Anda di halaman 1dari 22

SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM TETANG UANG

Dosen pengampu : Dr. Muhammad Yafiz, M.ag

Oleh :

RIZALUL MUSLIH SYAWALUDDIN

NIM : 3004234019

PROGRAM STUDY S2 EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA MEDAN

2023
A. PENDAHULUAN

Dalam ekonomi, permintaan dan suplai komoditi menentukan harga


normal yang mengukur permintaan efektif yang ditentukan oleh tingkat
kelangkaan pemasokan dan pengadaan. Peningkatan permintaan suatu komoditi
cenderugn menaikkan harga, dan mendorong produsen memproduksi barang-
barang itu lebih banyak. Masalah kenaikan harga timbul karena ketidaksesuaian
antara permintaan dan suplai. Ketidaksesuaian ini terutama karena adanya
persaingan tidak sempurna dipasar. Persaingan menjadi tidak sempurna apabila
jumlah penjual dibatasi, atau bila ada perbedaan hasil produksi. Persoalan pokok
yang perla dicatat adalah, produsen tidak dapat menerima harga yang berlaku
sebagai kenyataan. Dalam transaksi ekonomi, uang adalah standar kegunaan yang
terdapat pada barang dan tenaga. Oleh karena itu, uang didefinisikan sebagai
sesuatu yang dipergunakan untuk mengukur tiap barang dan tenaga. Misalkan,
harga adalah standar untuk barang, sedangkan upah adalah standar untuk
manusia, yang masing-masing merupakan perkiraan masyarakat terhadap nilai
barang dan tenaga orang.

1. Pengertian Uang

Uang dalam ekonomi islam secara etimologi berasal dari kata an-
naqdu dan jamaknya adalah an-nuqud. Pengertiannya ada beberapa makna,
yaitu an-naqdu berarti yang baik dari dirham, menggenggam dirham,
membedakan dirham, dan an-nuqud juga berarti tunai. Kata nuqud tidak
terdapat dalam al-quran dan hadist karena bangsa arab umumnya tidak
menggunakan nuqud untuk menunjukkan harga. Mereka menggunakan kata
dînâr dan untuk menunjukan mata uang yang terbuat dari emas dan kata
dirham untuk menunjukan alat tukar yang terbuat dari perak. Mereka juga
menggunakan kata warîq untuk menunjukan dirham perak, kata ‘ain untuk
menunjukan dinar emas. Sementara fulûs (uang tembaga) adalah alat tukar

1
tambahan yang digunakan untuk membeli barang-barang murah.(Rozalinda,
2014)

Uang menurut fuqaha tidak terbatas pada emas dan perak yang
dicetak, tetapi mencakup seluruh dînâr, dirham, dan fulûs. Untuk menunjukan
dirham dan dinar mereka menggunakan istilah naqdain. Namun, mereka
berbeda pendapat apakah fulûs termasuk kedalam istilah nuqûd atau tidak.
Menurut pendapat yang mu‟tamad dari golongan Syafi‟iyah, fulûs tidak
termasuk nuqûd, sedangkan madzhab Hanafi berpendapat bahwa nuqûd
mencakup fulûs.(Rozalinda, 2014)

Defenisi nuqud menurut Abu Ubaid (wafat 224 H), dirham dan dinar
adalah nilai sesuatu. Ini berarti dinar dan dirham adalah standar ukur yang
dibayarkan dalam transaksi barang dan jasa. Ibnu Qayyim berpendapat, dinar
dan dirham adalah nilai barang komoditas. Ini mengisyaratkan bahwa uang
adalah standar unit ukuran untuk nilai harga komoditas.(Hasan, 2004)

Beberapa istilah penyebutan uang dari beberapa tokoh ekonomi Islam


tersebut mempunyai titik temu, bahwa uang merupakan benda-benda yang
disetujui oleh masyarakat umum sebagai alat perantara untuk mengadakan
tukar-menukar atau perdagangan dan sebagai standar nilai barang maupun
jasa. Baik uang itu berasal dari emas, perak, tembaga kertas; selama itu
diterima masyarakat dan di ditetapkan oleh penguasa (pemerintah), maka
dianggap sebagai uang.

Sedangkan menurut Veithzal uang adalah suatu benda yang dapat


ditukarkan dengan benda lain, dapat digunakan untuk menilai benda lain
sebagai alat hitung, dapat digunakan sebagai alat penyimpanan kekayaan, dan
uang dapat juga digunakan untuk membayar utang di waktu yang akan
datang.(Rivai, 2007)

2
Dalam kehidupan uang memiliki banyak fungsi. Dari beberapa definisi
uang yang telah terpapar di atas, uang memiliki tiga fungsi dasar yaitu sebagai
satuan hitung, alat penukar/ alat transaksi dan juga sebagai penyimpan nilai
atau alat penimbun kekayaan (store of value).(N. Gregory, 2016)

Di bawah ini akan disajikan pendapat beberapa pakar tentang uang


yang dikutip dari (M, 1977)

Robertson dalam bukunya Money, mendefinisikan uang sebagai segala


sesuatu yang umum diterima dalam pembayaran barang-barang (money is
something which is widely accepted in payments for goods).

R.S. Sayer dalam bukunya Modern Banking, mengartikan uang


sebagai segala sesuatu yang umum diterima sebagai pembayar utang (money
is widely accepted for the settlement of debts).

A.C. Pigou dalam bukunya The Veil of Money mengatakan, uang


adalah segala sesuatu yang umum dipergunakan sebagai alat penukar (money
are those things that are widely used as a media for exchange).

Albert Geilart Hart dalam bukunya yang berjudul Money, Debt and
Economic Activity mengatakan, uang adalah kekayaan dengan mana si
empunya dapat melunaskan utangnya dalam jumlah tertentu pada waktu itu
juga (money is property with which the owner can pay off the debt with
certainly and without delay).

Rolin G. Thomas dalam karyanya berjudul Our Modern Banking and


Monetary System mengatakan, uang sebagai segala sesuatu yang siap sedia
dan biasanya diterima umum atas penjualan barang-barang, jasa-jasa dan
asetlain yang berharga dan untuk pembayar utang (money is something that is
readily and generally accepted by the public for the sale of goods, service,
and other valuable assets, and for the payment of debts).

3
2. Sumber Hukum Uang

Uang di dalam ekonomi Islam merupakan sesuatu yang diadopsi dari


peradaban Romawi dan Persia. Ini dimungkinkan karena penggunaan konsep
uang tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Dinar adalah mata uang emas
yang diambil dari romawi dan dirham adalah mata uang perak warisan
peradaban Persia. Perihal dalam Al-Qur’an dan hadis kedua logam mulia ini,
emas dan perak, telah disebutkan baik dalam fungsinya sebagai mata
uang.(Huda, 2008) Misalnya dalam surat At-Taubah ayat 34 disebutkan:

َّ َ َ ۡ َ َ ۡ ُ ُ ۡ َ َ َ ۡ ُّ َ َ ۡ َ ۡ َ ِّ ً ۡ َ َّ ٰۤۡ ُ َ ٰ َ ۡ َّ َ ُّ َ ٰۤ
‫اس‬
ِ ‫الن‬ ‫يايها ال ِذين امنوا ِان ك ِث ۡيا من اۡلحب ِار والرهب ِان لياكلون اموال‬
َ َ َّ ۡ َ َّ َ ُ ۡ َّ ٰ ۡ َ ۡ َ َ ۡ ُّ ُ َ َ َ ‫ب ۡال‬
‫اّللؕ َوال ِذ ۡي َن َيك ِ ز زي ۡون الذه َب َوال ِفضة َوۡل‬
ِ ‫اط ِل ويصدون عن س ِبي ِل‬ ‫ب‬
ِ ِ
ِۙ َ َ َ ۡ ُ ۡ ِِّ َ َ ِۙ ٰ ۡ َ ۡ ‫ُ ۡ ُ ۡ َ َ ز‬
‫اب ا ِل ۡي ٍم‬
ٍ ‫اّلل فبّشهم ِبع‬
‫ذ‬ ِ ‫ين ِفقونها ِف س ِبي ِل‬

Artinya : Hai orang-orang beriman, sesungguhnya sebahagian besar


dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar
memakan harta orang dengan jalan yang batil dan mereka menghalang-
halangi (manusia) dari jalan Allah dan orang-orang yang menyimpan emas
dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maha beritahukanlah
kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih.(Agama,
2005a)

Ayat tersebut menjelaskan, orang-orang yang menimbun emas dan


perak baik dalam uang maupun dalam bentuk kekayaan biasa dan mereka
tidak mau mengeluarkan zakatnya akan diancam dengan azab yang pedih.
Artinya, secara tidak langsung ayat ini juga menegaskan kewajiban zakat bagi
logam mulia secara khusus.

4
Al-Qur’an juga menceritakan kisah Nabi Yusuf yang dibuang kedalam
sumur oleh saudara-saudaranya. Yusuf kecil kemudian ditemukan oleh pada
musafir yang menimba air di sumur tersebut, lalu mereka menjual Yusuf
sebagai budak dengan hagra yang murah yaitu beberapa dirham saja. Dengan
jelas ayat ini menggunakan kata-kata dirham yang berarti mata uang logam
dari perak.(Huda, 2008)

Di zaman Rasulullah SAW uang uang yang berlaku adalah dinar dan
dirham hal itu tercermin dari hadistnya dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu
anhu tentang zakat uang dinar dan dirham, beliau mengatakan Dari Ali R.A
dari Nabi SAW bersabda “Jika kamu memiliki 200 dirham, dan sudah
disimpan selama satu tahun maka wajib dizakati 5 dirham. Dan tidak ada
kewajiban zakat emas, sampai kamu memiliki 20 dinar. Jika kamu punya 20
dinar dan telah disimpan selama setahun maka kewajiban zakatnya ½ dinar.

Kisah yang diungkapkan Al-Qur’an dan hadist ini jelaslah penggunaan


uang dalam islam tidaklah dilarang. Bahkan uang dalam islam sudah
digunakan sejak ribuan tahun sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Artinya konsep penemuan uang sebagai alat dalam perdagangan tidak
bertentangan dalam prinsip islam.

3. Sejarah dan Perkembangan Uang

Masyarakat Mekah pada masa jahiliyah telah melakukan perdagangan


dengan mempergunakan uang dari Roma dan Persia. Uang yang dipergunakan
ketika itu adalah Dinar Hercules, Bizantium dan Dirham Dinasti Sasanid Irak
dan sebagaian mata uang bangsa Himyar dan Yaman. Ini berarti Bangsa Arab
pada masa itu belum memilki mata uang tersendiri. Ketika diangkat menjadi
Rasul, Nabi Muhammad tidak mengubah mata uang tersebut, karena
kesibukannya memperkut sendi-sendi agama Islam di jazirah Arab. Pada awal
pemerintahannya Umar ibn Khatab juga tidak melakukan perubahan mata
uang ini karena kesibukannya melakukan ekspansi wilayah kekuasaan Islam.

5
Barulah tahun ke 18 H mulai dicetak Dirham Islam yang masih mengikuti
model cetakan Sasanid berukiran kisra dengan tambahan beberapa kalimat
tauhid dalam bentuk tulisan Kufi, seperti kalimat Alhamdulillah pada
sebagian dirham, dan kalimat Muhammad Rasulullah pada dirham yang lain,
juga kalimat Umar, kalimat Bismillah, Bismillahi Rabbi, Lailaha illa Allah
yang bergambarkan gambar kisra. Malah pada masa ini juga sempat terpikir
oleh Umar untuk mencetak uang dari kulit unta, namun diurungkannya karena
takut akan terjadi kelangkaan unta. Percetakan uang dirham ala Umar ini
dilanjutkan oleh khalifah Usman dengan mencetak dirham yang bertuliskan
kalimat Allâhu akbar, bismillâh, barakah, bismillâhirabbi, Allah, Muhammad
dalam bentuk tulisan albahlawiyah.(Rozalinda, 2014)

Pada Masa Abdul Malik ibn Marwan (65-86 H), Khalifah ke tiga
dinasti Umaiyyah, dinar dan dirham Islami mulai dicetak dengan model
tersendiri yang tidak lagi ada lambang-lambang binzantium dan Persia pada
tahun 76 H. Dinar yang dicetak setimbangan 22 karat dan dirham
setimbangan 15 karat. Tindakan yang dilakujkan Abdul Malik ibn Marwan ini
ternyata mampu merealisasikan stabilitas politik dan ekonomi, mengurangi
pemalsuan dan manipulasi terhadap uang. Kebijakan pemerintah ini terus
dilanjutkan kedua penggantinya, Yazid ibn Abdul Malik dan Hisyam ibn
Abdul Malik. Keadaan ini terus berlanjut pada masa awal pemerintahan
Dinasti Abasiyah (132 H) yang mengikuti model dinar Umaiyah dan tidak
mengubah sedikitpun kecuali pada ukirannya.

Pada akhir dinasti ini, pemerintahan mulai dicampuri oleh para mawali
dan orang-orang Turki, terjadi penurunan nilai bahan baku uang bahkan mata
uang saat itu dicampur dengan tembaga dalam proses percetakannya. Hal ini
dilakukan penguasa dalam rangka meraup keuntungan dari percetakan uang
tersebut. Akibatnya terjadi inflasi, harga-harga melambung tinggi. Namun
masyarakat masih menggunakan dirham-dirham tersebut dalam interaksi
perdagangan. Keadaan ini terus berlanjut sampai Dinasti Fatimiyah, kurs

6
dinar terhadap dirham adalah 34 dirham, padahal sebelum ini kurs dinar dan
dirham adalah 1:10.(Rozalinda, 2014)

Menegaskan bahwa pada masa Rasulullah saw. uang yang digunakan


oleh umat Islam adalah dinar emas Romawi dan dirham perak Persia tanpa
mengubahnya. Sementara khalifah Bani Umayah yang bernama Abdul Malik
bin Marwan adalah khalifah pertama yang mencetak dinar emas dan dirham
perak dengan lambang Islami pada tahun 74 H untuk diberlakukan di negara
Islam. Pemerintah-pemerintah Islam sesudahnya melanjutkan kebijakan
pencetakan uang Islami ini. Tapi uang kertas mulai beredar dan berlaku di
banyak wilayah Islam pada akhir Daulah Utsmaniyah sekitar tahun 1922.(A.,
2007)

Ada beberapa istilah dalam literatur hukum Islam untuk menyebut


uang, yaitu antara lain: nuqud, tsaman, fulus, sikkah dan ’umlah. Para ulama
menggunakan semua istilah ini untuk menunjuk uang meskipun ternyata
masing-masing istilah mempunyai arti berbeda. Nuqud menurut sebagian
ulama adalah segala sesuatu yang digunakan untuk melakukan transaksi oleh
masyarakat, baik berupa dinar emas, dirham perak maupun fulus tembaga.
Sementara sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa nuqud berupa apapun
yang diterima secara umum untuk menjadi media pertukaran dan pengukur
nilai. Selain itu, Qal’ah Ji mendefinisikan nuqud sebagai sesuatu yang
dijadikan harga oleh masyarakat, baik terdiri dari logam atau kertas yang
dicetak maupun dari bahan lainnya dan diterbitkan oleh lembaga keuangan
pemegang otoritas.

Tsaman mempunyai beberapa arti yaitu antara lain berarti nilai sesuatu
dan harga pembayaran barang yang dijual. Arti lain tsaman ialah uang emas
dan perak. Fulus adalah logam dari tembaga yang diterima dan digunakan
oleh masyarakat sebagai uang dan alat pembayaran barang-barang yang
remeh. Sikkah dipakai untuk dua arti berikut: (1) stempel besi untuk mencap

7
mata uang, dan (2) mata uang dinar dan dirham yang telah dicetak dan
distempel. ’Umlah mempunyai dua pengertian berikut: (1) satuan mata uang
yang berlaku di suatu negara, misalnya rupiah adalah ’umlah yang berlaku di
Indonesia, dan dinar adalah ‘umlah di Yordania, dan (2) mata uang dalam arti
umum, sama dengan nuqud.

Istilah yang sering digunakan dan paling tepat untuk menunjukkan


uang seperti yang dipahami masyarakat luas sekarang adalah nuqud dan
tsaman. Sementara al-Qur’an menggunakan beberapa istilah untuk
menunjukkan uang dan fungsinya, baik sebagai alat pengukur nilai maupun
penyimpan nilai. Istilah yang digunakan antara lain dinar, dirham, emas dan
perak. Kata ”dinar” hanya disebut satu kali dalam QS. Ali Imran, (3): 75, kata
”dirham” juga hanya disebutkan satu kali saja yaitu dalam QS. Yusuf, (12):
20, kata ”emas” disebut sebanyak delapan kali, yaitu antara lain di dalam QS.
AtTaubah, (9): 34, dan kata ”perak” disebut enam kali, yaitu antara lain di
dalam QS. al-Kahfi, (18): 19.(Muthoifin, 2013)

Kekayaan atau capital adalah private goods yaitu barang-barang milik


pribadi yang beredar hanya pada individu beberapa ketentuan agama seperti
nisab dan kadar zakat, ukuran minimal mahar, kaffarah (denda) bagi yang
menyetubuhi istrinya yang sedang haid, nisab potong tangan bagi pencuri,
diyat, jizyah, dan lainnya dengan tepat.(Muthoifin, 2019)

4. Jenis Uang

Sepanjang sejarah, masyarakat dunia pada umumnya telah


menggunakan berbagai jenis uang. Ada uang berupa binatang ternak dan ada
pula uang berupa garam. Ada uang yang terbuat dari logam emas, perak dan
tembaga, dan ada pula yang terbuat dari kertas.

Dalam Islam, Nabi Muhammad SAW. dan para khalifah setelah beliau
memilih dan mengadopsi logam dari emas dan perak sebagai mata uang

8
resmi. Mata uang dari emas disebut dinar dan yang terbuat dari perak disebut
dirham. 1 dinar emas adalah 4.25 gram emas murni, dan 1 dirham adalah
2.975 gram perak murni. Pernah Umar bin Khattab ketika menjadi khalifah
berkeinginan untuk membuat uang dari kulit onta. Namun masyarakat Islam
pada waktu itu menolaknya. Kata Umar: “Ketika aku akan membuat uang dari
kulit unta, ada orang yang protes dengan mengatakan: “kalau begitu unta akan
punah”, sehingga aku membatalkan keinginan itu.”(Iqbal, 2012)

Pertanyaannya, apakah menggunakan dinar emas dan dirham perak


sebagai mata uang resmi itu adalah kewajiban yang harus dilakukan menurut
perspektif ekonomi Islam? Perlu ditegaskan bahwa penggunaan dinar emas
dan dirham perak bukan suatu kewajiban. (Al-Iraqi, 2013) menyatakan bahwa
jumhur atau mayoritas ulama berpendapat bahwa menggunakan dinar dan
dirham sebagai mata uang umat Islam itu disyariatkan (dilegalkan) dan
hukumnya mubah atau boleh. Dengan demikian, umat Islam boleh
menggunakan uang dari jenis lain selain emas dan perak. Bahkan pada masa
pemerintahan Islam dahulu, umat Islam pernah menggunakan fulus atau uang
dari tembaga sebagai alat pembayaran barang-barang yang sepele atau murah
dan sebagai tambahan pelengkap terhadap mata uang dinar emas dan dirham
perak.

Dibanding dengan uang kertas, nilai dinar emas dan dirham stabil
selama berabad-abad dan tidak mengalami inflasi yang signifikan. Sebaliknya,
inflasi telah mengiringi mata uang kertas sejak kelahirannya, dan inflasi akan
terus mengiringinya sampai kapanpun. Tambahan pula, uang fiat atau kertas
yang kini digunakan sebagai mata uang resmi oleh seluruh umat manusia di
semua negara itu problematis karena semuanya bersandarkan kepada dolar
Amerika. Kondisi ini membuat perekonomian Amerika akan berpengaruh
pada kondisi perekonomian negara-negara lain dan membuat mereka selalu
bergantung kepada dolar Amerika. Dengan bersandar kepada mata uang fiat
atau kertas, hegemoni dan dominasi dolar Amerika dan mata uang negara-

9
negara maju tidak akan dapat ditandingi dan apalagi diatasi oleh negara-
negara berpenduduk Muslim yang notabene merupakan negara
berkembang.(Ichsan, 2017)

10
B. PENJELASAN AYAT DAN HADIST

Syari'ah Islam di dalam masalah muamalah termasuk penggunaan uang


tidak kurang dalam memberikan prinsip-prinsip dan etika yang seharusnya bisa
dijadikan acuan dan referensi, serta merupakan kerangka bekerja dalam ekonomi
Islam. Al-qur‟an dan Al-Hadits sebagai sumber acuan Ekonomi Islam telah
mengatur, bahwa:

1. Manusia merupakan khalifah Allah


ٰۤ
ٍ ٰ‫ض دَ َرج‬
‫ت‬ ٍ ‫ض ُك ْم فَ ْوقَ َب ْع‬ َ ‫ض َو َرفَ َع َب ْع‬ ِ ‫ف ْاْلَ ْر‬َ ‫ِي َجعَلَ ُك ْم خ َٰل ِٕى‬ ْ ‫َوه َُو الَّذ‬
ِ ‫ب َواِنَّهٗ لَغَفُ ْو ٌر َّر‬
ࣖ ‫ح ْي ٌم‬ َ ‫ِليَ ْبلُ َو ُك ْم فِ ْي َما ٓ ٰا ٰتى ُك ْۗ ْم ا َِّن َرب ََّك‬
ِ ِۖ ‫س ِر ْي ُع ْال ِعقَا‬
Artinya : dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di
bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain)
beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya
kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu Amat cepat siksaan-Nya dan
Sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(Agama, 2005b)

Ada beberapa penafsiran dari para mufassir tentang penafsiran kata


khalîfah pada ayat ini. Diantaranya: pertama, ahli tafsir yang menafsirkan
bahwasanya Allah menjadikan manusia sebagai pengelola bumi dari pada jin.
Kedua, bahwasanya penduduk suatu masa itu akan menggantikan penduduk/
generasi yang sebelumnya; begitulah seterusnya sampai datang hari kiamat.
Ketiga, Allah menjadikan semua manusia itu sebagai khalifah (pemimpin)
bagi sebagian yang lain, supaya melakukan penataan dengan saling menolong
(bekerja sama). Keempat, karena mereka (umat Muhammad) itu merupakan
umat terakhir yang menggantikan umat-umat terdahulu.(Al-Bishri, n.d.)

Pendapat ahli tafsir yang ketiga dinilai lebih universal bahwa Allah
SWT yang mengangkat semua manusia sebagai khalîfah (pemimpin) yang
melakukan pengelolaan dan penataan di muka bumi, dan Allah pula yang

11
mengangkat derajat manusia itu satu sama lain tidaklah sama, ada yang
ditinggikan dan adapula yang direndahkan. Tujuannya sebagai sarana uji coba
bagi manusia dalam menyikapi semua pemberian Allah, karena hal demikian
merupakan perkara yang sangat mudah bagi Allah dan bisa terjadi dalam
waktu yang sangat cepat.(Suma, 2013)

2. Manusia adalah pemakmur di bumi

َّ َ ْٓ ُ ُ ُ ْ َ ْ َ َْ ََُْ ْ َ ْ َ َ ْ َ ِّ ْ ُ َ َ ْ َ َ ُ
‫استغ ِف ُر ْوه ث َّم ت ْو ُب ْوا ِال ْي ِه ِۗان‬ ‫ض واستعمركم ِفيها ف‬
ِ ‫ر‬ْ ‫اۡل‬ ‫هو انشاكم من‬
‫ب‬ ٌ ‫َر ِّ ْب َقر ْي ٌب ُّمج ْي‬
ِ ِ ِ
Artinya : “...Dia telah menciptakanmu dari bumi (tanah) dan
menjadikanmu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan kepada-Nya,
kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku sangat dekat
(rahmat-Nya) dan memperkenankan (doa hamba-Nya).”(Agama, 2005c)

Ayat di atas menegaskan fungsi manusia sebagai pemakmur bumi


merupakan anugerah dari Allah. Itulah sebabnya, mengapa pengelolaan dan
pemakmuran bumi pada dasarnya merupakan salah satu bentuk peribadatan
manusia sebagai makhluk kepada Allah sebagai Khâliq. Karena, Allah yang
mempersiapkan bumi dengan segala isinya, sementara manusia diberikan
amanah untuk melakukan pengelolaan sebagaimana mestinya.(Syamilah, n.d.)

3. Manusia diberi kebebasan untuk bermuamalah selama tidak melanggar


ketentuan syari’ah

Dari Abi Darda R.A bahwa Rasulullah SAW bersabda : Apa yang
dihalalkan Allah dalam Kitab-Nya itu halal. Apa yang diharamkan Allah itu
haram. Apa yang Dia diamkan itu kelonggaran. Maka, terimalah kelonggaran
dari Allah karena Allah tidak pernah melupakan sesuatu.” Kemudian beliau
membaca ayat:” dan tidaklah tuhanmu lupa” (HR. Hakim)

12
Hadist diatas menjelaskan bahwa seorang muslim yang takut terhadap
Allah hanya merasa memadai untuk memvonis haram jika punya suatu
sandaran nash Al-Qur’an atau Hadist yang tidak disangsikan lagi. Jika tidak
punya, berarti vonisnya itu merupakan tanpa ilmu pengetahuan tentang hukum
Allah.(Qaradhawi, 2014) Artinya dalam bidang muamalat manusia diberi
keleluasaan selama tidak ada dalil yang mengharamkannya.

4. Kekayaan (uang) merupakan nikmat dan amanah dari Allah dan tidak
dapat dimiliki secara mutlak;

‫س َم ٰۤا ِء‬
َّ ‫ض َج ِم ْي ًعا ث ُ َّم ا ْست ٰ َٓوى اِلَى ال‬ ْ ‫ه َُو الَّذ‬
ِ ‫ِي َخلَقَ لَ ُك ْم َّما فِى ْاْلَ ْر‬
ࣖ ‫ع ِل ْي ٌم‬ ْ ‫ت ْۗ َوه َُو ِب ُك ِل ش‬
َ ٍ‫َيء‬ ٍ ‫سمٰ ٰو‬ َ ‫س ّٰوى ُه َّن‬
َ ‫س ْب َع‬ َ َ‫ف‬
Artinya : Dialah (Allah) yang menciptakan segala apa yang ada di
bumi untukmu kemudian Dia menuju ke langit, lalu Dia menyempurnakannya
menjadi tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.(Al-
Baqarah:29)(Agama, 2005d)

Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah SWT menciptakan segala isi


bumi adalah karena untuk kemashlahatan umat manusia. Perkataan “untuk
kamu” memiliki makna yang dalam dan memiliki kesan yang dalam pula. Ini
merupakan kata pasti yang menetapkan Bahwa Allah menciptakan manusia
ini untuk urusan yang besar. Diciptakannya mereka untuk menjadi khalifah di
muka bumi, menguasai dan mengelolanya.(Qutub, n.d.)

13
C. PAKAR EKONOMI ISLAM

Berikut adalah beberapa pandangan para pakar ekonomi islam mengenai uang:

1. Ibnu Taymiyah

Konsep uang menurut Ibnu Taimiyah, pembahasan tentang uang


adalah hal yang paling bermakna karena ia beredar dalam perekonomian.
Uang ibarat darah dalam tubuh manusia, jika tekanannya terlalu tinggi atau
terlalu rendah akan membahayakan tubuh. Begitu pula dengan uang jika,
terlalu banyak atau terlalu sedikit akan mengakibatkan inflasi atau deflasi.

Ibnu Taymiah hidup pada masa kerajaan Mamluk, yang mana saat itu
beredar tiga jenis mata uang yaitu, mata uang dinar, dirham dan fulus.
Peredaran dinar sangat terbatas, peredaran dirham berfluktuasi kadangkadang
malah menghilang, sedangkan yang beredar luas adalah fullus. Fenomena
inilah yang dirumuskan oleh Ibnu Taymiah bahwa uang dengan kualitas
rendah akan menendang keluar uang kualitas baik. Pernyataan Ibnu Taymiah
inipun diikuti dalam ekonomi konvensional “bad money driven outs good
money”.(al Arif, 2010)

Ibnu Taymiah menjelaskan bahwa uang berfungsi sebagai media


pertukaran (medium of exchange), pengukur nilai (unit of value) dan bersifat
mengalir (flow concept). Uang digunakan untuk membiayai transaksi riil saja,
sehingga segala sesuatu yang menghambat dan mengalihkan tujuan dan fungsi
uang dilarang. Mengenai kewajiban mencetak uang hanya dengan nilai riil-
nya saja (full bodied money) ini berarti bahwa pemerintah wajib menjaga nilai
uang tersebut.

Mengutip sabda Rasullulah SAW yang memperingatkan agar setiap


muslim jangan merusak nilai mata uang tanpa alasan kuat. Negara harus
sedapat mungkin menghindari anggaran keuangan defisit dan ekspansi mata

14
uang yang tak terbatas, sebab akan mengakibatkan terjadinya inflasi dan
menciptakan ketidakpercayaan publik atas mata uang bersangkutan.

Secara garis besar ibnu taimiyah menyampaikan lima poin penting.


Pertama, perdagangan uang akan memicu inflasi. Kedua, hilangnya
kepercayaan orang akan stabilitas nilai uang dan akan mencegah orang
melakukan kontrak jangka panjang dan menzalimi golongan masyarakat yang
berpenghasilan tetap seperti pegawai. Ketiga, perdagangan domestik akan
menurun karena kekhawatiran stabilitas nilai uang. Keempat, perdagangan
internasional akan menuru. Kelima, logam berharga akan mengalir keluar dari
negara.(A. Karim, 2001)

2. Al-Maqrizi

Konsep uang menurut Al-Maqrizi, berbeda dengan ibnu Taimiyah,


almaqrizi menyatakan bahwa mata uang harus terbuat dari emas dan perak,
selain dari itu tidak layak disebut dengan mata uang. Dalam hal pencetkan al-
Marqizi sangat menekankan pada kualitas pencetakan mata uang seperti
halnya Ibnu Taymiah. Nilai nominal adalah sama dengan nilai yang
terkandung dalam mata uang tersebut.

Menurut Al-Maqrizi, baik pada masa sebelum maupun setelah


kedatangan Islam, mata uang digunakan oleh umat manusia untuk
menentukan berbagai harga barang dan biaya tenaga kerja. Untuk mencapai
tujuan ini, mata uang yang dipakai hanya terdiri dari emas dan perak.(A.
Karim, 2004)

Suatu negara yang menggunakan standard emas kemudian mengalami


defisit neraca pembayaran, maka cara termudah untuk menutupi defisit
tersebut adalah dengan mencetak uang baru dari bahan selain emas dan perak,
karena biaya pencetakannya lebih murah dibanding dengan mencetak uang
baru dari bahan emas dan perak, biaya yang harus dikeluarkan jauh lebih

15
tinggi, karenanya negara lebih memilih untuk mencetak uang baru dari bahan
selain emas dan perak. pencetakan uang baru ini akan menambah jumlah
penawaran uang (Agregate Supply) dan peredaran uang dimasyarakat, dengan
demikian inflasi mata uang tidak dapat didihindari. Gejala inilah yang
diuraikan oleh al-Maqrizi sebagai awal mula kekacauan di sektor moneter,
karena itu ia melarang pemerintah untuk melakukan pencetakan uang
semacam ini.

3. Ibnu Khaldun

Konsep uang menurut Ibnu Khaldun, uang tidak perlu mengandung


emas dan perak, tetapi emas dan perak menjadi standar nilai uang. Uang yang
tidak mengandung emas dan perak merupakan jaminan pemerintah
menetapkan nilainya. Karena itu, pemerintah tidak boleh mengubahnya.(A.
Karim, 2004)

Ibnu khaldun selain menyarankan digunakannya uang standar emas


atau perak, beliau juga menyarankan konstannya harga emas dan perak.
Harga-harga lain boleh berfluktuasi, tetapi tidak untuk harga emas dan perak.
Keadaan nilai uang yang tidak berubah, kenaikan harga atau penurunan harga
semata-mata ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan. Setiap
barang akan mempunyai harga keseimbangannya. Bila lebih banyak makanan
dari yang diperlukan di suatu kota, harga makanan menjadi murah. Demikian
sebaliknya.(A. Karim, 2004)

Beberapa pandangan tokoh ekonomi muslim di atas tidak satupun


yang menyatakan fungsi uang selain sebagai alat pertukaran dan satuan
hitung. Meskipun, ada perbedaan pandangan mengenai bahan dari pembuatan
uang tersebut. Dalam ekonomi Islam sendiri, fungsi uang yang diakui hanya
sebagai alat tukar (medium of exchange) dan kesatuan hitung (unit of
account). Uang itu sendiri tidak memberikan kegunaan/manfaat, akan tetapi
fungsi uanglah yang memberikan kegunaan. Uang menjadi berguna jika

16
ditukar dengan benda yang nyata atau jika digunakan untuk membeli jasa.
Oleh karena itu uang tidak bisa menjadi komoditi/barang yang dapat
diperdagangkan.(Muhaimin, n.d.)

4. Taqyuddin An-Nabhani

Taqyuddin An-Nabhani berpendapat bahwa negara akan


mempraktekkan sistem uang emas, apabila negara tersebut menggunakan
mata uang emas dalam melakukan transaksinya ke dalam dan keluar negeri,
atau apabila didalam negeri tersebut mempergunakan mata uang kertas yang
bisa ditukarkan menjadi emas.(Tayuddin, 2002a) Namun adakalanya
dipergunakan di dalam negeri maupun melakukan pembayaran luar negeri,
atau hanya untuk melakukan pembayaran ke luar negeri. Hanya saja
pertukarannya dengan menggunakan kurs tetap. Artinya, satuan uang kertas
tersebut harus bisa ditukarkan menjadi barang tertentu, yaitu berupa emas atau
sebaliknya dengan kurs tertentu pula.

Beliau juga mengungkapkan bahwa uang,dengan standar emas (gold


standard) memiliki beberapa sifat khusus, dimana satuan uangnya terkait
dengan emas dengan persamaan tertentu, yakni satuan tersebut secara teratur
terbuat dari berat emas tertentu. Sedangkan mengimpor dan mengekspor
emas, dapat dilakukan secara bebas, dimana orang-orang boleh mendapatkan
emas, lalu mengeluarkannya dengan bebas.(Tayuddin, 2002b) Emas dapat
dipertukarkan dengan bebas antar negara yang berbeda, sehingga tiap orang
bisa memilih antara membeli uang asing dengan mengirimkan emas. Hanya
biasanya orang ataupun negara akan memilih sistem yang paling minimum
biayanya. Selama harga emas ditambah dengan biaya pengirimannya lebih
besar dari harga uang asing dipasar, maka pengiriman uang asing itulah yang
lebih baik. Namun, bila harga pertukaran sama dengan harga nominalnya,
maka lebih baik melakukan pertukaran dengan emas daripada uang asing.

17
5. Ibn al-Qayyim

Ibn al-Qayyim hidup semasa Khalifah al-Hakim I (691/1262) sampai


Khalifah al-Hakim II (741/1341). Ia murid dari Ibnu Taimiyah dan seorang
pemikir sosial yang menguraikan banyak hal tentang pandangan gurunya dan
menunjukkan suatu pandangan analisis dalam diskusi tentang masalah-
masalah ekonomi.

Pemikirannya tentang uang mengidentifikasi dua fungsi utama uang,


yaitu sebagai media pertukaran dan standar nilai, dan pandangannya yang
penting ialah bahwa penyimpanan terhadap kedua fungsi ini bisa terjadi ketika
orang menghendaki uang untuk keperluan uang itu sendiri.(Karnaen, 2006)

18
PENUTUP

Dalam ekonomi Islam, secara etimologi uang berasal dari kata al-naqdu,
pengertiannya ada beberapa makna yaitu: alnaqdu berarti yang baik dari dirham,
menggenggam dirham, membedakan dirham, dan al-naqdu juga berarti tunai. Kata
nuqud tidak terdapat dalam al-Quran dan hadis, karena bangsa Arab umumnya tidak
menggunakan nuqud untuk menunjukkan harga. Mereka menggunakan kata dinar
untuk menunjukkan mata uang yang terbuat dari emas dan kata dirham untuk
menunjukkan alat tukar yang terbuat dari perak.

Dalam Islam, uang dipandang sebagai alat tukar, bukan suatu komoditi.
Peranan uang ini dimaksudkan untuk melenyapkan ketidakadilan, ketidakjujuran, dan
pengisapan dalam ekonomi tukar-menukar (barter). Karena dalam systembarter ada
unsur ketidakadilan yang digolongkan sebagai riba al Fadhl, yang dilarang dalam
Islam.

Dalam Islam tidak dikenal dengan adanya time value of money, yang dikenal
adalah economic value of time. Implikasi konsep Time Value of Money adalah adanya
bunga. Sedangkan bunga erat kaitannya dengan riba, dan riba adalah haram serta
Zulm. Dan agama melarangnya. Sehinga dianggap tidak sesuai dengan keadilan
dimana “al-al-qhumu bi qhurni” (mendapatkan hasil tanpa mengeluarkan resiko), dan
“al-khraj bil adhaman” (memperoleh hasil tanpa mengeluarkan biaya).

19
DAFTAR PUSTAKA

A., K. (2007). Ekonomi Makro Islam. PT. Raja Grafindo Persada.

A. Karim, A. (2001). Ekonomi Islam: Suatu Kajian Kontemporer. Gema Insani


Press, 61.

A. Karim, A. (2004). Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam.

Agama, D. (2005a). Al-Qur’an dan Terjemahannya.

Agama, D. (2005b). Al-Qur’an dan Terjemahannya.

Agama, D. (2005c). Al-Qur’an dan Terjemahannya.

Agama, D. (2005d). Al-Qur’an dan Terjemahannya.

Al-Bishri, A.-M. (n.d.). Al-Nukat wa al-Uyun, Juz 1 (Maktabah Syamalah). 463.

Al-Iraqi, A. (2013). Al-Takyiif al-Fiqhi li al-Nizaam al- Naqdi al-Haali. Paris: Al-
Ma’had al-Aurubi li al-Ulum al-Insaniyah – al-Kulliyyah al-Aurubiyyah li al-
Dirasat al-Is_lamiyyah.

al Arif, M. N. R. (2010). Teori Makroekonomi Islam. Alfabeta.

Hasan, A. (2004). al-Aurâq an-Naqdiyah fî -l-Iqtishâd al-Islâmi (Qimatuha wa


Ahkamuha), terj. Saifurrahman Barito dan Zulfakar Ali, Mata Uang Islami. PT.
Raja Grafindo Persada.

Huda, N. (2008). Ekonomi Makro Islam : Pendekatan Teoritis. Kencana.

Ichsan, M. (2017). The Use of Gold Dinar and Silver Dirham in Moslem Countries in
the Contemporary Era. Jurnal Media Hukum, 24(1), 35–41.
https://doi.org/10.18196/%0Ajmh.2017.0087.35-41%0A

Iqbal, M. (2012). Konsep Uang Dalam Ekonomi. Jurnal Ekonomi Islam Al-Infaq.

Karnaen, A. P. (2006). Diktat Kuliah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam.

20
M, M. (1977). Ekonomi Moneter (5th ed.). Ghalia Indonesia.

Muhaimin. (n.d.). Fungsi Uang dalam Persfektif Islam.


Http://Muhaiminkhair.Wordpress.Com/.

Muthoifin. (2013). Urgensi dan kontekstualisasi kisah-kisah al-quran untuk


pendidikan dan pembelajaran.

Muthoifin. (2019). Shariah hotel and mission religion in surakarta indonesia.


Humanities and Sosial Sciences Reviews, 7(4), 973–979.

N. Gregory, M. (2016). Principles of Economics (3rd ed.). Salemba Empat.

Qaradhawi, Y. (2014). Kaidah Utama Fikih Mu’amalat.

Qutub, S. (n.d.). Tafsir fi Dhilali al-Qur’an.

Rivai, V. (2007). Bank and financial institution management, conventional, and


shari’a system. Raja Grafindo Persada.

Rozalinda. (2014). Ekonomi Islam : Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi.
In Rajawali Pers.

Suma, M. amin. (2013). Tafsir ayat ekonomi: teks, terjemah, dan tafsir. Amzah.

Syamilah, M. (n.d.). al-Mustadrak ’ala shahihaini lil-l-Hakim.

Tayuddin, A.-N. (2002a). An-Nidlam Al-Istidhadi Fil Islam. Terj. Surabaya: Risalah
Gusti.

Tayuddin, A.-N. (2002b). An-Nidlam Al-Istishadi Fil Islam.

21

Anda mungkin juga menyukai