Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seorang mufassir dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Quran harus
mengetahui kaidah-kaidah dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Quran. Kaidah
tafsir adalah suatu aturan atau pedoman-pedoman dasar yang harus dipenuhi
oleh seorang mufassir dalam menafsirkan suatu ayat dalam Al-Quran,
termasuk adab dan syarat-syarat seorang mufassir. Seorang mufassir harus
berpedoman kepada aturan-aturan tersebut. Dengan mengetahui kaidah-kaidah
tersebut seorang mufassir tidak terjadi kekeliruan atau penyimpangan dalam
menafsirkan ayat-ayat Al-Quran karena sesuai dengan Al-Quran dan Hadits.
Seorang mufassir juga harus mengetahui pembagian kaidah-kaidah tafsir
tersebut. Kaidah tafsir terbagi menjadi tiga yaitu Pertama: Kaidah dasar tafsir
seperti contoh penafsiran ayat Al-Quran dengan ayat Al-Quran lainya, ayat
Al-Quran dengan Hadits Nabi, perkataan sahabat atau yang disebut juga
dengan tafsir bi al-matsur atau tafsir bi al-riwayah. Kedua: Kaidah umum
tafsir yaitu kaidah-kaidah yang dikaitkan dengan ilmu-ilmu yang berkaitan
dengan tafsir tersebut seperti Nahwu, Sharaf, Balaghah dan lain sebagainya.
Ketiga: Kaidah khusus yaitu seperti pembahasan tentang dhamir, isim nakirah
dan makrifah, pengulangan isim, mufrad dan jamak, sinonim, pertanyaan dan
jawaban dan lain sebagainya.
Selain kaidah-kaidah tersebut seorang mufassir juga harus mengetahui
kaidah-kaidah ushul fiqih. Kaidah-kaidah yang berhubungan dengan
penggalian hukum dengan mengunakan dalil-dalil terperinci. Seorang mufasir
sangat penting untuk mengetahui kaidah tersebut yaitu memudahkan untuk
menafsirkan ayat Al-Quran juga tidak salah dalam mengambil suatu hukum
dari ayat-ayat tersebut. Contoh kaidah-kaidah ushul fiqih seperti Amr dan
Nahi, Amm dan Khass, Manthuq dan Mafhum, Mutlaq dan Muqayyad,
Mujmal dan Mubayyan dan lain sebagainya.
Dalam pembahasan berikutnya akan dibahas tentang salah satu kaidah usul
fiqih yang harus diketahui oleh seorang mufassir dalam menafsirkan Al-
Quran yaitu kaidah Amr dan Nahi. Pembahasan mengenai pengertian Amar,

1
Bentuk-Bentuk, Contoh-Contoh yang menunjukkan kepada amar beserta
dengan kaidahnya. Dan juga mengenai tentang Nahi, Bentuk-bentuk Nahi
serta Kaidah-kaidah Nahi tersebut. Sehingga seorang mufassir dapat
membedakan antara Amar dan Nahi dan hal tersebut sangat penting untuk
diketahui karena berhubungan dengan penggalian suatu hukum.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Amr?
2. Bagaimana Lafaz dan Frasa Amr?
3. Bagaimana Sighat (bentuk kata) Amar?
4. Bagaimana Dilalah amr?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Pengertian Amr
2. Untuk mengetahui Lafaz dan Frasa Amr
3. Untuk mengetahui Sighat (bentuk kata) Amar
4. Untuk mengetahui Dilalah amr

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Amr
Berkenaan dengan al-Amr, al-Ghazali memberikan pengertian sebagai
berikut:

2

Al-Amr itu ialah ucapan atau tuntutan -yang secara subtansial- agar
mematuhi perintah dengan mewujudkan apa yang menjadi tuntutannya dalam
perbuatan.
Pandangan al-Ghazali ini memberikan pemahaman bahwa al-Amr
merupakan perintah yang menuntut untuk dipatuhi sesuai dengan apa yang
menjadi kandungan dari perintah tersebut. Dalam pernyataan yang lain, al-
Ghazali menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan al-Amr itu ialah:
:
Al-amr itu ialah tuntutan untuk berbuat dan menunaikannya terhadap yang
lain.
Muhammad Abu Zahrah menyebutkan bahwa perintah (amr) adalah
permintaan lisan untuk melakukan sesuatu yang keluar dari orang yang
kedudukanya lebih rendah. Perintah menurut pengertian ini berbeda dari
permohonan (doa) dan ajakan (iltimas). Karena yang disebut pertama
merupakan permintaan dari orang yang kedudukanya lebih rendah kepada
orang yang kedudakanya lebih tinggi. Sementara ajakan permintaan diantara
orang yang seterusnya sejajar/ hampir sejajar.
Prof. Dr. Rahmat Syafei dalam bukunya ilmu ushul fiqih untuk IAIN,
STAIN, PTAIS menyatakan bahwa Amr adalah lafaz yang menunjukkan
tuntutan dari atasan kepada bawahannya untuk mengerjakan suatu pekerjaan
Definisi diatas tidak hanya ditujukan pada lafaz yang memakai sighat amr,
tetapi ditujukan pula pada semua kalimat yang mengandung perintah, karena
kalimat perintah tersebut terkadang menggunakan kalimat majazi (samar).
Namun yang paling penting amr adalah bahwa kalimat tersebut mengandung
unsur tuntutan untuk mengerjakan sesuatu.
Menurut mayoritas ahli ushul fiqh, amr adalah sesuatu tuntutan untuk
melakukan sesuatu dari pihak yang lebih tinggi kedudukannya kepada pihak yang
lebih rendah tingkatannya.

B. Lafaz dan Frasa Amr

3
Menurut Hudhori Bik di dalam Tarikh Tasyri disampaikan beberapa
bentuk Amr antara lain :
1. Melalui lafaz amara dan seakar dengannya yang mengandung perintah
(suruhan), seperti firman Allah surat al-Nisa, 4:58:
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya...
2. Menggunakan lafaz kutiba atau diwajibkan, seperti firman Allah surat al-
Baqarah, 2:183:
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa.
3. Perintah yang memakai redaksi pemberitaan (jumlah Khabariyah), tetapi
yang dimaksud adalah perintah, seperti firman Allah surat al-Baarah,
2:228:
wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga
kali quru'
4. Perintah yang menggunakan kata kerja perintah secara langsung, seperti
firman Allah surat Al-Baqarah, 2:238:
Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa.
Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'.
5. Fiil Mudhari yang disertai lam amr (huruf lam yang mengandung
perintah), seperti firman Allah surat al-Talak, 65:7:
Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut
kemampuannya. dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi
nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya.
6. Perintah dengan menggunakan kata wajaba dan faradha, seperti firman
Allah surat al-Ahzab, 33:50:
Sesungguhnya kami telah mengetahui apa yang kami wajibkan (ma
Faradha) kepada mereka tentang isteri-isteri mereka dan hamba sahaya
yang mereka miliki.
7. Perintah dalam bentuk penilaian bahwa perbuatan itu baik, Umpamanya,
firman Allah surat al-Baqarah, 2:220:
dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim, katakalah:
"Mengurus urusan mereka secara patut adalah baik.

4
8. Perintah disertai janji kebaikan yang banyak bagi pelakunya, seperti
firman Allah surat al-Baqarah, 2: 245:
siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang
baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan meperlipat
gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak.
9. Isim Masdar yang diperlukan sebagai pengganti fiil amr, misalnya dalam
surat Muhammad:
apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang)
Maka pancunglah batang leher mereka. "
10. Memberikan suatu perbuatan, yang harus dilakukan oleh manusia, bahwa
pebuatan itu untuknya. Misalnya firman Allah dalam surat:
Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah. (Ali
Imran:97

C. Sighat (bentuk kata) Amar


Amar merupakan lafal yang mengandung pengertian perintah. Sighat
Amar berbentuk sebagai berikut:
1. Berbentuk Fiil Amar / perintah langsung.
Misalnya, firman Allah:


Artinya: Dirikanlah Shalat. (QS. Al baqarah: 43)
Contoh lain:
Apabila lafadz yang khusus dalam nash syari datang dalam
shighat amar atau perintah, maka lafadz itu menunjukkan kewajiban.
Artinya menuntut perbuatan yang diperintah itu secara penetapan dan
kepastian. Allah swt berfirman:

Artinya: wahai wanita yang ditalak menahan diri (menunggu) ...
Firman tersebut menunjukkan kewajiban wanita yang ditalaq untuk
menahan diri atau beriddah selama tiga kali quru (suci). Sebab menurut
pendapat yang rajih (unggul) bahwasannya shighat amar dan shighat lain
yang bermakna sama dengannya ditetapkan untuk mewajibkan. Sedangkan
suatu lafadz ketika di mutlakkan, maka ia menunjukkan terhadap
maknanya yang hakiki yang telah ditetapkan untuknya. Ia tidak boleh

5
dipalingkan dari maknanya yang hakiki, kecuali dengan adanya suatu
qarinah (hubungan/keterkaitan kata sebelum dan sesudahnya).
Selanjutnya jika ditemukan suatu qarinah (keterkaitan / hubungan)
yang dapat memalingkan shighat perintah dari makna kewajiban kepada
makna lainnya, maka ia dipahami sesuai dengan apa yang ditunjuki oleh
qarinah itu, seperti ibahah (pembolehan).
2. Berbentuk Fiil mudhari yang didahului oleh lam Amar.
Misalnya, firman Allah:

Artinya: dan hendaklah thawaf sekeliling rumah tua itu (Baitullah).
(QS.Al Haj: 29)

Artinya: dan hendaklah ada segolongan umat. (QS. Ali Imran: 104)
3. Isim Fiil Amr, seperti:

Artinya: Jagalah dirimu. (QS. Al Maidah: 105)
4. Masdar pengganti fiil, seperti:

Artinya: dan berbuat baiklah kepada Ibu Bapak. (QS. Al Baqarah: 83)
5. Bentuk lainnya yang semakna, seperti lafal faradla, kutiba dan lain
sebagainya.

Artinya: sesungguhnya kami telah mengetahui apa yang kami wajibkan
kepada mereka tentang istri istri mereka. (QS. Al Ahzab: 50).


Artinya: Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu
berpuasa. (QS. Al Baqarah: 183)



Artinya: sesungguhnya Allah memerintahkan kamu untuk menyampaikan
amanah. (QS. An Nisa: 58)
Bentuk amar kadang-kadang keluar dari maknanya yang asli dan
digunakan untuk makna yang bermacam-macam yang dapat kita ketahui dari
susunan kalimatnya. mAmr (perintah) memiliki kaidah yaitu ketentuan-

6
ketentuan yang dipergunakan para mutjahid dalam mengistinbatkan hukum.
Ulama ushul merumuskan kaidah-kaidah amar dalam lima bentuk, yaitu :
Kaidah pertama; pada dasarnya amar (perintah) itu menunjukan kepada
wajib dan tidak menunjukan kepada selain wajib kecuali dengan adanya
qarinah (hubungan keterkaitan). Maksud dari kaidah tersebut adalah bahwa
mengerjakan sesuatu pekerjaan yang dituntut oleh suatu perintah adalah wajib
diperbuat.
Imam Ar Razi berkata di dalam kitabnya Al Mahsul, bahwa ahli Ushul
telah sepakat menetapkan bahwa bentuk fiil amar dipergunakan dalam 15
macam makna sesuai dengan qarinah yang mempengaruhinya, antara lain:
1. Ijab (Wajib)
Contoh:


Artinya: Dirikanlah Shalat. (QS. Al baqarah: 43)
2. Nadb (anjuran)


Artinya: dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang
dikaruniakan Nya kepadamu. (QS. An Nur : 33)
3. Takdzib (mendustakan)

Artinya: tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang
benar. (QS. Al Baqarah 111).
4. Irsyad (membimbing atau Menunjukkan)
Contoh firman Allah:

Artinya: dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang laki-laki
(diantaramu). (QS. Al Baqarah : 282)
5. Ibahah (kebolehan)


Artinya: makan dan minumlah hingga jelas bagimu beng putih dan
benang hitam bagimu. (QS. Al Baqarah : 187)

Artinya: dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka
bolehlah berburu. (QS. Al-Maidah:2)

7
6. Tahdid (Ancaman)

Artinya: kerjakanlah apa yang kamu kehendaki. Sesungguhnya Dia
maha melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. Fusshilat : 40)
7. Inzhar (peringatan)

Artinya: Katakanlah, Bersuka rialah kamu, karena sesungguhnya
tempat kembalimu adalah neraka. (QS. Ibrahim : 30)
8. Ikram (memuliakan)


Artinya: (dikatakan kepada mereka): masuklah ke dalamnya dengan
sejahtera lagi aman. (QS. Al Hijr : 46)

9. Taskhir (penghinaan)

Artinya: Jadilah kamu sekalian kera yang hina. (QS. Al Baqarah : 65)
10. Tajiz (melemahkan)

Artinya: datangkanlah satu surat (saja) yang seumpama )Al
Quran( itu. (QS. Al Baqarah : 23)
11. Taswiyah (mempersamakan)

Artinya: maka bersabar atau tidak. (QS. At Thur :16)
12. Tamanni (angan-angan)
Contoh Syiir Arab:

Artinya: wahai sang malam, memanjanglah wahai kantuk
menghilanglah. Wahai waktu subuh berhentilah dahulu, jangan segera
dating.
13. Doa

Artinya: Ya Allah ampunilah aku. (QS. Shad : 35)
14. Ihanah (meremehkan)

8
Artinya: Rasakanlah, sesungguhnya kamu orang yang perkasa lagi
mulia. (QS. Ad Dukhan : 49)
15. Imtinan

Artinya: Makanlah apa yang direzekikan kapadamu. (QS. An Nahl :
114)
Kaidah kedua: Perintah setelah larangan menunjukan kepada kebolehan.
Maksud dari kaidah ini ialah, apabila ada perbuatan-perbuatan yang semula
dilarang, lalu datang perintah mengerjakan, maka perintah tersebut bukan
perintah wajib tetapi bersifat membolehkan. Seperti Firman Allah swt:



apabila shalat telah dilaksanakan , maka bertebaranlah kamu di bumi,
carilah karunia allah{ QS.al-jumuah 62:10}.
Dengan demikian perintah bertebaran dimuka bumi, seperti kata ayat diatas,
hukumnya tidak wajib, tapi diperbolehkan. Kaidah ketiga: Pada dasarnya
perintah itu tidak menghendaki segera dilaksanakan. Misalnya tentang haji.
Jumhur ulama sepakat bahwa perintah mengerjakan sesuatu yang
berhubungan dengan waktu, maka harus dikerjakan sesuai dengan waktu yang
telah ditetapkan dan tidak bleh di luar waktu. Bila dilakukan diluar waktu,
tanpa sebab yang dibenarkan oleh syara maka hukumnya akan berdosa.
Kaidah Keempat: pada dasarnya perintah ini tidak menghendaki pengulangan
(berkali-kali mengerjakan perintah). Misalnya dalam ibadah haji, yaitu satu
kali seumur hidup namun bila perintah itu dimaksudkan pengulangan, maka
harus ada qarinah atau kalimat yang menunjukan pada pengulangan.
Allah berfirman:

dan Sempurnakan haji dan umrah karena Allah. (QS. Al Baqarah: 196).
Kewajiban haji dan umrah hanya sekali seumur hidup. Jadi bila dikerjakan
sekali saja sudah cukup.
Kaidah Kelima: kaidah ini menjelaskan bahwa perbuatan yang
diperintahkan itu tidak bisa terwujud tanpa disertai dengan sesuatu perbuatan
lain yang dapat mewujudkan perbuatan yang diperintah itu. Misalnya,
kewajiban melaksanakan sholat, sholat ini tidak sah untuk dikerjakan tanpa

9
suci (wudhu) terlebih dahulu. Maka para ulama menetapkan bahwa Tiap-
tiap perkara yang kewajiban tidak sempurna kecuali dengannya, maka
perkara itu wajb pula.

D. Dilalah amr
Selama lafaz amr itu tetap dalam kemuthlaqannya, ia selalu menunjukkan
kepada arti yang haqiqi, yakni wajib, yang memang diciptakan untuknya dan
tidak akan dialihkan kepada arti yang lain, jika tidak ada qarinah yang
mengalihkannya.
Menurut Adib Saleh ahli Ushul Fiqh asal Damaskus, berbagai
bentuk Amr diatas membawa beberapa pengertian antara lain :
1. Menunjukkan hukum wajib, seperti perintah shalat dalam surat al-
Baqarah: 110:
Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.
2. Menjelaskan bahwa sesuatu itu Mubah hukumnya, seperti firman Allah
surat al-Mukminun : 51
Hai Rasul-Rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik
3. Untuk menunjukkan anjuran, seperti perintah menulis hutang piutang
dalam surat Al-Baqarah : 282.:
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya.
4. Untuk melemahkan, seperti firman Allah surat al-Baqarah : 23 :
Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al Quran yang kami
wahyukan kepada hamba kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja)
yang semisal Al Quran itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain
Allah, jika kamu orang-orang yang benar.
5. Sebagai ejekan dan penghinaan, seperti firman Allah surat al-Dukhan : 49 :
Rasakanlah, Sesungguhnya kamu orang yang Perkasa lagi mulia.
Imam Ibnu al-Subky, di dalam Matn JamI al-Jawami, menyebutkan
bahwa tuntutan yang terkandung dalam lafal amr itu terdiri dari 26 macam.
Menurut penjelasan Mustafa Said al-Khin, dengan mengutip pendapat al-
Amidi, paling tidak terdapat 25 buah macam tuntutan dari lafaz amr.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berkenaan dengan al-Amr, al-Ghazali memberikan pengertian sebagai
berikut: Al-Amr itu ialah ucapan atau tuntutan -yang secara subtansial- agar
mematuhi perintah dengan mewujudkan apa yang menjadi tuntutannya dalam
perbuatan. Pandangan al-Ghazali ini memberikan pemahaman bahwa al-Amr
merupakan perintah yang menuntut untuk dipatuhi sesuai dengan apa yang
menjadi kandungan dari perintah tersebut. Menurut Hudhori Bik di
dalam Tarikh Tasyri disampaikan beberapa bentuk Amr antara lain :a) Melalui
lafaz amara dan seakar dengannya yang mengandung perintah (suruhan), b)
Menggunakan lafaz kutiba atau diwajibkan, c) Perintah yang memakai redaksi
pemberitaan (jumlah Khabariyah), tetapi yang dimaksud adalah perintah, d)
Perintah yang menggunakan kata kerja perintah secara langsung, e) Fiil
Mudhari yang disertai lam amr (huruf lam yang mengandung perintah), f)
Perintah dengan menggunakan kata wajaba dan faradha, g) Perintah dalam
bentuk penilaian bahwa perbuatan itu baik, g) Perintah disertai janji kebaikan
yang banyak bagi pelakunya, h) Isim Masdar yang diperlukan sebagai
pengganti fiil amr, i) Memberikan suatu perbuatan, yang harus dilakukan oleh
manusia,
Amar merupakan lafal yang mengandung pengertian perintah. Sighat
Amar. Bentuk amar kadang-kadang keluar dari maknanya yang asli dan
digunakan untuk makna yang bermacam-macam yang dapat kita ketahui dari
susunan kalimatnya. mAmr (perintah) memiliki kaidah yaitu ketentuan-
ketentuan yang dipergunakan para mutjahid dalam mengistinbatkan hukum.
Selama lafaz amr itu tetap dalam kemuthlaqannya, ia selalu menunjukkan
kepada arti yang haqiqi, yakni wajib, yang memang diciptakan untuknya dan
tidak akan dialihkan kepada arti yang lain, jika tidak ada qarinah yang
mengalihkannya.

11
Imam Ibnu al-Subky, di dalam Matn JamI al-Jawami, menyebutkan
bahwa tuntutan yang terkandung dalam lafal amr itu terdiri dari 26 macam.
Menurut penjelasan Mustafa Said al-Khin, dengan mengutip pendapat al-
Amidi, paling tidak terdapat 25 buah macam tuntutan dari lafaz amr.

B. Saran
Dalam penyusunan Makalah ini, penulis mengakui bahwa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu, dalam hal ini penulis sangat
membutuhkan saran dan kritikan dari dosen, agar supaya membantu dalam
pengembangan wawasan penulis serta nantinya bisa memberikan hasil yang
lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

12
Efendi,Satria dan Mashum Zein.tt. UshulFiqh.Jakarta: Kencan Perdana Media
Group.

Karim,Syafii.2001. Fiqih-Ushul Fiqih.Bandung: Pustaka Setia.

Uman,Chaerul dan Achyar Aminudin.2001. Ushul Fiqih II.Bandung: Pustaka


Setia.

Zudbah, Muhammad Masum Zein.2008. UshulFiqh.Jawa Timur:Darul


Hikmah.

Zuhri,Moh dan Ahmad Qarib.1994.Ilmu Ushul Fiqih.Semarang:Toha Putra


Group.

KATA PENGANTAR
iii

13
Assalammualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT ,karena atas
karunia,taufiq dan hidayah-Nya lah,penulis dapat menyelesaikan makalah ini.

Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang telah membantu


dalam penyelesaian makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat tidak
hanya untuk penulis ,namun juga untuk pihak-pihak yang berkenan meluangkan
waktunya untuk membaca makalah ini.

Mengingat keterbatasan penulis sebagai manusia biasa yang tak luput dari
salah dan dosa, penulis menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu kritikan dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan. Agar kedepannya penulis bisa lebih baik lagi.

Salah dan khilaf penulis mohon maaf. kepada Allah, penulis mohon
ampun. Wassalammualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Bengkulu, Juni 2017

Penulis

i
DAFTAR ISI

14
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................... 2
C. Tujuan.................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Amr ............................................................................... 3
B. Lafaz dan Frasa Amr ....................................................................... 4
C. Sighat (bentuk kata) Amar .............................................................. 5
D. Dilalah Amr ..................................................................................... 10

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan.......................................................................................... 12
B. Saran.................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA

ii
MAKALAH

15
USHUL FIQIH EKONOMI ISLAM
Lafas Amr

Disusun Oleh :
Putrid Dwi Rahmadani
Dwi Okta Viona Pratiwi
Yunita Hartati

Dosen Pembimbing :
Wahyu Abdul Jafar, MHI

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BENGKULU
2017

16

Anda mungkin juga menyukai