Anda di halaman 1dari 24

UANG, BUNGA DAN

RIBA DALAM
PANDANGAN ISLAM
Oleh : AMIRUDIN KALAUW
NIM : 206010102111018
PENGERTIAN UANG

 secara etimologi uang berasal dari kata al-naqdu-nuqud.


Pengertiannya ada beberapa makna, yiatu al-naqdu yang
berarti yang baik dari dirham, menggenggam dirham, dan
al-naqdu juga berarti tunai.
 Uang secara umum adalah sesuatu yang dapat diterima
secara umum sebagai alat pembayaran dalam suatu wilayah
tertentu atau sebaga alat pembayaran utang, atau sebgai
alat untuk melkukan pembelian barang atau jasa. Dengan
kata lain, uang merupakan suatu alat yang dapat digunakan
dalam suatu wilayah tertentu.
PENGERTIAN UANG

menyetujui penggunaan benda sebagai uang maka harus memenuhi dua persyaratan
sebagai berikut:
Persyaratan psikologis, yaitu benda tersebut harus dapat memuaskan bermacam-
macam keinginan dari orang yang memilikinya sehingga semua orang mau mengakui
dan menerimanya.
 Syarat teknis adalah syarat yang melekat pada uang, diantaranya:
 Tahan lama dan tidak mudah rusak
 Mudah dibagi-bagi tanpa mengurangi nilai
 Mudah dibawa
 Nilainya relative stabil
 Jumlahnya tidak berlebihan
 Terdiri atas berbagai nilai nominal
PENGERTIAN UANG

Pengertian uang menurut ahli hukum (fuqaha) dan cendikiawan muslim :


 Al-Ghazali di dalam karyanya Ihya’ Ulum AlDin uang adalah “nikmat (Alloh) yang
digunakan masyarakat sebagai mediasi atau alat untuk mendapatkan bermacam-
macam kebutuhan hidupnya, yang secara substansial tidak mamiliki nilai apa-apa,
tetapi sangat dibutuhkan manusia dalam upaya pemenuhan bermacam-macam
kebutuhan mereka (sebagai alat tukar).
 Dalam pandangan Ibnu Khaldun dua logam yaitu emas dan perak, adalah ukuran
nilai. Logam-logam ini diterima secara alamiah sebagai uang di mana nilainya tidak
dipengaruhi oleh fluktuasi subyektif.
 Dari pendapat beberapa fuqaha diatas secara sederhana dapat dipahami bahwa
uang diartikan oleh al-Ghazali, AL- Maqrizi dan Ibn Khaldun sebagai apa yang
digunakan manusia sebagai standar ukuran nilai harga, media transaksi pertukaran
dan media simpanan.
FUNGSI DAN PENTINGNYA UANG

Fungsi asli uang ada tiga macam, yaitu pertama sebagai alat tukar, yang
kedua sebagai satuan hitung, dan yang ketiga sebagai penyimpan nilai.
Fungsi turunan uang yaitu, pertama Uang sebagai alat pembayaran
yang sah, kedua Uang sebagai alat pembayaran utang, ketiga Uang
sebagai alat penimbun kekayaan, keempat Uang sebagai alat pemindah
kekayaan, dan kelima Uang sebagai alat pendorong kegiatan ekonomi.
Pentingnya uang :
Sebagai pilar ekonomi.
Uang memudahkan proses pertukaran komoditas dan jasa.
SEJARAH PERKEMBANGAN UANG DARI MASA KE MASA DI
BERBAGAI BANGSA

Bangsa Lydia : orang-orang yang pertama kali mengenal uang.


Bangsa Yunani : membuat “uang komoditas” sebagai utensil money dan
koin-koin dari perunggu. Kemudian mereka membuat ems dan perak
yang pada awalnya beredar di antara mereka dalam bentuk batangan,
sampai masa dimulainya percetakan uang pada tahun 406 SM.
Bangsa Romawi : pada masa sebelum abad ke-3 SM menggunakan
mata uang yang terbuat dari perunggu yang disebut Aes (Aes Signatum
Aes Rude).
Bangsa Persia : mengadopsi percetakan uang dari bangsa Lydia
setelah penyerangan mereka pada tahun 546 SM. Uang dicetak dari
emas adan perak dengan perbandingan 1: 13,5.
SEJARAH PERKEMBANGAN UANG DARI MASA KE MASA DI
BERBAGAI BANGSA

Uang dalam masa pemerintahan Islam


 Masa Kenabian : Bangsa Arab di Hijaz pada masa Jahiliyyah
tidak memiliki mata uang tersendiri. Mereka menggunakan
mata uang yang mereka peroleh berupa dinar dan dirham emas
Hercules, Byzantium dan dirham perak dinasti sasanid dari Iraq,
dan sebagian mata uang bangsa Himyar, dan Yaman.
 Masa Khulafaurrasyidin : Ketika abu bakar maupun ketika Umar
Bin Khathab di bai’at sebagia khalifah., karena mereka sibuk
melakukan penyebaran Islam ke berbagai Negara, beliau
menetapakan persoalan uang sebagaimana uang sudah
berlaku dizaman Nabi
SEJARAH PERKEMBANGAN UANG DARI MASA KE MASA DI
BERBAGAI BANGSA

Uang dalam masa pemerintahan Islam


 pada masa dinasti Muawiya : masih meneruskan model Sasanid
dengan menambahkan beberapa kalimat tauhid, seperti pada masa
Khulafaturrasyidin. Pada masa Abdul Malik Bin Marwan, pada tahun
78 H, beliau membuat mata uang Islam yang memiliki model
tersendiri.
 pada masa Dinasti Abbasiyah dan sesudahnya : Pada masa ini
percetakan masih melanjutkan cara dinasti Muawiyah. Pada masa ini
ada dua fase, dalam percetakan uang yaitu : Fase pertama, terjadi
pengurangan terhadap ukuran dirham kemudian dinar. Fase kedua,
ketika pemerintahan melemah dan para pembantu dari orang-orang
Turki campur tangan dalam urusan Negara
SEJARAH PERKEMBANGAN UANG DARI MASA KE MASA DI
BERBAGAI BANGSA

Transformasi menjadi uang kertas


 Pada tahun 1839 pemerintah Usmaniyah menerbitkan mata uang yang
berbentuk kertas banknote dengan nama gaima, namun nilainya terus
merosot sehingga rakyat tidak mempercayainya.
 Pada perang Dunia I tahun 1914, Turki seperti negara-negara lainnya
memberlakukan uang kertas sebagai uang yang sah dan membatalkan
berlakunya emas dan perak sebagai mata uang. Sejak itulah mulai
diberlakukan uang kertas sebagai satusatunya mata uang di seluruh dunia
 Tahun 1931 uang tidak lagi bergantung kepada emas dan kemudian seluruh
dunia telah meninggalkannya pada tahun 1976. Uang kertas sekarang
sudah menjadi alat tukar karena telah ditetapkan oleh pemerintah bahwa
uang kertas sudah menjadi standar alat tukar.
SEJARAH PERKEMBANGAN UANG DARI MASA KE MASA DI
BERBAGAI BANGSA

Reformasi uang dimasa sekarang menjadi E-Money (Elektrik


Money)
 Kemajuan teknologi dalam sistem pembayaran menggeser
peranan uang tunai sebagai alat pembayaran ke dalam bentuk
pembayaran non tunai yang lebih efisien dan ekonomis.
 Uang elektronik muncul sebagai jawaban atas kebutuhan
masyarakat terhadap instrumen pembayaran mikro yang
diharapkan mampu melakukan proses pembayaran secara
lebih cepat, efisien, dan aman dengan biaya yang relatif lebih
murah
SEJARAH PERKEMBANGAN UANG DARI MASA KE MASA DI
BERBAGAI BANGSA

Reformasi uang dimasa sekarang menjadi E-Money (Elektrik Money)


Adapun adalah Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor
16/08/PBI/2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
11/12/PBI/2009 “Uang Elektronik (Electronic Money) adalah alat
pembayaran yang memenuhi unsur antara lain :
 Diterbitkan atas dasar nilai uang yang disetor terlebih dahulu kepada penerbit;
 Nilai uang disimpan secara elektronik dalam suatu media server atau chip;
 Digunakan sebagai alat pembayaran kepada pedagang yang bukan
merupakan penerbit uang elektronik tersebut;
 Nilai uang elektronik yang dikelola oleh penerbit bukan merupakan
simpanan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang
mengatur mengenai perbankan”.
PENGERTIAN BUNGA

Bunga adalah tanggungan pada pinjaman uang yang


biasanya di nyatakan dengan prosentase dari uang yang
dipinjamkan.
Adapun menurut Fatwa MUI tentang Bunga
(interest/fa’idah) adalah tambahan yang dikenakan dalam
transaksi pinjaman uang (al-qardh) yang diperhitungkan dari
pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan
pemanfaatan/hasil pokok tersebut, berdasarkan tempo
waktu, diperhitungkan secara pasti di muka, dan pada
umumnya berdasarkan persentase
PENGERTIAN RIBA

Secara etimologi, kata riba berasal dari bahasa Arab, secara


bahasa bermakna "al-ziyadah" (‫ ( زيادة ّال‬yang berarti "tambahan".
Menurut terminologi, kata riba dirumuskan secara berbeda-beda
sesuai dengan titik berat pendekatan masing-masing.
Definisi riba secara istilah yang terbaik menurut Shalih
Muhammad al-Sulthan adalah penambahan (melebihkan) harta
ribawi yang sejenis yang dipertukarkan dan adanya penangguhan
penguasaan terhadap benda yang wajib dikuasai (al-qabdh).
definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa riba adalah kelebihan
atau tambahan tanpa ada ganti atau imbalan.
UNSUR – UNSUR RIBA

pertama adanya tambahan sebagai imbalan tenggang waktu,


baik tenggang waktu peminjaman maupun tenggang waktu
keterlambatan. Dasarnya adalah firman Allah, "..., dan jika kamu
bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu"
[Q. 2: 2791; dan
kedua, adalah bahwa tambahan tersebut mengikat atau dapat
dituntut (bukan suka rela) karena disyaratkan dalam dalam
perjanjian (akad). Apabila tambahan itu tidak diperjanjikan dan
pemberiannya bersifat spontanitas belaka, maka tidak dipandang
riba. Dasarnya adalah sabda Rasulullah saw, "Sebaik-baik kamu
adalah orang yang paling baik pembayaran hutangnya.
DASAR HUKUM PELARANGAN RIBA

 surah al-Hajj ayat 5: secara bahasa riba berarti azziyadah (tumbuh subur,
tambahan),
 Al-Baqarah ayat 275 : mengecam keras pemungutan riba dan mereka diserupakan
dengan orang yang kerasukan Setan. Selanjutnya ayat ini membantah kesamaan
antara riba dan jual-beli dengan menegaskan Allah menghalalkan jual-beli dan
mengharamkan riba.
 Al – Baqarah ayat 276 : memberikan jawaban yang merupakan kalimat kunci hikmah
pengharaman riba, yakni Allah bermaksud menghapuskan tradisi riba dan
menumbuhkan tradisi shadaqah.
 Al – Baqarah ayat 278 : Larangan riba dipertegas kembali pada ayat 278,, dengan
perintah meninggalkan seluruh sisa-sisa riba, dan dipertegas kembali pada ayat
279
 Al - Baqarah 279 :Sedang illat pengharaman riba agaknya dinyatakan dalam ayat
ini la tazlimuna wala tuzlamun. Maksudnya, dengan menghentikan riba engkau tidak
berbuat zulm (menganiaya) kepada pihak lain sehingga tidak seorangpun di antara
DASAR HUKUM PELARANGAN RIBA

 Al – Baqarah ayat 280 : seruan moral agar berbuat kebajikan kepada orang yang dalam
kesulitan membayar hutang dengan menunda tempo pembayaran atau bahkan dengan
membebaskannya dari kewajiban melunasi hutang.

 surat Ali Imran (3:130) : Larangan memakan harta riba dalam surat Ali Imran ini berada dalam
konteks antara ayat 129 sampai dengan 136.

 Pernyataan Hadis Nabi mengenai keharaman riba antara lain: Artinya : “ Telah mengabarkan
Muhammad bin al-Shabah dan Zuhair bin Harbi dan Usman bin Abu Syaibah kepada kami dari
Husyaim dari al-Zubair dari Jabir berkata: Rasulullah SAW. melaknat orang yang memakan
riba, orang yang memberi makan riba, penulis dan saksi riba". Kemudian beliau bersabda:
"mereka semua adalah sama.” (H.R. Muslim) َ
 Terdapat pula hadis lainnya yakni Artinya : “Telah mengabarkan Abu Bakri bin Abi Syaibah
kepada kami dari Waqi' dari Ismail bin Muslim al-'Abdi dari Abu al-Mutawakkil al-Naji dari Abu
Said alKhudri bahwa Rasulullah saw bersabda: (jual beli) emas dengan emas, perak dengan
perak, jagung dengan jagung, gandum dengan gandum, korma dengan korma, garam dengan
garam itu dalam jumlah yang sama dan tunai serta diserahkan seketika, dan barangsiapa
yang menambah atau meminta tambah, termasuk riba. Yang menerima dan yang memberi,
dalam hal ini sama dosanya.” (H.R. Muslim).
DASAR HUKUM PELARANGAN RIBA

Tahapan – Tahapan Pelarangan Riba


 Tahap pertama, adalah surat QS. ArRum ayat 39
 Tahap kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk
terdapat dalam QS. An-Nisa ayat 160-161
 Tahap ketiga, riba dikaitkan dengan suatu tambahan yang
berlipat ganda terdapat dalam QS. Ali-Imran ayat 130
 Tahap terakhir, Allah swt. dengan jelas dan tegas
mengharamkan apapun jenis riba, yang terdapat dalam QS.
Al-Baqarah ayat 278 dan 279.
JENIS – JENIS RIBA

 Riba Fadhl ialah penukaran suatu barang


dengan barang yang sejenis, tetapi lebih
banyak jumlahnya karena orang yang
menukarkan mensyaratkan demikian, seperti
penukaran emas dengan emas, padi dengan
padi, dan sebagainya. Riba fadhl adalah riba
yang berlaku dalam jual beli yang didefinisikan
oleh para ulama fiqih dengan “kelebihan pada
salah satu harta sejenis yang diperjualbelikan
dengan ukuran syarak
JENIS – JENIS RIBA

 Riba Nasi’ah Riba nasi’ah yaitu menunda, menunggu, penangguhan penyerahan atau
penerimanaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi
lainnya, riba ini muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan
antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian. Riba nasi’ah
adalah kelebihan atas piutang yang diberikan orang yang berutang kepada pemilik
modal ketika waktu yang disepakati jatuh tempo. Apabila jatuh tempo sudah tiba,
ternyata orang yang berutang tidak sanggup membayar utang dan kelebihannya,
maka waktunya bisa diperpanjang dan jumlah utang bertambah pula. Riba nasi’ah
ini terbagi mejadi dua, yaitu Riba qardh dan Riba jahiliyah
1. Riba qardh Adalah suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan
terhadap yang berutang (muqtaridh).
2. Riba jahiliyah Adalah utang dibayar lebih dari pokoknya jarena si peminjam tidak
mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan. Riba ini dilarang karena
kaedah “kullu gardin jarra manfa ah fahwa riba” (setiap pinjam yang mengambil
manfaat adalah riba)..
PERSAMAAN DAN PERBEDAAN PANDANGAN BUNGA DAN RIBA

PERSAMAAN
 Dalam
 Dalam membahas
membahas mengenai
mengenai ribapemahaman
riba dan dan pemahaman
merekamereka akan
akan riba, riba, keduanya
keduanya sama-sama berangkat
sama-sama berangkat dari dasar hukum pemahaman nash, baik itu dari nash-nash
dari dasar hukum pemahaman nash, baik itu dari nash-nash Al-Qurang maupun Sunnah.
Al-Qurang maupun Sunnah.
 Dalam melakukan interpretasi mengenai riba dalam nash-nash tersebut, keduanya memiliki tujuan akhir
yang sama, yaitu supaya interpretasi yang mereka hasilkan dapat memberikan sumbangsi bagi
terciptanya kemaslahatan umat, sehingga umat tidak lagi berada dalam kebimbangan ketika
menentukan suatu transaksi yang masih mengandung keraguan akan boleh dan tidaknya secara hukum
 Pada dasarnya keduanya memiliki pandangan, bahwa riba merupakan sesuatu yang mutlak dilarang
dalam Islam dan hukumnya haram. Karena pratik riba hanya akan menciptakan suatu tatanan dalam
masyarakat menjadi rusak, timbulnya ketidakadilan dan terjadinya penganiayaan oleh sekelompok orang
terhadap sekelompok orang lainnya.
 Keduanya juga sama-sama memiliki pandangan, bahwa pembahasan yang mereka lakukan dalam kajian
mereka masing-masing adalah pembahasan mengenai riba jenis nasi’ah atau jahiliyah yang sudah jelas-
jelas dilarang dalam Al-Quran maupun hadist, sedangkan untuk riba fadhl, mereka tidak membahasnya
secara lebih luas dalam bukunya masing-masing.
 Dalam kaitannya dengan argumentasi bahwa riba yang dilarang dan dibolehkan adalah riba jenis
produktif dan konsumtif, keduanya tidak memiliki landasan atau keterangan yang kuat untuk mengklaim
bahwa pandangan merekalah yang paling benar. Sebab memang tidak produktif, atau malah sebaliknya
PERSAMAAN DAN PERBEDAAN BUNGA DAN RIBA

PERBEDAAN
 Dalam
 Perbedaan membahas
pandangan mengenai riba
dalam menentukan aspekdan
apa pemahaman
sebenarnya yangmereka akandalam
terkandung riba, Al-Quran
keduanyadan hadist dalam
sama-sama
pelarangan berangkat
riba. Abdullah dari
Saeed lebih dasar memandang
cenderung hukum pemahaman nash,
aspek formalnya, baik
atau apa itu dari
yang adanash-nash
dalam dzahir ayat.
 PerbedaanAl-Qurang
pendanganmaupun Sunnah.
pada poin pertama di atas, menyebabkan terjadinya perbedaan pula dalam menentukan bagian
pernyataan mana dalam Al-Quran yang sebenarnya harus dijadikan pijakan utama dalam memahami pelarang riba.
Abdullah Saeed cenderung melihat pernyataan la tadzlimuuna wa la tudzlamun sebagai titik tolaknya dalam memahami
pelarangan ini, sementara Yusuf Al-Qaradh wi lebih melihat pada pernyataan fa lakum ru’ usu amwa likum sebagai acuan
utamanya.
 Perbedaan dalam menentukan landasan analogi apakah yang semestinya dipakai dalam membahas masalah pelarangan
riba ini, Abdullah Saeed lebih melihat hikmah sebagai landasan analoginya, sebab menurutnya ilat memliki banyak
kelemahan, sebaliknya Yusuf Al-Qaradh wi cenderung menggunakan ilat sebagai landasan analoginya.
 Perbedaan dalam memandang wacana ketidakadilan, menurut Abdullah Saeed, ketidakadilan hanya terdapat pada riba
yang terdapat pada masa jahiliyah, karena terjadinya penindasan kriditur kepada debitur, hingga menyebabkan
perbudakan, sedangkan transaksi pinjaman berbunga di bank saat ini, mustahil akan menyebabkan penindasan, lebih-lebih
perbudakan oleh kreditu kepada debitur. Sedangkan menurut Yusuf Al-Qaradh wi, keadilan hanya akan tercapai bila antara
pemilik modal dan pengusahan, berbagi resiko atas keuntungan maupun kerugian, dari modal yang digunakan dalam
usaha tersebut.
 Perbedaan-perbedaan dalam menentukan landasan pengharaman dalam menghukumi bunga bank, menurut Yusuf Al-
Qaradh wi, bunga bank sama dengan riba yang dilarang dalam Islam, karena berpijak pada stateman bahwa setiap
penambahan dalam transaksi pinjaman adalah dilarang. Sedangkan Abdullah Saeed memandang, sepanjang pinjaman
SISTEM BUNGA DALAM PANDANGAN ISLAM

Menyebut riba dengan nama bunga tidak akan mengubah sifatnya,


karena bunga adalah suatu tambahan modal yang dipinjam, karena
itu hal tersebut tetaplah riba. Dalam ekonomi kapitalis, bunga adalah
pusat berputarnya sistem perbankan, berdasarkan prinsip dari
perbankan konvensional, tanpa bunga sistem perekonomin akan
lumpuh.
Sedangkan Islam mempunyai kekuatan yang sangat dinamis dalam
menjalankan sistem perbankan dan lembaga keuangan lain tanpa
harus menjalankan sistem bunga. Karena suku bunga yang berlaku
dalam perbankan konvensional tidak ada hubungan dengan pengaruh
volume menabung. Evolusi konsep riba ke bunga tidak terlepas dari
perkembangan lembaga keuangan. Lembaga keuangan timbul karena
kebutuhan modal untuk membiayai industri dan perdagangan,
modalnya berasal dari kaum pedagang.
Alasan Pengambilan Riba

 Boleh mengambil bunga bank karen darurat.

 Pada tingkat wajar, tidak mengapa bunga bank dibebankan.

 Opportunty lost yang ditanggung pemilik dana disebabkan penggunaan uang oleh pihak lain.

 Bunga untuk konsumtif dilarang, tetapi untuk produktif dibolehkan.

 Uang sebagai komoditi, karena itu ada harganya dan harga uang itu adalah bunga (Boehn-Boerk).

 Bunga sebagai penyeimbang laju inflasi.

 Bunga sebagai upah menunggu (abstinence concept, senior, irving fisher).

 Nilai uang sekarang lebih besar dari pada nilai uang masa depan (time value of money).

 Pada zaman nabi tidak ada bank, dan bank bukan syakhshiyyah mukallafah (yang terkena kewajiban menjalankan
hukum syariah) Untuk itu para ulama melakukan istinbath terhadap sumbersumber syariah dalam rangka menghindari
riba. Di antara hasil istinbath tersebut adalah produkproduk muamalah yaitu musyarakah, mudharabah, muzara’ah,
musaqat, murabahah, salam, istishna’, sharf, ijarah, wadi’ah, wakalah, hawalah, rahn, qardh, i’arah, sulh, muqashah,
iqtha’, dan hima, yang semuanya merupakan produkproduk dalam perbankan syariah yang dalam pengelolaannya
prinsip bagi hasil.
SEKIAN, TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai