RIBA DALAM
PANDANGAN ISLAM
Oleh : AMIRUDIN KALAUW
NIM : 206010102111018
PENGERTIAN UANG
menyetujui penggunaan benda sebagai uang maka harus memenuhi dua persyaratan
sebagai berikut:
Persyaratan psikologis, yaitu benda tersebut harus dapat memuaskan bermacam-
macam keinginan dari orang yang memilikinya sehingga semua orang mau mengakui
dan menerimanya.
Syarat teknis adalah syarat yang melekat pada uang, diantaranya:
Tahan lama dan tidak mudah rusak
Mudah dibagi-bagi tanpa mengurangi nilai
Mudah dibawa
Nilainya relative stabil
Jumlahnya tidak berlebihan
Terdiri atas berbagai nilai nominal
PENGERTIAN UANG
Fungsi asli uang ada tiga macam, yaitu pertama sebagai alat tukar, yang
kedua sebagai satuan hitung, dan yang ketiga sebagai penyimpan nilai.
Fungsi turunan uang yaitu, pertama Uang sebagai alat pembayaran
yang sah, kedua Uang sebagai alat pembayaran utang, ketiga Uang
sebagai alat penimbun kekayaan, keempat Uang sebagai alat pemindah
kekayaan, dan kelima Uang sebagai alat pendorong kegiatan ekonomi.
Pentingnya uang :
Sebagai pilar ekonomi.
Uang memudahkan proses pertukaran komoditas dan jasa.
SEJARAH PERKEMBANGAN UANG DARI MASA KE MASA DI
BERBAGAI BANGSA
surah al-Hajj ayat 5: secara bahasa riba berarti azziyadah (tumbuh subur,
tambahan),
Al-Baqarah ayat 275 : mengecam keras pemungutan riba dan mereka diserupakan
dengan orang yang kerasukan Setan. Selanjutnya ayat ini membantah kesamaan
antara riba dan jual-beli dengan menegaskan Allah menghalalkan jual-beli dan
mengharamkan riba.
Al – Baqarah ayat 276 : memberikan jawaban yang merupakan kalimat kunci hikmah
pengharaman riba, yakni Allah bermaksud menghapuskan tradisi riba dan
menumbuhkan tradisi shadaqah.
Al – Baqarah ayat 278 : Larangan riba dipertegas kembali pada ayat 278,, dengan
perintah meninggalkan seluruh sisa-sisa riba, dan dipertegas kembali pada ayat
279
Al - Baqarah 279 :Sedang illat pengharaman riba agaknya dinyatakan dalam ayat
ini la tazlimuna wala tuzlamun. Maksudnya, dengan menghentikan riba engkau tidak
berbuat zulm (menganiaya) kepada pihak lain sehingga tidak seorangpun di antara
DASAR HUKUM PELARANGAN RIBA
Al – Baqarah ayat 280 : seruan moral agar berbuat kebajikan kepada orang yang dalam
kesulitan membayar hutang dengan menunda tempo pembayaran atau bahkan dengan
membebaskannya dari kewajiban melunasi hutang.
surat Ali Imran (3:130) : Larangan memakan harta riba dalam surat Ali Imran ini berada dalam
konteks antara ayat 129 sampai dengan 136.
Pernyataan Hadis Nabi mengenai keharaman riba antara lain: Artinya : “ Telah mengabarkan
Muhammad bin al-Shabah dan Zuhair bin Harbi dan Usman bin Abu Syaibah kepada kami dari
Husyaim dari al-Zubair dari Jabir berkata: Rasulullah SAW. melaknat orang yang memakan
riba, orang yang memberi makan riba, penulis dan saksi riba". Kemudian beliau bersabda:
"mereka semua adalah sama.” (H.R. Muslim) َ
Terdapat pula hadis lainnya yakni Artinya : “Telah mengabarkan Abu Bakri bin Abi Syaibah
kepada kami dari Waqi' dari Ismail bin Muslim al-'Abdi dari Abu al-Mutawakkil al-Naji dari Abu
Said alKhudri bahwa Rasulullah saw bersabda: (jual beli) emas dengan emas, perak dengan
perak, jagung dengan jagung, gandum dengan gandum, korma dengan korma, garam dengan
garam itu dalam jumlah yang sama dan tunai serta diserahkan seketika, dan barangsiapa
yang menambah atau meminta tambah, termasuk riba. Yang menerima dan yang memberi,
dalam hal ini sama dosanya.” (H.R. Muslim).
DASAR HUKUM PELARANGAN RIBA
Riba Nasi’ah Riba nasi’ah yaitu menunda, menunggu, penangguhan penyerahan atau
penerimanaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi
lainnya, riba ini muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan
antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian. Riba nasi’ah
adalah kelebihan atas piutang yang diberikan orang yang berutang kepada pemilik
modal ketika waktu yang disepakati jatuh tempo. Apabila jatuh tempo sudah tiba,
ternyata orang yang berutang tidak sanggup membayar utang dan kelebihannya,
maka waktunya bisa diperpanjang dan jumlah utang bertambah pula. Riba nasi’ah
ini terbagi mejadi dua, yaitu Riba qardh dan Riba jahiliyah
1. Riba qardh Adalah suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan
terhadap yang berutang (muqtaridh).
2. Riba jahiliyah Adalah utang dibayar lebih dari pokoknya jarena si peminjam tidak
mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan. Riba ini dilarang karena
kaedah “kullu gardin jarra manfa ah fahwa riba” (setiap pinjam yang mengambil
manfaat adalah riba)..
PERSAMAAN DAN PERBEDAAN PANDANGAN BUNGA DAN RIBA
PERSAMAAN
Dalam
Dalam membahas
membahas mengenai
mengenai ribapemahaman
riba dan dan pemahaman
merekamereka akan
akan riba, riba, keduanya
keduanya sama-sama berangkat
sama-sama berangkat dari dasar hukum pemahaman nash, baik itu dari nash-nash
dari dasar hukum pemahaman nash, baik itu dari nash-nash Al-Qurang maupun Sunnah.
Al-Qurang maupun Sunnah.
Dalam melakukan interpretasi mengenai riba dalam nash-nash tersebut, keduanya memiliki tujuan akhir
yang sama, yaitu supaya interpretasi yang mereka hasilkan dapat memberikan sumbangsi bagi
terciptanya kemaslahatan umat, sehingga umat tidak lagi berada dalam kebimbangan ketika
menentukan suatu transaksi yang masih mengandung keraguan akan boleh dan tidaknya secara hukum
Pada dasarnya keduanya memiliki pandangan, bahwa riba merupakan sesuatu yang mutlak dilarang
dalam Islam dan hukumnya haram. Karena pratik riba hanya akan menciptakan suatu tatanan dalam
masyarakat menjadi rusak, timbulnya ketidakadilan dan terjadinya penganiayaan oleh sekelompok orang
terhadap sekelompok orang lainnya.
Keduanya juga sama-sama memiliki pandangan, bahwa pembahasan yang mereka lakukan dalam kajian
mereka masing-masing adalah pembahasan mengenai riba jenis nasi’ah atau jahiliyah yang sudah jelas-
jelas dilarang dalam Al-Quran maupun hadist, sedangkan untuk riba fadhl, mereka tidak membahasnya
secara lebih luas dalam bukunya masing-masing.
Dalam kaitannya dengan argumentasi bahwa riba yang dilarang dan dibolehkan adalah riba jenis
produktif dan konsumtif, keduanya tidak memiliki landasan atau keterangan yang kuat untuk mengklaim
bahwa pandangan merekalah yang paling benar. Sebab memang tidak produktif, atau malah sebaliknya
PERSAMAAN DAN PERBEDAAN BUNGA DAN RIBA
PERBEDAAN
Dalam
Perbedaan membahas
pandangan mengenai riba
dalam menentukan aspekdan
apa pemahaman
sebenarnya yangmereka akandalam
terkandung riba, Al-Quran
keduanyadan hadist dalam
sama-sama
pelarangan berangkat
riba. Abdullah dari
Saeed lebih dasar memandang
cenderung hukum pemahaman nash,
aspek formalnya, baik
atau apa itu dari
yang adanash-nash
dalam dzahir ayat.
PerbedaanAl-Qurang
pendanganmaupun Sunnah.
pada poin pertama di atas, menyebabkan terjadinya perbedaan pula dalam menentukan bagian
pernyataan mana dalam Al-Quran yang sebenarnya harus dijadikan pijakan utama dalam memahami pelarang riba.
Abdullah Saeed cenderung melihat pernyataan la tadzlimuuna wa la tudzlamun sebagai titik tolaknya dalam memahami
pelarangan ini, sementara Yusuf Al-Qaradh wi lebih melihat pada pernyataan fa lakum ru’ usu amwa likum sebagai acuan
utamanya.
Perbedaan dalam menentukan landasan analogi apakah yang semestinya dipakai dalam membahas masalah pelarangan
riba ini, Abdullah Saeed lebih melihat hikmah sebagai landasan analoginya, sebab menurutnya ilat memliki banyak
kelemahan, sebaliknya Yusuf Al-Qaradh wi cenderung menggunakan ilat sebagai landasan analoginya.
Perbedaan dalam memandang wacana ketidakadilan, menurut Abdullah Saeed, ketidakadilan hanya terdapat pada riba
yang terdapat pada masa jahiliyah, karena terjadinya penindasan kriditur kepada debitur, hingga menyebabkan
perbudakan, sedangkan transaksi pinjaman berbunga di bank saat ini, mustahil akan menyebabkan penindasan, lebih-lebih
perbudakan oleh kreditu kepada debitur. Sedangkan menurut Yusuf Al-Qaradh wi, keadilan hanya akan tercapai bila antara
pemilik modal dan pengusahan, berbagi resiko atas keuntungan maupun kerugian, dari modal yang digunakan dalam
usaha tersebut.
Perbedaan-perbedaan dalam menentukan landasan pengharaman dalam menghukumi bunga bank, menurut Yusuf Al-
Qaradh wi, bunga bank sama dengan riba yang dilarang dalam Islam, karena berpijak pada stateman bahwa setiap
penambahan dalam transaksi pinjaman adalah dilarang. Sedangkan Abdullah Saeed memandang, sepanjang pinjaman
SISTEM BUNGA DALAM PANDANGAN ISLAM
Opportunty lost yang ditanggung pemilik dana disebabkan penggunaan uang oleh pihak lain.
Uang sebagai komoditi, karena itu ada harganya dan harga uang itu adalah bunga (Boehn-Boerk).
Nilai uang sekarang lebih besar dari pada nilai uang masa depan (time value of money).
Pada zaman nabi tidak ada bank, dan bank bukan syakhshiyyah mukallafah (yang terkena kewajiban menjalankan
hukum syariah) Untuk itu para ulama melakukan istinbath terhadap sumbersumber syariah dalam rangka menghindari
riba. Di antara hasil istinbath tersebut adalah produkproduk muamalah yaitu musyarakah, mudharabah, muzara’ah,
musaqat, murabahah, salam, istishna’, sharf, ijarah, wadi’ah, wakalah, hawalah, rahn, qardh, i’arah, sulh, muqashah,
iqtha’, dan hima, yang semuanya merupakan produkproduk dalam perbankan syariah yang dalam pengelolaannya
prinsip bagi hasil.
SEKIAN, TERIMAKASIH