Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sholat (‫)صالة‬, merujuk kepada ritual ibadah pemeluk agama Islam. Menurut syariat Islam, praktik salat

harus sesuai dengan segala petunjuk tata cara Nabi Muhammad, sebagai figur pembawa perintah Allah. Umat
muslim diperintahkan untuk mendirikan salat.
Sholat berasal dari bahasa Arab As-Sholah , sholat menurut Bahasa (Etimologi) berarti Do'a dan secara
terminology / istilah, para ahli fiqih mengartikan secara lahir dan hakiki.
Secara lahiriah shalat berarti beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri
dengan salam, yang dengannya kita beribadah kepada Allah menurut syarat – syarat yang telah ditentukan(
SidiGazalba,88).
Dalam pengertian lain shalat ialah salah satu sarana komunikasi antara hamba dengan Tuhannya sebagai
bentuk, ibadah yang di dalamnya merupakan amalan yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang
dimulai dengan takbiratul ikhram dan diakhiri dengan salam, serta sesuai dengan syarat dan rukun yang telah
ditentukan syara’ (Imam Bashari Assayuthi, 30). Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
shalat adalah merupakan ibadah kepada Tuhan, berupa perkataan dengan perbuatan yang diawali dengan takbir
dan diakhiri dengan salam menurut syarat dan rukun yang telah ditentukan syara”. Juga shalat merupakan
penyerahan diri (lahir dan bathin) kepada Allah dalam rangka ibadah dan memohon rido-Nya.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pegertian shalat lima waktu dan penjelasannya?
2. Bagaimana hukum melaksanakan shalat lima waktu ?
3. Bagaimana tata cara pelaksanaan shalat lima waktu?
4. Apa saja hikmah dan maqosid diperintahkannya ibadah Shalat?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian shalat lima waktu dan penjelasannya
Sholat, secara Etimologi adalah Do’a. dan secara terminologi hokum syara’, sebagaimana yang
disampaikan oleh Imam Ar-Rafi’I, adalah ucapan-ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan
diakhiri dengan salam dengan syarat-syarat tertentu.1
Shalat lima waktu adalah salat fardhu (salat wajib) yang dilaksanakan lima kali sehari. Sedangkan menurut
istilah syar'i sholat adalah ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan
salam dengan syarat-syarat tertentu. Shalat limat waktu adalah kewajiban yang harus dikerjakan oleh setiap
orang islam baik yang laki-laki maupun yang perempuan, karena shalat lima waktu itu hukumnya wajib dan

1
M. Syakur Dewa, Roy Fadli, Terjemah Fathul Qarib Masa Kini, Pustaka Azm, Probolinggo, 2015, hal 97
memang diperintahkan oleh Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT yang tertuang dalam surat Al-Israa
ayat 78,
   
   
    
  
78. Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat)
subuh.2 Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).
Salat lima waktu merupakan salah satu dari lima Rukun Islam. Allah menurunkan perintah salat ketika
peristiwa Isra' Mi'raj.
Shalat lima waktu tersebut adalah:
 Subuh, terdiri dari 2 rakaat. Waktu Shubuh diawali dari munculnya fajar shaddiq, yakni cahaya putih yang
melintang di ufuk timur. Waktu shubuh berakhir ketika terbitnya Matahari.
 Zuhur, terdiri dari 4 rakaat. Waktu Zhuhur diawali jika Matahari telah tergelincir (condong) ke arah barat, dan
berakhir ketika masuk waktu Ashar. Menurut Imam An Nawawi “Sholat ini disebut dengan sholat dzuhur
disebabkan sesungguhnya sholat ini Nampak jelas di tengah hari”.
 Ashar, terdiri dari 4 rakaat. Waktu Ashar diawali jika panjang bayang-bayang benda melebihi panjang benda
itu sendiri. Khusus untuk madzab Imam Hanafi, waktu Ahsar dimulai jika panjang bayang-bayang benda dua
kali melebihi panjang benda itu sendiri. Waktu Asar berakhir dengan terbenamnya Matahari.
 Magrib, terdiri dari 3 rakaat. Waktu Magrib diawali dengan terbenamnya Matahari, dan berakhir dengan
masuknya waktu Isya. Dinamakan sholat maghrib dikarenakan sholat ini dikerjakan saat terbenamnya matahari
(‫)وقت الغروب‬
 Isya, terdiri dari 4 rakaat. Waktu Isya diawali dengan hilangnya cahaya merah (syafaq) di langit barat, dan
berakhir hingga terbitnya fajar shaddiq keesokan harinya. Menurut Imam Syi'ah, Salat Isya boleh dilakukan
setelah mengerjakan Salat Magrib.3
Khusus pada hari Jumat, laki-laki muslim wajib melaksanakan salat Jumat di masjid secara berjamaah
(bersama-sama) sebagai pengganti Salat Zhuhur. Salat Jumat tidak wajib dilakukan oleh perempuan, atau bagi
mereka yang sedang dalam perjalanan (musafir).
Berdasarkan hadis, dari Abdullah bin Umar ra, Nabi Muhammad bersabda: Waktu salat Zuhur jika Matahari
telah tergelincir, dan dalam keadaan bayangan dari seseorang sama panjangnya selama belum masuk waktu
Asar. Dan waktu Asar hingga Matahari belum berwarna kuning (terbenam). Dan waktu salat Magrib selama
belum terbenam mega merah. Dan waktu salat Isya hingga pertengahan malam bagian separuhnya. Waktu salat
Subuh dari terbit fajar hingga sebelum terbit Matahari (Shahih Muslim).
B. Hukum Shalat lima waktu

2
Ayat ini menerangkan waktu-waktu shalat yang lima. tergelincir matahari untuk waktu shalat Zhuhur dan Ashar, gelap malam
untuk waktu Magrib dan Isya.
3
Ibid, hal 97-100
Dalam banyak hadis, Nabi Muhammad telah memberikan peringatan keras kepada orang yang suka
meninggalkan salat wajib, mereka akan dihukumi menjadi kafir4 dan mereka yang meninggalkan salat maka pada hari
kiamat akan disandingkan bersama dengan orang-orang, seperti Qarun, Fir'aun, Haman dan Ubay bin Khalaf5
Hukum salat dapat dikategorikan fardhu ‘ain, Fardu ain adalah kewajiban yang diwajibkan
kepada mukallaf langsung berkaitan dengan dirinya dan tidak boleh ditinggalkan ataupun dilaksanakan oleh
orang lain, seperti salat lima waktu, dan salat Jumat (fardhu 'ain untuk pria).
C. Tata cara atau rukun-rukun pelaksanaan shalat lima waktu
Rukun-rukun shalat ada 18 tahapan.
Salah satunya adalah niat. Niat adalah menyengaja sesuatu bersamaan dengan melaksanakannya.
Adapun tempatnya niat didalam hati.
Ketika sholat fardhu maka wajib niat shalat fardhu dan menyengaja menyengaja menentukannya semisal subuh
atau dzuhur.
Rukun yang kedua adalah berdiri jika mampu melakukannya. Jika tidak mampu berdiri, maka wajib
duduk dengan posisi yang ia kehendaki, namun duduk iftiras (tahiyat awal) adalah yang lebih utama.
Rukun yang ketiga adalah takbiratul ihram. Bagi yang mampu, wajib mengucapkan takbiratul ihram
yakni dengan mengucapkan “Allahu Akbar”.
Rukun yang ke empat adalah membaca Al Fatihah.
Rukun shalat yang ke lima adalah ruku’
Rukun shalat yang ke enam adalah thuma’ninah didalam ruku’.
Rukun shalat yang ke tujuh adalah bangun dari ruku’ atau biasa kita sering menyebut i’tidal.
Rukun shalat yang ke delapan adalah thuma’ninah dalam i’tidal
Rukun shalat yang ke sembilan adalah sujud dua kali dalam tiap-tiap rakaat.
Rukun shalat yang ke sepuluh adalah thuma’ninah di dalam sujud
Rukun shalat yang ke sebelas adalah duduk diantara dua sujud setiap rakaat.
Rukun shalat yang ke duabelas adalah tuma’ninah didalam duduk antara dua sujiud
Rukun shalat yang ke tigabelas adalah duduk yang terakhir, yakni duduk yang diiringi dengan salam.
Rukun yang ke empatbelas adalah tasyahud didalam duduk yang terakhir.
Rukun shalat yang ke limabelas adalah membaca shalawat untuk baginda Nabi Muhammad S.A.W.
didalamnya, yakni didalam duduk yang terakhir.
Rukun ke enambelas adalah mengucapkan salam, yang pertama. Dan wajib mengucapkan salam dalam
keadaan duduk.
Rukun yang ke tujuhbelas adalah niat keluar dari shalat, tetapi pendapat ini adalah pendapat yang
marjuh (lemah).

4
Muhammad bersabda: "Perjanjian yang memisahkan kita dengan mereka adalah salat. Barangsiapa yang meninggalkan salat,
maka berarti dia telah kafir." Hadis riwayat Imam Ahmad dan Tirmidzi.
5
Muhammad bersabda: "Barangsiapa yang menjaga salat maka ia menjadi cahaya, bukti dan keselamatan baginya pada hari
kiamat dan barangsiapa yang tidak menjaganya maka ia tidak mendapatkan cahaya, bukti dan keselamatan dan pada hari kiamat ia
akan bersama Qarun, Fir'aun,Haman dan Ubay bin Khalaf." Hadis shahih riwayat Imam Ahmad, At-Thabrani dan Ibnu Hibban.
Rukun yang terakhir adalah melakukan rukun-rukun yang sudah tersebut diatas secara tertib atau
berurutan.6
D. Hikmah dan Maksud diperintahkannya Ibadah Shalat
Sebelum kita menuntut diri untuk mendirikan sholat, akan lebih baik jika kita mengetahui rahasia
mengapa Allah SWT mewajibkan kita sholat. Apa hikmah di balik perintah “Aqiimuu ash-sholah wa aatuu az-
zakah…, Innasholaata kaanat ‘alal mukminiina kitaabam mauquuta….(Qs. An-Nisa:102) dan banyak lagi
firman-Nya yang berisi seputar perintah sholat yang sesungguhnya hal itu telah diungkapkan-Nya
dalam firman, “Innasholaata tanha ‘anil fahsyaai wal munkar…(Qs. Al-ankabut:45).”
Dari ayat terakhir di atas, telah jelas bahwa salah satu rahasia diperintahkannya kewajiban sholat, adalah
untuk mencegah diri dari perbuatan keji dan munkar. Seorang muslim yang telah menjalankan ibadah
sholatnya dengan baik dan benar, niscaya akan terpancar darinya al-akhlaq al-kariimah yang tercermin pada
tutur kata, tindak tanduk, perilaku, sikap hidup, pandangan hidup sehari-hari, dan berbagai tindakan mulia yang
selalu menjaga diri dari sifat-sifat madzmumah. Akhlaq al-kariimah wajib menjadi penanda manusia yang
ditetapkan sebagai khalifah Allah (wakil Allah). “Itu sebabnya, jika dalam kehidupan sehari-hari kita masih
menemukan seorang muslim sering melakukan perbuatan keji dan munkar sedang ia diketahui menjalankan
sholat, maka dapat diasumsikan bahwa sholatnya perlu disemurnakan secara lebih baik,” demikian ungkap
Romo K Ng H Agus Sunyoto, dalam kajian rutin Selasa malam (18/03/14) di Pesantren Global Tarbiyyatul
Arifin Pakis Malang.
Segala hal yang disyari’atkan terkait sholat bukanlah tanpa faedah dan manfaat sama sekali. Ketetapan
waktu sholat yang 5 kali dalam sehari semalam dengan waktu yang telah ditetapkan pun bukan tanpa tujuan
sebagaimana diungkapkan dalam sebuah hadits:

‫ “وقت الظهر إذا زالت‬:‫ أن النبي صلى هللا عليه و سلم قال‬،‫عن عبدهللا بن عمر رضي هللا عنهما‬
‫ ووقت صالة‬،‫ و وقت العصر ما لم تصفر الشمس‬،‫ وكان ظ ّل الرجل كطوله مالم يحضر وقت العصر‬،‫الشمس‬
‫ ووقت صالة الصبح من طلوع الفجر‬،‫ ووقت صالة العشاء إلى نصف الليل األوسط‬،‫المغرب مالم يغب الشفق‬
‫مالم تطلع الشمس” رواه مسلم‬.
Di mana uraian hadits ini mengandung hikmah, istiqomah, yakni pembiasaan diri untuk berdisiplin
terhadap waktu secara ajeg. Dengan keajegan yang disiplin dalam menjalankan sholat tepat pada waktunya,
akan memberikan efek secara tidak langsung terhadap diri musholli untuk selalu disiplin dan tepat waktu dalam
menjalani kehidupan sehari-hari, sehingga musholli tidak akan mudah berdusta atau mengingkari janji.
Selain untuk melatih kedisiplinan diri, sebagaimana dijelaskan oleh Romo Agus Sunyoto, sholat
merupakan satu bentuk ibadah jasadi yang tersambung ke unsur ruhani. Di dalam konsep tasawuf Jawa yang
diajarkan Syekh Siti Jenar, ungkap Agus Sunyoto, wujud fisik manusia sebagai satu jasad terdiri dari unsur-
unsur nafsu dari yang halus sampai yang padat ibarat angin, api, air, dan tanah di mana keempatnya merupakan
pengejawantahan dari nafsu diri manusia, yakni nafsu Lwammah (tanah), nafsu Sufliyah (air), nafsu amarrah
(api), nafsu muthmainnah (angin) yang tersambung ke ruh idhafi, yakni batas ruhaniah antara anasir insaniyah

6
Ibid, hal 113-120
dengan anasir Ilahiyyah. Oleh karena sholat adalah ibadah nafsu-nafsu yang tersabung kepada unsur ruhani,
maka gerakan-gerakan sholat pun memiliki hubungan dengan keberadaan nafsu-nafsu tersebut.
Sholat yang diawali dengan takbir dan dilanjut gerakan tegak berdiri, ungkap Agus, merupakan
manifestasi dari perwujudan ibadahnya nafsu ammarah (anasir api), di mana fitrah api adalah tegak berdiri.
Gerakan rukuk membungkukkan badan hingga membentuk tubuh horizontal, pada hakikatnya merupakan
wujud ibadah dari nafsu Muthmainnah (anasir angin), di mana fitrah angin bergerak horizontal. Gerakan sujud,
dengan meletakkan kepala di atas tanah lebih rendah dari pantat adalah manifestasi dari ibadah nafsu
Sufliyah (anasir air), di mana fitrah air selalu mengalir dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih
rendah. Dan gerakan duduk tasyahud adalah manifestasi dari ibadah nafsu Lwammah (anasir tanah), di mana
fitrah tanah selalu merendah sebagai pijakan dari bentuk bumi yang bulat. Demikianlah, selama manusia
memiliki jasad yang utuh, maka ibadah sholat dengan semua gerakannya mutlak dibutuhkan dan wajib
dijalankan. “Di dalam Suluk Suksma Lelana, Raden Ngabehi Ronggo Warsito menegaskan bahwa Syariat tanpa
Hakikat hampa, hakikat tanpa syariat batal,” ujar Agus Sunyoto.
Para guru sufi banyak membincang tentang nafsu, ego, ananiyyah, diri, ke-aku-an yang rendah sebagai
sesuatu yang berkembang secara tahap demi tahap. Tahap terendah dari nafsu adalah nafsu amarah (nafs
ammarah), ego syaitani, yang tiranik dan cenderung menyesatkan. Itu sebabnya, nafsu yang cenderung
menyuruh kepada kejahatan itu wajib beribadah sesuai fitrahnya agar menjadi nafsu yang diberi rahmat oleh
Tuhan (Q.S.Yusuf: 53). “Jika nafsu dibiasakan untuk beribadah merendahkan diri, maka sifat syaitani dan
tiraniknya akan berangsur-angsur berubah menjadi baik, yang disebut akhlaq al-karimah,” kata Agus Sunyoto
menegaskan.
Keterkaitan antara sholat dengan akhlaq al-karim , di mana sholat dapat mencegah perbuatan keji dan
munkar sehingga menjadikan seorang musholli berakhlaq al-karim, yang secara psikologis dapat dijabarkan
dengan ‘perjuangan keras’ untuk mencapai istiqomah, yakni tahapan ajeg, rutin, konsisten, hingga tahap
bersifat ‘mekanis’ dalam makna ego manusia telah lebur ke dalam ibadah sholat. Seorang musholli yang
istiqomah sholat berjamaah, praktis membiasakan diri berada di belakang dan terhalang oleh tubuh jamaah di
depannya ketika beribadah menghadap Allah. Sewaktu melakukan rukuk, musholli akan mendapati kepalanya
berada pada jarak sangat dekat dengan pantat jamaah di depannya yang kadang-kadang pantat itu menyentuh
kepalanya. Sewaktu melakukan sujud, musholli akan mendapati kepalanya berada di telapak kaki jama’ah di
depannya. Begitulah musholli yang rajin sholat jama’ah jika istiqomah, maka akan menjadi rendah hati karena
terbiasa mendapati fakta kepalanya di pantat dan telapak kaki orang lain. “Pembiasaan istiqomah yang
mengubah sifat manusia ini, setidaknya diakui oleh teori psikologi behavioral, di mana menurut teori psikologi
yang sekuler itu ‘pembiasaan’ yang ajeg (istiqomah) dapat merubah sifat manusia. Itu artinya, keniscayaan
sholat untuk mengubah sifat keji dan munkar menjadi akhlaq al-karim melalui sholat yang istiqomah,
kebenarannya diakui oleh orang-orang sekuler yang justru tidak mengenal agama,” ujar Agus Sunyoto
menyebut nama Ivan Pavlov sebagai tokoh psikologi behavioral. Sebagai satu bentuk dari ibadah, secara
epistimologi, korelasi antara sholat dengan berakhlak karimah dapat dijabarkan berikut:
Hubungan antara Tuhan dengan ciptaan-Nya dalam kaitan dengan sholat dapat dijabarkan
sebagai ‘hubungan’ antara seorang ‘abdu (hamba) dengan Ma’bud (Yang Disembah) dihubungkan
dengan perantaraan ‘ibad (jamaknya ‘ibadah), di mana baik kata ‘abdu, ‘abid, ‘ibad, Ma’bud huruf yang
membentuk sama yaitu ‘ayn-b-d. Demikian pula hubungan antara al-kholqu (makhluk) dengan al-Kholiq
(Pencipta) dihubungkan dengan perantaraan al-khuluq (akhlaq), di mana baik kholqu, khuluq dan Kholiq
terbentuk dari huruf yang sama yaitu kh-l-q. Seorang hamba yang telah melakukan ibadah sebagai satu sarana
berkomunikasi dengan Tuhannya, meluangkan beberapa waktu dari 24 jam yang dimilikinya untuk
berhubungan dengan Tuhannya melalui tadzakur, tahanuts, tanafus, dalam mujahadah dan musyahadah untuk
mengingatNya, di mana semakin istiqomah dijalankan maka akan memberikan efek pada akhlaq kehidupan
sehari-harinya. Karena sesungguhnya agama Islam mengajarkan umatnya untuk berakhlaq yang baik dan
terpuji sebagaimana hal itu disebut dalam hadits Nabi Saw: ‫ إنما بعثت ألتمم مكارم األخالق‬sesungguhnya aku diutus
untuk menyempurnakan akhlaq.
Dari beberapa hikmah di atas, semoga bisa memberikan satu pemahaman bahwa diperintahkannya
sholat atas umat Islam pada hakikatnya adalah untuk kepentingan manusia sendiri sebagai khalifah Allah,
wakil Allah yang harus mencerminkan sifat mulia al-Kariim dan sekali-kali bukan sifat syaitani yang keji dan
munkar.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Shalat adalah ibadah yang langsung diperintahkan oleh Allah sendiri dengan memanggil (nimbali)
Rasulullah dihadapannya. Inti dari Shalat sendiri ialah sebagai media seorang hamba beribadah kepada Allah
S.W.T.
Hukum shalat lima waktu adalah Fardhu ‘ain dikarenakan itu yang sudah difardlukan, bahwa jika ada
orang yang terang-terangan tidak melaksanakan shalat lima waktu tanpa adanya udzur syar’i dikategorikan
sebagai orang yang kufur.
Tata cara pelaksanaan shalat atau biasa disebut rukun shalat itu bertahap-tahap dan apabila
meninggalkan salah satu rukun shalat tersebut maka shalatnya dihukumi batal.
Hikmah dari shalat sebenarnya ada banyak namun karena keterbatasan dari penulis sendiri maka tidak
banyak yang bisa penulis sampaikan salah satunya untuk mencegah perbuatan keji dan munkar.
Dan maksud diperintahkannya shalat antara lain adalah untuk belajar sabar, istiqomah, dan disiplin.

Anda mungkin juga menyukai