Anda di halaman 1dari 8

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Teori Dasar

2.1.1.1 Uang

Isi tentang konsep uang. Berikan penjelasan tentang fiat money dan commodity money

SISTEM MATA UANG


Uang itu ada dua macam, yaitu uang logam dan uang kertas. Uang logam adalah uang yang
terbuat dari barang tambang seperti emas, perak, tembaga, timah dan nikel. Uang kertas adalah
uang yang terbuat dari kertas, sebagai pengganti (substitusi) dari emas atau perak atau terbuat
dari campuran emas atau dari campuran perak,atau keduanya; yang dijamin seluruhnya atau
sebagian (oleh emas dan perak-peny); atau tidak dijamin sama sekali sehingga tidak diback up
oleh emas dan perak.

Dunia pernah mengambil emas dan perak sebagai sistem mata uangnya hingga Perang
Dunia Pertama, dengan berhentinya penggunaan sistem mata uang emas dan perak. Setelah
Perang Dunia Pertama selesai, kembali sistem mata uang emas dan perak dijadikan rujukan
temporer, lalu penggunaannya mulai memudar.
Pada tahun1971 penggunaan sistem mata uang emas dan perak ditiadakan sama
sekali, berdasarkan keputusan Presiden AS,Nixon pada tanggal15/07/1971 yang secara resmi
membatalkan sistem Bretton Woods, yang dianggap sebagai keputusan yang mengikat mata uang
dollar dengan emas, dan
mem-pegkannya dengan nilai tertentu.

Sistem mata uang adalah kumpulan peraturan yang menjadi asas adanya mata uang dan
pengaturannya di suatu negara. Poros utama untuk setiap sistem mata uang adalah penentuan
kesatuan mata uang dasar yang dijadikan sebagai tolok ukur bagi jenis-jenis mata uang lainnya.
Jika–misalnya telah ditentukan kesatuan mata uang
dasar dengan ukuran tertentu dari emas, maka kesatuan ini
Menjadi mata uang dasar pada sistem tersebut. Sistem mata uang biasanya dinamakan dengan
mata uang dasar yang digunakannya. Apabila mata uang dasarnya adalah emas, maka jadilah
sistem mata uangnya sistem mata uang emas, atau yang berpijak pada emas. Apabila mata uang
dasarnya adalah perak, jadilah sistem mata uang perak. Dan apabila mata uang dasarnya
gabungan dari keduanya –emas dan perak-
maka dinamakan dengan sistem mata uang dua logam. Jika nilai kesatuan mata uang dasarnya
tidak dikaitkan secara permanen dengan emas atau pun dengan perak, maka dinamakan dengan
sistem mata uang biasa, baik menggunakan logam lainnya –seperti mata uang tembaga atau
menggunakan kertas– seperti mata uang kertas biasa (bank note)

Fiat Money

Fiat money (uang kertas yang dikeluarkan pemerintah) yaitu uang kertas yang
menunjukkan hutang pemerintah kepada masyarakat sebesar nilai nominal yang tercantum dalam
uang tersebut. masyarakat mau menerima pembayaran dengan uang kertas tersebut karena
dasarnya kepercayaan (fiat) bahwa uang tersebut ada nilainya dan dapat digunakan sebagai alat
transaksi yang sah.

Fiat money tergolong ke dalam uang kredit. Uang kredit itu sendiri adalah uang beredar
yang nilai nominalnya lebih besar dibandingkan nilai komoditinya.1

2.1.1.2 Fractional Reserve Requirement

Fractional reserve sistem adalah salah satu sistem perbankan modern yang dinilai oleh
para ekonom sebagai sumber masalah yang sistemik dan memunculkan crises event. Sistem ini
merangkai kerangka inheren yang tidak stabil karena berasal dari asimetri antara perubahan
dalam nilai aset dan perubahan nilai kewajiban. Secara teknis, dengan sistem ini perbankan
secara tidak langsung telah memiliki kemampuan untuk menciptakan uang sendiri (creation of
money), sehingga dapat diilustrasikan sebagai piramida terbalik yaitu, reserve basic yang lebih
kecil malah justru “mendukung” lebih besar jumlah deposito dan kredit.2

2.1.1.3 Akad

Isi tentang konsep akad dalam Islam

2.1.1.4 Otoritas Sistem Keuangan Syariah

1
Ekonomi Moneter, karya Imamudin Yuliadi, Indeks, 2008

2
Valeriano F. García,Vicente Fretes Cibils, dan Rodolfo Maino, (2004), “Remedy For Banking Crises: What Chicago
And Islam Have In Common”, Islamic Economic Studies. Vol. 11, No. 2, March 2004,h. 4
Isi tentang konsep otoritas sistem keuangan syariah dalam Islam

2.1.1.5 Riba

Riba dalam bahasa arab secara kata berarti kelebihan. Qadi Abu Bakr Ibn Al-Arabi dalam
“Ahkamul Quran” mendefinisikan riba sebagai: setiap kelebihan nilai barang yang diberikan atas
nilai dari barang yang diterima. Kelebihan ini merujuk pada dua perkara:

1. Manfaat lebih yang timbul dari kelebihan yang tidak dapat dibenarkan dalam berat dan
ukuran

2. Manfaat lebih yang timbul dari penundaan yang tidak dapat dibenarkan

Dua aspek riba ini telah membimbing para ulama untuk mendefinisikan dua jenis riba. Ibnu
Rusyd berkata: “Para fuqaha sepakat tentang riba dalam perdagangan terdiri atas dua jenis:
penundaan (nasi’ah) dan kelebihan yang ditetapkan (tafadul).

Karena itu riba ada dua:

1) Riba al-Fadl (kelebihan dari surplus)

2) Riba al-nasiah (kelebihan dari delay)

Riba al-fadl merujuk pada jumlah. Riba an-nasiah merujuk pada penundaan waktu.

Riba al-fadl sangat mudah dimengerti. Dalam sebuah hutang, riba al-fadl adalah bunga yang
dikenakan. Tetapi secara umum, riba al-fadl digambarkan: ketika pihak pertama meminta
tambahan atas barang yang diterima. Contoh: pihak pertama memberikan sesuatu senilai 100
untuk mendapatkan kelebihan misal 110.

Juga haram ketika terjadi dua penjualan dalam satu kontrak (dikenal sebagai dua
transaksi dalam satu transaksi). Juga haram ketika pihak pertama mewajibkan penjualan sesuatu
pada satu harga dan menjual kembali setelah beberapa waktu kepada penjual semula dengan
harga yang dikurangi.
Riba al-nasiah adalah lebih halus. Riba al-nasiah adalah kelebihan waktu (penundaan)
buatan yang ditambahkan pada transaksi. Riba al-nasiah adalah penundaan yang tidak dapat
dibenarkan. Riba al-nasiah mengacu pada kepemilikan (‘ayn) dan hutang (dayn) atas alat
pembayaran (emas, perak, dan bahan makanan pokok yang digunakan sebagai alat pembayaran).
‘Ayn adalah barang dagangan yang nyata, sering dirujuk sebagai tunai. Dayn adalah janji
pembayaran atau hutang atau apapun yang pembayarannya ditunda. Menukar (safr) dayn dengan
‘ayn adalah sejenis riba al-nasiah. Menukar dayn dengan dayn juga haram hukumnya. Dalam
sebuah kegiatan tukar-menukar hanya diijinkan menukar ‘ayn dengan ‘ayn.

Penjelasan ini didukung oleh banyak hadist. Imam malik meriwayatkan dalam kita al-muwatta:

Yahya telah meriwayatkan kepadaku dari Malik bahwa dia telah mendengar bahwa al-Qasim ibn
Muhammad berkata, Umar ibn al-Khattab, berkata, ‘se-dinar dengan se-dinar , dan se-dirham
dengan se-dirham, dan se-sa’ dengan se-sa’. Sesuatu untuk dikumpulkan kemudian tidak untuk
dijual untuk sesuatu yang ada di tangan.”

Yahya meriwayatkan kepadaku dari Malik bahwa Abuz-Zinad mendengar Sa’id al Musayyab
berkata “Riba yang hanya ada pada emas atau perak atau sesuatu yang ditimbang dan diukur dari
sesuatu yang dimakan dan diminum.”

Sedangkan ulama Madzhab Hanafi Abu Bakr al-Kasani (wafat 587H) menulis:

“Adapun untuk riba al-nasa’ yakni adanya perbedaan (kelebihan) antara akhir penundaan dan
periode penundaan dan perbedaan (kelebihan) antara kepemilikan (‘ayn) dan hutang (dayn)
dalam hal-hal yang diukur dan ditimbang dengan jenis yang berbeda dan juga dalam hal-hal yang
diukur dan ditimbang dengan keseragaman jenis.

Adapun menurut Imam Asy-Syafii (radliyallahuanhu), “Riba adalah perbedaan antara akhir
periode penundaan dalam bahan makanan dan logam berharga (dengan nilai kurs) secara rinci.”

Riba al-nasiah secara khusus mengacu kepada penggunaan dayn dalam pertukaran (sarf)
pada jenis yang sama. Tetapi keharamannya diperluas kepada jual-beli secara umum ketika dayn
yang mewakili ayn melewati batasan “diperbolehkannya penggunaan secara pribadi” dan
menggantikan ‘ayn sebagai alat tukar.
Imam Malik, radliyallahuanhu, menggambarkan hal ini dalam kitabnya ‘Al-Muwatta’

‘Yahya meriwayatkan kepadaku dari Malik bahwa dia mendengar Nota Uang (sukukun)
diberikan kepada orang-orang di masa kepemimpinan Khalifah Marwan ibn al-Hakam untuk
barang-barang di pasar al-Jar. Orang-orang menjual dan membeli nota uang di antara mereka
sebelum mereka mengirim barang. Zayd ibn Thabit, salah seorang sahabat Rasulullah SAW,
mendatangi Khalifah Marwan ibn Hakam dan berkata, “Marwan! Apakah engkau menghalalkan
riba? “Marwan berkata, “Saya berlindung kepada Allah! Apa itu?” Zayd berkata, nota-nota uang
ini yang dengannya orang-orang berjual beli sebelum mereka mengirimkan barang.” Marwan
lantas mengirimkan pengawal untuk mengikuti orang-orang dan merampas nota-nota uang itu
dari tangan orang-orang dan mengembalikannya kepada pemiliknya.’

Zayd ib Thabit secara khusus menyebut Riba kepada nota-nota uang itu (dayn) ‘yang orang-
orang perdagangkan sebelum mengirimkan barang-barang.’ Adalah diijinkan menggunakan
emas dan perak atau bahan makanan untuk melakukan pembayaran, tetapi Anda tidak dapat
menggunakan janji pembayaran. Di dalam janji pembayaran terkandung kelebihan yang tidak
diijinkan. Jika Anda memiliki dayn, Anda harus menarik dulu ‘ayn yang diwakili oleh dayn itu
baru kemudian dapat bertransaksi. Anda tidak dapat menggunakan dayn sebagai uang.

Secara umum aturan Islamnya adalah ‘Anda tidak boleh menjual sesuatu yang ada dengan
sesuatu yang tiada. Praktek semacam ini disebut rama dan itu adalah riba. imam malik
melanjutkan:

‘Yahya meriwayatkan kepadaku dari Malik dari ‘Abdullah ibn Dinar dari ‘Abdullah ibn ‘Umar
bahwa ‘Umar ibn al-khattab berkata: jangan menjual emas dengan emas kecuali semisal dengan
semisal. Dan jangan mengambil kelebihan darinya. Jangan menjual sesuatu yang ada dengan
sesuatu yang tiada. Jika seseorang memintamu menunggu pembayaran sampai dia masuk ke
rumah, jangan meninggalkannya. Saya takutkan rama padamu. Rama adalah riba.

Rama hari ini adalah praktek yang lazim di pasar-pasar kita. Mata uang dayn (uang
kertas, nota utang) telah menggantikan penggunaan mata uang ‘ayn (Dinar, Dirham). Praktek
hari ini adalah apa yang Umar ibn al-khattab maksudkan ketika ia berkata ‘saya takutkan rama
padamu’.
Menjual dengan penundaan bukan hanya di-haramkan pada logam, termasuk juga
makanan. Malik berkata, Rasulullah melarang menjual makanan sebelum melakukan pengiriman
terhadap makanan tersebut.

Karena itu apa yang diharamkan dalam riba al-nasiah, adalah penambahan dari
penundaan yang dibuat-buat yang bukan sifat alami transaksi. Apa yang dimaksud dengan
‘dibuat-buat’ dan ‘sifat alami transaksi? Setiap transaksi memiliki fitrahnya masing-masing dari
segi waktu dan harga. Berikut ini penjelasannya:

Dalam hutang piutang dihalalkan adanya penundaan tetapi diharamkan adanya kelebihan jumlah.
Seseorang meminjamkan sejumlah uang, kemudian setelah beberapa waktu, pinjaman itu
dikembalikan tanpa penambahan. Dalam utang-piutang, kelebihan waktu adalah halal, tetapi
penambahan jumlah pembayaran adalah haram. Ini adalah riba al-fadl.

Dalam tukar-menukar, tiada penundaan dan tiada kelebihan jumlah. Satu pihak menyerahkan
sejumlah uang tanpa penundaan dan jumlah yang sama diberikan oleh pihak lainnya tanpa
penundaan pula. Penundaan adalah haram dalam tukar-menukar. Jika ingin penundaan menjadi
halal, maka transaksinya harus diubah menjadi hutang-piutang. Anda tidak dapat menyebut
hutang-piutang sebagai tukar-menukar yang ditunda. Penundaan dalam tukar-menukar adalah
riba al-nasiah.

Sewa-menyewa melibatkan penundaan dan kelebihan sekaligus dan itu halal. Ketika Anda
menyewa rumah, Anda mengambil-alih kepemilikan rumah selama beberapa waktu (kelebihan
waktu). Dan Anda menyerahkan kembali kepada pemilik rumah itu atas kepemilikan rumah
selama beberapa waktu ditambah (kelebihan) pembayaran uang sewa. Kelebihan-kelebihan ini
baik itu waktu dan jumlah uang yang dibayarkan adalah halal. Tetapi Anda hanya dapat
menyewa barang-barang yang dapat disewakan. Anda dapat menyewa mobil, rumah, kuda, tetapi
Anda tidak dapat menyewa uang atau bahan makanan (barang-barang yang fungible). Berpura-
pura menyewakan uang adalah ‘merusak fitrah transaksi’. Menambahkan sifat-sifat yang tidak
dapat dibenarkan atau kelebihan pada sebuah transaksi adalah riba.

Dikarenakan dayn itu sendiri adalah suatu penundaan, penggunaan dayn adalah haram
digunakan sebagai alat pembayaran (uang). Adapun hukum dayn itu sendiri adalah halal, yang
diharamkan adalah menggunakannya sebagai uang. Dayn adalah kontrak pribadi antara dua
individu dan harus tetap pribadi. Transfer dayn dari satu orang kepada orang lain dapat dilakukan
secara Islami, tetapi dengan cara penghapusan dayn pertama baru setelah itu dapat menciptakan
dayn berikutnya. Dayn diharamkan beredar bebas. Pemilik dayn harus mencairkan kepemilikan
uang yang diwakili oleh dayn yang dipegangnya sebelum bertransaksi. Dayn haram digunakan
dalam tukar-menukar dan tidak dapat digunakan sebagai alat pembayaran. Dan secara khusus
diharamkan menggunakan dayn untuk membayar zakat.

2.1.2 Penelitian terdahulu

Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini adalah:

1. Buku “Perampok bangsa-bangsa : Mengapa emas harus jadi mata uang internasional”
karya Ahamed Kameel Mydin Meera, memaparkan bahwa akar permasalahan sistem
keuangan masa kini adalah uang fiat (alat tukar yang nilainya adalah ilusi belaka karena
tidak memiliki nilai intrinsik), bunga, dan cadangan minimum (fractional reserve
requirement). Ketiga pilar dalam sistem keuangan global ini menyebabkan
ketidakstabilan dan ketidakadilan yang pada akhirnya akan mengantarkan ekonomi dunia
ke ambang kehancuran yang memiliki reaksi serius bagi ekonomi riil.

2. Buku “Euforia Emas” karya Ir. H. Zaim Saidi, MPA., memaparkan bahwa hari ini
seluruh tata kehidupan manusia telah bercampur dengan riba. Riba telah tersistemisasi
dalam sistem keuangan global sekarang (yang dicirikan oleh fiat money, fractional
reserve requirement, interest).

3. Paper “Fractional Reserve banking” sebuah representasi ekonomi semu, karya Ayief
Fathurrahman, memaparkan bahwa fractional reserve banking (FRB) adalah sistem yang
penuh risiko bahkan mengancam kestabilan ekonomi. FRB adalah konsep yang
bertentangan dengan Islam.

4. Buku “Ekonomi Islam Madzhab Hamfara”, karya Dwi Condro Triono, Ph.D,
memaparkan bahwa Sistem Ekonomi Islam semestinya lahir dari Islam, bukan islamisasi
atas kapitalisme.

2.2 Kerangka Teoritis


Sistem keuangan global saat ini adalah Sistem Keuangan Kapitalis yang bersifat ribawi,
yang telah menimbulkan krisis-krisis ekonomi. Karena menimbulkan krisis, maka mulailah
dicari sistem keuangan lain yang dapat mencegah krisis ekonomi. Karena merupakan bersifat
non ribawi, sistem keuangan Islam diharapkan dapat menjadi solusi. Untuk itu mulailah
dikembangkan lembaga keuangan Islam (syariah), mulai dari perbankan syariah. Di Indonesia,
lembaga keuangan syariah telah berkembang tidak hanya sebatas perbankan syariah tetapi juga
meliputi lembaga keuangan non bank dan juga pasar keuangan. Sehingga telah membentuk
sistem keuangan syariah kontemporer.
Namun berdasarkan penelitian, diketahui bahwa perbankan syariah ternyata saudara
kembar dari perbankan konvensional. Karena itu tidak mungkin dapat menjadi solusi atas krisis
ekonomi.
Ini adalah hal yang aneh. Bagaimana mungkin sistem keuangan Islam yang bersumber
dari Allah SWT, membawa petaka yang sama seperti sistem keuangan konvensional yang
notabene buatan manusia.
Karena itulah penelitian ini menjadi penting. penelitian ini akan menganalisa apakah
sistem keuangan Islam/Syariah kontemporer sekarang telah sesuai dengan Islam, bagaimanakah
sistem keuangan Islam itu.

Anda mungkin juga menyukai