Anda di halaman 1dari 9

Edisi 17 Tahun 18

Praktek Riba Dalam


Transaksi Online
Q.S. Al-Baqarah: 275
“Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”

• Riba adalah adanya tambahan dalam pertukaran dua barang


tertentu (yaitu komoditas ribawi).
• Komoditas ribawi, yaitu enam komoditas yang disebutkan
dalam hadits di atas, yaitu: emas, perak, burr (gandum ke-
ring), sya’ir (gandum basah), garam dan kurma, serta semua
barang yang di-qiyas-kan kepada enam komoditas ini.
• Pengelompokkan komoditas ribawi terbagi menjadi tiga,
yaitu alat tukar, makanan yang ditakar ukurannya dan ma-
kanan yang ditimbang beratnya.
• Beberapa bentuk riba dalam transaksi online:

1. Kartu Kredit
2. Pinjol (pinjaman online)
3. Diskon karena simpan saldo
4. Jual-beli emas secara online
P embaca yang semoga senantiasa dirahmati oleh Allah Ta’ala,
kita semua telah mengetahui bahwa riba adalah salah satu
dosa besar. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Allah meng-
halalkan jual beli dan mengharamkan riba” (Q.S. Al-Baqarah:
275). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Allah akan menghan-
curkan riba dan menumbuhkan keberkahan pada sedekah” (Q.S.
Al-Baqarah: 276).
Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu’anhu, ia berkata: “Rasul-
ullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat pemakan harta riba,
orang yang memberi riba, juru tulisnya dan saksi-saksinya. Beliau
berkata, “Mereka semua sama”” (H.R. Muslim no. 2995).
Dan dalil-dalil yang lainnya yang sangat jelas menunjukkan
keharaman riba dan besarnya dosa riba. Maka sudah semesti-
nya kita menjauhkan diri sejauh-jauhnya dari riba dan tidak ter-
libat sama sekali dalam transaksi riba.

Definisi riba
Syaikh Shalih Al Fauzan dalam Al Mulakhas Al Fiqhi (hal.
272) menjelaskan, “Riba secara bahasa artinya: tambahan. Se-
cara istilah syar’i, riba adalah adanya tambahan dalam pertu-
karan dua barang tertentu (yaitu komoditas ribawi)”. Sebagai-
mana sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam : “Emas dengan
emas, perak dengan perak, burr dengan burr, sya’ir dengan sya’ir,
tamr dengan tamr, garam dengan garam, kadarnya harus semi-
sal dan sama, harus dari tangan ke tangan (kontan). Siapa yang

1
menambah atau meminta tambahan, maka ia telah melakukan
riba” (H.R. Muslim, no. 1584).
Tidak semua barang dapat terkena hukum riba, hanya ba-
rang-barang tertentu saja yang disebut sebagai al amwal ar ri-
bawiyah (komoditas ribawi). Yaitu enam komoditas yang dise-
butkan dalam hadits di atas, yaitu: emas, perak, burr (gandum
kering), sya’ir (gandum basah), garam dan kurma, serta semua
barang yang di-qiyas-kan kepada enam komoditas ini.
Dengan menggunakan qiyas, para ulama mengelompokkan
komoditas ribawi terbagi menjadi tiga:
1. Semua yang termasuk ats-tsamaniyah (alat tukar), di-qiyas-
kan kepada emas dan perak. Sehingga uang dengan secara
bentukmya (kertas, logam, fiat, digital, dst.) termasuk dalam
komoditas ribawi.
2. Semua yang termasuk ath thu’mu ma’al kayli (makanan yang
ditakar ukurannya), di-qiyas-kan kepada burr, sya’ir, garam
dan kurma. Sehingga beras yang diukur dengan ukuran liter,
ini termasuk komoditas ribawi.
3. Semua yang termasuk ath thu’mu ma’al wazni (makanan yang
ditimbang beratnya), yang juga di-qiyas-kan kepada burr, sya’ir,
garam dan kurma. Sehingga tepung, jagung, gula ini termasuk
komoditas ribawi.
Ini pendapat yang dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Tai-
miyah rahimahullah.

2
Kaidah riba dalam hutang-piutang
Kaidah umum mengenal riba dalam hutang-piutang ada-
lah: “setiap hutang-piutang yang mendatangkan manfaat atau
tambahan (bagi orang yang menghutangi) maka itu adalah riba“.
Kaidah ini bukanlah sebuah hadits yang shahih dari Nabi,
namun para ulama sepakat bahwa maknanya benar dan diamal-
kan para ulama. Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan: “Hadits
ini lemah menurut para ulama, tidak shahih. Namun maknanya
benar menurut mereka, yaitu bahwasanya hutang yang menda-
tangkan manfaat maka itu terlarang berdasarkan kesepakatan
para ulama” (Fatawa Nurun ‘alad Darbi, no.463).
Misalnya jika Fulan berhutang seratus juta rupiah kepada
Alan dengan syarat pengembaliannya sebesar 120 juta. Maka 20
juta yang didapat Alan ini adalah manfaat atau tambahan yang
datang dari transaksi hutang-piutang, sehingga disebut riba se-
bagaimana kaidah di atas.

Beberapa bentuk riba dalam


transaksi online
1. Kartu kredit
Sebagaimana kita ketahui kartu kredit adalah kartu yang
digunakan untuk melakukan pembayaran dengan pinjaman hu-
tang dari penerbit kartu, kemudian dilunasi di kemudian hari.
Biasanya penerbit kartu adalah bank, dan biasanya ada bunga
yang dikenakan atas pinjaman yang telah dilakukan oleh peme-

3
gang kartu. Maka jelas di sini ada tambahan dalam transaksi hu-
tang-piutang, sehingga termasuk riba.
Demikian juga kartu kredit yang mempromosikan bunga 0%
namun pemegang kartu akan dikenai denda jika melunasi hu-
tang lewat dari batas waktu tertentu. Yang denda ini pada ha-
kekatnya juga termasuk tambahan dalam transaksi hutang-piu-
tang, sehingga termasuk riba.
Para ulama dalam Majma’ Fiqhil Islami dalam muktamar ke-
12 di Riyadh, pada tanggal 25 Jumadal Akhirah 1421H merilis ke-
tetapan tentang hukum kartu kredit. Yaitu ketetapan nomor 108,
di dalamnya mereka menjelaskan: “Pertama, tidak boleh me-
nerbitkan kartu kredit dan tidak boleh menggunakannya, jika di-
persyaratkan adanya tambahan riba. Walaupun pemegang kar-
tu kredit berkomitmen untuk melunasi hutang pada jangka wak-
tu tertentu yang bunganya 0%. Kedua, dibolehkan menerbitkan
kartu kredit jika tidak mengandung ketentuan adanya tambah-
an ribawi terhadap pokok hutang”.
2. Pinjol (pinjaman online)
Di masa-masa belakangan ini semakin merebak adanya la-
yanan pinjaman online (pinjol) di negeri kita. Menawarkan pin-
jaman dengan proses yang cepat hanya bermodalkan handpho-
ne dan foto KTP, uang ratusan ribu dan jutaan rupiah pun su-
dah di tangan. Namun jelas di sana ada bunganya. Bahkan bu-
nga besar dan mencekik. Andaikan bunga pinjaman ini kecil pun,
tetap termasuk riba yang diharamkan dalam agama, apalagi jika
bunganya besar.

4
Ulama sepakat tidak ada khilafiyah (perbedaan pendapat) di
antara mereka bahwa bunga dalam hutang-piutang adalah riba
(Lihat Al Mughni, 5/28).
Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts wal Ifta Saudi Arabia mene-
gaskan: “Bunga yang diambil bank dari para peminjam, dan bu-
nga yang diberikan kepada para nasabah wadi’ah (tabungan) di
bank, maka semua bunga ini termasuk riba yang telah valid ke-
haramannya berdasarkan Al Qur’an As Sunnah dan ijma” (Fata-
wa Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts wal Ifta, juz 13, no. 3197,
hal. 349).
3. Diskon karena simpan saldo
Dr. Erwandi Tarmizi hafizhahullah dalam buku Harta Haram
Muamalat Kontemporer (hal. 279 - 281) menjelaskan bahwa sal-
do digital seperti OVO, DANA, Gopay, Shopee pay, dan semisal-
nya, hakekatnya adalah transaksi hutang-piutang. Artinya ke-
tika nasabah melakukan deposit saldo (top-up), hakekatnya na-
sabah sedang memberikan hutang kepada provider layanan. Bu-
kan akad wadi’ah (penitipan). Karena dalam akad wadi’ah, orang
yang dititipi tidak boleh menggunakan barang titipan tanpa izin
dari pemiliknya. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa perusa-
haan pembayaran digital menggunakan saldo yang terkumpul
untuk investasi dan semisalnya.
Ketika yang terjadi adalah transaksi hutang-piutang, maka
tidak boleh ada manfaat tambahan yang diberikan kepada
nasabah, seperti cashback, diskon, hadiah dan semisalnya. Ka-
rena adanya manfaat tambahan tersebut membuat ia menjadi

5
transaksi riba. Sebagaimana riwayat dari Abu Burdah, ia berka-
ta: suatu kala saya datang di kota Madinah, dan saya bertemu
dengan Abdullah bin Salam radhiallahu’anhu. Kemudian beliau
mengatakan kepadaku, “Sesungguhnya Anda di negeri yang te-
lah marak riba, jika ada seseorang mempunyai hutang kepada-
mu lalu ia memberikan hadiah kepadamu dengan membawakan
hasil bumi atau gandum atau membawa rumput makanan he-
wan ternak. Jangan Anda mengambilnya karena itu riba” (H.R.
Al-Bukhari no. 3814).
Namun boleh saja menggunakan saldo digital selama tidak
ada manfaat tambahan seperti cashback, diskon, hadiah dan se-
misalnya. Karena pada prinsipnya, boleh saja melakukan trans-
aksi hutang-piutang selama tidak ada tambahan riba. Dewan
Fatwa Perhimpunan Al Irsyad menjelaskan, “Hukum memakai
Gopay pada asalnya adalah halal, asalkan tidak memakai atau
mendapatkan potongan harga maupun manfaat tambahan lain-
nya, karena hal itulah yang menjadikannya riba” (Fatwa Dewan
Fatwa Perhimpunan Al Irsyad, no. 05/DFPA/VI/1439, poin 4).
4. Jual-beli emas secara online
Jika pembaca sekalian telah memahami hadits yang telah
disebutkan di atas, disebutkan di sana “Emas dengan emas, pe-
rak dengan perak ... kadarnya harus semisal dan sama, harus dari
tangan ke tangan (serah terima langsung)” (H.R. Muslim, no.
1584). Maka jual-beli emas disyaratkan harus serah terima ba-
rang secara langsung, tidak boleh ada penundaan. Jika terjadi
penundaan maka terjadi riba nasi’ah. Para ulama dalam Al Laj-

6
nah Ad Daimah lil Buhuts wal Ifta’ ketika ditanya tentang jual-beli
emas melalui telepon, mereka menjawab, “Akad yang seperti ini
tidak diperbolehkan juga. Karena adanya penundaan qabdh (se-
rah-terima), antara dua barang yang ditukarkan, antara tsaman
dengan tsaman. Sedangkan barang yang dipertukarkan adalah
sama-sama emas atau salah satunya emas dan yang lainnya pe-
rak, atau juga barang-barang yang menempati posisi keduanya
seperti uang kertas dan logam. Ini dinamakan riba nasi’ah, dan
ini haram hukumnya. Solusinya, akad jual-belinya diulang kem-
bali ketika menyerahkan pembayaran nominal harga yang te-
lah disepakati dan barang diserah-terimakan secara langsung di
majelis akad ketika itu” (Fatawa Al Lajnah Ad Daimah, 13/475).
Wallahu ta’ala a’lam, demikian beberapa contoh praktek riba
dalam transaksi online. Hendaknya jauhkan diri kita dari mo-
del-model transaksi demikian. Semoga Allah ta’ala memberi tau-
fik.
Penulis: Ustaz Yulian Purnama, S.Kom
Murajaah: Ustaz Abu Salman, B.I.S

YUK NGAJI DI Dengarkan


radiomuslim.com BEDAH BULETIN AT-TAUHID
(1467 AM) Jum’at 20.00 WIB bersama
Ust. Yulian Purnama, S.T.

SUSUNAN REDAKSI
Penanggung jawab Ari Wahyudi, S.Si. | Penasihat Ustadz Afifi Abdul Wadud, B.A.| Editor Ahli Ustadz Ammi Nur Baits, S.T., B.A.,
Ustadz Abu Salman, B.I.S., Ustadz Afifi Abdul Wadud, B.A. | Pemimpin redaksi Wildan S., S.Farm., Apt. | Redaktur pelaksana &
Editor Arif Muhammad N, S.Pd | Layouter Ramane musa .

ALAMAT REDAKSI
Kantor Yayasan Pendidikan Islam Al Atsari, Jalan Selokan Mataram No. 412 Sinduadi, Mlati, Sleman, D.I. Yogyakarta, Indonesia

WEBSITE | buletin.muslim.or.id @buletintauhid INFORMASI | 0852 9080 8972

Anda mungkin juga menyukai