Anda di halaman 1dari 11

ISU RADIKALISME DI NEGARA KESATUAN

REPUBLIK INDONESIA (NKRI)

Oleh:
Abid Andhika Hartono(19210106), Afrizal Dwi Muharam(19210090), Eka Fajar Petrus(19210146),
Kemal Adiby(19210281), Muhammad Nur Alif(19210414), Novaldy Arya Darmawan(19210499),
Wisnu Cahaya Utama(19210264)
Program Studi Sistem Informasi Fakultas Teknik & Informatika Universitas Bina Sarana Informatika
Jl. Margonda Raya No.8, Pondok Cina, Kecamatan Beji, Kota Depok, Jawa Barat 16424

Abstrak
Orang sering menuduh orang lain radikalisme karena kurangnya standarisasi
radikalisme. Radikalisme agar individu tidak lagi goyah atau salah dalam mendukung
siapa yang revolusioner dan menguraikannya. Penelitian ini merupakan penelitian
kualitatif kepustakaan (library research). Temuan penelitian ini menjelaskan bahwa
radikalisme adalah paham atau aliran yang membutuhkan perubahan sosial dan politik
dengan menggunakan kekerasan sebagai batu loncatan untuk membenarkan keyakinan
mereka yang dianggap untuk menjadi benar. Sumber data yang diperoleh berupa
jurnal, artikel, buku, dan karya ilmiah yang relevan. Gerakan Darul Islam (DI), Hizbut
Tahrir Indonesia (HTI), Jamaah Ansharut Daulah (JAD), dan State in Iraq and Syria
(ISIS) adalah contoh-contoh radikalisme di Indonesia.

Kata kunci : Radikalisme, Pendidikan, Ciri-ciri


PENDAHULUAN
Para Wali membawa dan mengajarkan budaya islam melalui pendekatan dengan
masyarakat, bahkan hidup berdampingan dengan umat lain pada masa itu. Masuknya
Islam ke Indonesia secara historis berlangsung damai dan toleran. Namun, sangat
disayangkan banyak bermunculan mazhab-mazhab baru yang mengatasnamakan islam
ketika perkembangan zaman dan tuntutan stratifikasi sosial dalam masyarakat
Indonesia.
Indonesia akhir-akhir ini sering dikaitkan dengan isu radikalisme, seperti
organisasi yang mengaku sebagai Al Qaeda atau ISIS, jika kita perhatikan dengan
seksama ketidakadilan di dunia adalah faktor pendorong di balik kebangkitan kelompok
ini. Setelah itu, di Indonesia muncul radikalisme yang diakibatkan oleh pergeseran
tatanan sosial dan politik, khususnya hadirnya paham ideologi baru yang disebut
Wahabi.
Bermula dari gerakan atau organisasi yang ada di Indonesia seperti Darul Islam
(DI) yang muncul pada tahun 1950-an, gerakan politik yang dilandasi berdasarkan
agama, pembenaran agama, atau yang serupa. Gerakan radikal muncul kembali tak lama
setelah itu dengan aktor terkenal seperti Nurdin M Top dan Azhari. Masalah
radikalisme Islam dalam lanskap politik Indonesia semakin parah seiring dengan
bertambahnya jumlah penganutnya. Gerakan-gerakan ini bersatu tetapi memiliki tujuan
yang berbeda; ada yang memperjuangkan penerapan syariat Islam tanpa harus bersatu
untuk mendirikan negara Islam, tetapi ada juga yang ingin mendirikan negara Islam dari
berbagai jenis, antara lain Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) dan gerakan moralitas
ideologis HTI dan bahkan gaya militer seperti tentara jihad. Akibatnya, gerakan JAD
dan Abu Bakar Ba'asyir sering dikaitkan dengan peristiwa baru-baru ini.
Selain itu, kondisi masyarakat Indonesia yang dipengaruhi oleh berbagai
interpretasi radikalisme mengungkapkan bahwa isu-isu yang sering muncul di
masyarakat yaitu saling menghujat. Tingkat ketidakpercayaan ini bahkan muncul di
kalangan anak sekolah. Tentu hal ini tidak dapat dibiarkan, dari bagaimana radikalisme
itu sendiri dimaknai radikal itu apa dan siapa yang radikal. Seseorang yang rajin
mengaji, memakai celana cingkrang, memakai jilbab, dan sebagainya memiliki makna
radikal yang mendarah daging di benak orang tidak revolusioner. Oleh karena itu,
penulis artikel ini tertarik untuk memfokuskan pada makna radikalisme itu sendiri untuk
memastikan bahwa interpretasi orang tentang radikalisme tidak berbeda dan bahkan
salah.

PEMBAHASAN
Pengertian Radikalisme
Kata Latin “radix” berarti “akar”, “dasar”, atau “latar belakang”, tetapi dapat juga
berarti “integral”, “total”, atau “sangat sulit menuntut perubahan”. Menurut KBBI
Radikal adalah ideologi atau sekte yang mengadvokasi perubahan sosial dan politik
melalui kekerasan sebagai alat untuk membuktikan klaim mereka.
Yusuf Qardhawi mendefinisikan radikalisme sebagai sikap berlebihan terhadap
agama, kesenjangan antara keyakinan dan perilaku, dugaan dan aktual, agama dan
politik, ucapan dan tindakan, imajinasi dan praktik, dan apa yang dituntut oleh Hukum
Allah dan produknya, hukum manusia secara keseluruhan.
Sementara itu, menurut KH.Hasyim Muzadi, mantan ketua PBNU dan pengurus
Pondok Pesantren Al-Hikam Malang, diperbolehkan seseorang untuk berpikir radikal
(berpikir mendalam, sampai ke akar-akarnya). Misalnya, masyarakat Indonesia
menganggap konstitusi negara perlu diganti karena memiliki banyak masalah ekonomi,
pendidikan, hukum, dan politik, karena tidak menganut syariat Islam. Dengan
pemerintahan yang berdasarkan Islam (Khilafah Islamiyyah). Pemikiran radikal yang
seperti itu sah. Karena, pada dasarnya, apa yang muncul dalam pikiran juga dikenal
sebagai pikiran yang dikriminalisasi tidak dapat dinilai karena itu bukan kejahatan.
Dalam skenario ini, seseorang dapat dihukum apabila melakukan tindakan, bukan
melalui pemikirannya saja.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa radikalisme adalah ideologi yang mengadvokasi
perubahan melalui penggunaan kekuatan untuk melaksanakan suatu keyakinan atau
kepercayaannya
.
Kemunculan Radikalisme di Indonesia
Pertengahan abad ke-20, kelompok politik Islam radikal yang berafiliasi dengan
Ikhwanul Muslimin mengutamakan penafsiran subjektif Al-Qur'an untuk
menyeimbangkan kebutuhan politik partai dengan kekuasaan di Indonesia, gerakan
radikal ini dimulai sebagai sarana melawan komunisme, menentang penggunaan
Pancasila sebagai satu-satunya prinsip politik. Mereka menganggap pemerintah di
dalamnya kafir dan sistem demokrasi Pancasila tidak sah.

Berdasarkan cita-cita yang mereka junjung, ada beberapa organisasi, gerakan, dan sekte
radikal:
Pertama, gerakan HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) yang ingin mendirikan negara
Islam. HTI memiliki semangat menyebarkan ideologi penegakan hukum Islam universal
yang menyebar di Indonesia. Menyelesaikan permasalahan yang ada di masyarakat
dengan pemikiran dan hukum-hukum Islam. Setelah itu, mereka hanya menuntut
penerapan syariat Islam dengan sistem negara Islam (Khilafah).
Kedua, FPI adalah gerakan yang menggunakan kekerasan untuk mengubah
masyarakat tanpa bermaksud membunuh siapa pun.
Ketiga, gerakan atau kelompok jihadis menggunakan kekerasan dalam rencana
perjuangannya. Menggunakan strategi pengeboman dan bom bunuh diri, serta
melakukan penyerangan terhadap aparatur negara akibat ketidakadilan penguasa
terhadap umat Islam. Kelompok ini ialah Jamaah Islamiyah, JAD, dan ISIS.
Berbagai aksi terorisme sebagai wujud radikalisme yang terjadi di Indonesia,
antara lain: Pertama, tragedi bom Bali yang tidak luput dari perhatian kita, terror
mengatasnamakan agama dan dengan dalih menolak arus modernitas. Penyebab
terjadinya peristiwa terror tersebut dikarenakan belum adanya organisasi independen
pada saat itu yang khusus menangani isu terorisme, sehingga menyulitkan masyarakat
umum untuk melakukan persiapan terhadap serangan teroris yang akan datang. Kedua,
tidak lama setelah kejadian itu bom meledak di Hotel J.W. Warriot Kuningan. Mereka
datang dari satu ideologi tunggal yakni Islam, yang mereka yakini harus bebas dari
pengaruh modern. Bagi mereka itu adalah Jihad fi sabilillah dan janji surga. Berdirinya
negara Islam di Indonesia adalah satu-satunya tujuan ideologis dari jihad. Ketiga,
Komando Pusat Polisi Umum digempur oleh kelompok teroris Jamaah Ansharut Daulah
(JAD), yang terkait dengan Wilayah Islam Irak dan Suriah (ISIS). Sedikitnya ada satu
kematian di antara petugas polisi, dua luka-luka di antara petugas polisi, dan dua luka di
kalangan wartawan. Sementara satu teroris melarikan diri dengan mobil, empat teroris
ditembak dan tewas. Keempat, enam orang tewas dalam bom bunuh diri baru-baru ini di
Polrestabes Medan. Diduga pelakunya adalah pengendara ojek online, tukang bakso,
dan masih banyak lagi.

Ciri-Ciri Radikalisme Menurut Tokoh


- Menurut Yusuf al-Qardawi :
Banyak faktor yang berkontribusi terhadap radikalisme, antara lain sebagai
berikut. Pertama, pembelajaran doktrinal melalui ilmu agama yang serampangan.
Kedua, karena literal dalam memahami teks-teks agama, kaum radikal hanya
memahami Islam secara dangkal dan kurang memahami inti agama. Ketiga, teralihkan
dari isu-isu utama oleh yang sekunder seperti; menggerakkan jari ketika tasyahud,
memanjangkan jenggot, dan mengangkat celana. Keempat, melarang terlalu banyak hal
yang justru membahayakan orang. Kelima, fatwa mereka sering bertentangan dengan
akal sehat, semangat waktu, dan kemaslahatan umat karena tidak memiliki wawasan
historis dan sosiologis. Keenam, radikalisme seringkali bermanifestasi sebagai respon
terhadap bentuk-bentuk radikalisme lainnya, seperti sikap blak-blakan yang diambil
oleh kaum sekularis yang menentang agama.

- Menurut Syafi’i Ma’arif


Dalam buku Illusions of the Islamic State, mantan ketua PP Muhammadiyah itu
mengemukakan setidaknya tiga teori bagi gerakan radikalisasi, yaitu: Pertama,
ketidakmampuan umat Islam menghadapi arus modernitas sehingga bisa “menghibur
diri” dalam dunia imajiner yang tercemar oleh mencari argumen. Kedua, rasa solidaritas
dengan sejumlah negara Islam yang sedang mengalami konflik, seperti Mesir, Palestina,
Afghanistan, dan Irak. Ketiga, cita-cita negara tentang keadilan sosial dan kesejahteraan
yang merata belum terlaksana di Indonesia.

- Menurut ketua PBNU Saiq Aqill Siradj


Mereka berdalih berdasarkan agama, radikalisme dan terorisme berkedok agama
sudah ada sejak lama, bahkan pelakunya hafal Al-Qur'an. Meski mereka tidak paham
betul makna yang diajarkan agama sebenarnya.
- Menurut Irfan Idris ketua Deradikalisasi BNPT
Radikalisme didefinisikan oleh empat faktor: Pertama, intoleran (tidak mau
berbeda), meskipun Allah berfirman delapan kali dalam Al Qur'an bahwa Ia tidak ingin
umat-Nya sama dalam hal sekte atau keyakinan; melainkan, Allah menginginkan
perbedaan karena perbedaan dinamika, kekuatan, dan bukan konflik. Kedua, ada
gagasan takfiri, yang merujuk pada umat Islam yang mengatakan bahwa umat Islam
lainnya adalah murtad atau kafir. Ketiga, penolakan terhadap Pancasila yang merupakan
pilar ideologis Negara Kesatuan Republik Indonesia.

- Menurut Ustad Abdul Somad


Pada acara malam tvOne, ia mengatakan, "Untuk memahami makna radikal ini,
harus dibuat pasalnya", saat diwawancarai Karni Ilyas. Dengan mempertemukan tokoh
masyarakat, budayawan, tokoh agama dari TNI, Polri, dan BIN, ormas seperti NU,
Muhammadiyah, dan FPI. untuk mencapai kesepakatan tentang bagaimana para
founding fathers negeri ini dulu duduk bersama dan mendefinisikan apa yang dimaksud
radikal. Misalkan bunyi pasal pertama “Orang akan disebut radikal jika tidak mengakui
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pancasila" dan pasal kedua "siapa yang
mengucapkan ujaran kebencian, jika mereka tidak menganut agamamu, menghancurkan
rumah mereka, membakar kendaraan mereka, meratakan rumah mereka dengan tanah"
adalah dua contoh standar radikal ini. Seseorang yang melanggar dan mendapatkan
pasal itu akan dianggap radikal, begitu pun sebaliknya.

Jelas dari penjelasan para tokoh di atas bahwa fanatisme terhadap agama dan bahkan
kurangnya pemahaman terhadap ajaran agama sendiri menjadi biang keladi munculnya
radikalisme. Faktor lainnya antara lain ingin menggunakan syariat Islam dan
mendirikan negara Islam, menolak modernisasi, dan tidak puas dengan pemerintah
merupakan ciri-ciri radikalisme.

Tiga alasan mengapa Radikalisme Dilarang


Isu radikalisme sebenarnya sudah ada di Indonesia sejak sebelum kemerdekaan,
bahkan mungkin hingga saat ini. Para pelaku paham radikal menggunakan serangan
teror yang seringkali mengakibatkan korban jiwa, sebagai sarana utama mereka untuk
menyampaikan pemahaman dan sebagai sarana komunikasi. senjata dalam upaya
mereka melakukan perubahan. Gagasan radikalisme dapat muncul di berbagai latar,
termasuk universitas, lembaga keagamaan, organisasi masyarakat, bahkan pemerintah.
Wajar jika radikalisme mulai menyasar generasi muda, ini menjadi perhatian kita.
Radikalisme melawan hukum karena tiga alasan berikut:

1. Radikalisme Melanggar HAM


Karena radikalisme tidak menghormati hukum, hak asasi manusia, atau otoritas
negara, ia berpotensi melanggar hak asasi manusia dengan berbagai cara. Mereka tidak
menyadari bahwa kita diatur dan dilindungi oleh konstitusi. Teror, serangan terhadap
orang yang berbeda, pengkhianatan, dan perampasan hak milik orang adalah semua
contoh pelanggaran hak asasi manusia yang bersumber dari radikalisme. Akibatnya,
kelompok radikal menghalalkan segala cara yang diperlukan untuk memajukan tujuan
mereka. Hak asasi manusia juga mendorong pendekatan yang beradab untuk memerangi
radikal. Meskipun mereka adalah penjahat radikal, mereka tidak boleh diperlakukan di
luar sistem hukum. Meski bertentangan dengan hak asasi manusia, hak asasi manusia
menjamin bahwa mereka akan diperlakukan sebagai manusia. Oleh karena itu, pada
dasarnya, organisasi intoleran yang melakukan tindakan ekstensif atas nama agama
adalah melanggar kebebasan beragama dan berkeyakinan.

2. Radikalisme Melanggar Hukum


Di Indonesia, radikalisme telah bertahan di hampir semua lapisan, dari pengusaha
hingga pemerintah. Di Indonesia, ada gerakan untuk mengganti ideologi dan sistem
Pancasila, dan pihak-pihak yang berkepentingan telah menggunakan berbagai strategi
ilegal. Namun, pada intinya, radikal dan Aksi teroris harus diantisipasi pada saat-saat
tertentu, seperti menjelang pemilihan legislatif dan presiden, karena kemungkinan
kekuatan tak terkendali terjadi pada saat-saat itu. Perang melawan teroris jelas
merupakan isu yang perlu mendapat perhatian serius.
Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003, Pasal 1 ayat 1 menyatakan
bahwa segala perbuatan yang memenuhi syarat Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang merupakan tindak pidana terorisme. Pelanggaran yang dimaksud
adalah pelanggaran hukum yang sistematis dengan maksud untuk merusak kedaulatan
bangsa dan negara dengan membahayakan jiwa, jiwa, moral, harta benda umum, atau
suasana teror atau ketakutan yang melingkupi lingkungan, peradaban budaya,
pendidikan, ekonomi, teknologi, industri, fasilitas umum, atau fasilitas internasional.

3. Radikalisme Ancaman terhadap NKRI


Perjuangan awal kemerdekaan para founding fathers Republik Indonesia berujung
pada terbentuknya Negara Kesatuan. pahlawan nasional yang telah mengorbankan
hidup mereka untuk cita-cita luhur bangsa dan telah jatuh di hadapan kita.
Sayangnya, banyak anak muda yang tidak sadar atau tidak mau belajar tentang
perjuangan para pendiri bangsa. Akibatnya, kelompok-kelompok yang mau secara
terang-terangan atau sembunyi-sembunyi mengganti dasar Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang merupakan dasar bagi terwujudnya Negara Kesatuan Republik
Indonesia. persatuan dan kesatuan Indonesia. Umat yang mendukung penggantian
Pancasila dan UUD 1945 bersatu membentuk kelompok eksklusif yang bernaung dalam
agama, sehingga menarik bagi masyarakat awam yang tidak paham politik.
Ketika ada ancaman, kekerasan, atau pelanggaran hak asasi manusia, kegiatan
terkait radikalisme dapat dikategorikan sebagai terorisme. Oleh karena itu, masyarakat
Indonesia perlu bekerja sama untuk memerangi radikalisme dan meminimalkan
dampaknya. Mereka juga perlu mendorong pemerintah untuk berusaha meredam potret
kemunculan radikalisme dengan mencoba membatasi pengembangan potensi paham
tersebut dari luar negeri. agama. Salah satunya adalah penguatan NKRI sesuai ajaran
agama masing-masing, cara anak berinteraksi dengan orang tua, cara berbicara dengan
orang tua, dan lain-lain.

Kemiskinan munculkan Radikalisme


Isu kemiskinan di Indonesia masih menjadi salah satu tantangan bangsa yang
paling serius saat ini. Menurut Juliari Peter Batubara, Menteri Sosial Republik
Indonesia, kemiskinan merupakan salah satu faktor yang berkontribusi terhadap
tumbuhnya radikalisme dan berbagai tindakan terorisme di Indonesia. Susiningtyas,
seorang pengamat militer dan intelijen, juga menyatakan bahwa kemiskinan dan
kesenjangan sosial sebenarnya adalah salah satu faktor utama yang memulai gerakan
radikal.
Tidak hanya di Indonesia, tetapi di seluruh dunia, gerakan radikal biasanya
dimulai dengan tingkat kesenjangan sosial dan kemiskinan yang tinggi. Sepotong
informasi Kemiskinan dapat menyebabkan perilaku radikal karena kemakmuran adalah
satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah seseorang. Tentu saja, menawarkan
cara hidup lain kepada orang miskin, yang mayoritas adalah sangat jengkel. Khususnya,
dengan jaminan hidup bahagia yang boros. Para penyebar radikalisme di jaringan agama
memanfaatkan ini. mudah tergoda jika kelompok tertentu menawarkan dan membujuk
penerima kesejahteraan.
Ada banyak akar penyebab radikalisme dan terorisme global. Di antaranya adalah
pembalasan, cemoohan, ketidakadilan, kesenjangan sosial, kebutuhan, strategi yang
bias, penumpukan peluang di masa pembaruan dan pengaturan kemerdekaan provinsi.

SIMPULAN
Kajian ini menyimpulkan, berdasarkan penjelasan sebelumnya, bahwa radikalisme
adalah paham atau aliran yang mencari perubahan sosial dan politik melalui
penggunaan kekerasan sebagai batu loncatan untuk membenarkan anggapan mereka.
Pelaku radikalisme di Indonesia antara lain DI, HTI, FPI, JAD , ISIS, dan lain-lain.
Berikut adalah ciri atau kategori radikalisme: Pertama, Takfiri. Kedua, keinginan untuk
mendirikan negara Islam di dalam suatu bangsa. Ketiga, mengubah ideologi atau haluan
dasar suatu bangsa. Keluarga, masyarakat, dan pendidikan adalah sumber utama
pendidikan anti radikalisasi, sehingga radikalisme Indonesia bisa berkurang atau bahkan
hilang sama sekali.
DAFTAR PUSTAKA

A Faiz Yunus. (2017). Radikalisme, Liberalisme dan Terorisme:Pengaruhnya Terhadap


Agama Islam, Jurnal Studi Al-Qur’an, Vol. 13 , No. I .

Ali Syu’abi dan Gils Kibil. (2010). Meluruskan Radikalisme Islam. Sidoarjo: PT Duta
Aksara Mulia.

Endang Turmudi. (2005). Islam dan Radikalisme di Indonesia. Jakarta: LIPI Press.
Imron Rosidi. (2016). Muslim Soleha atau Radikal, Jurnal Toleransi, Vol. 8, No. 2.

M Thoyyib. (2018). Radikalisme Islam Indonesia, Jurnal Studi Pendidikan Islam, Vol.1
No.1.

Nurul Faiqah dan Toni Pransiska. (2018). Radikalisme Islam vs Moderasi Islam, Jurnal
Ilmiah Keislaman, Vol. 17, No. 1.

Yusuf Qardhawi. (2014). Islam Radikal: Analisis terhadap Radikalisme dalam Berislam
dan Upaya Pemecahannya, (terj.) Hamin Murtadho. Solo: Era Intermedia.

Mohamad Afkar S. (2019). Bahas Soal Pengertian Radikalisme, Ustadz Abdul Somad
Sebut Nama Habib Rizieq dan Teuku Zulkarnain
https://bogor.tribunnews.com/2019/11/07/bahas-soal-pengertian-radikalisme-
ustaz-abdul-somad-sebut-nama-habib-rizieq-dan-teuku-zulkarnain

Sylvia Yarashima. (2019). Sejarah Radikalisme Islam-Radikalisme Agama.


https://www.academia.edu/38960408/Sejarah_Peradaban_Islam_RADIKALISME
_AG%20AMA

Ahmad Saifuddin. (2016). Islam, Radikalisme, dan Terori. Nu.or.id. Diakses pada 04
November 2022 melalui https://Nu.or.id, Islam, Radikalisme dan Terorisme
Patty, R. R. (2019). Mensos : Kemiskinan Jadi penyebab Munculnya Radikalisme dan
Terorisme. Kompas.com. Diakses pada 04 November 2022 melalui
https://amp.kompas.com/regional/read/2019/11/28/15013951/mensos-
kemiskinan-jadi-penyebab-munculnya-radikalisme-dan-terorisme

polreskp, H. (2018, Februari 20). Kenalilah Penyebab Paham Radikalisme Agar Tidak
Terjerumus. Tribratanews. Diakses pada 04 November 2022 melalui
https://tribratanews.kulonprogo.jogja.polri.go.id/kenalilah-penyebab-paham-
radikalisme-agar-tidak-terjerumus/

Radikalisme, M. M. (2022). Mencegah dan Menanggulangi Radikalisme. Wirogunan


Kartasura: CV Graha Printama Selaras.

Sukoyo, Y. (2016, Januari 8). Kemiskinan dan kesenjangan Sosial, Pemicu Utama
Radikalisme. Beritasatu.com. Diakses pada 08 November 2022 melalui
https://www.beritasatu.com/news/339477/kemiskinan-dan-kesenjangan-sosial-
pemicu-utama-radikalisme

Anda mungkin juga menyukai