Anda di halaman 1dari 18

Konsep Uang Dalam Islam

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Uang


Uang adalah instrumen perekonomian yang sangat penting. Hampir semua kegiatan
ekonomi sangat bergantung pada instrumen ini yang antara lain, berfungsi sebagai alat tukar
ataupun alat bayar. Oleh karena itu, kehadiran uang dalam kehidupan sehari-hari sangat vital,
terutama untuk memperoleh barang, jasa, serta kebutuhan hidup lainnya.
Uang adalah inovasi modern yang menggantikan posisi barter, atau tukar menukar
satu barang dengan barang lainnya. Disamping itu terhapusnya sistem pertukaran barter
dalam sejarah ekonomi bangsa tidak terjadi dalam waktu yang sama. Sekalipun pertukaran
barter mengalami penurunan tajam setelah uang mengambil alih fungsi sebagai alat tukar
perdagangan internasional, namun pertukaran barter kini banyak dilihat sebagai alternatif
yang bagus dalam perdagangan antar negara.
Kesalahan besar ekonomi konvensional ialah menjadikan uang sebagai komoditas,
sehingga keberadaan uang saat ini lebih banyak diperdagangkan daripada digunakan sebagai
alat tukar dalam perdagangan. Lembaga perbankan konvensional juga menjadikan uang
sebagai komoditas dalam proses pemberian kredit. Instrumen yang digunakan adalah bunga
(interest).
Uang yang memakai instrumen bunga telah menjadi lahan spekulasi empuk bagi
banyak orang di muka bumi ini. Kesalahan konsepsi itu berakibat fatal terhadap krisis hebat
dalam perekonomian sepanjang sejarah, khususnya sejak awal abad 20 sampai sekarang.
Ekonomi berbagai negara di belahan bumi ini tidak pernah lepas dari terpaan krisis dan
ancaman krisis berikutnya pasti akan terjadi lagi.

Begitu banyak para ahli ekonomi yang mendefinisikan arti uang. Mereka memiliki
cara pandangan tersendiri terhadap hakekat uang. Sehingga masih belum ada kata sepakat
tentang arti uang yang spesifik.
1. Menurut Dr. Muhammad Zaki Syafi’i mendefinisikan uang sebagai: “Segala sesuatu
yag diterima oleh khalayak untuk menunaikan kewajiban-kewajiban.”
2. J. P Coraward mendefinisikan uang sebagai: “Segala sesuatu yang diterima secara
luas sebagai media pertukaran, sekaligus berfungsi sebagai standar ukuran nilai harga
dan media penyimpan kekayaan.”
3. Boumoul dan Gandlre berkata: “Uang mencakup seluruh sesuatu yang diterima secara
luas sebagai alat pembayaran, diakuai secara luas sebagai alat pembayaran utang-
utang dan pembayaran harga barang dan jasa.”
4. Dr. Nazhim al-Syamry berkata: “Setiap sesuatu yang diterima semua pihak dengan
legalitas tradisi ‘Urf atau undang-undang, atau nilai sesuatu itu sendiri, dam mampu
berfungsi sebagai media dalam proses transaksi pertukaran yang beragam terhadap
komoditi dan jasa, juga cocok untuk menyelesaikan utang-piutang dan tanggungan,
adalah termasuk dala lingkup uang.”
5. Dr. Sahir Hasan berkata: “Uang adalah pengganti materi terhadap segala aktivitas
ekonomi, yaitu media atau alat yang memberikan kepada pemiliknya daya beli untuk
memenuhi kebutuhannya, juga dari segi peraturan perundangan menjadi alat bagi
pemiliknya untuk memenuhi segala kewajibannya.”
Berdasarkan definisi-definisi yang telah diutarakan di atas, maka kita bisa
membedakan definisi uang dalam tiga segi:
v Definisi uang dari segi fungsi-fungsi ekonomi sebagai standar ukuran nilai, media pertukaran,
dan sebagai alat pembayaran yang tertunda deferred payment.
v Definisi uang dengan melihat karakteristinya, yaitu segala sesuatu yang diterima secara luas
oleh tiap-tiap individu.
v Definisi uang dari segi peraturan perundangan sebagai sesuatu yang memiliki kekuatan hukum
dalam menyelesaikan tanggungan kewajiban.

Apabila kita perhatikan kembali secara seksama dari sekian banyak definisi tersebut,
maka kita akan menemukan sebagian menekankan dasar hukumnya sesuai peraturan
perudangan, sebagian yang lainnya melihat dari dasar karakteristik dan fungsi-fungsi dalam
ekonomi, dan sebagin lagi mencakup ketiga poin tersebut.
Di sini kita menemukan bahwa para ahli ekonomi membedakan antara uang dengan
mata uang. Mata uang adalah setiap sesuatu yag dikukuhkan pemerintah sebagai uang dan
memberinya kekuatan hukum yang bersifat dapat memenuhi tanggungan dan kewajiban, serta
dapat diterima secara luas. Sedangkan uang lebih umum dari pada mata uang, karena uang
mencakup mata uang dan yang serupa dengan uang. Dengan demikin, setiap mata uang
adalah uang, aka tetapi tidak semua uang adalah mata uang. Hubungan antara uang dengan
mata uang dinamakan hubungan umum khusus mutlak.

2.2. Jenis-jenis uang


Bentuk uang dari waktu ke waktu selalu mengalami evolusi. Mulai dari cangkang
kerang, garam, kulit. yang kemudian berevolusi menggunakan emas dan perak. Namun
dibeberapa negara juga ada yang menggunakan besi atau tembaga sebagai mata uangnya.
seperti di Indonesia pada zaman kerajaan mata uang yang digunakan adalah besi dan lain-
lain. Jenis-jenis uang antara lain :
A. Uang Komanditer (commandits monay) adalah Uang komoditas dipandang sebagai
bentuk uang paling lama. Sejak orang-orang menemukan kesulitan dalam sistem barter,
mereka kemudian menjadikan salah satu barang komoditas yang bisa diterima secara luas
dan dari segi komoditas mencakup kebutuhan untuk fungsi sebagai alat tukar menukar dan
unit hitungan terhadap barang komoditi dan jasa kulinya.
B. Uang logam(metallic monay),Penggunaan uang logam merupakan fase kemajuan dalam
sejarah uang. Namun perkembangan kehidupan ekonomi dan peningkatan proses-proses
perdagangan, membuat sulit untuk terus melanjutkan pengguanaan uannng komanditer. Dari
sini orang—orang memikirkan untuk menemukan media lain yang lebih gampang dan
memudahkan mereka malakukan proses jual beli. Juga kekurangan-kekurangan uang
komanditer tidak ditemukan lagi , akhirnya mereka mengguakan uang logam. Sudah
disebutkan sebelumnya bahwa orang-orang didunia menggunakan uang komanditer sebelum
menggunakan uang logam, namun kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi sejak penggunaan
uang komanditer dan menghambat kelajuan ekonomi, membuat manusia berfikir untuk
menggunakan uang dari jenis lain, dan mereka mendapatkan pada logam dan memandang
dengan berbagai kelebihan ,diantara kelebihannya adalah:
v Enak dilihat
v Bisa dilebur ulang
v Uang logam bersifat bisa dileburkan
v Tidak mudah rusak
v Mudah dibawah kemana-mana dibanding uang komanditer.
C. Uang kertas. muncul pertama kali tahun 910 M di Cina. Pada awalnya mereka
menggunakan uang kertas atas dasar penopang logam emas dan perak 1000% sekitar abad
10 M . pemerintah cina menerbitkan uang kertas yang tidak ditopang total dan pada abad 12
M .Cina sudah mengenal uang kertas yang tidak bisa ditukarkan dengan mas dan perak.
Berdasarkan sejarah perkembangan uang kertas terbagi atas tiga jenis.
v Uang kertas pengganti
v Uang kertas bukti
v Uang kertas wajib
Sedangkan kelebihan sebagian uang kertas adalah:
v Mudah dibawah kemana-mana
v Sifat uang kertas lebih fleksibel dalam penerbitan dari pada uang logam
v Biaya penerbitan lebih kecil dari biaya-biaya percetakan uang logam
D. Uang bank(bank monay),Dinamakan dengan nama asli ini (bank monay) karena
memandang kapada tepat penukaran atau bank dimana individu-individu menyimpan uang
kertas. Kadang pula disebut dengan ungkapan uang-uang tulis (nugudal-khattiyah) karena
peredarannya dari seorang ke orang lain dengan cara bank melakukan pencatatan pada
pembukuanya bahwa simpanan itu berpindah dari satu rekening ke rekening lain.
Catatan: Banyak yang tidak sependapat dengan hal itu karena dari penjelasan diatas
mengidentifikasikan sejenis dengan tabungan, terserah dari pribadi masing-masing
menilainya dikarenakan belum ada penjelasan lebih kongkrit.
E. Sedangkan pada konsep islami, uang yang digunakan adalah uang emas dan uang perak.
Uang emas sendiri pada mulanya bukan merupakan mata uang asli islami. Hanya saja pada
zaman itu, karena adanya mayoritas penggunaan uang emas terutama karena pengaruh
kerajaan Roma, maka Rosulullah tidak mencetak uang. Ada juga uang perak yang digunakan,
karena banyak transaksi juga dengan bangsa persia yang menggunakan uang perak. Uang
emas "islami" sendiri mulai dicetak pada tahun ke 75 Hijriah.

Ada juga penggunaan uang selain emas dan perak dalam ekonomi islam. Seperti yang
digunakan bangsa Mesir dan Siria, uang yang mereka buat berasal dari campuran logam, slah
satunya yaitu perunggu. Sedangkan untuk uang kertas sendiri masuk dunia islam diawali dari
masa dinasti Turki Utsmani.
Uang emas dan perak yang cenderung stabil nilainya ternyata mampu menyokong
perekomian menjadi lebih kuat. Sehingga selama beberapa generasi uang emas dan perak ini
tetap digunakan, bahkan oleh bangsa barat. Sampai pada akhirnya dilakukan perjanian
Woods pada tahun 1971 yang menolak emas sebagai mata uang universal dan tolok ukur
ekonomi. Hal ini dikarenakan emas dan perak tidak mampu mendukung sistem perekonomian
kapitalis yang berbasis pada bunga dan spekulasi.
Akibat dari perjanjian tersebut maka sampai saat ini, semua negara telah
menggunakan mata uang kertas ataupun electronic sebagai alat pembayarannya tanpa
didukung oleh nilai intrinsiknya.

2.3. Fungsi Uang


Ada beberapa macam konsep tentang fungsi uang yang banyak kita jumpai, beberapa
diantaranya akan kami paparkan dalam makalah ini, antara lain :
Ø Medium of exchange ( alat tukar). Dalam sistem perekonomian barter, pertukaran terjadi
secara langsung antara barang satu dengan barang lainnya atau komoditas satu dengan
komoditas lainnya, dimana seseorang tidak akan menyerahkan barangnya kepada orang lain
sebelum menerima barang orang lain yang bersedia dipertukarkan. Ketika uang digunakan
sebagai alat tukar, maka yang terjadi adalah membeli barang dengan uang dan menjual
barang dengan uang.
Ø Store of value (alat penyimpan nilai). Uang sebagai alat penyimpan nilai/daya beli memang
sangat fleksibel untuk dijadikan penyimpan kekayaan, karena sifatnya yang liquid dan tidak
ada biaya penyimpanan terhadapnya. Karena tidak ada biaya penyimpanan terhadap uang
dalam ekonomi konvensional, maka syarat yang paling utama adalah bahwa uang harus bisa
menyimpan daya beli atau nilai yang stabil. Karna itu mereka membolehkan untuk
menyimpan uang dalam jumlah yang benyak bahkan cenderung berlebihan (menimbun).
Padahal menimbun itu sesuatu yang tidak diperbolehkan. Hal ini Merujuk kepada
petunjuk Imam Al-Ghazali yang berpendapat bahwa orang yang menimbun uang adalah
seorang penjahat, karena menimbun uang berarti menarik uang secara sementara dari
peredaran. Dalam teori moneter modern, penimbunan uang berarti memperlambat perputaran
uang.
Ø Unit of account (Sebagai alat satuan hitung). Uang sebagai alat satuan hitung (unit of
account) tentu akan mempemudah proses tukar menukar dua barang yang secara fisik sangat
berbeda, seperti mobil dan gandum, pesawat terbang dan beras dan lain sebagainya. Dua jenis
barang yang berbeda secara fisik tersebut akan bisa seragam dan lebih mudah dipertukarkan
bila nilai masing-masing dinyatakan dalam satuan mata uang. Imam Al-
Ghazali mengatakan, bahwa uang itu seperti cermin, tidak berwarna, tetapi dapat
merefleksikan warna. yang maksudnya adalah uang tidak mempunyai harga, tetapi
merefleksikan harga semua barang, atau dalam istilah ekonomi klasik disebutkan bahwa uang
tidak memberikan kegunaan langsung (direct utility function), yang artinya adalah jika uang
digunakan untuk membeli barang, maka barang itu yang akan memberikan kegunaan.
Ø Standard of deferred payment (Sebagai ukuran standar pembayaran yang ditangguhkan ).
Uang sebagai alat standar pembayaran yang ditangguhkan. Dengan kata lain uang terkait
dengan transaksi pinjam meminjam atau transaksi kredit, yang artinya barang sekarang,
dibayar nanti atau uang sekarang dibayar nanti.

2.4. Perbedaan Konsep Uang menurut Islam dan Konvensional


2.4.1. Konsep Uang Dalam Islam
Dalam setiap sistem perekonomian, fungsi utama uang selalu sebagai alat
tukar(medium of exchange). Fungsi utama ini lalu memiliki darivasi fungsi-fungsi lain seperti
uang sebagai standard of value (pengukur nilai), store of value (penyimpanan nilai),unit of
account dan standard of deferred payment (pengukur pembayaran tangguh).
Dalam Islam, uang adalah uang yang hanya berfungsi sebagai alat tukar. Jadi uang
adalah sesuatu yang terus mengalir dalam perekonomian, atau lebih dikenal sebagai flow
concept. Ini berbeda dengan system perekonomian kapitalis, di mana uang dipandang tidak
saja sebagai alat tukar yang sah (legal tender) melainkan juga dipandang sebagai komoditas.
Dengan demikian, menurut sistem ini, uang dapat diperjual belikan dengan kelebihan baik on
the spot maupun secara tangguh. Dalam perspektif ini uang juga dapat disewakan (leasing).
Dalam Islam, apapun yang berfungsi sebagai uang, maka fungsinya hanyalah sebagai
medium of exchange (alat tukar).Ia bukan suatu komoditas yang bisa diperjualbelikan dengan
kelebihan baik secara on the spot maupun bukan. Satu fenomena penting dari karakteristik
uang adalah bahwa ia tidak diperlukan untuk dikonsumsi, ia tidak diperlukan untuk dirinya
sendiri, melainkan diperlukan untuk membeli barang yag lain sehingga kebutuhan manusia
dapat terpenuhi. Inilah yang dijelaskan oleh Imam Ghazali bahwa emas dan perak hanyalah
logam yang di dalam substansinya (zatnya itu sendiri) tidak ada manfaat atau tujuan-
tujuannya. Al-Ghazali dalam karya monumenalnya, Ihya’ Ulumiddin mengatakan: “Kedua-
duanya tidak memilki arti apa-apa tetapi keduanya mengartikan segala-galanya. Keduanya
ibarat cermin, ia tidak memiliki warna tapi bias mencerminkan semua warna”.
Dari sinilah pertanyaan kemudian mengemuka,jika uang dalam Islam hanya berfungsi
sebagai alat tukar, apakah Islam membatasi penggunaan emas dan perak sebagai satuu-
satunya mata uang yang diakui syara’ atau memberikan kebebasan penggunaan mata uang
dari bahan apa pun dengan catatan fungsinya dapat terpenuhi?
Dinar-Dirham dalam Lintas Sejarah
Emas, dalam sejarah perkembangan sistem ekonomi dunia, sudah dikenal sejak 40
ribu tahun sebelum masehi.Hal itu ditandai penemuan emas dalam bentuk kepingan di
Spanyol, yang saat itu digunakan oleh Paleolithic Man. Dalam sejarah lain disebutkan bahwa
emas ditemukan oleh masyarakat Mesir kuno (Circa) 3000 tahun sebelum masehi. Sedangkan
sebagai mata uang, emas mulai digunakan pada zaman Raja Lydia (Turki) sejak 700 tahun
sebelum Masehi. Sejarah penemuan emas sebagai alat transaksi dan perhiasan tersebut
kemudian dikenal sebagai Barbarous Relic (JM Keynes).
Lahirnya Islam sebagai sebuah peradaban dunia yang dibawa dan disebarkan oleh
Nabi Muhammad SAW telah memberikan perubahan yang cukup signifikan terhadap
penggunaan emas sebagai mata uang (dinar) yang digunakan dalam aktivitas ekonomi dan
perlindungan. Pada masa Rasulullah, diterapkan berat standar dinar diukur dengan 22 karat
emas, atau setara dengan 4,25 gram (diameter 23 milimeter). Sementara Khalifah Umar bin
Khattab menentukan standar koin denagan berat 10 Dirham setara dengan 7 Dinar (1 mitsqal)
Pada tahun 75 Hijriah (695 Masehi) Khalifah Abdul Malik memrintahkan Al-Hajjaj
untuk mencetak Dirham untuk pertama kalinya, dan secara resmi beliau menggunakan
standar yang ditentukan oleh Khalifah Umar bin Khattab.
Dinar-Dirham dalam Alquran dan Hadits
Dalam Alquran dan Hadits, emas dan perak telah disebutkan baik dalam fungsinya
sebagai mata uang atau sebagai harta dan lambang kekayaan yang disimpan. Ini dapat kita
lihat dalam QS.attaubah:34 yang menjelaskan
“orang-orang yang menimbun emas dan perak, baik dalam bentuk mata uang maupun dalam
bentuk kekayaan biasa dan mereka tidak mau mengeluarkan zakatnya akan diancam dengan
adzab yang pedih”.
Sederet ulama berpendapat bahwa uang adalah masalah syara’ yang telah diatur oleh
Allah swt. Alquran hanya menyebutkan emas, perak, dinar, dan dirham sebagai barang-
barang yang memiliki nilai, dan tidak pernah menyebutkan mata uang lainnya. Maka menjadi
hal yang niscaya bagi umat islam untuk menggunakan emas dan perak (dinar-dirham) sebagai
satu-satunya medium of exchange. Pendapat ini diusung oleh ulama-ulama besar seperti Abu
Hanifah, Abu Yusuf, fatwa kalangan Hanafiyah daam Al-Fatawa al-Hindiyah, kalangan
malikiyah dalam pendapatnya yang tidak popular, kalangan Syafi’iyah dalam pendapat yang
ashah (As-suyuthi: Asybah wannadzair), Al-Maqrizy, dan ulama-ulama kontemporer lainnya.
Al-Maqrizy barangkali satu dari ulama ekonom yang sangat lantang menyuarakan
pendapatnya bahwa mata uang yang sah menurut syara’ hanyalah emas dan perak. Beliau
berpendapat bahwa yang berhak untuk jadi alat pengukur harga dan nilai barang-barang
komoditi dan pekerjaan hanyalah emas dan perak.

2.4.2. Konsep Uang Konvensional


Ekonomi konvensional mengatakan bahwa uang merupakan asset yang sangat
istimewa dan mempunyai status yang sangat istimewa pula atas asset-asset ekonomi lainnya.
Menurut konsep ekonomi konvensional, konsep uang tidak begitu jelas dalam buku “Money,
Interest and Capital” karya Colin Rogers, uang diartikan sebagai uang dan capital secara
bergantian. Capital bersifat stock concept dan merupakan private goods. Uang yang
mengendap merupakan milik seseorang dan menjadi milik pribadi (private good).
Dari definisi diatas dapat kita tarik kesimpulan ekonomi konvensional memandang
bahwa uang itu sebagai asset dan capital. Yang artinya jika mereka mempunyai banyak uang
maka mereka akan mendapatkan keuntungan yang banyak juga. Karna Capital sama dengan
profit. Jadi jika mempunyai capital banyak maka mereka akan mendapatkan profit yang
bayak juga. Oleh karna itu bagi mereka, melakukan praktek riba itu diperbolehkan, atau
menimbun harta itu diperbolehkan. Untuk mereka sah-sah saja.
Konsep uang muncul untuk mengatasi masalah yang ada pada proses pertukaran
barang menggunakan sistem barter. Kelemahan sistem barter yang ingin diatasi adalah
kesulitan mengukur nilai suatu barang yang akan dipertukarkan. Ketidakuniversalan nilai
suatu barang juga menjadi masalah sehingga sangat mungkin terjadi kecurangan dan
penipuan. Atas dasar inilah konsep uang muncul.

Sejarah munculnya uang

Ilustrasi (examiner.com)
dakwatuna.com – Sebelum manusia menemukan uang sebagai alat tukar, ekonomi dilakukan
dengan menggunakan sistem barter, yaitu barang ditukar dengan barang atau barang dengan jasa.
Menurut Syah Wali Allah ad-Dahlawy, (ulama besar asal India yang hidup pada abad 18 M), pada
tahap primitif atau kehidupan rimba, manusia telah melakukan pertukaran secarabarter dan
melakukan kerja sama untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sistem barter ini merupakan sistem pertama kali dikenal dalam sejarah perdagangan dunia. Hal ini
terjadi jauh sebelum abad VII M (sebelum masa Nabi Muhammad Saw). Dalam sejarah kuno,
binatang ternak pernah menjadi medium pertukaran yang dominan. Tetapi dalam hal ini timbul
masalah (kendala), karena ternak adalah barang yang tidak awet dan terlalu besar dijadikan sebagai
alat tukar.
Menurut Agustianto dalam buku Percikan Pemikiran Ekonomi Islam (2004) sistem barter banyak
menghadapi kendala dalam kegiatan perdagangan dan bisnis. Kendala-kendala itu antara lain,
pertama, sulit menemukan orang yang diinginkan. Kedua, sulit untuk menentukan nilai barang yang
akan ditukarkan terhadp barang yang diinginkan. Ketiga, sulit menemukan orang yang mau
menukarkan barangnya dengan jasa yang dimiliki atau sebaliknya. Keempat, sulit untuk
menemukakan kebutuhan yang akan ditukarkan pada saat yang cepat sesuai dengan keinginan.
Artinya, untuk memperoleh barang yang diinginkan, memerlukan waktu yang terkadang relatif lama.
Tanpa mata uang sebagai standar harga dan alat tukar maka proses pemenuhan kebutuhan manusia
menjadi sulit. Dalam ekonomi barter, transaksi terjadi bila kedua belah pihak mempunyai dua
kebutuhan sekaligus, yakni pihak pertama membutuhkan barang yang dimiliki pihak kedua dan begitu
sebaliknya. Misalnya seseorang mempunyai sejumlah gandum, dan membutuhkan onta yang tidak
dimilikinya. Sementara orang lain mempunyai onta dan membutuhkan gandum. Maka, terjadilah
barter. Tetapi dalam hal ini, berapa banyak gandum yang akan ditukarkan dengan seekor onta,
ukurannya belum jelas, harus ada standar.
Menurut Thahir Abdul Muhsin Sulaiman dalam buku ‘Ilajul Musykilah Al-Iqtishadiyah bil Islam, “Dalam
mengukur harga barang-barang yang akan dipertukarkan, harus ada standar (ukuran). Dalam kasus
di atas, sulit menentukan berapa banyak gandum untuk sesekor unta. Demikian pula, halnya kalau
ada orang akan membeli rumah dengan baju, atau budak dengan sepatu, atua tepung dengan
keledai. Proses transaksi barter seperti itu dirasakan amat sulit, karena tiadanya ukuran yang jelas
mengenai harga suatu barang. Bila ini terjadi terus, maka perekonomian mandeg dan lamban.
Untuk memudahkan kondisi itu, maka Allah menciptakan dinar dan dirham sebagai hakim dan ukuran
harga suatu barang. Misalnya, seekor unta sama dengan seratus dinar, sesekor kambing 20 dinar,
segantang gandum 1 dirham, dsb.
Agustianto menuturkan, untuk mengatasi berbagai kendala dalam transaski barter, manusia
selanjutnya menggunakan alat yang lebih efektif dan efisien. Alat tukar tersebut ialah uang yang pada
awalnya terdiri dari emas (dinar), perak (dirham). Dengan demikian komoditas berharga seperti
ternak, diganti dengan logam, seperti emas atau perak. Logam mulia ini mempunyai kelebihan,
pertama, logam adalah barang yang awet. Kedua, ia bisa dipecah menjadi satuaan-satuan yang lebih
kecil. Ketiga, uang logam emas(dinar) dan perak (dirham) senantiasa sesuai dengan antara nilai
intrinsiknya dengan nilai nominalnya. Sehingga ekonomi lebih stabil dan inflasi bisa terkendali. Hal ini
sangat berbeda dengan uang kertas yang nilai nominalnya tak seimbang dengan nilai intrinsiknya
(nilai materialnya). Sistem ini rawan goncangan krisis dan rawan inflasi (Buku Percikan Pemikiran
Ekonomi Islam, 2004)
Imam al-Ghazali mengatakan , bahwa dalam ekonomi barter sekalipun, uang dibutuhkan sebagai
ukuran nilai atau barang. Misalnya unta nilainya 100 dinar dan satu gantang gandum harganya sekian
dirham. Dengan adanya uang sebagai ukuran nilai, maka uang berfungsi pula sebagai media
pertukaran (medium of exchange). Namun, harus dicatat, bahwa dalam ekonomi Islam, uang tidak
dibutuhkan untuk uang itu sendiri. Uang diciptakan untuk melancarkan pertukaran dan menetapkan
nilai yang wajar dari pertukaran barang atau jasa.
Dalam menjelaskan sejarah munculnya uang (alat tukar), Syah Wali Allah ad-Dahlawy
mengemukakan teori wisdom (kebijaksanaan). Menurutnya, salah satu kebijaksanaan (wisdom) yang
dimiliki manusia, adalah kebijaksanaan mengenai jual beli timbal balik, (pembeli dan penjualan),
memberi hadiah-hadiah, sewa-menyewa, memberi pinjaman, hutang dan hipotik. Dengan
kebijaksaaan inilah manusia menyadari bahwa pertukaran barang dengan barang (barter) tidak dapat
memenuhi kebutuhannya seketika secara baik karena barter memerlukan syarat “kecocokan kedua
belah pihak pada saat yang bersamaan” (double coincidence of wants). Oleh karena itu kemudian
diperlukan “sesuatu” yang dapat diterima secara umun sebagai media petukaran (medium of
exchange) yang sekarang disebut uang.
Sesuatu scbagai medium of exchange ini berkembang dalam berbagai bentuk (Goldfeld (1990, hal
10) mulai dari tanah hat, kulit, garam, gigi ikan, logam, sampai berbagai bentuk surat hutang
(termasuk uang kertas). Sesuatu yang disebut uang itu harus dapat diterima masyarakat umum yang
menurut lbn Miskawaih (1030M) harus memenuhi syarat-syarat : (1) tahan lama (durability), (2)
mudah (convenience) dibawa, (3) tidak dapat dikorup ; (incorruptibility), (4) dikehendaki (desirability),
(4) dikehendaki (desirability) semua orang, dan (5) orang senang melihatnya.
Berdasarkan rumusan Ibnu Miskawaih tersebut, maka dari berbagai bentuk “uang” yang disebutkan di
atas hanya emas dan peraklah yang memenuhi kelima syarat uang yang dirumuskannya.
Rasulullah Saw telah menetapkan emas dan perak sebagai uang. Beliau menjadikan hanya emas
dan perak saja sebagai standar uang. Standar nilai barang dan jasa dikembalikan kepada standar
uang dinar dan dirham ini. Dengan uang emas dan perak inilah semua bentuk transaksi
dilangsungkan. Beliau telah membuat standar uang ini dalam bentuk uqiyah, dirham, mitsqal dan
dinar. Semua ini sudah dikenal dan sangat masyhur pada masa Nabi saw, di mana masyarakat Arab
telah mempergunakannya sebagai alat tukar dan ukuran nilai dalam transaksi.
Dari paparan di atas dapat diketahui bahwa, di masa awal Islam, mata uang yang digunakan adalah
dinar dan dirham. Fakta sejarah telah membuktikan hal ini. Di salah satu museum di Paris, dijumpai
koleksi empat mata uang peninggalan Khilafah Islam. Salah satu diantaranya sampai saat ini,
dianggap satu-satunya di dunia sebagai peniggalan sejarah mata uang. Mata uang itu dicetak pada
masa pemerintahan Ali Ra. Sementara tiga lainnya adalah mata uang perak yang dicetak di
Damaskus dan Merv sekitar tahun 60-70 Hijriyah..
Di masa khalifah Umar dan Usman,mata uang telah pula dicetak dengan mengikuti gaya dirham
Persia, dengan perubahan pada tulisan yang tercantum di mata uang tersebut dengan tulisan Arab.
Memang, di awal pemerintahan Umar pernah timbul pemikiran untuk mencetak uang dari kulit, namun
dibatalkan, karena tidak disetujui para sahabat yang lain, dengan alasan tidak terlalu awet dan
intrinsiknya tidak bisa menyamai emas dan perak.
Mata uang khilafah Islam yang mempunyai ciri khusus, baru dicetak pada masa pemerintahan Imam
Ali r.a. Namun sayang, peredarannya sangat terbatas, karena kondisi politik ketika itu amat tidak
stabil. Kosentrasi khalifah saat itu lebih terpokus pada persoalan politik yang kacau seperti perang
unta dan perang siffin.
Mata uang gaya dirham Persia dicetak dengan gambar pedang Irak pada masa Muawiyah, dan
anaknya Ziyad. Mata yang beredar saat itu belum berbentuk bulat seperti uang logam sekarang ini.
Baru pada zaman Ibnu Zubair, mata uang dengan bentuk bulat ini dicetak, namun peredarannya
terbatas di Hijaz. Sedangkan Mus’ab, Gubernur Kufah mencetak dengan dua macam gaya, ada gaya
Persia dan ada gaya Romawi.
Pada 72-74 H Bishri bin Marwan mencetak mata uang yang disebut atawiyya. Sampai dengan zaman
ini mata uang khilafah beredar bersama dengan dinar Romawi, dirham Persia dan sedikit himyarite
Yaman. Baru pada zaman Abdul Malik (76 H), pemerintah mendirikan tempat percetakan uang,
antara lain di Dara’bjarb, Suq Ahwaz, Sus, Jay dan Manadar, Maysan, Ray dan Abarqubadh, dan
mata uang khlifah dicetak secara terorganisasi dengan kontrol pemerintah.
Nilai uang ditentukan oleh beratnya. Mata uang dinar mengandung emas 22 karat dan terdiri atas
pecahan setengah dinar dan sepertiga dinar. Pecahan yang kecil didapat dengan memotong mata
uang. Imam Ali misalnya, pernah membeli daging dengan memotong dua karat dari dinar (Hadits
Riwayat Abu Daud). Dirham terdiri dari beberapa pecahan nash (20 dirham), nawat (5 dirham), dan
sha’ira 1/60 dirham.
Nilai tukar dinar-dirham relatif stabil pada jangka waktu yang paling panjang dengan kurs dirham 1:10.
artinya 1 dinar sama dengan 10 dirham. Satu dinar terdiri dari 22 karat, sedangkan satu dirham terdiri
dari 14 karat. Pada masa Umar nilai dirham menguat, apabila di masa Nabi 1 dirham senilai dengan
10 dirham, maka di masa Umar bin Khattab, 10 dinar senilai dengan 7 dirham.
Reformasi moneter pernah dilakukan oleh Abdul Malik, yaitu dirham diubah menjadi 15 karat (bukan
lagi 14 karat) dan pada saat yang sama, satu dinar dikurangi berat emasnya dari 4,55 gram menjadi
4,25 gram. Di zaman Ibnu Faqih (289 H), nilai dinar menguat menjadi 1;17, namun kemudian stabil
pada kurs 1:15.
Setelah reformasi moneter Abdul Malik, maka ukuran-ukuran nilai adalah sebagai berikut : satu dinar
4,25 gram, satu dirham, 3,98 gram, satu uqiyya setara 90 mitsqal, satu qist 8 ritl (liter), setara
setengah sha’, satu qafiz 6 sha’ setara ¼ artaba, satu wasq 60 sha’, satu jarib 4 qafiz.
Sungguh mengejutkan ternyata seribu tahun kemudian kurs 1:15 ini juga berlaku di Amerika Serikat
1792-1834 m. Berbeda dengan langkah reformasi moneter yang diambil Abdul malik, Amerika tetap
mempertahankan kurs ini walaupun di negara-negara erofa nilai mata uang emas menguat pada
kisaran kurs 1:15,5 sampai 1:16,6. wal hasil, mata uang emas mengalir keluar dan mata uang biasa
mengalir masuk Amerika. Kejadian drives out bad money atau uang kualitas buruk akan
menggantikan uang kualitas baik.
Lima ratus tahun sebelumya (1263-1328 M), ulama Islam Ibnu Taymiyah yang hidup di zaman
pemerintahan Mamluk telah mengalami situasi di mana mata uang telah beredar dalam jumlah besar
dengan nilai kandungan logam mulia yang berlainan satu sama lain.
Pada saat itu beredar tiga jenis uang : dinar (emas), dirham, (perak) dan fulus (tembaga). Peredaran
dinar sangat kadang mengilang, sedangkan yang beredar luas adalah fulus. Fenomena inilah yang
dirumuskan Ibnu Taymiyah bahwa uang dengan kualitas rendah (fulus) akan menendang uang keluar
kualitas baik (dinar, dan dirham).

Di zaman Ibnu Taymiyah hidup, pemerintahan Mamluk ditandai dengan tidak stabilnya hidup.
Pemerintahan Mamluk ditandai dengan tidak stabilnya sistem moneter, karena banyaknya fulus yang
beredar atau meningkatnya jumlah tembaga dalam mata uang menggantikan dirham. Hal serupa juga
terjadi di zaman modern ini. Kerusakan sistem moneter modern telah menimbulkan krisis di banyak
negara dan infalsi yang menggila. Kerusakan sistem moneter itu terletak pada penggunaan uang
kertas yang melampaui batas. Uang kertas dicetak sebanyak-banyaknya tanpa memiliki batasan atau
standar cadangan emas yang dimiliki. Karena itu, semenjak standar emas dihapuskan tahun 1971
oleh Richard Nixon, berbagai negara berulang kali mengalami krisis, termasuk Indonesia.
Sistem uang kertas yang baru berlangsung sekitar 300 tahun, telah terbukti menimbulkan banyak
bencana di berbagai negara. Sedangkan mata uang dinar dan dirham yang telah berlangsung lebih
dari 3000 tahun terbukti dalam sejarah tidak menimbulkan bencana krisis moneter, sebab nilai
nominalnya dan kondisi ini tidak mengundang spekulasi dengan margin trading, seperti sekarang ini.
Untuk kembali kepada penggunan uang emas dan perak, merupakan sesuatu yang amat sulit. Hal ini
disebabkan terbatasnya jumlah cadangan emas dan perak. Akibatnya, kebutuhan transaksi dalam
perekonomian yang cepat berakselerasi, tidak sebanding dengan cadangan emas yang tersedia.
Petumbuhan aktivitas ekonomi yang semakin banyak dan sangat beragam. Jelas tidak mungkin dapat
diimbangi dengan sejumlah produksi emas yang dapat dihasilkan oleh tambang-tambang di seluruh
dunia. Kondisi inilah yang membuat percetakan uang kertas tidak lagi perlu dijamin oleh cadangan
emas atau logam mulia.
Realitas ini, selanjutnya mengundang terjadinya bisnis spekulasi mata uang yang disebut dengan
transaksi maya. Uang telah dijadikan sebagai komoditas yang diperdagangkan, bukan untuk
kebutuhan sektor riel. Padahal, dalam konsep ekonomi Islam, uang tidak boleh dijadikan sebagai
komoditas, karena itu ekonomi Islam dengan tegas melarang spekulasi mata uang.

B. Fungsi Uang Menurut Syariah Islam


Dari uraian di atas terlihat bahwa menurut ekonomi Islam, uang di pandang sebagai
1. alat tukar, bukan suatu komoditas.
Selain sebagai alat tukar,
2. uang juga berfungsi sebagai pengukur harga (standar nilai), hal ini sesuai denbgan definsi
uang yang dirumuskan Taqyuddin An-Nabhani, dalam buku An-Nizham Al-Iqtishadi Al-Islami.
Menurutnya uang adalah standar nilai pada barang dan jasa. Oleh karena itu, dalam ekonomi
Islam, uang di defenisikan sebagai sesuatu yang dipergunakan untuk mengukur harga setiap
barang dan jasa.
Diterimanya peranan uang ini, secara luas, dengan maksud untuk
mempermudah proses transaksi, sebagai alat ukur dan menghapuskan ketidakadilan dan kezaliman
dalam ekonomi tukar-menukar. Karena ketidakadilan dalam ekonomi barter, digolongkan sebagai riba
fadhal. Barter adalah sebuah metode pertukaran yang tidak praktis dan umumnya menunjukkaan
banyak kepicikan dalam mekanisme pasar. Jadi, dibutuhkan sebuah sistem penukaran tepat guna
yang praktis, yakni uang.
Kemudian, karena majunya peradaban, uang dikembangkan sebagai ukuran nilai dan alat tukar. Nabi
Muhammad saw menyetujui penggunaan uang sebagai alat tukar. Beliau tidak menganjurkan barter,
karena ada beberapa praktek yang membawa kepada ketidakadilan dan penindasan. Barter hanya
diterima dalam kasus terbatas. Nabi menasehatkan agar menjual sebuah produk dengan uang, dan
membeli produk yang lain dengan harganya
Dengan demikian, ajaran Islam sangat mendukung tungsi uang sebagai media petukaran
(medium of exchange) karena banyak hadis-hadis Rasulullah yang tidak menganjurkan barter
tetapi sangat menganjurkan terjadinya transaksi jual beli antara uang dihadapkan dengan
barang dan jasa. Contoh hadis yang secara gamblang dijumpai pada Hadis Shaih Muslim,
sebagai berikut :
‫ َج اَء ِباَل ٌل ِبَتْم ٍر َبْر ِنٍّي َفَقاَل َلُه َر ُسوُل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم ِم ْن َأْيَن َهَذ ا َفَقاَل ِباَل ٌل‬: ‫َحِد يُث َأِبي َسِع يٍد َرِض َي ُهَّللا َع ْنُه َقاَل‬
‫َتْم ٌر َك اَن ِع ْنَدَنا َرِد يٌء َفِبْع ُت ِم ْنُه َص اَع ْيِن ِبَص اٍع ِلَم ْطَع ِم الَّنِبِّي َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َفَقاَل َر ُسوُل ِهَّللا ِع ْنَد َذ ِلَك َأَّوْه َع ْيُن الِّر َبا اَل‬
‫* َتْفَع ْل َو َلِكْن ِإَذ ا َأَر ْدَت َأْن َتْش َتِر َي الَّتْمَر َفِبْعُه ِبَبْيٍع آَخ َر ُثَّم اْش َتِر ِبِه‬
Dari Abu Said r.a, katanya : “Pada suatu ketika, Bilal datang kepada Rasulullah saw
membawa kurma Barni. Lalu Rasulullah SAW bertanya kepadanya, “Kurma dari mana ini ?”
Jawab Bilal, “Kurma kita rendah mutunya. Karena itu kutukar dua gantang dengan satu
gantang kurma ini untuk pangan Nabi SAW.” Maka bersabda Rasulullah SAW, lnilah yang
disebut riba. Jangan sekali-kali engkau lakukan lagi. Apabila engkau ingin membeli kurma
(yang bagus), jual lebih dahulu kurmamu (yang kurang bagus) itu, kemudian dengan uang
penjualan itu beli kurma yang lebih bagus.”
Hadis lainnya yang diriwayatkan oleh Ata Ibn Yasar, Abu Said dan Abu Hurairah, Abu Said
Al Kudri menegaskan anjuran jual beli dari pada barter : “Ternyata Rasulullah SAW, tidak
menyetujui transaksi-transaksi dengan system barter, untuk itu dianjurkan sebaiknya
menggunakan uang. Nampaknya beliau melarang bentuk pertukaran seperti itu karena ada
unsur riba didalamnya”.
Peranan uang sebagai alat tukar dan alat ukur juga tampak dari hadits Nabi Saw, yaitu ketika
beliau mewajibkan zakat atas aset moneter (emas dan perak). secara tidak langsung Nabi
mengatakan, bahwa uang sebagai faktor produksi mempunyai potensi untuk berkembang
melalui usaha-usaha produktif yang riil.
Apabila uang diterima sebagai pilar produksi, maka ketentuan pengambilan manfa’at keuntungan
(hasil), tidak boleh ditentukan di awal tanpa melihat hasil realisasi produksi tersebut. Penetapan porsi
keuntungan di awal adalah riba dan bersifat tidak adil. Karena itu Islam menkonsepsikan bagi hasil
dalam dunia bisnis.
Islam juga telah mengaitkan emas dan perak dengan hukum-hukum syariah, seperti dalam jinayat
(pidana). Ketika Islam mewajibkan diyat, Islam telah menentukan diyat tersebut dengan ukuran
tertentu dalam bentuk emas.
Rasulullah pernah menyatakan di dalam surat beliau yang dikirimkan kepada penduduk yaman ;
Bahwa di dalam pembunuhan jiwa itu terdapat diyat berupa 100 ekor unta, dan terhadap pemilik
emas (ada kewajiban) sebanyak 1000 dinar. (HR. Nasai dan Amri bin Hazam).
Ketika Islam mewajibkan hukuman potong tangan bagi pelaku pencurian, Islam juga menentukan
ukuran tertentu dalam bentuk emas, yaitu seperempat dinar. ). Sabda Rasulullah Saw “Tangan itu
wajib dipotong apabila mencuri ¼ dinar atau lebih” (H.R. Bukhari dari Aisyah).
Ketentuan hukum di atas menunjukkan bahwa dinar, dirham dan mitsqal merupakan satuan uang
yang digunakan untuk mengukur (menghitung) nilai barang dan jasa. Jadi, satuan dinar dan dirham
inilah yang menjadi uang yang berfungsi sebagai ukuran harga barang dan sekaligus sebagai alat
tukar.
Tujuh ratus tahun sebelum Adam Smith menulis buku The Wealth of Nation, seorang Islam bernama
al-Ghazali (w.1111 M), telah membahas fungsi uang dalam perekonomian.
Secara panjang lebar, ia membahas fungsi uang dalam bab “syukur” pada kitab Ihya Ulumuddin.
Dalam Bab itu ia mengatakan, “Di antara ni’mat Allah ialah berlakunya dinar dan dirham. Dengan
dinar dan dirham itu, kehidupan dunia bisa diatur, padahal keduanya tak lebih dari logam, yakni
barang yang pada asalnya tidak berguna apa-apa. Tetapi semua orang tertarik pada kedua mata
uang itu, sebab setiap orang membutuhkan bermacam-macam barang untuk makan, pakaian dan
kebutuhan-kebutuhan lainnya”.
Uraian-uraian Al-Gahzali berikutnya, tentang konsep-konsep ekonomi Islam, sungguh menakjubkan.
Tapi sayang, banyak di antara umat Islam yang mengutip dan menelaah aspek tasawufnya, tanpa
mengkaji secara utuh isi kitab itu, sehingga wacana ekonomi Islam terabaikan.
Pemikiran Al-Ghazali yang juga cukup menakjubkan tentang fungsi uang adalah teorinya yang
menyatakan bahwa uang diibaratkan cermin yang tidak mempunyai warna, tetapi dapat merefleksikan
semua warna. (Ihya, 4 : 91-93). Maksudnya, uang tidak memiliki harga (intrinsik) tetapi dapat dapat
merefleksikan semua harga. Atau dalam istilah ekonomi klasik dikatakan, uang tidak memberi
kegunaan langsung (direct utility function). Hanya bila uang itu digunakan untuk membeli barang,
barulah barang itu memiliki kegunaan.
Dalam teori ekonomi klasik dikatakan, kegunaan uang timbul dari daya belinya. Jadi uang
memberikan kegunaan tidak langsung (indirect utility function). Apapun debat para ekonom Barat
tentang konvensi ini, kesimpulannya tetap sama dengan al-Ghazali, uang tidak dibutuhkan untuk
uang itu sendiri.

Merujuk pada Al-Qur’an, al-Ghazali mengecam orang yang menimbun uang. Orang demikian,
dikatakannya sebagai penjahat. Yang lebih buruk lagi adalah orang yang melebur dinar dan dirham
menjadi perhiasan emas dan perak. Mereka ini dikatakannya sebagai orang yang bersyukur kepada
sang pencipta Allah Swt, dan kedudukannya lebih rendah dari orang yang menimbun uang.
Menimbun uang berarti menarik uang secara sementara dari peredaran. Sedangkan meleburnya
berarti menariknya dari peredaran untuk selamanya.
Dalam teori moneter modern, penimbunan uang berarti memperlambat perputaran uang. Ini berarti
memperkecil terjadinya transaksi sehingga perekonomian lesu. Adapun peleburan uang, sama saja
artinya dengan mengurangi jumlah penawaran uang yang dapat digunakan untuk melakukan
transaksi.
Dalam ekonomi Islam sebagaimana dijelaskan al-Ghazali, fungsi uang adalah sebagai media
pertukaran dan standar harga barang. Siapa yang menggunakan uang tidak sesuai dengan
fungsinya, bererti dia telah kufur nikmat dalam penggunaan uang. Menimbun uang merupakan
tindakan tercela dalam perspektif ekonomi Islam, karena ia telah memenjarakan uang dan mencegah
fungsi sebenarnya. Kata al-Ghazali, penimbunan uang persis seperti orang yang memenjarakan
hakim kaum muslimin, sehingga kelancaran perasidangan hukum terhambat. Kalau uang itu disimpan
saja, maka hikmat-hikmatnya pun akan hilang dan tujuan dari adanya uang itu tidak terwujud.

Dinar dan dirham dalam ekonomi Islam, bukan dikhususkan untuk individu-individu tertentu, tetapi
dinar dan dirham diciptakan supaya beredar di antara manusia, lalu menjadi hakim di antara mereka,
menjadi standar harga dan alat tukar.
Pilihan kepada uang emas sebagal alat tukar yang mempunyai nilai melekat pada zatnya (nilai
intrinsik) sama dengan nilai rielnya, nyatanya berlaku di seluruh dunia selama berabad-abad
lamanya.
Fungsi uang sebagai satuan nilai (unit of account), di mana uang berfungsi sebagai standar alat ukur
atas suatu barang dan jasa menimbulkan konsequensi uang menjadi mempunyai daya beli. Uang
Dinar emas dan Dirham perak akan tetap mempunyai daya beli apabila uang-uang tersebut masih
tetap dalam standar kualitasnya. Kualifikasi Dinar dan Dirham klasik sesuai hukum Islam yang
dibakukan oleh Khalifah Umar bin Khatab adalah mas 22 karat seberat 4,25 gram dengan diameter
23 mm dan perak murni seberat 3 gram dengan diameter 25 mm. Sedang nisabnya masing-masing
adalah 1 untuk Dinar berbanding 10 untuk Dirham. Untuk saat sekarang ini standarisasi Dinar dan
Dirham dilakukan oleh World Islamic Trade Organization (WITO)
Dalam ekonomi Islam, peredaran uang palsu sangat dikecam. Pada zaman klasik Islam, khususnya
masa al-Ghazali, uang palsu dipandang sebagai uang yang kandungan emas/peraknya tidak sesuai
dengan yang ditetapkan oleh pemerintah. al-Ghazali mengatakan, mencetak atau mengedarkan uang
sejenis ini lebih berbahaya daripada mencuri seribu dirham. Karena mencuri adalah satu dosa,
sedangkan mencetak dan mengedarkan uang palsu dosanya akan terus menerus berulang setiap kali
uang itu dipergunakan, dan akan merugikan siapapun yang menerimanya dalam jangka waktu lama.
Begitulah cerdasnya al-Ghazali, jauh sebelum ekonom Barat tampil, dia sudah memiliki pemikiran
yang cemerlang tentang fungsi uang, penimbunan uang, dan implikasi uang palsu.
Selanjutnya, al-Ghazali membahas konsep ekonomi Islam tentang jenis mata uang. Beliau
membolehkan peredaran mata uang yang sama sekali tidak mengandung emas dan perak, asalkan
pemerintah menyatakan sebagai alat bayar resmi (Ihya, 4:192).

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/05/17/20558/konsep-uang-dalam-islam/#ixzz4fU7ML68Z
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook

Definisi dan Ciri-ciri Uang

Uang adalah benda-benda yang disetujui oleh masyarakat sebagai alat perantara untuk
mengadakan tukar menukar/perdagangan. Disetujui adalah terdapat kata sepakat di antara
anggota-anggota masyarakat untuk menggunakan satu atau beberapa benda sebagai alat
perantara dalam kegiatan tukar menukar.[2]
Adapun ciri-ciri uang yaitu :
1. Nilainya tidak mengalami perubahan dari waktu ke waktu
2. Mudah dibawa-bawa
3. Mudah disimpan tanpa mengurangi nilainya
4. Tahan lama
5. Jumlahnya terbatas (tidak berlebih-lebihan)
6. Bendanya mempunyai mutu yang sama

B. Fungsi Uang
Adapun fungsi dari uang yaitu :[3]
1. Uang sebagai perantara tukar menukar
Dengan adanya uang seseorang yang menginginkan sesuatu barang tidak perlu bersusah
payah mencari orang yang memiliki barang tersebut dan juga mengingini barang yang
dimilikinya. Adanya uang telah memungkinkannya untuk memperoleh barang yang
diingininya hanya dengan cara menemukan orang yang memiliki barang tersebut dan
kemudian memperoleh barang tersebut. Penjual barang tersebut selanjutnya dapat
menggunakan uang yang diperolehnya untuk membeli barang yang diingini dari orang lain.

2. Uang sebagai satuan nilai


Ssatuan nilai adalah satuan ukuran yang menentukan besarnya nilai dari berbagai jenis
barang. Dengan adanya uang, nilai suatu barang dapat dengan mudah dinyatakan yaitu
dengan menunjukkan jumlah uang yang diperlukan untuk memperoleh barang tersebut.

3. Uang sebagai alat bayaran tertunda


Satu syarat penting agar fungsi uang yang ketiga ini dapat dijalankan dengan baik adalah
bahwa nilai uang yang digunakan harus tetap stabil. Nilai uang dikatakan stabil apabila
sejumlah uang yang dibelanjakan akan tetap memperoleh barang-barang yang sama banyak
dan sama mutunya dari waktu ke waktu. Apabila syarat ini tidak dipenuhi maka fungsi uang
sebagai ukuran untuk pembayaran tertunda tidak akan dapat dijalankan dengan sempurna.
Ada kemungkinan orang lebih suka menerima pembayaran yang tertunda dalam bentuk
barang atau menghindari tukar menukar dengan pembayaran yang ditunda. Keadaan seperti
itu selalu terjadi pada waktu harga-harga barang mengalami kenaikan yang cepat dari waktu
ke waktu.

4. Uang sebagai alat penyimpan nilai


Jenis uang yang terutama adalah uang bank atau uang giral. Uang jenis ini tidak memerlukan
biaya untuk menyimpannya dan mudah mengurusnya. Ini disebabkana karena kalau
seseorang memiliki uang ini, penyimpanan dan pengurusan uang tersebut bukan dilakukan
oleh pemiliknya, tetapi oleh bank umum yang menyimpan uang tersebut. Walaupun uang itu
tidak ditangan pemiliknya, ia dapat dengan mudah diambil apabila ingin menggunakan uang
tersebut. Yang perlu dilakukan pemiliknya adalah menulis selembar cek yang menunjukkan
jumlah uan gyang harus dibayarkan dan kepada siapa pembayaran itu harus dilakukan. Jenis
kedua dari uang yang sekarang ini banyak digunakan adalah uang kertas. Uang ini juga
merupakan alat penyimpan nilai yang lebih baik daripada menyimpan nilai dalam bentuk
barang. Ia tidak memerlukan biaya dan ruangan yang besar untuk menyimpannya.

C. Konsep Uang dalam Islam[4]


Konsep uang dalam ekonomi islam sangatlah berbeda dengan konsep uang dalam
ekonomi konvensional. Dalam ekonomi islam, konsep uang itu sangatlah jelas dan tegas
bawa uang itu adalah uang, uang bukan capital. Berikutnya, dengan konsep uang yang
dikemukakan dalam ekonomi islam tidak jelas. Istilah uang dalam perspektif ekonomi
konvensional diartikan secara bolak balik (interchangeability), yaitu uang sebagai uang dan
uang sebagai capital.
Perbedaan lainnya adalah bahwa dalam ekonomi islam, uang adalah sesuatu yang
bersifat flow concept dan capital adalah sesuatu yang bersifat stock concept, sedangkan
dalam ekonomi konvensional terdapat beberapa pengertian. Frederic S. Mishkim,
mengungkapkan konsep Irving Fisher menyatakan bahwa:
MV = PT
Keterangan:
M = jumlah uang P = tingkat harta barang
V = tingkat perputaran uang T = jumlah barang yang diperdagangkan
Dari persamaan diatas dapat diketahui bahwa semakin cepat perputaran uang (V),
maka semakin besar income yang diperoleh. Persamaan ini juga berarti bahwa uang adalah
flow concept. Fisher juga mengatakan bahwa tidak ada sama sekali korelasi antara kebutuhan
memegang uang (demand for holding money) dengan tingkat suku bunga. Konsep fisher ini
hampir sama dengan konsep yang ada dalam ekonomi islam, bahwa uang adalah flow
concept, bukan stock concept.
Pendapat lain yang diungkapkan oleh Mishkin adalah konsep dari marshall pigou dari
Cambridge, yaitu:
M = KPT
Keterangan:
M = jumlah uang P = tingkat harga barang
K = 1/v T = jumlah barang yang diperdagangkan
Walaupun secara matematis k dapat dipindahkan kekiri atau kekanan, secara filosofis
kedua konsep ini berbeda. dengan adanya k pada pemasaran Marshall pigou diatas
menyatakan bawa demand for holding money adalah ssuatu proporsi (k) dari jumlah
pendapatan (PT). semakin besar daman for holding money (M) , untuk tingkat pendapatan
tertentu (PT). Konsep ini berarti Marshall pigou mengatakan bahwa uang adalah salah satu
cara untuk menyimpan kekayaan (store of wealth).
Dari urain diatas, jelas kita tidak boleh gegabah untuk mengatakan bahwa perbedaan
islam dan konvensional adalah islam memandang uang sebagai flow concept, dan
konvensional memandang uang sebagai stock concept. Uang yang ketika mengalir adalah
public goods (flow concept), ketika mengendap kepemilikan seseorang (stock concept), uang
tersebut menjadi milik pribadi (private good).
Adapun perbedaan antara konsep uang dalam Islam dengan konvensional:
KONSEP ISLAM KONSEP KONVENSIONAL
 Uang tidak identik dengan modal  Uang sering kali diidentikkan dengan
 Uang adalah public goods modal
 Modal adalah private goods  Uang (modal) adalah private goods
 Uang adalah flow koncept  Uang (modal) adalah flow concept bigi
 Modal adalah stock concept fisher
 Uang (modal) adalah stock concept bagi
cambridge school

D. Ekonomi makro dengan uang


Menurut Al-Ghazali dan Ibn Khaldun, definisi uang adalah apa yang digunakan
manusia sebagai standar ukuran nilai harga, media transaksi pertukaran, dan media simpanan.
[5]
1. Uang sebagai ukuran harga
Abu Ubaid (w. 224 H) menyatakan bahwa dirham dan dinar adalah nilai harga
sesuatau, sedangkan segala sesuatu tidak bisa menjadi nilai harga keduanya. Imam Ghazali
(w. 505 H) menegaskan bahwa Allah menciptakan dinar dan dirham sebagai hakim penekah
diantara seluruh harta agar seluruh harta bisa diukur dengan keduanya. Ibn al-Qayyim (w.
752 H) mengungkapkan bahwa dinar dan dirham adalah nilai harga barang komoditas. Nilai
harga adalah ukuran yang dikenal untuk mengukur harta maka wajib bersifat spesifik dan
akurat, tidak meninggi (naik) dan tidak menurun. Karena kalau unit nilai harga bisa naik dan
turun seperti komoditas sendiri, tentunya kita tidak bisa lagi mempunyai unit ukuran yang
bisa dikukuhkan untuk mengukur nilai komoditas.
2. Uang Sebagai Media Transaksi
Uang yang menjadi
media transaksi yang sah dan yang harus diterima oleh siapapun bila ditetapkan oleh negara
maka, perbedaan uang dengan media transaksi lain seperti cek. Yang berlaku juga sebagai
cek alat pembayaran karena penjual dan pembeli sepakat menerima cek sebagai alat bayar.
Begitu pula dengan kartu debet, kartu kredit dan alat bayar lainnya, pihak yang dibayar dapat
saja monolak penggunaan cek atau kartu kredit sebagai alat bayar, sedangkan uang berlaku
sebagai alat pembayaran karena negara mesahkannya.
3. Uang Media Penyimpan Nilai
Kemudian diperlukan jenis harta yang bertahan lama karena kebutuhan yang terus-
menerus. Jenis harta yang bertahan lama adalahbarang tambang. Maka dibuatlah uang dari
emas, perak, dan logam. Ibn Khaldun juga mengisyaratkan uang sebagai alat simpanan.
Kemudian Allah ta’ala menciptakan dua dari barang tambang, emas, dan perak, sebagai nilai
untuk setiap harta. Dua jenis ini merupakan simpanan dan perolehan orang-orang didunia
kebanyakannya.

E. Perubahan Fungsi Uang[6]


1. Uang Barang (Commodity Money)
Uang barang adalah alat tukar yang memiliki nilai komoditas atau bisa diperjualbelikan
apabila barang tersebut digunakan bukan sebagai uang. Namun tidak semua barang bisa
menjadi uang, diperlukan tiga kondisi utama agar suatu barang bisa dijadikan uang. Tiga hal
tersebut yaitu:
a. Kelangkaan (scarcity) yaitu persediaan barang tersebut harus terbatas.
b. Daya tahan (durability), yaitu barang tersebut harus tahan lama.
c. Nilai tinggi, maksudnya barang yang dijadikan uang harus bernilai tinggi, sehingga tidak
memerlukan jumlah yang banyak dalam melakukan transaksi.
Plihan terhadap barang-barang yang bisa digunakan sebagai uang yaitu logam mulia
seperti emas dan perak. Emas dan perak memiliki nilai yang tinggi, kelangkaan, dan dapat
diterima di masyarakat umum sebagai alat tukar. Selain itu, emas dan perak juga dapat dibagi
menjadi pecahan-pecahan kecil tanpa mengurangi nilainya, dan juga tidak mudah susut dan
rusak.
2. Uang Tanda/Kertas (Token Money)
Ada beberapa pihak yang melihat kesempatan untuk meraih keuntungan dari
kepemilikan atas uang logam mulia, dimana pandai emas (goldsmith) dan bankir melihat
bukti peminjaman, penyimpanan atau penitipan emas dan perak yang akan menghasilkan
keuntungan. Apabila harga emas batangan naik, maka logam mereka akan melebur koin
tersebut menjadi bentuk batangan atau apabila harga di luar negeri lebih mahal daripada di
dalam negeri maka mereka akan menjual ke luar sehingga akan memperoleh keuntungan.
Dari hal tersebut, pandai emas dan para bankir mengeluarkan surat (uang kertas) dengan
nilai yang besar dari emas dan perak yang dimilikinya., karena kertas ini didukung oleh
kepemilikan atas emas dan perak, masyarakat umum menerima uang kertas ini sebagai alat
tukar. Jadi, dengan diterimanya uang kertas dalam masyarakat secara luas dan umum maka
uang kertas menjadi alat tukar yang sah.
Kegiatan ini berlanjut sampai uang kertas menjadi alattukar yang dominan dan menjadi
alat tukar yang utama dalam sistem perekonomian.
Beberapa keuntungan dari penggunaan uang kertas yaitu biaya pembuatannya yang rendah,
pengirimannya mudah, penambahan dan pengurangan lebih mudah dan cepat, serta dapat
dipecahkan dalam jumlah berapapun. Diantara kelebihan yang dimilikinya, uang kertas juga
memiliki kekurangan yaitu tidak bisa dibawa dalam jumlah yang besar dan uangnya lebih
cepat rusak karena terbuat dari kertas.

3. Uang Giral (Deposit Money)


Uang giral adalah uang yang dikeluarkan oleh bank-bank komersial melalui pengeluaran
cek dan alat pembayaran giro lainnya. Uang giral merupakan simpanan nasabah di bank yang
dapat diambil setiap saat dan dapat dipindahtangankan kepada orang lain untuk mrlakukan
pembayaran, maksudnya cek dan giro yang dikeluarkan oleh bank manapun bisa digunakan
sebagai alat pembayaran barang, jasa dan utang. Adapun kelebihan dari uang giral yaitu :
a. Kalau hilang dapat dilacak kembali sehingga tidak bisa diuangkan oleh yang tidak berhak.
b. Dapat dipindahtangankan dengan cepat dan ongkos yang rendah.
c. Tidak diperlukan uang kembali sebab cek dapat ditulis sesuai dengan nilai transaksi.

Dibalik kelebihan yang dimiliki, tersimpan bahaya besar dalam uang giral. Kemudahan
perbankan dalam menciptakan uang giral akan membuka peluang terjadinya uang beredar
yang lebih besar daripada transaksi riilnya.

F. Uang dalam sistem Ekonomi Islam[7]


Dengan adanya keberadaan uang, hakikat ekonomi dalam perspektif Islam dapat
berlangsung dengan lebih baik yaitu terpelihara dan meningkatnya perputaran harta di antara
manusia (pelaku ekonomi). Dengan keberadaan uang, aktivitas zakat, infak, sedekah, wakaf,
dll dapat lebih lancar terselenggara. Dengan keberadaan uang juga, aktivitas sektor swasta,
publik, dan sosial dapat berlangsung dengan akselerasi[8] yang lebih cepat.
Dalam ekonomi konvensional, sistem bunga dan fungsi uang yang dapat disamakan
dengan komoditi menyebabkan timbulnya pasar tersendiri dengan uang sebagai komoditinya
dan bunga sebagai harganya. Pasar ini adalah pasar moneter yang tumbuh sejajar dengan
pasar riil (barang dan jasa) berupa pasar uang, pasar modal, pasar obligasi dan pasar derivatif.
Akibattnya dalam ekonomi konvensional dikotomi[9] sektor riil dan moneter. Lebih jauh
lagi, perkembangan pesat di sektor moneter telah menyedot uang dan produktivitas atau nilai
tambah yang dihasilkan sektor riil sehingga sekttor moneter telah menghambat pertumbuhan
sektor riil, bahkan telah menyempitkan sektor riil, menimbulkan inflasi, dan menghambat
pertumbuhan ekonomi.
Diktonomi sektor riil dan moneter tidak terjadi dalam ekonomi Islam karena absennya
sistem bunga dan dilarangnya memperdagangkan uang sebagai komoditi sehingga corak
ekonomi Islam adalah ekonomi sektor riil, dengan dungsi uang sebagai alat tukar untuk
memperlancar kegiatan investasi, produksi, dan perniagaan di sektor riil.

G. Uang kertas dalam pandangan Islam[10]


Uang yang berlaku pada zaman sekarang disebut dengan fiat money. Hal ini
disebabkan karena kemampuan uang untuk berfungsi sebagai alat tukar dan memiliki daya
beli tidak disebabkan karena uang tersebut dilatarbelakangi oleh emas. Pada zaman dahulu,
uang dilatarbelakangi oleh emas karena mengikuti standar emas. Namun, hal ini telah
ditinggalkan oleh perekonomian dunia pada tahun 1931 dan kemudian seluruh dunia telah
meninggalkannya padda tahun 1976. Uang kertas sekarang sudah menjadi alat tukar karena
telah ditetapkan oleh pemerintah bahwa uang kertas sudah menjadi standar alat tukar.
Umar Bin khattab berkata bahwa mata uang dapat dibuat dari benda apa saja sampai-
sampai kulit unta. Ketika suatu benda tersebut sudah ditetapkan menjadi mata uang yang sah,
maka barang tersebut sudah berubah fungsinya dari barang biasa menjadi alat tukar yang sah
dengan segala fungsi dan turunannya. Jumhur ulama telah sepakat bahwa illat, emas dan
perak diharamkan pertukarannya kecuali serupa dengan serupa, sama dengan sama oleh
Rasulullah SAW adalah karena tsumuniyyah yaitu barang-barang tersebut menjadi alat tukar,
penyimpanan nilai di mana semua barang ditimbang dan dinilai dengan nilainya.
Maka dari itu, saat uang kertas telah menjadi alat pembayaran yang sah, sekalipun
tidak dilatarbelakangi oleh emas, maka kedudukannya dalam hukum sama dengan kedudukan
emas dan perak yang pada waktu Al-Quran diturunkan tengah menjadi alat pembayaran yang
sah. Uang kerta juga diakui sebagai harta kekayaan yang harus dikeluarkan zakat
daripadanya. Dan zakatpun sah dikeluarkan dalam bentuk uang kertas. Dan uang kertas juga
dapat dipergunakan sebagai alat untuk membayar mahar.
Hubungan Uang dengan Modal dalam Perspektif Ekonomi Islam
Modal (capital) mengandng arti barang yang dihasilkan oleh alam atau
buatanmanusia yang diperlukan bukan untuk memenuhi secara langsung keinginan manusia
tapi untuk membanto memproduksi barang lain yang pada gilirannya akan dapat memenuhi
kebutuhan manusia secara langsung dan menghasilkan keuntungan. Modal terbagi menjadi 2,
yaitu modal tetap dan modal yang bersikulasi. Modal tetap adalah benda-benda yang dapat
dimanfaatkan, eksistensi substansinya tidak berkurang. Sedangkan modal yang bersikulasi
adalah benda-benda yang ketika mmanfaatnya dinikmati, substansinya juga hilang.
Dalam syariah, modal tetap dapat disewakan tetapi tidak dapat dipinjamkan (qardh),
sedangkan modal sirkulasi bersifat konsumtif bias dipinjamkan (qardh) tetapi tidak dapat
disewakan. Hal ini karena ijarah dalam Islam hanya dapat dilakukan pada benda-benda yang
memiliki karateristik substansinya dapat dinikmati secara terpisah atau sekaligus. Ketika
sebuah barang disewakan, maka manfaat barang tersebut dipisahkan dari yang empunya.
Barang tersebut dinikmati oleh penyewa namun status kepemilikannya tetap pada empunya.
Ketika masa sewa sudah berakhir maka barang tersebut dikembalikan kepada empunya dalam
keadaan utuh seperti sebelumnya.
Pada uang, tidak memiliki sifat seperti ini. Ketika seseorang menggunakan uang,
maka jumlah uang itu akan habis dan hilang. Dan kalau ia menggunakan uang tersebut dari
pinjaman, maka ia menanggung hutang sebesar jumlah yang dipergunakan dan harus
mengembalikan dalam jumlah yang sama bukan substansinya (pokoknya).

BAB III
PENUTUP

Dari pembahasan yang dijabarkan, dapat ditarik kesimpulan bahwa Uang adalah
benda-benda yang disetujui oleh masyarakat sebagai alat perantara untuk mengadakan tukar
menukar/perdagangan. Disetujui adalah terdapat kata sepakat di antara anggota-anggota
masyarakat untuk menggunakan satu atau beberapa benda sebagai alat perantara dalam
kegiatan tukar menukar.
Perbedaan konsep uang dalam ekonomi Islam dan konvensional terdapat pada uang
yang tidak identik dengan modal, uang adalah public goods, modal adalah private goods,
uang adalah flow concept, dan modal adalah stock concept dalam konsep uang secara Islam.
Sedangkan konsep uang dalam konvensional yaitu uang seringkali diidentikkan dengan
modal, uang (modal) adalah private goods, Uang (modal) adalah flow concept bagi Fisher,
dan Uang (modal) adalah stock concept bagi Cambridge School.
Kemudian dalam perubahan fungsi uang terbagi menjadi tiga yaitu commodity money
atau uang barang, token money atau uang kertas serta deposit money atau uang giral.

DAFTAR PUSTAKA

Ascarya, 2007, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta: Rajawali Pers.
Huda, Nurul dkk, 2009, Ekonomi Makro Islam: Pendekatan Teoritis. Jakarta:
Kencana.
Karim, Adiwarman A., 2007, Ekonomi Makro Islam. Jakarta: Rajawali Pers.
Nasution, Mustafa Edwin dkk,2010, Ekonomi Islam: Pengenalan Eksklusif , Jakarta:
Kencana.
Sukirno, Sadono, 2012, Makro Ekonomi: Teori Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.
[1] Mustafa Edwin Nasution, dkk, Ekonomi Islam: Pengenalan Eksklusif (Jakarta:
Kencana, 2010), hlm.239.
[2] Sadono Sukirno, Makro Ekonomi: Teori Pengantar (Jakarta: Rajawali Pers, 2012),
hlm.267.
[3] Ibid., hlm. 268-270.
[4] Adiwarman A. Karim, Ekonomi Makro Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2007), hlm.
77-80.
[5] Ibid., hlm. 80-83.
[6] Mustafa Edwin Nasution, dkk, Ekonomi Islam: Pengenalan Eksklusif (Jakarta:
Kencana, 2010), hlm .240-242.

[7]Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah (Jakarta: Rajawali Pers, 2007), hlm. 25-
26.
[8] Akselerasi adalah laju perubahan kecepatan.
[9] Dikotomi adalah pembagian atas dua kelompok yang saling bertentangan.
[10]Nurul Huda, dkk, Ekonomi Makro Islam: Pendekatan Teoritis (Jakarta: Kencana,
2009), hlm. 90-95.

Demikianlah pembahasan mengenai Makalah Konsep Uang dalam Ekonomi Islam


semoga penjabaran yang saya bahas diatas bisa membatu temen-temen.

Share on Facebook
Uang merupakan inovasi besar dalam peradaban perekonomian dunia. Posisi uang
sangat strategis dalam satu sistem ekonomi, dan sulit digantikan dengan variabel lainnya.
Bisa dikatakan uang merupakan bagian yang terintegrasi dalam satu sistem ekonomi.
Sepanjang sejarah keberadaannya, uang memainkan peranan penting dalam perjalanan
kehidupan modern. Uan gberhasil memudahkan dan mempersingkat waktu transaksi
pertukaran barang dan jasa. Uang dalam sistem ekonomi memungkinkan perdagangan
berjalan secara efisien.[1]
Ketika jumlah manusia semakin bertambah, maka peradabannya pun akan semakin
maju sehingga kegiatan dan interaksi antarsesama manusia pun akan meningkat. Jumlah dan
jenis kebutuhan manusia juga akan semakin beragam. Maka dari itu, diperlukan alat tukar
yang dapat diterima semua pihak untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Alat tukar inilah yang
disebut dengan uang.

Anda mungkin juga menyukai