A. Pengertian Riba
Riba secara etimologi adalah tambahan. Diantaranya firman Allah
SWT, Apabila telah kami turunkan air diatasnya, hiduplah bumi dan
suburlah (Qs. Al-Hajj[22]: 5) maksudnya bertambah.
Dan secara terminology adalah Tambahan di dalam sesuatu yang
khusus.
Riba diharamkan dengan Al-Quran, hadits, ijma dan Qiyas. Allah SWT
berfirman , Dan Mengharamkan Riba (Al- Baqarah [2]:275)
Di dalam Shahih Muslim (1598) dari Jabir RA, dia berkata, Rasulullah
SAW melaknat orang yang memakan harta riba, yang mewakilkan, sekertaris
serta saksinya, perawi berkata; Mereka semua sama
Umat Islam sepakat mengenai keharamannya dan ia termasuk dosa
besar.
Riba adalah kezhaliman yang nyata dan analogi di dalam hokum
syariat yang adil adalah mengaharamkan kezhaliman.
B. Macam-Macam Riba
Riba berbagi menjadi 3 macam, yaitu:
1. Riba Fadhl: Hal tersebut berupa menjual sesuatu yang ditakar dengan
sesuatu yang ditakar juga yang sejenis, apabila keduanya merupakan
makanan atau barang perniagaan yang ditimbang yang sejenis, apabila
keduanya makanan, sekalipun jenisnya berbeda ; apabila keduanya dijual
dan salah satunya lebih besar dari yang lainnya.
2. Riba Nasiah: Menjual barang perniagaan yang ditakar dengan barang
perniagaan yang ditakar juga yang berupa makanan, serta barang
perniagaan yang ditimbang dengan barang perniagaan yang ditambang
juga, sekalipun keduanya bukan satu jenis. Maka diharamkan menjual
salah satunya dengan jenis lainnya secara tempo atau tidak melakukan
serah terima di tempat akad. Hal tersebut juga diharamkan. Akad
tersebut tidak sah berdasarkan ijma para ulama yang disandarka pada
nash-nash yang shahih yang jelas.
3. Riba Qardh: Seseorang meminjamkan sesuatu yang dapat dipinjamkan
kepada orang lain dan diisyaratkan kepadanya suatu manfaat sebagai
kompensasi
dari
pinjaman
seperti
menempati
rumah,
menaiki
yang dipinjam dan lain lain sebagainya. Ini adalah beberapa jenis harta
riba yang diharamkanoleh Allah SWT dan rasulnya.
Ibnu Qayyim membaginya ke dalam Khafi (samar) dan jail (jelas)
Al-Khafi: haram hukumnya karena ia merupakan wasilah menuju jail.
Maka pengharamannya merupakan pengharaman sarana menuju tujuan.
Dan ini adalah riba fadhl, hal tersebut terjadi apabila uang satu dirham
dijual dengan uang dirham yang menghantarkan kepada keuntungan
yang bersifat tempo. Ini adalah illat dari riba nasiah. Maka merupakan
hikmah Allah SWT untuk menutup sarana yang dapat menghantarkan
pada riba ini. Ia adalah hikmah yang rasional.
Al-Jali: adalah riba nasiah. Jenis riba yang dilakukan oleh masyarakat
jahiliyah. Pada umumnya jenis riba ini tidak dilakukan, kecuali oleh orang
yang membtuhkan, lalu harta tersebut berkembang pada orang yang
membutuhkan dengan tanpa ada manfaat yang diambil, sehingga utang
mencekiknya. Maka termasuk rahmat dari Allah SWT kepada makhluknya
hal ini diharamkan.
1. Riba jahiliyah: Al Jashahs berkata dalam Tafsirnya, Riba yang dikenal dan
dilakukan oleh masyarakat Arab adalah meminjamkan uang dirham dan
uang dinar sampai batas waktu tertentu dengan menmbahkan jumlah
yang dipinjamkan dengan kesepakatan mereka.
Allah SWT berfirman menyeru kepada orang yang melakukan hal itu,
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah
sisa
C. Bahaya Riba
1. Riba
dapat
membunuh
perasaan
kasih
saying
kepada
manusia.
dendam
kesumat
dan
menyebabkan
terputusnya
mengeksploitasi
kerja
keras
si
miskin
demi
menambah
kekayaannya, di mana kemudian harta tersebut lenyap dari tangantangan orang miskin dan para pekerja keras kepada brankas individuindividu terbatas, setelah itu harta mereka betumpuk, timbunan harta
mereka semakin banyak dari hasil usaha orang-orang miskin. Ini adalah
cara mencari harta yang tidak wajar. Fenomena seperti ini akan
menyebabkan permusuhan, dan menimbulkan bencana serta musibah
kepada masyarakat.
4. Riba dapat menarik manusia masuk ke dalam pengumulan, di mana
mereka
tidak
mampu
mengemban
dampaknya.
Dan
hal
tersebut
janganlah
yang lain dan janganlah kalian menjual perak dengan perak kecuali sama
nilainya dan janganlah kalian menambah sebagian perak atas sebagian yang
lain. Dan janganlah menjual sesuatu yang tidak ada dengan sesuatu yang
ada. (HR. Muttafaq Alaih)
sama.
Wala Tusyifu Badhaha Ala Badhin: Asyif adalah tambahan dan
keuntungan. Maksudnya janganlah kalian melebihkan sebagian
dan perak lafadz Ala yaitu untuk membedakan antara tambah dan
kurang.
710. Dari Ubadah bin Shamith RA, ia berkata: Rasulullah SAW
bersabda, Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum jenis syair
dengan gandum jenis syair juga, kurma dengan kurma, dan garam dengan
garam, sama nilainya, sama jenisnya langsung diterima. Apabila jenis-jenis
ini berbeda, maka juallah seebagaimana kehendak kalian apabila ia langsung
diterima. (HR. Muslim).
Maka barang siapa yang menambah atau memita tambahan, maka ia riba.
(HR. Muslim)
benda lainnya yaitu garam. Untuk diketahui bahwa semuanya sama di dalam
hokum.
2. Jenis barang perniagaan yang umum ini adalah jenis-jenis harta ribawi yang
tercakup di dalam teks hokum, sementara jenis lainnya para ulama hanya
mengqiyaskan dengannya.
3. Jenis suatu barang apabila dijual dengan barang yang sejenis juga seperti
emas dengan emas dan gandum dengan gandum, maka untuk sahnya akad
disyariatkan dua hal:
Pertama, kesepadanan
antara
keduanya,
yaitu
masing-masing
harta
perniagaan tidak saling melebihi. Ini yang dimaksud dengan sabda Nabi SAW,
Matslan Bimitslin dan sabda Nabi SAW, Janganlah melebihkan sebagian
dengan sebagian yang lain
Kedua, saling menerima di antara kedua belah pihak di tempat akad. Ini yang
dimaksud dengan sabda tangan dengan tangan dan Janganlah kalian
menjual barang yang tidak ada dengan barang yang ada.
4. Adapun apabila penjualan terjadi pada dua jenis barang seperti emas dan
perak atau gandum dengan kurma, maka tidak diisyaratkan kecuali waktu
satu hari saja , yaitu tidak melakukan akad, dan menerimanya di tempat
akad,
Inilah
ayng
dimaksud
dengan
sabda,
Langsung
serta
Dan
9. Apabila dua barang perniagaan terdiri dari jenis yang sama, maka harus
terealisasi kesepadanan dengan ukuran dari hukum syariat, yaitu takaran di
dalam biji-bijian, buah-buahan dan benda-benda cair. Maka tidak sah menjual
sesuatu yang basah dengan yang kering dan sesuatu yang mentah dengan
yang sudah masak. Selain itu tidak sah juga menjual yang masih berbentuk
biji dengan tepung, dan sebagainya yang terjadi dengan perbedaan sifat
yang tidak ada kesepadanan antara dua barang perniagaan yang ribawi
apabila terdiri dari jenis yang sama.
Al-Wazir berkata, para ulama sepakat bahwa sesuatu yang ditimbang tidak
boleh dijual dengan barang perniagaan sejenis, kecuali ia bisa ditimbang
juga. Demikian pula barang yang ditakar dengan barang yang ditakar juga,
karena tidak terealisasinya kesepadanan. Adapun sesuatu yang tidak dapat
seperti barang yang bergerak, maka ia dengan timbangan,
Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh berkata, Sesuatu yang tersimpan,
maka ia tidak mungkin
Sesungguhnya pendapat bahwa memiliki nilai adalah illat adanya riba pada
emas dan perak dan merupakan dalil yang paling jelas dan paling mendekati
kepada tujuan syariat. Ia adalah salah satu riwayat dari para Imam madzhab,
Malik, Abu Hanifah dan Ahmad. Ia juga pendapat yang dipilih oleh para
peneliti seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimayah dan muridnya Ibnul Qayyim
serta ulama lainnya.
Dan sesungguhnya Dewan Lembaga Fikih Rabithah Alam Islami pada
keputusan sidangnya nomor 6 pada 10/4/1402 H. setelah melakukan diskusi
di dalam masalah uang kertas, maka ia memutuskan sebagai berikut:
Berdasarkan bahwa yang dijadikan dasar di dalam keuangan, adalah emas
dan perak, dan bahwa illat berlakunya riba di dalam pendapat yang paling
shahih menurut ahli fikih pada emas dan perak saja sekalipun barang
tambang yang paling dasar. Dan bahwa uang kertas telah menjadi barang
yang memiliki niai dan telah menempati posisi emas dan perak di dalam
bertransaksi. Dengan uang kertas tersebut sesuatu dapat nilai di masa
modern ini karena tidak ada lagi transaksi dengan emas dan perak, serta
pelunasan dan pembebasan utang dapat terlaksana dengannya, sekalipun
nilainya tidak ada pada subtansinya melainkan pada unsur yang ada diluar.
Selain itu bahwa berdasarkan penelitian illat berlakunya riba pada emas dan
perak karena kepemilikan nilai dan ia terealisasi pada uang kertas.
Berdasarkan semua itu maka Dewan Lembaga Fikih Islam memutuskan
sebagai berikut: Sese=ungguhnya uang kertas adalah uang yang berdiri
sendiri. Ia memiliki hukum emas dan perak. Maka zakat wajib di dalamnya
dan riba juga berlaku dengannya, baik riba fadhl atau riba nasiah.
Sebagaimana terjadi dianalogikan kepadanya. Dengan demikian uang kertas
mengambil hokum uang emas dan perak pada zaman dahulu pada setiap
keharusan-keharusan yang dituntut oleh syariat hokum di slamnya dan ia
tidak usah dicarikan illat lagi sehingga kepemilikkan nilai merupakan illat
pada setiap uang dari jenis apa saja.
komunike-komunike
yang
membedakan
di
antara
keduanya, yaitu:
Menjual saham perusahaan yang bekerja mengeluarkan emas
dan perak
Memiliki dan
memberikan
emas
dari
penyerahan
dan
mengetahui
bahwa
illat
ribawi
emas
dan
perak
c. Boleh menjual secara barter dengan mata uang tertentu dengan mata
uang lainnya, apabila ia cash. Dengan demikian boleh menjual satu Lira
mata uang syuriah atauLibanon dengan
Saudi atau logam, lebih sedikit dari itu atau lebih lebih banyak dan
menjual satu Dolar Amerika dengan tiga Riyal Arab Saudi, lebih sedikit
atau lebih banyak apabila cash.
Hal seperti ini juga dibolehkan pada menjual secara barter uang Riyal
Arab Saudi yang berbentuk logam dengan uang Riyal Arab Saudi yang
berbentuk uang kertas, lebih sedikit atau lebih banyak sccara cash.
Karena hal tersebut diangap sebagai jual beli satu jenis barang dengan
jenis lainnya, hanya sama di dalam namanya disertai perbedaan di dalam
kenyataan.
Apa yang diputuska oleh jawatan ulama besar dapat apa yang diputuskan
oleh lembaga fikih Islam Rabithah Alam Islami dan Lembaga Fikih Islam
yang berafiliasi pada Organisasi Konfrensi Islam di Jeddah. Maka tidak
d.
tanpa
adnya
persyaratan
kesepadanan
dan
menjadikan
seperti inijuga. Apabila dua jenis tadi berbeda, maka tidak mengapa.
Dan makanan terdapat di dalam hadits riwayat Muslim (1519) dan Mamar
bin Abdullah:
Sesungguhny Nabi SAW melarang menjual makanan kecuali sejenis.
Pendapat ini adalah pendapat madzhab Imam Malik dan satu riwayat dari
Imam
Ahmad.
Ia
adalah
madzhab
Asy-SyafiI
dii
dalam
Qaul
Qadim.
Al-
muwaffaq, Ibnu Qudamah memilih pendapat ini. Demikian pula pengarang Syarh Al
Kabir dan Syaikhul Islam Taimiyah.
Dikatakan di dalam Al-Mughni, kesimpulannya bahwa unsur-unsur tersebut
ada tiga:
1. Sesungguhnya sesuatu yang terkumpul di dalamnya takaran, timbangan dan
makanan dari jenis yang sama, maka di dalamnya terdapat unsur riba dalam
satu riwayat seperti beras dan minyak. Ini adalah pendapat ulama di dunia
dan sekarang.
2. Sesuatu yang tidak dapat ditakar dan timbang dan bukan makanan dan
jenisnya berbeda, maka tidak ada riba di dalamnya, Menurut satu riwayat. Ini
adalah pendapat mayoritas ulama. Hal seperti ini seperti jerami dan biji
kurma.
3. Sesuatu yang di dalamnya berupa makanan saja, atau barang perniagaan
yang hanya dapat ditakar dan ditimbang saja dari satu jenis, maka di
dalamnya ada dua riwayat.
Pertama, halal insya Allah, karena di dalam keharamannya tidak ada dalil yang
kuat.
Pendapat yang shahih adalah pendapat terdahulu bahwa riba terdapat pada
sesuatu yang terkumpul di dalamnya takaran dan timbangan serta makanan.
Maka ketiadaan dua ikatan atau ketiadaan salah satunya, maka tidak riba,
Wallahu Alam.
Takhrij Hadits
Ditakhrij oleh:
1. Al-Bukhari di dalam Kitab: Al-Buyu, Bab:Al-Buyu, Bab: Bai Al-Fidhdhah
Bi Al-Fidhdhah (nomor 2177).
2. At-Tirmidzi di dalam Kitab: Al-Buyu, Bab: Maa Jaaa Fii Ash-Sharf
(nomor 1241).
3. An-NasaI di dalam Kitab: Al-Buyu, Bab: Bai Adz-Dzahab Bi Adzhab
4031.
memberitahukan
kepada
kami,
(H)
dan
Muhammad
bin
Laits
Rumh
telah
telah
(H) Muhammad bin Al-Mutsanna telah memberitahukan kepada kami, Ibnu Abi Adi
telah memberitahukan kepada kami, dari Ibnu Aun. Mereka semua meriwayatkan
dari Nafi dengan redaksi hadits yang sama dengan milik Al-Laits dari Nafi, dariAbu
Said Al-Khudri, dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.
Takhrij Hadits
Telah ditakhrij sebelumnya, lihat hadits nomor 4030.
4033. Qutaibah bin Said telah memberitahukan kepada kami, Yaqub-Ibnu
Abdurrahman Al-Qari elah memberitahukan kepada kami, dari Suhail, dari
ayahnya, dari Abu Said Al-Khudri, Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam bersabda, Janganlah menjual emas dengan emas dan perak dengan perak
kecuali sama timbangannya, kadarnya, dan ukurannya.
Takhrij Hadits
Ditakhrij hanya oleh Muslim, Tuhfah Al-Asyraf (nomor 4026)
4034. Abu Ath-Thahir, Harun bin Said Al-Ayli, dan Ahmad bin Isa telah
memberitahukan kepadaku, mereka berkata, Ibnu Wahb telah memberitahukan
kepada kami, Makhramah bin Bukair telah mengabarkan kepadaku, dari Ayahnya
(Bukair) berkata, Aku mendengar Sulaiman bin Yasar berkata, bahwa dia
mendengar Malik membacakan hadits dari Utsman bin Affan, sesungguhnya
Rasululah Shallallahu Alaihi wa Salam bersabda, Janganlah menjual satu dinar
dengan dua dinar dan satu dirham dengan dua dirham
Takhrij Hadits
Ditakhrij hanya oleh Muslim, Tuhfah Al-Asyraf (nomor 9863).
Tafsir Hadits: 4030-4034
Kata ( Riba) berasal dari kata . Bentuk gandanya adalah ,. .
Para ulama Kufah menuliskannya dengan huruf ya di akhir kata, yaitu dan
Namun ulama Bashrah menyalahkan pendpa tersebut. Para ulama mengatakan
Terkadang penduduk Kufah menuliskannya dalam mushaf dengan huruf waw ,
. Al-Farra mengatakan, Mereka menulis huruf waw karena penduduk Hijaz belajar
kaligrafi dari penduduk Hirah di mana mereka membaca dengan
sehinga
mereka mengajarkan orang lai seperti yang mereka pelajari. Abu Simak Al;Adawi
juga membaca dengan huruf waw. Sementara hamzah dan Al;KisaI membaca
dengan imalah (membaca dengan kasrah yang agak condong berbunyi eedrt),
karena huruf ra berbaris kasrah, . Sebagian ulama membaca dengan
menebalkan bacaan huruf ra karena karena huruf ya berbaris fathah, pada
dasarnya, huruf terakhir boleh menggunakan alif, waw, dan ya. Pakar bahasa Arab
mengatakan, Kata
adalah bacaan lain dari riba. Begitu juga dengan
ulama
selain
pengikut
mazhab
zhahiri
menyatakan, bahwa praktek riba tidak hanya dalam enam hal itu, namun
merambah pada hal-hal yang memiliki kesamaan illat (sebab) dengan
keenam hal yang tersebut. Pada titik inilah mereka berbeda pendapat, yaitu ;
apakah sebab yang menjadi penyebab keharaman keenam hal tersebut? .
Menurut Imam SyafiI sebab dalam emas dan perak adalah keduanya sebagai
uang atau alat tukar. Sehingga riba pada keduanya tidak merambah pada
hal-hal yang ditimbang atau ditakar, karena tidak ada kesamaan sebab.
Sementara sebab dalam empat barang selain keduanya(gandum, jewawut,
kurma, dan garam) adalah menjadi makanan yang dikonsumsi . Sehingga
setiap barag yang bersifat makanan dan dikonsumsi berlaku riba di
dalamnya. Menurut Imam Malik, sebab pengharaman dalam emas dan perak
sama dengan pendapat Imam Syafii. Sementara sebab pengharaman dalam
keempat barang selainnya adalah kelayakannya disimpan sebagai makanan
pokok. Sehingga hokum riba dapat merambah pada kismis, karena sama
dengan kurma, dan juga pada kapas karena sama dengan gandum. Menurut
Imam Abu Hanifah, sebab pengharaman dalam emas dan perak adalah
timbangan dan dalam empat barang selainnya adalah takaran. Berarti besi ,
baja, dan lainnya yang kepastian kadarnya ditentukan dengan cara ditimbang
itu dapat terkena hokum riba. Begitu juga setiap hal yang ditakar, seperti
batu kapur, garam abu (kalium karbonat), dan lainnya. Menurut Said bin AlMusayyab, Ahmad bin Hanbal, dan SyafiI dalam pendapatnya yang lama,
sebab pengharaman dalam empat hal itu adalah makanan yang ditimbang
atau ditakar. Jadi pendapat ini riba tidak berlaku pada buah semangka,
kelapa, dan lainnya yang tidak ditimbangdan ditakar.
Berikut ini adalah kesepakatan ulama berkenaan dengan jual beli
barang-barang yang berlaku riba padanya:
1. Boleh menjulbelikan barang-barang ribawi (yang berlaku riba padanya)
yang
sebab
pengharamannya
tidak
sama,
baik
dengan
cara
memberikan barang secara tidak tunai. Ada yang mengatakan, Disebut Sharf
karena kedua barang tersebut hamper sma dalam timbangannya.
Sabda Rasullullahu Alaihi wa Salam,
Jaganlah mejual emas dengan emas dan perak dengan perak kecuali sama
kadarnya. Para ulama fikih menyatakan, hadits ini mencakup segala macam emas
dan perak, baik yang bagus maupun yang jelek, baik yang utuh maupun yang
sudah pecah, lempengan atau sudah berupa perhiasan, baik emas mrni atau
campuran, dan lainnya. Ketentuan ini telah disepakati oleh para ulama fikih.
Sabda Rasullullahu Shallallahu Alaihi wa Salam, BAHASA BAHASA Jangan
melebihkan salah satunya atas yang lain. Kata BAHASA artinya jangan melebihkan.
Kata BAHASA disamping diartikan bertambah juga diartikan berkurang. Kata
BAHASA merupakan salah satu yang mempunyai dua makna yang saling
bertentangan. Dikatakan, BAHASA artinya diran itu bertambah atau berkurang.
Sabda Rasullullahu Alaihi wa Salam, BAHASA BAHASA Dan jaganlah menjual
sesuatu yang berjangka dngan sesuatu yang konstan. Kata BAHASA artinya barang
yang ada ditempat transaksi (konstan). Kata BAHASA artinya bang yang tidak ada
tempat trasaksi. Ulama fikih telah sepakat atas keharaman transaksi emas dengan
emas atau dengan perak yang model pembayarannya dtangguhkan (berjangka).
Begitu juga gandum dengan gandum, jewawut dengan jewawut, atau dua barang
yang sama dalam sebab pengharamannya. Jika terjadi transaksi satu dinar dengan
satu dinar yang kedunya dalam tanggungan masing-masing pihak pembeli dan
penjual, setelah itu keduanya mengeluarkan kepunyaannya atau menyuruh
pembantunya mengambil di rumahnya, lalu keduanya melakukan serah terima di
tempat transaksi itu, maka menurut ulama mazhab SyafiI kasus seperti ini boleh
dan sah, karena syarat yang utama adalah keduanya tidak meninggalkan tempat
transaksi dalam keadaan tangan kosong. Untuk itulah dalam riwayat lain Sabda
Rasullullahu Alaihi wa Salam bersabda, Dan janganlah menjual sesuatu yang
berjangka dengan sesuatu yang konstan kecuali diterima scara langsung.
Adapun pernyataan Al-Qadhi Iyadh bahwa para ulama telah sepakat atas
ketidakbolehan transaksi yang pembayarannya salah satu pihak dilakukan secara
tangguh atau barang tidak ada di tempat transaksi, maka pertanyaan ini tidak
tepat, karena Imam SyafiI, lama mazhab SyafiI, dan lainnya telah menyepakati
kebolehan model transaksi yang aku sebutkan diatas. Wallahu Alam