakhlak Tinggi).
Teori negara yang sederhana ini cukuplah mewakilkan tujuan negara (baca:
politik) yang dicita-citakan jika dilaksanakan dengan baik. Yaitu terciptanya keadilan
bagi semua pihak, sehingga kemakmuran dan kesejahteraan dapat terwujud dengan
baik. Hal ini didukung oleh warga negara yang berakhlak baik, sehingga mempunya
kesadaran penuh akan tugasnya masing-masing. Negara dengan penghuni yang
berakhlak baik pastilah akan dapat menjamin berlangsungnya kehidupan negara yang
baik pula.
Terlepas dari pro dan kontra pemikiran Ibnu Sina baik di kalangan ulama
Islam sendiri seperti yang datang dari Al Ghazali, kita masih dapat mengambil
banyak hal-hal positif dari apa yang telah ditinggalkan Ibnu Sina. Ibnu Sina akan
tetap menjadi harta berharga kemajuan peradaban Islam. Selain menjadi dokter, ia
juga adalah seorang negarawan yang arif bijaksana dan teguh dalam berpendirian. Di
antara sederetan panjang perjalanan politiknya, Dokter sekaligus Negarawan ini
pernah menjadi Penasihat Pribadi Sultan Nouh di Kerajaan Samaniya di Bukhara,
Administrator Daerah di Kharmaitan, Menteri Pertama dan Perdana Menteri di
Hamdhan, serta Penasihat Agung di Isfahan. Di sinilah tantangan besar untuk kita
semua sebagai umat muslim khususnya agar dapat berpolitik dengan baik dengan
tidak mengesampingkan tujuan politik yang seharusnya. Sekiranya kita harus banyak
meneladani Rasulullah SAW dan para tokoh muslim lainnya dengan akhlak baik yang
menghiasi kehidupan mereka.

BAB III
7

PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

Anda mungkin juga menyukai