Anda di halaman 1dari 9

Latar Belakang

Secara umum diasumsikan bahwa dari sudut pandang kesejahteraan material, hal-hal tidak pernah lebih
baik dari hari ini. Meskipun demikian pembunuhan besar-besaran terjadi di berbagai Negara dengan
digunakannya senjata pemusnah massal pada penduduk, pembantaian massal ekosistem dan fauna,
serta korban kelaparan terbesar dalam sejarah manusia terjadi saat ini.

Semua penderitaan masa lalu dan kini dilupakan karena digembar-gemborkannya standar hidup
manusia sekarang melebihi semua zaman. Tetapi standar hidup itu tidak sama bagi semua orang di
dunia. Pada saat perbaikan materi telah dicapai bagai sejumlah kecil orang, sebagian besarnya lagi masih
hidup dengan batasan minimal 2 dollar per hari, dibandingkan 387 orang dengan pendapatan terbesar di
dunia. Ketidakseimbangan dan urusan materi kesejahteraan ini bergandengan tangan dengan
ketidakseimbangan militer dan politik yang menghasilkan satu Negara besar kuat menjadi pengatur
dunia.

Selama masa beralihnya kesejahteraan hanya kepada beberapa gelintir orang saja ini, Umat Muslim
telah kehilangan status politik dan ekonomi yang begitu makmur di masa lalu. Kesatuan politik yang
diwakili oleh kekhalifahan yang memberikan Umat Muslim kehebatan dalam segenap urusan duniawi,
dihancurkan, dan sebagai gantinya terpecah-belah menjadi Negara-negara kecil di bawah PBB.
Penghasilan sebagian besar manusia digabungkan dengan GDP nya tidak mencapai 1/10 nya Amerika.
Secara politik juga terpecah-belah dan menjadi pecundang dalam penghasilan ekonomi. Umat Muslim
menghadapi ketertindasan dalam sistem ekonomi saat ini. Di bawah rezim ini, erosi terus-menerus
kehidupan budaya dan sosial adalah tidak dapat dihindari yang menghasilkan kemarahan dan frustasi
kaum muda.

Ketidakseimbangan sistem ekonomi saat ini dihasilkan dari dibuangnya keterkaitan ekonomi dari politik.
Sistem ekonomi yang menyebabkan ketidakseimbangan dibiarkan begitu saja, sedangkan tirani politik
individu (dictator) menjadi focus perjuangan politik untuk digulingkan. Dalam keadaan seperti ini, sistem
ekonomi yang begitu zalim, tidak ada yang mempertanyakan dan karena itu keberlanjutan kezalimannya
juga dibiarkan.

Inti dari sistem ketidakseimbangan inilah yang disebut Kapitalisme. Kapitalisme adalah berdasarkan
pada riba. riba sendiri adalah ketidakseimbangan. Riba tersistem melalui perbankan, telah merubah
kontrak-kontrak bisnis criminal yang dilegalkan lewat undang-undang Negara fiscal, menjadi alat untuk
mendominasi ekonomi. Selama kita masih menjadi budak riba, masyarakat Muslim kita akan tetap
diperbudak. (dikutip dari: Majalah Politik dan Hukum “Imperium”, Volume VIII/XII/2014)

Di dalam kehidupan ekonomi Islam, setiap perdagangan harus dijauhkan dari unsur-unsur spekulatif,
riba, gharar (mengandung tipuan), majhul (ketidakjelasan), dlarar (mengandung kerusakan), dan yang
sejenisnya.

Islam telah mengharamkan aktivitas riba apapun jenisnya, melaknat/mencela para pelakunya, dan
memaklumkan perang terhadap pihak yang terlibat di dalamnya.
“Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum
dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa
riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. (TQS. Al-baqarah: 278-279)

Berdasarkan hal ini maka penting bagi kita untuk mengkaji apakah perekonomian kita saat ini terlibat
riba ataukah tidak.

Masalah yang diangkat:

1. Apakah sistem keuangan saat ini terlibat dalam riba?


2. Bagaimanakah sistem keuangan Islam?

PEMBAHASAN

Kehidupan perekonomian kita saat ini senantiasa diiringi oleh sistem keuangan. Dalam sistem keuangan,
mengalirlah uang. Uang yang digunakan saat ini adalah fiat money. Sementara lembaga keuangan yang
mengedarkan uang-uang tersebut ada yang berupa bank dan ada pula yang berupa non bank. Berikut ini
adalah skema dari sistem keuangan

Dari skema tersebut akan kita bahas satu persatu.


Bank Indonesia adalah bank sentral Republik Indonesia. Sebagai bank sentral, BI mempunyai satu tujuan
tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. BI juga menjadi satu-satunya lembaga
yang memiliki hak untuk mengedarkan uang di Indonesia.

Fiat money adalah riba.

Mata uang yang tidak ditopang sama sekali oleh emas atau perak (fiat money). Bisa dikatakan bahwa
sistem ini sekarang dipakai oleh seluruh Negara yang ada di dunia. Bank Sentral dapat menerbitkan dan
mencetak uang sebanyak yang dikehendakinya, kalau perlu, tanpa mengindahkan lagi apakah ada
penopangnya atau tidak. Karena tidak perlu ada komoditas/barang yang dijadikan penopangnya,
otoritas moneter cukup mengandalkan undang-undang atau peraturan saja, yang memaksa masyarakat
untuk menerima bahwa kertas yang dicetaknya itu memang berharga dan dapat dijadikan sebagai alat
tukar maupun pembayaran. Ini adalah cacat bawaan pada sistem moneter yang dilahirkan oleh sistem
ekonomi kapitalisme, yang berdampak pada kekacauan moneter global dewasa ini. (sumber: Uang
Kertas vs Dinar dan Dirham Islam, Pustaka Thariqul Izzah, 2009).

Lembaga keuangan bank adalah riba. lembaga keuangan bank terdiri dari bank konvensional dan bank
syariah. Baik lembaga keuangan konvensional dan syariah tersebut sama-sama terlibat riba. lembaga
keuangan bank terlibat riba karena dalam operasional perbankan ada sistem fractional reserve banking
dan interest.

Lembaga keuangan non bank adalah riba.

---

Skema jaminan social yang mengikuti sunah Rasul SAW, yaitu zakat, infak, sedekah, wakaf.

Wakaf, khususnya, adalah institusi jaminan sosial yang terlembagakan, berjangka panjang, dan kuat.
Sebab basisnya adalah sektor riil.

Wakaf adalah pengelolaan asset riil melalui perdagangan, perkebunan,sewa-menyewa, industry, dan
lain-lain, dan hanya digunakan hasilnya.

Nabi SAW mengibaratkan wakaf sebagai “memelihara pohon, dan memetik buahnya”. Dan, selain riil,
semuanya berbasis kepada masyarakat.

Pengelola wakaf adalah orang-orang yang dipercayai dan professional mengelola asset. Tidak diperlukan
pihak ketiga, para pemburu rent
BAB II

LANDASAN TEORI

Hukum Syara mengenai Riba

Riba dalam bahasa arab secara kata berarti kelebihan. Qadi Abu Bakr Ibn Al-Arabi dalam “Ahkamul
Quran” mendefinisikan riba sebagai: setiap kelebihan nilai barang yang diberikan atas nilai dari barang
yang diterima. Kelebihan ini merujuk pada dua perkara:

1. Manfaat lebih yang timbul dari kelebihan yang tidak dapat dibenarkan dalam berat dan ukuran

2. Manfaat lebih yang timbul dari penundaan yang tidak dapat dibenarkan

Dua aspek riba ini telah membimbing para ulama untuk mendefinisikan dua jenis riba. Ibnu Rusyd
berkata: “Para fuqaha sepakat tentang riba dalam perdagangan terdiri atas dua jenis: penundaan
(nasi’ah) dan kelebihan yang ditetapkan (tafadul).

Karena itu riba ada dua:

1) Riba al-Fadl (kelebihan dari surplus)

2) Riba al-nasiah (kelebihan dari delay)

Riba al-fadl merujuk pada jumlah. Riba an-nasiah merujuk pada penundaan waktu.

Riba al-fadl sangat mudah dimengerti. Dalam sebuah hutang, riba al-fadl adalah bunga yang dikenakan.
Tetapi secara umum, riba al-fadl digambarkan: ketika pihak pertama meminta tambahan atas barang
yang diterima. Contoh: pihak pertama memberikan sesuatu senilai 100 untuk mendapatkan kelebihan
missal 110.

Juga haram ketika terjadi dua penjualan dalam satu kontrak (dikenal sebagai dua transaksi dalam satu
transaksi). Juga haram ketika pihak pertama mewajibkan penjualan sesuatu pada satu harga dan
menjual kembali setelah beberapa waktu kepada penjual semula dengan harga yang dikurangi.

Riba al-nasiah adalah lebih halus. Riba al-nasiah adalah kelebihan waktu (penundaan) buatan yang
ditambahkan pada transaksi. Riba al-nasiah adalah penundaan yang tidak dapat dibenarkan. Riba al-
nasiah mengacu pada kepemilikan (‘ayn) dan hutang (dayn) atas alat pembayaran (emas, perak, dan
bahan makanan pokok yang digunakan sebagai alat pembayaran). ‘Ayn adalah barang dagangan yang
nyata, sering dirujuk sebagai tunai. Dayn adalah janji pembayaran atau hutang atau apapun yang
pembayarannya ditunda. Menukar (safr) dayn dengan ‘ayn adalah sejenis riba al-nasiah. Menukar dayn
dengan dayn juga haram hukumnya. Dalam sebuah kegiatan tukar-menukar hanya diijinkan menukar
‘ayn dengan ‘ayn.

Penjelasan ini didukung oleh banyak hadist. Imam malik meriwayatkan dalam kita al-muwatta:

Yahya telah meriwayatkan kepadaku dari Malik bahwa dia telah mendengar bahwa al-Qasim ibn
Muhammad berkata, Umar ibn al-Khattab, berkata, ‘se-dinar dengan se-dinar , dan se-dirham dengan
se-dirham, dan se-sa’ dengan se-sa’. Sesuatu untuk dikumpulkan kemudian tidak untuk dijual untuk
sesuatu yang ada di tangan.”

Yahya meriwayatkan kepadaku dari Malik bahwa Abuz-Zinad mendengar Sa’id al Musayyab berkata
“Riba yang hanya ada pada emas atau perak atau sesuatu yang ditimbang dan diukur dari sesuatu yang
dimakan dan diminum.”

Sedangkan ulama Madzhab Hanafi Abu Bakr al-Kasani (wafat 587H) menulis:

“Adapun untuk riba al-nasa’ yakni adanya perbedaan (kelebihan) antara akhir penundaan dan periode
penundaan dan perbedaan (kelebihan) antara kepemilikan (‘ayn) dan hutang (dayn) dalam hal-hal yang
diukur dan ditimbang dengan jenis yang berbeda dan juga dalam hal-hal yang diukur dan ditimbang
dengan keseragaman jenis.

Adapun menurut Imam Asy-Syafii (radliyallahuanhu), “Riba adalah perbedaan antara akhir periode
penundaan dalam bahan makanan dan logam berharga (dengan nilai kurs) secara rinci.”

Riba al-nasiah secara khusus mengacu kepada penggunaan dayn dalam pertukaran (sarf) pada jenis yang
sama. Tetapi keharamannya diperluas kepada jual-beli secara umum ketika dayn yang mewakili ayn
melewati batasan “diperbolehkannya penggunaan secara pribadi” dan menggantikan ‘ayn sebagai alat
tukar.

Imam Malik, radliyallahuanhu, menggambarkan hal ini dalam kitabnya ‘Al-Muwatta’

‘Yahya meriwayatkan kepadaku dari Malik bahwa dia mendengar Nota Uang (sukukun) diberikan kepada
orang-orang di masa kepemimpinan Khalifah Marwan ibn al-Hakam untuk barang-barang di pasar al-Jar.
Orang-orang menjual dan membeli nota uang di antara mereka sebelum mereka mengirim barang. Zayd
ibn Thabit, salah seorang sahabat Rasulullah SAW, mendatangi Khalifah Marwan ibn Hakam dan berkata,
“Marwan! Apakah engkau menghalalkan riba? “Marwan berkata, “Saya berlindung kepada Allah! Apa
itu?” Zayd berkata, nota-nota uang ini yang dengannya orang-orang berjual beli sebelum mereka
mengirimkan barang.” Marwan lantas mengirimkan pengawal untuk mengikuti orang-orang dan
merampas nota-nota uang itu dari tangan orang-orang dan mengembalikannya kepada pemiliknya.’

Zayd ib Thabit secara khusus menyebut Riba kepada nota-nota uang itu (dayn) ‘yang orang-orang
perdagangkan sebelum mengirimkan barang-barang.’ Adalah diijinkan menggunakan emas dan perak
atau bahan makanan untuk melakukan pembayaran, tetapi Anda tidak dapat menggunakan janji
pembayaran. Di dalam janji pembayaran terkandung kelebihan yang tidak diijinkan. Jika Anda memiliki
dayn, Anda harus menarik dulu ‘ayn yang diwakili oleh dayn itu baru kemudian dapat bertransaksi. Anda
tidak dapat menggunakan dayn sebagai uang.

Secara umum aturan Islamnya adalah ‘Anda tidak boleh menjual sesuatu yang ada dengan sesuatu yang
tiada. Praktek semacam ini disebut rama dan itu adalah riba. imam malik melanjutkan:

‘Yahya meriwayatkan kepadaku dari Malik dari ‘Abdullah ibn Dinar dari ‘Abdullah ibn ‘Umar bahwa
‘Umar ibn al-khattab berkata: jangan menjual emas dengan emas kecuali semisal dengan semisal. Dan
jangan mengambil kelebihan darinya. Jangan menjual sesuatu yang ada dengan sesuatu yang tiada. Jika
seseorang memintamu menunggu pembayaran sampai dia masuk ke rumah, jangan meninggalkannya.
Saya takutkan rama padamu. Rama adalah riba.

Rama hari ini adalah praktek yang lazim di pasar-pasar kita. Mata uang dayn (uang kertas, nota utang)
telah menggantikan penggunaan mata uang ‘ayn (Dinar, Dirham). Praktek hari ini adalah apa yang Umar
ibn al-khattab maksudkan ketika ia berkata ‘saya takutkan rama padamu’.

Menjual dengan penundaan bukan hanya di-haramkan pada logam, termasuk juga makanan. Malik
berkata, Rasulullah melarang menjual makanan sebelum melakukan pengiriman terhadap makanan
tersebut.

Karena itu apa yang diharamkan dalam riba al-nasiah, adalah penambahan dari penundaan yang dibuat-
buat yang bukan sifat alami transaksi. Apa yang dimaksud dengan ‘dibuat-buat’ dan ‘sifat alami
transaksi? Setiap transaksi memiliki fitrahnya masing-masing dari segi waktu dan harga.

Berikut ini penjelasannya:


Dalam hutang piutang dihalalkan adanya penundaan tetapi diharamkan adanya kelebihan jumlah.
Seseorang meminjamkan sejumlah uang, kemudian setelah beberapa waktu, pinjaman itu dikembalikan
tanpa penambahan. Dalam utang-piutang, kelebihan waktu adalah halal, tetapi penambahan jumlah
pembayaran adalah haram. Ini adalah riba al-fadl.

Dalam tukar-menukar, tiada penundaan dan tiada kelebihan jumlah. Satu pihak menyerahkan sejumlah
uang tanpa penundaan dan jumlah yang sama diberikan oleh pihak lainnya tanpa penundaan pula.
Penundaan adalah haram dalam tukar-menukar. Jika ingin penundaan menjadi halal, maka transaksinya
harus diubah menjadi hutang-piutang. Anda tidak dapat menyebut hutang-piutang sebagai tukar-
menukar yang ditunda. Penundaan dalam tukar-menukar adalah riba al-nasiah.

Sewa-menyewa melibatkan penundaan dan kelebihan sekaligus dan itu halal. Ketika Anda menyewa
rumah, Anda mengambil-alih kepemilikan rumah selama beberapa waktu (kelebihan waktu). Dan Anda
menyerahkan kembali kepada pemilik rumah itu atas kepemilikan rumah selama beberapa waktu
ditambah (kelebihan) pembayaran uang sewa. Kelebihan-kelebihan ini baik itu waktu dan jumlah uang
yang dibayarkan adalah halal. Tetapi Anda hanya dapat menyewa barang-barang yang dapat disewakan.
Anda dapat menyewa mobil, rumah, kuda, tetapi Anda tidak dapat menyewa uang atau bahan makanan
(barang-barang yang fungible). Berpura-pura menyewakan uang adalah ‘merusak fitrah transaksi’.
Menambahkan sifat-sifat yang tidak dapat dibenarkan atau kelebihan pada sebuah transaksi adalah riba.

Dikarenakan dayn itu sendiri adalah suatu penundaan, penggunaan dayn adalah haram digunakan
sebagai alat pembayaran (uang). Adapun hokum dayn itu sendiri adalah halal, yang diharamkan adalah
menggunakannya sebagai uang. Dayn adalah kontrak pribadi antara dua individu dan harus tetap
pribadi. Transfer dayn dari satu orang kepada orang lain dapat dilakukan secara Islami, tetapi dengan
cara penghapusan dayn pertama baru setelah itu dapat menciptakan dayn berikutnya. Dayn diharamkan
beredar bebas. Pemilik dayn harus mencairkan kepemilikan uang yang diwakili oleh dayn yang
dipegangnya sebelum bertransaksi. Dayn haram digunakan dalam tukar-menukar dan tidak dapat
digunakan sebagai alat pembayaran. Dan secara khusus diharamkan menggunakan dayn untuk
membayar zakat.
BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian digunakan untuk memandu peneliti tentang urutan-urutan bagaimana


penelitian dilakukan, sehingga peneliti dapat memperoleh data yang dikehendaki sesuai dengan
permasalahan yang akan diteliti. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif.

Parker mendefinisikan qualitative research sebagai suatu cara mempelajari situasi dunia dengan
mempertimbangkan fenomena dimana situasi itu memiliki ciri khusus baik dari makro mikro baik dalam
konteks atau bidang social, institusional, politik, ekonomi, dan teknologi. Penelitian ini memfokuskan
pada proses pemahaman dan konteks situasinya. Kemudian menggunakan berbagai aneka metode
dalam mencoba menginterpretasikan dan memahami dunia. Termasuk penggunaan wawancara,
pengamatan, membuat catatan dari lapangan, memo, catatan, transkrip, dokumen, teks sejarah, foto,
artefak, dan sebagainya. (Parker, 2003).

Shanks (2002) mendefinisikannya sebagai kegiatan yang melibatkan studi tentang subjek yang berfokus
pada sifat atau settingnya yang alamiah dimana peneliti melakukan kegiatan yang atik dengan mencari
pengertian yang lebih bermakna dan mencoba menjelaskan, menafsirkan, dan menjadikan sesuatu
fenomena itu bermakna dan bisa dikaitkan dengan orang yang terkait dengannya.

Metode kualitatif merupakan metode-metode untuk mengeksplorasi dan memahami makna yang
oleh sejumlah individu atau sekelompok orang dimana proses penelitiannya melibatkan upaya-upaya
penting, seperti mengajukan pertanyaan- pertanyaan dan prosedur- prosedur,
mengumpulkan data yang spesifik dari para partisipan, menganalisis data secara induktif mulai
dari tema-tema yang khusus ke tema-tema umum dan menafsirkan makna data (Creswell : 2012).

Penelitian kualitatif selalu bersifat deskriptif. Hal ini menunjukkan bahwa data/informasi yang dianalisis
dan hasil analisisnya berbentuk deskripsi tentang fenomena, dan tidak berupa angka-angka atau
koefisien tentang hubungan antar variable seperti dalam penelitian kuantitatif. Dengan kata lain
data/informasi yang terkumpul berbentuk kata-kata atau gambar, bukan berbentuk angka-angka.

Selanjutnya hal terpenting dalam suatu penelitian adalah keberadaan data dan
ketersediaan sumber data, karena data atau informasi ini nantinya dapat dipergunakan untuk
menjawab permasalahan penelitian. Sumber data yang paling penting dalam penelitian kualitatif
adalah kata-kata dan tindakan, sedangkan yang lainnya merupakan data tambahan seperti
dokumen. Jenis dan sumber data disini menunjukkan darimanakah data dalam penelitian ini
diperoleh. Selanjutnya, data-data yang terdapat di lapangan atau tempat penelitian dikumpulan
dengan menggunakan teknik tertentu.

Anda mungkin juga menyukai