Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Dalam kegiatan perekonomian masa modern saat ini ada banyak pihak dan hal
yang terlibat. Dalam hal ini uang dan lembaga perbankan memegang peranan
yang sangat penting. Karena uang merupakan alat pembayaran yang berlaku
sekarang untuk semua transaksi jual-beli baik secara langsung maupun secara
tidak langsung. Keberadaan uang menyediakan alternatif transaksi yang lebih
mudah daripada barter yang tidak efisien dan kurang cocok digunakan dalam
sistem ekonomi modern karena membutuhkan orang yang memiliki keinginan
yang sama untuk melakukan pertukaran dan juga kesulitan dalam penentuan
nilai. Efisiensi yang didapatkan dengan menggunakan uang pada akhirnya akan
mendorong perdagangan dan pembagian tenaga kerja yang kemudian akan
meningkatkan produktivitas dan kemakmuran.
Lembaga perbankan berperan dalam lalu lintas uang dan surat-surat berharga
dalam perekonomian terutama Bank Sentral. Pada umumnya Bank dikenal
sebagai lembaga keuangan yang kegiatan utamanya adalah menerima simpanan,
giro, tabungan dan deposito. Kemudian bank dikenal juga sebagai tempat untuk
meminjam uang (kredit) bagi masyarakat yang membutuhkannya. Disamping itu,
bank juga dikenal sebagai tempat untuk menukar uang, atau menerima segala
bentuk pembayarab seperti pembayaran listrik, telepon. dll.
Sehingga uang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan
manusia dalam menjalani kegiatan ekonomi maupun non ekonomi. sehingga ada
berpendapat yang mengatakan bahwa uang merupakan darahnya perekonomian.
didalam kehidupan masyarakat modern dewasa ini, dimana mekanisme
perekonomian berdasarkan lalu lintas barang dan jasa semua kegiatan-kegiatan
ekonomi akan memerlukan uang sebagai alat pelancar guna mencapai tujuannya.

1
Uang, dalam model sederhana ini berperan sebagai alat untuk memperlancar
transaksi dan menyimpan nilai serta mengukur nilai, sebagai alat untuk transaksi,
uang mempermudah transaksi antara pihak penjual dan pembeli.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi dan Ciri-ciri Uang Perspektif Ekonomi Islam?
2. Seperti apakah problematika uang dalam transaksi ekonomi?

C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian dan ciri-ciri Uang.
2. Mengetahui Problematika Uang dalam Ekonomi dan penyelesaiannya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi dan Ciri-ciri Uang


Pengertian uang Menurut Prathama Raharja dan Mandala Manurung uang
merupakan sesuatu yang diterima atau dipercaya masyarakat sebagai alat
pembayaran atau transaksi.1
Subagyo dalam bukunya menyebutkan Uang adalah sesuatu yang diterima
secara umum yang digunakan para pelaku ekonomi sebagai alat pembayaran dari
transaksi ekonomi yang dilakukan seperti pembelian barang, jasa serta
pembayaran hutang.2
Dalam kamus bahasa Indonesia disebutkan bahwa uang adalah alat tukar yang
sah, berupa kertas, emas, perak, atau logam lain yang dikeluarkan oleh
pemerintah dengan bentuk dan gambar tertentu.3
Uang dalam literatur fiqh disebut dengan tsaman ataunuqud (jamak
dari naqd) didefinisikan oleh para ulama, diantaranya menurut Abdullah bin
Sulaiman al-Mani' dan Muhammad Rawas Qal'ah Ji sebagai berikut:

‫ك اوليوسسويطن يويعيلىَ أي ي‬
‫ي يحاَلل يينكوونن‬ ‫لنتوقند هنيو نكلُل يوسسويلط للتتيباَندسل ييوليقىَ قيبنوولم يعاَ مماَ يموهيماَ يكاَين يذلس ي‬
Artinya: "Naqd (uang) adalah segala sesuatu yang menjadi media pertukaran
dan diterima secara umum, apa pun bentuk dan dalam kondisi seperti apa pun
media tersebut.”4

‫ق اوليم و‬
‫ ال ت‬،َ‫طبنوويعسة يونيوحسويها‬
‫صاَسديرسة يعسن‬ ‫ضنرووبيسة أيوو اليوويرا س‬
‫س ثييممناَ سمين اوليميعاَسدسن اوليم و‬‫ يماَ اتتيخيذ التناَ ن‬:‫لنتوقند‬
‫ص‬
‫صاَ س‬ ‫صاَسحبيسة واسلوختس ي‬ ‫اولنميؤتسيسسة اوليماَلسيتسة ي‬

1
Pratama Rahardja dan Mandala Manurung, Teori Ekonomi Makro, (Jakarta: Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, 2005), hlm. 113.
2
Subagyo. dkk, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Yogyakarta: STIE, 2002), hlm. 4.
3
Meity Taqdir Qodratillah, Kamus Bahasa Indonesia untuk pelajar, (Jakarta: BPPB Kemendikbud RI,
2011), hlm. 585.
4
Abdullah bin Sulaiman al-Mani', Buhuts fi al-Iqtishad al-Islami, (Mekah: al-Maktab al-Islami, 1996),
hlm. 178.

3
Artinya: "Naqd adalah sesuatu yang dijadikan harga (tsaman) oleh
masyarakat, baik terdiri dari logam atau kertas yang dicetak maupun dari bahan
lainnya, dan diterbitkan oleh lembaga keuangan pemegang otoritas."5
Uang adalah benda-benda yang disetujui oleh masyarakat sebagai alat
perantara untuk mengadakan tukar menukar/perdagangan. Disetujui
adalah terdapat kata sepakat di antara anggota-anggota masyarakat untuk
menggunakan satu atau beberapa benda sebagai alat perantara dalam kegiatan
tukar menukar.6
Uang dalam Islam pada mulanya dicerminkan dalam dirham sebagai alat
tukar dan alat nilai, kemudian berkembang menjadi uang emas dan perak dengan
nama dinar (negara Arab). Uang dan fungsinya sebagai alat tukar dan alat nilai
dikemukakan juga oleh Ibn Khaldun dan al-Ghazali.7
Ekonomi islam mendefinisikan uang adalah sebagai fasilitator atau
mediasi pertukaran (medium of exchange), bukan komoditas yang dapat
dipertukarkan dan disimpan sebagai asset dan kekayaan individu.
Dalam konsep ekonomi Syariah uang adalah sesuatu yang bersifat flow
concept dan merupakan public goods. Uang yang mengalir adalah public
goods. Oleh karena itu dalam Islam diharamkan melakukan praktek riba dan
dilarang untuk melakukan penimbunan.

Dapat dusimpulkan uang adalah suatu alat yang digunakan oleh suatu
masyarakat untuk mempermudah dalam bertransaksi atau sebagai alat tukar dan
sebagai alat untuk mengukur suatu barang.
Adapun ciri-ciri uang yaitu :

1. Nilainya tidak mengalami perubahan dari waktu ke waktu


2. Mudah dibawa-bawa
3. Mudah disimpan tanpa mengurangi nilainya
4. Tahan lama

5
Muhammad Rawas Qal'ah Ji, al-Mu'amalat al-Maliyah al-Mu'ashirah fi Dhau' al-Fiqh wa al-
Syari'ah, (Beirut: Dar al-Nafa'is, 1999), hlm. 23.
6
Sadono Sukirno, Makro Ekonomi: Teori Pengantar (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hlm.267.
7
Mursyidi, Uang, Kapitalisme, dan Islam, [online], (tersedia): (http://jurnalekis.blogspot.com, 2011).

4
5. Jumlahnya terbatas (tidak berlebih-lebihan)
6. Bendanya mempunyai mutu yang sama
B. Analisis Problematika Uang Kertas Dalam Transaksi Ekonomi
Dalam Islam dikatakan bahwa uang yang mengacu pada “komoditas” seperti
emas dan perak itu sangat sesuai dengan uang yang dimaksudkan dalam
maqashid al-Shariah, sedangkan uang kertas saat ini tidak sesuai dengan
maqashid al-Shariah.8 Seperti yang kita ketahui bahwa uang kertas yang beredar
saat ini disemua negara tidak lagi di beck up oleh cadangan emas sehingga
memunculkan bebarapa masalah dalam transaksi ekonomi adapun problematika
dalam pengunaan uang kertas tersebut dapat dilihat dari berbagai sudut pandang
diantaranya.
Pertama, “Seigniorage”9 Pada Uang Kertas. Menurut Syekh Taqiyuddin
an-Nabhany, secara politis langkah yang dilakukan oleh AS untuk menghentikan
pengkaitan Dollar dengan emas adalah didorong oleh keinginan AS untuk
memposisikan dollar sebagai standar moneter internasional hingga menguasai
pasar moneter internasional. Oleh karena itu standar emas kemudian dianggap
tidak lagi dapat dipergunakan di dunia. Standar moneter Bretton
Woods kemudian hancur dan kurs pertukaran mata uang terus berfluktuasi tak
terkendali sampai detik ini.10
Uang kertas telah menjadi sumber pemasukan pemerintah yang paling
mudah. Dengan biaya produksi yang sangat rendah dibanding nilai nominal yang
dikandungnya, mereka dengan mudah mencetak uang-uang kertas (di sejumlah
negara dilakukan oleh Bank sentral). Uang tersebut kemudian ‘dipaksakan’
kepada rakyat untuk diterima sebagai alat tukar. Dengan menukarkan
menukarkan uang tersebut dengan barang dan jasa yang diproduksi oleh
rakyatnya, pemerintah dapat menikmati hasil keringat rakyatnya dengan mudah.

8
Ahamed Kameel Mydin Meera Moussa Larbani, Seigniorage Of Fiat Money And The Maqasid Al-
Shari’ah, (Humanomics, Vol. 22 Iss 2, 2006), hlm. 84 – 97.
9
Seigniorage Adalah keuntungan yang diperoleh dalam memproduksi uang (Bank Sentral) akibat
perbedaan antara nilai nominal (face-value) suatu mata uang dengan biaya memproduksi uang
tersebut (intrinsic value)
10
An-Nabhany. An Nidzamu al-Iqtishady fi Islam (Dârul Ummah, 1999), hlm. 271

5
Dengan kata lain mata uang kertas telah menjadi alat pemerasan negara terhadap
rakyatnya. Rakyat kemudian menjadi korban dengan inflasi yang tinggi.
Contoh, Penerimaan pemerintah Argentina misalnya dari pencetakan uang
baru pada tahun 1985-1990, diperkirakan mencapai 54 persen dari total
pendapatannya. Bahkan pada tahun 1987 mencapai 86%. Akibatnya nilai peso
terus melemah dan menjadi tidak stabil.11
Rakyat Pakistan juga menjadi korban dari penggunaan fiat money ini. Pada
tahun 1991-1996 pertumbuhan jumlah uang beredar di negara tersebut mencapai
10,6 persen. Selama periode tersebut pemerintah Pakistan diperkirakan
memperoleh penerimaan sebesar 97,173 miliar rupee hanya dari pencetakan
uang kertas.
Sebenarnya bukan hanya terjadi di negara negara tersebut diatas tapi terjadi
pada semua negara yang ada didunia termasuk Indonesia.
Kedua, Penggunaan mata uang kertas menciptakan ketidakadilan dalam
kegiatan ekonomi dunia.
Sebagai contoh biaya untuk memproduksi uang kertas 100 dollar adalah 20
sen maka seignorage-nya sebesar 99.80 dollar. Dengan kata lain setiap kali AS
mencetak satu lembar uang 100 dollar, maka ia akan mendapatkan
keuntungan 99,80 dollar. Federal Reserve, bank sentral AS telah
menikmati seignorage yang sangat besar dengan mengeluarkan dollar sejak mata
uang tersebut menjadi cadangan mata uang internasional yang paling dominan.
Dollar memiliki daya beli yang kuat di luar AS sehingga dengan leluasa AS
memanfaatkan kesempatan ini untuk terus mencetak Dollar.
Dengan kemampuan mencetak dollar pemerintah AS dapat membeli dari
seluruh dunia apapun yang mereka inginkan. Sebagai mata uang internasional
dollar dapat terus dicetak oleh AS berapapun yang ia kehendaki untuk
membiayai kebijakan fiskalnya termasuk membiayai politik luar negerinya.
Untuk Perak Irak misalnya sebagaimana yang dinyatakan oleh Joseph E

11
Abdul Halim dan Syukriy Abdullah. Studi atas Belanja Modal Pada Anggaran Pemerintah Daerah
dalam Hubungannya dengan Belanja Pemeliharaan dan Sumber Pendapatan.(Jurnal Akuntansi
Pemerintah, ISSN: 0216-8642, Vol. 2, No. 2, 2006), hlm. 17 -32.

6
Stiglitz di dalam bukunya The Three Trillion Dollar War nilainya lebih dari 3
triliun dollar.
Barang dan jasa yang diproduksi oleh negara-negara lain terus mengalir ke
negara tersebut jauh diatas nilai ekspornya.
Di sisi lain negara-negara berkembang justru mengalami kerugian yang luar
biasa akibat praktek seignorage ini. Salah satu contoh yang paling nyata adalah
pembelian minyak oleh AS sebesar 12 juta barrel per hari untuk menutupi defisit
produksinya. Sebagian besar minyak tersebut dibeli dari Arab Saudi dengan
hanya mencetak Dollar baru yang kemudian ditransfer ke rekening pemilik
perusahaan minyak Arab Saudi. Meski Arab Saudi dapat membeli barang lain
dengan lembaran-lembaran dollar tersebut namun pada faktanya tetap saja biaya
yang dikeluarkan untuk melakukan investasi dan penambangan minyak jauh
lebih besar dibandingkan dengan biaya pembuatan Dollar AS.
Sehingga keadilan ekonomi Internasional tidak tercapai dengan baik dalam
hal ini negara-nagara lain di dzalimi oleh negara pemilik dollar.
Ketiga, Uang Kertas digunakan sebagi wadah spekulasi.12 Akibat nilainya
yang tidak stabil mata uang kertas khususnya dengan rezim bebas
mengambangtelah menjadi sarana spekulasi yang ganas. Uang tidak lagi
difungsikan semata untuk menjadi alat tukar, alat untuk menyimpan dan
menghitung kekayaan riil, namun justru lebih banyak digunakan untuk kegiatan
spekulasi.
Krisis moneter yang menimpa negara-negara Asia, Argentina dan Rusia pada
tahun 1998 diakibatkan oleh sistem nilai tukar yang tidak stabil. Episentrum
krisis yang bermula di Thailand tersebut dimulai dari derasnya uang spekulatif
yang panas (hot money) yang mengalir deras ke negara tersebut untuk membeli
saham-saham properti. Akibatnya nilainya terus menggelembung (bubble) jauh
melebihi nilai riilnya. Ketika terjadi goncongan modal spekulatif yang liar
tersebut berbalik arah dan mengakibatkan nilai tukar bath jatuh. Efeknya

12
Joseph E. Stiglitz, Dekade Keserakahan Era 90-an dan Awal Mula Petaka Ekonomi Dunia,
Penerjemah Aan Suheni, (Tanggerang: Marjin Kiri,2006), hlm. 199.

7
kemudian menjalar kemana-mana termasuk ke Indonesia. Rupiah bahkan sempat
menyentuh 16 ribu per dolar.
Para spekulan sangat diuntungkan dengan adanya pergerakan (fluktuasi) nilai
tukar satu mata uang terhadap mata uang lainnya. Sementara pemerintah (dalam
hal ini bank sentral) dipaksa untuk terus menjaga nilai tukar mata uangnya.
Diantaranya melalui intervensi dengan ikut menjual dan membeli devisa, meski
devisa itu kadang diperoleh diperoleh dari utang LN. Sebagai contoh pada akhir
1998 IMF memberikan utang kepada pemerintah Brazil senilai 50 miliar dollar
untuk menjaga nilai tukarnya yang mengalami overvalued. Namun sayang
intervensi pemerintah tersebut sia-sia, sementara uang utangan tadi seakan
hilang ditelan angin. Uang tersebut sebagian besar mengalir ke kantong-
kantong para spekulan. Beberapa spekulan merugi namun secara umum para
spekulanlah yang memperoleh seluruh uang yang dikucurkan pemerintah
tersebut. Akan lain ceritanya jika dana tersebut digunakan untuk membiaya
sektor riil yang dapat menggerakkan perekonomian Brazil.13
Adanya peluang spekulasi di pasar uang plus pasar modal, justu membuat
uang yang diperoleh dari sektor riil (main street) mengalir deras sektor non riil
tersebut (wall street). Dana-dana hasil penjualan minyak Timur Tengah misalnya
yang lazim dikenal denganSovereign Wealth Fund (SWF) kini lebih banyak
diinvestasikan di portofolio (saham, obligasi, atau surat-surat berharga lainnya)
baik yang dterbitkan pemerintah ataupun swasta. Abu Dhaby Investment
Authority (ADIA) misalnya, milik pemerintah Uni Emirat Arab, kini memiliki
SWF sebesar US$ 1,32 triliun. Dana-dana tersebut kini digunakan membeli
sejumlah saham perusahaan kelas dunia baik yang tengah yang tengah kolaps
maupun yang sedang boomingtermasuk membeli saham klub sepak bola Inggris
Manchaster City. Dana-dana tersebut tentu akan sangat berguna bagi jutaan
manusia jika diinvestasikan pada sektor riil yang produktif seperti pembangunan

13
Joseph E Stiglitz, Globalization and Its Discontents, (New York: W.W. Norton & Company, 2003),
hlm. 199.

8
infrastruktur, bantuan kemanusiaan kepada orang-orang miskin yang jumlah
jutaan di negeri-negeri Islam.
Keempat, legitimasi mata uang (fiat money) kertas sangat rapuh.
Mengapalegitimasi mata uang kertas sangat rapuh sebab ia sama sekali tidak
disandarkan pada komoditas yang bernilai seperti emas dan perak. Ia hanya
ditopang oleh undang-undang yang dibuat pemerintahan suatu negara. Jika
keadaan politik dan ekonomi negara tersebut tidak stabil maka tingkat
kepercayaan terhadap mata uangnya juga akan menurun. Para pemilik uang akan
beramai-ramai beralih ke mata uang lain atau komoditas yang dianggap bernilai
sehingga nilai uang tersebut terpuruk.
Sebagai contoh ketika terjadi kegoncangan pasar modal (market crash) yang
mengakibatkan depresi pada tahun 1929, orang-orang di seluruh dunia mulai
menampakkan ketidakpercayaannya terhadap uang kertas sehingga mereka
berlomba-lomba menimbun(hoarding) emas dan meninggalkan mata uang
mereka. Di AS, nilai dolar makin kritis sehingga Presiden Rosevelt tidak
memiliki pilihan kecuali menghentikan produksi mata uang emas dan
memenjarakan orang yang menyimpan emas dan mengenakan denda dua kali
dari emas yang disimpan.14
C. Problematika Uang Kertas Yang Kontroversi

Zaim Saidi mengatakan uang kertas adalah riba dan haram hukumnya sebagai
alat tukar dan pembayar zakat mal.15 pemikiran mengenai muamalat dari Zaim
Saidi adalah mengenai uang kertas. Baginya seperti yang sudah pernah ditulis
oleh Umar Vadillo16 dan Syaikh Abdul Qadir As Sufi bahwa merunut pada
sejarah uang kertas awalnya ditopang dengan emas. Hingga kemudian emas
dilarang dan uang beredar di tengah masyarakat tidak mencerminkan keadilan

14
Glyn Davies, a history of money: from ancient times to the present day (Cardiff: University of wales
press, 2002), hlm. 60.
15
Zaim Saidi, Tidak Syar‟inya Bank Syariah di Indonesia dan Jalan Keluarnya Menuju Muamalat,
(Yogyakarta: Delokomotif, 2010), hlm. 224-226.
16
Umar Vadillo, Bank Tetap Haram: Kritik terhadap kapitalisme, Sosialisme dan Perbankan Syariah,
Tejm. Cet.2,(Jakarta: Pustaka Zaman, 2005), hlm. 70.

9
dan tujuannya sebagai alat tukar, yang dalam Islam, dilarang untuk
memperdagangkannya. Akan tetapi persoalan syariah tidak serta merta hanya
karena uang kertas lahir atas “pengkhianatan” terhadap emas menjadi haram
kedudukan hukumnya. Apalagi dari uang kertas bisa tercipta riba seperti
anggapan Zaim Saidi dalam bukunya Ilusi Demokrasi; Kritik dan Otokritik
Islam (2007). Ingat kaidah hukum syariah, La Tuzhlimuna Wa La
Tuzhlamun. Tidak ada yang menzalimi atau tidak ada yang terzalimi.17

17
Zaim Saidi, Ilusi Demokrasi: Kritik dan Otokritik Islam: Menyongsong Kembalinya Tata Kehidupan
Islam Menurut Amal Madinah. (Jakarta: Republika, 2007), hlm. 27

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang dijabarkan, dapat ditarik kesimpulan bahwa Uang
adalah benda-benda yang disetujui oleh masyarakat sebagai alat perantara untuk
mengadakan tukar menukar/perdagangan. Disetujui adalah terdapat kata
sepakat di antara anggota-anggota masyarakat untuk menggunakan satu atau
beberapa benda sebagai alat perantara dalam kegiatan tukar menukar.
Adapun problematika dalam pengunaan uang kertas tersebut dapat dilihat dari
berbagai sudut pandang diantaranya:
Pertama, “Seigniorage” Pada Uang Kertas. Kedua, Penggunaan mata uang
kertas menciptakan ketidakadilan dalam kegiatan ekonomi dunia. Ketiga, Uang
Kertas digunakan sebagi wadah spekulasi Keempat, legitimasi mata uang (fiat
money) kertas sangat rapuh. Kemudian ada Problematika Uang Kertas Yang
Kontroversi Zaim Saidi mengatakan uang kertas adalah riba dan haram
hukumnya.

11
DAFTAR PUSTAKA

al-Mani' Abdullah bin Sulaiman, Buhuts fi al-Iqtishad al-Islami, (Mekah: al-Maktab


al-Islami, 1996), hlm. 178.
An-Nabhany. An Nidzamu al-Iqtishady fi Islam (Dârul Ummah, 1999), hlm. 271
Davies Glyn, a history of money: from ancient times to the present day (Cardiff:
University of wales press, 2002), hlm. 60.
Halim Abdul dan Syukriy Abdullah. Studi atas Belanja Modal Pada Anggaran
Pemerintah Daerah dalam Hubungannya dengan Belanja Pemeliharaan dan
Sumber Pendapatan.(Jurnal Akuntansi Pemerintah, ISSN: 0216-8642, Vol. 2,
No. 2, 2006), hlm. 17 -32.
Larbani Ahamed Kameel Mydin Meera Moussa, Seigniorage Of Fiat Money And The
Maqasid Al-Shari’ah, (Humanomics, Vol. 22 Iss 2, 2006), hlm. 84 – 97.
Mursyidi, Uang, Kapitalisme, dan Islam, [online], (tersedia):
(http://jurnalekis.blogspot.com, 2011).

Qal'ah Ji Muhammad Rawas, al-Mu'amalat al-Maliyah al-Mu'ashirah fi Dhau' al-


Fiqh wa al-Syari'ah, (Beirut: Dar al-Nafa'is, 1999), hlm. 23.
Qodratillah Meity Taqdir, Kamus Bahasa Indonesia untuk pelajar, (Jakarta: BPPB
Kemendikbud RI, 2011), hlm. 585.
Rahardja Pratama dan Mandala Manurung, Teori Ekonomi Makro, (Jakarta: Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, 2005), hlm. 113.
Saidi Zaim, Tidak Syar‟inya Bank Syariah di Indonesia dan Jalan Keluarnya
Menuju Muamalat, (Yogyakarta: Delokomotif, 2010), hlm. 224-226.
Saidi Zaim, Ilusi Demokrasi: Kritik dan Otokritik Islam: Menyongsong Kembalinya
Tata Kehidupan Islam Menurut Amal Madinah. (Jakarta: Republika, 2007),
hlm. 27
Stiglitz Joseph E., Dekade Keserakahan Era 90-an dan Awal Mula Petaka Ekonomi
Dunia, Penerjemah Aan Suheni, (Tanggerang: Marjin Kiri,2006), hlm. 199.

12
Stiglitz Joseph E, Globalization and Its Discontents, (New York: W.W. Norton &
Company, 2003), hlm. 199.
Subagyo. dkk, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Yogyakarta: STIE, 2002),
hlm. 4.
Sukirno Sadono, Makro Ekonomi: Teori Pengantar (Jakarta: Rajawali Pers, 2012),
hlm.267.
Vadillo Umar , Bank Tetap Haram: Kritik terhadap kapitalisme, Sosialisme dan
Perbankan Syariah, Tejm. Cet.2,(Jakarta: Pustaka Zaman, 2005), hlm. 70.

13

Anda mungkin juga menyukai