Anda di halaman 1dari 18

MODUL 1

PERANAN UANG DALAM PEREKONOMIAN

KEGIATAN BELAJAR 1
SEJARAH LAHIRNYA UANG

A. Ruang Lingkup Ekonomi Moneter


Ekonomi moneter merupakan bagian dari ilmu ekonomi yang khusus yang
mempelajari tentang sifat, fungsi dan pengaruh uang terhadap kegiatan ekonomi.
Persoalan pokok yang dipelajari dalam ekonomi moneter adalah berkaitan dengan:
1. Peranan dan fungsi uang dalam perekonomian.
2. Sistem moneter dan pengaruhnya terhadap jumlah uang beredar dan kredit.
3. Struktur dan fungsi bank sentral.
4. Pengaruh jumlah uang beredar dan kredit terhadap kegiatan ekonomi.
5. Pembayaran serta sistem moneter internasional.

Secara sederhana cakupan ilmu tentang ekonomi moneter dimulai dari Bank Sentral
yang merupakan bank yang diberi kewenangan untuk mencetak uang dan
mendistribusikan pada masyarakat. Biasanya jenis uang yang beredar di masyarakat
terdiri dari uang kartal yang berupa uang kertas dan uang logam serta uang giral yang
berbentuk cek. Uang kartal yang beredar di masyarakat sebagian untuk ditabung di bank
atau investasi di lembaga keuangan bukan bank. Bank berfungsi menerima dana dari
masyarakat dan menyalurkannya kepada pihak ketiga (Rahardjo, 2009).
Uang yang beredar di masyarkat juga perlu diatur jumlahnya agar dapat
mempengaruhi perekonomian sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai pemerintah
yaitu stabilisasi ekonomi melalui stabilitas nilai tukar, berkurangnya ketimpangan
distribusi pendapatan serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

B. Sejarah Perkembangan Uang


1. Tahap sebelum Perdagangan Barter
Setiap orang berusaha memenuhi kebutuhannya melalui usaha sendiri. Usaha
tersebut dilakukan antara lain dengan cara berburu, membuat pakaian sendiri dari
bahan-bahan yang sederhana, serta mencari buah-buahan untuk konsumsi sendiri.
2. Tahap Perdagangan Barter
Pada tahap awal mereka melakukan penukaran antara barang dengan barang dari
masyarakat yang saling membutuhkan. Akibatnya munculah sistem barter yaitu
barang yang ditukar dengan barang. Sistem barter ini merupakan tingkat kedua dari
perkembangan perekonomian. Barter adalah pertukaran atas suatu barang terhadap
jenis barang yang lain. Dalam suatu pertukaran dengan menggunakan cara barter ini
harus dipenuhi syarat berupa adanya kesamaan keinginan (double coincidence of
wants) dari pihak yang terlibat barter. Menyamakan keinginan dari pihak-pihak yang
terlibat barter ini tidaklah mudah, sehingga syarat ”double coincidence of want” ini
sekaligus menjadi hambatan yang terjadi dalam transaksi dengan menggunakan cara
barter ini.
Dengan semakin berkembangnya perekonomian maka kebutuhan manusia juga
semakin banyak sehingga menuntut tersedianya pemuas kebutuhan, maka pola
perdagangan barter menjadi tidak efektif lagi. Dengan demikian bisa dicatat beberapa
kelemahan dalam perdagangan barter:
a. Pola perdagangan barter hanya dapat dilakukan dalam skala kecil dan tidak bisa
dilakukan secara besar-besaran;
b. Pola perdagangan barter pertukaran apabila dilakukan akan memerlukan waktu
yang relatif lama karena menunggu adanya double coincidence of wants;
c. Perekonomian yang menggunakan pola barter sulit berkembang karena
terhambat adanya double coincidence of wants yang memerlukan waktu yang
relatif lama;
d. Nilai barang dalam pola perdagangan barter akan sangat kabur karena tidak ada
alat ukur nilai yang pasti.
3. Tahap Uang Barang (Commodity Money)
Untuk mengatasi kesulitan yang timbul pada perdagangan barter, maka ada
pemikiran untuk menggunakan benda-benda tertentu untuk digunakan sebagai alat
tukar. Benda-benda yang ditetapkan sebagai alat pertukaran itu adalah benda-benda
yang diterima oleh umum (generally accepted) benda-benda yang dipilih bernilai
tinggi (sukar diperoleh atau memiliki nilai magis dan mistik), atau benda-benda yang
merupakan kebutuhan primer sehari-hari; misalnya garam yang oleh orang Romawi
digunakan sebagai alat tukar maupun sebagai alat pembayaran upah. Pengaruh
orang Romawi tersebut masih terlihat sampai sekarang; orang Inggris menyebut upah
sebagai salary yang berasal dari bahasa Latin salarium yang berarti garam.
Meskipun alat tukar sudah ada, kesulitan dalam pertukaran tetap ada. Kesulitan-
kesulitan itu antara lain karena benda-benda yang dijadikan alat tukar belum
mempunyai pecahan sehingga penentuan nilai uang, penyimpanan (storage), dan
pengangkutan (transportation) menjadi sulit dilakukan serta timbul pula kesulitan
akibat kurangnya daya tahan benda-benda tersebut sehingga mudah hancur atau
tidak tahan lama.
4. Tahap Uang Logam
Uang logam mulai banyak digunakan pada abad ke-18, yakni uang logam baik
berupa uang perak maupun uang emas dan kemudian berlaku standar emas sampai
awal abad ke-20. Logam dipilih sebagai alat tukar karena memiliki nilai yang tinggi
sehingga digemari umum, tahan lama dan tidak mudah rusak, mudah dipecah tanpa
mengurangi nilai, dan mudah dipindah-pindahkan. Logam yang dijadikan alat tukar
karena memenuhi syarat-syarat tersebut adalah emas dan perak. Uang logam emas
dan perak juga disebut sebagai uang penuh (full bodied money). Artinya, nilai intrinsik
(nilai bahan) uang sama dengan nilai nominalnya (nilai yang tercantum pada mata
uang tersebut). Pada saat itu, setiap orang berhak menempa uang, melebur, menjual
atau memakainya, dan mempunyai hak tidak terbatas dalam menyimpan uang logam.
5. Tahap Uang Kertas
Penggunaan uang logam juga sulit dilakukan untuk transaksi dalam jumlah besar
sehingga diciptakanlah uang kertas. Mula-mula uang kertas yang beredar merupakan
bukti-bukti pemilikan emas dan perak sebagai alat/perantara untuk melakukan
transaksi. Mereka menjadikan kertas bukti tersebut sebagai alat tukar. Dengan kata
lain, uang kertas yang beredar pada saat itu merupakan uang yang dijamin 100
persen dengan emas atau perak yang disimpan di pandai emas atau perak dan
sewaktu-waktu dapat ditukarkan penuh dengan jaminannya. Nilai dari uang kertas
bukan ditentukan oleh nilai intrinsiknya melainkan oleh daya beli dari uang tersebut.
Uang kertas ini digunakan secara luas karena lebih sesuai sebagai medium
pertukaran.

C. Pengertian Uang
Dalam ilmu ekonomi tradisional uang dapat didefinisikan sebagai alat tukar yang dapat
diterima secara umum. Alat tukar itu berupa benda apa saja yang dapat diterima oleh
setiap orang di masyarakat dalam proses pertukaran barang dan jasa. Sedangkan uang
dalam ilmu ekonomi modern, yang didefinisikan oleh beberapa ahli dalam Raharjo
(2009):
1. AC Pigou dalam bukunya The Veil of Money pada tahun 1950-an mengatakan bahwa
uang segala sesuatu yang dipergunakan sebagai alat tukar;
2. DH Robertson dalam bukunya Money 1922 mengatakan bahwa uang adalah sesuatu
yang bisa diterima dalam pembayaran untuk mendapatkan barangbarang;
3. RG Thomas dalam bukunya Our Modern Banking, mengatakan bahwa uang adalah
sesuatu yang tersedia dan secara umum diterima sebagai alat pembayaran bagi
pembelian barang-barang dan jasa-jasa serta kekayaan berharga lainnya serta untuk
pembayaran utang;
4. RS. Sayers dalam bukunya Modern Banking 1938 mengatakan bahwa uang adalah
segala sesuatu yang diterima sebagai pembayar utang;
5. Albert Gailorrt Hart dalam bukunya Money Debt and Economic Activity pada tahun
1950-an mengatakan bahwa uang adalah kekayaan di mana si pemilik dapat
melunaskan utangnya dalam jumlah tertentu pada waktu itu juga;
6. Rollin G. Thomas dalam bukunya Our Modern Banking and Monetary System 1957
mengatakan bahwa uang adalah segala sesuatu yang siap sedia dan biasanya
diterima umum dalam pembayaran pembelian barang-barang, jasa-jasa dan
pembayaran utang.

Beberapa syarat-syarat uang antara lain:


1. Diterima secara umum (acceptability). Uang harus dapat diterima oleh seluruh
masyarakat tanpa terkecuali. Agar dapat diakui sebagai alat tukar umum suatu benda
harus memiliki nilai tinggi atau setidaknya dijamin keberadaannya oleh pemerintah
yang berkuasa.
2. Memiliki nilai yang cenderung stabil (stability of value). Nilai uang seharusnya stabil,
tidak berfluktuasi dari waktu ke waktu.
3. Ringan dan mudah dibawa (portability). Keberadaan uang seharusnya tidak
memberatkan pemiliknya dan mudah dibawa ke mana-mana dan mudah dibagi tanpa
mengurangi nilai (divisibility).
4. Tahan lama (durability). Uang harus memiliki sifat tahan lama dan tidak mudah rusak,
oleh karena itu pemilihan bahan sanggat menentukan ketahanan uang.
5. Kualitasnya cenderung sama (uniformity). Uang harus memiliki kualitas yang
cenderung sama.

D. Fungsi Dan Tujuan Memegang Uang


Penggunaan uang oleh masyarakat karena uang memiliki empat fungsi:
1. Uang sebagai alat tukar-menukar (medium of exchange). Dalam sistem pertukaran
barter, uang mensyaratkan adanya double coincidence. Dengan adanya “uang” yang
diterima secara umum sebagai alat tukar, maka syarat double coincidence tersebut
menjadi tidak relevan lagi.
2. Uang sebagai satuan nilai (measure of value). Dalam fungsinya uang sebagai satuan
pengukur nilai, maka setiap barang yang dipertukarkan dapat dinilai dengan satuan
uang tertentu. Uang dipakai untuk menunjukkan nilai berbagai macam barang dan
jasa yang diperjualbelikan, menunjukkan besarnya kekayaan, dan menghitung besar
kecilnya pinjaman. Uang juga dipakai untuk menentukan harga barang/jasa. Sebagai
alat satuan hitung, uang berperan untuk memperlancar pertukaran barang.
3. Uang sebagai standar atau ukuran pembayaran yang tertunda (standard for deferred
payments).
4. Uang sebagai alat penyimpan nilai dan kekayaan (store of value and store of wealth).
Sebagai penyimpan nilai atau kekayaan, uang digunakan untuk mengalihkan daya beli
dari masa sekarang ke masa mendatang. Ketika seorang penjual saat ini menerima
sejumlah uang sebagai pembayaran atas barang dan jasa yang dijualnya, maka ia
dapat menyimpan uang tersebut untuk digunakan membeli barang dan jasa di masa
mendatang.
Berkaitan dengan fungsi-fungsi uang tersebut, maka seseorang yang memegang uang
setidaknya dilandasi tiga motif, yaitu:
1. Motif Transaksi (Transaction Motive)
Motif transaksi adalah dorongan orang memegang untuk kebutuhan transaksi atau
pembayaran, baik yang dilakukan oleh rumah tangga konsumen ataupun rumah
tangga perusahaan. Motif transaksi ini dipengaruhi oleh besarnya tingkat pendapatan.
2. Motif Berjaga-jaga (Precautionary Motive)
Keynes menganalisis teori permintaan uang Klasik lebih jauh dari sekedar untuk
transaksi. Permintaan uang tersebut adalah untuk berjaga-jaga terhadap kebutuhan
yang tak terduga (unexpected need) (Nelson, 2010).
Menurut Keynes, masyarakat memerlukan uang kas untuk transaksi dan berjaga-jaga,
karena:
a. transaksi pengeluaran sering kali terjadi lebih dahulu daripada
penerimaan/pendapatannya;
b. pengeluaran sering kali tidak dapat diperkirakan sebelumnya;
c. penerimaan yang diharapkan tidak jadi diterima;
d. pengeluaran yang terjadi sangat penting dan menguntungkan untuk dilakukan
lebih dahulu.
3. Motif untuk Spekulasi (Speculative Motive)
Tujuan seseorang memegang uang untuk spekulasi ini sesuai dengan fungsi uang
sebagai alat penyimpan nilai dan kekayaan. Dalam hal ini uang dianggap sebagai
aset. Permintaan untuk motif spekulasi ini terjadi karena adanya faktor ketidakpastian
(uncertainty) dan ekspektasi (expectation) yang mempengaruhi seseorang dalam
memegang uang. Dalam menentukan kebutuhan uang untuk motif spekulasi ini
seseorang dipengaruhi oleh ekspektasi penghasilan masa depan dari berbagai bentuk
aset yang dimungkinkan untuk dimiliki. Keynes menggunakan tingkat bunga sebagai
variabel pengukur ekspektasi penghasilan masa depan sehingga kebutuhan uang
untuk tujuan spekulasi ini dipengaruhi oleh perubahan tingkat bunga.
E. JENIS-JENIS UANG
1. Uang Primer
Uang primer ini juga sering dikenal dengan istilah uang inti (high powered money),
atau uang dasar (base money). Uang primer adalah uang logam, uang kertas maupun
cek yang dicetak oleh bank sentral. Dalam sistem moneter Indonesia, uang primer ini
terdiri dari: uang kartal, alat likuid bank umum yang terdiri atas kas bank umum dan
giro bank umum pada Bank Indonesia, serta giro swasta bukan bank yang ada pada
Bank Indonesia.
2. Full Bodied Money (uang penuh)
Nilai uang dikatakan sebagai uang penuh apabila nilai yang tertera di atas uang
tersebut sama nilainya dengan bahan yang digunakan. Dengan kata lain, nilai nominal
yang tercantum sama dengan nilai intrinsik yang terkandung dalam uang tersebut.
3. Token Money (uang tanda)
Uang tanda adalah apabila nilai yang tertera di atas uang lebih tinggi dari nilai
bahan yang digunakan untuk membuat uang atau dengan kata lain nilai nominal lebih
besar dari nilai intrinsik uang tersebut.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai perbedaan antara full bodied
money dengan token money (Rahardjo, 2009):
a. Terletak pada definisinya. Bila token money merupakan mata uang yang nilai
materinya jauh di bawah nilai nominalnya, maka full bodied money adalah mata
uang yang nilai materinya sama dengan nilai nominalnya.
b. Pada masa token money, mata uang dibuat oleh badan-badan yang ditunjuk oleh
pemerintah misalnya Bank Sentral, sedangkan pada masa full bodied money,
masyarakat bebas menempa dan melebur mata uang sendiri.
c. Pada masa full bodied money, jumlah uang beredar sulit dihitung jumlahnya
sedangkan pada masa token money jumlah uang beredar mudah dihitung.
4. Uang Kertas
Uang kertas adalah uang yang terbuat dari kertas dengan gambar dan cap tertentu
dan merupakan alat pembayaran yang sah. Menurut penjelasan UU No. 23 tahun
1999 tentang Bank Indonesia, yang dimaksud dengan uang kertas adalah uang dalam
bentuk lembaran yang terbuat dari bahan kertas atau bahan lainnya (yang menyerupai
kertas). Ada beberapa pertimbangan mengapa kertas dipilih sebagai bahan untuk
membuat uang yaitu : (1) Kertas sifatnya lebih ringan dan mudah dibawa ke mana-
mana; (2) biaya pembuatan uang kertas relatif murah dibandingkan ongkos
pembuatan uang logam; (3) persediaan kertas yang dimiliki pemerintah relatif banyak
sehingga jika sewaktu waktu pemerintah ingin menambah jumlah uang kertas tidak
kesulitan mendapatkan bahan baku.
5. Uang Giral
Menurut UU No. 7 tentang Perbankan tahun 1992, definisi uang giral adalah
tagihan yang ada di bank umum, yang dapat digunakan sewaktu-waktu sebagai alat
pembayaran. Dalam sistem moneter Indonesia, uang giral terdiri dari rekening giro,
kiriman uang, simpanan berjangka dan tabungan rupiah yang sudah jatuh waktu, yang
seluruhnya merupakan simpanan penduduk dalam Rupiah.
6. Uang Kuasi
Uang Kuasi (Quasi Money). Uang kuasi mempunyai kemiripan dengan uang. Uang
kuasi merupakan bentuk kekayaan yang dianggap cukup likuid, dalam waktu dekat
dapat diuangkan di bank. Beberapa contoh uang kuasi antara lain deposito berjangka,
tabungan, dan obligasi pemerintah.
Jumlah uang yang beredar di masyarakat pada dasarnya terdiri dari uang kartal dan
uang giral. Uang logam sendiri dibagi menjadi full bodied money dan token money,
sedangkan uang kertas yang terdiri dari uang kertas negara dan uang kertas bank
seluruhnya merupakan token money. Dari pembagian ini kemudian timbul uang kartal
yang terdiri dari turunan uang logam dan uang kertas. Uang kartal terdiri dari uang kertas
dan uang logam. Uang kartal adalah alat bayar yang sah dan wajib diterima oleh
masyarakat dalam melakukan transaksi jual beli sehari-hari. Di Indonesia, lembaga yang
bertugas dan mengawasi peredaran uang rupiah adalah Bank Indonesia, sedangkan
perusahaan yang mencetak uang rupiah adalah Perum Percetakan Uang Republik
Indonesia (Peruri).
Jumlah uang beredar yang terdiri dari uang kartal dan uang giral sering disebut
sebagai narrow money atau M1, sedangkan M2 (broad money) cakupannya lebih luas
yaitu merupakan M1 ditambah deposito dan tabungan dalam mata uang domestik.
Pengertian yang lebih luas lagi yaitu M3 yaitu M2 ditambah deposito berjangka dalam
mata uang asing. M1 merupakan jumlah uang beredar yang paling likuid, sebab proses
untuk menjadikannya sebagai uang kas sangat cepat dan tanpa adanya kerugian nilai
(artinya satu rupiah menjadi satu rupiah juga). Sementara M2 karena mencakup deposito
berjangka maka likuiditasnya lebih rendah, untuk menjadikannya uang kas, deposito
berjangka perlu waktu (3, 6, atau 12 bulan) sehingga jika dijadikan uang kas sebelum
jangka waktu tersebut kena penalti/denda (jadi tidak satu rupiah menjadi satu rupiah,
tetapi lebih kecil karena denda tersebut).
KEGIATAN BELAJAR 2
PROSES PENCIPTAAN UANG BEREDAR

A. JUMLAH UANG BEREDAR


Penawaran uang di pasar uang ditunjukkan oleh banyaknya jumlah uang beredar,
yang terdiri dari uang dalam arti sempit dan uang dalam arti luas (bahkan di beberapa
negara sudah membedakannya ke dalam tiga macam uang beredar). Bank Indonesia
masih menggunakan dua konsep uang tersebut.
1. Jumlah uang beredar dalam arti sempit (narrow money). Salah satu konsep uang yang
penting dan banyak dikenal adalah pengertian uang dalam arti sempit. Uang dalam
arti sempit ini terdiri dari uang kartal dan giral. Uang dalam arti sempit dinyatakan
dengan simbol M1.
2. Jumlah uang beredar dalam arti luas (broad money). Uang dalam arti luas terdiri dari
uang kartal, uang giral, dan uang kuasi. Uang dalam arti luas tersebut dinyatakan
dengan simbol M2.

B. PROSES PENCIPTAAN UANG BEREDAR


Ada dua pandangan yang berbeda dalam hal pencetakan uang beredar. Pandangan
pertama, berpendapat bahwa uang beredar sepenuhnya ditentukan oleh Otoritas
Moneter atau Bank Sentral. Sedang pandangan kedua berpendapat bahwa selain
Otoritas Moneter, lembaga lain seperti bank umum dan perilaku masyarakat ikut
menentukan besarnya jumlah uang beredar.
Menurut pandangan pertama, jumlah uang beredar (JUB) sepenuhnya ditentukan oleh
Otoritas Moneter. Hal ini berarti bahwa jumlah uang beredar bersifat otonom, yang tidak
dipengaruhi oleh tingkat bunga pasar uang. Menurut pandangan kedua jumlah uang
beredar bukan hanya ditentukan oleh Otoritas Moneter melainkan juga oleh kebijakan
bank-bank umum. Dengan demikian, yang mempengaruhi jumlah uang beredar selain
dipengaruhi oleh instrumen-instrumen yang bersifat otonom yang dilakukan Otoritas
Moneter, juga dipengaruhi oleh kebijakan bank umum dalam menentukan tingkat bunga
pasar uang.

C. KONSEP STOK DAN KONSEP ALIRAN


Konsep variabel stok (stock concept) merupakan jumlah uang beredar, sedang konsep
variabel aliran (flow concept) merupakan perubahan jumlah uang beredar adalah.
Konsep stok menunjukkan tingkat atau posisi dari suatu variabel. Konsep stok
merupakan nilai akumulasi variabel pada suatu penggal waktu. Sedang konsep aliran
menunjukkan perubahan nilai suatu variabel dari waktu ke waktu dalam suatu periode
waktu tertentu.

D. ANGKA PENGGANDA UANG


Jumlah uang beredar juga dapat lebih besar daripada uang inti. Berapa besar
perbandingan antara uang inti dengan uang beredar, tergantung pada besar angka
pengganda uang (multiplier of money). Coba Anda perhatikan kedua rumus angka
pengganda berikut ini.
1. Angka pengganda uang untuk M1:
M1 = {1/[c + r(1-c)]}*B dapat juga ditulis M1 = m1*B
2. Angka pengganda uang untuk M2:
M2 = {(1+t)/[c + r(1-c) + rd.t]}*B dapat juga ditulis M2 = m2*B
Keterangan:
M1 = jumlah uang beredar dalam arti sempit
M2 = jumlah uang beredar dalam arti luas
B = uang inti/primer
c = rasio uang kartal terhadap jumlah uang beredar
r = rasio cadangan untuk menjamin uang giral
t = rasio uang kuasi/deposito berjangka terhadap uang beredar
rd = rasio cadangan untuk menjamin uang kuasi/deposito berjangka
m1 = angka pengganda (multiplier) uang dalam arti sempit yang besarnya adalah {1/[c +
r(1-c)]}*
m2 = angka pengganda (multiplier) uang dalam arti luas yang besarnya adalah {(1+t)/[c +
r(1-c) + rd.t]}*
Baik angka pengganda uang dalam arti sempit (M1) maupun dalam arti luas (M2),
besarnya dipengaruhi oleh parameter-parameter yang menunjukkan perilaku masyarakat
pemegang uang. Parameter-parameter tersebut adalah:
a. Rasio uang kartal terhadap jumlah uang beredar
b. Rasio cadangan untuk menjamin uang giral.
c. Rasio uang kuasi terhadap jumlah uang beredar.
d. Rasio cadangan terhadap uang kuasi.
MODUL 2
LEMBAGA KEUANGAN

KEGIATAN BELAJAR 1
LEMBAGA KEUANGAN BANK

A. Definisi Lembaga Keuangan


Lembaga keuangan merupakan Lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat
dan menanamkannya dalam bentuk asset keuangan lain, misalnya kredit, surat-surat
berharga, giro, dan aktiva produktif lainnya. Yang termasuk dalam Lembaga keuangan
adalah bank dan Lembaga keuangan nonbank (financial institution). Pengertian Formal
Lembaga Keuangan Menurut Keputusan Menteri Keuangan RI No. 792 Tahun 1990
tentang Lembaga Keuangan “Semua badan yang kegiatannya di bidang keuangan,
melakukan penghimpunan dan penyaluran dana kepada masyarakat terutama guna
membiayai investasi perusahaan” bank adalah Lembaga perantara keuangan yang
menerima deposito dan saluran deposito tersebut ke dalam kredit kegiatan, baik secara
langsung atau melalui pasar modal.
Menurut Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998
tentang Perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah “badan usaha yang
menghimpun dana dari masyrakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”. Berdasarkan pengertian di atas, bank
merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan, artinya aktivitas
perbankan selalu berkaitan dalam bidang keuangan.

B. Sejarah Perbankan
Usaha perbanan dimulai dari zaman Babylonia, dilanjutkan ke zaman Yunani Kuno
dan Romawi. Pada saat itu, kegiatan utama bank hanya sebagai tempat tukar menukar
uang. Selanjutnya, kegiatan bank berkembang menjadi tempat penitipan dan
peminjaman uang. Uang yang disimpan oleh masyarakat, oleh bank dipinjamkan kembali
ke masyarakat yang membutuhkannya. Sementara itu, mengenai sejarah perbankan di
Indonesia tidak terlepas dari zaman penjajahan Hindia Belanda. Pada saat itu terdapat
beberapa bank yang memegang peranan penting di Hindia Belanda antara lain: De
Javasche NV, De Post Paar Bank, De Algemenevolks Crediet Bank, Nederland Handles
Maatscappij (NHM), Nationale Handles Bank (NHB), dan De Escompto Bank NV.
Terdapat pula bank-bank milik pribumi, Cina, Jepang, dan Eropa lainnya. Bank-Bank
tersebut antara lain Bank Nasional Indonesia, Bank Abuah Saudagar, NV Bank Boemi,
The Matsui Bank, The Bank of China, dan Batavia Bank.
Di zaman kemerdekaan perbankan di Indonesia bertambah maju dan berkembang
lagi. Beberapa bank Belanda dinasionalisir oleh pemerintah Indonesia. Bank tersebut,
antara lain:
1. Bank Negara Indonesia didirikan tanggal 5 Juli 1946 kemudian menjadi BNI 1946.
2. Bank Rakyat Indonesia didirikan tanggal 22 Febuari 1946.
3. Bank Surakarta MAI (Maskapai Adil Makmur) tahun 1945 di Solo.
4. Bank Indonesia di Palembang tahun 1946.
5. Bank Dagang Nasional Indonesia tahun 1946 di Medan.
6. Indonesia Banking Corporation tahun 1946 di Yogyakarta, kemudian menjadi Bank
Amerta.
7. NV Bank Sulawesi di Manado tahun 1946.
8. Bank Dagang Indonesia NV di Banjarmasin tahun 1949.

C. Fungsi Bank Umum

1. Penciptaan Uang
Uang yang diciptakan bank umum adalah uang giral, yaitu alat pembayaran lewat
mekanisme pemindah bukuan (kliring).

2. Mendukung Kelancaran Mekanisme Pembayaran


Hal ini dimungkinkan karena salah satu jasa yang ditawarkan bank umum adalah
jasa-jasa yang berkaitan dengan mekanisme pembayaran.

3. Penghimpunan Dana Simpanan Masyarakat


Di Indonesia dana simpanan terdiri atas giro, deposito berjangka, sertifikat
deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu.
Dana-dana simpanan yang berhasil dihimpun akan disalurkan kepada pihak-pihak
yang membutuhkan, utamanya melalui penyaluran kredit.

4. Mendukung Kelancaran Transaksi Internasional


Kehadiran bank umum yang beroperasi dalam skala internasional akan
memudahkan penyelesaian transaksi-transaksi tersebut. Dengan adanya bank umum,
kepentingan pihak-pihak yang melakukan transaksi internasional dapat ditangani
dengan lebih mudah, cepat, dan murah.
5. Penyimpanan Barang-Barang Berharga
Masyarakat dapat menyimpan barang-barang berharga yang dimilikinya seperti
perhiasan, uang, dan ijazah dalam kotak-kotak yang sengaja disediakan oleh bank
untuk disewa (safety box atau safe deposit box). Perkembangan ekonomi yang
semakin pesat menyebabkan bank memperluas jasa pelayanan dengan menyimpan
sekuritas atau surat-surat berharga.

6. Pemberian Jasa-Jasa Lainnya


Saat ini kita sudah dapat membayar listrik, telepon membeli pulsa telepon seluler,
mengirim uang melalui ATM, membayar gaji pegawai dengan menggunakan jasa-jasa
bank.

D. Institusi Perbankan di Indonesia


Berdasarkan Undang-undang, struktur perbankan di Indonesia, terdiri atas bank umum
dan BPR. Perbedaan utama bank umum dan BPR adalah dalam hal kegiatan
operasionalnya. BPR tidak dapat menciptakan uang giral, dan memiliki jangkauan dan
kegiatan operasional yang terbatas. Selanjutnya, dalam kegiatan usahanya dianut dual
bank system, yaitu bank umum dapat melaksanakan kegiatan usaha bank konvensional
dan atau berdasarkan prinsip Syariah. Sementara prinsip kegiatan BPR dibatasi pada
hanya dapat melakukan kegiatan usaha bank konvensional atau berdasarkan prinsip
Syariah.

Perbankan di
Indonesia

Bank Perkreditan
Bank Umum
Rakyat

Bank BPR
Bank Swasta BPR Syariah
Pemerintah Konvensional

Bank Pemerintah Bank


Bank Umum Bank Umum
Unit Usaha Pembangunan
Syariah Daerah Syariah Swasta Syariah

BPO Unit Usaha Bank Umum Swasta


Syariah Unit Usaha Syariah
E. Sekilas Perbankan di Indonesia
Pengembangan system perbankan Syariah di Indonesia dilakukan dalam kerangka
dual-banking system atau system perbankan ganda dalam kerangka Arsitektur
Perbankan Indonesia (API), untuk menghadirkan alternatif jasa perbankan yang semakin
lengkap kepada masyarakat Indonesia.
Karakteristik system perbankan Syariah yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi
hasil memberikan alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi
masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi, ivestasi
yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam
berproduksi, dan menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan.
Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka pengembangan industry perbankan
Syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong
pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Dengan progress perkembagannya yang
impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan asset lebih dari 70% per tahun dalam
lima tahun terakhir, maka diharapkan peran industri perbankan syariah dalam
mendukung perekonomian nasional akan semakin signifikan (Otoritas Jasa Keuangan,
2015).

1. Kebijakan Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia


Untuk memberikan pedoman bagi stakeholders perbankan syariah dan meletakkan
posisi serta cara pandang Bank Indonesia dalam mengembangkan perbankan syariah
di Indonesia, Bank Indonesia pada tahun 2002 telah menerbitkan “Cetak Biru
Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia”.
Arah pengembangan perbankan syariah nasional selalu mengacu pada rencana-
rencana strategis lainnya, seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API), Arsitektur
Sistem Keuangan Indonesia (ASKI), serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) dan Rencana Pembangungan Jangka Panjang Nasional (RPJPN).
Dengan demikian upaya pengembangan perbankan syariah merupakan bagian dan
kegiatan yang mendukung pencapaian rencana sstrategis dalalm skala yang lebih
besar pada tingkat nasional.
Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia memuat visi, misi dan
sasaran pengembangan perbankan syariah serta sekumpulan nilai inisiatif strategis
dengan prioritas jelas untuk menjawab tantangan utama dan mencapai sasaran dalam
kurun waktu 10 tahun ke depan, yaitu pencapaian pangasa pasar perbankan syariah
yang signifikan melalui pendalaman peran perbankan syariah dalam aktivitas
keuangan nasional, regional dan internasional, dalam kondisi mulai terbentuknya
integrasi dengan sector keuangan syariah lainnya.
Dalam jangka pendek, perbankan syariah nasional lebih diarahkan pada pelayanan
pasar domestic yang potensinya masih sangat besar.

2. Grand Strategy Pengembangan Pasar Perbankan Syariah


Sebagai Langkah konkrit upaya pengembangan perbankan syariah di Indonesia,
maka Bank Indonesia telah merumuskan sebuah Grand Strategy Pengembangan
Pasar Perbankan Syariah, sebagai strategi komprehensif pengembangan pasar yang
meliputi aspek-aspek strategis, yaitu: Penetapan visi 2010 sebagai industri perbankan
syariah terkemuka di ASEAN, pembentukan citra baru perbankan syariah nasional
yang bersifat inklusif dan universal, pemetaan pasar secara lebih akurat,
pengembangan produk yang lebih memposisikan perbankan syariah lebih dari
sekedar bank.
Selanjutnya berbagai program konkrit telah dan akan dilakukan sebagai tahap
implementasi dari grand strategy pengembangan pasar keuangan perbankan syariah,
antara lain adalah sebagai berikut:
a. Menerapkan visi baru pengembangan perbankan syariah pada fase I tahun 2008
membangun pemahaman perbankan syariah sebagai Beyond Banking, dengan
pencapaian target asset sebesar Rp 50 Triliun dan pertumbuhan industri sebesar
40%, fase II tahun 2009 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai
perbankan syariah paling atraktif di ASEAN, dengan pencapaian target asset
sebesar Rp. 87 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 75%. Fase III tahun 2010
menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan syariah terkemuka di
ASEAN, dengan pencapaian target asset sebesar Rp. 124 triliun dan pertumbuhan
industri sebesar 81%.
b. Program penelitian baru perbankan syariah yang meliputi aspek positioning,
differentiation, dan branding.
c. Program pemeteaan baru secara lebih akurat terhadap potensi pasar perbankan
syariah yang secara umum mengarahkan pelayanan jasa bank syariah sebgai
layanan universal atau bank bagi semua lapisan masyarakat dan semua segemen
sesuai dengan strategi masing-masing bank syariah.
d. Program pengembangan produk yang diarahkan kepada variasi produk yang
beragam yang didukung oleh keunikan value yang ditawarkan (saling
menguntungkan) dan dukungan jaringan kantor yang luas dan penggunaan standar
nama produk yang mudah dipahami.
e. Program peningkatan kualitas layanan yang didukung oleh SDM yang kompeten
dan penyediaan teknologi informasi yang mampu memenuhi kebutuhan dan
kepuasan nasabah serta mampu mengkomunikasikan produk dan jasa bank
syariah kepada nasabah secara benar dan jelas, dengan tetap memenuhi prinsip
syariah.
f. Program sosialisasi dan edukasi masyarakat secara lebih luas dan efisien melalui
berbagai sarana komunikasi langsung, maupun tidak langsung (media cetak,
eletronik, online/website), yang bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang
kemanfaatan produk serta jasa perbankan syariah yang dapat dimanfaaatkan oleh
masyarakat.

KEGIATAN BELAJAR 2
LEMBAGA KEUANGAN BUKAN BANK

A. Sistem Lembaga Keuangan Bukan Bank


Dalam sejarah sistem keuangan Indonesia pernah dikena suatu jenis Lembaga
keuangan yang disebut Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB). Lembaga Keuangan
Bukan Bank adalah badan usaha uang melakukan kegaitan dibidang keuangan yang
menghimpun dana dengan mengeluarkan kertas berharga dan menyalurkannya untuk
membiayai investasi perusahaan. LKBB tidak diperbolehkan menerima dana dari
masyarakat dalam bentuk giro, tabungan, dan deposito. Namun berdasarkan kebijakan
PAKTO 27, 1988. LKBB dapat menerbitkan sertifikat deposito sebagai sumber dsana dan
dapat mendirikan kantor-kantor cabang di daerah. Pendirian LKBB ini pada dasarnya
dimaksudkan untuk mendorong pengembangan pasar uang dan pasar modal serta
menyalurkan pembiayaan kepada perusahaan (Siamat, 2001). Berdasarkan jenis
usahanya, LKBB dapat digolongkan menjadi:
1. Lembaga pembiayaan pembangunan
Yaitu lembaga keuangan yang kegiatan utamanya memberikan kredit jangka
menengah dan jangka panjang.
2. Lembaga Perantara Penerbitan Dan Perdagangan Surat-Surat Berharga
Yaitu lembaga keuangan yang usaha utamanya bertindak sebagai perantara dan
penjamin dalam penjualan surat-surat berharga yang diterbitkan oleh emiten.

B. Jenis-Jenis Lembaga Keuangan Bukan Bank


Jenis-jenis keuangan bukan bank yang saait ini beroperasi di Indonesia adalah sebagai
berikut:
1. Lembaga Pembiayaan
Lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan
dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara
langsung dari masyarakat. Perusahaan pembiayaan adalah badan usaha yang
didirikan khusus untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha
lembaga pembiayaan. Bidang usaha lembaga pembiayaan pada awalnya,
sebagaimana diatur dalam Keppres No. 61 Tahun 1988 adalah sebagai berikut:
a. Sewa guna usaha
b. Modal ventura
c. Anjak piutang
d. Pembiayaan konsumen
e. Kartu kredit
f. Perdagangan surat berharga

2. Perusahaan Asuransi
Undang-Undang No.2 tahun 1992 disebutkan bahwa asuransi atau pertanggungan
adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih dimana pihak penanggung mengikatkan
diri kepada tertanggung dengan menerima premiasuransi untuk memberikan
penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang
mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa tidak pasti, atau
untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan.
Jenis usaha perasuransian yang diatur dalam Undang-Undang No.2 tahun 1992
dapat digolongkan sebagai berikut (Siamat, 2001):
a. Usaha asuransi terdiri atas asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan reasuransi
b. Usaha penunjang asuransi terdiri atas pialang reasuransi, penilai kerugian,
konsultan aktuaria, agen asuransi.

3. Dana Pensiun
Dana pensuin adalah badan hukum yang mengelola dan menjelaskan manfaat
pensiun. Dana pensiun diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992.
Pembentukan Dana Pensiun harus memenuhi beberapa asas yaitu:
a. Asas keterpisahan kekeayaan dana pensiun dari kekayaan badan hukum
pendirinya
b. Asas penyelenggaraan dalam system pendanaan
c. Asas pembinaan dan pengawasan
d. Asas penundaan manfaat

4. Reksa Dana
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, reksa dana
adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal
untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi.
Berdasarkan konsentrasi portofolio, reksa dana yang dikelola oleh manajer
investasi dapat dibedakan beerapa jenis reksadana antara lain reksadana pasar uang,
reksadana pendapatan tetap, reksa dana saham dan reksa dana campuran.

5. Perusahaan Modal Ventura


Tujuan perusahaan modal ventura adalah agar sector usaha terutama usaha kecil
di daerah-daerah dapat lebih dekat dengan sumber-sumber pembiayaan dan
menerima bantuan pembiayaan untuk jangka waktu tertentu.

6. Perusahaan Penjamin
Perusahaan penjamin merupakan kegiatan usaha yang relative baru dalam lingkup
lembaga keuangan bukan bank. Perusahaan penjamin dididrikan dengan Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 286/KMK.017/1966 tanggal 30 Juli 1996. Fungsi perusahan
penjaminan dalam proses intermediasi perbankan sampai saat ini dapat dikatakan
masih sangat terbatas dan relative belum signifikan.
Pihak-pihak yang terkait dalam transaksi penjaminan adalah:
a. Terjamin, pihak yang memperoleh penjaminan dari perusahaan penjaminan
b. Penerima jaminan adalah pihak yang berhak menerima pembayaran dari
perusahaan penjaminan, apabila terjamin tidak dapat memenuhi kewajiban
perikatannya
c. Perusahaan penjamin, badan usaha yang bergerak di bidang keuangan yang
kegiatan usaha pokoknya melakukan usaha penjaminan
Melakukan penjaminan dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Penjamin langsung yaitu penjamin yang diberikan keapda terjamin oleh perusahaan
penjamin untuk mendapatkan jaminan atau kebutuhan pembiayaannya tanpa
terlebih dahulu melalui pihak penerima jaminan
b. Penjamin tidak langsung yaitu penjaminan yang diberikan kepada terjamin oleh
perusahaan penjamin dengan terlebih dahulu melalui atau atas permintaan
penerima jaminan.

Anda mungkin juga menyukai