Anda di halaman 1dari 2

Dinar dan Dirham Sebagai Alat Pembayaran dalam Ekonomi Islam

Mata uang muncul untuk pertama kalinya di dunia, dan para ekonom tidak mencapai
konsensus tentang cara menggunakan mata uang. Dalam masyarakat primitif, kata mata uang
belum ditemukan, tetapi sebagai embrio yang sangat dibutuhkan, manusia secara bertahap
menerapkan sistem barter, dan kemudian kata uang dikembangkan sebagai pengganti sistem barter.
Hingga saat ini, perkembangan mata uang ini telah menjadi alat tukar. Hal ini terjadi karena
banyaknya masalah transaksi barter dibandingkan dengan mata uang. Dapat diamati bahwa jika
penilaian masing-masing pemilik barang yang akan ditukarkan sesuai dengan jenis barang dan nilai
yang diharapkan, pertukaran barter dapat dilakukan.

Sekali lagi, karena berat dan sulitnya membawa mata uang logam, orang mulai
mempertimbangkan untuk membuat mata uang logam yang lebih praktis. Ini adalah asal usul koin.
Seperti para pionir uang kertas, pada zaman dahulu para pedagang yang menitipkan emas (dinar) di
bank mendapat sertifikat titipan emas dari bank. Lambat laun, sertifikat deposito emas digunakan
sebagai alat pembayaran.

Dalam sejarah Islam, sebelum datangnya Islam, perdagangan merupakan fondasi


perekonomian Jazirah Arab. Mata uang yang digunakan pada saat itu adalah Dinar Romawi dan
Dirham Persia. Hal ini dapat dimengerti, karena Romawi dan Persia adalah mitra dagang Arab.
Selain itu, letak geografis wilayah Arab, khususnya Hanzhi. Oleh karena itu, ia memberikan
keuntungan yang jelas bagi kawasan itu, yaitu jalur perdagangan antara Persia dan Roma, dan
antara Roma dan India dan koloni-koloninya (seperti Suriah, Ethiopia dan Yaman. Saat itu, nilai
satu dinar sama dengan sepuluh dirham. Setelah kedatangan Islam, mata uang Dinar dan Dirham
masih digunakan sebagai metode perdagangan pada masa Nabi. Bahkan saat ini, dinar dan dirham
dikukuhkan sebagai alat pembayaran yang sah. Menurut Kadim as-Sadr dalam bukunya “Monetary
and Monetary Policy in the Early Islamic Period”, karya ini kemudian dimasukkan dalam prosa
oleh Baqir dan Hasan. Ini menunjukkan bahwa koin dinar dan dirham memiliki kandungan emas
dan perak yang tetap, yang membuat nilai tukar stabil. Hal ini terjadi tidak hanya pada zaman para
rasul, tetapi juga pada dinasti Umayyah. Namun, selama dinasti Umayyah dan Abbasiyah, berat
dinar dan dirham berubah seperti yang terjadi di Persia. 6 Pada periode berikutnya, kandungan
dinar (emas) dan dirham (perak) berubah di wilayah Islam lainnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa
Dinar dan Dirham berasal dari Roma dan persia.

Dirham dan dinar memiliki nilai yang tetap, karena tidak ada masalah dengan pertukaran
mata uang.Jika dinar digunakan sebagai satuan nilai, maka nilai dirham adalah produk dari dirham,
jika kita menganggap bahwa dinar adalah mata uang satuan , nilainya sepuluh kali dirham. Namun
karena alasan politik, dirham lebih umum digunakan daripada dinar, yaitu hampir seluruh wilayah
kerajaan Persia yang menggunakan dirham sebagai mata uangnya, dapat dikuasai oleh tentara
Islam. Meskipun tidak semua wilayah Kekaisaran Romawi yang menggunakan mata uang dinar
dapat dikuasai oleh Islam, karena dirham lebih banyak dijumpai di dunia perdagangan Arab saat
itu, hal itu wajar.

Dinar adalah mata uang dengan nilai fisik dan nilai intrinsik yang sama, karena
berdasarkan emas. Di Indonesia, dinar memang belum populer. Dinar diproduksi dan diedarkan di
Indonesia sejak tahun 2001. Penggunaan koin emas dinar oleh masyarakat Indonesia masih sangat
terbatas, baik dari segi fungsi maupun kuantitas penggunaan. Berdasarkan standard World Isllamic
Trade Organization (WITO), nilainya setara dengan 4,25 gr emas 22 karat, dengan diameter 23
mm. Bentuk dinar di seluruh dunia berbeda-beda.l Di Indonesiapun, bentuknya berbeda-beda,
tergantung institusi yang mengeluarkannya. Dinar yang dikeluarkan oleh Baitulmaal Muamalat sisi
mukanya bergambar Masjidil Aqsha, tulisan Baitulmaal, cahaya di atas Masjidil Aqsha, da gerigi
roda.Sementara sisi bagian dalam tertulis dua kalimat syahadat. Bentuk memang tidaklah terlalu
signifikan, pada dasarnya semua lembaga jelas berhak mengeluarkan dinar asal memenuhi standar
WITO kriterianya yakni harus 4,25 gr, 2 karat, berdiameter 23 mm. Sehigga dapat disimpulkan
bahwa dinar dan dirham tidaklah cocok dijadikan alat pembayaran yang sah. Karena dindonesia
telah menganut ekonomi pancasila dan telah ditetapkan matauang sebagai alat pembayaran yang
sah yaitu Rupiah.

Anda mungkin juga menyukai