Anda di halaman 1dari 9

KESETARAAN RASIAL DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN

(Aplikasi Teori Double Movement Fazlur Rahman pada Qs. Al-Hujurat ayat 13)

PROPOSAL SKRIPSI

Oleh:

Muhamad Hasan

NIM: 20201700334023

PROGRAM STUDI ILMU QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS DAKWAH DAN USHULUDDIN
UNIVERSITAS PESANTREN KH. ABDUL CHALIM
MOJOKERTO
2024
i
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Alquran sebagai kitab petunjuk telah sekian banyak melakukan kritik sosial,
terutama pada masa Alquran diturunkan. Alquran memberikan respons berbagai
keadaan salah satunya terhadap setting sosial-politik masyarakat Arab jahiliyah
(Makkah-Madinah). Tatanan masyarakat Arab jahiliyah yang didominasi oleh
satu kekuasaan berdasarkan kelas sosial tertinggi mendapat kritik utama dari
Alquran. Terlebih, dominasi dari kelas satu atas lainnya menimbulkan
pertentangan dalam bentuk diskriminasi rasial.1

Diskriminasi rasial merupakan setiap pembatasan, pelecehan, atau


pengucilan yang langsung ataupun tidak langsung didasarkan pada ras, warna
kulit, asal-usul keturunan, bangsa atau etnis yang mempunyai tujuan atau akibat
meniadakan atau menghalangi pengakuan, perolehan atau pelaksanaan pada
suatu tumpuan yang sama, akan hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan
dasar di setiap bidang politik, ekonomi, sosial, budaya atau bidang kehidupan
umum yang lain.2

Diskriminasi rasial dalam konteks kesejarahan bangsa Arab dapat ditelusuri


dengan melihat setting sosial-politik pada saat itu. Bersumber dari perbedaan
kelas sosial di antara mereka, menyebabkan adanya dominasi dari kelas elit-
penguasa atas elit bawah (subordinate). Dominasi suku Quraisy misalnya,
sangat tampak sekali dalam perpolitikan Makkah.3 Kaum bangsawan Quraisy
terutama yang tinggal di Makkah, telah membentuk kelas atas yang memiliki
hak-hak istimewa.4 Mereka mempunyai sumber-sumber kekuasaan dan wibawa
yang melimpah, baik sebagai pengawal ka'bah, penguasa Makkah dan sebagai
pedang-pedagang kaya yang menguasai rute Internasional jalur Suriah-Yaman.

1
Arina Alfiani, Skripsi: Larangan Alquran terhadap Sikap Rasisme, (UIN Sunan Ampel:
Surabaya, 2020), 4.
2
Nicholas Abercrombie dkk., Kamus Sosiologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 297.
3
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an, (Yogyakarta: FKBA, 2001), 9.
4
Afzalur Rahman, Muhammad Sebagai Seorang Pedagang, (Jakarta: Yayasan Swarna Bhunny,
1997), 95.

2
Pada masa pewahyuan, kendatipun Allah swt. telah mengutus seorang rasul,
namun tidak serta merta merubah secara drastis atas rusaknya tatanan sosial
masyarakat Arab. Di periode perintisan Islam, seorang budak berkulit hitam dari
Habsyah (sekarang Ethopia) yang bernama Bilal bin Rabbah, mengalami
diskriminasi rasial yang dilakukan oleh kaum elite Quraisy. Mereka mengolok-
olok Bilal dengan meyamakannya seperti burung gagak karena dianggap tidak
layak mengisi posisi terhormat, yaitu seorang muadzin yang berdiri di atas
ka’bah pada saat pelaksanaannya.5 Bukan hanya secara lisan, Bilal pun
mendapat penyiksaan secara fisik.

Selain pada sosok Bilal bin Rabbah, diskriminasi rasial juga dialami oleh
kalangan budak perempuan bangsa ras hitam yang menempati wilayah padang
pasir. Nabi Muhammad saw. memarahi Abu Dzhar al-Ghifari dikarenakan
memanggil seorang budak perempuan dengan sebutan “perempuan hitam”.
Mendengar sebutan itu, Nabi seketika marah dan memberikan pernyataan
bahwasanya tidak ada kelebihan bagi seorang anak perempuan berkulit putih
atas seorang anak dari perempuan berkulit hitam, selain amal shaleh.6

Tatanan sosial masyarakat Arab yang buruk sebagaimana di atas merupakan


akibat dari ketidakadilan hukum. Realitas demikianlah yang kemudian
membawa pada kesadaran akan kesetaraan (equality) manusia tanpa melihat
latar belakang kultur, ras, atau kelas ekonomi maupun kelas sosialnya, sebagai
perlawanan terhadap diskriminasi rasial dalam kehidupan masayakat Arab. Dua
peristiwa diskriminasi rasial pada masa pewahyuan itu yang kemudian menjadi
sebab turunnya salah satu ayat Alquran, yaitu surat al-Hujurat ajat 13. 7 Allah
swt. Berfirman:

“Hai manusia, sungguh Kami telah ciptakan kamu dari jenis laki-laki
dan perempuan dan kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku agar kamu saling mengenal secara baik. Sungguh, yang

5
M. Qurasih Shihab, Tafsir al-Misbah, vol.13, (Jakarta: Lentera Hati, 2003), 260.
6
Abdul Hadi Asy-Dyal, Islam Membina Masyarakat Adil Makmur, (Jakarta: Pustaka Dian dan
Antar Kota, 1987), 343.
7
Jalaluddin Abdurrahaman bin Abi Bakar As-Suyuthi, Ad-durul Mantsur fittafsiril ma’tsur,
(Beirut: Darl Al-Kutb Ilmiah, 911 H), 107.

3
termulia di sisi Allah di antaramu adalah yang paling takwa
kepadaNya. Allah sungguh Maha Mengetahui dan Mahateliti.”8

Surah al-Hujurat di atas menegaskan kesatuan asal-usul manusia


dengan menunjukkan kesamaan derajat kemanusiaan manusia. Tidak wajar
apabila ada seseorang berbangga dan merasa diri lebih tinggi dari yang lain,
bukan saja antar satu bangsa, suku, warna kulit dengan selainnya. Allah
swt. tidak menjadikan segala apa yang melekat sebagai identitas diri sebagai
parameter derajat di sisi Allah, kecuali ketakwaan.

Berbeda dengan masa pewahyuan, diskriminasi rasial di era modern terjadi


di berbagai belahan dunia sekaligus munculnya gerakan perlawanan atasnya. 9
Di Jerman muncul gerakan anti Semitisme, di Amerika terdapat istilah Color
Line tentang pembedaan warna kulit, di Afrika Selatan juga muncul istilah
politik Apartheid,di India sistem kasta (Brahmana, Ksatria, Waisya dan Sudra),
beralih dari sistem hindu yang bersifat simbiosis fungsionalisme menjadi
stratifikasi sosial.10 Di sisi lain, gerakan-gerakan anti sistem kelas bermunculan,
salah satunya adalah Karl Mark (1818-1883)11 salah satu tokoh sentral
perlawanan terhadap kapitalisme. Dan sejarah mencatat perjalanan panjang
terkait dengan konflik ini diberbagai belahan dunia.12

Diskriminasi rasial dalam konteks kesejarahan di Indonesia dapat ditelusuri


dengan melihat produksi kebijakan yang dihasilkan oleh sebuah rezim
pemerintahan. Permasalahan diskriminasi etnis Tionghoa di Indonesia
merupakan warisan sejarah masa lampau ketika Belanda menerapkan politik
devite et impera (politik pemecah belah) yang membagi penduduk nusantara
menjadi 3 golongan, pertama: Eropa, kedua:Timur Asing seperti Tionghoa,
India dan Arab, ketiga: Pribumi (penduduk asli Indonesia). Perbedahan tersebut

8
Universitas Islam Indonesia, Qur’an karim dan terjemahan artinya, (Yogyakarta: UII Press,
2020), 931; selanjutnya disebut Qur’an karim dan terjemahan artinya.
9
Asri Oktavianty, dkk, Reformasi Hukum Terhadap Kebijakan Diskriminasi Ras dan Etnis di
Indonesia, (Jakarta: Solidaritas Nusa Bangsa, 2003), 140.
10
Agus Salim, Stratifikasi Etnik, (Semarang: Tiara Wacana, 2006), 2.
11
Nicholas Abercrombie dkk., Kamus Sosiologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 330.
12
George M. Fredrickson, Rasisme Sejarah Singkat, terj. Andi, (Yogyakarta: Benteng Pustaka,
2005), 19.

4
digunakan untuk pemerintah Hindia-Belanda untuk mengadu domba antara
golongan pribumi dengan etnis lainnya.13

Pasca wafatnya Rasulullah, proses dialektika antara teks Alquran dengan


realitas sosialnya mengalami perubahan. Setelah proses pewahyuan selesai dan
tidak ada lagi sosok beliau sebagai pemilik otoritas tertinggi dalam menafsirkan
Alquran, maka teks Alquran tidak lagi berdialog secara langsung dengan
audiensnya. Kondisi sosial kemasyarakatan saat di mana Alquran diturunkan
juga tidak akan dapat dirasakan oleh umat Islam di masa sekarang dan di masa
yang akan datang. Problem diskriminasi rasial di atas, baik yang terjadi pada
masa pra-Islam (jahiliyah), masa pewahyuan maupun masa sekarang, sudah
seharusnya dapat dipertemukan benang merahnya untuk diuraikan dalam sudut
pandang Alquran.

Fazlur Rahman sebagai intelektual muslim-yang memproklamirkan diri


sebagai juru bicara modernis-menawarkan sebuah metode baru untuk
memahami Alquran yang relevan pada konteks masa kini. Rahman
menjembatani ketegangan antara gaya berpikir muslim tradisional dan gaya
berpikir barat. Rahman berusaha mengakomodasi ide-ide klasik sembari
mengapresiasi temuan dan perangkat keilmuan barat.14

Rahman berpandangan bahwa pesan sesungguhnya yang ingin disampaikan


Alquran kepada umat manusia bukanlah makna yang ditunjukkan oleh
ungkapan harfiah itu sendiri, melainkan ideal moral yang ada di balik ungkapan
literal tersebut. Oleh karenanya, ayat-ayat Alquran harus dipahami dari sisi
pesan moral dan maqasid al-shari'ah nya.15 Untuk merealisasikannya, Fazlur
Rahman kemudian mengusulkan tentang urgensi memahami pengkajian melalui
pendekatan historis-kronologis yang melatarbelakangi turunnya ayat-ayat
Alquran, baik berupa asbab al-nuzul maupun situasi sosial, politik, ekonomi,
budaya, dan juga peradaban masyarakat saat Alqur'an diturunkan.16

13
Hesti Awriwulan Sochmawardiah, Dsikriminasi Rasial Dalam Hukum Studi Tentang
Diskriminasi Etnis Tionghoa,(Yogyakarta: Genta Publishing, 2013), 122.
14
Sibawaihi, Hermeneutika al-Qur’an Fazlur Rahman, (Yogyakarta: Jalasutara, 2007), 3-4.
15
Eni Zulaiha, Tafsir Kontemporer: Metodologi, Paradigma dan Standar Validitasnya, dalam
Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya, Vol. II, No. 1, Juni 2017, h. 84.
16
Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir Al-Qur'an Kontemporer dalam Pandangan Fazlur
Rahman, (Jambi: Sultan Thaha Press, 2007), 43

5
Pemahaman terhadap suatu konteks kesejarahan Alquran sangat berguna
untuk memberikan kesimpulan suatu nilai yang mendasari ketentuan dalam
Alquran, atau menentukan secara akurat sebuah alasan di balik berbagai
pernyataan. Oleh karena itu, pendekatan kesejarahan (sosio-historis) menjadi
penting untuk membedakan antara legal spesifik dan ideal moral. Ideal moral
sendiri merupakan tujuan dasar moral yang dipesankan Alquran. Sedangkan
legal spesifik adalah ketentuan hukum yang ditetapkan secara khusus. Ideal
moral Alquran lebih baik diterapkan daripada ketentuan legal spesifiknya,
karena ideal moral bersifat universal. Dengan demikian, Fazlur Rahman
melalukan pendekatan historis kemudian menekankan ideal moral Alquran pada
legal spesifiknya dan melakukan pendekatan sosiologis.

Ditarik dari latar belakang di atas, maka menjadi urgen mengkaji


bagaimana keadilan rasial perspektif al-Qur’an. Adapun fokus penelitian ini
akan membahas dan mengkaji tentang “KEADILAN RASIAL PERSPEKTIF
AL-QUR’AN; Aplikasi Teori Double Movement Fazlur Rahman Pada Qs.
al-Hujurat ayat 13”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti merumuskan
permasalahan yang akan peneliti bahas sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud Kesetaraan Rasial?


2. Bagaimana Tafsir Qs. Al-Hujurat ayat 13 dengan Teori Double
Movement Fazlur Rahman?
3. Bagaimana implemantasi kesetaraan rasial dalam Qs. Al-Hujurat ayat
13?

C. Tujuan Penelitian
Berangkat dari rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, penelitian ini
memiliki beberapa tujuan, diantaranya:

1. Untuk Mengetahui Pengertian Umum Kesetaraan Rasial


2. Untuk Mengetahui Tafsir dengNan Metode Double Movement Fazlur
Rahman
3. Untuk Memahami Implementasi Dari Kesetaraan Rasial dalam Qs.
Al-Hujurat ayat 13 dalam konteks kontemporer

6
DAFTAR PUSTAKA

Alfiani, Arina. Skripsi: Larangan Alquran terhadap Sikap Raisme. Surabaya: UIN
SUKA, 2020.

Bin Abi Bakar As-Suyuthi Jalaluddin Abdurrahaman. Ad-durul Mantsur fittafsiril


ma’tsur. Beirut: Darl Al-Kutb Ilmiah, 911 H.
Hadi Abdul Asy-Dyal. Islam Membina Masyarakat Adil Makmur. Jakarta: Pustaka
Dian dan Antar Kota, 1987.
Nicholas Abercrombie dkk., Kamus Sosiologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010),
297.
Rahman, Afzalur. Muhammad Sebagai Seorang Pedagang. Jakarta: Yayasan Swarna
Bhunny, 1997.
Shihab, Qurasih. Tafsir al-Misbah. vol.13. Jakarta: Lentera Hati, 2003.
Universitas Islam Indonesia. Qur’an karim dan terjemahan artinya. Yogyakarta: UII
Press, 2020.
Asri Oktavianty, dkk, Reformasi Hukum Terhadap Kebijakan Diskriminasi Ras dan
Etnis di Indonesia, (Jakarta: Solidaritas Nusa Bangsa, 2003), 140.
Salim, Agus. Stratifikasi Etnik. Semarang: Tiara Wacana, 2006.
Nicholas Abercrombie dkk., Kamus Sosiologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010),
330.
M. Fredrickson, George. Rasisme Sejarah Singkat. terj. Andi. Yogyakarta: Benteng
Pustaka, 2005.
Sochmawardiah, Hesti Awriwulan. Diskriminasi Rasial Dalam Hukum Studi Tentang
Diskriminasi Etnis Tionghoa. Yogyakarta: Genta Publishing, 2013.
Sibawaihi. Hermeneutika al-Qur’an Fazlur Rahman. Yogyakarta: Jalasutara, 2007.
Zulaiha, Eni. Tafsir Kontemporer: Metodologi, Paradigma dan Standar Validitasnya,
dalam Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya, Vol. II, No. 1, Juni 2017, h.
84.
Syukri Saleh, Ahmad. Metodologi Tafsir Al-Qur'an Kontemporer dalam Pandangan
Fazlur Rahman. Jambi: Sultan Thaha Press, 2007.
Oktavianty, Asri dkk. Reformasi Hukum Terhadap Kebijakan Diskriminasi Ras dan
Etnis di Indonesia. Jakarta: Solidaritas Nusa Bangsa, 2003.

7
8

Anda mungkin juga menyukai