Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Uang merupakan inovasi besar dalam peradaban perekonomian dunia.


Posisi uang sangat strategis dalam satu sistem ekonomi, dan sulit digantikan
dengan variabel lainnya. Bisa dikatakan uang merupakan bagian yang terintegrasi
dalam satu sistem ekonomi. Sepanjang sejarah keberadaannya, uang memainkan
peranan penting dalam perjalanan kehidupan modern. Uang berhasil memudahkan
dan mempersingkat waktu transaksi pertukaran barang dan jasa. Uang dalam
sistem ekonomi memungkinkan perdagangan berjalan secara efisien.

Ketika jumlah manusia semakin bertambah, maka peradabannya pun akan


semakin maju sehingga kegiatan dan interaksi antarsesama manusia pun akan
meningkat. Jumlah dan jenis kebutuhan manusia juga akan semakin beragam.
Maka dari itu, diperlukan alat tukar yang dapat diterima semua pihak untuk
memenuhi kebutuhan tersebut. Alat tukar inilah yang disebut dengan uang.
Adapun ruang lingkup yang akan dibahas penulis yaitu tentang Uang dalam
Perspektif Ekonomi Islam

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian, Syarat-syarat dan Otoritas Penerbitan Uang

Dalam ekonomi Islam, secara etimologi uang berasal dari kata al-naqdu-
nuqud. Pengertiannya ada beberapa makna, yaitu al-naqdu berarti yang baik dari
dirham, menggenggam dirham, membedakan dirham, dan al-naqd juga berarti
tunai. Arab umumnya menggunakan kata dinar untuk menunjukkan mata uang
yang terbuat dari emas dan kata dirham untuk menunjukkan alat tukar yang
terbuat dari perak. Sementara itu, kata fulus (uang tembaga) adalah alat tukar
tambahan yang digunakan untuk membeli barang-barang murah.

Syarat-syarat Uang adalah:

1. Nilainya tidak mengalami perubahan dari waktu ke waktu


2. Tahan lama
3. Bendanya mempunyai mutu yang sama
4. Mudah dibawa-bawa
5. Mudah disimpan tanpa mengurangi nilainya
6. Jumlahnya terbatas
7. Dicetak dan disahkan penggunaannya oleh pemegang otoritas moneter
(pemerintah).

Penerbitan uang merupakan masalah yang dilindungi oleh kaidah-kaidah


umum syariah Islam. Penerbitan dan penentuan jumlahnya merupakan hal-hal
yang berkaitan dengan kemaslahatan umat.

B. Fungsi Uang

Dalam sistem ekonomi konvensional, uang berfungsi sebagai:

1. Alat tukar
2. Standar harga atau satuan ukur
3. Penyimpan kekayaan
4. Uang sebagai standar pembayaran tunda.

Namun hal ini berbeda dengan sistem ekonomi Islam yang hanya mengakui
fungsi uang itu sebagai medium of exchange dan unit of account. Sedangkan
fungsi uang sebagai store of value dan standard of deferred payment
diperdebatkan oleh ahli ekonomi Islam.

Berdasarkan definisi uang yang dikemukakan di atas, meunurut ekonomi


Islam uang itu berfungsi sebagai satuan nilai atau standar ukuran harga (unit of
account), dan media pertukaran (medium of exchange).
1. Satuan Nilai atau Standar Harga (Unit of Account)

Ini merupakan fungsi uang yang terpenting. Uang adalah satuan nilai atau
standar ukuran harga dalam transaksi barang atau jasa. Dengan adanya uang
sebagai satuan nilai, memudahkan terlaksananya transaksi dalam kegiatan
ekonomi masyarakat. Al-Ghazali berpendapat, uang adalah ibarat cermin. Dalam
arti, uang berfungsi sebagai ukuran nilai yang dapat merefleksikan harga benda
yang ada dihadapannya. Dengan demikian, uang tidak dibutuhkan untuk uang itu
sendiri, karena uang tidak mempunyai harga, tetapi sebagai alat untuk menghargai
semua barang.

Nilai semua barang dapat dengan mudah dinyatakan, misalnya harga


sepasang sepatu adalah Rp5.000,00 sehelai baju harganya Rp25.000,00,beras
seharga Rp5.000,00. Di sinilah pentingnya nilai harga yang tidak naik turun dan
tidak berubah-ubah dalam waktu seketika. Seperti yang ditegaskan Ahmad Hasan,
bahwa uang sebagai standar nilai harus memiliki kekuatan dan daya beli yang
bersifat tetap agar bisa berfungsi sebagaimana mestinya.

2. Alat Tukar (Medium of Exchange)

Uang adalah tukar menukar yang digunakan setiap individu untuk transaksi
barang dan jasa. Misalnya, seseorang yang memiliki beras untuk dapat memenuhi
kebutuhannya terhadap lauk-pauk ia cukup menjual berasnya dengan menerima
uang sebagai gantinya. Kemudian ia dapat membeli lauk-pauk yang ia butuhkan.
Begitulah fungsi uang sebagai alat tukar pada setiap transaksi dalam rangka
pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Kondisi ini jelas berbeda dengan sistem
barter tempo dulu. Jika orang yang memiliki beras menginginkan lauk-pauk, ia
harus mencari orang yang memiliki lauk-pauk yang membutuhkan beras. Jelas ini
sistem yang sangat rumit.Fungsi uang dalam sebagai alat tukar dalam setiap
kegiatan ekonomi dalam kehidupan modern ini menjadi sangat penting. Seseorang
tidak dapat memproduksi setiap barang kebutuhan hariannya, karena keahlian
manusia itu berbeda-beda. Di sinilah uang memegang peranan yang sangat
penting agar manusia itu dapat memenuhi kebutuhan dengan mudah.

3. Alat Penyimpan Kekayaan (store of value atau store of wealth)


Yang dimaksud dengan uang sebagai penyimpan kekayaan adalah bahwa
orang yang mendapatkan uang kadang tidak mengeluarkan seluruhnya dalam
masa satu waktu, tetapi ia sisihkan sebagian untuk membeli barang atau jasa yang
ia butuhkan pada waktu yang ia inginkan. Atau ia simpan untuk hal-hal tak
terduga. Hal ini disebabkan, karena motif yang memengaruhi seseorang untuk
mendapatkan uang disamping untuk transaksi juga seperti kondisi di atas.

Dikalangan ekonomi Muslim terjadi perbedaan terhadap fungsi uang sebgai


alat pengimpang bilai atau kekayaan. Mahmud abu su’ud berpendapat, bahwa
uang sebagai alat penyimpang nilai adalah ilusi yang batil. Karena uang tidk bisa
dianggap sebagai komoditas layaknya barang-barang pada umumnya. Uang sama
sekali tidak mengandung nilai pada bendanya. Uang sebagai alat tukar beredar
untuk proses tukar-menukar.

Monzer kahf memberikan tanggapan terhadap pendapat Abu Su’ud yang


meniadakan fungsi uang sebagai penyimpan kekayaan ini menyatakan,
sebenarnya pelaku ekonomi memungkinkan memilih waktu yang sesuai untuk
melakukan transaksinya.

Berdasarkan teori ekonomi Islam, motif yang memengaruhi manusia untuk


mendapatkan dan memiliki uang adalah untuk transaksi dan berjaga-jaga. Secara
riil, seseorang dalam kehidupan sehari-hari perlu menyimpan uang untuk
menghadpi hal-hal yang tidak terduga, baik disimpan dibank atau diinvestasikan
dalam bentuk saham.

Islam sebetulnya mendorong investasi, bukan menimbun uang. Dalam


keadaan harga-harga barang stabil, menginvestasikan uang atau menyimpan diank
lebih menguntungkan daripada menyimpannya dalam bentuk barang-barang.

4. Sebagai Standar Pembyaran Tunda (standard of Deferred Payment)

Sebagian ahli ekonomi berpendapat, bahwa uang adalah unit ukuran dan standar
untuk pembayaran tunda. Misalnya, transaksi pada waktu sekarang dengan harga
tertentu, tetapi uang yang diserahkan pada masa yang akan datang. Untuk itu
dibutuhkan standar ukuran yang digunakan untuk menentukan harga. Menurut
Ahmad Hasan, dalam bukunya al-Auraq al-Naqdiyah fi al-Iqtishad al-Islami,
bahwa uang sebagai ukuran dan standar pembayaran tunda tidak bisa diterima.
Jika yang dimaksudkan adalah menunda pembayaran harga, maka yang ditunda
adalah uang. Bagaimana mungkin dikatakan bahwa uang adalah ukuran dan
standar pembayaran tunda? Karena uang menjadi standar uang. Jadi tidak tepat
ungkapan bahwa uang adalah standar pembayaran tunda karena fungsi ini
merupakan pengulangan terhadap fungsi uang sebagai standar nilai.

C. Sejarah Uang Dalam Ekonomi Islam

Masyarakat Mekah pada masa jahiliyah telah melakukan perdagangan dengan


mempergunakan uang dari Roma dan Persia. Uang yang dipergunakan ketika itu
adalah Dinar Hercules, Bizantium dan Dirham Dinasti Sasanid Irak dan sebagaian
mata uang bangsa Himyar dan Yaman. Ini berarti Bangsa Arab pada masa itu
belum memilki mata uang tersendiri. Ketika diangkat menjadi Rasul, Nabi
Muhammad tidak mengubah mata uang tersebut, karena kesibukannya memperkut
sendi-sendi agama Islam di jazirah Arab. Pada awal pemerintahannya Umar ibn
Khatab juga tidak melakukan perubahan mata uang ini karena kesibukannya
melakukan ekspansi wilayah kekuasaan Islam. Barulah tahun ke 18 H mulai
dicetak Dirham Islam yang masih mengikuti model cetakan Sasanid berukiran
kisra dengan tambahan beberapa kalimat tauhid dalam bentuk tulisan Kufi, seperti
kalimat Alhamdulillah pada sebagian dirham, dan kalimat Muhammad Rasulullah
pada dirham yang lain, juga kalimat Umar, kalimat Bismillah, Bismillahi Rabbi.
Malah pada masa ini juga sempat terpikir oleh Umar untuk mencetak uang dari
kulit unta, namun diurungkannya karena takut akan terjadi kelangkaan unta.
Percetakan uang dirham ala Umar ini dilanjutkan oleh khalifah Usman dengan
mencetak dirham yang bertuliskan kalimat Allahu akbar, bismillah, barakah,
bismilahirabbi, Allah, Muhammad dalam bentuk tulisan albahlawiyah.

Pada Masa Abdul Malik ibn Marwan (65-86 H), Khalifah ke tiga dinasti
Umaiyyah, dinar dan dirham Islami mulai dicetak dengan model tersendiri yang
tidak lagi ada lambang-lambang binzantium dan Persia pada tahun 76 H. Dinar
yang dicetak setimbangan 22 karat dan dirham setimbangan 15 karat. Tindakan
yang dilakujkan Abdul Malik ibn Marwan ini ternyata mampu merealisasikan
stabilitas politik dan ekonomi, mengurangi pemalsuan dan manipulasi terhadap
uang. Kebijakan pemerintah ini terus dilanjutkan kedua penggantinya, Yazid ibn
Abdul Malik dan Hisyam ibn Abdul Malik. Keadaan ini terus berlanjut pada masa
awal pemerintahan Dinasti Abasiyah (132 H) yang mengikuti model dinar
Umaiyah dan tidak mengubah sedikitpun kecuali pada ukirannya.

Namun diakhir dinasti ini, pada masa pemerintahan mulai dicampuri oleh para
mawali dan orang-orang Turki, terjadi penurunan nilai bahan baku uang dan
malah dicampur dengan tembaga dalam proses percetakan mata uang yang
dilakukan penguasa dalam rangka meraup keuntungan dari percetakan uang
tersebut. Akibatnya terjadi inflasi, harga-harga melambung tinggi. Namun
masyarakat masih menggunakan dirham-dirham tersebut dalam interaksi
perdagangan. Keadaan ini terus berlanjut sampai Dinasti Fatimiyah, kurs dinar
terhadap dirham adalah 34 dirham, padahal sebelum ini kurs dinar dan dirham
adalah 1;10.

Ibn Taimiyah juga mengungkapkan hal sama sebagai bentuk tanggapan dari
kondisi turunnya nilai mata uang yang terjadi di Mesir. Ia menganjur pemerintah
untuk tidak mempelopori bisnis mata uang dengan membeli tembaga kemudian
mencetaknya menjadi mata uang koin. Pemerintah harus mencetak mata uang
dengan nilai yang sebenarnya tanpa mencari keuntungan dari percetakan tersebut.
Pemerintah harus mencetak mata uang harus sesuai dengan nilai transaksi
masyarakat (sector riil), tanpa ada unsure kezaliman di dalamnya. Lebih lanjut Ibn
Taimiyah menjelaskan jika dua mata uang koin memiliki nilai nominal yang sama
tetapi dibuat dari logam yang tidak sama nilainya, mata uang yang berasal dari
bahan yang lebih murah akan menyingkirkan mata uang lainnya dalan peredaran.
Ini menunjukkan Ibn Taimiyah sangat memperhatikan nilai intrinsic mata uang
sesuai dengan nilai logamnya. Mata uang yang berasal dari logam yang lebih baik
akan ditimbun, dilebur atau diekspor karena dianggap lebih menguntungkan.
Teori Ibn Taimiyah inilah yang kemudian dikenal dengan hukum Gresham bad
money drives out good money” yang dilahirkan oleh Sir Thomas Gresham (1519-
1579).
Dimasa Daulat Usmaniyah, tahun 1534 mata uang resmi yang berlaku adalah
emas dan perak dengan perbandingan kurs 1;15. Kemudian pada tahun 1839
pemerintah Usmaniyah menerbitkan mata uang yang berbentuk kertas banknote
dengan nama gaima, namun nilainya terus merosot sehingga rakyat tidak
mempercayainya. Pada perang Dunia I tahun 1914, Turki seperti negara-negara
lainnya memberlakujkan uang kertas sebagai uang yang sah dan membatalkan
berlakunya emas dan perak sebagai mata uang. Sejak ini mulailah diberlakukan
uang kerta sebagai satu-satunya mata uang di seluruh dunia.

D. Jenis-jenis Uang
1. Uang Barang

Uang barang adalah alat tukar yang memiliki nilai komodits atau bisa
diperjualbelikan apabila barang tersebut digunakan bukan sebagai uang.
Masyarakat primitif memilih salah satu barang komoditas yang ada untuk
digunakan sebagai media dalam pertukaran pilihan itu berbeda-beda antara satu
lingkungan dengan lingkungan lainnya tergantung dengan kondisi ekonomi dan
sosialnya misalnya binatang ternak dijadikan uang pada masyarakat pengembala,
hasil pertanian pada masyarakat petani, ikan bagi masyarakat nelayan.

Barang yang bisa dijadikan sebagai uang pada zaman sekarang pada umumnya
adalah logam mulia seperti emas dan perak, karena kedua barang tersebut
memiliki nilai yang tinggi, langka, dan dapat diterima secara umum sebagai alat
tukar, emas dan perak ini juga dapat dipecah menjadi bagian-bagian kecil dengan
tetap mempunyai nilai yang utuh, selain itu logam mulia juga tidak pernah susut
dan rusak yang mengakibatkan turunnya harga jual.

2. Uang Logam

Penggunaan uang logam merupakan fase kemajuan dalam sejarah uang.


Logam pertama yang digunakan manusia sabagai alat tukar aladalah perunggu,
kemudian besi yang digunakan oleh orang Yunani, tembaga digunakan oleh orang
Romawi dan terakhir logam mulia emas dan perak. Ketika volume perdagangan
semakin meningkat dan meluas yang meliputi perdagangan antar negara,
muncullah penggunaan emas dan perak sebagai uang.
3. Uang Bank atau An-Nuqud Al-Musyarraffiah

Istilah lain adalah uang giral. yaitu uang yang dikeluarkan oleh bank
komersial melalui cek atau alat pembayaran giro lainnya. Cek merupakan perintah
yang ditunjukan oleh pemilik deposit kepada bank untuk membayarkan
kepadanya atau kepada orang lain atau pemegangnya sejumlah uang. Uang giral
in merupakan simpanan nasabah bank yang dapat diambil setiap saat dan dapat
dipindahkan kepada orang lain untuk melakukan pembayaran. Kepercayaan yang
diberikan oleh masyarakat terhadap bank dalam memenuhi hak-hak mereka, itulah
yang mendorong orang-orang mengakui peredaran uang-uang bank. Cek dan giro
yang dikeluarkan oleh bank manapun bisa digunakan sebagai alat pembayaran
dalam transaksi barang dan jasa. Uang jenis ini berkembang luas di negar-negara
maju di mana kesadaran terhadap system perbankan semakin meningkat.

4. Uang Kertas

Uang kertas yang digunakan sekarang pada awalnya adalah dalam bentuk
banknote atau bank promise dalam bentuk kertas, yaitu janji bank untuk
membayar uang logam kepada pemilik banknote ketika ada permintaan. Karena
kertas ini didukung oleh kepemilikan atas emas dan perak, masyarakat umum
menerima uang kertas ini sebagai alat tukar. Dalam sejarahnya, yung kertas
digunakan pada tahun 910 M di Cina. Pada awalnya pendudukan Cina
menggunakan uang kertas atas dasar topangan 100 % emas dan perak. Pada abad
ke 10 M, pemerintah Cina menerbitkan uang kertas yang tidak lagi ditopang emas
dan perak. Sekarang uang kertas menjadi alat tukar yang berlaku di dunia
internasional. Malahan sekarang uang yang dikeluarkan oleh bank sentral tidak
lagi didukung oleh cadangan emas.

E. Perubahan Uang Emas Dan Perak Ke Uang Kertas

Uang emas dan perak telah digunakan sejak abad ke-7 SM sampai abad ke-19
M. hal ini dikarena keunggulan-keungulan yang dimiliki logam mulia ini
mempunyai mutu yang sama tidak mudah rusak, nilainya stabil karena tidak
mengalami perubahan mutu dalam jangka waktu yang panjang, serta jumlahnya
sangat terbatas. Namun pemakaiannya dihentikan sejak perang dunia I tahun 1914
hal ini disebabkan emas dan perak memerlukan tempat yang agak besar untuk
menyimpan, emas dan perak merupakan benda yang berat, emas dan perak sukar
untuk ditambah jumlahnya. Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dalam
penggunaan mata uang tersebut mulailah diperkenalkan uang kertas. Pada
mulanya uang kertas yang digunakan adalah untuk menggantikan uang emas
seseorang yang disimpan di bank. Namun belakangan uang kertas yang
dikeluarkan oleh bank tidak lagi berdasarkan pada jumlah uang emas yang
disimpan di bank tersebut.

1. Faktor Militer

Perang Dunia I mendorong sebagian besar negara untuk mempersiapkan


cadangan emas dan perak untuk membeli keperluan dan peralatan perang.
Keadaan yang membuat khawatir negara-negara dunia karena menyebabkan emas
keluar dari bank-bank secara liar.Kemudian negara-negara yang terlibat perang
menemukan kesulitan untuk menangkut emas dan perak ke tempat-tempat dimana
kekuatan militer berada dan hanya membuat biaya semakin bertambah. Pada saat
itu orang-orang berbondong-bondong menarik simpanan-simpanan mereka yang
ada di bank-bank dalam bentuk kertas-kertas banknote yang bisa ditukarkan.
Mereka menuntut untuk diselesaikan. Semua itu menuntut berbagai negara
bersepakat untuk meninggalkan sistem logam beralih ke sistem kertas. Juga
bersepakat untuk memperluas pemberian kekuatan hukum terhadap uang kertas
dan mewajibkan seluruh penduduk untuk menerimanya serta menghentikan
penukarannya dengan emas dan perak.

2. Faktor Politis

Negara-negara Arab sebelum Perang Dunia I berada di bawah kekhalifahan


Utsmaniyyah yang menggunakan sistem uang emas. Demikian juga besar negara-
negara di dunia. Ketika perang Dunia I berkecamuk, negara-negara kolonial
membagi-bagi negeri-negeri Arab dan yang menjadi tujuannya adalah eksploitasi
sumber alam dan membuat jarak antar rakyat secara langsung atau tidak langsung.

Begitu juga negara-negara Eropa dan Amerika Serikat terus bersaing dalam
menancapkan kekuasaannya. Dan uang sebagai inti kehidupan ekonomi
mempunyai peran utama dalam menancapkan pengaruh politik kolonial.
Selanjutnya negara-negara kolonial berkepentingan untuk melakukan kontrol
terhadap negara-negara berkembang dengan cara membuat negara itu tunduk
kepadanya. Dan pembatalan penggunaan uang logam emas memudahkan tujuan
ini.

3. Faktor Ekonomi

Ada beberapa factor Ekonomi yang mendorong dunia meninggalkan sistem Emas
di antaranya adalah : 1) Hilangnya era perdagangan bebas. 2) Tidak seimbangnya
peredaran cadangan saldo emas. 3) Tidak cukupnya emas untuk penggunaan
keuangan.

BAB III

PENUTUP

Islam memandang uang hanya sebagai alat tukar (medium of exchange),


bukan sebagai barang dagangan (komoditas) yang diperjualbelikan seperti
sekarang ini. Ketentuan ini telah banyak dibahas ulama seperi Ibnu Taymiyah, Al-
Ghazali, Al-Maqrizi, Ibnu Khaldun dan lain-lain. Hal dipertegas lagi Choudhury
dalam bukunya “Money in Islam: a Study in Islamic Political Economy”, bahwa
konsep uang tidak diperkenankan untuk diaplikasikan pada komoditi, sebab dapat
merusak kestabilan moneter sebuah negara.

Oleh karena itu motif permintaan akan uang adalah untuk memenuhi
kebutuhan transaksi (money demand for transaction), bukan untuk spekulasi.
Islam juga sangat menganjurkan penggunaan uang dalam pertukaran karena
Rasulullah telah menyadari kelemahan dari salah satu bentuk pertukaran di zaman
dahulu yaitu barter (bai’ al muqayyadah), dimana barang saling dipertukarkan.
Menurut Afzalur Rahman, Rasulullah Saw menyadari akan kesulitan-kesulitan
dan kelemahan – kelemahan akan sistim pertukaran ini, lalu beliau ingin
menggantinya dengan sistim pertukaran melalui uang. Oleh karena itu beliau
menekankan kepada para sahabat untuk menggunakan uang dalam transaksi-
transaksi mereka.
Islam tidak mengenal konsep time value of money, tetapi Islam mengenal
konsep economic value of time yang artinya bahwa yang bernilai adalah waktunya
itu sendiri. Islam memperbolehkan pendapatan harga tangguh bayar lebih tinggi
dari pada bayar tunai. Yang lebih menarik adalah dibolehkannya penetapan harga
tangguh yang lebih tinggi itu sama sekali bukan disebabkan time value of
money, namun karena semata-mata karena ditahannya aksi penjualan barang.
Sebagai contoh, bila barang dijual tunai dengan untung Rp.500,- maka penjualan
dapat membeli lagi dan menjualnya kemudian sehingga dalam satu hari itu
keuntungannya Rp.1000,- sedangkan bila dijual tangguh bayar maka hak Penjual
jadi tertahan, sehingga ia tidak dapat membeli lagi dan menjual lagi, akibat lebih
jauh itu, hak dari keluarga dan anak Penjual untuk makan malam tertahan pada
pembeli. Alasan Inilah, yaitu tertahannya hak penjual yang telah memenuhi
Kewajiban (penyerahan barang) maka Islam membolehkan harga tangguh lebih
tinggi dari pada harga tunai. Adapun motif permintaan akan uang—dalam Islam—
adalah untuk memenuhi kebutuhan transaksi (money demand for transaction).

Dalam konsep Islam, tidak dikenal money demand for speculation, karena
spekulasi tidak diperkenankan. Lain halnya dengan sistem konvensional yang
tentunya membuka peluang lebar-lebar dengan kebolehan dalam memberikan
bunga atas harta. Islam malah menjadikan uang (harta) sebagai objek zakat, uang
adalah milik masyarakat sehingga menimbun uang dibawah bantal atau dibiarkan
tidak produktif dilarang, karena hal itu mengurangi jumlah uang yang beredar
dimasyarakat.

Dari penjelasan di atas maka dapat disimpulkan uang merupakan alat-tukar


yang meringankan beban manusia dalam pelaksanaan tukar-menukar, sebab uang
itu berguna bagi umum dan dapat digunakan oleh umum. Dengan redaksi lain
bahwa uang merupakan segala sesuatu yang diterima umum diterima sebagai alat
penukar. Dalam ekonomi konvensional uang ‘seolah-olah’ dijadikan manusia
sebagai, “tuhan”, Dimana masyarakat memandang uang adalah segalanya, sebagai
alat yang penting dan diletakkan sebagai nomor wahid. Manusia kian berpacu
dalam mencari uang. Kekayaan diukur dengan banyak sedikitnya uang. Bahkan
kesenangan seolah-olah dilukiskan dengan memiliki uang. Hal ini yang memacu
ekonomi konvensional sebab memandang uang sebagai medium of exchange juga
sebagai store of value / wealth. Lain halnya dimensi ekonomi Islam bahwa uang
merupakan segala sesuatu yang umum diterima dan dinilai hanya sebagai alat
penukar (medium of exchange) bukan sebagai alat penimbun kekayaan (store of
wealth / value).

Anda mungkin juga menyukai