Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH EKONOMI MAKRO ISLAM

TENTANG
PENGANTAR MENEJEMEN KEUANGAN

DOSEN PENGAMPU :
 
Hj.MARDIYAH HAYATI .S.P., M.S.I

DISUSUN OLEH :

M HAFIZH ASA WIGUNA


(2051010383)

EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UIN RADEN INTAN LAMPUNG
2022M / 1442
i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah yang maha esa, karena
berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyusun makalah ini
dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini saya membahas
mengenai UANG DALAM KONSEP ISLAM.

Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas silabus mata kuliah
EKONOMI MAKRO ISLAM dan dosen pengampu kuliah yakni ibu Hj.
Mardiyah hayati S.P., M.S.I.

Terima kasih kepada para orang tua saya yang telah mendidik saya dari
kecil hingga sekarang, dan terima kasih pula untuk para guru yang telah mendidik
saya juga sehingga mengganggap saya sebagai anak sendiri dan untuk semua
pihak yang telah membantu saya dalam penyelesaian makalah ini.

Saya berharap makalah ini akan bermanfaat bagi teman-teman dan saya
menerima kritik dan saran apabila ada kesalahan dalam pembuatan makalah ini.

Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

Bandar lampung , 3 januari 2022

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................................1
B. Tujuan Masalah......................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Sejarah Uang.................................................................................2
B. Kriteria dan Fungsi Uang......................................................................................6
C. Jenis Uang..............................................................................................................8
D. Konsep Uang dalam Islam.....................................................................................9
E. Time Value of Money dan Economic Value of Time............................................11
F. Permintaan dn penawaran uang dalam ekonomi Islam.......................................12

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan..........................................................................................................16
B. Saran....................................................................................................................16
Daftar Pustaka........................................................................................................17

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Uang merupakan inovasi besar dalam peradaban perekonomian dunia.
Posisi uang sangat strategis dalam satu sistem ekonomi, dan sulit digantikan
dengan variabel lainnya. Bisa dikatakan uang merupakan bagian yang
terintegrasi dalam satu sistem ekonomi. Sepanjang sejarah keberadaannya,
uang memainkan peran penting dalam perjalanan kehidupan modern. Uang
berhasil memudahkan dan mempersingkat waktu transaksi pertukaran barang
dengan uang.
Ketika jumlah manusia semakin bertambah, maka peradabannya pun
semakain maju sehingga kegiatan dan transaksi antar sesama manusia
semakin beragam. Maka dari itu, diperlukan alat tukar yang dapat diterima
semua pihak untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Alat tukar ini lah yang
disebut dengan uang.

B. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dan sejarah uang.
2. Mengetahui kriteria dan fungsi uang.
3. Mengetahui jenis uang.
4. Mengetahui konsep uang dalam islam.
5. Mengetahui Time Value of money dan Economic Value of time.
6. Mengetahui permintaan dan penawaran uang dalam ekonomi Islam.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan Sejarah Uang
1. Pengertian Uang
Dalam ekonomi Islam, secara etimologi uang berasal dari kata al-
naqdu-nuqud. Pengertiannya ada beberapa makna, yaitu al-naqdu berarti
yang baik dari dirham, menggenggam dirham, membedakan dirham, dan
al-naqd juga berarti tunai. Kata nuqud tidak terdapat dalam Al-Qur’an
dan Hadis karena bangsa Arab umumnya tidak menggunakan nuqud
untuk menunjukkan harga. Mereka menggunakan kata dinar untuk
menunjukkan mata uang yang terbuat dari emas dan kata dirham untuk
menunjukkan alat tukar yang terbuat dari perak. Mereka juga
menggunakan wariq untuk menunjukkan dirham perak, kata ‘ain untuk
menunjukkan dinar emas. Smentara itu, kata fulus (uang tembaga) adalah
alat tukar tambahan yang digunakan untuk membeli barang-barang
murah.
Uang menurut fuqaha tidak terbatas pada emas dan perak yang
dicetak, tetapi mencakup seluruh jenisnya dinar, dirham dan fulus. Untuk
menunjukkan dirham dan dinar mereka menggunakan istilah naqdain.
Namun, mereka berbeda pendapat apakah fulus termasuk dalam istilah
naqdain atau tidak. Menurut pendapat yang mu’tamad dari golongan
Syafi’iah, fulus tidak termasuk naqd, sedangkan mazhab Hanafi
berpendapat bahwa aqd mencakup fulus.
Defenisi nuqd menurut Abu Ubaid (wafat 224 H), dirham dan dinar
adalah nilai harga sesuatu. Ini berarti dinar dan dirham adalah standar
ukuran yang dibayarkan dalam transaksi barang dan jasa. Al-Ghazali
(wafat 595 H) menyatakan, Allah menciptakan dinar dan dirham sebagai
hakim penengah di antara seluruh harta sehingga seluruh harta bisa diukur
dengan keduanya. Ibn al-Qayyim (wafat 751 H) berpendapat, dinar dan
dirham adalah nilai harga barang komoditas. Ini mengisyaratkan bahwa
uang adalah standar unit ukuran untuk nilai harga komoditas.

2
Menurut para ahli ekonomi kontemporer, uang didefenisikan dengan
benda-benda yang disetujui oleh masyarakat sebagai alat perantara untuk
mengadakan tukar-menukar atau perdagangan dan sebagai standar nilai.
Jadi, uang adalah sarana dalam transaksi yang dilakukan masyarakat
dalam kegiatan produksi dan jasa. Baik uang itu berasal dari emas, perak,
tembaga, kulit, kayu, batu, dan besi. Selama itu diterima masyarakat dan
dianggap sebagai uang.1

2. Sejarah Uang
Masyarakat Mekkah pada masa jahiliyah telah melakukan
perdagangan dengan mempergunakan uang dari Roma dan Persia.
Menurut al-Balazuri seperti yang dikutip Muhammad Usman Syabir,
uang yang digunakan ketika itu adalah dinar Hercules, Bizantium, dan
dirham dinasti Sasanid Irak dan sebagian mata uang bangsa Himyar dan
Yaman. Ini berarti Bangsa Arab pada masa itu belum memiliki mata uang
tersendiri. Ketika diangkat menjadi Rasul, Nabi Muhammad tidak
mengubah mata uang tersebut karena kesibukannya memperkuat sendi-
sendi agama Islam di jazirah Arab. Pada awal pemerintahannya, Umar Ibn
Khatab juga tidak melakukan perubahan mata uang ini karena
kesibukannya melakukan ekspansi wilayah kekuasaan Islam. Barulah
tahun ke-18 H mulai dicetak dirham Islam yang masih mengikuti model
cetakan Sasanid berukiran Kisra dengan tambahan beberapa kalimat
tauhid dalam bentuk tulisan Kufi, seperti kalimat Alhamdulillah pada
sebagian dirham, dan kalimat Muhammad Rasulullah pada dirham yang
lain, juga kalimat Umar, kalimat Bismillah, Bismillahirabbi, pada dirham
yang lainnya. Malah pada masa ini juga sempat terpikir oleh Umar untuk
mencetak uang dari kulit unta. Namun, diurungkannya karena takut akan
terjadi kelangkaan unta. Percetakan uang dirham yang bertuliskan kalimat

1
Rozalinda, Ekonomi Islam (Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi), PT Rajagrafindo
Persada: Jakarta, 2014, hlm. 279-280.

3
Allahu Akbar, Bismillah, Barakah, Bismilahirabbi, Allah, Muhammad
dalam bentuk tulisan Albahlawiyah.
Pada Masa Abdul Malik ibn Marwan (65-86 H), Khalifah ke tiga
dinasti Umaiyyah, dinar dan dirham Islami mulai dicetak dengan model
tersendiri yang tidak lagi ada lambang-lambang Bizantium dan Persia
pada tahun 76 H. Dinar yang dicetak setimbangan 22 karat dan dirham
setimbangan 15 karat. Tindakan yang dilakukan Abdul Malik ibn Marwan
ini ternyata mampu merealisasikan stabilitas politik dan ekonomi,
mengurangi pemalsuan, dan manipulasi terhadap uang. Kebijakan
pemerintah ini terus dilanjutkan kedua penggantinya, Yazid ibn Abdul
Malik dan Hisyam ibn Abdul Malik. Keadaan ini terus berlanjut pada
masa awal pemerintahan dinasti Abasiyah (132 H) yang mengikuti model
dinar Umaiyah dan tidak mengubah sedikitpun, kecuali pada ukirannya.
Namun di akhir dinasti ini tepatnya pada masa pemerintahan mulai
dicampuri oleh para Mawali (pembantu dan orang-orang Turki, mulai
terjadi penurunan nilai bahan baku uang dan malah dicampur dengan
tembaga dalam proses percetakan mata uang yang dilakukan penguasa
dalam rangka meraup keuntungan dari percetakan uang tersebut.
Akibatnya, terjadi inflasi harga-harga melambung tinggi. Namun,
masyarakat masih menggunakan dirham-dirham tersebut dalam interaksi
perdagangan. Keadaan ini terus berlanjut sampai dinasti Fatimiyah, kurs
dinar terhadap dirham adalah 34 dirham. Padahal selama ini kurs dan
dirham adalah 1:10.
Percetakan uang tembaga (fulus) mulai dilakukan pada masa Mamalik
tepatnya masa khalifah al-Zhahir Barquq. Di masa ini mata uang fulus
menjadi mata uang utama, sedangkan percetakan dirham dihentikan,
karena ketika itu terjadi penjualan perak ke Eropa dan impor tembaga dari
Eropa semakin meningkat. Kemudian, terjadi peningkatan produksi
pelana kuda dan bejana dari perak. Akibat kebijakan ini, inflasi terus
terjadi . Al-Maqrizi menyikapi keadaan ini dengan menulis kitab Syuzur

4
al-Nuqud Fi Zikr al-Nuquq. Ia menyatakan, penyebab terjadinya inflasi
adalah pengukuhan sistem mata uang tembaga.
Ibn Taimiyah (1263-1328) juga mengungkapkan hal sama sebagai
bentuk tanggapan dari kondisi turunnya nilai mata uang yang terjadi di
Mesir pada masa dinasti Mamluk. Ia menganjurkan pemerintah agar tidak
mempelopori bisnis mata uang dengan membeli tembaga. Kemudian
mencetaknya menjadi mata uang koin. Pemerintah harus mencetak mata
uang dengan nilai yang sebenarnya tanpa mencari keuntungan dari
percetakan tersebut. Pemerintah harus melaksanakan kebijakan moneter,
yakni mencetak mata uang sesuai dengan nilai transaksi di tengah
masyarakat, tanpa ada unsur kezaliman di dalamnya. Ini menunjukkan Ibn
Taimiyah sangat memperhatikan nilai instrinsik mata uang sesuai dengan
nilai logamnya. Lebih lanjut Ibn Taimiyah menjelaskan , jika dua mata
uang koin memiliki nilai nominal yang sama tetapi dibuat dari logam
yang tidak sama nilainya, mata uang lainnya dalam peredaran. Mata uang
yang berasal dari logam yang lebih baik akan ditimbun, dilebur atau
diekspor karena dianggap lebih menguntungkan. Teori Ibn Taimiyah
(1263-1328) inilah yang kemudian dikenal dengan hukum Gresham bad
money drives out good money” yang dilahirkan oleh Sir Thomas Gresham
(1519-1579).
Di masa daulat Usmaniyah, tahun 1534 mata uang resmi yang berlaku
adalah emas dan perak dengan perbandingan 1:15 kemudian, pas tahun
1839 pemerintah Usmaniyah menerbitkan mata uang yang berbentuk
kertas banknote dengan nama yang sama. Namun nilainya terus merosot
sehingga rakyat tidak mempercayainya. Pada perang Dunia I tahun 1914,
Turki seperti negara-negara lainnya memberlakukan uang kertas sebagai
uang yang sah dan membatalkan berlakunya emas dan perak sebagai mata
uang. Sejak ini mulailah diberlakukan uang kertas sebagai satu-satunya
mata uang di seluruh dunia.2

2
ibid, hlm.286-288

5
B. KRITERIA DAN FUNGSI UANG
1. Kriteria Uang
Untuk dapat terima sebagai alat tukar, uang harus memenuhi
persayaratan tertentu yakni:
a. Nilainya tidak mengalami perubahan dari waktu ke waktu.
b. Tahan lama.
c. Bendanya mempunyai mutu yang sama.
d. Mudah dibawa-bawa.
e. Mudah disimpan tanpa mengurangi nilainya.
f. Jumlahnya terbatas (tidak berlebih-lebihan).
g. Dicetak dan di sahkan penggunaannya oleh pemegang otoritas
moneter (pemerintah).
h. Tidak mudah dipalsukan.3

2. Fungsi Uang
a. Alat tukar (Medium of Exchange)
Fungsi uang sebagai alat tukar menukar di dasarkan pada
kebutuhan manusia yang mempunyai barang dan kebutuhan manusia
yang tidak mempunyai barang di mana uang adalah sebagai perantara
di antara mereka. Dengan uang tersebut seseorang bisa memiliki atau
mempunyai barang dan orang yang memiliki barang bisa menerima
uang sebagai harga dari barang tersebut. Jadi dengan demikian uang
dapat mempermudah pertukaran.
Dalam Islam, uang hanya berfungsi sebagai alat tukar. Jadi uang
adalah sesuatu yang terus mengalir dalam perekonomian, atau lebih
dikenal sebagai flow concept. Ini berbeda dengan sistem
perekonomian kapitalis, di mana uang dipandang tidak saja sebagai
alat tukar yang sah (legal tender) melainkan juga dipandang sebagai
komoditas. Sedangkan dalam islam uang menjadi media untuk

3
ibid, hlm.280.

6
merubah barang dari bentuk yang satu ke bentuk yang lain, sehingga
uang tidak bisa dijadikan komoditi.

b. Satuan Hitung ( Unit Of Account)


Yang dimaksud dengan satuan hitung adalah uang sebagai alat
yang digunakan untuk menunjukkan nilai barang dan jasa yang
diperjualbelikan dipasar dan besarnya kekayaan yang bisa dihitung
berdasarkan penentuan harga dari barang tersebut.

c. Penimbun Kekayaan
Fungsi uang sebagai alat penimbun kekayaan akan bisa
mempengaruhi jumlah uang kas yang ada pada masyarakat. Ketika
teori konvensional memasukkan satu dari fungsi uang adalah sebagai
store of value di mana termasuk juga adanya motif money demand for
speculation.4 Hal ini tidak diperbolehkan dalam Islam. Islam
memperbolehkan uang untuk transaksi dan untuk berjaga-jaga, namun
menolak uang untuk spekulasi. Hal ini menurut Al-ghazali sama saja
dengan memenjarakan fungsi uang5.

d. Standar Pencicilan Utang


Uang juga berfungsi sebagai standar untuk melakukan
pembayaran berjangka atau pencicilan utang.6

Dalam Islam, apapun yang berfungsi sebagai uang, maka


fungsinya hanyalah sebagai medium of exchange. Ia bukan komoditas

4
Thamrin Abdullah dan Francis Tantri, Bank dan Lembaga Keuangan,PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta: 2012, hlm. 44-47.
5
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islami, PT Raja Grafindo Persada, Jakart:, 2007,
hlm.82.
6
Thamrin Abdullah dan Francis Tantri, Loc.cit., hlm.47.

7
yang bisa diperjualbelikan dengan kelebihan baik secara langsung
maupun bukan7

C. JENIS-JENIS UANG

1. Uang Kartal

Uang kartal adalah alat bayar yang sah dan wajib diterima oleh
masyarakat dalam melakukan transaksi jual beli sehari-hari. Menurut
Undang-Undang Bank Sentral No.13 tahun 1968 pasala 26 ayat 1, Bank
Indonesia mempunyai hak tunggal untuk mengeluarkan uang logam dan
kertas. Uang kartal menurut bahan pembuatannya ada dua:

a. Uang logam

Uang logam biasanya terbuat dari emas dan perak karena


memenuhi syarat-syarat uang yang efisien, dan mudah dikenali dan
diterima orang. Di samping itu emas dan perak tidak mudah musnah.
Pada zaman sekarang, uang logam tidak dinilai dari berat emasnya,
namun dinilai dari nominalnya. Penggunaan uang logam merupakan
fase kemajuan dalam sejarah uang. Logam pertama yang digunakan
manusia sebagai alat tukar adalah perunggu. Kemudian, besi yang
digunakan oleh orang Yunani, tembaga digunakan oleh orang
Romawi, terakhir logam mulia emas dan perak. Ketika volume
perdagangan semakin meningkat dan meluas, meliputi perdagangan
antar negara, munculah penggunaan emas dan perak sebagai uang.

Dalam sejarah penggunaan uang logam ada dua sistem yang


dipergunakan, pertama gold standard, yaitu emas sebagai standar
nilai, kedua bimetallic (sistem dua jenis logam), yaitu emas dan perak
digunakan sebagai standar nilai. Pada masa awal Islam, Nabi Saw.
menerapkan sistem dua jenis logam ini dalam aktivitas dagang. Sistem

7
Mustafa Edwin nasution, Pengenalan Ekslusif; Ekonomi Islam, Kencana Prenada Media
Group, Jakarta, 2006, hlm. 248-249.

8
ini terus berlanjut sampai akhirnya pemerintahan Islam menerapkan
uang fulus sebagai mata uang dalam perekonomian.

b. Uang Kertas

Uang kertas adalah uang yang terbuat dari kertas dengan gambar
dan cap tertentu dan merupakan alat pembayaran yang sah. Menurut
penjelasan UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang
dimaksud dengan uang kertas adalah uang dalam bentuk lembaran
yang terbuat dari bahan kertas atau bahan lainnya (yang menyerupai
kertas). Uang kertas mempunyai nilai karena nominalnya.

2. Uang Giral

Uang giral tercipta akibat semakin mendesaknya kebutuhan


masyarakat akan adanya sebuah alat tukar yang lebih mudah, praktis, dan
aman. Di Indonesia yang berhak menciptakan uang giral adalah bank
umum selain Bank Indonesia. Menurut UU No.7 tentang Perbankan
tahun 1992, definisi uang giral adalah tagihan yang ada di bank umum,
yang dapat digunakan sewaktu-waktu sebagai alat pembayaran. Bentuk
uang giral dapat berupa cek, dan giro. Uang giral bukan merupakan alat
pembayaran yang sah.

3. Uang Kuasi

Uang kuasi adalah surat-surat berharga yang dapat dijadikan sebagai


alat pembayaran. Biasanya uang kuasi ini terdiri atas deposito berjangka
dan tabungan serta rekening valuta asing milik swasta domestik.8

D. KONSEP UANG DALAM ISLAM


Dalam konsep ekonomi Islam, uang adalah suatu yang bersifat flow
concept dan capital adalah suatu yang bersifat stock concept. Dalam Islam,

8
Naf’an, Ekonomi Makro; Tinjauan Ekonomi Syariah, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2014,
hlm. 57-62

9
capital is private goods, sedangkan money is public goods. Uang yang ketika
mengalir adalah public goods, lalu mengendap ke dalam kepemilikan
seseorang, uang tersebut menjadi milik pribadi.
Perbedaan lain adalah bahwa dalam ekonomi islam, uang adalah sesuatu
yang bersifat flow concept dan capital adalah sesuatu yang bersifat stock
concept, sedangkan dalam ekonomi konvensional terdapat beberapa
pengertian. Frederick S. Mishkin, misalnya, mengemukakan konsep Irving
Fisher yang menyatakan bahwa:
MV=PT
Keterangan:
M = jumlah uang
V = Tingkat perputaran uang
P= Tingkat harga barang
T= Jumlah barang yang di perdagangankan

Dari pemasaran di atas dapat di ketahui bahwa semakin cepat perputaran


uang (V↑), maka semakin besar income yang di peroleh. Persamaan ini juga
berarti bahwa uang adalah Flow Concept. Fisher juga mengatakan bahwa
sama sekali tidak ada korelasi antara kebutuhan memegang uang (demand for
holding money) dengan tingkat suku bunga. Konsep Fisher yang ada dalam
ekonomi islam, bahwa uang adalah flow concept, bukan stock concept.
Pendapat lain yang di ungkapkan oleh miskhin adalah konsep
Marshallpigio dari Cambridge, yaitu:
M=kPT
Keterangan:
M= jumlah uang
k= 1/v
p= Tingkat harga banyak
T= jumlah barang yang diperdagangkan

10
Walaupun secara matematis dapat dipindahkan atau kekiri atau kekanan,
secara filosofis kedua koncep ini berbeda. Dengan kepada persamaan
Marshal-Pigou di atas menyatakan bahwa demand folding money adalah suatu
proporsi (k) dari jumlah pendapatan (PT). semakin besar demand for holding
money (M), untuk tingkat pendapatan tertentu (PT). ini berarti konsep dari
marshal-pigou mengatakan bahwa uang adalah stock concept. Oleh sebab itu,
kelompok Cambridge mengatakan uang adalah salah satu cara untuk
menyimpan kekayaan (store of wealth).
Dalam islam, capital is private goods, sedangkan money is public goods.
Uang yang ketika mengalir adalah public goods (flow concept), lalu
mengendap kedalam kepemilikan seseorang (stock concept), uang tersebut
menjadi milik pribadi (private goods). 9

E. Time Value Of Money and Economic Value Of Time


Dalam Islam, fungsi uang tidak termasuk dalam fungsi utility, karena
sebenarnya manfaat yang kita dapatkan bukan dari uang itu sendiri, tetapi dari
fungsi uang. Islam juga tidak mengenal konsep time value of money.
Rumus time value of money; FV=PV (1+i)n, Rumus pertumbuhan
populasi; Pt=(Po1+g)t, jadi future value dari uang dianalogikan dengan
jumlah populasi tahun ke-t, present value dari uang dianalogikan dengan
jumlah populasi tahun ke-0, sedangkat tingkat suku bunga dianalogikan
dengan tingkat pertumbuhan populasi. Ini merupakan kekeliruan fatal, sebab
uang bukan makhluk hidup yang dapat berkembang biak dengan sendirinya.
Akan tetapi, economic value of time yang dikenal dalam Islam.
Maknanya adalah bahwa time akan mempunyai economic value jika waktu
tersebut ditambah dengan faktor produksi yang lain, sehingga menjadi capital
dan dapat memperoleh return. Jadi faktor yang menentukan nilai waktu
adalah bagaimana seseorang memanfaatkan waktu itu. Semakin efektif (doing
the right things) dan efisien (doing the things right), maka akan semakin
tinggi nilai waktunya.

9
Adiwarman A. Karim, Op.Cit 77-78.

11
F. Permintaan Dan Penawaran Uang Dalam Ekonomi Islam

1. Permintaan Uang dalam Islam

Permintaan akan uang dalam suatu sistem perekonomian yang islami


akan dipengaruhi oleh motif seorang muslim dalam memegang uang.
Menurut Metwally ada dua motif utama seorang muslim dalam
memegang uang, yaitu: (1) Motivasi transaksi, (2) Motivasi berjaga-jaga.
Dengan 2 motif ini jelas, bahwa permintaan uang untuk tujuan spekulasi
sebagaimana yang dikemukakan Keynes, tidak akan ada dalam suatu
sistem perekonomian yang Islami. Permintaan uang dalam ekonomi
islam menurut Metwally juga dipengaruhi oleh tingkat pendapatan.
Besarnya persediaan uang tunai akan berhubungan dengan tingkat
pendapatan, dan frekuensi pengeluaran.[19]

Mazhab Iqtishaduna, permintaan uang hanya ditujukan untuk dua


tujuan pokok, yaitu transaksi dan berjaga-jaga atau untuk investasi.
Secara matematik formula permintaan uang dapat dituliskan sebagai
berikut:

Md = Mdtrans + Md prec

Permintaan uang untuk transaksi merupakan fungsi dari tingkat


pendapatan yang dimiliki oleh seseorang. Dimana semakin tinggi tingkat
pendapatan seseorang maka permintaan uang untuk memfasilitasi
transaksi barang dan jasa juga akan meningkat. Fungsi permintaan uang
untuk motif berjaga-jaga (meliputi juga permintaan uang untuk investasi
dan tabungan) ditentukan oleh besar kecilnya harga barang tangguh
untuk pembelian barang tidak tunai. Pada masa Rasulullah, permintaan
uang hanya ada dua yaitu untuk transaksi dan berjaga-jaga. Md = Mdtr +
Mdpr apabila Mdpr maka Mdtr .[20]

12
Mazhab Mainstrem, landasan filosofis dari teori dasar permintaan
uang ini adalah islam mengarahkan sumber-sumber daya untuk
dialokasikan secara maksimum dan efisien. Pelarangan hoarding money
atau penimbunan kekayaan merupakan “kejahatan” penggunaan uang
yang harus diperangi. Pengenaan pajak terhadap aset produktif yang
menganggur merupakan strategi utama yang digunakan oleh mazhab ini.
Dues of idle cash atau pajak atas aset produktif yang menganggur
bertujuan untuk mengalokasikan setiap sumber dana yang ada pada
kegiatan usaha produktif. Pengenaan kebijakan ini akan berdampak pada
pola permintaan uang untuk motif berjaga-jaga. Semakin tinggi pajak
yang dikenakan terhadap aset produktif yang anggurkan maka
permintaan terhadap aset ini akan berkurang. Secara sederhana dapat
dianalogikan sebagai berikut, Ahmad yang memiliki kekayaan berupa
tanah dan kemudian tanah tersebut hanya dianggurkan saja sehingga
tidak ada nilai tambah kekayaannya, maka kebijakan yang dikenakan
terhadap Ahmad agar tanah tersebut memiliki nilai tambah adalah
mendorong Ahmad mendorong Ahmad untuk bersedia mengelola
kekayaannya pada kegitan yang produktif. Instrumen yang digunakan
adalah pajak terhadap pengangguran tanah tersebut. Sehingga Ahmad
akan terkena risiko pembayaran pajak apabila tanah miliknya tetap
dianggurkan.[21]

Md = Mdtrans +Md prec

Mdtrans = f(Y)

Mdprec&inv= f(Y,µ)

Secara matematis, permintaan uang untuk mazhab ini dapat


dirumuskan sebagai berikut:

Tingkat dues if idle fund diwakili oleh nilai µ, semakin tinggi nilai
µ, maka semakin kecil permintaan uang untuk motif berjaga-jaga karena
pada tingkat µ yang tinggi biaya risiko yang harus dikeluarkan untuk

13
membayar pajak terhadap uang kas tersebut menjadi naik.dalam kondisi
seperti ini seseorang akan berusaha memperkecil pajak yang dia
bayarkan kepada pemerintah dengan cara mengurangi kekayaan yang
idle. Begitu juga sebaliknya apabila nilai µ relatif rendah, maka
memegang atau menyimpan uang kas relatif tidak memiliki risiko yang
tinggi.

Mazhab Alternatif, permintaan uang dalam mazhab ketiga ini, sangat


erat kaitannya dengan konsep endogenous uang dalam Islam. Teori
endogenous dalam islam secara sederhana dapat diartkian bahwa
keberadaan uang pada hakikatnya adalah repsentasi dari volume transaksi
yang ada dalam sektor riil. Teori inilah yang kemudian menjembatani
dan tidak mendikotomikan antara pertumbuhan uang di sektor moneter
dan pertumbuhan nilai tambah uang di sektor riil. Islam menganggap
bahwa perubahan nilai tambah ekonomi tidak dapat didasarkan semata-
mata pada perubahan waktu. Nilai tambah uang terjadi jika dan hanya
jika ada pemanfaatan secara ekonomis selama uang tersebut
dipergunakan. Sehinnga tidak selalu nilai uang harus bertambah walau
waktu terus bertambah, akan tetapi niali tambahnya akan tergantung dari
hasil yang diusahakan dengan uang itu. Secara makroekonomi, nilai
tambah uang dan jumlahnya hanyalah repsentasi dari perubahan dan
pertambahan di sektor riil.10

2. Penawaran Uang dalam Islam

Mazhab Iqtishaduna, pandangan utama dari mazhab ini adalah


jumlah uang yang beredar bersifat elastis sempurna, di mana pemerintah
sebagai pemegang otoritas moneter tidak mampu untuk mempengaruhi
jumlah uang yang beredar. Penawaran uang (Ms) ditentukan oleh
perdagangan ekspor impor barang. Banyak sedikitnya Ms yang beredar
tidak akan berdampak dan berpengaruh terhadap rasio harga tangguh

10
Ibid, hlm.191.

14
terhadap harga tunai (Pt/P0), karena dengan perdagangan yang bebas dan
tidak adanya bea cukai dari perdagangan tersebut menyebabkan
pengontrolan keluar masuk uang akan selalu diseimbangkan nilainya
dengan nilai ekonomi barang yang diperdagangkan. Elastis sempurna Ms
ini juga didukung oleh kesamaan dari nilai uang dengan nilai intrinsiknya
serta tidak adanya suatu institusi tertentu yang melakukan pencetakan
uang dan mengontrolnya.11

Mazhab Mainstream, menurut mazhab ini penawaran uang dalam


Islam sepenuhnya dikontrol oleh negara sebagai pemegang monopoli dari
penerbitan uang yang sah (legal tender). Keberadaan bank sentral adalah
untuk menerbitkan mata uang dan menjaga nilai tukarnya agar dapat
berada pada tingkat harga yang stabil. Oleh karena itu, penawaran uang
diasumsikan secara penuh dipengaruhi oleh kebijakan bank sentral.

Mazhab Alternatif, menurut mazhab ini jumlah uang beredar lebih


ditentukan oleh actual spending demand dalam kebutuhannya untuk
transaksi di pasar barang dan jasa (uang merupakan variabel yang
endogen). Asumsi yang digunakan dalam konsep ini yaitu: (1) telah
terjadinya globalisasi perekonomian menyebabkan bank sentral tidak lagi
mampu melakukan pengontrolan secara penuh terhadap jumlah uang
beredar. (2) perekonomian mengarah ke tahap Islamisasi sistem
keungannya, sistem ummah yang sudah mulai diberlakuakan dalam
sistem perekonomian yang diantut. Sistem ummah yang dimaksud adalah
tidak adanya suku bunga dan penggunaan expected rate of profit dalam
sistem pembiayaan serta mengarahkan kepada maksimalisasi sumber
dana kepada usaha-usaha yang bersifat produktif.12

11
Ibid, hlm. 198-199.
12
Ibid, hlm. 201-214

15
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Konsep Uang dalam Islam memiliki Sejarah yang mana Islam telah
menggunakkan Emas dan Perak yang dimanfaatkan sebagai alat tukar yang sah
pada saat itu, uang memiliki beberapa kriteria sebelum menjadi alat
pembayaran yang sah, jenis-jenis uang memiliki beragam macam dari uang
kartal, giral, dan kuasi. Uang dalam islam adalah kepemilikan umum, sehingga
mengalami perputaran menjadi milik pribadi. Islam hanya mengakui Economi
Value of Time, dan ada beragam pendapat dari para mazhab terkait Permintaan
dan Penawaran Uang.

B. SARAN

Dengan diselesaikannya makalah ini penulis berharap dapat menambah


wawasan dan pengetahuan pembaca dan keinginan untuk menulis juga.
Selanjutnya penulis juga mengharapkan kritik dan saran guna peningkatan
kualitas dalam penulisan makalah ini.

16
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Thamrin dan Francis Tantri. 2012. Bank dan Lembaga Keuangan.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Karim, Adiwarman A. 2007. Ekonomi Makro Islami. Jakarta: Rajawali Pers.
Naf’an. 2014. Ekonomi Makro; Tinjauan Ekonomi Syariah. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Nasution, Mustafa Edwin. 2006. Pengenalan Ekslusif; Ekonomi Islam. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Rozalinda. Ekonomi Islam (Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

17

Anda mungkin juga menyukai