Anda di halaman 1dari 19

SANKSI BAGI PEMAKAN RIBA DAN DAMPAK RIBA DALAM

MASYARAKAT DAN EKONOMI

Makalah Ini Diajukan Untuk Bahan Diskusi Mata Kuliah Fikih Muamalah I
Dosen Pengampu : Jefik Zulfikar Hafidz, M.H

Disusun Oleh Kelompok 9 (HES A / Semester 3):


1. Intan Nur Rahmania (1908202018)
2. Mamat Dedi Slamet (1908202035)
3. Siti Putri Mukarromah (1908202157)

FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI CIREBON
Jl. Perjuangan By Pass Kel. Sunyaragi Kec. Kesambi Kota Cirebon 45132
2020 M/ 1442H
SANKSI BAGI PEMAKAN RIBA DAN DAMPAK RIBA DALAM
MASYARAKAT DAN EKONOMI
Intan Nur Rahmania, Mamat Dedi Slamet, Siti Putri Mukarromah
Jurusan Hukum Ekonomi Syariah
Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam
Institut Agama Islam Negeri Syekh Nurjati Cirebon
Email: jelekintan125@gmail.com, Mdslamet41@gmail.com,
Putrimr8967@gmail.com
ABSTRAK
Makalah ini bertujuan untuk memaparkan lebih lanjut tentang definisi
riba, macam-macam riba, Sanksi/Hukuman bagi pelaku Riba, serta dampak riba.
Dengan menggunakanan metode penulisan kepustakaan, jurnal ini menyimpulkan
bahwa yang pertama tentang Riba menurut pengertian bahasa berarti tambahan
(az-ziyadah), berkembang,(an-numuw), meningkat (al-irtifa ) dan membesar (al-
uluw). Dengan kata lain, riba adalah penambahan, perkembangan,
peningkatan,dan pembesaran atas pinjaman pokok yang diterima pemberi
pinjaman dari peminjam sebagai imbalan karena menangguhkan atau berpisah
dari sebagian modalnya selama periode waktu tertentu. Riba terbagi kepada
beberapa macam, yaitu Riba Nasi,ah, Riba Yadh, Riba Qardhi dan Riba Fadhal.
Sedangkan Sanksi atau Hukuman Riba terdapat dalam hadits Rasulullah Saw
bersabda : ” Jabir berkata, bahwa Rasulullah SAW melaknat pemakan riba,
wakilya, penulisnya, dua orang saksinya, dan Rasul mengatakan mereka sama
saja”.( HR.Muslim). Riba sangat berdampak di tengah-tengah masyarakat tidak
saja berpengaruh dalam kehidupan ekonomi, politik dan sosial tetapi dalam
seluruh aspek kehidupan manusia.

Kata Kunci: Riba, Macam Riba, Hukuman, Dampak


LATAR BELAKANG
Riba yang dikenal sebagai tambahan yang tidak disertai dengan adanya
pertukaran kompensasikompensasi dilarang oleh al-Qur’an. Al-Qur’an sendiri
telah menjelaskan secara rinci tahapan pelarangan riba tersebut. Di sisi lain, bunga
bank yang diketahui sebagai imbal jasa pinjaman uang pada sektor lembaga
keuangan dan perbankan diidentifikasi sebagai riba. Bunga ini dalam suatu
periode tertentu disebut suku bunga. Suku bunga merupakan tolok ukur dari
kegiatan perekonomian dari suatu negara yang akan berimbas pada kegiatan
perputaran arus keuangan perbankan, inflasi, investasi dan pergerakan currency.
Dan biasanya negara-negara besar merupakan negara yang memiliki currency
terbesar dalam transaksi di bursa. Aktivitas ekonomi yang terjadi di negara-negara
tersebut memiliki pengaruh yang kuat terhadap fundamental perekonomian dunia.

Akan tetapi ketika terjadi krisis moneter di berbagai belahan dunia,


sejumlah pendapat bermunculan mengenai sebab utama yang melatarbelakangi
krisis ini. Stiglitz, menyebutkan bahwa krisis keuangan terjadi sebagai akibat
kesalahan di hampir semua putusan ekonomi. Barry Eichengreen, melihat akar
krisis selain berasal dari keserakahan pelaku pasar juga menunjukkan beberapa
kebijakan ekonomi dalam beberapa dasawarsa terakhir sebagai sebab utama
terjadinya krisis.

Dari pemaparan di atas maka kami tertarik untuk membahas lebih dalam
mengenai riba dalam ekonomi islam, dimana terdapat beberapa pertanyaan yang
akan menjadi pokok pembahasan nantinya, yaitu pertama, Bagaimana definisi riba
itu sendiri? Kedua, Bagaimana indikasi dan macam-macam riba? Ketiga, apasaja
sanksi bagi pemakan riba?

METODELOGI PENULISAN
Metodologi penulisan yang digunakan dalam pembuatan karya ilmiah ini
adalah penulisan kepustakaan (penelitian perpustakaan) dengan meninjau
beberapa referensi sebagai sumbernya yaitu buku-buku dan jurnal serta metode
yang digunakan penyusuan karya ilmiah ini yaitu metode kualitatif. Dimana,
pemikiran terpenting dalam pembahasanya adalah memberikan pemahaman dan
pengetahuan bagi mahasiswa mengenai pengertian riba, macam-macam riba dan
sanksi bagi pemakan riba

LITERATUR REVIEW

Mengkaji mengenai sanksi bagi pemakan riba dan dampak riba dalam
masyarakat dan ekonomi, maka pada penulisan karya ilmiah ini terdapat beberapa
buku dan jurnal yang membahas mengenai hal tersebut, diantaranya. Pertama,
Ummi Kalsum dalam jurnal al-Adl, urnal ini menelaskan devinisi riba yaitu, kata
riba dalam bahasa inggris diartikan dengan usury, yangberarti suku bunga yang
lebih dari biasanyaatau suku bunga yang mencekik. Sedangkan dari bahasa arab
berarti tambahan atau kelebihan meskibun sedikit, atas jumlah pkok yang
dipinamkan.1

Kedua, Ahmad Naufal dalam jurnal yang berudul “Riba Dalam Al-Quran
Dan Strategi Menghadapinya”, jurnal ini menjelaskan macam macam riba, secara
umum riba dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu riba utang dan riba jual beli.
Riba utang terbagi menjadi dua, yaitu ribâ qard dan ribâ jâhiliyyah. Sementara
riba jual beli terbagi juga menjadi dua, ribâ fadhl dan ribâ nasî`ah. (Antonio,
2005) Riba Qard adalah suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang
disyaratkan terhadap yang berutang. Riba Jâhiliyyah adalah utang dibayar lebih
dari pokoknya karena si peminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu
yang ditetapkan. Riba fadhl adalah pertukaran antar barang sejenis dengan kadar
atau takaran berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam
jenis barang ribawi. Riba nasi`ah adalah penangguhan penyerahan atau
penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi
lainnya. Riba dalam nasi`ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau
tambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian.2

1
Ummi Kulsum, “Riba Dan Bunga Bank Dalam Islam (Analisis Hukum Dan Dampaknya
Terhadap Pereknomian Umat)”, Urnal Al-Adl Vol. 7 No.2 (Juli 2014): 68-69
Ketiga, Marwini dalam jurnal az-Zarqa, menjelaskan tentang dampak sistem
ekonomi ribawi terhadap perekonomian bahwasannya sistem ekonomi ribawi
telah banyak menimbulkan krisis ekonomi didunia sepanang sejarah, kemudian
uga berpengaruh terhadap investasi, produksi dan terciptanya pengangguran.3

Keempat, Ali Rohmat dalam buku berjudul Tafsir Ayat-Ayat Ribamenelaska


Sebelum turun ayat yang mengharamkan riba, system riba sudah terkenal pada
masa jahiliyah pada awalnya terdiri atas dua bentuk, yakni riba an-nasi’ dan riba
al-fadhl. Riba an-nasi’ menurut penjelasan Imam Qatadah bahwa riba yang
dilakukan oleh orang-orang jahiliyah adalah seseorang menjual barang dagangan
dengan waktu pembayaran yang sudah ditentukan (tempo).4

Kelima, Mohammad Thoin, dalam urnal berudul "Larangan Riba Dalam Teks Dan
Konteks" Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan atau kelebihan).
Dalam arti lain juga bermakna tumbuh dan berkembang. Menurut istilah berarti
pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil. Sedangkan Jual
beli (bay’) menurut bahasa berarti menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain
berupa pengganti. Apabila dilihat dari defenisi riba agaknya sudah jelas, yaitu
menarik keuntungan dari modal secara tidak sah, apakah dalam bentuk pinjam
meminjam maupun dalam bentuk jual beli kredit.5

KONSEP DASAR

Definisi Riba

2
Ahmad Naufal, “Riba Dalam Al-Quran Dan Strategi Menghadapinya”, Al Maal : Journal of
Islamic Economics and Banking, Vol 1 No 1 (Juli Tahun 2019): 103
3
Marwini, “Kontroversi Riba Dalam Perbankan Konvensional Dan Dampaknya Terhadap
Perekonomian”, Az-Zarqa’, Vol.9 No.1 (Juni 2017): 13-15
4
Ali Rohmat, Tafsir Ayat-Ayat Riba (Jakarta: Wali Pustaka, 2018), 42.
5
Nurfaizal, “Paradigma Keadilan Perspektif Al-Qur’an”, Jurnal Pemikiran Islam, Vol.
39, No. 1 (Juni, 2014): 31
Secara bahasa riba artinya tambahan (ziyadah) atau berarti tumbuh dan
membesar. Riba (usury) adalah melebihkan keuntungan (harta) dari salah satu
pihak dalam transaksi jual beli atau pertukaran barang yang sejenis tanpa
memberikan imbalan terhadap kelebihan itu (riba fadl), atau pembayaran hutang
yang harus di lunasi oleh orang yang berhutang lebih besar daripada jumlah
pinjamannya sebagai imbalan terhadap tenggang waktu yng telah lewat (riba
nasi'ah).6

Sedangkan secara terminologis, menurut al-Shabuni, riba adalah tambahan


yang diambil oleh pemberi hutang dari penghutang sebagai perumbangan dari
masa (meminjam). Al-Jurjani mendefiniskan riba sebagai tambahan atau
kelebihan yang tiada bandingannya bagi salah satu orang yang berakad.
Sementara Abdurrahman al-Jaziri dalam Kitab al-Fiqh ala Madzahib al-Arba'ah
menjelaskan bahwa riba menurut istilah fukaha adalah tambahan pada salah satu
dua barang yang sejenis yang ditukar tanpa adanya imbalan/imbangan terhadap
tambahan tersebut. Dalam madzhab Syafi'i, riba dimaknai sebagai transaksi
dengan imbalan tertentu yang tidak diketahui kesamaan takarannya maupun
ukuran waktunya kapan terjadi transaksi dengan penundaan penyerahan kedua
barang yang dipertukarkan atau salah satunya.7

Sedangkan menurut Syaikh Muhammad Abduh bahwa yang dimaksud riba


ialah penambahan-penambahan yang di isyaratkan oleh orang yang memiiki harta
kepada orang yang meminjam hartanya (uangnya), karena pengunduran janji
pembayaran oleh peminjam dari waktu yang telah ditentukan.8

Dengan demikian dapat diketahui bahwa secara umum terdapat benang


merah antara pengertian secara bahasa maupun secara istilah yang menegaskan
6
Mohammad Thoin, "Larangan Riba Dalam Teks Dan Konteks", Jurnal Ilmiah Ekonomi
Islam, Vol. 02 No. 02, (Juli, 2016): 64.
7
Abdul Ghofur, "Konsep Riba Dalam Al-Qur'an" Jurnal Conomica, Vol. Vii, No. 1(Mei,
2016): 5.
8
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), 57-58.
bahwa riba adalah pengambilan tambahan dalam suatu akad transaksi tertentu di
mana pengambilan tambahan tersebut tanpa disertai imbangan/imbalan terhadap
kelebihan itu (riba fadl), atau pembayaran hutang yang harus di lunasi oleh orang
yang berhutang lebih besar daripada jumlah pinjamannya sebagai imbalan
terhadap tenggang waktu yng telah lewat (riba nasi'ah) . Dengan bahasa lain, riba
adalah pengambilan tambahan dari harta pokok tanpa transaksi pengganti yang
meligitimasi adanya penambahan tersebut.

Macam-Macam Riba

Riba menjadi empat yakni, riba nasi'ah, riba fadhl, riba al-Yadh dan al-Qardhi

1. Riba Nasi'ah
Riba Nasi'ah merupakan tambahan pokok pinjaman yang diisyaratkan
dan diambil oleh pemberi pinjaman dari yang berhutang sebagai kompensasi
atas tangguhan pinjaman yang diberikannya tersebut. Allah melarang dan
mengharamkan kegiatan demikian, sebagaimana firman Allah Swt dalam
surah al-Baqarah ayat 280:
۟ ُ‫ص َّدق‬
‫وا خَ ْي ٌر لَّ ُك ۖ ْم إِن ُكنتُ ْم تَ ْعلَ ُمون‬ َ َ‫َوإِن َكانَ ُذو ُع ْس َر ٍة فَنَ ِظ َرةٌ إِلَ ٰى َم ْي َس َر ٍة ۚ َوأَن ت‬

Dan jika (orang yang berhutang) dalam kesukaran, maka berilah tangguh
sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang)
itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”9
Dari firman Allah di atas, dapat disimpulkan bahwa jika telah jatuh
tempo hutang seseorang tersebut, sedangkan ia masih dalam kesulitan
hendaknya orang yang menghutangkan bersabar dan tidak menagihnya.
Sedangkan jika orang yang berhutang telah memiliki, dan dalam keadaan
lapang, maka wajib baginya membayar hutangnya tersebut, dan dia tidak

9
QS. Al-Baqarah (2):280
perlu menambah nilai dari tanggungan hutang yang dipinjamnya, baik orang
yang berutang tersebut sedang memiliki uang atau sedang keadaan sulit. 10
2. Riba Fadl

Riba al-Fadl adalah penambahan pada salah satu dari benda yang
dipertukarkan dalam jual beli benda ribawi yang sejenis, bukan karena faktor
penundaan pembayaran. Istilah dari riba fadhl diambil dari kata al- fadhl,
yang artinya tambahan dari salah satu jenis barang yang dipertukarkan dalam
proses transaksi. Di dalam keharamannya syariat telah menetapkan dalam
enam hal terhadap barang ini, yaitu: emas, perak, gandum putih, gandum
merah, kurma, dan garam. Jika dari enam jenis barang tersebut ditransaksikan
seara sejenis disertai tambahan, maka hukumnya haram.

Sebagaimana hadits Rasul SAW: "Emas dengan emas, perak dengan


perak, gandum putih dengan gandum putih, gandum merah dengan gandum
merah, kurma dengan kurma, (dalam memperjual-belikannya), harus dengan
ukuran yang sama, dan diterima secara langsung”(HR Ahmad dan Muslim).11

Contohnya adalah kasus ketika kaum Yahudi hendak membeli kembali


perhiasan mereka dari kaum muslim yang telah dirampas sebagai ganimah
karena kekalahan mereka pada perang Khaibar. Perhiasan perak dengan berat
yang setara dengan 40 dirham (satu uqiyah) dijual oleh kaum muslimin
seharga dua atau tiga dirham. Padahal, nilai perhiasan perak satu uqiyah
adalah jauh lebih tinggi dari sekedar 1 atau 3 dirham. Jadi, muncul
ketidakjelasan perak sebagai komoditas (‘ain) dan alat tukar (dain).12

3. Riba al-Yadh

10
Mohammad Thoin, "Larangan Riba Dalam Teks Dan Konteks", 65.
11
Mohammad Thoin, "Larangan Riba Dalam Teks Dan Konteks", 66.
12
Adiwarman Azwar Karim, Analisis Fiqih Dan Keuangan, (Jakarta : Iiit Indonesia,
2003), 39.
Riba Yadh adalah jual beli yang dilakukan seseorang sebelum menerima
barang yang dibelinya dari sipenjual dan tidak boleh menjualnya lagi kepada
siapapun, sebab barang yang dibeli belum diterima dan masih dalam ikatan
jual beli yang pertama. Dengan kata lain, kedua belah pihak yang melakukan
pertukaran uang atau barang telah berpisah dari tempat aqad sebelum
diadakan serah terima. Larangan riba yad ditetapkan berdasarkan hadits.

Artinya: Emas dengan emas riba kecuali dengan dibayarkan kontan,


gandum dengan gandum riba kecuali dengan dibayarkan kontan, kurma
dengan kurma riba kecuali dengan dibayarkan kontan, kismis dengan kismis
riba, kecuali dengan dibayarkan kontan. (HR al-Bukhari dari Umar bin al-
Khathab).

4. Riba Qardhi
Riba qardi adalah meminjam uang kepada seseorang dengan syarat ada
kelebihan atau keuntungan yang harus diberikan oleh peminjam kepada
pemberi pinjaman. Riba semacam ini dilarang didalam Islam, Imam Bukhari
dalam “Kitab Tarikhnya meriwayatkan sebuah hadits dari Anas ra bahwa
Rasulullah SAW telah bersabda, Bila ada yang memberikan pinjaman (uang
maupun barang), maka janganlah ia menerima hadiah (dari yang
meminjamkannya). ( HR. Imam Bukhari )

Hadits di atas menunjukkan bahwa peminjam tidak boleh memberikan


hadiah kepada pemberi pinjaman dalam bentuk apapun, lebih-lebih lagi jika si
peminjam menetapkan adanya tambahan atas pinjamannya.13

Dampak Riba

Dampak adanya riba di tengah-tengah masyarakat tidak saja berpengaruh


dalam kehidupan ekonomi, tetapi dalam seluruh aspek kehidupan manusia :

 Riba dapat menimbulkan permusuhan antara pribadi dan


13
Https://Jurnal.Uisu.Ac.Id/Index.Php/Tjh/Article/Download/1531/1218
Mengurangi semangat kerjasama / saling menolong dengan sesama
manusia. Dengan mengenakan tambahan kepada peminjam akan
menimbulkan perasaan bahwa peminjam tidak tahu kesulitan dan tidak mau
tahu kesulitan orang lain.

 Menimbulkan tumbuhnya mental pemboros dan pemalas.

Dengan membungakan uang, kreditur bisa mendapatkan tambahan


penghasilan dari waktu kewaktu. Keadaan ini menimbulkan anggapan bahwa
dalam jangka waktu yang tidak terbatas ia mendapatkan tambahan
pendapatan rutin, sehingga menurunkan dinamisasi, inovasi dan kreativitas
dalam bekerja.

 Riba merupakan salah satu bentuk penjajahan.

Kreditur yang meminjamkan modal dengan menuntut pembayaran


lebih kepada peminjam dengan nilai yang telah disepakati bersama.

 Menjadikan kreditur mempunyai

legitimasi untuk melakukan tindakantindakan yang tidak baik untuk


menuntut kesepakatan tersebut. Karena dalam kesepakatan, kreditur telah
memperhitungkan keuntungan yang diperoleh dari kelebihan bunga yang
akan diperoleh, dan itu sebenarnya hanya berupa pengharapan dan belum
terwujud.

Imam al-Razi seorang mufassir telah memberikan peringatan yang cukup


keras tentang dampak negatif yang ditimbulkan dari praktek riba.Setidaknya ada
empat keburukan riba.

 Merampas kekayaan orang lain.


Transaksi yang melibatkan bunga sama halnya dengan merampas harta
orang lain. Dalam transaksi satu rupiah ditukar dengan dua rupiah,baik secara
kredit ataupun tunai. Salah satu pihak menerima kelebihan tanpa
mengeluarkan apa-apa. Jenis transaksi ini tidak adil dan sewenang-wenang
dan peminjam menjadi tereksploitasi.
 Merusak Moralitas
Hati nurani merupakan cerminan jiwa yang paling murni dan utuh.
Ketulusan seseorang akan runtuh bila egoisme pembungaan uang sudah
merasuk kedalam hatinya. Dia menjadi sangat tega untuk mermpas apa saja
yang dimiliki sipeminjam untuk mengembalikan bayaran bunga yang
mungkin sudah berlipat-lipat dari pokok pinjaman.
 Melahirkan benih kebencian dan permusuhan.
Bila egoisme dan perampasan harta sipeminjam sudah dihalalkan, maka
tidak mustahil akan timbul benih kebencian dan permusuhan antara sikaya
dengan simiskin, sipemilik modal dengan si peminjam.
 Yang kaya semakin kaya, dan simiskin semakin miskin.

Pada saat resesi ekonomi dan tigh money policy atau kebijakan uang
ketat, sikaya akan memperoleh suku bunga yang cukup tinggi. Sementara
biaya modal menjadi sangat mahal, simiskin menjadi tidak mampu meminjam
dan tidak dapat berusaha, akibatnya dia akan semakin jauh tertinggal.

Al-Allamah Ibnu Hajar AlHaitsami Rahimahullah dalam kitab Az-


Zawajir menyebutkan hikmah diharamkan riba sebagai berikut:

 Merampas kehormatan harta seorang muslim dengan diambil lebih ganti.


 Membahayakan orang miskin karena kebanyakan yang terjadi, bahwa
pemberi hutang adalah orang kaya, sementara yangg berhutang adalah
oarang miskin. Kalau sikaya diberi kesempatan mengambil harta lebih dari
yang dihutangkan, tentu akan membahayakn si miskin.
 Terputusnya kebajikan dan amal shalih dalam memberikan pinjaman.
Karena kalau satu dirham harus dibayar dengan dua dirham, tidak mungkin
orang lain bisa memberikan satu dirham saja.
 Terputusnya mata pencaharian, perniagaan, industri dan perusahaan yang
menentukan kemaslahatan dunia. Karena orang yang sudah terbiasa
menyulap uang satu dirham menjadi dua dirham, bagaimana mungkin akan
mampu menahan kesulitannya berjual beli dan memeras keringat.

Sanksi Bagi Pemakan Riba

Pengharaman riba merupakan satu isyarat agar manusia berlaku adil


terhadap sesamanya. Nabi Muhammad SAW, menilai riba termasuk dalam tujuh
mubuqat yang dapat membinasakan perorangan dan masyarakat, dunia dan
akhirat. Nabi Muhammad SAW melaknat pemakan riba, hal ini disebabkan karena
riba merupakan tindakan memakan harta orang lain tanpa jerih payah dan resiko.
Menurut Yusuf al-Qardawi: kalau hal ini dibiarkan, maka akan merusak
semangat manusia untuk bekerja mencari uang. Semua agama samawi mengecam
dan mengharamkan riba.14
Keharaman riba masih secara implisit diterangkan dalam ayat 160 hingga
161 surah al-Nisa’ yang berbunyi sebagai berikut:

‫) َوأَ ْخ ِذ ِه ُم الرِّ بَا َوقَ ْد‬160( ‫ص ِّد ِه ْم ع َْن َسبِي ِل هَّللا ِ َكثِيرًا‬ ْ َّ‫ت أُ ِحل‬
َ ِ‫ت لَهُ ْم َوب‬ ٍ ‫فَبِظُ ْل ٍم ِمنَ الَّ ِذينَ هَادُوا َح َّر ْمنَا َعلَ ْي ِه ْم طَيِّبَا‬
61( ‫اس بِ ْالبَا ِط ِل َوأَ ْعتَ ْدنَا لِ ْل َكافِ ِرينَ ِم ْنهُ ْم َع َذابًا أَلِي ًما‬
ِ َّ‫نُهُوا َع ْنهُ َوأَ ْكلِ ِه ْم أَ ْم َوا َل الن‬

Maka disebabkan kelaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas


mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi
mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Dan
disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang
daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil.
Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa
yang pedih. (Q.s. al-Nisa’ [4]: 160-161).15

Sulaemang L,” Hukum Riba Dalam Perspektif Hadis Jabir Ra.”, Jurnal Al-‘Adl, Vol. 8
14

No. 1 ( Januari 2015): 168.


15
QS. Al-Nisa’ (4): 160-161
Ayat tersebut menjelaskan tentang adanya semacam hukuman Tuhan
terhadap kaum Yahudi, sehingga mereka tidak diperbolehkan lagi mengonsumsi
beberapa jenis makanan tertentu yang semula dihalalkan bagi mereka. Menurut
Ibn Katsîr, pengharaman yang dimaksud pada ayat tersebut terjadi dalam dua
kategori. Pertama, pengharaman secara qadariyya-n, yakni pengharaman yang
bersumber dari ulah mereka sendiri yang melakukan penggubahan terhadap
makanan-makanan halal tertentu yang semula dihalalkan Allah menjadi haram
menurut versi mereka sendiri, seperti daging dan susu onta. Tindakan tersebut
tentu saja berimplikasi pada timbulnya kesulitan atas diri mereka sendiri. Karena
ulah mereka sendiri tersebut, kemudian Allah Swt. melakukan pengharaman
dalam kategori kedua, yakni pengharaman secara syar‘iyya-n, yaitu pengharaman
beberapa jenis makanan tertentu yang semula dihalalkan bagi mereka yang
sengaja ditetapkan-Nya dalam kitab Taurat. Beberapa jenis makanan yang
dimaksud dijelaskan dalam ayat 146 surah al-An‘âm yang berbunyi sebagai
berikut:
‫ت ظُهُو ُرهُ َمٓا أَ ِو‬
ْ َ‫ُوا َح َّر ْمنَا ُك َّل ِذى ظُفُ ٍر ۖ َو ِمنَ ْٱلبَقَ ِر َو ْٱل َغن َِم َح َّر ْمنَا َعلَ ْي ِه ْم ُشحُو َمهُ َمٓا إِاَّل َما َح َمل‬ ۟ ‫َو َعلَى ٱلَّ ِذينَ هَاد‬

َ‫ص ِدقُون‬ َ ِ‫ظ ٍم ۚ ٰ َذل‬


َ ٰ َ‫م ۖ َوإِنَّا ل‬žْ ‫ك َج َز ْي ٰنَهُم بِبَ ْغيِ ِه‬ ْ ‫ٱختَلَطَ بِ َع‬
ْ ‫ْٱل َح َوايَٓا أَوْ َما‬

Dan kepada orang-orang Yahudi, Kami haramkan segala binatang yang


berkuku dan dari sapi dan domba, Kami haramkan atas mereka lemak dari kedua
binatang itu, selain lemak yang melekat di punggung keduanya atau yang di perut
besar dan usus atau yang bercampur dengan tulang. Demikianlah Kami hukum
mereka disebabkan kedurhakaan mereka dan sesungguhnya Kami adalah Maha
Benar. (Q.s. al-An‘am [6]: 146)16

Hukuman tersebut ditimpakan kepada mereka, antara lain, karena tiga


alasan yang tercantum dalam ayat 160 dan 161 surah al-Nisâ’, yakni: (1) banyak
menghalangi manusia dari jalan Allah, (2) memakan riba, padahal mereka
dilarang memakannya, dan (3) memakan harta orang lain dengan cara bathil .
Kembali pada soal riba, dalam ayat 160 dan 161 surah al-Nisâ’, kaum Yahudi
16
QS. Al-An‘Am (6): 146
jelasjelas dilarang memakan riba. Akan tetapi, mereka melanggar larangan itu.
Karena itu, alih-alih menjauhi riba, mereka malah mempraktikkannya dengan
perbagai cara. Salah satunya, dengan cara meminjamkan uang kepada orang lain
dari luar kalangan mereka secara ribawî.17 Adapun hadis yang melarang riba
dalam jual beli yaitu18: Abir ra., berkata: “Rasulullah SAW melaknat pemakan
riba, pemberi makan riba, penulisnya dan kedua orang saksinya.” Beliau bersabda
“mereka itu sama.” (HR.Muslim).

17
Mujar Ibnu Syarif, “Konsep Riba Dalam Alquran Dan Literatur Fikih”, Al-Iqtishad:
Vol. Iii, No. 2, (Juli 2011): 298-299.
18
Ahmad Zacky El-Syafa, Indeks Lengkap Hadis, Mutiara Medika (Yogyakarta 2011),
336
KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat kami simpulkan pertama, Secara bahasa riba
artinya tambahan (ziyadah) atau berarti tumbuh dan membesar. Riba (usury)
adalah melebihkan keuntungan (harta) dari salah satu pihak dalam transaksi jual
beli atau pertukaran barang yang sejenis tanpa memberikan imbalan terhadap
kelebihan itu (riba fadl), atau pembayaran hutang yang harus di lunasi oleh orang
yang berhutang lebih besar daripada jumlah pinjamannya sebagai imbalan
terhadap tenggang waktu yng telah lewat (riba nasi'ah). Sedangkan secara
terminologis, menurut al-Shabuni, riba adalah tambahan yang diambil oleh
pemberi hutang dari penghutang sebagai perumbangan dari masa (meminjam). Al-
Jurjani mendefiniskan riba sebagai tambahan atau kelebihan yang tiada
bandingannya bagi salah satu orang yang berakad.
Kedua, Terdapat 4 jenis riba diantaranya : riba nasi'ah, riba fadhl, riba al-
Yadh dan al-Qardhi. Riba Nasi'ah merupakan jual beli yang pembayarannya
diakhirkan, tetapi ditambahkan harganya. Riba fadhl merupakan pertukaran antara
barang-barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda dengan barang
ribawi, riba al-Yadh merupakan riba yang terjadi akibat jual beli barang ribawi
maupun non ribawi disertai penundaan serah terima kedua barang yang
ditukarkan, atau penundaan terhadap penerimaan sala satunya. Sedangkan al-
Qardhi merupakan riba yang dihasilkan dari tambahanpengembalian pokok
pinjaman yang disyaratkan kepada peminjam.
Ketiga, adanya dampak riba yaitu, Merampas kekayaan orang lain.
Merusak Moralitas, Melahirkan benih kebencian dan permusuhan. Dan Yang kaya
semakin kaya, dan simiskin semakin miskin.

Keempat, Sanksi Bagi Pemakan Riba dalam surat al-Nisa’ ayat 4: Maka
disebabkan kelaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka
(memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka,
dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Dan
disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang
daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil.
Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa
yang pedih. (Q.s. al-Nisa’ [4]: 160-161).19

19
QS. Al-Nisa’ (4): 160-161
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Ghofur, "Konsep Riba Dalam Al-Qur'an" Jurnal Conomica, Vol. Vii,
No. 1(Mei, 2016).

Ahmad Naufal, “Riba Dalam Al-Quran Dan Strategi Menghadapinya”, Al


Maal : Journal of Islamic Economics and Banking, Vol 1 No 1 (Juli Tahun 2019).

Ali Rohmat, Tafsir Ayat-Ayat Riba (Jakarta: Wali Pustaka, 2018).

Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007).

Marwini, “Kontroversi Riba Dalam Perbankan Konvensional Dan


Dampaknya Terhadap Perekonomian”, Az-Zarqa’, Vol.9 No.1 (Juni 2017).

Mohammad Thoin, "Larangan Riba Dalam Teks Dan Konteks", Jurnal


Ilmiah Ekonomi Islam, Vol. 02 No. 02, (Juli, 2016).

Nurfaizal, “Paradigma Keadilan Perspektif Al-Qur’an”, Jurnal Pemikiran


Islam, Vol.
39, No. 1 (Juni, 2014).

QS. Al-Baqarah (2): 280.

Ummi Kulsum, “Riba Dan Bunga Bank Dalam Islam (Analisis Hukum Dan
Dampaknya Terhadap Pereknomian Umat)”, Urnal Al-Adl Vol. 7 No.2 (Juli
2014).

Adiwarman Azwar Karim, Analisis Fiqih Dan Keuangan, (Jakarta : Iiit


Indonesia, 2003).

Ahmad Zacky El-Syafa, Indeks Lengkap Hadis, Mutiara Medika


(Yogyakarta 2011).

Https://Jurnal.Uisu.Ac.Id/Index.Php/Tjh/Article/Download/1531/1218 .
Mohammad Thoin, "Larangan Riba Dalam Teks Dan Konteks", 66

Mujar Ibnu Syarif, “Konsep Riba Dalam Alquran Dan Literatur Fikih”, Al-
Iqtishad: Vol. Iii, No. 2, (Juli 2011).

QS. Al-An‘Am (6): 146.

QS. Al-Nisa’ (4): 160-161.

QS. Al-Nisa’ (4): 160-161.

Sulaemang L,” Hukum Riba Dalam Perspektif Hadis Jabir Ra.”, Jurnal
Al-‘Adl, Vol. 8 No. 1 ( Januari 2015).
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai