PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam ekonomi Islam, secara etimologi uang berasal dari kata al-naqdu-
nuqud. Pengertiannya ada beberapa makna, yaitu al-naqdu berarti yang baik dari
dirham, menggenggam dirham, membedakan dirham, dan al-naqd juga berarti
tunai. Arab umumnya menggunakan kata dinar untuk menunjukkan mata uang
yang terbuat dari emas dan kata dirham untuk menunjukkan alat tukar yang
terbuat dari perak. Sementara itu, kata fulus (uang tembaga) adalah alat tukar
tambahan yang digunakan untuk membeli barang-barang murah.
B. Fungsi Uang
1. Alat tukar
2. Standar harga atau satuan ukur
3. Penyimpan kekayaan
4. Uang sebagai standar pembayaran tunda.
Namun hal ini berbeda dengan sistem ekonomi Islam yang hanya mengakui
fungsi uang itu sebagai medium of exchange dan unit of account. Sedangkan
fungsi uang sebagai store of value dan standard of deferred payment
diperdebatkan oleh ahli ekonomi Islam.
Ini merupakan fungsi uang yang terpenting. Uang adalah satuan nilai atau
standar ukuran harga dalam transaksi barang atau jasa. Dengan adanya uang
sebagai satuan nilai, memudahkan terlaksananya transaksi dalam kegiatan
ekonomi masyarakat. Al-Ghazali berpendapat, uang adalah ibarat cermin. Dalam
arti, uang berfungsi sebagai ukuran nilai yang dapat merefleksikan harga benda
yang ada dihadapannya. Dengan demikian, uang tidak dibutuhkan untuk uang itu
sendiri, karena uang tidak mempunyai harga, tetapi sebagai alat untuk menghargai
semua barang.
Uang adalah tukar menukar yang digunakan setiap individu untuk transaksi
barang dan jasa. Misalnya, seseorang yang memiliki beras untuk dapat memenuhi
kebutuhannya terhadap lauk-pauk ia cukup menjual berasnya dengan menerima
uang sebagai gantinya. Kemudian ia dapat membeli lauk-pauk yang ia butuhkan.
Begitulah fungsi uang sebagai alat tukar pada setiap transaksi dalam rangka
pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Kondisi ini jelas berbeda dengan sistem
barter tempo dulu. Jika orang yang memiliki beras menginginkan lauk-pauk, ia
harus mencari orang yang memiliki lauk-pauk yang membutuhkan beras. Jelas ini
sistem yang sangat rumit.Fungsi uang dalam sebagai alat tukar dalam setiap
kegiatan ekonomi dalam kehidupan modern ini menjadi sangat penting. Seseorang
tidak dapat memproduksi setiap barang kebutuhan hariannya, karena keahlian
manusia itu berbeda-beda. Di sinilah uang memegang peranan yang sangat
penting agar manusia itu dapat memenuhi kebutuhan dengan mudah.
Sebagian ahli ekonomi berpendapat, bahwa uang adalah unit ukuran dan standar
untuk pembayaran tunda. Misalnya, transaksi pada waktu sekarang dengan harga
tertentu, tetapi uang yang diserahkan pada masa yang akan datang. Untuk itu
dibutuhkan standar ukuran yang digunakan untuk menentukan harga. Menurut
Ahmad Hasan, dalam bukunya al-Auraq al-Naqdiyah fi al-Iqtishad al-Islami,
bahwa uang sebagai ukuran dan standar pembayaran tunda tidak bisa diterima.
Jika yang dimaksudkan adalah menunda pembayaran harga, maka yang ditunda
adalah uang. Bagaimana mungkin dikatakan bahwa uang adalah ukuran dan
standar pembayaran tunda? Karena uang menjadi standar uang. Jadi tidak tepat
ungkapan bahwa uang adalah standar pembayaran tunda karena fungsi ini
merupakan pengulangan terhadap fungsi uang sebagai standar nilai.
Pada Masa Abdul Malik ibn Marwan (65-86 H), Khalifah ke tiga dinasti
Umaiyyah, dinar dan dirham Islami mulai dicetak dengan model tersendiri yang
tidak lagi ada lambang-lambang binzantium dan Persia pada tahun 76 H. Dinar
yang dicetak setimbangan 22 karat dan dirham setimbangan 15 karat. Tindakan
yang dilakujkan Abdul Malik ibn Marwan ini ternyata mampu merealisasikan
stabilitas politik dan ekonomi, mengurangi pemalsuan dan manipulasi terhadap
uang. Kebijakan pemerintah ini terus dilanjutkan kedua penggantinya, Yazid ibn
Abdul Malik dan Hisyam ibn Abdul Malik. Keadaan ini terus berlanjut pada masa
awal pemerintahan Dinasti Abasiyah (132 H) yang mengikuti model dinar
Umaiyah dan tidak mengubah sedikitpun kecuali pada ukirannya.
Namun diakhir dinasti ini, pada masa pemerintahan mulai dicampuri oleh para
mawali dan orang-orang Turki, terjadi penurunan nilai bahan baku uang dan
malah dicampur dengan tembaga dalam proses percetakan mata uang yang
dilakukan penguasa dalam rangka meraup keuntungan dari percetakan uang
tersebut. Akibatnya terjadi inflasi, harga-harga melambung tinggi. Namun
masyarakat masih menggunakan dirham-dirham tersebut dalam interaksi
perdagangan. Keadaan ini terus berlanjut sampai Dinasti Fatimiyah, kurs dinar
terhadap dirham adalah 34 dirham, padahal sebelum ini kurs dinar dan dirham
adalah 1;10.
Ibn Taimiyah juga mengungkapkan hal sama sebagai bentuk tanggapan dari
kondisi turunnya nilai mata uang yang terjadi di Mesir. Ia menganjur pemerintah
untuk tidak mempelopori bisnis mata uang dengan membeli tembaga kemudian
mencetaknya menjadi mata uang koin. Pemerintah harus mencetak mata uang
dengan nilai yang sebenarnya tanpa mencari keuntungan dari percetakan tersebut.
Pemerintah harus mencetak mata uang harus sesuai dengan nilai transaksi
masyarakat (sector riil), tanpa ada unsure kezaliman di dalamnya. Lebih lanjut Ibn
Taimiyah menjelaskan jika dua mata uang koin memiliki nilai nominal yang sama
tetapi dibuat dari logam yang tidak sama nilainya, mata uang yang berasal dari
bahan yang lebih murah akan menyingkirkan mata uang lainnya dalan peredaran.
Ini menunjukkan Ibn Taimiyah sangat memperhatikan nilai intrinsic mata uang
sesuai dengan nilai logamnya. Mata uang yang berasal dari logam yang lebih baik
akan ditimbun, dilebur atau diekspor karena dianggap lebih menguntungkan.
Teori Ibn Taimiyah inilah yang kemudian dikenal dengan hukum Gresham bad
money drives out good money” yang dilahirkan oleh Sir Thomas Gresham (1519-
1579).
Dimasa Daulat Usmaniyah, tahun 1534 mata uang resmi yang berlaku adalah
emas dan perak dengan perbandingan kurs 1;15. Kemudian pada tahun 1839
pemerintah Usmaniyah menerbitkan mata uang yang berbentuk kertas banknote
dengan nama gaima, namun nilainya terus merosot sehingga rakyat tidak
mempercayainya. Pada perang Dunia I tahun 1914, Turki seperti negara-negara
lainnya memberlakujkan uang kertas sebagai uang yang sah dan membatalkan
berlakunya emas dan perak sebagai mata uang. Sejak ini mulailah diberlakukan
uang kerta sebagai satu-satunya mata uang di seluruh dunia.
D. Jenis-jenis Uang
1. Uang Barang
Uang barang adalah alat tukar yang memiliki nilai komodits atau bisa
diperjualbelikan apabila barang tersebut digunakan bukan sebagai uang.
Masyarakat primitif memilih salah satu barang komoditas yang ada untuk
digunakan sebagai media dalam pertukaran pilihan itu berbeda-beda antara satu
lingkungan dengan lingkungan lainnya tergantung dengan kondisi ekonomi dan
sosialnya misalnya binatang ternak dijadikan uang pada masyarakat pengembala,
hasil pertanian pada masyarakat petani, ikan bagi masyarakat nelayan.
Barang yang bisa dijadikan sebagai uang pada zaman sekarang pada umumnya
adalah logam mulia seperti emas dan perak, karena kedua barang tersebut
memiliki nilai yang tinggi, langka, dan dapat diterima secara umum sebagai alat
tukar, emas dan perak ini juga dapat dipecah menjadi bagian-bagian kecil dengan
tetap mempunyai nilai yang utuh, selain itu logam mulia juga tidak pernah susut
dan rusak yang mengakibatkan turunnya harga jual.
2. Uang Logam
Istilah lain adalah uang giral. yaitu uang yang dikeluarkan oleh bank
komersial melalui cek atau alat pembayaran giro lainnya. Cek merupakan perintah
yang ditunjukan oleh pemilik deposit kepada bank untuk membayarkan
kepadanya atau kepada orang lain atau pemegangnya sejumlah uang. Uang giral
in merupakan simpanan nasabah bank yang dapat diambil setiap saat dan dapat
dipindahkan kepada orang lain untuk melakukan pembayaran. Kepercayaan yang
diberikan oleh masyarakat terhadap bank dalam memenuhi hak-hak mereka, itulah
yang mendorong orang-orang mengakui peredaran uang-uang bank. Cek dan giro
yang dikeluarkan oleh bank manapun bisa digunakan sebagai alat pembayaran
dalam transaksi barang dan jasa. Uang jenis ini berkembang luas di negar-negara
maju di mana kesadaran terhadap system perbankan semakin meningkat.
4. Uang Kertas
Uang kertas yang digunakan sekarang pada awalnya adalah dalam bentuk
banknote atau bank promise dalam bentuk kertas, yaitu janji bank untuk
membayar uang logam kepada pemilik banknote ketika ada permintaan. Karena
kertas ini didukung oleh kepemilikan atas emas dan perak, masyarakat umum
menerima uang kertas ini sebagai alat tukar. Dalam sejarahnya, yung kertas
digunakan pada tahun 910 M di Cina. Pada awalnya pendudukan Cina
menggunakan uang kertas atas dasar topangan 100 % emas dan perak. Pada abad
ke 10 M, pemerintah Cina menerbitkan uang kertas yang tidak lagi ditopang emas
dan perak. Sekarang uang kertas menjadi alat tukar yang berlaku di dunia
internasional. Malahan sekarang uang yang dikeluarkan oleh bank sentral tidak
lagi didukung oleh cadangan emas.
Uang emas dan perak telah digunakan sejak abad ke-7 SM sampai abad ke-19
M. hal ini dikarena keunggulan-keungulan yang dimiliki logam mulia ini
mempunyai mutu yang sama tidak mudah rusak, nilainya stabil karena tidak
mengalami perubahan mutu dalam jangka waktu yang panjang, serta jumlahnya
sangat terbatas. Namun pemakaiannya dihentikan sejak perang dunia I tahun 1914
hal ini disebabkan emas dan perak memerlukan tempat yang agak besar untuk
menyimpan, emas dan perak merupakan benda yang berat, emas dan perak sukar
untuk ditambah jumlahnya. Untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dalam
penggunaan mata uang tersebut mulailah diperkenalkan uang kertas. Pada
mulanya uang kertas yang digunakan adalah untuk menggantikan uang emas
seseorang yang disimpan di bank. Namun belakangan uang kertas yang
dikeluarkan oleh bank tidak lagi berdasarkan pada jumlah uang emas yang
disimpan di bank tersebut.
1. Faktor Militer
2. Faktor Politis
Begitu juga negara-negara Eropa dan Amerika Serikat terus bersaing dalam
menancapkan kekuasaannya. Dan uang sebagai inti kehidupan ekonomi
mempunyai peran utama dalam menancapkan pengaruh politik kolonial.
Selanjutnya negara-negara kolonial berkepentingan untuk melakukan kontrol
terhadap negara-negara berkembang dengan cara membuat negara itu tunduk
kepadanya. Dan pembatalan penggunaan uang logam emas memudahkan tujuan
ini.
3. Faktor Ekonomi
Ada beberapa factor Ekonomi yang mendorong dunia meninggalkan sistem Emas
di antaranya adalah : 1) Hilangnya era perdagangan bebas. 2) Tidak seimbangnya
peredaran cadangan saldo emas. 3) Tidak cukupnya emas untuk penggunaan
keuangan.
BAB III
PENUTUP
Oleh karena itu motif permintaan akan uang adalah untuk memenuhi
kebutuhan transaksi (money demand for transaction), bukan untuk spekulasi.
Islam juga sangat menganjurkan penggunaan uang dalam pertukaran karena
Rasulullah telah menyadari kelemahan dari salah satu bentuk pertukaran di zaman
dahulu yaitu barter (bai’ al muqayyadah), dimana barang saling dipertukarkan.
Menurut Afzalur Rahman, Rasulullah Saw menyadari akan kesulitan-kesulitan
dan kelemahan – kelemahan akan sistim pertukaran ini, lalu beliau ingin
menggantinya dengan sistim pertukaran melalui uang. Oleh karena itu beliau
menekankan kepada para sahabat untuk menggunakan uang dalam transaksi-
transaksi mereka.
Islam tidak mengenal konsep time value of money, tetapi Islam mengenal
konsep economic value of time yang artinya bahwa yang bernilai adalah waktunya
itu sendiri. Islam memperbolehkan pendapatan harga tangguh bayar lebih tinggi
dari pada bayar tunai. Yang lebih menarik adalah dibolehkannya penetapan harga
tangguh yang lebih tinggi itu sama sekali bukan disebabkan time value of
money, namun karena semata-mata karena ditahannya aksi penjualan barang.
Sebagai contoh, bila barang dijual tunai dengan untung Rp.500,- maka penjualan
dapat membeli lagi dan menjualnya kemudian sehingga dalam satu hari itu
keuntungannya Rp.1000,- sedangkan bila dijual tangguh bayar maka hak Penjual
jadi tertahan, sehingga ia tidak dapat membeli lagi dan menjual lagi, akibat lebih
jauh itu, hak dari keluarga dan anak Penjual untuk makan malam tertahan pada
pembeli. Alasan Inilah, yaitu tertahannya hak penjual yang telah memenuhi
Kewajiban (penyerahan barang) maka Islam membolehkan harga tangguh lebih
tinggi dari pada harga tunai. Adapun motif permintaan akan uang—dalam Islam—
adalah untuk memenuhi kebutuhan transaksi (money demand for transaction).
Dalam konsep Islam, tidak dikenal money demand for speculation, karena
spekulasi tidak diperkenankan. Lain halnya dengan sistem konvensional yang
tentunya membuka peluang lebar-lebar dengan kebolehan dalam memberikan
bunga atas harta. Islam malah menjadikan uang (harta) sebagai objek zakat, uang
adalah milik masyarakat sehingga menimbun uang dibawah bantal atau dibiarkan
tidak produktif dilarang, karena hal itu mengurangi jumlah uang yang beredar
dimasyarakat.