BANK SYARIAH
1
Eni Alfiyah, 2Rahmad Aidil Ali Lubis
1
Madrasah Aliyah Negeri 1 Mandailing Natal Plus Riset Keterampilan Akademik
1. Pengertian Riba
Riba atau dalam Bahasa Arab “Ziyadah’’ artinya tambahan. Sedangkan riba menurut istilah
merupakan nilai tambahan yang melebihi jumlah utang. Nilai tambahan ini biasanya sudah
ditentukan oleh salah satu pihak. Riba adalah salah satu hal yang diharamkan oleh Islam dalam
muamalah. Allah SWT berfirman dalam surah Al Baqarah ayat 278-280:
‘’ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum
dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan
sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu
bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan
tidak (pula) dianiaya. Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh
sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik
bagimu, jika kamu mengetahui.’
2. Pengertian Gharar
Gharar berasal dari Bahasa Arab Al-Khatr yang bermakna pertaruhan. Ghrar adalah
ketidakpastian dalam transaksi yang diakibatkan dari tidak terpenuhnya ketentuan syariah dalam
transaksi tersebut.Menurut Imam Al-Qarafi, gharar adalah suatu akad yang tidak diketahui dengan
tegas apakah efek akad terlaksana atau tidak, seperti melakukan jual beli terhadap burung yang
masih di udara atau ikan yang masih di dalam air. Unsur gharar terdiri dari segi kuantitas tidak
sesuainya timbangan atau takaran, kemudian dari segi kualitas terdapat ketidakjelasan pada
kualitas barang, dari sisi harga adanya dua harga dalam satu transaksi, dan yang terakhir dari sisi
waktu yaitu terdapat ketidakjelasan pada penyerahan.
Rasulullah SAW bersabda:
Gharar atau taqhrir menurut bahasa adalah keraguan tipuan atau tindakan yangbertujuanuntuk
merugikan orang lain.
-Gharar berasal dari bahasa arab Al-khatr yang bermakna
-al-gharar adalah Al-muhhatarah pertaruhan dan aljahalah ketidak jelasan. Sehingga termasuk
kedalam penjudian.
Ahmad derajat (unsur riba pada akad murabahah)
Setiap utang piutang yang di dalamnya ada keuntungan maka itu di hukumi haram.
(HR.Al-Haries Ibnu Abu usamah. HR.Al-Bukhari no.3814).
Ibnu Qudamah berkata.
“Setiap utang yang dipersyaratkan ada tambahan,maka itu adalah haram”. Hal ini tanpa di
perselisihkan oleh oleh para ulama (Al-mughni,6:436)
Pandangan ulama terhadap kharar
a.Imam As-Sarakhsi dari Hanafiyah menyatakan gharar yaitu sesuatu yang tersembunyi
akibatnya.
b.Imam Al-qarafi dari malikiah menyatakan bahwa gharar adalah suatu yang tidak di ketahui
apakah ia akan diperoleh atau tidak.
c. Imam Syirazi dari Syafiyah menyatakan gharar adalah sesuatu yang urusanya tidak di ketahui
dan akibatnya tersembunyi.
d.Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa gharar tidak diketahui akibatnya.
e.Ibnu Qoyyim berkata bahwa gharar adalah sesuatu yang tidak dapat di ukur penerimaanya baik
barang tersebut ada ataupun tidak ada, seperti menjual kuda liar yang belum tentu bisa di
tangkap meskipun kuda tersebut wujudnya ada dan kelihatan.
f.Ibnu hazm mengemukakan definisi gharar adalah sesuatu keadaan dimana ketika pembeli tidak
tahu apa yang dibeli atau penjual tidak tahu apa yang dia jual.
Sayyid Sabiq dalam fiqih sunnah memberikan pengertian gharar adalah “ penipuan yang mana di
perkirakan menyebabkan tidak ada kerelaan jika di teliti”.
A. METODE PENELITIAN
Peneliti menggunakan metode kualitatif dan metode study pustaka. Menurut Sugiyono
(2019:18)metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat
postpositivisme,digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang amaliah. Dapat disimpulkan
bahwa kualitatif adalah suatu metode suatu fenomena melalui deskipsi dalam bentuk kalimat dan
bahasa yang menggunakan metode alamiah.Menurut Mestika Zed(2003),Studi pustaka atau
kepustakaan dapat diaertikan sebagai serangkaian kegiatan yang bekenaan dengan metode
pengumpulan data pustaka,membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian.
Dalam konsep ekonomi Islam tidak mengenal penetapan biaya administrasi yang bersifat tidak
jelas penggunaannya. Allah SWT berfirman di QS. Al-Baqarah ayat 188:
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan
jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu
dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan
(jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui.”
Pada dasarnya (secara umum) biaya administrasi diartikan sebagai biaya yang
dikeluarkan untuk keperluan operasional seperti alat tulis kantor. Adapun macam-
macam biaya administrasi yaitu biaya administrasi penarikan uang tunai dan kartu
kredit, biaya administrasi tabungan/formulir, biaya administrasi pembiayaan/
pinjaman, dan biaya administrasi jasa pengiriman/transfer.
Namun, tidak banyak nasabah yang mengetahui rincian biaya administrasi
tersebut. Bank hanya menginformasikan total biaya administrasi yang harus
ditanggung oleh nasabah tanpa menyebutkan rincian. Sehingga keterbukaan dalam
menginformasikan rincian biaya administrasi tersebut sangat penting dalam rangka
keterbukaan yang kaitannya dengan perasaan saling ridha, karena biaya administrasi
tersebut dibebankan kepada nasabah.
Selain daripada itu, Samino (2009) dalam penelitiannya menambahkan bahwa
pengukuran biaya administrasi berupa prosentase tertentu yang dikalikan dengan
plafon pembiayaan akan mengandung unsur waktu (time value of money). Kemudian
pengakuan atas biaya administrasi pembiayaan yang dibebankan kepada nasabah di
satu pihak, nampak jelas bahwa bank mengakui biaya administrasi tersebut sebagai
pendapatan. Evaluasi yuridis-syar’i terhadap pengukuran biaya administrasi
pembiayaan menyatakan bahwa terdapat indikasi riba nasi’ah dalam pembiayaan.11
Menanggapi isu penting mengenai penetapan biaya administrasi yang
seringkali diasosiasikan sebagai “pintu belakang” riba, maka agar biaya administrasi
ini tidak masuk dalam kategori “tambahan” yang tidak diperbolehkan, maka terdapat
dua syarat utama yang harus dipenuhi, antara lain:
a. Biaya administrasi ini harus didasarkan pada perhitungan riil biaya yang
digunakan untuk melaksanakan sebuah transaksi atau akad. Misalnya; biaya
materai, biaya pengurusan dokumen, biaya upah untuk survey, biaya komunikasi
dan lain-lain, sehingga nominal yang keluar memang betul-betul mencerminkan
nilai riil administrasi yang dilakukan.
b. Prosentase biaya administrasi ini hendaknya tidak dihubungkan dengan besarnya
nominal pembiayaan yang diberikan, kecuali memang besarnya prosentase
tersebut mencerminkan nilai riil yang dikeluarkan untuk mengeksekusi
pembiayaan tersebut.
3. Murabahah
a. Penggunaan Akad Murabahah Bil Wakalah
Perkembangan Bank Syari’ah di Indonesia saat ini sangat pesat, seiring
dengan tumbuhnya pemahaman masyarakat bahwa bunga (interest) dan modal
yang hasilnya telah ditentukan di muka (predetermined return) merupakan riba
yang dilarang oleh syari’ah Islam. Sehingga, sejak tahun 1950 telah banyak para
cendekiawan muslim dan akademisi ekonomi Islam yang menghendaki
keberadaan bank yang terbebas dari bunga atau riba (interest free banking).13
Kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dalam operasionalnya
diwujudkan dalam berbagai macam produk pembiayaan perbankan syariah.14
Menurut Pasal 1 butir (25) Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang
Perbankan Syariah (Selanjutnya disebut UU Perbankan Syariah) yang dimaksud
pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu
berupa transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah, dan musyarakah, sewa
menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya
bittamlik, jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam dan istisna, pinjam
meminjam dalam bentuk piutang qardh, dan sewa menyewa jasa dalam
bentuk ijarah untuk transaksi multijasa.
Dari berbagai macam produk pembiayaan perbankan syari’ah yang telah
penulis uraikan di atas, murabahah merupakan salah satu bentuk produk pembiayaan yang paling
dominan diterapkan dalam praktik perbankan syari’ah.
Dominasi tersebut hampir mencapai 80-95% dari setiap pembiayaan dalam
lembaga pembiayaan Islam yang menggunakan transaksi murabahah.
Pemahaman antara Bank dan nasabah pada kasus ini adalah yang terpenting pihak
nasabah sanggup membayar angsuran yang telah disepakati di awal, sehingga
akad tersebut seolah berubah menjadi pinjaman uang.
Perubahan pikiran nasabah tersebut di atas merupakan kecurangan yang
biasa diistilahkan “side streaming” yang berarti penggunaan dana yang tidak
sesuai dengan akad perjanjian awal, sedangkan di dalam Bank Syari’ah tujuan
penggunaan dana sangatlah penting karena menentukan penggunaan akad yang
sesuai kajian fiqih muamalah. Oleh sebab itulah kasus side streaming ini dapat
dikategorikan dalam penyalahgunaan akad yang berakibat pada rusaknya akad.
Yang lebih parah lagi ketika nasabah memalsukan kuitansi atau bukti pembelian
barang agar kecurangan yang dilakukan tidak diketahui oleh Bank Syariah.
Sebab Bank Syari’ah pastinya akan meminta bukti pembelian berupa kuitansi atau
sejenisnya sebagai bentuk amanah nasabah yang mewakili pembelian barang.
Adanya akad wakalah akan membebaskan nasabah untuk membeli barang sendiri
tanpa ada pendampingan dari pihak bank syari’ah yang berakibat pada tidak sah-
nya akad murabahah.
Bank syariah seharusnya lebih teliti dan hati-hati atas unsur riba dan gharar yang bisa saja ada
dan terselip pada celah transaksi bank syariah. Bank syariah sudah menjadi alternatif bagi umat
Islam terkhusus Indonesia dalam transaksi muamalah sehari hari, adanya bank syariah telah
memberi kelegaan bagi umat Islam. Bank syariah seharusnya mempertahankan amanat yang
diberi umat Islam dalam mengelola dan menjadi mitra muamalah bagi umat Islam. Peneliti
berharap dengan penelitian bisa menjadi acuan bagi umat Islam dalam melakukan transaksi
muamalah.
.
D. SARAN
Penulis meminta kritik dan saran kepada pembaca untuk melihat kekurangan dan kesalahan
dalam penulisan karya ilmiah ini. Penulis siap menerima kritik dan saran dari pembaca sekalian
agar karya ilmiah ini bisa bermanfaat.
E. UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis berterima kasih kepada beberapa pihak yang telah berpartisipasi dan mendukung
penelitian ini:
- Guru pembimbing, Bapak Wahyu Alim S.Pd yang telah membimbing dan membantu
penelitian ini.
- Teman sekelas, kelas sebelas bahasa yang selalu senantiasa mendukung peneliti dalam
penelitian ini.
REFERENSI
Afif, Mufti dan Richa Angkita Mulyawisdawati. 2016. CELAH RIBA PADA PERBANKAN SYARIAH
SERTA KONSEKWENSINYA TERHADAP INDIVIDU, MASYARAKAT DAN EKONOMI.
Yogyakarta. Prodi Perbankan Syari’ah STEBI Al-Muhsin Yogyakarta.
Baits, Nur Ammi. Konsultasi Syariah: Jual Beli Murabahah - Ustadz Ammi Nur Baits.
https://youtu.be/wTYD1alULX0. 6 April 2016 Tuasikal, Muhammad Abduh. 2017. Sepakat Ulama:
Utang Piutang yang ada Keuntungan Dihukumi RIBA. https://rumaysho.com/15186-sepakat-
ulama-utang-piutang-yang-ada-keuntungan-dihukumi-riba.html, diakses pada 29 Oktober 2022
pukul 10.00 WIB
Rahman, Muh. Fudhail. 2018. Hakekat dan Batasan-Batasan Gharar Dalam Transaksi Maliyah.
Jakarta: FSH UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.