DISUSUN OLEH
Hudan Lil Muttaqien
122104009
DAFTAR ISI......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................................. 2
Latar Belakang Pembuatan Makalah .............................................................................................. 2
Rumusan Masalah ......................................................................................................................... 2
Tujuan Pembuatan Makalah .......................................................................................................... 2
PEMBAHASAN ................................................................................................................................... 3
Bentuk-Bentuk Hadis ..................................................................................................................... 3
Unsur-Unsur Hadis......................................................................................................................... 6
PENUTUP........................................................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................................. 9
1
PENDAHULUAN
Rumusan Masalah
1
Subhi As-Shalih, Membahas Ilmu-Ilmu Hadis, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995), hal.21
2
PEMBAHASAN
Bentuk-Bentuk Hadis
Dilihat dari segi bentuknya hadis Nabi dapat diklasifikasikan menjadi lima,
yaitu: hadis yang berupa ucapan (hadis qauli), hadis yang berupa perbuatan (hadis
fi’li), hadis yang berupa persetujuan (hadis taqrir), hadis yang berupa hal ihwal
(hadis ahwali), dan hadis yang berupa cita-cita (hadis hammi).2
Bentuk hadis penting dipelajari karena hadis sebagai salah satu sumber
hukum islam harus selalu memiliki relevansi dengan konteks zaman yang ada.
Redaksi hadis tidak bisa diaplikasikan secara tekstual karena latar kondisi yang
berbeda memunculkan maksud yang akan berbeda pula. Maka itu pembahasan
tentang interpretasi hadis akan selalu ada pada setiap zaman untuk menjadikannya
relevan. Dari sinilah pembahasan tentang bentuk hadis akan menjadi pemudah bagi
para mufassir dalam memahami konteks suatu hadis dalam memahami makna yang
terkandung pada hadis tersebut. Dengan begitu maksud pada suatu hadis akan
terasa nyaman untuk diaplikasikan karena sesuai dengan kondisi kultur dan sosial
yang aktual.
Berikut beberapa macam bentuk hadis:
1. Hadis Qauli
Secara etimologi, qauli ( )قوليberasal dari bahasa arab ( قولqaul) yang berarti
ucapan atau perkataan. Dengan ditambahnya huruf “ya” nisbiyyah sehingga dapat
diartikan sesuatu yang mengandung perkataan atau bersifat perkataan.
Dalam ranah terminologi, hadis qauli dapat diartikan segala yang disandarkan
kepada Nabi Saw. berupa perkataan atau ucapan yang berisi berbagai tuntutan atau
petunjuk syara’, peristiwa, kisah-kisah baik yang berkaitan akidah, syari’ah, akhlak
maupun yang lainnya disebut hadis qauli.3
Salah satu contoh hadis qauli yang masyhur adalah tentang niat:
عن أمير المؤمنين أبي حفص عمر ابن الخطاب رضي هللا عنه سمعت رسول هللا صل
ُامريء ما نَ َوى فَ َم ْن كَانَتْ هِجْ َرتُه ٍ ت وإِنَّما ِل ُك ِِّل
ِ إنَّ َما األع َمال بالنِِّيَّا:هللا عليه و سلم ييقول
س ْو ِل ِه و َم ْن كَانَتْ هِجْ َرتُهُ ِل ُد ْنيَا يُ ِص ْيبُها أو امرأ ٍة ُ ور ِ فهجْ َرتُهُ إلى
َ هللا ِ سو ِل ِهُ ور
َ هللا
ِ إلى
4
ِ يَ ْن ِك ُح َها
فهجْ َرتُهُ إلى ما َها َج َر إليه
Artinya: Dari Amirul Mu’minin Umar bin Khatthab r.a berkata: “Aku telah mendengar
Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya.
Dan sesungguhnya seseorang hanya mendapatkan apa yang dia niatkan. Maka
barang siapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya untuk
2
Ahmad Zuhri dkk, Ulumul Hadis (Medan: Manhaji, 2014), hal.9
3
Ibid.
4
Yahya bin Syaraf Ad-Din An-Nawawi, Matan Al-Arb’ain An-Nawawi (Semarang: Karya Putra, 1997), hal.5
3
Allah dan Rasul-Nya. Siapa yang hijrahnya karena mencari dunia atau karena
wanita yang dinikahinya, maka hijrahnya kepada yang ia tuju.”
2. Hadis Fi’li
Fi’li diambil dari bahasa arab ( )فعلyang berarti perbuatan. Hadis fi’li maksudnya
adalah segala perbuatan yang disandarkan kepada Nabi Saw. seperti cara nabi
melaksanakan wudhu, shalat, haji, dan lain-lain.5 Hadis fi’li tidak diketahui langsung
dari Rasul. Gampangnya, hadis ini adalah perbuatan Rasul yang disaksikan oleh
para sahabat dan atau keluarganya yang kemudian disampaikan kepada sahabat
yang lain atau kepada tabi’in.
Sekilas, hadis fi’li ini tergolong hadis mauquf karena yang menyampaikannya
adalah para sahabat. Namun sebenarnya tidak, karena hadis mauquf dinisbahkan
kepada sahabat, karena sumber beritanya adalah sahabat. Sementara hadis fi’li
sumber beritanya adalah nabi, karenanya bersifat marfu’.6
Salah satu contoh hadis fi’li bersumber dari Aisyah r.a tentang perilaku Nabi Saw.
3. Hadis Taqriri
Hadis taqriri yaitu hadis yang berupa ketetapan nabi terhadap apa yang datang
atau yag dilakukan para sahabatnya.7 Abdul Wahhab Khalaf dalam bukunya ‘Ilm
Ushul al-Fiqh menyatakan bahwa hadis taqriri adalah penetapan Rasulullah atas
apa yang dilakukan sahabat baik baik berupa perkataan, maupun perbuatan dengan
cara mendiamkannya, tidak menunjukan tanda-tanda ingkar, menyetujui dan
menganggapnya baik.8
Perkataan atau perbuatan sahabat diidentifikasi sebagai hadis taqriri apabila
perkataan atau perbuatan sahabat tersebut tidak mendapat sanggahan dari Nabi
dan disandarkan saat Rasul masih hidup, serta dilakukan orang yang taat kepada
agama islam. Sebab diamnya Nabi terhadap apa yang dikatakan dan dilakukan oleh
orang kafir atau munafiq bukan berarti persetujuan, melainkan beliau tahu bahwa
seringkali banyak petunjuk yang tidak memberi manfaat padanya.9
5
Zuhri, Op. Cit.
6
Ibid. hal.10
7
Ibid. hal.10
8
Abdul Wahhab Khalaf, ‘Ilm Ushul Fiqh (Mesir: Dar al-Qalam, 1978) hal.36
9
Zuhri, Op. Cit
4
Salah satu contoh hadis taqriri adalah tentang hukum memakan biawak:
سو ِل ُ ّللا أَ ْخبَ َرهُ أَنَّهُ َد َخ َل َم َع َر ِ ٰ ْف ُ سيَ ُاس أَ ْخبَ َرهُ أَ َّن َخا ِل َد ب َْن ا ْل َو ِلي ِد الَّذِي يُقَا ُل لَه َ أَ َّن اب َْن
ٍ َّعب
ضبا َ اس فَ َو َج َد ِع ْن َد َها ٍ َّعب َ ي َخالَتُهُ َو َخالَةُ اب ِْن َ علَى َم ْي ُمونَةَ َو ِه َ سلَّ َمَ علَ ْي ِه َو َّ صلَّى
َ ُّللا َ ّللا ِ َّ
ُّللاٰ صلَّى َ ّللا
ِ ٰ س ْو ِل ُ ب ِل َر َّ ض َّ ث ِم ْن نَجْ ٍد فَقَ َّد َمتْ ال ِ َمحْ نُوذًا قَ ْد قَ ِد َمتْ ِب ِه أ ُ ْخت ُ َها ُحفَ ْي َدةُ ِب ْنتُ ا ْل َح ِار
صلَّى َ ّللاِ ٰ سو ُل ُ س َّمى لَهُ فَأ َ ْه َوى َر َ َُّث بِ ِه َوي َ َان قَلَّ َما يُقَ ِِّد ُم يَ َدهُ ِل َطعَ ٍام َحتَّى يُ َحدَ سلَّ َم َوك َ علَ ْي ِه َو َ
صلَّى َ ّللاِ ٰ سو َل ُ ُور أَ ْخ ِب ْر َن َر ِ س َو ِة ا ْل ُحض ْ ِِّام َرأَةٌ ِم ْن الن ْ ْب فَقَالَت َّ سلَّ َم يَ َدهُ إِلَى ال
ِ ِّ ض َ علَ ْي ِه َو
َ ُّللا َّ
سلَّ َمَ علَ ْي ِه َوَ ُّللا ٰ صلَّى َ ّللا ِ ٰ سو ُل ُ ّللا فَ َرفَ َع َرِ ٰ سو َل ُ ب يَا َر ُّ ضَّ سلَّ َم َما قَد َّْمت ُ َّن لَهُ هُ َو ال َ علَ ْي ِه َو َ ُّللاٰ
ض ِ ّللا قَا َل ََل َولَ ِك ْن لَ ْم يَك ُْن بِأ َ ْر ِ َّ سو َل ُ ب يَا َر ُّ ضَّ ب فَقَا َل َخا ِل ُد ْبنُ ا ْل َو ِلي ِد أَ َح َرا ٌم ال َّ يَ َدهُ ع َْن ال
ِ ِّ ض
ي َّ َظ ُر إِلُ سلَّ َم يَ ْن
َ علَ ْي ِه َو
َ ُّللا ٰ صلَّى َ ّللا
ِ ٰ س ْو ُل ُ قَ ْو ِم ْي فَأ َ ِج ُدنِ ْي أَعَافُهُ قَا َل َخا ِل ٌد فَاجْ تَ َر ْرتُهُ فَأ َ َك ْلتُهُ َو َر
Artinya: "Sesungguhnya Ibnu Abbas telah mengabarkan kepadanya bahwa Khalid
bin Al Khalid yang juga dijuluki sebagai Saifullah telah mengabarkan kepadanya;
Bahwa ia dan Rasulullah Saw pernah menemui bibinya yaitu Maimunah yang juga
bibi daripada Ibnu Abbas. kemudian ia mendapati biawak yang telah terpanggang
yang dibawa oleh saudara bibinya yakni, Hudzaifah bintu Al Harits dari Najed. Maka
Maimunah pun menyuguhkan Biawak itu kepada Rasulullah Saw. Jarang sekali
beliau memajukan tangannya untuk mengambil makanan hingga beliau
dipersilahkan bahwa makanan itu untuk beliau. Saat itu, Rasulullah Saw
menggerakkan tangannya ke arah biawak, lalu seorang wanita yang hadir di situ
berkata dan memberitahukan kepada beliau tentang makanan yang telah
disuguhkan, "Itu adalah Biawak ya Rasulullah?" Maka seketika itu, Rasulullah Saw
segera menarik tangannya kembali dari daging Biawak sehingga Khalid bin Al Walid
pun bertanya, "Apakah daging Biawak itu haram ya Rasulullah?" beliau menjawab:
"Tidak, akan tetapi daging itu tidak terdapat di negeri kaumku, karena itu aku tidak
memakannya." Khalid berkata, "Lalu aku pun menarik dan memakannya. Sementara
Rasulullah Saw melihat ke arahku" (HR. Bukhari).
4. Hadis Ahwali
Hadis ahwali adalah hadis yang berupa hal ihwal nabi yang berkenaan dengan
keadaan fisik, sifat-sifat dan kepribadiannya.10 Ulama hadis menerangkan bahwa
yang terrmasuk “hal ihwal” adalah segala pemberitaaan tentang Nabi Saw., seperti
yang berkaitan dengan sifat-sifat keprinbadiannya/perangainya, (khuluqiyah),
keadaan fisiknya (khalqiyah), karakteristik, sejarah kelahiran, dan kebiasaan-
kebiasaannya.11Sebagaimana hadis fi’li yang seolah merupakan hadis mauquf,
hadis ahwali juga termasul marfu’ karena dinisbahkan kepada Nabi.
Salah satu contoh hadis ahwali adalah seperti yang diriwayatkan Imam Ahmad
“Telah bercerita kepada kami Ahmad bin Sa'id Abu Abdullah, telah bercerita Ishaq
bin Manshur telah bercerita Ibrahim bin Yusuf dari bapaknya dari Abu Ishaq,
berkata: Aku mendengar Al Bara' berkata:
وَل بالقصير، ليس بالطويل البائن، وأحسنهم خلقا،كان النبى ﷺ أحسن الناس وجها
10
Ibid, hal.11
11
Khusniati Rofiah, 2018, Studi Ilmu Hadis, IAIN PO Press, Ponorogo, hal.16
5
Artinya: "Rasulullah SAW adalah manusia yang paling tampan wajahnya, paling baik
akhlaqnya. Tidak berbadan terlalu tinggi dan juga tidak pendek."
5. Hadis Hammi
Salah satu contoh hadis hammi yang paling masyhur adalah hadis tentang niat
Nabi untuk membakar rumah orang yang tidak solat berjama’ah di masjid
Bila kita perhatikan hadis hammi memiliki kesamaan bentuk dengan hadis qauli.
Memang hadis hammi bisa termasuk dalam bentuk hadis qauli, tapi berbeda jika
masuk pada ranah pengaruhnya terhadap hukum. Secara konteks, hadis ini adalah
kenginan Nabi yang walaupun sudah terucap tapi tidak terlaksana. Banyak faktor
yang menjadikan Nabi tidak melaksanakan ucapannnya. Seperti dalam contoh
diatas, Nabi mengucapkan hal itu dengan intensi sebagai peringatan bagi kaum
muslimin agar solat berjamaah di masjid. Hadis diatas mengungkapkan betapa
geramnya Nabi kepada orang muslim yang memilih untuk soalt di rumah padahal
memiliki kemampuan untuk pergi ke masjid. Seolah-olah Nabi akan membakar
rumah orang tersebut sehingga tidak ada pilihan baginya selain tinggal di masjid.
Unsur-Unsur Hadis
12
Abdul Syukur, 2019, Hadis Hammi Nabi Saw Dan Implikasinya Terhadap Pemahaman Hadis, Pustaka Sedayu,
Tangerang Selatan, hal.6
6
Sebagaimana dalam menguji kebenaran berita harus mengecek kejelasan
sumber berita, dan kebenaran isi berita, seperti itu pula mengidentifikasi validitas
sebuah hadis. Dalam hadis ada tiga unsur pokok yang menjadikan hadis berbeda
dengan teks berita selainnya. Para ulama mengistilahkan unsur yang dimaksud
dengan sanad, matan, dan rawi.
Keberadaan ketiga unsur ini adalah suatu keharusan pada tubuh suatu hadis.
Dari ketiganya kita bisa menganalisa kualitas yang ada pada suatu hadis, yang
nantinya mempengaruhi status keabsahannya menjadi hujjah (dalil) bagi suatu
hukum. Bilamana ada cacat pada salah satu unsurnya saja, maka segan bagi para
ulama untuk menjadikan hadis itu dalil bagi suatu penetapan hukum. Maka itu kritik
suatu hadis pasti muncul dari analisa pada unsur hadis tersebut.
Berikut penjelasan ketiga unsur hadis tersebut:
1. Sanad
Kata “sanad” menurut bahasa adalah sandaran atau sesuatu yang dijadikan
sandaran. Dikatakan demikian karena hadis bersandar kepadanya.13 Al-Badru dan
At-Thibby mendefinisikan matan sebagai “berita tentang jalannya matan”. 14
Mudahnya sanad adalah rantai berita yang menyampaikan suatu hadis, atau para
rawi yang terdapat sebelum matan hadis.
Dalam hadis, sanad memegang peran penting dalam pendokumentasian teks
hadis. Dengan sanad validitas dan kualitas suatu hadis bisa diukur. Bila sanad yang
terdapat pada suatu hadis bersambung sampai kepada Rasul, maka hal itu bisa
menjadi dasar suatu hadis berstatus baik (shahih). Tapi bila sanad yang terdapat
pada suatu hadis terputus dan ditemukan cacat pada pendokumentasiannya, maka
susah sauatu hadis bisa menjadi hujjah atau sumber hukum, karena statusnya yang
lemah (dha’if).
2. Matan
Kata “matan” menurut bahasa adalah: ” ”ما ارتفع من األرضyang artinya “tanah yang
meninggi”. Sedangkan menurut istilah: ألفاظ الحديث التى تتقوم معانيهyang berarti “lafaz-
lafaz hadis yang didalamnya terkandung makna-maknanya”.15 Dengan definisi
tersebut mudah bagi kita memahami bahwa matan adalah teks, isi, atau materi dari
hadis tersebut.
Dalam memastikan bisa atau tidaknya suatu hadis dijadikan hujjah, matan
mengambil peran penting. Hadis adalah peristiwa yang terjadi beratus tahun silam.
Maka itu konteks yang terdapat pada suatu hadis tidak serta merta bisa kita ambil
secara mentah untuk dijadikan sumber hukum, mengingat latar tempat dan waktu
yang jauh berbeda. Oleh karena itu muncul juga suatu metode kritik matan pada
hadis dengan pendekatan rasional ilmiah untuk mengetahui hadis itu sahih atau
bukan, dengan catatan, kritik pada sanad sudah ditempuh sebelumnya. Kritik pada
matan ini dikenal dengan istilah kritik internal hadis (naqd ad-dakhili).
13
Mahmud at-Thahan, Taisir Musthalah al-Hadis (Beirut: Dar Alquran al-Karim) hal.15
14
Zuhri, Op. Cit., hal.13
15
Zuhri, Op. Cit.
7
3. Rawi
Kata “rawi” adalah bentuk isim fa’il dari fi’il madhi “rawa” ) ( روىsehingga rawi
berarti “orang yang meriwayatkan”. Jadi dapat disimpulkan rawi adalah orang yang
meriwayatkan hadis dan kegiatannya disebut ar-riwayat sedangkan yang
diriwayatkannya (hadis) disebut marwi.
Keberadaan rawi pada suatu hadis sangat penting karena pembahasan tentang
keabsahan suatu hadis tidak cukup pada ketersambungan sanad saja, tetapi
berlanjut pada karakter dan kompetensi seorang rawi. Jika ditemukan pada diri
seorang rawi cacat pada akhlaknya, maka hadis yang dibawa menjadi
dipertanyakan, sekalipun sanad hadisnya tersambung.maka itu ilmu tentang
pengidentifikasian seorang rawi menjadi cabang ilmu yang penting dalam
pembelajaran ilmu hadis.
Sebenarnya antara sanad dan rawi merupakan dua istilah yang tidak dapat
dipisahkan. Sanad-sanad hadis pada tiap tabaqatnya juga disebut rawi, jika yang
dimaksud rawi adalah orang yang meriwayatkan dan memindahkan hadis. Akan
tetapi yang membedakan antara rawi dan sanad adalh terletak pada pembukuan
atau pentadwinan hadis. Orang yang menerima hadis dan kemudian
menghimounnya dalam suatu kitab disebut rawi. Dengan demikian rawi dapat
disebut mudawwin (yang membukukan dan menhimpunhadis).16
PENUTUP
16
Zuhri, Op. Cit. hal.15
8
Sampai sini dapat kita simpulkan bahwa hadis memiliki lima bentuk yang
berbeda: qauli, fi’li, taqriri, ahwali, dan hammi. Kelimanya memiliki karakteristik yang
berbeda seperti yang sudah dijelaskan diatas.
Hadis juga memiliki unsur yang menjadikannya hadis. Ada tiga unsur dalam
hadis: sanad, matan, dan rawi. Orang yang melakukan periwayatan hadis disebut
rawi, susunan para rawi hingga sampai kepada Nabi disebut sanad, dan redaksi dari
hadis itu sendiri adalah matan.
Demikian pembahasan tentang bentuk dan unsur hadis.
DAFTAR PUSTAKA
9
1. As-Shalih, Subhi. 1995. Membahas Ilmu-Ilmu Hadis. Jakarta: Pustaka
Firdaus.
2. Zuhri, Ahmad dkk. 2014. Ulumul Hadis. Medan: Manhaji.
3. An Nawawi, Yahya in Syaraf Ad-Din. 1997. Matan Al Arba’in An Nawawi.
Semarang: Karya Putra.
4. Khalaf, Abdul Wahhab. 1978. Ilmu Ushul Fiqh. Mesir: Dar Al Qalam.
5. Rofiah, Khusniati. 2018. “Studi Ilmu Hadis”. Ponorogo: IAIN PO Press.
6. Syukur, Abdul. 2019. “Hadis Hammi Nabi Saw Dan Implikasinya Terhadap
Pemahaman Hadis”. Tangerang Selatan: Pustaka Sedayu.
7. At-Thahan. Mahmud. Taisir Musthalah al-Hadis. Beirut: Dar Alquran al-Karim.
10