Anda di halaman 1dari 19

RIBA

A. Pengertian Riba
Riba secara etimologi adalah tambahan. Diantaranya firman Allah
SWT, Apabila telah kami turunkan air diatasnya, hiduplah bumi dan
suburlah (Qs. Al-Hajj[22]: 5) maksudnya bertambah.
Dan secara terminology adalah Tambahan di dalam sesuatu yang
khusus.
Riba diharamkan dengan Al-Quran, hadits, ijma dan Qiyas. Allah SWT
berfirman , Dan Mengharamkan Riba (Al- Baqarah [2]:275)
Di dalam Shahih Muslim (1598) dari Jabir RA, dia berkata, Rasulullah
SAW melaknat orang yang memakan harta riba, yang mewakilkan, sekertaris
serta saksinya, perawi berkata; Mereka semua sama
Umat Islam sepakat mengenai keharamannya dan ia termasuk dosa
besar.
Riba adalah kezhaliman yang nyata dan analogi di dalam hokum
syariat yang adil adalah mengaharamkan kezhaliman.

B. Macam-Macam Riba
Riba berbagi menjadi 3 macam, yaitu:
1. Riba Fadhl: Hal tersebut berupa menjual sesuatu yang ditakar dengan
sesuatu yang ditakar juga yang sejenis, apabila keduanya merupakan
makanan atau barang perniagaan yang ditimbang yang sejenis, apabila
keduanya makanan, sekalipun jenisnya berbeda ; apabila keduanya dijual
dan salah satunya lebih besar dari yang lainnya.
2. Riba Nasiah: Menjual barang perniagaan yang ditakar dengan barang
perniagaan yang ditakar juga yang berupa makanan, serta barang
perniagaan yang ditimbang dengan barang perniagaan yang ditambang
juga, sekalipun keduanya bukan satu jenis. Maka diharamkan menjual
salah satunya dengan jenis lainnya secara tempo atau tidak melakukan
serah terima di tempat akad. Hal tersebut juga diharamkan. Akad
tersebut tidak sah berdasarkan ijma para ulama yang disandarka pada
nash-nash yang shahih yang jelas.
3. Riba Qardh: Seseorang meminjamkan sesuatu yang dapat dipinjamkan
kepada orang lain dan diisyaratkan kepadanya suatu manfaat sebagai
kompensasi

dari

pinjaman

seperti

menempati

rumah,

menaiki

kendaraaan atau mengembalikan sesuatu yang lebih baik dari barang

yang dipinjam dan lain lain sebagainya. Ini adalah beberapa jenis harta
riba yang diharamkanoleh Allah SWT dan rasulnya.
Ibnu Qayyim membaginya ke dalam Khafi (samar) dan jail (jelas)
Al-Khafi: haram hukumnya karena ia merupakan wasilah menuju jail.
Maka pengharamannya merupakan pengharaman sarana menuju tujuan.
Dan ini adalah riba fadhl, hal tersebut terjadi apabila uang satu dirham
dijual dengan uang dirham yang menghantarkan kepada keuntungan
yang bersifat tempo. Ini adalah illat dari riba nasiah. Maka merupakan
hikmah Allah SWT untuk menutup sarana yang dapat menghantarkan
pada riba ini. Ia adalah hikmah yang rasional.
Al-Jali: adalah riba nasiah. Jenis riba yang dilakukan oleh masyarakat
jahiliyah. Pada umumnya jenis riba ini tidak dilakukan, kecuali oleh orang
yang membtuhkan, lalu harta tersebut berkembang pada orang yang
membutuhkan dengan tanpa ada manfaat yang diambil, sehingga utang
mencekiknya. Maka termasuk rahmat dari Allah SWT kepada makhluknya
hal ini diharamkan.
1. Riba jahiliyah: Al Jashahs berkata dalam Tafsirnya, Riba yang dikenal dan
dilakukan oleh masyarakat Arab adalah meminjamkan uang dirham dan
uang dinar sampai batas waktu tertentu dengan menmbahkan jumlah
yang dipinjamkan dengan kesepakatan mereka.

Allah SWT berfirman menyeru kepada orang yang melakukan hal itu,
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah
sisa

riba (yang belum dipunggut) jika kamu orang-orang yang beriman. .

maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba)maka ketahuilah


bahwa Allah dan rasulnya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari
pengembalian riba, maka bagimu pokok hartamu: kamu tidak menganiaya
dan tidak (pula) dianiaya. (Qs. Al-Baqarah[2]: 279)
Ini adalah teks hukum sangat jelas bahwa uang berhak dimiliki oleh
piutang adalah uang pokoknya saja, tanpa ada tambahan. Hal itu karena
kebiasaan mereka apabila batas penulisan utang salah seorang dari mereka
yang kesusahan sudah jatuh tempo, maka mereka berkata kepadanya,
Apakah engkau mau melunasinya atau akan berbunga. Dengan demikian
pemilik harta mendapat tambahan uang dengan bunga. Mereka melakukan

hal tersebut berkali-kali sampai utang tersebut bertumpuk. Itulah firman


Allah SWT, Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba
dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu
mendapatkan keberuntungan. (Qs. Aal- Imran [3]: 130)

C. Bahaya Riba
1. Riba

dapat

membunuh

perasaan

kasih

saying

kepada

manusia.

Sesungguhnya pelaku riba tidak ragu-ragu lagi dalam menghabiskan


harta orang yang berhutang. Oleh karena itu Islam menganggap riba
sebagai ekonomi kemungkaran yang sangat besar dosanya. Karena ia
tidak sesuai dengan jaran agama Islam yang menganjurkan tolong
menolong.
2. Riba dapat menyebabkan permushan dan kebencian di antara individu,
menimbulkan

dendam

kesumat

dan

menyebabkan

terputusnya

silaturahmi dan difitnah.


3. Islam melontarkan ide pengharaman riba kepada unsur merealisasikan
persamaan di antara individu agar orang yang kaya cukup dengan pokok
hartanya dan menyerahkan keras, upaya yang sungguh-sungguh, rasa
capek dan penderitaan kepada orang miskin. Orang kaya yang tidak
boleh

mengeksploitasi

kerja

keras

si

miskin

demi

menambah

kekayaannya, di mana kemudian harta tersebut lenyap dari tangantangan orang miskin dan para pekerja keras kepada brankas individuindividu terbatas, setelah itu harta mereka betumpuk, timbunan harta
mereka semakin banyak dari hasil usaha orang-orang miskin. Ini adalah
cara mencari harta yang tidak wajar. Fenomena seperti ini akan
menyebabkan permusuhan, dan menimbulkan bencana serta musibah
kepada masyarakat.
4. Riba dapat menarik manusia masuk ke dalam pengumulan, di mana
mereka

tidak

mampu

mengemban

dampaknya.

Dan

hal

tersebut

terkadang terjadi pada kehidupan pelaku riba (rentenir).


D. Syarah Bulughul Maram
709. Dari Abu Said Al-Khudri RA, sesungguhnya Rasulullah SAW
bersabda,Janganlah kalian menjual emas dengan emas kecuali ia sama
nilainya dan

janganlah

kalian melebihkan sebagian emas atas sebagian

yang lain dan janganlah kalian menjual perak dengan perak kecuali sama

nilainya dan janganlah kalian menambah sebagian perak atas sebagian yang
lain. Dan janganlah menjual sesuatu yang tidak ada dengan sesuatu yang
ada. (HR. Muttafaq Alaih)

Kosa kata Hadits

Adz-dzahab bi Adz-Dzahab (emas dengan emas): Menjual salah


satu dari barang perniagaan dengan yang lainnya. Ini yang
dinamakan dengan jual beli barter. Karena ia berpaling dari
tuntutan penjualan dari ketidakbolehan membelanjakan sebelum
ada penerimaan (serah terima). Ada pendapat mengatakan karena

adanya kesamaan diantara keduanya di dalam timbangan.


Mitslan bi mitslin : maksudnya, keberadaan keduanya sejenis dan

sama.
Wala Tusyifu Badhaha Ala Badhin: Asyif adalah tambahan dan
keuntungan. Maksudnya janganlah kalian melebihkan sebagian

dengan sebagian yang lain.


Al-Wariq: adalah perak yang sudah tercetak.
Al Farabi berkata, Al Wariq adalah harta dari uang dirham.
Binaajizin: Yang dimaksud adalah yang ada. Dalam arti lain menjual

sesuatu yang tidak ada ketika akad.


Badhaha Ala Badhin: Dhamir (kata ganti) kembali kepada emas

dan perak lafadz Ala yaitu untuk membedakan antara tambah dan
kurang.
710. Dari Ubadah bin Shamith RA, ia berkata: Rasulullah SAW
bersabda, Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum jenis syair
dengan gandum jenis syair juga, kurma dengan kurma, dan garam dengan
garam, sama nilainya, sama jenisnya langsung diterima. Apabila jenis-jenis
ini berbeda, maka juallah seebagaimana kehendak kalian apabila ia langsung
diterima. (HR. Muslim).

Kosa kata hadits

Adz-Dzahab bi Adz-Dzahab: Maksudnya menjual emas dengan

emas. Demikian pula diukur pada benda lainnya.


Al Bur bil Bur: Adalah biji gandum.
Al Milh: Para ahli kimia berkata, Garam adalah susunan kimia yang
terjadi dari barang tambang Yng menepati posisi hidroen dari salah

satu zat asam. Garam digunakan untuk menambah kelezatan

makanan dan menjaganya.


Matslan Bimitslin Sawaan bi Sawain: At-Tamatsul lebih umum dari
sekedar di dalam ukuran. Berbeda dengan istilah musawah. Oleh
karena itu, Nabi menguatkan dengan sabdanya, sama-sama yang
artinya sesungguhnya keduanya sama, maka tidak ada kelebihan

dari yang lainnya.


Yadan bi Yadin: Tangan adalah bagian anggota tubuh manusia. Ia
dari undak sampai ujung jari. Yang dimaksud di sini masing-masing
pembeli dan penjual memegang kompensai apa yang ia bayarkan
di tempat akad.

711. Dari Abu Hurairah RA, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda,


Emas dengan emas, dengan

timbangan yang sama, sama juga nilainya.

Maka barang siapa yang menambah atau memita tambahan, maka ia riba.
(HR. Muslim)

Kosa kata Hadits

Al Fidhdhah: Para ahli kimia modern berkata, Al Fidhdhah adalah


unsur barang tambang yang putih yang dapat dimusnahkan,
dipukul dan mengkilap. Perak adalah jenis logam yang paling
banyak menghasilkan panas dan listrik. Perak adalah elemen yang
baik yang digunakan untuk penempaan ulang, sebagaimana zat

garam dapat digunakan di dalam photografi.


Waznan bi Waznin: Maksudnya emas dijual dengan emas dalam

keadaan ditimbang dengan timbangan yang sama.


Istazaada: Maksudnya meminta tambah

Hal-Hal Penting dari Tiga Hadits


1. Hadits-hadits ini adalah hadits-hadits pokok di dalam masalah ini, sehingga
Nabi SAW menganggapnya sebagai dasar hukum. Nabi mengemukakan dua
jenis uang dan empat jenis makanan sebagai pemberitahuan bahwa illat dari
riba adalah bernilai atau makanan dan mengumumkan bahwa riba terdapat
pada dua unsur yang disebutkan, yaitu yang bernilai atau makanan dari
gandum bur, gandum syair dan kurma atau sesuatu yang ditujukan kepada

benda lainnya yaitu garam. Untuk diketahui bahwa semuanya sama di dalam
hokum.
2. Jenis barang perniagaan yang umum ini adalah jenis-jenis harta ribawi yang
tercakup di dalam teks hokum, sementara jenis lainnya para ulama hanya
mengqiyaskan dengannya.
3. Jenis suatu barang apabila dijual dengan barang yang sejenis juga seperti
emas dengan emas dan gandum dengan gandum, maka untuk sahnya akad
disyariatkan dua hal:
Pertama, kesepadanan

antara

keduanya,

yaitu

masing-masing

harta

perniagaan tidak saling melebihi. Ini yang dimaksud dengan sabda Nabi SAW,
Matslan Bimitslin dan sabda Nabi SAW, Janganlah melebihkan sebagian
dengan sebagian yang lain
Kedua, saling menerima di antara kedua belah pihak di tempat akad. Ini yang
dimaksud dengan sabda tangan dengan tangan dan Janganlah kalian
menjual barang yang tidak ada dengan barang yang ada.
4. Adapun apabila penjualan terjadi pada dua jenis barang seperti emas dan
perak atau gandum dengan kurma, maka tidak diisyaratkan kecuali waktu
satu hari saja , yaitu tidak melakukan akad, dan menerimanya di tempat
akad,

Inilah

ayng

dimaksud

dengan

sabda,

Langsung

serta

Dan

janganlah melakukan penjualan sesuatu yang tidak ada dengan sesuatu


yang ada,
5. Jenis adalah sesuatu yang memiliki nama khusus yang mencakup beberapa
nau. Nau

adalah sesuatu yang mencakup berbagai sesuatu dengan

identitasnya masing-masing. Terkadang Nau menjadi jenis dan sebaliknya.


Yang dimaksud di sini adalah jenis khusus seperti gandum tidak umum yang
berarti biji-bijian. Yang dimaksud di sini adalah Nau yang khusus, yaitu yang
bernilai bukan umm yaitu gandum.
6. Para ulama sepakat tentang diharamkannya saling melebihkan di dalam satu
jenis dari beberapa jenis yang enam yang dinyatakan oleh hadits Ubadah bin
Shamith.
7. Para ulama sepakat mengenai dibolehkannya melebihkan di antara jenis
yang ada apabila salah satunya djual denan yang lainnya dengan syarat
diterima di tempat berdasarkan sabda Nabi SAW,
8. Yang dimaksud dengan tempat akad, adalah tempat jual beli, baik kedua
belah pihak dalam keadaan duduk, berjalan atau berkendaraan. Yang di
maksud dengan berpisah adalah apa yang dianggap oleh masyarakat
sebagai perpisahan menurut kebiasaan.

9. Apabila dua barang perniagaan terdiri dari jenis yang sama, maka harus
terealisasi kesepadanan dengan ukuran dari hukum syariat, yaitu takaran di
dalam biji-bijian, buah-buahan dan benda-benda cair. Maka tidak sah menjual
sesuatu yang basah dengan yang kering dan sesuatu yang mentah dengan
yang sudah masak. Selain itu tidak sah juga menjual yang masih berbentuk
biji dengan tepung, dan sebagainya yang terjadi dengan perbedaan sifat
yang tidak ada kesepadanan antara dua barang perniagaan yang ribawi
apabila terdiri dari jenis yang sama.
Al-Wazir berkata, para ulama sepakat bahwa sesuatu yang ditimbang tidak
boleh dijual dengan barang perniagaan sejenis, kecuali ia bisa ditimbang
juga. Demikian pula barang yang ditakar dengan barang yang ditakar juga,
karena tidak terealisasinya kesepadanan. Adapun sesuatu yang tidak dapat
seperti barang yang bergerak, maka ia dengan timbangan,
Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh berkata, Sesuatu yang tersimpan,
maka ia tidak mungkin

dijual kecuali dengan takaran, maka ia dapat

dianggap sebagai barang dengan timbangan.


Syaikhul Islam berkata, Pendapat yang paling jelas bahwa illat riba di dalam
emas dan perak adalah, ia memiliki nilai, bukan timbangan sebagaimana
dikatakan oleh mayoritas ulama.

Dewan ulama besar berkata di dalam keputusannya

Sesungguhnya pendapat bahwa memiliki nilai adalah illat adanya riba pada
emas dan perak dan merupakan dalil yang paling jelas dan paling mendekati
kepada tujuan syariat. Ia adalah salah satu riwayat dari para Imam madzhab,
Malik, Abu Hanifah dan Ahmad. Ia juga pendapat yang dipilih oleh para
peneliti seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimayah dan muridnya Ibnul Qayyim
serta ulama lainnya.
Dan sesungguhnya Dewan Lembaga Fikih Rabithah Alam Islami pada
keputusan sidangnya nomor 6 pada 10/4/1402 H. setelah melakukan diskusi
di dalam masalah uang kertas, maka ia memutuskan sebagai berikut:
Berdasarkan bahwa yang dijadikan dasar di dalam keuangan, adalah emas
dan perak, dan bahwa illat berlakunya riba di dalam pendapat yang paling
shahih menurut ahli fikih pada emas dan perak saja sekalipun barang
tambang yang paling dasar. Dan bahwa uang kertas telah menjadi barang
yang memiliki niai dan telah menempati posisi emas dan perak di dalam
bertransaksi. Dengan uang kertas tersebut sesuatu dapat nilai di masa

modern ini karena tidak ada lagi transaksi dengan emas dan perak, serta
pelunasan dan pembebasan utang dapat terlaksana dengannya, sekalipun
nilainya tidak ada pada subtansinya melainkan pada unsur yang ada diluar.
Selain itu bahwa berdasarkan penelitian illat berlakunya riba pada emas dan
perak karena kepemilikan nilai dan ia terealisasi pada uang kertas.
Berdasarkan semua itu maka Dewan Lembaga Fikih Islam memutuskan
sebagai berikut: Sese=ungguhnya uang kertas adalah uang yang berdiri
sendiri. Ia memiliki hukum emas dan perak. Maka zakat wajib di dalamnya
dan riba juga berlaku dengannya, baik riba fadhl atau riba nasiah.
Sebagaimana terjadi dianalogikan kepadanya. Dengan demikian uang kertas
mengambil hokum uang emas dan perak pada zaman dahulu pada setiap
keharusan-keharusan yang dituntut oleh syariat hokum di slamnya dan ia
tidak usah dicarikan illat lagi sehingga kepemilikkan nilai merupakan illat
pada setiap uang dari jenis apa saja.

Keputusan Lembaga Fikih Islam mengenai Perdagangan Emas


Sebagai Solusi dari Hukum Syariat terhadap Tekumpulnya Dua
Jenis Transaksi Penukaran Uang dan akad Pemindahan Utang
Keputusan Nomor 84
Sesungguhnya Dewan Lembaga Fkih Islam yang melaksanakan muktamarnya
yang kesembilan di Abu Dhabi di Negara Unit Emirat Arab dari tanggal 1-6
Dzulqadah 1415 H. (1-6 April 1995).
Setelah menelaah kajian-kajian yang sampai kepada lembaga, khususnya
mengenai masalah Perdagangan emas, solusi dari hokum syariat terhadap
terkumpulnya dua transaksi penukaran uang dan pemindahan utang.
Setelah mendengarkan diskusi yang terjadi, maka diputuskan sebagai
berikut:
Pertama, mengenai perdagangan emas.
a) Menjual emas dan perak diperbolehkan dengan cek hanya saja
penerimaan barangnya harus di tempat akad/
b) Memperkuat pendapat umum para ahli fikih yang mengatakan
ketidakbolehan menukar perhiasa emas dengan perhiasan emas
lainnya yang timbangannya lebih berat karena di dalam penukaran
emas dengan emas lainnya tidak melihat keelokan dan bentuknya.
Oleh karena itu lembaga melihat ketidakbutuhan mengkaji masalah ini,
karena memperhatikan keberadaan masalah ini yang tidak ada

realisasi pengalamannya, karena sudah tidak adanya transaksi dengan


mata uang emas setelah uang emas setelah uang kertas menempati
posisinya. Uang kertas jika dibandingkan dengan emas, maka ia
dianggap sebagai jenis lain.
c) Boleh menukar satu ukuran emas dengan ukuran lainnya yang lebih
sedikit yang digabungkan padanya jenis lain. Hal tersebut karena
tambahan di dalam salah satu dari dua kompensasi dihadapkan pada
jenis lain berkompetensi yang kedua.
d) Bahwa masalah-masalah berikut membutuhkan kepada riset-riset
ilmiah dan hokum, maka pengambiln keputusan ditunda setelah
ditetapkan

komunike-komunike

yang

membedakan

di

antara

keduanya, yaitu:
Menjual saham perusahaan yang bekerja mengeluarkan emas

dan perak
Memiliki dan

memberikan

emas

dari

penyerahan

dan

penerimaan dokumen yang memiliki ukuran nilai uang tertentu


yang ada pada brankas pihak yang mengeluarkan dokumen
tersebut, di mana ia bisa memperoleh emas atau bertransaksi di
dalamnya kapan saja.
Kedua, mengenai solusi dari hokum syariat terhadap berkumpulnya akad
penukaran uang dan pemindahan utang. (Hiwalah)
a) Hiwalah (pemindahan utang) yang diajukan dengan jenis mata uang
tertentu, lalu orang yang memintanya ingin memindahkan dengan
mata uang yang sama, maka dibolehkan secara hokum syariat, baik
dengan tanpa kompensasi atau dengan kompensasi di dalam batasbatas ongkos kerja. Apabila tanpa kompensasi, maka ia termasuk jenis
hiwalah mutlak bagi ulama yang tidak mensyaratkan orang yang
menerima pemindahan uang memiliki utang. Mereka adalah mazhab
Abu Hanifah. Hiwalah menurut ulama lain disebutkan sebagai surat
perintah pembayaran, yaitu pemberian harta dari seorang kepada
orang lain agar ia memberikannya kepada orang yang bertanggung
jawab atau kepada wakilnya di Negara lain. Apabila ia dengan
kompensasi, maka ia berarti perwakilan dengan upah. Apabila orangorang yang melakukan pelaksanaan hiwalah bekerja untuk masyarakat

umum, maka mereka harus menjamin keuangannya, sebagaimana


berlaku atas jaminan seorag pekerja dalam persekutuan.
b) Apabila tuntutan di dalam hiwalah, membayarnya dengan mata uang
yang diajukan dari orang yang memitanya, maka prosesnya terjadi dari
pernukaran uang dan hiwalah sesuai dengan yang diisyaratkan dalam
poin A.
Dan proses penukaran uang dilaksanakan sebelum ada hiwalah, yaitu
pelaku menyerahkan uang kepada bank dan membuat perjanjian yang
tertulis di dalam buku setelah terjadi kesepakatan pada harga penukaran
uang yang ditetapkan di dalam dokumen yang diserahkan kepada pelaku,
lalu hiwalah terjadi sesuai dengan yang telahh dikemukakan. Wallahu
Alam.
10.Kkk
11.Uang Kertas
Setelah kami

mengetahui

bahwa

illat

ribawi

emas

dan

perak

adalahkepemilikan nilai, maka lembaga-lembaga fikih memutuskan bahwa


illat dalam uang kertas adalah kepemilikan nilai juga.
Ulama-ulama besar pada kerajaan Arab Saudi di dalam keputusannya nomor
10 mengatakan sesungguhnya uang kertas dianggap sebagai uang secara
independendent seperti posisi emas dan perak serta benda-benda lain yang
bernilai. Uang kertas terdiri dari berbagai jenis yang banyaknya tergantung
pada banyaknya pihak yang mengeluarkan. Maksudnya bahw uang kertas
Negara Amerika Serikat adalah salah satu jenis yang lain dan demikian
seteusnya bahwa masingmasing mata uang kertas memiliki jenis tersendiri
dan berlaku padanya hokum-hukum syariat sebagai berikut:
Pertama, terdapatnya riba di dalam emas dan perak dan ini menuntut hal-hal
berikut:
a. Tidak boleh menjual/menukar uang dari jenis yang sama, atau menukar
dengan mata uang lain dari emas dan perak atau selain keduanya yang
bersifat nasiah (tempo). Dengan demikian tidak boleh menjual satu dolar
Amerika dengan lima Riyal Arab Saudi, baik lebih sedikit atau lebih
banyak dengan tempo.
b. Tidak boleh menjual secara barter jenis yang sama, dengan cara
melebihkan, baik hal tersebut dengan tempo atau cash. Misalnya menjual
sepuluh Riyal uang kertas Arab Saudi dengan sebelas Riyal.

c. Boleh menjual secara barter dengan mata uang tertentu dengan mata
uang lainnya, apabila ia cash. Dengan demikian boleh menjual satu Lira
mata uang syuriah atauLibanon dengan

satu Riyal uang kertas Arab

Saudi atau logam, lebih sedikit dari itu atau lebih lebih banyak dan
menjual satu Dolar Amerika dengan tiga Riyal Arab Saudi, lebih sedikit
atau lebih banyak apabila cash.
Hal seperti ini juga dibolehkan pada menjual secara barter uang Riyal
Arab Saudi yang berbentuk logam dengan uang Riyal Arab Saudi yang
berbentuk uang kertas, lebih sedikit atau lebih banyak sccara cash.
Karena hal tersebut diangap sebagai jual beli satu jenis barang dengan
jenis lainnya, hanya sama di dalam namanya disertai perbedaan di dalam
kenyataan.
Apa yang diputuska oleh jawatan ulama besar dapat apa yang diputuskan
oleh lembaga fikih Islam Rabithah Alam Islami dan Lembaga Fikih Islam
yang berafiliasi pada Organisasi Konfrensi Islam di Jeddah. Maka tidak
d.

dibutuhkan untuk menukil secara panjang lebar keputusan keduanya.


Ibnu Qayyim berkata: boleh menjual prhiasan emas dan perak yang
sejenis

tanpa

adnya

persyaratan

kesepadanan

dan

menjadikan

kelebihannya sebagai kompensasi biaya pembuatan.


Adapun mejelis Dewan ulama-ulama besar, mereka mengeluarkan
keputusan ketidakbolehan menjual perhiaan emas dan perak yang sejenis
dengan melebihkan sebagai kompensasi upah pembuatan dalam salah
satu sari dua barang perniagaan.

Perbedaan Pendapat di Kalangan Ulama


Para ulama sepakat mengenai berlakunya riba pada enam jenis barabg
perniagaan yang disebutkan di dalam hadits Ubadah bin Shamith karena adanya
hadits shahih yang sangat jelas. Para ulama berselisih pendapat mengenai
selainnya, apakah di dalamnya berlku riba atau tidak?
Madzhab Zhahiri berpendapat pada terbatasnya riba hanya pada enam jenis
harta perniagaan dan ia tidak dapat menjalar kepada yang lainnya karena mereka
menafikan Qiyas.
Adapun mayoritas ulama, maka mengatakan dengan qiyas kemudian mereka
menganggap hokum tersebut terjadi juga pada sesuatu yang lain.

Mereka berselisin pendapat mengenai barang-barang yang jenusnya dapat


diqiyaskan. Hal tersebut karena perbedaan mereka pada illat ribawinya.
Barang siapa berpendapat bahwa illat riba adalah takaran dan timbangan,
maka mereka berkata, Sesungguhnya riba terdapat pada setiap barang perniagaan
yang dapat ditakar dan dapat ditimbang secara mutlak, sekalipun ia bukan
makanan.
Dan barang siapa mengatakan, Sesungguhnya illat-nya terdapat pada jenis
barang perniagaan yang dapat ditakar atau ditimbang sekaligus ia berupa
makanan, maka riba berada di dalam sesuatu yang dapat ditakar dan ditimbang
apabila ia berupa makanan.
Pendapat yang unggul: Bahwa illat riba dapat menjalar dan ia tidak terbatas
pada enam barang perniagaan yang disebutkan di dalam hadits. Adapun pada emas
dan perak , maka illat di dalam keduanya adalah memiliki nilai. Maka setiap sesuatu
yang dianggap sebagai uang dari uang jenis apa saja, maka illat riba di dalamnya
adalah memiliki nilai.
Adapun empat barang perniagaan yang tersisa, maka illat di dalamnya
adalah kumpulan barang perniagaan yang dapat ditakar dan ditimbang sekaligus ia
berupa makanan. Dengan demikian seluruh sesuatu yang dapat ditakar atau
ditimbang, tetapi ia tidak dapat ditakar atau ditimbang, tetapi ia tidak dapat
dimakan, maka riba tidak masuk di dalamnya.
Setiap makanan yang tidak dapat ditakar dan tidak dapat ditimbang, maka ia
tidak dapat dimasuki riba. Dengan demikian apabila takaran bersatu bersama
makanan atau timbangan bersatu dengan makanan, maka di sana terdapat illat
riba. Maka sesungguhnya timbangan dan takaran disebutkan di dalam hadits
riwayat Anas pada Ad-Daruquthi (3/18) sesungguhnya Nabi SAW bersabda,

Sesuatu yang dapat

ditimbang yang sejenis dan sesuatu yang ditakar yang

seperti inijuga. Apabila dua jenis tadi berbeda, maka tidak mengapa.

Dan makanan terdapat di dalam hadits riwayat Muslim (1519) dan Mamar
bin Abdullah:
Sesungguhny Nabi SAW melarang menjual makanan kecuali sejenis.
Pendapat ini adalah pendapat madzhab Imam Malik dan satu riwayat dari
Imam

Ahmad.

Ia

adalah

madzhab

Asy-SyafiI

dii

dalam

Qaul

Qadim.

Al-

muwaffaq, Ibnu Qudamah memilih pendapat ini. Demikian pula pengarang Syarh Al
Kabir dan Syaikhul Islam Taimiyah.
Dikatakan di dalam Al-Mughni, kesimpulannya bahwa unsur-unsur tersebut
ada tiga:
1. Sesungguhnya sesuatu yang terkumpul di dalamnya takaran, timbangan dan
makanan dari jenis yang sama, maka di dalamnya terdapat unsur riba dalam
satu riwayat seperti beras dan minyak. Ini adalah pendapat ulama di dunia
dan sekarang.
2. Sesuatu yang tidak dapat ditakar dan timbang dan bukan makanan dan
jenisnya berbeda, maka tidak ada riba di dalamnya, Menurut satu riwayat. Ini
adalah pendapat mayoritas ulama. Hal seperti ini seperti jerami dan biji
kurma.
3. Sesuatu yang di dalamnya berupa makanan saja, atau barang perniagaan
yang hanya dapat ditakar dan ditimbang saja dari satu jenis, maka di
dalamnya ada dua riwayat.
Pertama, halal insya Allah, karena di dalam keharamannya tidak ada dalil yang
kuat.
Pendapat yang shahih adalah pendapat terdahulu bahwa riba terdapat pada
sesuatu yang terkumpul di dalamnya takaran dan timbangan serta makanan.
Maka ketiadaan dua ikatan atau ketiadaan salah satunya, maka tidak riba,
Wallahu Alam.

E. Syarah Shahih Muslim


4030. Yahya bin Yahya telah memberitahukan kepada kami, dia berkata, Aku
membaca hadits ini kepada Malik, dari Nafi, dari Abu Said Al-Khudri, bahwasanya

Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Salam bersabda, Janganlah menjual emas dengan


emas kecuali sama kadarnya dan jangan melebihkan salah satunya atas yang lain,
dan janganlah menjual perak dengan perak kecuali sama kadarnya, dan jangan
melebihkan salah satunya atas yang lainnya, dan janganlah menjual sesuatu yang
berjangka dengan yang kontan.

Takhrij Hadits
Ditakhrij oleh:
1. Al-Bukhari di dalam Kitab: Al-Buyu, Bab:Al-Buyu, Bab: Bai Al-Fidhdhah
Bi Al-Fidhdhah (nomor 2177).
2. At-Tirmidzi di dalam Kitab: Al-Buyu, Bab: Maa Jaaa Fii Ash-Sharf
(nomor 1241).
3. An-NasaI di dalam Kitab: Al-Buyu, Bab: Bai Adz-Dzahab Bi Adzhab

4031.

(nomor 4584-4585), Tuhfah Al-Asyraf(nomor 4385).


Qutaibahbin Said telah memberitahukan kepada kami,

memberitahukan

kepada

kami,

(H)

dan

Muhammad

bin

Laits
Rumh

telah
telah

memberitahukan kepada kami, Al-Laits telah memberitahukan kepada kami, dari


Nafi bahwa Ibnu Umar telah diberitahu oleh seseorang dari Bani Laits bahwa Abu
Said Al-Khudri meriwayatkan ini dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Dalam
riwayat Qutaibah disebutkan, lalu Abdullah (bin Umar) dan Nafi pergi bersama
orang itu. Sementara di dalam riwayat Ibnu Rumh disebutkan, Nafi berkata, Aku,
Abdulah dan orag dari Bani Laits itu pergi menemui Abu Said Al-Khudri, lalu
Abdullah berkata, Sesungguhnya orang ini mengabarkan kepadaku bahwa engkau
telah mengabarkan bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melarang
menjual perak dengan perak kecuali sama kadarnya dan tidak menjual emas
dengan emas kecuali sama kadarnya. Abu Said pun menunjuk kedua mata dan
kedua telinganya, lalu berkata, Aku telah melihat dengan mataku dan mendengar
dengan kedua telingaku bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
Janganlah menjual emas dengan emas dan perak dengan perak kecuali sama
kadarnya, jangan melebihkan salah satunya atas yang lain,dan janganlah menjual
sesuatu yang berjangka dengan sesuatu yang konstan kecuali diterima secara
langsung.
Takhrij Hadits
Telah ditakhrij sebelumnya, lihat hadits nomor 4030
4032. Syaiban bin Farrukh telah membritahukan kepada kami, Jarir mmaksudnya
Ibnu Hazim- telah memberitahukan kepada kami. (H) Muhamad bin AlMutsanna
telah memberitahukan kepada kami, dia berkata, Aku mendengar Yahya bin Said

(H) Muhammad bin Al-Mutsanna telah memberitahukan kepada kami, Ibnu Abi Adi
telah memberitahukan kepada kami, dari Ibnu Aun. Mereka semua meriwayatkan
dari Nafi dengan redaksi hadits yang sama dengan milik Al-Laits dari Nafi, dariAbu
Said Al-Khudri, dari Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.
Takhrij Hadits
Telah ditakhrij sebelumnya, lihat hadits nomor 4030.
4033. Qutaibah bin Said telah memberitahukan kepada kami, Yaqub-Ibnu
Abdurrahman Al-Qari elah memberitahukan kepada kami, dari Suhail, dari
ayahnya, dari Abu Said Al-Khudri, Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam bersabda, Janganlah menjual emas dengan emas dan perak dengan perak
kecuali sama timbangannya, kadarnya, dan ukurannya.
Takhrij Hadits
Ditakhrij hanya oleh Muslim, Tuhfah Al-Asyraf (nomor 4026)
4034. Abu Ath-Thahir, Harun bin Said Al-Ayli, dan Ahmad bin Isa telah
memberitahukan kepadaku, mereka berkata, Ibnu Wahb telah memberitahukan
kepada kami, Makhramah bin Bukair telah mengabarkan kepadaku, dari Ayahnya
(Bukair) berkata, Aku mendengar Sulaiman bin Yasar berkata, bahwa dia
mendengar Malik membacakan hadits dari Utsman bin Affan, sesungguhnya
Rasululah Shallallahu Alaihi wa Salam bersabda, Janganlah menjual satu dinar
dengan dua dinar dan satu dirham dengan dua dirham
Takhrij Hadits
Ditakhrij hanya oleh Muslim, Tuhfah Al-Asyraf (nomor 9863).
Tafsir Hadits: 4030-4034
Kata ( Riba) berasal dari kata . Bentuk gandanya adalah ,. .
Para ulama Kufah menuliskannya dengan huruf ya di akhir kata, yaitu dan
Namun ulama Bashrah menyalahkan pendpa tersebut. Para ulama mengatakan
Terkadang penduduk Kufah menuliskannya dalam mushaf dengan huruf waw ,
. Al-Farra mengatakan, Mereka menulis huruf waw karena penduduk Hijaz belajar
kaligrafi dari penduduk Hirah di mana mereka membaca dengan

sehinga

mereka mengajarkan orang lai seperti yang mereka pelajari. Abu Simak Al;Adawi
juga membaca dengan huruf waw. Sementara hamzah dan Al;KisaI membaca
dengan imalah (membaca dengan kasrah yang agak condong berbunyi eedrt),
karena huruf ra berbaris kasrah, . Sebagian ulama membaca dengan
menebalkan bacaan huruf ra karena karena huruf ya berbaris fathah, pada
dasarnya, huruf terakhir boleh menggunakan alif, waw, dan ya. Pakar bahasa Arab
mengatakan, Kata
adalah bacaan lain dari riba. Begitu juga dengan

kata ( Riba) pada asalnya berarti tambahan. Dikatakan dalam bahasa


Arab,BAHASA (Sesuatu itu bertambah),BAHASA(lelaki itu mempraktekan riba).
Secara global para ulama ahli fikih telah bersepakat tentang keharaman praktek
riba. Meskipun mereka tidak satu kata dalam tataran praktisnya dan perincian
cabang-cabangnya. Hal ini didasarkan pada firman Allah Taala,

.Padahal Allah telah menghaalkan jual beli dan mengharamkan riba


(QS. Al-Baqarah: 275)
Disamping itu juga banyak hadits yang shahih dan popular dalam hal
ini.
Rasululah Shallallahu Alaihi wa Sallam melalui hadits-hadits dalam bab ini
menegaskan bahwa riba dapat terjadi dalam enam jenis barang: emas,
perak, gandum, jewawut(sebangsa gandum), kurma, dan garam. Pengikut
mazhab zhahri memahami hadits-hadits itu bahwa tidak ada riba untuk selain
keenam barang yang tersebut. Hal ini disebabkan penolakan mereka
terhadap teori qiyas (analogi).
Sementara mayoritas

ulama

selain

pengikut

mazhab

zhahiri

menyatakan, bahwa praktek riba tidak hanya dalam enam hal itu, namun
merambah pada hal-hal yang memiliki kesamaan illat (sebab) dengan
keenam hal yang tersebut. Pada titik inilah mereka berbeda pendapat, yaitu ;
apakah sebab yang menjadi penyebab keharaman keenam hal tersebut? .
Menurut Imam SyafiI sebab dalam emas dan perak adalah keduanya sebagai
uang atau alat tukar. Sehingga riba pada keduanya tidak merambah pada
hal-hal yang ditimbang atau ditakar, karena tidak ada kesamaan sebab.
Sementara sebab dalam empat barang selain keduanya(gandum, jewawut,
kurma, dan garam) adalah menjadi makanan yang dikonsumsi . Sehingga
setiap barag yang bersifat makanan dan dikonsumsi berlaku riba di
dalamnya. Menurut Imam Malik, sebab pengharaman dalam emas dan perak
sama dengan pendapat Imam Syafii. Sementara sebab pengharaman dalam
keempat barang selainnya adalah kelayakannya disimpan sebagai makanan
pokok. Sehingga hokum riba dapat merambah pada kismis, karena sama
dengan kurma, dan juga pada kapas karena sama dengan gandum. Menurut
Imam Abu Hanifah, sebab pengharaman dalam emas dan perak adalah
timbangan dan dalam empat barang selainnya adalah takaran. Berarti besi ,

baja, dan lainnya yang kepastian kadarnya ditentukan dengan cara ditimbang
itu dapat terkena hokum riba. Begitu juga setiap hal yang ditakar, seperti
batu kapur, garam abu (kalium karbonat), dan lainnya. Menurut Said bin AlMusayyab, Ahmad bin Hanbal, dan SyafiI dalam pendapatnya yang lama,
sebab pengharaman dalam empat hal itu adalah makanan yang ditimbang
atau ditakar. Jadi pendapat ini riba tidak berlaku pada buah semangka,
kelapa, dan lainnya yang tidak ditimbangdan ditakar.
Berikut ini adalah kesepakatan ulama berkenaan dengan jual beli
barang-barang yang berlaku riba padanya:
1. Boleh menjulbelikan barang-barang ribawi (yang berlaku riba padanya)
yang

sebab

pengharamannya

tidak

sama,

baik

dengan

cara

melebihkan salah satnya dan dalam pembayaran yang ditunda, seperti


menjual emas dengan gandum atau perak dengan gandum.
2. Tidak boleh melakukan barter barang-barang yang berlaku riba
padanya dengan sejenisnya dan dengan cara salah satu diantaranya
dibayar tidak tunai.
3. Tidak boleh jual beli barang ribawi dengan sejenisnya secara konstan
dengan melebihkan salah satunya, seperti menjual emas dengan emas
yang kadar salah satunya lebih berat dari yang lainnya.
4. Penjual dan pembeli tidak boleh berpisah sebelum serah terima barang
saat bertransaksi barang ribawi yang sama jenisnya atau jenis yang
berbeda tapi sama dalam sebab pengharamannya, seperti menjual
emas dengan peak, atau gandum dengan jejawut.
5. Boleh melebihkan salah satu barang ribawi bila transaksi itu berupa
baran yang tidak sejenis dengan syarat harus diserahterimaka secara
langsung, seperti barter sha gandum dengan dua sha jejawut.
Poin-poin di atas elah disepakati oleh kalangan ulama fikih, kecuali ibnu
Abbas yang berpendapat bahwa praktek riba itu hanya terjadi dalam transaksi yang
dilakukan secara riba nasiah (pembayarannya ditunda). Hal ini akan kita kupas
pada materi berikutnya.
Para ulama mengatakan, Apabila emas dijual dengan emas atau perak
dengan prak maka disebut dengan murathalah (menjual sesuatu dengan timbangan
riftl). Dan jika yang dijual emas degan perak maka dinamakan dengan sharf
(memalingkan sesuatu), karena transaksi tersebut menghilangkan ketentuan yang
ada, yaitu bolehnya ada kelebihan di atara barang-barang tersebut, boleh

memberikan barang secara tidak tunai. Ada yang mengatakan, Disebut Sharf
karena kedua barang tersebut hamper sma dalam timbangannya.
Sabda Rasullullahu Alaihi wa Salam,

Jaganlah mejual emas dengan emas dan perak dengan perak kecuali sama
kadarnya. Para ulama fikih menyatakan, hadits ini mencakup segala macam emas
dan perak, baik yang bagus maupun yang jelek, baik yang utuh maupun yang
sudah pecah, lempengan atau sudah berupa perhiasan, baik emas mrni atau
campuran, dan lainnya. Ketentuan ini telah disepakati oleh para ulama fikih.
Sabda Rasullullahu Shallallahu Alaihi wa Salam, BAHASA BAHASA Jangan
melebihkan salah satunya atas yang lain. Kata BAHASA artinya jangan melebihkan.
Kata BAHASA disamping diartikan bertambah juga diartikan berkurang. Kata
BAHASA merupakan salah satu yang mempunyai dua makna yang saling
bertentangan. Dikatakan, BAHASA artinya diran itu bertambah atau berkurang.
Sabda Rasullullahu Alaihi wa Salam, BAHASA BAHASA Dan jaganlah menjual
sesuatu yang berjangka dngan sesuatu yang konstan. Kata BAHASA artinya barang
yang ada ditempat transaksi (konstan). Kata BAHASA artinya bang yang tidak ada
tempat trasaksi. Ulama fikih telah sepakat atas keharaman transaksi emas dengan
emas atau dengan perak yang model pembayarannya dtangguhkan (berjangka).
Begitu juga gandum dengan gandum, jewawut dengan jewawut, atau dua barang
yang sama dalam sebab pengharamannya. Jika terjadi transaksi satu dinar dengan
satu dinar yang kedunya dalam tanggungan masing-masing pihak pembeli dan
penjual, setelah itu keduanya mengeluarkan kepunyaannya atau menyuruh
pembantunya mengambil di rumahnya, lalu keduanya melakukan serah terima di
tempat transaksi itu, maka menurut ulama mazhab SyafiI kasus seperti ini boleh
dan sah, karena syarat yang utama adalah keduanya tidak meninggalkan tempat
transaksi dalam keadaan tangan kosong. Untuk itulah dalam riwayat lain Sabda
Rasullullahu Alaihi wa Salam bersabda, Dan janganlah menjual sesuatu yang
berjangka dengan sesuatu yang konstan kecuali diterima scara langsung.

Adapun pernyataan Al-Qadhi Iyadh bahwa para ulama telah sepakat atas
ketidakbolehan transaksi yang pembayarannya salah satu pihak dilakukan secara
tangguh atau barang tidak ada di tempat transaksi, maka pertanyaan ini tidak
tepat, karena Imam SyafiI, lama mazhab SyafiI, dan lainnya telah menyepakati
kebolehan model transaksi yang aku sebutkan diatas. Wallahu Alam

Anda mungkin juga menyukai