Anda di halaman 1dari 5

RIBA

1. Definisi :

Riba menurut bahasa berarti ziyadah (tambahan) atau nama’ (bekembang). Menurut Yusuf al-Qardawi,
setiap pinjaman yang mensyaratkan didalamnya tambahan adalah riba. Apabila dibuat lebih sederhana,
riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi maupun pinjam-meminjam secara bathil atau
bertentangan dengan ajaran islam.

2. Jenis jenis riba :

Secara garis besar, riba dikelompokkan menjadi dua. Masing-masing adalah riba utang-piutang dan riba
jual beli. Kelompok pertama terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyyah. Adapun kelompok
kedua, riba jual beli, terbagi menjadi riba fadhl dan riba nasi'ah.

 Riba Qardh
suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang
(muqtaridh).
 Riba Jahiliyyah
Utang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam tidak mampu membayar hutangnya pada
waktu yang ditetapkan.
 Riba Fadhl
Pertukaran antarbarang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang
yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi.
 Riba Nasi'ah
Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis
barang ribawi lainnya. Riba dalam nasi'ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau
tambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian.
Mengenai pembagian dan jenis-jenis riba, berkata Ibnu Hajar Al-Haitsami, "Riba itu terdiri atas
tiga jenis: riba fadhl, riba al-yaad, dan riba an-nasi'ah. Al-Mutawally menambahkan jenis
keempat, yaitu riba al-qardh. Beliau juga menyatakan bahwa semua jenis ini diharamkan secara
ijma' berdasarkan Nash Alquran dan hadis nabi."
3. Dalil :

Allah Ta’ala berfirman,

‫ال األبنأينع نونحلرنم الررنباَ فننمن‬ ‫ك بذأ ننلهلأم نقاَللوُأا إذنلنماَ األبنأيلع ذمأثلل الررنباَ نوأننحلل ا‬
‫س نذلذ ن‬‫طاَلن ذمنن األنم ر‬ ‫اللذذيِنن يِنأألكللوُنن الررنباَ لن يِنلقوُلموُنن إذلل نكنماَ يِنلقوُلم اللذذيِ يِنتننخبلطلهل اللشأي ن‬
‫ت‬ ‫ال األررنباَ نويِلأرذبيِ ال ل‬
‫صندنقاَ ذ‬ ‫ق ا‬‫ يِنأمنح ل‬. ‫ب اللناَذر هلأم ذفينهاَ نخاَلذلدونن‬ ‫صنحاَ ل‬ ‫ك أن أ‬ ‫اذ نونمأن نعاَند فنأ لأونلـَئذ ن‬
‫ف نوأنأملرهل إذنلى ا‬ ‫ظةة رمن لربرذه نفاَنتنهننى فنلنهل نماَ نسلن ن‬ ‫نجاَءهل نمأوُذع ن‬
‫ن‬
276-275 :‫ب لكلل نكلفاَرر أذثيرم البقرة‬ ِ‫ال لن يِلذح ب‬‫نو ا‬

“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang
kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu disebabkan
mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Orang-orang yang telah
sampai kepadanya larangan dari Rabb-nya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa
yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang
yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di
dalamnya. Allah memusnahkan riba dan melipat-gandakan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap
orang yang senantiasa berbuat kekafiran / ingkar, dan selalu berbuat dosa.” (Qs. al-Baqarah: 275-276).

Dalam surat Ali Imran ayat 130

Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:

‫ان لننعلللكأم تلأفلذلحوُنن‬


‫ضاَنعفنةف نواتللقوُا ل‬ ‫نيِاَ أنبِيِنهاَ اللذذيِنن آنملنوُا ل تنأألكللوُا الررنباَ أن أ‬
‫ضنعاَففاَ لم ن‬

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah
kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Ali Imraan: 130)

Hadist yang menyampaikan bahwa Riba adalah haram

Sahabat Ubadah bin Shamit radhiallahu ‘anhu meriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,

‫ فمن زاد أو استزاد‬،‫ يِدا بيد‬،‫ سوُاء بسوُاء‬،‫الذهب باَلذهب والفضة باَلفضة والبر باَلبر والشعير باَلشعير والتمر باَلتمر والملح باَلملح مثل بمثل‬
‫ رواه مسلم‬.‫فقد أربى‬

“Emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu
jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam,
(takaran / timbangannya) harus sama dan kontan. Barangsiapa yang menambah atau meminta
tambahan, maka ia telah berbuat riba.” (HR. Muslim dalam kitabnya as-Shahih).

4. Contoh praktek riba :

Walaupun telah mengetahui istilah riba, tetapi masih banyak yang secara tidak sadar masih
melaksanakan praktek jual-beli atau hutang piutang yang mengandung prinsip Riba. Untuk menambah
informasi Anda terkait hal ini, berikut beberapa contoh praktek riba dalam kehidupan sehari-hari:

1. Fulan meminjam uang dengan Fulana sebesar Rp 500.000 dengan tempo dua bulan. Saat waktunya
tiba Fulana meminta uang yang dipinjam, akan tetapi Fulan berkata bahwa ia belum dapat
membayar uang yang dipinjam dan meminta waktu tambahan satu bulan. Fulana menyetujui dengan
memberikan syarat bahwa uang yang harus dibayar menjadi Rp 560.000. Penambahan jumlah
tersebut termasuk kategori Riba Jahiliyah.
2. A ingin meminjam uang kepada B sebesar Rp 500.000. B menyetujui namun dengan syarat ketika A
hendak mengembalikan uang, maka uang yang harus dikembalikan A adalah sebesar Rp 550.000.
Kelebihan Rp 50.000 tersebut termasuk kedalam Riba Qardh.
3. Fulana membeli dan mengambil emas seberat 3 gram pada bulan ini, akan tetapi uangnya
diserahkan pada bulan depan. Hal ini termasuk kedalam riba Nasi’ah, hal ini dikarenakan harga emas
pada bulan ini belum tentu dan pada umumnya akan berubah di bulan depan.
4. Seseorang menukarkan 10 gram emas (jenis 916) dengan 12 gram emas (jenis 750). Pertukaran
seperti ini tidak diperbolehkan, walaupun jenis 750 lebih berat dibandingkan jenis 916. Hal ini
dikarenakan sebaiknya dalam pertukaran keduanya memiliki berat timbangan dan jenis yang sama.
5. Contoh lainnya Fulan menjual satu wadah penyimpan makanan seharga Rp 275.000. Jika Anda
membayar secara tunai, Anda harus membayar Rp 275.000. Namun, jika anda membeli secara
kredit, cicilan harus dilakukan sebanyak 6 kali sebesar Rp 50.000. Disini terjadi perbedaan harga
membeli secara tunai dan kredit, jika tunai Rp 275.000 namun jika kredit totalnya menjadi Rp
300.000. Kelebihan Rp 25.000 inilah yang termasuk kedalam riba.

BAI’ NAJASH

Dimana sekelompok orang bersepakat dan bertindak secara berpura-pura menawar barang dipasar
dengan tujuan untuk menjebak orang lain agar ikut dalam proses tawar menawar tersebut sehingga
orang ketiga ini akhirnya membeli barang dengan harga yang jauh lebih mahal dari harga sebenarnya.
Larangan Rasul saw: “..Janganlah kamu meminang seorang gadis yang telah dipinang saudaramu, dan
jangan menawar barang yang sedang dalam penawaran saudaramu; dan janganlah kamu bertindak
berpura-pura menawar untuk menaikkan harga..”

Adalah sebuah situasi di mana konsumen/pembeli menciptakan demand (permintaan) palsu, seolah-
olah ada banyak permintaan terhadap suatu produk sehingga harga jual produk itu akan naik. Cara yang
bisa ditempuh bermacam-macam, seperti menyebarkan isu, melakukan order pembelian, dan
sebagainya. Ketika harga telah naik maka yang bersangkutan akan melakukan aksi ambil untung dengan
melepas kembali barang yang sudah dibeli, sehingga akan mendapatkan keuntungan yang besar.

Sebagai contoh : ini sangat rentan terjadi ketika pelelangan suatu barang. Biasanya yang mengadakan
pelelangan bekerja sama dengan beberapa peserta pelelangan dimana mereka bertugas untuk berpura-
pura melakukan penawaran terhadap barang yang dilelang, dengan kata lain untuk menaikkan harga
barang yang dilelang tersebut.
Jual beli hadir lil baad, menjadi calo untuk orang desa (pedalaman)

Yang dimaksud bai’ hadir lil baad adalah orang kota yang menjadi calo untuk orang pedalaman atau bisa
jadi bagi sesama orang kota. Calo ini mengatakan, “Engkau tidak perlu menjual barang-barangmu sendiri.
Biarkan saya saja yang jualkan barang-barangmu, nanti engkau akan mendapatkan harga yang lebih
tinggi”.

Dari Ibnu ‘Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫س نماَ قنأوُللهل لن يِنذبيلع نحاَ ذ‬


« ‫ضةر لذنباَرد نقاَنل لن يِنلكوُلن لنهل ذسأمنساَفرا‬ ‫ نقاَنل فنقلأل ل‬. « ‫ضةر لذنباَرد‬
‫ت ذلأبذن نعلباَ ر‬ ‫لن تنلنقللوُا البِرأكنباَنن نولن يِنذبيلع نحاَ ذ‬

“Janganlah menyambut para pedagang dari luar (talaqqi rukban) dan jangan pula menjadi calo untuk
menjualkan barang orang desa”. Ayah Thowus lantas berkata pada Ibnu ‘Abbas, “Apa maksudnya dengan
larangan jual beli hadir li baad?” Ia berkata, “Yaitu ia tidak boleh menjadi calo”. (HR. Bukhari nol. 2158).

Menurut jumhur, jual beli ini haram, namun tetap sah (Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 9: 84).

Namun ada beberapa syarat yang ditetapkan oleh para ulama yang menyebabkan jual beli ini menjadi
terlarang, yaitu:

Barang yang ia tawarkan untuk dijual adalah barang yang umumnya dibutuhkan oleh orang banyak, baik
berupa makanan atau yang lainnya. Jika barang yang dijual jarang dibutuhkan, maka tidak termasuk
dalam larangan.

Jual beli yang dimaksud adalah untuk harga saat itu. Sedangkan jika harganya dibayar secara diangsur,
maka tidaklah masalah.

Orang desa tidak mengetahui harga barang yang dijual ketika sampai di kota. Jika ia tahu, maka tidaklah
masalah. (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 9: 83)

https://ekonomi-islam.com/transaksi-yang-dilarang-dalam-islam/

https://www.syariahbank.com/contoh-praktek-riba-dalam-kehidupan-sehari-hari/?amp
https://www.syariahbank.com/dalil-dalil-mengenai-riba/

Anda mungkin juga menyukai