Anda di halaman 1dari 11

Nama : Dini Maulida

NIM : 222350029
Kelas : Manajemen B

MAKALAH
RIBA DALAM JUAL BELI
A. Pengertian Jual Beli dan Riba
Jual beli dalam bahasa arab artinya Al-Ba'I, At-Tijarah dan Al-Mubadalah artinya
mengambil, memberi atau menukar. Namun, para sarjana hukum mendefinisikannya secara berbeda
tergantung pada istilahnya. Menurut Ibnu Qadama, jual beli berarti menukarkan harta dengan harta
guna memperolehnya. Imam Nawawi mendefinisikan jual beli sebagai pertukaran harta dengan
harta. Menurut Taqiyuddin, jual beli adalah saling tukar harta, saling menerima yang dapat diatur
dengan ijab dan qobul sesuai dengan keadaan. Menurut ulama Hanafiya, jual beli adalah pertukaran
harta (benda) dengan harta dengan cara tertentu (dibolehkan).
Menurut para ulama Malikiyah, jual beli ada dua macam, yaitu jual beli umum dan jual beli
khusus. Jual beli pada umumnya merupakan kesepakatan untuk menukarkan sesuatu yang
bermanfaat dan menyenangkan. Persekutuan adalah perjanjian yang mengikat antara dua pihak,
pertukaran dilakukan oleh pihak lain, dan yang bukan keuntungan adalah bahwa barang yang
dipertukarkan adalah substansi (bentuk), bertindak sebagai objek jual beli, jadi bersifat tidak ada
gunanya. atau hasil. Jual beli dalam arti suatu kewajiban untuk menukarkan sesuatu yang bukan
keuntungan dan bukan kesenangan yang mempunyai daya tarik, penukaran itu bukan emas atau
perak, barang itu boleh dikerjakan dan barang itu (tidak ditunda) tidak. bersalah (yah, apakah
produk itu di depan pembeli atau tidak). Barang yang sifat-sifatnya diketahui atau sudah diketahui.
Di sisi lain, menurut para peneliti di Riba Hanabi, ini tentang peningkatan sesuatu yang
spesifik. Sebaliknya, menurut ulama Hanafiya, riba adalah penambahan harta pewaris sebagai
bagian dari pertukaran harta. Dari beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa riba
adalah suatu akad yang dibentuk dengan penukaran tertentu baik barang sejenis maupun uang
tambahan jika pembayaran dilakukan tepat pada waktunya.
Riba adalah praktik keuangan yang sudah ada jauh sebelum lahirnya Islam. Biasanya
dipahami bahwa Riba mengacu pada kegiatan transaksi dimana pihak lain berkewajiban untuk
menambahkan sejumlah uang tertentu karena keterlambatan pembayaran utang (Askar, 2020). Riba
dilarang. Allah SWT berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 275 yang artinya: “Orang yang makan
usuco tidak tahan, tetapi seperti setan, karena dia gila. Karena mereka mengatakan jual beli itu sama
dengan riba. Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Dia yang diperingatkan oleh
Tuhannya adalah pekerjaannya dan tujuannya (bahkan) Allah. Barangsiapa mengulanginya maka
penghuni neraka, dia tetap di dalamnya.   
 Secara etimologi, riba berarti tambahan atau Raba al-Shai’ (bertambah dari yang
semula). Diambil dari lafadz ‫ربوة‬, ‫ ربى‬yang bermakna bertambah dan bertambah tinggi. Begitu
pula para ulama’ juga berpendapat bahwa menurut al-Razi, riba berarti al-ziyadah (tambahan).
Senada dengan al-Razi, al-Sabuni berpendapat bahwa riba adalah tambahan secara mutlak.
Demikianpula al-Jurjani dalam kitab al-Ta’rifatnya menjelaskan bahwa riba secara bahasa
bermakna ziyādah (tambahan)
Namun, secara terminologis, menurut al-Sabuni, riba adalah pembayaran tambahan yang
ditagih pemberi pinjaman dari debitur sebagai saldo untuk jangka waktu (pinjaman). Al-Jurjani
mendefinisikan riba sebagai tambahan atau keuntungan yang belum pernah ada sebelumnya bagi
seseorang yang melakukan akad. Menurut Quraish Shihab, kata riba berarti “kelebihan”. Jika kita
membatasi diri hanya pada makna linguistik, logika yang dikemukakan oleh para penentang riba di
zaman Nabi bisa dibenarkan. Lalu mereka berkata: (sebagaimana Al-Qur'an mengatakan bahwa
"jual beli itu seperti riba" (QS. al-Baqarah [2]:275), Allah menjawab mereka dengan tegas: "Allah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba."
B. Jenis-Jenis Riba
Secara garis besar dikelompokan menjadi dua, masing-masing adalah riba utang-piutang dan
riba jual-beli. Kelompok yang pertama terbagi lagi menjadi riba jahiliyah dan riba qardh.
Sedangkan kelompok kedua riba jual beli terbagi menjadi riba Fadhl dan riba Nasi’ah.
1. Riba Qardh
Riba Qardh adalah suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertetu yang disaratkan terhadap
yang berhutang (Muqtaridh). Contohnya, Vina memeberikan pinjaman pada Zia sebasar Rp
500.000 dan wajib mengembalikan sebesar Rp 700.000 saat jatuh tempo dan kelebihan uang ini
tidak jelas untuk apa.
2. Riba Jahiliyah
Riba Jahiliyah merupakan utang dibayar lebih dari pokoknya,karena si peminjam tidak
mampu membayar hutangnya tepat waktu yang ditentukan. Contoh, misalnya menukarkan emas
bagus / baru dengan emas lama yang sama beratnya, akan tetapi emas yang bagus baru dapat
diterima setelah satu bulan dari waktu transaksi dilaksanakan. Contoh lain, bila A menukarkan
uang kertas pecahan Rp 100.000,- dengan pecahan Rp. 1.000,- kepada B, akan tetapi B pada
waktu akad penukaran hanya membawa 50 lembar uang pecahan Rp. 1.000,- , maka sisanya
baru dapat ia serahkan setelah satu jam dari saat terjadinya akad penukaran, perbuatan mereka
berdua ini disebut riba nasi’ah.
3. Riba Fadhl
Riba Fadhl merupakan pertukaran dengan barang sejenis dengan kadar atau takaran yang
berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan yaitu termasuk jenis barang ribawi. Riba Fadhl
tmbul akibat pertukaran barang sejenis yang tidak memenuhi kriteria sama kualitasnya (mitslan
bi mistlin), sama kuantitasnya ( sawa-an bi sawa in) dan sama waktu penyerahannya (yadan bin
yadin).
Pertukaran jenis ini mengandung gharar , yaitu ketidakjelasan bagi kedua belah pihak akan
masing-masing barang yang dipertukarkan. Ketidak jelasan ini akan menimbulkan tindak zalim
terhadap salah satu pihak , kedua pihak, dan pihak-pihak lain. Dasar hukum riba fadhl adalah
hadis yang diriwayatkan oleh imam Bukhari Muslim:
“Janganlah kamu jual emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum,
sya’ir (padi lading) dengan syair, tamar (kurma) dengan kurma, garam dengan garam,
kecuali sama jenis dan kadarnya dan sama sama tunai. Barang siapa yang menambah atau
meminta tambah, maka sesungguhnya dia telah melakukan riba.” (H.R. Bukhori dan
Ahmad)
Barang ribawi (yang terkena hukum riba) seperti emas, perak, burr (Suatu jenis Gandum),
sya’ir atau suatu jenis gandum, kurma, garam. Contoh: 2 kg gandum yang bagus ditukar dengan
3 kg gandum yang sudah berkutu.
4. Riba Nasi’ah
Menurut Satria Efendi Riba Nasi’ah adalah tambahan pembayaran atas jumlah modal yang
disyaratkan lebih dahulu yang harus dibayar oleh si peminjam kepada yang meminjam tanpa
resiko sebagai imbalan dari jarak waktu pembayaran yang diberikan kepada si peminjam. Riba
Nasi’ah ini terjadi dalam hutang piutang (Satria Efendi, 1988 : 147). Contohnya, Alpi pinjam
uang kepada Lisa sebesar Rp 100.000 dengan tempo 1 bulan jika pengembalian lebih satu bulan
maka ditambah Rp 1.000.
Dalam kitam Fathul Mu’in, Riba dibagi 3 yaitu :
1. Riba Fadhal, yaitu selisih barang pada salah satu tukar menukar dua barang yang sama
jenisnya. Termasuk dalam macam ini adalah Riba Qordh yaitu jika dalam utang kembali
pada pihak pemberi utang.
2. Riba Yadh, yaitu jika salah satu dari penjual dan pembeli berpisah dari akad sebelum serah
terima
3. Riba Nasa’, yaitu mensaratkan pada penundaan penyerahan dua barang ma’qud ‘alaih dalam
penukarannya (Jual Beli). 
C. Hukum Riba
1. Hukum Riba dalam Al-Quran
Dalam Islam, hukum riba secara jelas didefinisikan sebagai apa yang dilarang dan termasuk
salah satu perbuatan yang dilarang. Namun, Allah SWT tidak mengungkapkan larangan riba dalam
Al-Qur'an. sekaligus melainkan diturunkan dalam 4 fase, yakni :
a. Fase pertama Al-Quran Surat Ar-Rum : 39

Artinya :
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia,
maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa
zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhoan Allah, maka (yang berbuat
demikian”) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).”

b. Fase kedua Al-Quran Surat An-Nisa’ : 160-161

Artinya :
“Maka disebabkan kedzaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas (memakan
makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dank arena mereka
banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah.”

Artinya:
“Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang dari
padanya, dank arena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami
telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih”
c. Fase ketiga Al-Quran Surat Al-Imran : 130.
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat gandadan
bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”). Yang dimaksud di
sini ialah Riba Nasi’ah. Menurut sebagian besar ulama bahwa riba nasi’ah itu selamanya
haram, walaupun tidak berlipat ganda.”
d. Fase keempat Al-Quran Surat Al-Baqarah : 275-280

Artinya :
275. “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran tekanan penyakit jiwa (gila). Keadaan
mereka yang demikian itu disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual
beli itu sama dengan riba, padahal Allah SWT telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba”.
276. “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah SWT tidak menyukai
setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa.”.
277. “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal soleh, mendirikan
sholat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula mereka bersedih hati) ” .
278. “Hai orang-orang yang beriman , bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa
riba (yang belum dipungut), jika kamu orang yang beriman.”
279. “Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba, maka ketahuilah, bahwa
Allah dan Rosulnya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan
riba), maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak (pula dianiaya).”
280. “Dan jika (orang yang berhutang ini) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai
dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua hutang) itu, lebih baik
bagimu, jika kamu mengetahui.”
2. Hukum Riba dalam Al-Hadits.
Hakim meriwayatkan adri Ibnu Mas’ud bahwasanya Nabi saw. telah bersabda “Riba itu
mempunyai 73 tingkatan, yang paling rendah (dosanya), sama dengan orang yang berzina
dengan ibunya.” HR. Mutafakum ‘Alaihi
3. Hukum Memakan Riba, Penulis Administrasi Riba dan Saksi Riba
Dari Jabir RA. Ia berkata “Rosululloh saw. mengutuk orang yang memakan riba, orang yang
memberikan makan dari hasil riba, penulis dan saksinya, Rosululloh saw. bersabda Mereka itu
sama.” (HR. Muslim/Bulughul Maram : 853). Bukhari juga meriwayatkan hadist semisal dari
hadist Abu Juhaifah (HR Bukhari/ Bulughul maram 854). Dari Abdullah bin Mas’ud ra.
Bahwa Nabi Saw bersabda : “Riba itu ada 73 bab. Yang paling ringan ialah seperti seorang
lelaki menikahi ibunya dan riba yang paling berat ialah mencemarkan kehormatan seorang
muslim”. (HR. Ibnu Majah dengan singkat, Hakim dengan cukup sempurna dan telah
disahihkan . Bulughul maram 855). “Tidak boleh ada dua akad dalam suatu akad jual beli.
Sesungguhnya Rasulullah melaknat pemakan riba,yang member makan orang lain dengan
riba,dua saksinya , dan pecatatnya”. (HR. Ibnu Hibban no. 1053, Al-Bazzar dalam Musnadnya
no. 2016 dan Al-Marwazi dalam As-Sunnah (159-161) dengan sanad hasan)
Kandungan Hadist diatas:
a. Melakukan riba dan membantu riba termasuk dosa besar
b. Pembantu riba ,yaitu penulis,saksi dan pemberi riba sama dosanya
c. Menganiaya kehormatan muslim mulia termasuk macam riba paling berat
d. Zina dengan muhrim termasuk dosa paling buruk ,paling besar dan paling menjijikan.
Hakikat larangan tersebut tegas ,mutlak , dan tidak mengandung perdebatan. Tidak ada
ruang bahwa riba hanya mengacu sekedar pinjaman dan bukan bunga,karena Nabi melarang
mengambil,meskipun kecil, pemebrian jasa atau kebaikan sebagai syarat pinjaman , sebagai
tambahan dari uang pokok.
D. Hikmah Diharamkannya Riba
Islam sangat melarang riba. Tujuannya adalah untuk melindungi kesejahteraan kehidupan
manusia terhadap kerusakan moral, sosial dan ekonomi. Yusuf Qrdhawi Abdul Rahman Ghazali
dkk. sebutkan hikmah larangan riba, diantaranya adalah :
1. Riba mengambil harta orang lain tanpa hak.
2. Riba dapat melemahkan kreativitas seseorang dalam berusaha atau bekerja sehingga
menyebabkan orang mengabaikan keahliannya. Ini menentukan kehidupan seseorang di
dunia kreativitas. Hidupnya bergantung pada riba, yang dengan mudah ia peroleh, hingga
merugikan tatanan ekonomi. 
3. Riba menghilangkan nilai kebaikan dan keadilan dari hutang. Larangan riba mensucikan
jiwa manusia dari riba. Itu membawa pesan moral yang sangat tinggi. 
4. Pada umumnya orang yang berhutang adalah orang kaya dan orang yang berhutang adalah
orang miskin. Memberi tambahan hutang kepada fakir miskin sama sekali bertentangan
dengan sifat rahmat Allah SWT. Ini merusak sendi-sendi kehidupan sosial. 
Adapun Sayyid Sabiq berpendapat, diharamkannya riba karena didalamnya terdapat empat
unsur yang merusak yakni:
1. Mendorong permusuhan dan menghancurkan semangat gotong royong. Semua agama,
terutama Islam, memiliki desakan yang kuat untuk saling membantu dan membenci orang
yang mengutamakan kepentingan dan keegoisannya sendiri dan orang yang mengambil
keuntungan dari pekerjaan orang lain. 
2. Riba melahirkan pola pikir boros yang tidak akan berdagang dan mengarah pada akumulasi
kekayaan yang mudah, seperti belanu (pohon parasit) yang menempel di pohon lain. Islam
menghargai kerja keras dan menghargai orang lain yang mau bekerja, menjadikan kerja
sebagai jalan untuk mencari, memimpin orang untuk berkompeten dan mengangkat jiwa
manusia. 
3. Riba sebagai salah satu sarana penjajahan.
4. Islam menganjurkan manusia untuk memberikan kredit kepada mereka yang benar-benar
membutuhkannya untuk mendapatkan imbalan, bukan untuk mengambil keuntungan dari
orang yang lemah. 
Dampak negatif riba di atas sangat berbahaya bagi individu, keluarga, masyarakat dan
bangsa. Ketika riba tumbuh subur di masyarakat, muncul sistem kapitalis, di mana yang lemah
diperas dan dianiaya. Yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin. 
E. Cara Menghindari Riba Dalam Ekonomi Islam
Pengertian riba di era kemajuan saat ini juga mendukung kebangkitan perbankan syariah, di
mana konsep keuntungan bagi penabung diturunkan dari sistem bagi hasil bukan bunga, seperti
yang umumnya terjadi pada bank tradisional. Sebagai pengganti bunga bank, Bank Islam
menggunakan berbagai cara yang bersih dari unsur riba:
1. Wadiah atau titipan uang,barang dan surat berharga atau deposito.
2. Mudarabah adalah kerja sama anatara pemilik modal dengan pelaksanaan atas dasar
perjanjian profit dan loss sharing.
3. Syirkah (perseroan) adalah dimana pihak bank dan pihak pengusaha sama sama mempunyai
andil (saham) pada usaha patungan (join ventura).
4. Murabahan adalah jual beli barang dengan tambahan harga atau cost plus atas dasar harga
pembelian yang pertama secara jujur.
5. Qard hasan (pinjaman yang baik atau benevolent loan), memberikan pinjaman tanpa bunga
kepada para nasabah yang baik sebagai salah satu bentuk pelayanan dan penghargaan.
6. Menerapkan prinsip bagi hasil ,hanya memberikan nisbah tertentu pada deposannya, maka
yang dibagi adalah keuntungan yang didapat kemudian dibagi sesuai nisbah yang disepakati
oleh kedua belah pihak. Misalnya, nisbahnya adalah 60%:40% , maka bagian deposan 60%
dari total keuntungan yang didapatkan oleh pihak bank.
F. Manfaat Berekonomi Tanpa Riba
Keharusan berekonomi secara syariah ini lantaran penerapannya memiliki manfaat yang
sangat besar bagi umat islam.
1. Umat islam bias menjalankan agamanya dalam bidang ekonomi yang pada gilirannya
menggiringnya kepada pengalaman islam secara utuh.
2. Menerapkan dan mengamalkan sistem ekonomi syariah mendapat dua keuntungan yaitu
duniawi dan ukhrawi. Keuntungan duniawi berupa uang, keuntungan akhirat berupa pahala
ibadah melalui pengamalan syariah islam dan terhindar dari dosa riba.
3. Memajukan ekonomi islam lewat lemabag keuangan syariah,berarti umat islam beruapaya
mengentaskan kemiskinan.
G. Kesimpulan
Riba berarti membebankan bunga atau melebih-lebihkan jumlah pinjaman ketika
pembayaran didasarkan pada persentase tertentu dari pokok pinjaman yang dibebankan kepada
peminjam. Riba secara harfiah berarti: Ziyadah (ekstra). Sedangkan riba dalam jargon teknis berarti
tambahan pengambilan modal atau modal untuk kesia-siaan. Berbagai jenis riba adalah: Riba Yad,
Riba Jahiliyah, Riba Qardhi, Riba Fadli dan Riba Nasi'ah.
Saat ini, riba banyak dijumpai di bank-bank konvensional. Faktor-faktor di balik perbuatan
memakan hasil riba adalah: Serakah terhadap harta duniawi, serakah terhadap harta, tidak pernah
mensyukuri apa yang diberikan Allah SWT, iman yang lemah dan keinginan yang terus menerus
untuk menambah harta dengan berbagai cara termasuk riba. Riba dalam bentuk apapun dilarang
berdasarkan nash Al-Qur'an dan As-Sunnah. Al-Qur'an menekankan riba tidak hanya dalam konteks
mikro, tetapi juga dalam konteks makro, yang berimplikasi luas di mana-mana dan mengancam
perekonomian secara umum. Maka ayat-ayat tentang riba tidak serta-merta dimulai, melainkan
melalui empat tahapan langkah demi langkah, seolah-olah menunjukkan bahwa riba sistemik tidak
dapat dihilangkan sekaligus, melainkan memerlukan langkah dan strategi yang terencana.
Salah satu strategi yang disebutkan Allah setelah riba adalah zakat dan sedekah. Jadi ini bisa
diartikan bahwa kita harus mendorong zakat dan zakat untuk menghadapi sistem ribawi yang telah
menjadi instrumen keuangan yang sangat besar. Karena riba dan zakat/amal sifatnya berlawanan.
Zakat/sedekah melibatkan ketulusan. Padahal riba berarti pemerasan. Namun, karena ayat tentang
riba menunjukkan liberalisasi bertahap, maka strategi untuk mempromosikan zakat dan sedekah
juga harus bertahap, termasuk memasukkan zakat/sedaqah ke dalam instrumen keuangan.      
H. Daftar Pustaka
Fatriansyah, A. I. A. (2020). Bisnis jual beli online dalam perspektif islam. Al Yasini: Jurnal
Keislaman, Sosial, Hukum Dan Pendidikan, 5(1), 57-68.
Rahayu, T., & Aenina, S. (2021). Analisis Akad Jual Beli E-Commerce Shoope Pay Later Dalam
Perspektif Ekonomi Islam”. Iqtishodiah: Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syariah, 3(2), 1-
15.
Pardiansyah, E. (2022). Konsep Riba Dalam Fiqih Muamalah Maliyyah dan Praktiknya Dalam
Bisnis Kontemporer. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 8(2), 1270-1285.
Naufal, A. (2019). Riba Dalam Al-Quran Dan Strategi Menghadapinya. Al Maal: Journal of Islamic
Economics and Banking, 1(1), 100-116.
Wati, I. M. (2021). Kontekstualisasi Riba dalam Jual Beli Emas Online (Studi terhadap Distributor
Mini Gold) (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Malang).
Istiqomah, L. (2020). Konsep Riba Dalam Al-Qur’an Dan Implikasinya Bagi Perekonomian. An-
Nisbah: Jurnal Perbankan Syariah, 1(1), 73-88.
Latif, H. (2020). Bahaya Riba dalam Perspektif Hadis. Jurnal Ilmiah Al-Mu'ashirah: Media Kajian
Al-Qur'an dan Al-Hadits Multi Perspektif, 17(2), 175-185.
Arifin, M. J. (2020). Keabsahan Akad Transaksi Jual Beli dengan Sistem Dropshipping dalam
Perspektif Ekonomi Islam. Lisyabab: Jurnal Studi Islam Dan Sosial, 1(2), 279-290.
Sapriadi, S. H. W., & Karunia, K. A. (2020). Riba Perspektif Sejarah Dan Religiusitas. Jurnal
Hukum Pidana Islam, 2(2).
Ridawati, M. (2020). Metode Tafsir Al-Qurthubi Mengenai Ayat Jual Beli & Riba Dalam Kitab Al-
Jami’Fi Ahkam Al-Qur’an. El_Huda, IAI Qomarul Huda Bagu NTB, 11(01), 41-59.
Fitriani, S. D., Retnosari, T., & Rohmawati, N. (2021). Digitalisasi Ekonomi Syariah Penerapan
Hukum-Hukum Islam Dalam Jual Beli Online. Jurnal Ekonomi Syariah, 6(1), 51-59.
Pakpahan, E. S. (2020). Pengharaman Riba dalam Islam. Jurnal Ilmiah Al-Hadi, 4(2), 865-876.
Wafa, A. (2019). POTENSI RIBA DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH (LKS) DI
KABUPATEN PONOROGO. Muslim Heritage, 4(1), 61-84.
Rasidin, M., Arzam, A., Zufriani, Z., & Witro, D. (2021). Hadis tentang Jual Beli dan Riba:
Implementasi Pada Sistem Kredit. EL MUDHORIB: Jurnal Kajian Ekonomi dan
Perbankan Syariah, 2(1), 20-29.
Ipandang, I., & Askar, A. (2020). Konsep riba dalam fiqih dan al-qur’an: Studi komparasi. Ekspose:
Jurnal Penelitian Hukum dan Pendidikan, 19(2), 1080-1090.
Nurhadi, N. (2019). Tematik Hadis Tentang Riba Dalam Kitab Shahih Bukhari. Syarikat: Jurnal
Rumpun Ekonomi Syariah, 2(1), 75-90.
Khaer, M., & Nurhayati, R. (2019). Jual beli taqsith (kredit) dalam perspektif hukum ekonomi
Islam. AL MAQASHIDI: Jurnal Hukum Islam Nusantara, 2(1), 99-110.
Asiyah, B. N., Yuliani, N. A., Amelia, E., & Nasiroh, F. (2020). Pelarangan riba dalam perbankan;
impact pada terwujudnya kesejahteraan di masa covid-19. Imara: Jurnal Riset Ekonomi
Islam, 4(1), 1-10.
Jamarudin, A., Anam, M. K., & Pudin, O. C. (2020). Bahaya Riba Dalam Ekonomi Islam Dalam
Perspektif Al-Qur’an. Shidqia Nusantara Jurnal Keuangan dan Perbankan, 1(1), 94-114.
Sarmedi, S. (2021). Jual Beli Valuta Asing Dalam Perspektif Hukum Islam. El-Ecosy: Jurnal
Ekonomi dan Keuangan Islam, 1(2), 211-236.
Badruzaman, D. (2019). Riba Dalam Perspektif Keuangan Islam. Al Amwal, (2), 49-69.
Said, R. A. (2020). Konsep al-qur’an tentang riba. AL ASAS, 5(2), 1-15.
Febrian, R. A., & Taufiq, M. (2023). Aktualisasi Pemahaman Konsep Riba Dalam Kegiatan
Muamalah Dalam Masyarakat (Studi Kasus Pada kegiatan Jual Beli di Pasar Tradisional
Pakan Sinayan). Jurnal Bisnis dan Manajemen (JURBISMAN), 1(1), 157-164.
Efendi, A. W., Saputra, R., Syarasfati, A., & Purnamasari, O. (2019, December). Meningkatkan
Kesadaran Masyarakat Pamulang Barat Dalam Menghindari Riba Melalui Sosialisasi
Perbankan Syariah. In Prosiding Seminar Nasional Pengabdian Masyarakat LPPM UMJ.
Effendi, S. (2019). Riba dan Dampaknya dalam Masyarakat dan Ekonomi. Tijarah: Jurnal Ekonomi
dan Bisnis, 2(18).
Arahman, R., & Lamusiah, S. (2020). Transaksi yang Mengandung Unsur Riba, Maysir, dan Gharar
dalam Kajian Tindak Tutur. Jurnal Ilmiah Telaah, 5(2), 28-35.
Yusuf, M. Y. (2020). Buku: Diskursus Riba dalam Transaksi Perbankan Syariah. Bandar
Publishing.
Nida, K., & Zafi, A. A. (2020). Perspektif Islam Terhadap Jual Beli Dengan Sistem Lelang. Al-Adl:
Jurnal Hukum, 12(2), 221-238.
Ulum, M. (2020). Prinsip-prinsip jual beli online dalam Islam dan penerapannya pada E-commerce
Islam di Indonesia. Jurnal Dinamika Ekonomi Dan Bisnis, 17(01).
Khairunisa, P. N. (2019). Etika Bisnis Dalam Islam Terhadap Transaksi Terlarang Riba dan Gharar.
LABATILA: Jurnal Ilmu Ekonomi Islam, 3(02), 190-203.

Anda mungkin juga menyukai