Anda di halaman 1dari 29

MATERI UJIAN KOMPREHENSIF LISAN

(UKL)

KEPRODIAN-ES

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

IAIN SALATIGA

Materi UKL
Prodi Ekonomi Syariah 1
MATERI UKL KEPRODIAN
Ekonomi Islam memiliki worldview yang berbeda dengan ekonomi konvensional.
Islamic Worldview (ru’yat al-Islam li al-wujud) berbasis pada pandangan hidup bahwa Tuhan
menciptakan manusia hanya untuk beribadah pada-Nya, mencakup seluruh tujuan dan
aktivitas manusia sebagai bagian dari bentuk ibadah (penghambaan diri). Islamic worldview
mencakup aspek dunia maupun akhirat, dimana keduanya terkait secara mendalam dan tidak
terpisahkan, dengan aspek akhirat memiliki signifikansi lebih besar dan menentukan. Oleh
karena itu ekonomi Islam berbasis pada paradigma dimana keadilan ekonomi-sosial menjadi
tujuan utama. Paradigma keadilan ini berakar pada kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, yang menciptakan langit dan bumi untuk kepentingan seluruh umat manusia. Semua
sumber daya ekonomi pada hakikatnya adalah titipan dari Sang Pencipta yang penggunaannya
harus dipertanggungjawabkan di akhirat. Dalam Islam, pengetahuan adalah kebenaran tentang
hakikat Tuhan, ciptaan-Nya dan seluruh fenomena kehidupan yang diperoleh melalui wahyu,
pemikiran dan pengalaman manusia.
Menurut Siddiqi sejarah pemikiran ekonomi Islam berkembang selama tiga fase:
1. Fase Dasar-dasar Ekonomi Islam (berkembang dari awal hingga abad ke-5 hijriyah).
Tokoh-tokoh (fuqaha) yang ada pada masa ini adalah Zain bin Ali (memperbolehkan
penjualan dengan sistem kredit), Abu Hanifah (menghilangkan ambiguitas dan
perselisihan dalam masalah transaksi), Abu Yusuf (pemecahan masalah harga yang tidak
boleh dikendalikan oleh penguasa, pemecahan masalah keuangan publik), dan Ibnu
Masakawaih (pertukaran dan peranan uang).
2. Fase Kemajuan (dimulai dari abad ke-5 hijriyah hingga abad ke-9 hijriyah). Fase ini
terkenal sebagai fase yang cemerlang bagi pemikiran ekonomi Islam karena telah
meninggalkan warisan intelektual yang sangat kaya. Tokoh-tokoh popular pada masa ini
adalah Al Ghazali (evolusi pasar, peranan uang, pelarangan penimbunan uang), Ibnu
taimiyah (mewujudkan keadilan ketika akad transaksi), dan Al Maqrizi (penggunaan
fulus/uang yang harus dibatasi peredarannya).
3. Fase Stagnasi (dimulai pada abad ke-9 hijriyah hingga fase tertutupnya pintu ijtihad yaitu
abad ke-14 hijriyah). Tokoh-tokoh pemikir ekonomi Islam yang terkenal pada masa ini
adalah Shah Wali Allah, Jamaluddin Al Afghani, Muhammad Abduh, dan Muhammad
Iqbal.
Dalam perkembangannya, madzhab dalam Ekonomi Islam terbagi menjadi 3, yaitu:
 Madzhab Baqr As-Sadr/Iqtishaduna
Menyatakan bahwa ilmu ekonomi tidak akan pernah sejalan dengan Islam. Ekonomi tetap
ekonomi dan Islam tetap Islam. Keduanya tidak akan pernah bisa disatukan karena
perbedaan filosofi yang saling kontardiktif.

Materi UKL
Prodi Ekonomi Syariah 2
Tokoh: Baqr As-Sadr, Abbas Mirakhor, Qadim As-Sadr
 Madzhab Mainstream
Pendangan madzhab ini tentang masalah ekonomi hampir tidak ada bedanya dengan
ekonomi konvensional. Perbedaannya adalah terletak dari penyelesaian masalah.
Tokoh: Umer Chapra, M.A. Mannan, Nejatullah Shiddiqi
 Madzhab Alternatif-kritis
Madzhab ini mengkritik dua madzhab sebelumnya. Madzhab As-Sadr dikritik sebagai
madzhab yang berusaha menemukan sesuatu yang baru yang sebenarnya telah ditemukan
oleh orang lain. Menghancurkan teori yang lama dengan teori yang baru. Sedangkan
madzhab mainstream dikritiknya sebagai jiplakan dari ekonomi neoklasik dengan
menghilangkan variabel riba dan memasukkan variabel zakat dan niat.
Tokoh: Timur Kuran, Jomo, Muhammad Arif
Pemikiran ekonomi Islam di Indonesia sesungguhnya tidak lepas dari keberadaan
masuknya agama Islam di Indonesia, beberapa buktinya dengan ditemukan banyak mata uang
Islam dinar dan/atau dirham di kerajaan Aceh, Sumenep, Jambi dan Gowa. Adanya bukti
sejarah berupa mata uang dinar dan dirham serta mata uang lainnya yang bertuliskan huruf
dan angka Arab di kerajaan-kerajaan Islam merupakan sebuah bukti, bahwa sistem ekonomi
yang berjalan dalam kerajaan-kerajaan Islam tersebut adalah sistem ekonomi Islam.
Sejumlah tokoh pemikir ekonomi Islam pada periode kontemporer yaitu:
1) Muhammad Nejatullah Siddiqi
 Tujuan utama aktivitas ekonomi adalah Falah
 Keadilan sebagai dasar berekonomi
 Sifat rasionalisme konsumen
 Golongan yang mengharamkan bunga bank
2) Umar Chapra
 Riba akan membawa dampak buruk pada moral dan peradaban manusia
 Sistem ekonomi Islam yang menghapus riba dari prinsip ekonomi
 Ekonomi Konvensional adalah disiplin ilmu yang sangat maju dan terdepan
Pemikir Islam pra modern yang membicarakan teori inflasi salah satunya adalah Al
Maqrizi, dia mengklasifikasikan inflasi berdasarkan faktor penyebabnya, yaitu (1) Natural
inflation atau inflasi yang disebabkan oleh faktor alamiah, seperti bencana alam, kebakaran
dll. (2) Human error inflation atau inflasi akibat kesalahan manusia. Human error inflation
disebabkan oleh tiga hal, yakni: korupsi dan administrasi yang buruk, pajak yang berlebihan
dan peningkatan mata uang fulus.

Materi UKL
Prodi Ekonomi Syariah 3
A. Pengertian Fiqh Muamalah
Fiqh muamalah adalah mengetahui ketentuan-ketentuan hukum tentang usaha-usaha
memperoleh dan mengembangkan harta, jual beli, hutang piutang dan jasa penitiapan
diantara anggota-anggota masyarakat sesuai keperluan mereka, yang dapat dipahami dan
dalil-dalil syara’ yang terinci.
B. Ruang Lingkup Fiqh Muamalah
1. Jual beli (Al-bai’ at-Tijarah)
2. Gadai (rahn)
3. Jaminan/ tanggungan (kafalah)
4. Pemindahan utang (hiwalah)
5. Jatuh bangkit (tafjis)
6. Batas bertindak (al-hajru)
7. Perseroan atau perkongsian (asy-syirkah)
8. Perseroan harta dan tenaga (al-mudharabah)
9. Sewa menyewa tanah (al-musaqah al-mukhabarah)
10. Upah (ujral al-amah)
11. Gugatan (asy-syuf’ah)
12. Sayembara (al-ji’alah)
13. Pembagian kekayaan bersama (al-qisamah)
14. Pemberian (al-hibbah)
15. Pembebasan (al-ibra’), damai (ash-shulhu)
16. Beberapa masalah mu’ashirah (mukhadisah), seperti masalah bunga bank, asuransi,
kredit, dan masalah lainnnya.
17. Pembagian hasil pertanian (musaqah)
18. Kerjasama dalam perdagangan (muzara’ah)
19. pembelian barang lewat pemesanan (salam/salaf)
20. Pihak penyandang dana meminjamkan uang kepada nasabah/ Pembari modal
(qiradh)
21. Pinjaman barang (‘ariyah)
22. Sewa menyewa (al-ijarah)
23. Penitipan barang (wadi’ah)
C. Pengertian, Tujuan, Rukun dan Syarat Akad
Kata akad berasal dari Bahasa Arab al-‘aqd yang secara etimolagi berarti perikatan,
perjanjian dan permufakatan. Secara terminologis, akad adalah suatu perikatan antara ijab
dan Kabul dengan cara yang dibenarkan syara, yang menetapkan adanya akibat-akibat
hukum pada objeknya. Tujuan akad harus berlangsung adanya hingga berakhirnya
pelaksanaan akad tanpa adanya pelanggaran dari ketentuan syara’.
Materi UKL
Prodi Ekonomi Syariah 4
Adapun rukun-rukun akad adalah sebagai berikut
1. ‘Aqid, adalah orang yang berakad terkadang masing-masing pihak terdiri dari satu
orang, terkadang terdiri dari beberapa beberapa orang.
2. Ma’qud alaih, ialah benda-benda yang diakadkan, seperti benda-benda yang dijual
dalam akad jual beli, dalam akad hibah (pemberian), gadai, utang yang dijamin
seseorang dalam akad kafalah.
3. Maudhu’ al-‘aqd, yaitu tujuan atau maksud pokok mengadakan akad.
4. Shighat al-aqd, ialah ijab Kabul, ijab ialah permulaan penjelasan yang keluar dari
salah seorang yang berakad sebagai gambaran kehendaknya dalam mengadakan akad.
Kabul ialah perkataam yang keluar dari pihak yang berakad pula yang diucapkan
setelah adanya ijab.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam shighat al-aqd (akad) ialah:
a. Shighat al-aqd harus jelas pengertiannya, misalnya: “aku serahkan benda ini kepadamu
sebagai hadiah atau pemberiannya”.
b. Harus bersesuian antara ijab dan Kabul.
c. Menggambarkan kesungguhan kemauan dari pihak-pihak yang bersangkutan, tidak
terpaksa, atau tidak karena diancam.
Syarat-syarat yang bersifat umum, yaitu syarat-syarat yang wajib sempurna wujudnya
dalam berbagai akad:
1. Kedua orang yang melakukan akad cakap bertindak (ahli), maka akad orang tidak
cakap (orang gila, orang yang berada dibawah pengampuan (mahjur) karena boros dan
lainnya akadnya tidak sah
2. Yang dijadikan objek akad dapat menerima hukumnya.
3. Akad itu diijinkan oleh syara’, dilakukan oleh orang yang mempunyai hak
melakukannya, walaupun dia bukan akid yang memiliki barang.
4. Akad bukan jenis akad yang dilarang.
5. Akad dapat memberi faedah.
6. Ijab harus berjalan terus, maka ijab tidak sah apabila ijab tersebut dibatalkan sebelum
adanya qobul.
7. Ijab dan qobul harus bersambung, jika seseorang melakukan ijab dan berpisah
sebelum terjadinya qobul, maka ijab yang demikian dianggap tidak sah.
D. Perdagangan (Al Buyu’) dan Hal-hal yang Berkaitan
Jual beli adalah proses pemindahan hak milik/barang atau harta kepada pihak lain
dengan menggunakan uang sebagai alat tukarnya. Kata lain dari jual beli adalah al-ba’i,
asy-syira’, al-mubadah, dan at-tijarah.
Jual beli didasarkan pada al-Qur’an surat an-Nisa’ 29. Adapun rukun jual beli adalah:
1. Dua pihak membuat akad penjual dan pembeli
2. Objek akad (barang dan harga)
Materi UKL
Prodi Ekonomi Syariah 5
3. Ijab qabul (perjanjian/persetujuan)
Jual beli dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, antara lain ditinjau dari segi sah
atau tidak sah dan terlarang atau tidak terlarang.
1. Jual beli yang sah dan tidak terlarang yaitu jual beli yang terpenuhi rukun-rukun dan
syarat-syaratnya.
2. Jual beli yang terlarang dan tidak sah (bathil) yaitu jual beli yang salah satu rukun
atau syaratnya tidak terpenuhi atau jual beli itu pada dasar dan sifatnya tidak
disyariatkan.
3. Jual beli yang sah tapi terlarang ( fasid ). Jual beli ini hukumnya sah, tidak
membatalkan akad jual beli, tetapi dilarang oleh Islam karena sebab-sebab lain.
E. Bentuk Kerjasama Dalam Perdagangan: Syirkah dan Mudharabah
Syirkah adalah suatu akad kerja sama antara dua orang atau lebih untuk suatu usaha
tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal) dengan
kesepakatan bahwa keuntungan dan kerugian akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan. Syirkah hukumnya diperbolehkan atau disyari’atkan berdasarkan Al-
Qur’an surat Ash-Shad ayat 24.
Jenis syirkah secara umum terbagi dua:
1. Syirkah Amlaak (Hak Milik), Yaitu perserikatan dua orang atau lebih yang dimiliki
melalui transaksi jual beli, hadiah, warisan atau yang lainnya. Dalam bentuk syirkahs
eperti ini kedua belah pihak tidak berhak mengusik bagian rekan kongsinya, ia tidak
boleh menggunakannya tanpa seijin rekannya.
2. Syirkah Uquud (Transaksional/kontrak), yaitu akad kerja sama antara dua orang yang
bersekutu dalam modal dan keuntungan, misalnya, dalam transaksi jual beli atau
lainnya. Berdasarkan penelitian para ulama fikih terdahulu tterdapat lima macam
syarikah: yaitu: (1) syirkah al- inân; (2) syirkah al-abdân; (3) syirkah al-
mudhârabah; (4) syirkah al-wujûh; dan (5)syirkah al-mufâwadhah
F. Rukun dan Syarat Mudharabah
Menurut istilah, mudharabah atau qiradh adalah aqad antara pemilik modal (harta)
dengan pengelola modal tersebut, dengan syarat bahwa keuntungan diperoleh dua belah
pihak sesuai jumlah kesepakatan. Adapun rukun-rukun mudharabah ada 6, yaitu:
1. Pemilik barang yang menyerahkan barang-barangnya
2. Orang yang bekerja, yaitu mengelola barang yang diterima dari pemilik barang
3. Aqad mudharabah dilakukan oleh pemilik dengan pengelola barang
4. Harta pokok/modal
5. Pekerjaan pengelolaan harta sehingga menghasilkan laba
6. Keuntungan.
Adapun Syarat sah mudharabah antara lain:

Materi UKL
Prodi Ekonomi Syariah 6
1. Modal/barang yang diserahkan itu berbentuk uang tunai. Apabila barang itu berbentuk
emas/perak batangan (tabar), emas hiasan/barang dagang lainnya, mudharabah
tersebut batal.
2. Bagi yang melakukan aqad disyaratkan mampu melakukan tasharuf. Maka dibatalkan
aqad anak-anak yang masih kecil, orang gila
3. Modal harus diketahui dengan jelas agar dapat dibedakan antara modal yang
diperdagangkan dengan laba
4. Keuntungan yang akan menjadi milik pengelola dan pemilik modal harus jelas
presentasinya
5. Melafadzkan ijab dari pemilik modal
6. Mudharabah bersifat mutlak, pemilik modal tidak mengikat pengelola harta untuk
berdagang di negara tertentu, memperdagangkan barang-barang tertentu pada waktu-
waktu tertentu.
G. Bentuk-bentuk Aqad Pemberian Kepercayaan
1. Hiwalah, adalah pengalihan atau pengoperan. Menurut istilah berarti pengalihan
hutang dari orang yang berhutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya.
2. Ijarah, menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional, ijarah adalah akad pemindahan hak
guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran
sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.
3. Rahn. Menurut istilah berarti memperlakukan harta sebagai jaminan atas hutang yang
dipinjam, supaya dianggap sebagai pembayaran manakala yang berhutang tidak
sanggup melunasi hutangnya
4. wadi’ah adalah titipan murni dari satu pihak ke pihak yang lain, baik individu maupun
badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip
menghendakinya
H. Konsep Riba dan Kaitannya dengan Bank Konvensional
Riba secara bahasa bermakna: ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain, secara
linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar . Sedangkan menurut istilah teknis,
riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Secara
garis besar riba dikelompokkan menjadi dua. Masing-masing adalah riba hutang-
piutang dan riba jual-beli. Kelompok pertama terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba
jahiliyyah. Sedangkan kelompok kedua, riba jual-beli, terbagi menjadi riba fadhl dan
riba nasi’ah.
1. Riba Nasii`ah adalah tambahan yang diambil karena penundaan pembayaran
utang untuk dibayarkan pada tempo yang baru, sama saja apakah tambahan itu
merupakan sanksi atas keterlambatan pembayaran hutang, atau sebagai tambahan
hutang baru. Misalnya, si A meminjamkan uang sebanyak 200 juta kepada si B;
dengan perjanjian si B harus mengembalikan hutang tersebut pada tanggal 1
Materi UKL
Prodi Ekonomi Syariah 7
Januari 2009; dan jika si B menunda pembayaran hutangnya dari waktu yang telah
ditentukan (1 Januari 2009), maka si B wajib membayar tambahan atas
keterlambatannya; misalnya 10% dari total hutang. Tambahan pembayaran di sini
bisa saja sebagai bentuk sanksi atas keterlambatan si B dalam melunasi
hutangnya, atau sebagai tambahan hutang baru karena pemberian tenggat waktu
baru oleh si A kepada si B tambahan inilah yang disebut dengan riba.
2. Riba Fadlal adalah riba yang diambil dari kelebihan pertukaran barang yang
sejenis.
3. Riba al-Yadd adalah riba yang disebabkan karena penundaan pembayaran dalam
pertukaran barang-barang. Dengan kata lain, kedua belah pihak yang melakukan
pertukaran uang atau barang telah berpisah dari tempat aqad sebelum diadakan
serah terima.
Kata ekonomi berasal dari bahasa Yunani Kuno (oikonomos) yang berarti rumah
tangga. Menurut istilah pakar ekonomi, ekonomi adalah usaha untuk mendapat dan mengatur
harta baik material maupun non material untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia baik
secara individu maupun kolektif yang menyangkut perolehan, pendistribusian, ataupun
penggunaan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sedangkan Menurut Kursyid Ahmad, ilmu
ekonomi Islam adalah sebuah usaha sistematis untuk memahami masalah-masalah ekonomi
dan tingkah laku manusia secara rasional dalam perspektif Islam.
Ekonomi mikro adalah salah satu cabang dalam ilmu ekonomi yang terfokus
mempelajari perilaku atau hubungan timbal balik antara produsen dan konsumen yang terlibat
di dalam kegiatan ekonomi. Ekonomi mikro bisa menjelaskan tentang bagaimana dan
mengapa di setiap pengambilan keputusan dalam kegiatan ekonomi.
Dengan demikian, ekonomi mikro Islam berarti suatu sistem yang di dalamnya
terdapat perilaku beberapa individu, baik sebagai konsumen, produsen, atau tenaga kerja yang
dalam kegiatan ekonominya selalu diilhami oleh nilai-nilai keIslaman
Beberapa pokok bahasan ilmu Ekonomi Mikro Islam antara lain adalah sebagai berikut.
a. Asumsi rasionalitas dalam ekonomi Islami
Yang dimaksud dengan asumsi rasionalitas adalah bahwa manusia berperilaku secara
rasional (masuk akal), dan tidak akan secara sengaja membuat keputusan yang akan
menjadikan mereka lebih buruk. Perilaku rasional mempunyai dua makna, yaitu metode
dan hasil. Dalam makna metode, perilaku rasional berarti tindakan yang dipilih
berdasarkan pikiran yang beralasan, bukan berdasarkan pikiran yang beralasan, bukan
berdasarkan kebiasaan, prasangka, atau emosi. Sedangkan dalam makna hasil, perilaku
rasional berarti tindakan yang benar-benar dapat mencapai tujuan yang ingin dicapai.
b. Teori konsumsi Islami
Konsumsi adalah suatu bentuk perilaku ekonomi yang asasi dalam kehidupan manusia.
Setiap makhluk hidup pasti melakukan aktivitas konsumsi termasuk manusia. Dalam ilmu
Materi UKL
Prodi Ekonomi Syariah 8
ekonomi, konsumsi adalah setiap perilaku seseorang untuk menggunakan dan
memanfaatkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jadi, perilaku
konsumsi tidak hanya menyangkut perilaku makan dan minum saja, tetapi juga perilaku
ekonomi lainnya seperti membeli dan memakai baju, membeli dan memakai kendaraan,
membeli dan memakai sepatu.
Aktivitas konsumsi dalam perspektif ekonomi Islam sesungguhnya tidaklah berbeda
dari ekonomi konvensional. Titik perbedaan yang paling menonjol antara dalam teori
konsumsi tersebut adalah paradigma dasar dan tujuan pencapaian dari konsumsi itu
sendiri.
Dalam Islam, perilaku konsumsi dibangun atas dua hal, yaitu kebutuhan (hajat) dan
kegunaan atau kepuasan (manfaat). Konsumsi dalam Islam diartikan sebagai penggunaan
terhadap komoditas yang baik dan jauh dari sesuatu yang baik dan jauh dari sesuatu yang
diharamkan, maka sudah barang tentu motivasi yang mendorong seseorang untuk
melakukan aktifitas konsumsi juga harus sesuai dengan prinsip konsumsi itu sendiri.
Artinya, karakteristik dari kebutuhan dan manfaat secara tegas juga diatu dalam ekonomi
Islam.
Islam melihat aktivitas ekonomi adalah salah satu cara untuk menciptakan maslahah
menuju ialah (kebahagiaan dunia dan akhirat). Motif berkonsumsi dalam Islam pada
dasarnya adalah Maslahah. Meskipun secara alami motif dan tujuan berkomunikasi dari
seorang individu adalah untuk mempertahankan hidupnya. Teori permintaan yang
terbentuk dari konsumsi dalam ekonomi Islam didasarkan atas adanya kebutuhan bukan
dari keinginan.
c. Teori permintaan Islami
Secara sederhana demand dalam pendekatan ekonomi menunjukkan tingkat
permintaan akan suatu produk atau jasa dari konsumen, sedangkan supply menunjukkan
jumlah produk atau jasa yang ditawarkan oleh produsen atau penjual. Adapun hukum
permintaan yang lazim dipahami adalah “Apabila harga barang naik maka jumlah yang
diminta akan turun sebaliknya jika harga turun jumlah yang diminta akan naik”.
Sesungguhnya permintaan yang dilakukan oleh seorang muslim dalam upaya
melakukan konsumsi merupakan cara untuk menciptakan maslahah, bukan untuk
kepuasan pribadi. Oleh karena itu, dalam menganalisa permintaan konsumen muslim akan
sangat erat kaitannya dengan pola dan etika konsumsi seorang muslim.
Terdapat dua pendekatan untuk mengetahui perilaku konsumen, yaitu pendekatan
mashlahah marginal dan pendekatan iso-mashlahah. Pendekatan mashlahah marginal
menganggap manfaat dan berkah bisa dirasakan dan diukur oleh konsumen. Pendekatan
iso-mashlahah didasarkan pada pandangan bahwa mashlahah, terutama berkah hanya bisa
dirakan namun tidak bisa diukur seberapa besarnya. Konsumen hanya bisa
membandingkan tinggi rendahnya berkah antar kegiatan konsumsi.
Materi UKL
Prodi Ekonomi Syariah 9
d. Teori produksi Islami
Kegiatan produksi merupakan mata rantai dari konsumsi dan disttribusi. Kegiatan
produksi adalah proses yang menghasilkan barang dan jasa, kemudian dikonsumsi oleh
para konsumen. Untuk menghasilkan barang dan jasa, kegiatan produksi melibatkan
banyak faktor produksi.
Imam Al-Ghazali memberikan perhatian yang cukup besar terhadap teori
produksi dalam ekonomi Islam. Ia menggambarkan bermacam ragam aktivitas produksi
dalam masyarakat. Ia juga mengklasifikasi aktivitas produksi menurut kepentingan
sosialnya dan menitikberatkan perlunya kerjasama dan koordinasi. Fokus utamanya
adalah tentang jenis aktivitas yang sesuai dengan dasar-dasar etos kerja Islam.
Tanggungjawab manusia sebagai khalifah adalah mengelola resources yang telah
disediakan oleh Allah secara efisien dan optimal agar kesejahteraan dan keadilan dapat
ditegakkan. Dalam ekonomi Islam tentang produksi adalah adanya perintah untuk mencari
sumber-sumber yang halal dan baik bagi produksi dan memproduksi dan memanfaatkan
output produksi pada jalan kebaikan dan tidak menzalimi pihak lain. Dengan demikian,
penetuan input dan output dari produksi haruslah sesuai dengan hukum Islam dan tidak
mengarah kepada kerusakan.
e. Teori penawaran Islami
Dalam ilmu ekonomi, hukum penawaran adalah “Semakin tinggi harga suatu
produk semakin meningkat barang yang ditawarkan, sebaliknya semakin rendah harga
suatu produk, semakin berkurang jumlah yang ditawarkan”.
Dalam ekonomi Islam, pengaruh zakat terhadap penawaran dapat dilihat dari dua
sisi. Yang pertama adalah melihat pengaruh kewajiban membayar zakat terhadap perilaku
penawaran. Objek zakat perniagaan adalah barang yang diperjualbelikan. Menurut
Adiwarman A. Karim, pengenaan zakat perniagaan tidak berpengaruh terhadap kurva
penawaran, tidak seperti pajak yang mengakibatkan komponen biaya meningkat. Adanya
pengenaan zakat perniagaan membuat perilaku memaksimalkan keuntungan berjalan
seiring dengan perilaku memaksimalkan zakat. Artinya, jika seorang produsen
memaksimalkan keuntungannya, pada saat yang bersamaan ia memaksimalkan besarnya
zakat yang dibayarkan.
Mekanisme Pasar Islami
Secara umum pasar diartikan sebagai tempat bertemunya pembeli dan penjual. Dalam
ilmu ekonomi, konsep pasar diartikan sebagai setiap struktur yang memungkinkan pembeli
dan penjual untuk menukar jenis barang, jasa dan informasi. Sehingga konsep pasar tidak
hanya pada barang dan jasa, tapi juga pada informasi dan hal-hal berharga lainnya yang bisa
diperjual belikan. Adapun proses pertukaran barang atau jasa untuk uang adalah transaksi.
Perlu dipertegas bahwa objek dari ilmu ekonomi adalah perilaku ekonomi konsumen,
produsen dan pemerintah. Ketiga objek tersebut dalam praktiknya akan dipertemukan dalam
Materi UKL
Prodi Ekonomi Syariah 10
mekanisme pasar baik pasar tenaga kerja, pasar barang, ataupun pasar modal. Peranan
pemerintah sanagt diperlukan dalam bentuk kebijakan pasar, hal ini untuk mencegah pasar
berjalan tidak normal atau terjadinya distrosi pasar. Namun pemerintah mestinya menghindari
praktik penetapan harga, karena dalam prakteknya Rasulullah mengajarkan kepada umat
Islam untuk membiarkan harga berjalan apa adanya, agar harga berjalan dengan adil.
Rasulullah melarang adanya intervensi harga dan sepenuhnya menyerahkan mekanisme harga
pada pasar. Namun dalam praktiknya harga pasar dapat sangat dipengaruhi oleh praktik-
praktik yang dilarang sehingga menyebabkan distorsi dan selanjutnya mampu mengintervensi
harga yang terbentuk di pasar.
Kurva Permintaan Barang Halal dalam Pilihan Halal-Haram
Dalam hal pilihan yang dihadapi adalah antara barang halal dan barang haram, maka
optimal solution-nya adalah corner solution. Katakanlah konsumen mempunyai pendapatan I
= Rp1 juta per bulan, dan menghadapi pilihan untuk mengonsumsi barang halal X dan barang
haram Y. Katakan pula harga barang X Px= Rp 100 ribu, dan harga barang Y Py = Rp200
ribu. Titik A, A’, A” menunjukkan konsumsi seluruhnya dialokasikan pada barang X, dan titik
B menunjukkan konsumsi seluruhnya dialokasikan pada barang Y. Simulasi penurunan harga
juga dilakukan dari Rp 100 ribu ke tingkat Px = Rp50 ribu dan Px = Rp25 ribu.
Dengan mengasumsikan perubahan hanya pada barang X, maka kita sekarang
memiliki tiga tipe garis anggaran yang berbeda. Pada harga x sama dengan Rp 100 ribu budget
line berada pada BL1, sedang pada harga X sebesar Rp50 ribu budget line berada pada
BL2 demikian juga ketika harga X berada pada level Rp25 ribu maka budget line menjadi BL3.
Dengan menggunakan simulasi penurunan harga barang X yang halal ini maka kita dapat
memformulasikan kurva permintaan barang halal X dalam pilihan halal-haram.
Semakin tinggi harga, semakin sedikit jumlah barang yang diminta. Dengan demikian,
kita juga mendapatkan slope kurva permintaan yang negatif untuk barang halal dalam pilihan
halal X dan haram Y. Perbedaannya terletak pada kecuraman kurva atau dalam istilah
ekonominya pada elastisitas harga. Penurunan harga dari Rp100 ribu ke Rp 50 ribu
meningkatkan permintaan barang X dari 10 ke 20 (bandingkan dengan pilihan halal X – halal
Y yang hanya dari 3 ke 4), penurunan dari rp 50 ribu ke Rp 25 ribu meningkatkan permintaan
barang X dari 20 ke 40 (bandingkan dengan pilihan halal X – halal Y yang hanya naik dari 4
ke 5).
Keadaan Darurat Tidak Optimal
Dalam konsep Islam, yang haram telah jelas dan begitu pula yang halal telah jelas.
Secara logika ekonomi kita telah menjelaskan bahwa bila kita dihadapkan kepada dua pilihan,
yaitu barang halal dan barang haram, optimal solution adalah corner solution, yaitu
mengalokasikan seluruh pendapatan kita untuk mengonsumsi barang halal. Tindakan
mengonsumsi barang haram berarti meningkatkan disutility, sebaliknya tindakan mengurangi
konsumsi barang haram berarti mengurangi disutility. Corner solution merupakan optimal
Materi UKL
Prodi Ekonomi Syariah 11
solution karna mengonsumsi barang haram sejumlah nihil berarti menghilangkan disutility,
selain itu mengaloksaikan seluruh pendapatan untuk mengonsumsi barang halal berarti
meningkatkan utility.
Secara grafis ditunjukkan dengan terbatasnya supply barang halal X sejumlah Q x F
atau dapat juga dikatakan sejumlah maksimal barang x yang tersedia pada keadaan full capa
cypy adalah sebesar Q x F. Dengan asumsi maximizing behafior, maka tingkat utility U3 lebih
baik dibandingkan U1. Perhatikanlah bahwa untuk tingkat utility U1 dan U3, Optimal
solutionnya adalah corner solution ada garis horizontal sumbu X. Kedua corner solution itu
menunjukkan berapa jumlah barang x yang diminta, sebut saja Q x (U1) untuk tingkat utility
U1 dan Q x (U3) untuk tingkat utility U3. Perhatikan pula bahwa Q x (U1) < Q xF < Q x (U3).
Oleh karena Q x F adalah jumlah maximal barang X, dan Q x (U3) lebih besar dari Q x F,
maka dapat kita simpulkan bahwa tingkat utility U3 tidak tercapai.
Untuk tingkat utility U1, Q x F akan memotong U1 pada DP(Darurat Point). Pada titik
DP ada sejumlah pendapatan yang sebenarnya dapat digunakan untuk mengkonsumsi barang
X sejumlah Q x (U3), namun karena tebatasnya barnag X sejumlah Q x F, maka akan ada
sejumlah pendapatan yang dialokasikan untuk mengkonsumsi barang haram Y. Perhatikanlah
bahwa titik DP bukanlah titik optimal. Titik DP tidak terjadi pada saat persinggungan
antara indifference curvedengan budget line atau dengan kata lain MRS pada titik DP tidak
sama denganslope budget line.
Oleh karena itu, dalam pilihan halal haram, optimal solution selalu terjadi corner
solution yaitu mengonsumsi barang halal seluruhnya, maka setiap keadaan darurat, yaitu
keadaan yang secara terpaksa harus mengonsumsi barang haram, pastilah
bukan corner solution dan oleh karenanya pasti bukan optimal solution. Keadaan daruurat
selalu bukan keadaan optimal.
Sub/optimality keadaan darurat dengan jelas terlihat bila kita membandingkan titik DP
dengan titik Q x (U2). Optimal solution untuk tingkat utility U2 adalah corner solution pada
tingkat Q x F. Oleh karena tingkat utility U2 lebih baik dibandingkan tingkat utility U1, jelaslah
titik DP sub optimal dibanding Q x (U3).
Supply barang X terbatas dimana kondisi jumlah maximum pada Q x F (Q x pada full
capacity), sehingga kurva U3 tidak dapat dicapai pada darurat point (DP terdapat barang Y).
Jelas disini bahwa darurat point (DP) bukanlah solusi yang optimal karena titik DP
bukanlah merupakan titik persinggungan. DP selalu tidak optimal. Apabila U2 > U1, maka
U2 optimal. Pada U2 tidak ada permintaan terhadap barang haram Y.
Permintaan Barang Haram dalam Keadaan Darurat
Darurat didefinisikan sebagai keadaan suatu yang mengancam keselamatan jiwa. Oleh
karena itu, sifat darurat itu sendiri adalah sementara maka permintaan barang harampun hanya
bersifat insidentil. Secara sistematis keadaan ini digambarkan dengan fungsi yang discrete,
bukan fungsi yang continue.
Materi UKL
Prodi Ekonomi Syariah 12
Demand terhadap barang Y pada darurat point bkan merupakan fungsi dari harga Y.
Ini adalah point demand (DY). Penggunaan konsep darurat adalah terbatas dan harus sesuai
dengan syariat. Pada titik DP jumlah permintaan barang haram Y adalah sejumlah Q. Dengan
bantuan garis 450 sebgai cermin, kita dapat menurunkan permintaan barang haram Y, yaitu
pada titik koordinat.
Konsumsi Inter-Temporal Konvensional
Yang dimaksud dengan konsumsi inter-temporal adalah konsumsi yang dilakukan
dalam dua waktu, yaitu masa sekarang (periode pertama) dan masa yang akan datang (periode
kedua). Dalam ekonomi konvensional, pendapatan adalah penjumlahan konsumsi dan
tabungan. Atau secara matematis ditulis:
Y= C + S
Dimana: Y= pendapatan, C= Konsumsi , S= Tabungan
Misalkan pendapatan, konsumsi, saving pada periode pertama adalah Y1, C1, S1 dan
pendapatan, konsumsi, dan saving pada periode kedua adalah Y2, C2, dan S2 maka persamaan
dapat dituliskan sebagai berikut: pendapatan pada periode pertama adalah : Y1= C1+S1.
Pendapatan pada periode kedua adalah Y2= C2+S2.
Apabila konsumsi di periode pertama lebih kecil dari pada pendapatan, maka akan terjadi
saving dan konsumsi di periode kedua semakin besar.
Y1= C1 + S1 dan C1 < Y1
Y2= C2 + S2
= (C2+S1) + S2
Bila kita mengansumsikan konsumsi periode 1 (C1) dan 2 (C2) ditentukan oleh
besarnya nominal uang (m) yang ada ditangan maka (C1) dipenuhi oleh (m1) dan (C2) dipenuhi
oleh (m2). Maka apabila kita asumsikan sejumlah uang yang tersedia pada periode pertama
dan kedua dialokasikan sepenuhnya untuk konsumsi pada periode 1 dan 2 serta tidak ada
bunga atau value added dari volume uang untuk periode ke 2 (M2).
Besarnya konsumsi juga dipengaruhi oleh posisi konsumen, apakah mengeluarkan
pengeluaran, yang berbeda diantara periode atau tidak. Pada prinsipnya perilaku konsumen
dimana terjadi selisih antara pendapatan dengan jumlah uang yang digunkan untuk konsumsi,
dapat dibagi menjadi 3:
a. Lender, dimana jumlah konsumsi lebih kecil dari pada pendapatan.
b. Borrower, dimana jumlah konsumsi lebih besar dari pada pendapatan.
c. Polonius point, dimana jumlah konsumsi sama dengan jumlah pendapatan.

Titik optimal untuk konsumen berada pada perpotongan kurva indifference dengan
budget line yang tersedia. Bagaimana posisi dan letak dari kurva indefference sangat
tergantung dari presfektif dan tingkat kebutuhan dari konsumen. Pada saat kosumen
berperilaku sebagai borrower, perpotongan kurva indefference menyebabkan konsumsi pada

Materi UKL
Prodi Ekonomi Syariah 13
masa kini C1, lebih tinggi dari pada konsumsi pada masa depan C2, karena jumlah uang yang
tersedia pada saat ini hanya M, dimana M1 < C1, maka ada sebagian dari uang yang disediakan
untuk konsumsi masa datang M2 digunakan untuk mengonsumsi pada masa sekarang.
Sehingga untuk mencapai tingkat konsumsi C1 > C2, maka konsumen akan meminjam uang
dari pihak lain dengan jaminan sebagian dari M2 akan digunakan untuk membayar uang
tersebut.
Konsumsi Inter Temporar Dalam Islam
Bagian ini merujuk pada monjer khaf yang berusaha mengembangkan pemikiran tentang hal
ini, dengan memulai membuat asumsi sebgai berikut:
a. Islam dilaksanakan oleh masyarakat
b. Zakat hukumnya wajib
c. Tidak ada riba dalam perekonomiannya.
Berlakunya beberapa instrumen dalam ekonomi Islam tentu berdampak pula kepada
perubahan perilaku konsumsi bila tanpa instrumen ekonomi Islam tersebut. Beberapa
intrumen dapat memengaruhi volume jumlah uang yang dialokasikan untuk konsumsi baik
pada periode satu atau dua meliputi:
1. Zakat, pengenaan zakat pada periode 1 (Z1) akan mengurangi m1 yang dialokasikan
untuk C1. Bila tidak ada tabungan atau peminjaman pada periode satu maka final
sepending (m1 = FS =C1+Z1) sama dengan m1.
2. Infak atau sodaqoh, pengeluaran infaq atau sodaqoh pada periode 1 akan mengurangi
m1 yang dialokasikan untuk C1. Tidak ada tabungan atau peminjaman pada periode 1
maka final spending sama dengan m1.
3. Rate off profit atau pendapatan bagi hasil (rp): apabila pada periode satu ada sebagian
m1 yang dialokasikan dalam bentuk tabungan yang di investasikan
maka final spendingperiode 2 (FS2) sama dengan m2 ditambah dengan jumlah m1 yang
ditabung ditambah dengan rate off profit (rp) (FS2= m2+ (1+rp) m1).

Dalam konsep Islam yang dijelaskan oleh hadis rasulullah saw yang maknanya adalah “yang
kamu miliki adalah apa yang telah kamu makan dan apa yang telah kamu infaq kan”. Oleh
karena itu, persamaan pendapatan menjadi: Y=(C+infaq) + S
Secara grafis, hal ini seharusnya digambarkan dengan 3 dimensi. Namun untuk kemudahan
penyajian grafis, yaitu dengan dua dimensi, maka bersama ini disederhanakan menjadi:Y= FS
+ S.
Dimana : FS = C + infaq. FS adalah Final spending dijalan Allah.
Hubungan Terbalik Riba dengan Sedekah
Sekarang bayangkanlah suatu keadaan dimana:
1. Orang tidak mau bekerja mencari pendapatan
2. Praktik riba menjadi tradisi dimasyarakat

Materi UKL
Prodi Ekonomi Syariah 14
3. Zakat wajib dilaksanakan
Dalam keadaan ini berarti sumber pendapatan masyarakat hanya dari riba saja, dan tidak ada
sumber pendapatan lain. Dari keadaan ini dapat digambarkan tiga kombinasi utility function
(dalam hal ini disebut indefference curve atau IC) dengan budget line.
Investasikan Tabungan
Apalah artinya tabungan bila tidak diinvestasikan. Ia hanya menajdi seonggok harata
yang tidak berguna. Islam tidak menyukai adanya tindakan penimbunan harta yang sia-sia ini.
Di satu pihak Islam memberikan disinsetif terhadap saving yang tidak diinvestasikan, namun
dipihak lain Islam memberikan insentif untuk melakukan investasi. Konsekuensi logis dari
investasi adalah munculnya peluang untuk untung dan rugi.
Katakanlah seorang mempunyai harta (wealth, W) sebesar Rp100 juta. Harta ini dapat
digunakan seluruhnya untuk investasi atau sebagiannya. Tingkat pemanfaatan harta ini sebut
saja ‘V’. Bila seluruhnya di investasikan maka v=1, sedangkan bila tidak ada yang
diinvestasikan maka v=0.
Dengan v=1, katakanlah tingkat return nya, r = 50% atau R = Rp50 juta. Bila
diasumsikan skala usaha tidak berpengaruh pada tingkat return yaitu tetap 50%, bila v = 0,5
maka return nya R=Rp25 juta. Bila dalam menginvestasikan hartanya, ia tidak melakukannya
sendiri, misalnya melalui kerja sama bagi hasil mudharabah, maka returnnya akan di bagi
hasilkan berdasarkan misbah.” secara matematis dapat ditulis: Y=( πR) vW dimana: Y=
pendapatan, π= nisbah bagi hasil, v= tingkat pemanfaatan harta, W= harta yang ditabung.
Semakin besar pemanfaatan harta (v), semakin besar pula pendapatan (Y).
Dengan kata lain bila tidak seluruh saving digunakan untuk investasi maka konsumen
akan berada pada tingkat kesejahteraan yang lebih rendah. Jadi dengan argumen ilmu
ekonomi. Kita berusaha menjelaskan bahwa salah satu maksud larangan penimbunan harta
yang diatur dalam QS. Attakatsur adalah uintuk meningkatkan kesejahteraan manusia itu
sendiri.
Distorsi Pasar
Pada garis besarnya, ekonomi Islami mengidentifikasi tiga bentuk distorsi pasar, yakni
sebagai berikut:
1. Rekayasa penawaran dan rekayasa permintaan
2. Tadlis (penipuan)
3. Taghrir (dari kata gharar = uncertainty, kerancuan)
Dalam fiqih Islam, rekayasa penawaran (false supply) lebih dikenal sebagai ihtikar,
sedangkan rekayasa permintaan (false demand) dikenal sebagai bai’ najasy. Tadlis (penipuan
= unknown to one party) dapat mengambil empat bentuk, yakni penipuan menyangkut jumlah
barang (quantity), mutu barang (quality) harga barang (price), dan waktu penyerahan barang
(time of delivery). Sedangkan taghrir (kerancuan, ketidakpastian = unknown to both parties),
juga mengambil empat bentuk yang menyangkut kuantitas, kualitas, harga, dan waktu
Materi UKL
Prodi Ekonomi Syariah 15
penyerahan barang. Tadlis dan taghrir, keduanya disebabkan karena adanya incomplete
information.
Kesemua bentuk distorsi pasar ini mengganggu berjalannya mekanisme pasar secara
alamiah. Hal ini menzalimi salah satu pihak yang bertransaksi, karena itu Islam
mengharamkannya.
Konsumsi Makro Islam (Konsumsi pada Level Individu)
Seorang muslim dalam berkonsumsi bertujuan untuk mencapai mashlahah maksimum
guna mewujudkan falah. Untuk itu konsumen tidak hanya bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan untuk masa sekarang (dunia, worldy need) namun juga untuk kebutuhan masa
depan (akhirat, hereafter need) atau disebut juga ibadah. Terminologi worldy need dan
hereafter need tidak diartikan sebagaimana dalam sekulerisme, dimana hereafter need hanya
diterjemahkan pada pengeluaran aktivitas ibadah ritual atau terkadang sedikit lebih luas untuk
sedekah (charity). Dalam ajaran Islam, dunia dan akhirat adalah sebuah kesatuan, di mana
dunia adalah ladang untuk mencapai akhirat. Sepanjang konsumsi dilakukan di jalan Allah,
yaitu mengikuti cara yang dituntunkan Allah dan untuk mencari rida Allah, maka konsumsi
ini akan menjadi ibadah. Artinya tetap akan berdampak dalam jangka panjang di akhirat.
Berbagai ayat dalam Al Qur’an memberikan gambaran kesatuan ini misalnya Al Baqarah (2):
177, 195, 215, 245, 254, 262, Ali Imran (3): 92: At Taubah (9): 34: dan Al Anfal (8): 60.
Oleh karenanya, pemisahan di sini lebih pada makna dampak instan yang diharapkan
pada konsumsi. Worldy need bermakna bahwa dampak instannya pada saat sekarang atau di
dunia, sementara hereafter need lebih pada masa depan yaitu akhirat. Dalam berkonsumsi
untuk ibadah, seorang muslim tidak selayaknya mengharapkan manfaat atau balasan di dunia
secara instan, namun hanya untuk mencari rida Allah SWT (dan balasan akhirat, yaitu surga).
Pengeluaran untuk beribadah membutuhkan keikhlasan, yaitu niat semata mencari rida Allah
SWT, sebagaimana dalam Al Qur’an, Al Baqarah (2): 264: An Nisa (4) 38, Al Bayyinah (98):
5, dan lain-lain.
Secara lebih detil, konsumsi total dapat diformulasikan sebagai berikut:
C = Cs + Cd
C = f(Yd)
Cs = Cso + cs (sYd)
Cd = Cdo + cd ((1 – a)Yd)
C = [Cso + cs (aYd)] + [Cdo + cd ((1 – a)Yd)]
C = [(Cso + Cdo] + [cs (aYd) + cd ((1 – a)Yd)]
0 < Cs, Cd < 1
Dimana :
Cs = konsumsi untuk orientasi sekarang
Cd = konsumsi untuk orientasi masa depan
Cso = konsumsi sekarang otonom
Materi UKL
Prodi Ekonomi Syariah 16
cs = MPC sekarang
Cdo = konsumsi masa depan otonom
cd = MPC masa depan
Yd = pendapatan siap dibelanjakan
Dalam perspektif Islam, masyarakat dapat dikelompokkan menjadi masyarakat kaya
dan masyaraka miskin. Yang dimaksudkan dengan masyarakat kaya di sini bukan sekadar
masyarakat yang memiliki penghasilan di atas konsumsinya (Y-C > 0), namun masyarakat
pembayar zakat atau muzaki.
Masing-masing kelompok dalam berkonsumsi dipengaruhi oleh tingkat pendapatan
masing-masing. Jumlah konsumsi secara makro yang merupakan penjumahan konsumsi
kelompok kaya dan kelompok miskin sebagai berikut:
C = Ck + Cm
C = [Cko + ck (aY – (zW + sY)] + [Cmo + cm[((1 – a)Y + (zW + sY)]]
C = (Cko + Cmo) + (cK (aY – (zW + sY) + cm [((1 – a)Y + (zW + sY)])
C = Cto + ck (Ydk) + cm (Ydm)
Cto = cko + cmo
Cko > cmo dan 0< ck < cm < 1
Dimana :
C = konsumsi makro keseluruhan
Ck = konsumsi masyarakat kaya
Cm = konsumsi masyarakat miskin
Y = pendapatan total
Yk = pendapatan masyarakat kaya
Ym = pendapatan masyarakat miskin
a = proporsi pendapatan
Ydk = pendapatan siap belanja masyarakat kaya
Z = pengeluaran sedekah
z = proporsi untuk zakat
W = kekayaan bersih
S = proporsi sedekah sunah
Cko = konsumsi otonom masyarakat kaya
ck = MPC masyarakat kaya
Ydm = pendapatan siap belanja masyarakat mskin
Cmo = konsumsi otonom masyarakat miskin
cm = MPC masyarakat miskin
cto = konsumsi total otonom

Materi UKL
Prodi Ekonomi Syariah 17
Dengan memperhatikan manfaat dari masing-masing aktivitas ekonomi, yaitu
komsumsi, tabungan, dan sedekah, maka seseorang akan mengalokasikan anggaran yang
dimilikinya untuk tiga aktivitas sekaligus. Kita dapat memiliki persamaan Y = C + S + Z.
Karena S = I maka kita dapat juga menuliskan menjadi Y = C + I + Z. Posisi alokasi optimal
adalah komposisi ketiga aktivitas tersebut yang memberikan mashlahah maksimum pada
tingkat anggaran yang dimilikinya.
Dengan mendasarkan pada Al Quran, Hadis dan praktek-praktek pengelolaan ekonomi
pada masa Islam awal, maka kebanyakan para pemikir muslim berpendapat bahwa commodity
money, khususnya emas (dinar) dan perak (dirham), memang merupakan uang yang paling
ideeal. Meskipun demikian, hal ini bukanlah sebuah keharusan. Pemakaian fiat money
diperkenankan sepanjang memenuhi tiga syarat dasar, yaitu:
a. Telah menjadi kesepakatan bersama
b. Ditetapkan oleh pemerintah
c. Stabilitas nilainya dapat dijaga dengan baik
Beberapa pendapat yang menganggap bahwa fiat money adalah riba, bahkan lebih
besar dari pada riba yang berupa tingkat bunga. Dalam pandangan ini, karenanya, penggunaan
dinar dan dirham, adalah wajib. Beberapa argumentasi dari para ahli fiqih yang mendukung
dan tidak mendukung tentang keharusan uang dinar dan dirham dapat dilihat di Hassan (2005),
Karim (2006), Kricene (2014).
Perekonomian Islam adalah perekonomian tiga sektor, yang menempatkan mekanisme
pasar, peran pemerintah, dan peran masyarakat bersinergi (ta’awun). Pemerintah dan
masyarakat memiliki fungsi dasar merealisasikan segala kewajiban kolektif dalam
mewujudkan falah. Dalam beberapa aspek, fungsi ini changeable dan complementary.
Beberapa kesamaan zakat dan pajak:
a. Unsur paksaan dan kewajiban dalam pengumpulannya.
b. Dikelola oleh negara, baik pemerintah pusat atau daerah.
c. Tidak ada imbalan tertentu yang bersifat langsung bagi para pembayarnya.
d. Tujuan pengumpulannya adalah untuk membiayai kegiatan negara, terutama untuk
pembangunan sosial dan ekonomi.
Beberapa perbedaan zakat dan pajak:
a. Landasan hukum
b. Tujuannya, dimana zakat mmemiliki spesifikasi yang pasti dan baku, sedang pajak
tidak.
c. Subyek dan obyeknya
d. Nisabnya
e. Kelestariannya

Materi UKL
Prodi Ekonomi Syariah 18
Etika, bertitik pangkal dari kata “etos”. Menurut Nurcholis Madjid, etos adalah
karakter dan sikap, kebiasaan serta kepercayaan dan seterusnya yang bersifat khusus tentang
seorang individu atau sekelompok manusia. Dan dari kata etos inilah terambil kata “Etika”.
Etika dapat dimaknai Etika Kerja sebagai akhlak atau bersifat akhlaqi yaitu kualitas esensial
seseorang atau sekelompok manusia termasuk suatu bangsa.
Etika tidak bisa dimaknai sempit hanya pada kualitas pribadi seseorang saja. Namun
etika juga dapat dinisbatkan kepada suatu kelompok atau masyarakat. Terbentuknya etika
pada diri pribadi, suatu kelompok atau komunitas masyarakat sangat dipengaruhi oleh
kebiasaan, budaya dan sistem nilai yang diyakini. Bila dimaknai dari sudut pandang Islam,
maka etika dianggap sebagai akhlak (budi pekerti, perangai, tingkah laku juga tabiat
seseorang) yaitu tingkah laku atau perlakuan manusia ke arah kebaikan dan kebermanfaatan.
Perlu diingat, bahwa “kebaikan” dan “kebermanfaatan” yang menjadi tujuan
pencapaian dari etika kerja Islam, tidak bisa dimaknai bebas. Tapi harus dimaknai berdasarkan
Al-Quran dan Sunah Rasulullah. Ambil contoh tentang kasus perang. Bila ukuran kebaikan
dan kebermanfaatan diserahkan kepada persepsi masyarakat umum, maka perang akan
dianggap sebagai sesuatu yang tidak beretika. Namun bila dipandang dalam perspektif Islam,
maka perang justru dapat menjadi satu amalan yang sangat beretika dan dijanjikan pahala
yang begitu besar
Hadits tentang keutamanaan jihad yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah:
“Di antara kehidupan yang terbaik bagi manusia adalah seorang yang memegang
kendali kudanya di jalan Allah, dan ia senantiasa bersiaga untuk memacu kudanya manakala
ia mendengar genderang perang atau denting senjata, pilihannya saat itu hanyalah membunuh
ataukah terbunuh (syahid) di medan perang; atau seorang yang pergi untuk tinggal di atas
bukit atau di lembah, dan di sana ia mendirikan shalat, membayar zakat dan terus menyembah
Tuhannya sampai ajal menjemputnya. Ia tidak memiliki kepedulian dengan urusan siapa pun
kecuali perbuatan yang baik.”
Di sinilah pentingnya, untuk memiliki patokan jelas tentang standar yang digunakan
dalam pengaplikasian etika kerja Islam. Standarnya jelas, yaitu Al-Quran dan Sunah. Bukan
pada persepsi umum apalagi perasaan manusia yang sifatnya labil dan dinamis.
Etika adalah bagian dari ilmu filsafat yang membahas secara rasional dan kritis tentang
nilai, norma dan moralitas. Karena masuk dalam cabang ilmu filsafat, maka pembahasan etika
sangat menekankan pada pengamatan yang kritis dalam melihat dan mengamati nilai dan
norma yang berkembang di masyarakat.
Sebagai cabang dari ilmu filsafat, etika dapat dibedakan menjadi dua: obyektivisme
dan subyektivisme. Obyektivisme memandang bahwa nilai kebaikan suatu perbuatan bersifat
obyektif yaitu terletak pada substansi perbuatan itu sendiri. Paham ini melahirkan
rasionalisme dalam etika, suatu perbuatan dianggap baik, bukan karena kita senang
melakukannya, tetapi merupakan keputusan rasionalisme universal yang mendesak untuk
berbuat seperti itu.

Materi UKL
Prodi Ekonomi Syariah 19
Sedangkan subyektivisme berpandangan bahwa suatu perbuatan disebut baik bila
sejalan dengan kehendak atau pertimbangan subyek tertentu baik subyek Tuhan, subyek
kolektif seperti masyarakat maupun subyek individu (Muhammad, 2004). Islam hadir untuk
mengisi satu “ruang kosong” dalam pembahasan etika, yaitu ruang spiritual. Islam
memberikan motivasi agar manusia bekerja sebagai wujud pengabdian kepada Allah. Mampu
bertindak profesional, memilah kapan pekerjaan itu sebagai wujud prfesinya dan saat kapan
pekerjaan itu sebagai dedikasi pengabdiannya. Dan tentunya etika kerja Islam mengajarkan,
agar melakukan semua pekerjaan dengan niat “karena Allah”.
Menganggap pekerjaannya sebagai bentuk ibadah. Jadi ibadah tidak boleh dimaknai
sempit hanya dalam aspek ritual saja. Seperti shalat dan dzikir semata. Namun ibadah itu luas
cakupannya. Seluruh aktivitas keseharian, termasuk bekerja, jika dilaksanakan dengan niat
ikhlas karena Allah dan melakukannya sesuai tuntunan Allah, maka itulah ibadah.
Pekerjaan yang didasari hanya dengan motivasi jabatan dan kekayaan menjadikan
seseorang bekerja ketika ada iming-iming atau konsekuensi jabatan dan kekayaan, jika tidak
ada, ia akan enggan atau bermalas-malasan.
Tetapi motivasi ibadah dalam bekerja bisa melahirkan karya dan produktivitas meski
tidak dalam pengawasan manusia, walaupun jauh dari kontrol atasan. Ketika bekerja dianggap
sebagai satu ibadah dan bentuk pengabdian kepada umat yang dilakukan atas dasar niat karena
Allah, maka sumber daya insani tidak akan mengabaikan adab-adab kerja dalam Islam.
Misalnya: Pertama, memulai semua pekerjaan dengan niat yang baik. Karena meyakini
bahwa Islam sangat menekankan kejernihan niat sebelum memulai amal. Karena niat adalah
salah satu penentu perbuatan seseorang dapat bernilai ibadah atau tidak. Walaupun caranya
benar, tapi niat salah, maka amalan model tersebut akan tertolak. Pada satu pagi Rasul Saw.
Dan para Sahabat sedang berkumpul kemudian mereka melihat seseorang yang kuat berjalan
dengan cepat dan enerjik menuju kerja. Para Sahabat takjub terhadap orang tersebut. Maka
para Sahabat berkata: Wahai Rasul Saw. bila saja ia berada dalam jalan Allah (fi Sabilillah)
pasti lebih baik baginya. Maka Rasul Saw. berkata: “Jika ia bekerja untuk anaknya yang masih
kecil, maka itu berarti fi Sabilillah. Jika ia bekerja untuk kedua orang tuanya yang renta maka
itu berarti fi Sabilillah. Dan jika ia bekerja karena riya dan kebanggaan maka itu di jalan
Setan”. (HR. Atabrani).
Kedua, tidak menunda-nunda amal. Dalam kaitan ini Rasulullah Saw. Mendorong
umatnya untuk berpagi-bagi, haditsnya berbunyi: Ya Allah berkahilah Umatku di pagi hari.
(HR. Tirmidzi, Ibnu majah dan Ahmad). Dalam pepatah Arab disebutkan:“jangan tunda amal
hari ini hingga esok”.
Ketiga, bersungguh-sungguh Pepatah mengatakan: Siapa yang bersungguh-sungguh
dia akan dapat”.
Keempat, bekerja dengan rapi. Rasulullah Saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah
SWT. mencintai seseorang yang bekerja dengan rapi di antara kalian”. (HR. Baihaqi).
Materi UKL
Prodi Ekonomi Syariah 20
Kelima, tawadhu (rendah hati) dan syukur. Sebagus apapun pekerjaannya, seorang
Muslim dilarang untuk bersikap sombong. Rasul Saw. Bersabda: Tidak masuk Surga siapa
yang di dalam hatinya ada kesombongan seberat biji sawi. (HR. Muslim).
Keenam, tidak melupakan kewajiban ibadah kepada Allah SWT. Meskipun bekerja
bisa menjadi sarana penghambaan diri kepada Allah SWT. Bekerja hanyalah salah satu dari
sekian banyak kewajiban yang melekat pada seorang muslim. Disamping bekerja, seorang
muslim juga tetap diamanahi kewajiban-kewajiban lain.
Ideologi Islam yang sangat berbeda dengan ideologi sekularisme dengan pahamnya
yang memisahkan antara agama dengan kehidupan, meniscayakan ketidakbolehan
melunturkan nilai ibadah dalam setiap pekerjaan. Agar semangat ibadah itu tidak luntur, maka
ada beberapa nilai yang patut direnungi, khususnya untuk umat muslim dan umumnya bagi
mereka yang hendak meningkatkan kualitas pencapaian kerja.
A. Pengertian
Sistem ekonomi Islam adalah sistem pemenuhan kebutuhan hidup manusia untuk
mencapai kesejahteraan dan kemakmuran yang didasari pada ajaran-ajaran Islam
dalam al-Qur'an dan Assunnah yang dikembangkan oleh pemikiran manusia
B. Tujuan Ekonomi Islam
Secara umum tujuan ekonomi dalam Islam adalah untuk menciptakan al-falah atau
kemenangan, keselamatan dan kebahagian dunia dan akhirat. Untuk mencapai hal
demikian maka manusia harus bekerja keras mencari rezeki dalam rangka memenuhi
kebutuhan-kebutuhan hidupnya baik yang bersifat materi maupun non material
(rohaniah), serta berbuat baik dengan harta yang dimilikinya dengan memperhatikan
nilai-nilai dan norma-norma ajaran Islam, berupa pelaksanaan perintahnya dan
menjauhkan larangannya agar tercipta kemashlahatan yang sesungguhnya baik untuk
dirinya sendiri dan orang lain
C. Nilai dasar Ekonomi Islam
1. Tauhid
Prinsip pertama dalam sistem ekonomi Islam adalah tauhid. Dari sinilah lahir
prinsip-prinsip yang bukan saja dalam bidang ekonomi, tetapi juga menyangkut
segala aspek kehidupan dunia dan akhirat. Tauhid dapat diibaratkan sebagai
matahari sebagai sumber kehidupan di bumi dan planet sekelilingnya. Tauhid
mengantarkan manusia mengakui bahwa keesaan Allah mengandung konsekuensi
keyakinan bahwa segala sesuatu bersumber serta kesudahannya berakhir pada Allah
Swt.
2. Keadilan dan Keseimbangan
Prinsip ekonomi islam yang kedua ini dimaksudkan bahwa seluruh kebijakan dan
kegiatan ekonomi harus dilandasi paham keadilan, yakni menimbulkan dampak
positif bagi pertumbuhan dan pemerataan pendapatan dan kesejahteraan seluruh
Materi UKL
Prodi Ekonomi Syariah 21
lapisan masyarakat. Adapun yang dimaksud dengan keseimbangan adalah suatu
keadaan yang mencerminkan kesetaraan antara pendapatan dan pengeluaran,
pertumbuhan dan pendistribusian dan antara pendapatan kaum yang mampu kurang
mampu.
3. Kehendak Bebas
Kehendak bebas adalah prinsip yang mengantar seorang Muslim menyakini bahwa
Allah Swt. memiliki kebebasan mutlak, namun manusia juga mendapatkan
anugerah kebebasan untuk memilih jalan yang terbentang dihadapannya baik dan
buruk. Manusia yang baik di sisi-Nya adalah manusia yang mampu menggunakan
kebebasan itu dalam rangka penerapan tauhid dan keseimbangan. Setiap orang
dapat menikmati kebebasan sepenuhnya untuk berbuat sesuatu atau mengambil
pekerjaan apapun atau memanfaatkan kekayaan dengan cara yang ia sukai.
d. Tanggung Jawab
Menurut Islam, bahwa sungguh manusia diberikan kebebasan untuk menentukan
jalan hidup dan memilih bidang usaha ekonomi yang akan dilakukan, namun
kebebasannya ini harus bertanggungjawab.
D. Rambu-rambu dalam Kegiatan Ekonomi Islam
Dalam sistem ekonomi Islam, seorang muslim boleh melakukan kreatifas dalam
kegiatan ekonomi selama tidak melanggar rambu-rambu berikut ini:
1. Maisyir
Adalah suatu tindakan perjudian, yang berarti seseorang ingin mendapatkan harta
dengan instan tanpa harus bersusah payah. Atau bisa juga diartikan sebagai suatu
kegiatan untuk memperkaya diri, namun dengan cara-cara yang merugikan orang
lain.
2. Gharar
Adalah semacam tindakan penipuan yang tentu dapat merugikan orang lain. Dalam
kegiatan ini, terdapat unsur-unsur terselubung / tersembunyi yang dilakukan oleh
salah satu pihak untuk mendapatkan keuntungan. Tentunya kegiatan seperti ini
akan menimbulkan kebencian dari pihak yang dirugikan
3. Haram
Adalah hukum yang dijatuhkan pada suatu dzat atau benda, yang dilarang untuk
digunakan atau dikonsumsi karena dilarang oleh Allah, baik dari barang itu sendiri
maupun cara memperolehnya. Jangan sampai kegiatan ekonomi melibatkan
barang-barang seperti ini.
4. Dzalim
Adalah tindakan yang merugikan orang lain, maupun menyakiti orang lain untuk
tujuan tertentu. Dalam kegiatan ekonomi Islam, transaksi yang dilakukan harus

Materi UKL
Prodi Ekonomi Syariah 22
dengan dasar saling ridho dan suka sama suka. Jangan sampai ada paksaan,
apalagi kekerasan.
5. Ikhtikar
Adalah suatu kegiatan menimbun barang, saat harganya akan naik. Kegiatan ini
memiliki tujuan agar memperoleh keuntungan yang lebih besar ketika harganya
melonjak. Ketika harganya masih rendah, mereka akan mengatakan kalau barang
masih kosong. Padahal barang tersebut distok di gudang mereka, dan dijual saat
harganya melonjak.
6. Riba
Aadalah tambahan atas suatu transaksi yang dilakukan, biasanya dalam utang
piutang yaitu dalam bentuk bunga. Islam tidak membenarkan riba dalam bentuk
apapun, walaupun keduanya sama-sama rela, kecuali dalam bentuk bonus atau
bentuk terima kasih peminjam kepada yang meminjami. Jadi, pemberian bonus
merupakan keikhlasan dari si peminjam
Kebijakan moneter pada khususnya bertujuan untuk menjaga stabilitas nilai uang.
Tujuan lain dari kebijakan moneter intinya adalah tercapainya tujuan pembangunan ekonomi.
Kebijakan moneter dilakukan oleh bank sentral dengan mengimplementasikan sejumlah
instrumen. Tujuan dan Fungsi Kebijakan Moneter dalam kerangka ekonomi yang Islami
adalah untuk mencapai (Chapra, 1982):
a. Kesejahteraan ekonomi yang diperluas dengan kesempatan kerja penuh dan laju
pertumbuhan ekonomi yang optimal.
b. Keadilann sosial ekonomi dan distribusi kekayaan, serta pendapatan yang merata.
c. Stabilitas nilai mata uang untuk memungkinkan alat tukar sebagai suatu unit yang
dapat diandalkan, standar yang adil bagi pembayaran masa depan, serta
penyimpanannilai yang stabil.
d. Mobilisasi dana tabungan – investasi untuk pembangunan ekonomi dalam suatu cara
yang adil, sehingga tingkat keuntungan dapat dijamin bagi semua pihak yang
bersangkutan.
e. Memberikan semua bentuk pelayanan yang efektif yang secara normal diharapkan dari
sistem perbankan.
Pada masa Islam awal, kekuasaan negara terpusat kepada pemimpinnya, yaitu
Rasulullah s.a.w. semasa beliau masih hidupserta para khalifah. Baitulmal secara keseluruhan
berada dalam kendali Rasulullah s.a.w atau khaliifah, meskipun masing-masing instiitusi
baitul maal ini memiliki fungsi operasional yang berbeda-beda. Dimana pada saat itu terdiiri
atas 3 macam institusi (Mannan, 1993: 179-180), yaitu:
a. Bait al Maal al Khas, merupakan institusi perbendaharaan negara yang khusus berfungsi
mengelola dana-dana penyelenggaraan pemerintah. Beberapa contoh dari hal ini adalah
pengeluaran pribadi khaliifah, perawatan fasiliitas kekhalifaahan, pensiunan anggota
Materi UKL
Prodi Ekonomi Syariah 23
keluarga khalifah, pengawal khaliifah, hadiah atau bingkisan-bingkisan khalifah kepada
tamu-tamu negara, dan pengeluaran khusus lainnya.
b. Bai al Maal, inilah lembaga yang diiduga menjadi embrio perbankan, khususnya bank
sentral, dalam perekonomian yang Islami. Bait al Maal merupakan institusi
perbendaharaan negara atau bank bagi negara Islam. Tugas lembaga ini memang masih
sederhana, tetapi telah menjalankan fungsi-fungsi dasar bank sentral sebagaimana dalam
perekonomian moodern, kkecualii dalam tiga hal, yaitu: penerbitan mata uang,
pengadaan kredit, dan pengawsan suku bunga.
c. Bait al Maal al Muslimin, inilah lembaga perbendaharaan dalam arti yang lebih luas,
yaitu perbendaharaan bagi seluruh kaum muslimin dan masyarakat umum. Ia memiliki
fungsi untuk mengumpulkan dan menyalurkan dana bagi kepentingan umum. Misalnya
penyediaan pekerjaan umum, perbaikan jalan-jalan dan jembatan, masjid, gereja,
peningkatan kesejahteraan bagi fakir miskin, dan fungsi-fungsi publik lainnya.
Penghapusan bunga dalam sistem moneter Islami seringkali menjadi bahasan kritis,
sebab instrumen moneter yang berbasis bunga memang masih menjadi instrumen utama di
banyak negara. Penghapusan bunga tentu saja akan membawa perubahan fundamental
terhadap instrumen kebijakan. Berikut instrumen kebijakan moneter pengganti bunga, untuk
lebih detil dapat dilihat pada Chapra (1985), Al Harran (1996), Siddiqi (1984), Uzair (1992),
Khan (1992), dan Ahmad (2000):
a. Profit Sharing Ratio (PSR), mekanisme kerja profit sharing ratio ini adalah
sebagaimana bank rate, tetapi mendasarkan pada sistem bagi hasil yang menjadi dasar
operasi perbankan syariah. Maka bank sentral akan menentukan suatu rasio yang
digunakan sebagai patokan oleh bank-bank syariah dalam berbagi hasil dengan para
nasabah. Profit Sharing Ratio ini dapat dibagi lagi menjadi dua, yaitu investor share
ratio (ISR) dan depositor share ratio (DSR). Kedua rasio tersebut akan berfungsi untuk
mempengaruhi money supply dan tingkat kegiatan ekonomi.
b. Al Qardhul Hasan Ratio, Bank sentral juga dapat mengeluarkan suatu ketentuan
tentang proporsi pinjaman al qardhul hasan dari keseluruhan alokasi dana perbankan
untuk mempengaruhi jumlah uang beredar. Sebagaimana diketahui, rekening dalam
suatu bank syariah dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: (a) current account, dan
(b) Mudharabah account. Rekening yang pertama digunakan untuk berbagai dana yang
bentuk utamanya bukan merupakan penyertaan modal misalnya giro wadiah atau dana
titipan lainnya, dimana tidak ada suatu return yang harus diberikan oleh bank kepada
nasabah. Rekening kedua berisi berbagai dana penyertaan modal (deposito atau
tabungan mudharabah) sehingga akan ada suatu return yang akan diberikan oleh bank
kepada nasabah.
c. Re-finance Ratio, kebijakan Bank sentral berupa tambahan dana bagi bank komersial
untuk keperluan pinjamaan al qardhul hasan. Tambahan dana ini merupakan bentuk
Materi UKL
Prodi Ekonomi Syariah 24
pinjaman dari bank sentral kepada bank komersial tanpa sebuah konsekuensi bagi hasil.
Bank sentral dapat menaikkan atau menurunkan pinjaman ini sehingga akan
mempengaruhi bank komersial dalam menyalurkan pinjaman al qardhul hasan.
d. Open Market Operation, bank sentral dan bank komersial akan menjual atau membeli
surat-surat berharga sehingga peredaran uang akan terpengaruh olehnya. Dalam sistem
moneter konvensional, surat-surat berharga ini mengandung bunga. Untuk itu, Siddiqi
(1981: 123-129) menyarankan adanya modifikasi surat-surat berharga ini sedemikian
rupa sehingga tiidak menggunakan bunga, misalnya sertifikat bank sentral dengan
sistem bagi hasiil (equity based securities).
Pengembangan ekonomi Islam di Indonesia belumlah menyeluruh, namun beberapa
ide dari ekonomi Islam telah diaplikasikan di Indonesia. Beberapa instrumen kebijakan
moneter Islam yang saat ini dikembangkan di Indonesia adalah:
a. Giro wajib Minimum (GWM), yaitu simpanan minimum bank-bank komersial dalam
bentuk giro pada BI yang besarnya ditetapkan pleh BI berdasarkan prosentase tertentu dari
dana pihak ketiga.
b. Sertifikat Investasi Mudharabah antar bank syariah (SIMA), yaitu instrumen yang
digunakan oleh bank-bank syariah dalam melakukan transaksi antar bank untuk mengelola
likuiditas mereka
c. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), yaitu sertifikat bukti partisipasi bisnis bank
syariah dengan Bank Indonesia. Akad yang digunakan adalah ju'alah atau sayembara.
SBIS ini dianalogikan dengan sayembara yang diadakan oleh Bank Indonesia kepada
bank-bank syariah untuk melakukan sayembara lelang untuk melakukan kontrol moneter.
Untuk itu, Bank Indonesia menawarkan imbalan senilai tetap atau variabel sesuai
kesepakatan. SBIS dapat digunakan oleh bank-bank syariah yang kelebihan liguiditas
sebagai sarana penitipan dana jangka pendek. Dalam operasionalnya, SBIS mempunyai
nilai nominal minimum Rp 500 juta dengan jangka waktu dinyatakan dalam hari
(misalnya: / hari, 14 hari, 30 hari). Pembayaran atau pelunasan SBIS dilakukan melalui
debet/kredit rekening giro di Bank Indonesia. Jika jatuh tempo, dana akan dikembalikan
bersama ujrah yang disepakati di awal.
Penciptaan kemakmuran adalah bagian dari disiplin ekonomi (maliyah). Sedangkan
kebijakan-kebijakan dan strategi yang dilakukan negara menjadi wilayah kajian politik
(siyasah). Jadi siyasah maliyah mencakup masalah sistem ekonomi dan campur tangan
pemerintah terhadap perekonomian masyarakat. Dengan demikian ilmu ekonomi politik
berimplikasi kepada dua hal:
1) Bagaimana mengalokasikan sumber daya yang terbatas secara efisien sehingga dapat
menghasilkan output yang optimal.
2) Menyusun formulasi kerjasama ataupun kompetisi secara detail sehingga tidak terjadi
konflik.
Materi UKL
Prodi Ekonomi Syariah 25
Dalam mewujudkan kesejahteraan, tujuan politik ekonomi Islam adalah memberi
jaminan atas pemenuhan seluruh kebutuhan pokok (al-ḥājat al-asāṣiyyah) bagi setiap individu
dan juga pemenuhan berbagai kebutuhan sekunder maupun tersier (al-ḥājat al -kamāliyyah)
sesuai kadar kemampuan individu dalam masyarakat tertentu dengan kekhasan di dalamnya.
Penekanan pada kemakmuran individu dalam definisi tersebut menunjukkan bahwa titik berat
sasaran pemecahan permasalahan ekonomi Islam adalah terletak pada permasalahan
individual bukan komunal pada tingkat agregat (nasional).
Teori campur tangan negara setidaknya terkait dengan dua hal, yakni pertama, suatu
teori pasar mengenai keadilan distributif dan suatu teori kepentingan bersama bagi
kebijaksanaan kesejahteraan sosial. Distribusi barang dan jasa harus dialokasikan melalui
mekanisme pasar, yakni mengikuti hukum supply dan demand. Dengan penyediaan
kesempatan yang sama bagi semua orang pasar akan bekerja, melalui mekanisme Sunnatullah.
Dalam keadaan normal, artinya dengan dibukanya peluang untuk semua pihak sebesar dan
seluas mungkin, semua orang akan memperoleh kepentingan tertentu, tanpa merugikan orang
lain, dan dengan demikian perekonomian negara akan berkembang sesuai kehendak-Nya.
Sejalan dengan itu, pemerintah tidak dibenarkan untuk melakukan tas’ir (campur tangan ke
dalam mekanisme pasar). Pematokan harga (ilzam) oleh pemerintah berarti melanggar hak-
hak para pelaku pasar. Sejauh tidak ada monopoli, hak istimewa, perlindungan dan dukungan
politik, mekanisme pasar akan berjalan sedemikian rupa sehingga tidak merugikan siapapun.
Secara singkat, komparasi paradigma kepemilikan faktor produksi, insentif ekonomi,
dan mekanisme harga adalah sebagai berikut:
Komparasi Paradigma Sistem Ekonomi Politik:
Sifat Dasar Kapitalisme Sosialisme Komunisme Islam

Kepemilikan Individu Industri dasar Seluruhnya Industri dasar


Faktor dimiliki negara dimiliki dikuasai
Produksi sisanya individu Negara negara, sisanya
individu
Inisiatif Individu, Usaha Bersama Negara dan
pembentukan Partnership, pada industri Negara Individu (profit
badan usaha Korporasi dasar dan and loss
individu lainnya sharing)
Insentif Keuntungan Motif ekonomi Insentif Profit dan non-
Ekonomi sebagai motif dan non terbatas profit
utama ekonomi (religiusitas)
Mekanisme Pasar (supply Pemerintah, Negara Hukum pasar
harga & demand) birokrasi dan birokrasi

Materi UKL
Prodi Ekonomi Syariah 26
a. Konsep dasar zakat: Zakat merupakan salah satu dari rukun Islam yang lima dan hukum
pelaksanaannya adalah wajib. Zakat terbagi dua jenis, yaitu zakat jiwa (nafs), atau disebut
juga zakat fitrah, dan zakat harta (maal). Zakat fitrah wajib atas tiap orang, besar-kecil, tua-
muda, laki-perempuan, merdeka-budak, yang memiliki kelebihan makanan pada Hari Raya
Idul Fitri. Sedangkan zakat harta adalah zakat atas segala harta benda yang dimiliki dan dapat
dimanfaatkan.
Konsep dasar wakaf: Secara bahasa, wakaf bermakna “menahan” yaitu menahan harta
dan memberikan manfaatnya di jalan Allah. Dengan demikian, wakaf diinterpretasikan
sebagai aset yang dialokasikan untuk kesejahteraan umat dimana pokok aset dipertahankan
sedangkan manfaatnya digunakan untuk kepentingan umum. Wakaf adalah perbuatan
memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan
selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingan tertentu dalam
konteks keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum (UU No. 41/2004 tentang Wakaf).
Salah satu implikasi ekonomi dari zakat adalah terhadap stabilitas makroekonomi. Belanja
dana zakat bisa tidak sama dengan dana zakat yang terkumpul. Pada saat perekonomian
mengalami ekspansi, dimungkinkan untuk memperoleh surplus dana zakat (zakat surplus).
Ketika perekonomian sedang mengalami resesi, maka hal ini akan membawa kita pada defisit
dana zakat (zakat deficit) dimana defisit ditutup dengan surplus tahun sebelumnya. Dengan
demikian, belanja dana zakat akan bekerja sebagai discretionary fiscal stabilizers. Zakat juga
dapat berfungsi sebagai automatic fiscal stabilizers. Zakat dengan tarif tetap bertindak sebagai
pajak proporsional yang akan menurunkan dampak pengganda sehingga akan mengurangi
fluktuasi output secara otomatis. Di saat yang sama, zakat yang terkumpul akan dibelanjakan
kepada kelompok miskin yang membuat konsumsi mereka dapat terus berjalan tanpa
terpengaruh kondisi ekonomi. Hal ini membuat pengganda dan output menjadi lebih stabil.
Kombinasi fungsi zakat sebagai pajak proporsional dan tunjangan bagi kelompok miskin,
akan meredam dampak fluktuasi siklus bisnis terhadap perekonomian.

b. Wakaf produktif bertujuan untuk mempertahankan fungsi dan manfaat dari aset wakaf,
serta meningkatkan nilai dan kualitas manfaat dari aset wakaf. Wakaf produktif diarahkan
pada proyek komersial yang menghasilkan keuntungan tertinggi dan sesuai syariah. Untuk
menghasilkan barang dan jasa yang memberi pendapatan dari aset wakaf seperti ini (income-
generating waqf), dibutuhkan faktor produksi lainnya seperti aset likuid, tenaga kerja, modal
fisik lain, dan pengelola proyek. Namun secara fiqh tidak diperbolehkan menjual sebagian
aset wakaf untuk mendapatkan faktor produksi dan input lain. Karena itu secara historis,
pengelolaan aset wakaf secara produktif hanya terbatas pada satu aktivitas ekonomi yaitu
menyewakan tanah dan bangunan. Dalam literatur fiqh, terdapat beberapa jenis pembiayaan
syariah yang dapat digunakan untuk memberdayakan aset wakaf tradisional secara produktif,
antara lain al-hukr dan haqq al-ijaratain. Peranan wakaf tunai: digunakan untuk memenuhi
Materi UKL
Prodi Ekonomi Syariah 27
tujuan sosial, antara lain untuk menyediakan keuangan mikro bagi si miskin. Tokoh-tokoh
yang mendukung wakaf tunai: Elgari (2004) mengusulkan lembaga keuangan bebas bunga
(qard hassan) untuk memberi pinjaman ke kelompok miskin. Modal bank diperoleh dari
wakaf tunai dari kelompok kaya. Kahf (2004) dan Ahmed (2003) mengusulkan keuangan
mikro berbasis zakat, wakaf dan sedekah. Return dari awqaf dan dana sedekah dapat
digunakan untuk pembiayaan UKM potensial pada tingkat subsidi.

c. Wakaf tunai (Cash Wakaf/waqf al-nuqud) adalah wakaf yang diberikan oleh
Muwakif/Wakif (orang yang berwakaf) dalam bentuk uang tunai yang diberikan kepada
lembaga pengelola wakaf (Nadzir) untuk kemudian dikembangkan dan hasilnya untuk
kemaslahatan umat. Sementara pokok wakaf tunainya tidak boleh habis sampai kapanpun.
Kebolehan wakaf tunai sudah diatur dalam UU No 41 tahun 2004 yang belum lama ini
disahkan oleh DPR RI serta berdasarkan fatwa MUI Indonesia tanggal 11 Mei 2002 yang
berbunyi : a) Wakaf uang (cash wakaf/ waqf al-nuqud) adalah wakaf yang dilakukan
seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai. b)
Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga c) Waqaf uang hukumnya
jawaz (boleh) d) Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang
dibolehkan secara syar’i. Nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh
dijual, dihibahkan dan atau diwariskan. Wakaf dalam bentuk tunai (disebut juga wakaf uang),
dipandang sebagai salah satu pilihan yang tepat untuk menjadikan wakaf mencapai hasil lebih
maksimal. Karena dalam wakaf uang ini, uang tidak hanya dijadikan sebagai alat tukar
menukar saja. Lebih dari pada itu uang merupakan komoditi yang siap menghasilkan dan
berguna untuk pengembangan aktivitas perekonomian yang lain. Oleh sebab itu sama dengan
komoditi yang lain, wakaf uang juga dipandang dapat menghasilkan sesuatu hasil yang lebih
banyak.
TATA CARA WAKAF TUNAI Sebagaimana diuraikan di muka, bahwa wakaf tunai
merupakan terobosan dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, yaitu
pasal 28 sampai pasal 31, yang dapat dijabarkan sebagai berikut:
 Wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui lembaga keuangan syariah
yang ditunjuk oleh Menteri.
 Wakaf benda bergerak berupa uang dilaksanakan oleh wakif dengan pernyataan kehendak
wakif yang dilakukan secara tertulis.
 Wakaf benda bergerak berupa uang diterbitkan dalam bentuk sertifikat wakaf uang.
 Sertifikat wakaf uang diterbitkan dan disampaikan oleh lembaga keuangan syariah(LKS)
kepada wakif dan nazhir sebagai bukti penyerahan harta benda wakaf.
 Lembaga keuangan syariah atas nama nazhir mendaftarkan harta benda wakaf berupa uang
kepada menteri selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterbitkan sertifikat wakaf

Materi UKL
Prodi Ekonomi Syariah 28
uang. Dari berbagai ketentuan di atas, tata cara perwakafan tunai kiranya dapat dikonstruksi
sebagai berikut:
 Wakaf uang (tunai) yang dapat diwakafkan adalah mata uang rupiah.
 Karenanya wakaf uang yang berupa mata uang asing, harus dikonversi lebih dulu ke dalam
rupiah.
 Wakif yang akan mewakafkan uangnya wajib hadir di Lembaga Keuangan Syariah Wakaf
Uang (sebagai nazhir) yang telah ditunjuk oleh Menteri Agama berdasarkan saran dan
pertimbangan dari Badan Wakaf Indonesia, untuk:
o Menyatakan kehendaknya, yaitu mewakafkan uangnya
o Menjelaskan kepemilikan dan asal usul uang yang akan diwakafkan
o Menyetorkan secara tunai sejumlah uang ke lembaga keuangan syariah tersebut
o Mengisi formulir pernyataan kehendak wakif yang berfungsi sebagai Akta Ikrar Wakaf
o Dalam hal wakif tidak dapat hadir, maka wakif dapat menunjuk wakil atau kuasanya.
o Wakif juga dapat menyatakan ikrar wakaf benda bergerak berupa uang kepada nazhir di
hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan),
yang selanjutnya nazhir menyerahkan akta ikrar wakaf tersebut kepada Lembaga
Keuangan Syariah.

Materi UKL
Prodi Ekonomi Syariah 29

Anda mungkin juga menyukai