Anda di halaman 1dari 15

Pendahuluan

Kegiatan perekonomian tidak bisa dijauhkan dari yang namanya uang, setiap transaksi
ataupun kegiatan ekonomi lainnya pasti tidakakan lepas dari uang. Dalam perkembangannya
uang sangatlah sulit digantikan karena kehadirannya memainkan peranan yang penting bagi
kehidupan perekonomian. Oleh karena itu, kehadirannya seakan menjadi nyawa bagi setiap
kegiatan perekonomian. Mungkin jika uang tidak ada, bisa menyebabkan perekonomian mati.
Pada awal kemunculnya, uang memiliki fungsi utama sebagai alat tukar. Namun, seiring
perkembangan zaman uang mulai mengalami pergeseran fungsi. Dalam ekonomi konvensional
uang memiliki dua macam fungsi, yaitu fungsi asli dan fungsi turunan. Dalam fungsi asli uang
memiliki fungsi sebagai alat tukar dan satuan hitung, sedangkan dalam fungsi turunan uang
memiliki fungsi sebagai alat pembayaran, penunjuk harga, penyimpan kekayaan serta pemindah
kekayaan. Pergeseran fungsi juga mengakibatkan uang menjadi obyek perdagangan.
Berbeda dengan ekonomi islam, uang hanya dipandang sebagai alat tukar atau alat
transaksi lainnya. Islam tidak memandag uang sebagai obyek yang bisa diperjual belikan karena
konsep mengenai uang sudah jelas, bahwa uang adalah uang bukan capital (modal). Hal tersebut
tentu sangat berbada dengan ekonomi konvensional, dimana konsep mengenai uang sampai saat
masih tidak jelas. Karena dalam prespektif konvensional uang seringkali diartikan secara bolak-
balik, baik uang sebagai uang maupun uang sebagai capital.
Perbedaan pandangan ekonomi islam dan ekonomi konvensional, mengenai fungsi uang
merupakan ulasan yang menarik. Apakah dalam ekonomi islam uang hanya berfungsi sebagai
alat transaksi atau apakah uang dapat diperjualbeikan? Hal tersebutlah yang akan menjadi pokok
bahasan dalam artikel ini.

Landasan Teori
Uang dalam ekonomi islam merupakan sesuatu yang bersifat flow concept (harus
mengalir) dan capital bersifat stock concept (kepemilikan). Sedangakan dalam ekonomi
konvensional terdapat beberapa pengertian, seperti dari Federic S. Mishkin. Beliau menyatakan
bahwa konsep Irving Fisher hampir sama dengan konsep uang menurut ekonomi islam, bahwa
uang adalah flow concept bukan stock concept. Selain itu, Mishkin juga mengkaji konsep dari
Marshal-Pigou dari Cambridge. Kajiannya mengenai konsep Marshal-Pigou ini menyatakan
bahwa uang adalah stock concept dan tentu hal tersebut sangat berbeda dengan uang menurut
islam.

Studi Kasus
Perbedaan cara pandang islam mengenai uang sebagai flow concept dan konvensional
memandang uang sebagai stock concept, merupakan pandangan yang salah. Perbedaan
pandangan ekonomi konvensional dan ekonomi islam mengenai uang itu, tidak dapat
disimpulkan begitu saja. Karena pada kenyataanya, dalam ekonomi konvensional sendiri sampai
saat ini masih terjadi pertentangan antara kelompok Friedman dan kaum Monetaris disatu kubu
dengan kaum Keynesian dan Cambridge School dikubu lainnya. Kubu pertama menyatakan

1
bahwa uang adalah flow concept, sedangkan kubu kedua menyatakan bahwa uang adalah stock
concept.
Sebelum membahas jauh mengenai perbedaan uang dalam prespektif islam maupun
prespektif konvensional. Perlu dipahami terlebih dahulu bagaimana pengertian uang dalam
masing-masing prespektif tersebut.

Pengertian Uang dalam Prespektif Konvensional


Uang dalam ilmu ekonomi tradisional didefinisikan sebagai setiap alat tukar yang dapat
diterima secara umum. Alat tukar tersebut dapat berupa benda apapun yang dapat diterima oleh
setiap orang dalam proses pertukaran barang dan jasa. Sedangkan dalam ilmu ekonomi modern,
uang didefinisikan sebagai sesuatu yang tersedia dan secara umum diterima sebagai alat
pembayaran bagi pembelian barang dan jasa. Uang juga diterima kekayaan berharga dan juga
untuk pembayaran hutang.
Menurut Al-Arif (2011) menjelaskan bahwa ketika jumlah manusia semakin bertambah
dan semakin majunya peradaban, kegiatan serta interaksi manusia meningkat. Sehingga
menyebabkan perekonomian berkembang secara modern, sesuai dengan meningkatnya taraf
hidup manusia. Sedangkan salah satu ciri penting dari suatu perekonomian modern adalah dalam
kegiatan ekonomi berlakunya sistem spesialisasi dan penukaran. Perukaran yang efisien
disebabkan oleh penggunaan uang sebagai perantara dalam alat tukar menukar. Oleh sebab itu
uang selalu dihubungkan dengan fungsi uang sebagai perantara dalam tukar menukar.
Menurut Sukirno (2012) uang merupakan benda-benda yang disetujui oleh masyarakat
sebagai alat perantara untuk mengadakan tukar menukar atau perdagangan. Terdapat kata
sepakat di antara anggota-anggota masyarakat untuk menggunakan satu atau beberapa benda
sebagai alat perantara dalam kegiatan tukar menukar.

Pengertiang Uang dalam Prespektif Islam


Ekonomi Islam menjelaskan bahwa secara etimologi uang berasal dari kata al-naqdu-
nuqud. Pengertiannya ada beberapa makna, yiatu al-naqdu yang berarti yang baik dari dirham,
menggenggam dirham, dan al-naqdu juga berarti tunai. Kata nuqud tidak terdapat dalam al-
Qur‟an dan hadist karena bangsa Arab umumnya tidak menggunakan nuqud untuk menunjukkan
harga. Mereka menggunakan kata dinar untuk menunjukkan mata uang yang terbuat dari emas
dan kata dirham untuk menunjukkan alat tukar yang terbuat dari perak. Mereka juga
menggunakan wariq untuk menunjukkan dirham perak, kata ‘ain untuk menunjukkan dinar emas.
Sementara itu kata fulus (uang tembaga) adalah alat tukar tambahan yang digunakan untuk
membeli barang-barang murah (Rozalinda, 2014: 279).
Dalam ekonomi islam uang adalah standar kegunaan yang terdapat pada barang dan jasa.
Uang didefenisikan sebagai sesuatu yang dipergunakan untuk mengukur setiap barang dan jasa.
Misalkan harga adalah standar untuk barang, sedangkan upah adalah standar untuk manusia,
yang masing-masing merupakan perkiraan masyarakat terhadap nilai barang dan jasa tersebut.

2
Perkiraan nilai-nilai barang dan jasa ini dinegara manapun dinyatakan dengan satuan-satuan,
maka satuan-satuan inilah yang menjadi standar yang dipergunakan untuk mengukur kegunaan
barang dan jasa yang kemudian menjadi alat tukar (medium of exchange) dan disebut dengan
satuan uang (Taqiyuddin An-Nabhani, 2000: 297).

Fungsi Uang dalam Prespektif Konvensional


Dalam ekonomi konvensional uang memiliki fungsi sebagai berikut: (Ibid, 2010)
1. Uang sebagai perantara tukar menukar
Adanya uang memungkinkan manusia untuk memperoleh barang yang
diinginkan, hanya dengan cara menemukan oarang yang memiliki barang tersebut
kemudian menukarnya dengan uang yang dimiliki. Penjual barang tersebut,
selanjutnya dapat menggunakan uang yang diperoleh untuk membeli barang yang
diinginkan dari orang lain. Artinya dengan adanya uang dapat memudahkan
manusia dalam tukar menukar barang yang diinginkannya.
2. Uang sebagai satuan nilai
Satuan nilai adalah satuan ukuran yang menentukan besarnya nilai dari
berbagai jenis barang. Dengan adanya uang, nilai suatu barang dapat dengan
mudah dinyatakan, yaitu dengan menunjukkan jumlah uang yang diperlukan
untuk memperoleh barang tersebut.
3. Uang sebagai alat bayaran tertunda
Satu syarat penting agar fungsi uang yang ketiga ini dapat dijalankan
dengan baik adalah bahwa nilai uang yang digunakan harus tetap stabil. Nilai
uang dikatakan stabil apabila sejumlah uang yang dibelanjakan akan tetap
memperoleh barang-barang yang sama banyak dan sama mutunya dari waktu ke
waktu. Ada kemungkinan orang lebih suka menerima pembayaran yang tertunda
dalam bentuk barang atau menghindari tukar menukar dengan pembayaran yang
ditunda. Keadaan seperti ini selalu terjadi pada waktu harga-harga barang
mengalami kenaikan yang cepat dari waktu ke waktu.
4. Uang digunakan sebagai alat penyimpan nilai
Jenis uang yang terutama berupa uang bank atau uang giral merupakan
jenis uang yang tidak memerlukan biaya untuk menyimpannya dan mudah
mengurusnya. Uang tersebut berfungsi sebagai alat penyimpan nilai (valuta)
karena dapat digunakan untuk mengalihkan daya beli dari masa sekarang ke masa
mendatang. Ketika seorang penjual saat ini menerima sejumlah uang sebagai
pembayaran atas barang dan jasa yang dijualnya, maka sang penjual dapat
menyimpan uang tersebut untuk digunakan membeli barang dan jasa pada masa
mendatang.

3
Fungsi Uang dalam Prespektif Islam
Dalam ekonomi Islam, fungsi uang yang diakui hanya sebagai alat tukar (medium of
exchange) dan kesatuan hitung (unit of account). Uang itu sendiri tidak memberikan
kegunaan/manfaat, akan tetapi fungsi uanglah yang memberikan kegunaan. Uang menjadi
berguna jika ditukar dengan benda yang nyata atau jika digunakan untuk membeli jasa. Oleh
karena itu, uang tidak bisa menjadi komoditi/barang yang dapat diperdagangkan.Senada dengan
pendapat sebelumnya, Mahbubi Ali menyatakan bahwa dalam Islam uang hanya berfungsi
sebagai alat tukar. Jadi uang adalah sesuatu yang terus mengalir dalam perekonomian, atau lebih
dikenal sebagai flow concept. Konsep ini berbeda dengan sistem perekonomian Konvensional,
dimana uang dipandang tidak saja sebagai alat tukar yang sah (legal tender) melainkan juga
dipandang sebagai komoditas.
Uang dalam ekonomi islam dipandang sebagai alat tukar, bukan suatu komoditi. Peranan
uang ini dimaksudkan untuk melenyapkan ketidakadilan, ketidakjujuran, dan pengisapan dalam
ekonomi tukar-menukar (barter). Karena dalam system barter terdapat unsur ketidakadilan yang
digolongkan sebagai riba al Fadhl, yang dilarang dalam islam. Uang dapat digunakan sebagai
ukuran opportunity cost (pendapatan yang hilang). Disamping itu, uang juga memainkan peranan
sosial dan religious yang khusus, karena uang merupakan ukuran terbaik untuk menyalurkan
daya beli dalam bentuk pembayaran transfer kepada orang tidak mampu. Peranan religious uang
terletak pada kenyataan bahwa uang memungkinkan menghitung nisab dan menilai suku zakat
dengan tepat. Sebagai fungsi sosial uang menahan atau mencegah eksploitasi terbuka yang
terkandung dalam keadaan tawar-menawar (Abdul Manan, 1995: 162-163).
Menurut al-Ghazali dalam Gamal, uang diibaratkan cermin yang tidak mempunyai
warna, tetapi dapat merefleksikan semua warna, yang maksudnya adalah uang tidak mempunyai
harga, tetapi merefleksikan harga semua barang, atau dalam istilah ekonomi klasik disebutkan
bahwa uang tidak memberikan kegunaan langsung (direct utility function), yang artinya adalah
jika uang digunakan untuk membeli barang, maka barang itu yang akan memberikan kegunaan.
Merujuk kepada Al-Quran, al-Ghazali dalam Gamal berpendapat bahwa orang yang
menimbun uang adalah seorang penjahat, karena menimbun uang berarti menarik uang
sementara dari peredaran. Dalam teori moneter modern, penimbunan uang berarti memperlambat
perputaran uang. Hal ini berarti memperkecil terjadinya transaksi, sehingga perekonomian
menjadi lesu. Selain itu, al-Ghazali juga menyatakan bahwa mencetak atau mengedarkan uang
palsu lebih berbahaya daripada mencuri seribu dirham, karena mencuri adalah suatu perbuatan
dosa, sedangkan mencetak dan mengedarkan uang palsu dosanya akan terus berulang setiap
kali uang palsu itu dipergunakan dan akan merugikan siapapun yang menerimanya dalam
jangka waktu yang lebih panjang.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa uang dalam islam
hanya berfungsi sebagai;
I. Uang sebagai Ukuran Harga.

4
Fungsi ini merupakan yang terpenting. Uang adalah satuan nilai atau standar
ukuran harga dalam transaksi barang dan jasa. Ini berarti uang berperan menghargai
secara aktual barang dan jasa. Dengan adanya uang sebagai satuan nilai memudahkan
terlaksanakanya transaksi dalam kegiatan ekonomi masyarakat.
II. Uang sebagai Media Menyimpan
Uang sebagai penyimpan nilai dimaksudkan bahwa orang yang mendapatkan
uang kadang tidak mengeluarkan seluruhnya dalam satu waktu, tapi disisihkan
sebagian untuk membeli barang atau jasa yang dibutuhkan pada waktu yang
diinginkan atau disimpan untuk hal-hal yang tak terduga seperti sakit mendadak atau
menghadapi kerugian yang tak terduga.
III. Standar Pembayaran yang di tangguhkan
Uang bukan hanya berguna untuk transaksi seketika (spot transaction), melainkan
juga merinci bayaran mendatang terkait pembelian saat ini atau biasa disebut hutang.
Fungsi ini merupakan akibat uang berperan sebagai satuan hitung dan simpanan nilai.
Oleh karena itu, keberhasilan dari fungsi ini sangat tergantung dari kelancaran fungsi
yang lainnya.

Hukum Jual Beli Uang dalam Islam


Sebelum lebih jauh membahas tentang jual beli uang dalam islam, perlu diketahui bahwa
riba adalah tambahan yang harus dibayarkan oleh seseorang yang berhutang kepada orang yang
memberikan hutang dengan jumlah lebih dari uang yang dihutangkan saat perjanjian awal.
Allah Swt menetapkan riba sebagai transaksi yang haram. Dalam QS. Ali Imran: 103
Allah Swt berfirman yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian memakan
riba dengan berlipat ganda. Dan bertakwalah kalian kepada Allah agar kalian mendapatkan
keuntungan.” Ayat tersebut menjelaskan bahwa riba diharamkan oleh Allah.
Riba dalam pasar modal sangat berperan penting untuk mengkonsentrasikan kekayaan
pada tangan segelintir orang. Lebih dari itu, pasar modal juga menghalangi sirkulasi harta di
sektor riil, dan mengubahnya menjadi per-ekonomian angka dan kertas (ekonomi non-riil).
Dalam ekonomi Islam, sektor finansial mengikuti atau terikat dengan sektor riil. Dalam
pandangan Islam, uang bukan komoditas (barang dagangan), melainkan alat pembayaran. Islam
menolak keras segala jenis transaksi semu seperti yang terjadi di pasar uang atau pasar modal
saat ini. Sebaliknya, Islam mendorong perdagangan internasional. Nabi Muhammad SAW.,
sebelum menjadi rasul, telah menjadi pedagang internasional sejak remaja. Ketika berusia
belasan tahun, beliau telah berdagang ke Syam (Suriah), Yaman dan beberapa negara di kawasan
Teluk sekarang. Lalu saat beliau menjadi rasul sekaligus menjadi kepala negara Daulah
Islamiyah di Madinah, sejak awal kekuasaannya, umat Islam telah menjalin kontak bisnis dengan
Cina, India, Persia, dan Romawi. Bahkan hanya dua abad kemudian (abad kedelapan), para
pedagang Islam telah mencapai Eropa Utara.

5
Tujuh ratus tahun sebelum Adam Smith menulis buku “The Wealth of Nations” pada
tahun 1766 di Eropa, seorang ulama islam bernama Abu Hamid Al-Ghazali dalam kitabnya
“Ihya Ulumuddin” telah membahas fungsi uang dalam perekonomian. Beliau menjelaskan, uang
berfungsi sebagai media pertukaran, namun uang tidak dibutuhkan untuk uang itu sendiri.
Maksudnya adalah uang diciptakan untuk memperlancar pertukaran dan menetapkan nilai yang
wajar dari pertukaran tersebut. Dan uang bukan sebuah obyek perdagangan. Menurut al-
Ghazali, uang diibaratkan cermin yang tidak memiliki warna, tetapi dapat merefleksikan semua
warna. Maknanya adalah uang tidak mempunyai harga, tetapi merefleksikan harga semua
barang. Dalam istilah ekonomi Islam klasik disebutkan bahwa uang tidak memberikan kegunaan
langsung (direct utility funvtion), yang artinya adalah jika uang digunakan untuk membeli
barang, maka barang itu yang akan memberikan kegunaan (Adiwarman Aswar Karim, 2001: 21).
Dalam pandangan Islam, pasar jual beli harus diatur dengan hukum syariah yang
menjamin tidak adanya konflik dan tidak adanya aktivitas memakan harta dengan jalan yang
tidak benar. Di antara hukum-hukum itu adalah:
i. Pertama, Melarang penjualan barang yang belum dimiliki oleh penjual dan belum
berada di bawah kuasanya seperti yang terjadi dalam bursa berjangka komoditas.
ii. Kedua, Melarang spekulasi, yaitu menaikkan tawaran bukan untuk membeli, tetapi
hanya untuk menaikkan harga jual.
iii. Ketiga, Melarang jual-beli enam jenis komoditas ribawi (emas dan perak [termasuk
uang], gandum, jewawut, kurma, dan garam) tanpa serah-terima secara langsung
dalam jual-beli antar jenis yang berbeda dan tanpa serah-terima langsung dan
kesamaan jumlah.
iv. Keempat, Melarang sirkulasi saham karena perseroan terbatas (PT) dan sahamnya
adalah tidak baik. Saham merupakan surat berharga yang mengandung campuran
antara sejumlah modal yang halal dan keuntungan yang haram, dalam satu akad yang
tidak sah dan muamalah yang tidak sah, tanpa bisa dibedakan antara harta yang halal
dan yang haram.

Kesimpulan
Akhirnya dari paparan diatas dapat ditarik kesimpulan mengenai uang. Bahwa;
I. Dalam ekonomi konvensional dan ekonomi islam uang sama-sama memiliki
pengertian sebagai alat tukar dan satuan hitung. Namun dalam ekonomi islam jelas
ditetapkan bahwa uang adalah uang bukan barang dagang atau lainnya.
II. Dalam ekonomi islam, fungsi uang hanya terbatas sebagai alat tukar. Uang tidak
dapat diperjual belikan atau ditimbun. Karena dikhawatirkan akan menghambat
perputaran uang yang berdampak pada lesunya perekonomian dan munculnya
ketidakadilan. Sedangkan dalam ekonomi konvensional fungsi uang sangat luas.
Uang dapat digunakan sebagai alat transaksi maupun sebagai obyek perdagangan.

6
Karena dalam menurut ekonomi konvensional uang yang dipegangang adalah private
goods. Jadi mereka bebas melakukan apa saja dengan uang yang dimiliki.
III. Ekonomi islam sangat melarang adanya jual beli uang. Karena dalam jual beli uang
terdapat unsur riba dan riba diharamkan oleh Allah. Selain itu, uang dalam ekonomi
islam hanya dianggap sebagai alat tukar bukan barang yang dapat diperjual belikan.
Namun ekonomi islam, sangat mendukung adanya perdagangan internasional.

7
Acuan Pembahasan
Adiwarman, A. Karim. (2007). Ekonomi Makro Islami. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Chapra, M. Umer. (2018). Islam dan Tantangan Ekonomi. Solo: PT Aqwam Media Profetika.
Muhaimin. (2010). Fungsi Uang Dalam Perspektif Ekonomi Islam. [online]. (tersedia):
(http://muhaiminkhair.wordpress.com).
UII, P3EI. (2019). Ekonomi Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Al-Arif, Nur Rianto. (2011). Dasar-dasar Ekonomi Islam. Era Adicitra Intermedia. Solo.
Ali, Mahbubi. (2010). Konsep Uang dalam Islam. [online]. (tersedia):
(http://jurnalekis.blogspot.com).
Ibid. (2010). Hlm. 268-270
Suma, M. Amin. (2015). Pengantar Ekonomi Syariah Teori dan Praktik. Bandung: Pustaka
Setia.
Gamal, Merza. (2007). Fungsi Uang dalam Islam. [online]. (tersedia):
(http://jacksite.wordpress.com).
Sukirno, Sadono. (2012). Makro Ekonomi: Teori Pengantar. Jakarta.
https://akurat.co/apa-itu-riba-dan-mengapa-allah-mengharamkannya
Chapra, M. Umar. 2001. Masa Depan Ilmu Ekonomi: Sebuah Tinjauan Islam. Jakarta, Gema
Insani Press.
Mursyidi. (2011). Uang, Kapitalisme, dan Islam. [online]. (tersedia):
(http://jurnalekis.blogspot.com).

8
INFLASI DALAM PERSPEKTIF ISLAM “Inflation Is Always and Everywhere a Monetary
Phenomenon” (Milton Friedman)
PENDAHULUAN
Inflasi adalah masalah yang selalu ada di dalam suatu negara, tidak hanya di negara maju
tetapi inflasi juga terjadi pada negara berkembang. Berdasarkan Teori Kurva Philip menjelaskan
hubungan antara inflasi dan pengangguran, yaitu ketika semakin tinggi tingkat inflasi maka
tingkat pengangguran akan semakin berkurang. Hal ini disebabkan karena ketika terjadi inflasi,
penjual akan memberikan sinyal kepada produsen bahwa harga barang telah mengalami
kenaikan. Berdasarkan hukum penawaran semakin tinggi harga barang maka jumlah penawaran
juga akan meningkat. Dengan adanya sinya tersebut maka produsen akan segera menambah
faktor input/faktor produksi untuk memproduksi barang yang lebih banyak lagi. Dengan
bertambahnya faktor produksi maka tenaga kerja yang diperlukan akan semakin banyak. Hal ini
akan mendorong perusahaan untuk membuka lowongan kerja agar bisa menyesuaikan dengan
pertambahan faktor produksi. Hal tersebut menjadi alasan mengapa semakin tinggi inflasi maka
semakin berkurang juga pengangguran yang ada. Dalam artikel ini penulis akan membahas
bagaimana konsep inflasi menurut sistem ekonomi islam serta membahas solusi untuk mengatasi
inflasi dalam sekonomi islam maupun ekonomi konvensional.
LANDASAN TEORI
A. PENGERTIAN INFLASI DALAM PERSPEKTIF ISLAM DAN PENYEBABNYA
Menurut Adiwarman Azwar karim (2004:424), pengertian inflasi dalam islam tidak
berbeda dengan pengertian inflasi konvensional. Inflasi mempunyai pengertian sebagai sebuah
gejala kenaikan harga barang yang bersifat umum dan terus-menerus. Sehingga, inflasi
merupakan gejala yang terjadi karena kenaikan harga barang yang secara sengaja maupun secara
alami dan tidak hanya terjadi di satu tempat, tetapi di seluruh penjuru negara bahkan dunia.
Kenaikan harga ini berlangsung secara terus menerus atau lama dan bisa jadi semakin meninggi
jika tidak ditemukan solusi pemecahan masalah yang menyebabkan terjadinya Inflasi tersebut.
Berikut adalah beberapa faktor penyebab terjadinya inflasi secara umum. Pertama,
permintaan masyarakat akan suatu barang yang meningkat. Meningkatnya jumlah barang yang
diminta oleh masyarakat menandakan bahwa barang tersebut sangat dibutuhkan dan diminati
oleh masyarakat, sehingga penjual dari barang tersebut akan menaikkan harga barang itu sendiri.
Akan tetapi, jika hal tersebut hanya berlangsung sebentar maka tidak bisa disebut dengan inflasi.
Kedua, naiknya biaya produksi suatu barang yang meliputi biaya bahan baku, upah kerja, dan
lain-lain. Hal tersebut akan menyebabkan suatu perusahaan menaikkan harga dari barang yang
sudah diproduksi oleh perusahaan itu sendiri. Ketiga, banyaknya uang yang beredar di
masyarakat. Analoginya jika masyarakat memiliki banyak uang, maka masyarakat akan
terdorong untuk membelanjakan uang tersebut dengan membeli suatu jenis barang sehingga akan

9
menyebabkan kenaikan permintaan dan pada akhirnya penjual akan menaikkan harga jual satu
barang tersebut.
Menurut Al- Maqrizi Taqyudin (1996:412), dalam ekonomi islam penyebab terjadinya
Inflasi adalah sebagai berikut:
1. Natural Inflation. Sesuai dengan Namanya, inflasi jenis ini diakibatkan oleh sebab-
sebab alamiah dimana manusia tidak mempunyai kendali dalam mencegahnya. Inflasi
ini terjadi karena turunnya penawaran agregat atau naiknya permintaan agregat.
Natural Inflation contohnya seperti ketika terjadi bencana alam banjir, manusia tidak
akan bisa untuk mencegah bencana tersebut karena itu adalah kehendak Allah SWT.
Bencana alam banjir tersebut kemudian akan menyebabkan para petani mengalami
gagal panen sehingga bahan pokok makanan seperti beras persediaannya akan
menurun dan bisa kemudian akan menyebabkan kelangkaan. Beras adalah makanan
pokok bagi masyarakat, banyak sekali permintaan terhadap beras. Dengan kelangkaan
terhadap beras, akan menyebabkan harga beras tersebut menjadi mahal sehingga
mengakibatkan inflasi. Disisi lain, karena barang-barang seperti beras tadi sangat
signifikan terhadap kehidupan, permintaan terhadapa barang mengalami peningkatan.
Harga yang melambung tinggi melebihi daya beli masyarakat akan berdampak pada
tidak lancarnya kegiatan ekonomi bahkan bisa berhenti atau stagnan. Jika hal ini
berlangsung secara terus menerus maka akan menyebabkan wabah penyakit dimana-
mana, kelaparan, dan berujung pada kematian. Natural Inflation bisa dikatakan
sebagai gangguan terhadap jumlah barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu
kegiatan ekonomi. Jika produksi jumlah barang dan jasa mengalami penurunan
sedangkan jumlah uang beredar tinggi maka hal itu akan membuat harga barang dan
jasa menjadi naik. Naiknya daya beli masyarakat akan menyebabkan nilai ekspor
lebih besar daripada nilai impor (Positive Net Export) sehingga terjadi impor uang
yang mengakibatkan jumlah uang yang beredar menurun. Jika kecepatan uang yang
beredar dan jumlah barang dan jasa tetap maka hal tersebut akan memicu terjadinya
kenaikan harga. Natural Inflation disebabkan oleh ekspor yang meningkat, sedangkan
impor menurun. Ini menyebabkan banyaknya uang yang masuk dari luar kedalam
negeri sehingga mengakibatkan naiknya permintaan agregat. Kejadian ini pernah
dialami pada masa Umar ibn Khathab. Saat itu eksportir yang menjual barangnya
keluar negeri membeli barang-barang dari luar negeri lebih sedikit jumlahnya dari
barang yang mereka jual. Ini menyebabkan kelebihan uang yang akan di bawa ke
Madinah sehingga pendapatan dan daya beli masyarakat meningkat, dan
menyebabkan terjadinya kenaikan harga. Untuk mengatasi hal ini Umar melarang
penduduk Madinah melarang membeli barang-barang komoditas selama dua hari
berturut-turut, sehingga akan terjadi penurunan permintaan agregat dan harga menjadi
normal kembali.
2. Human Error Inflation Human Error Inflation merupakan inflasi yang disebabkan
oleh kesalahan-kesalahan manusia, diantaranya :
10
a. Korupsi dan buruknya aministrasi, akibat pengangkatan para pejabat yang
disuap dan nepotisme, maka para pejabat akan menyalahgunakan jabatanya
untuk mendapatkan kepentingan pribadi, baik untuk kebutuhan ekonomi
ataupun untuk kemewahan hidup. Korupsi yang marak terjadi akan
mengakibatkan pendapatan negara menjadi turun. Ini akan menyebabkan
perekonomian suatu negara menjadi terpuruk. Jiwa korupsi sudah menyebar
tidak hanya pejabat tinggi saja, akan tetapi sampai tingkat kelurahan/desa.
b. Pajak yang tinggi, karena banyak pejabat yang korupsi, pengeluaran negara
akan meningkat. Sehingga Pemerintah akhirnya menetapkan biaya pajak yang
sangat tinggi, dan itu sangat membebani masyarakat, terutama masyarakat
kecil. Kenaikan pajak ini akan menyebabkan kenaikan biaya produksi
sehingga barang yang diproduksi akan mengalami kenaikan harganya.
c. Percetakan uang berlebihan saat terjadi anggaran defisit. Akibat dari
kemacetan ekonomi atau ulah para koruptor yang menghabiskan uang negara,
Pemerintah akhirnya mencetak uang yang sangat banyak. Uang yang dicetak
terlalu banyak akan menyebabkan naiknya tingkat harga dan turunnya nilai
mata uang tersebut.
Selain faktor diatas, ada beberapa faktor penyebab lainnya yang bisa
mendukung terjadinya inflasi, diantaranya yaitu :
a. Naiknya harga barang impor;
b. Bertambahnya jumlah penawaran terhadap uang yang berlebihan tanpa
diimbangi dengan penambahan produksi atau penawaran terhadap barang.
c. Sistem ekonomi dan politik yang kacau akibat dari pemerintah yang kurang
bertanggung jawab.

B. JENIS-JENIS INFLASI
1. Inflasi Menurut Sifatnya Menurut Nopirin (1992:122), ada beberapa jenis inflasi
antara lain sebagai berikut:
a. Inflasi merayap (creeping inflation), merupakan laju inflasi yang rendah yaitu
kurang dari 10% per tahunnya.
b. Inflasi menengah (galloping inflation), yaitu kenaikan harga yang cukup
besar, dan berjalan dalam waktu yang relatif pendek serta memiliki sifat
akselerasi.
c. Inflasi tinggi (hyper inflation), inflasi ini merupakan Inflasi yang paling
parah. Harga-harga menjadi naik sampai tiga atau empak kali lipat dari harga
normal. Masyarakat tidak lagi berkeinginan untuk menyimpan uang. Nilai
mata uang rupiah anjlok dan perputaran uang menjadi lebih cepat.
2. Inflasi Menurut Sebab Terjadinya Menurut Boediono (1995:53-55) Inflasi
berdasarkan sebab terjadinya dibagi menjadi :
a. Demand Pull Inflation. Inflasi ini berawal dari kenaikan permintaan,
sedangkan produksi berada pada keadaan kesempatan kerja penuh. Jika terjadi
11
kesempatan kerja penuh (full employement) telah tercapai, penambahan
permintaan selanjutnya hanya akan menaikkan harga. Apabila kenaikan
permintaan ini menyebabkan keseimbangan GNP berada diatas atau melebihi
GNP pada kesempatan kerja penuh, terjadilan inflationary gap. Jika terajadi
inflationary gap maka akan terjadi Inflasi.
b. Cosh Push Inflation. Ditandai dengan naiknya harga dan turunnya suatu
produksi. Akibatnya, Inflasi disertai dengan resesi, ini akan menimbulkan
dengan adanya penawaran total yang turun sebagai akibat kenaikan biaya
produksi. Kenaikkan produksi akan menaikkan harga dan menurunkan jumlah
produksi.
3. Inflasi Menurut Asalnya Inflasi menurut asalnya dibagi menjadi:
a. Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation), Inflasi ini berasal
dari dalam negeri seperti terjadi karen defisit anggaran belanja sehingga
melaukan pencetakan uang baru, selain itu gagal panen juga merupakan
Inflasi yang terjadi didalam negeri. Dengan gagal panen maka akan terjadi
kelangkaan sehingga menyebabkan harga barang naik dan akhirnya terjadi
Inflasi.
b. Inflasi yang berasal dari luar neger (imported inflation), Inflasi ini terjadi
karena kenaikkan harga-harga diluar negeri sehingga menyebabkan hal-hal
berikut:
1) Kenaikkan indeks biaya hidup karena sebagian barang-barang yang
ada berasal dari luar negeri;
2) Kenaikkan indeks harga melaluia kenaikkan biaya produksi dari
berbagai barang yang menggunakan bahan mentah yang diimpor;
3) Kenaikkan harga barang-barang impor mengakibatkan kenaikkan
pengeluaran pemerintah/swasta yang berusaha mengimbangi kenaikan
harga impor tersebut.

C. CARA MENGHITUNG INFLASI


Cara Menghitung Inflasi Sejak Juli 2008, paket barang dan jasa terpilih sebagai indikator
IHK dilakukan atas dasar Survei Biaya Hidup (SBH) Tahun 2007, di 66 kota tahun 2007 yang
mencakup 284 sampai 441 komoditas. IHK mencakup 7 kelompok, yaitu: bahan makanan;
makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau, perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar,
sandang, kesehatan; pendidikan, rekreasi dan olah raga, transpor, komunikasi, dan jasa
keuangan. Lembaga resmi yang melaksanakan survei adalah Badan Pusat Statistik (BPS). BPS
senantiasa memonitor perkembangan harga barang dan jasa tersebut secara bulanan di beberapa
kota, di pasar tradisional dan modern. Metode yang digunakan dalam menghitung IHK adalah:

12
Dimana :
In = Indeks bulanan
Pn = Harga pada bulan ke-n
Pn-1 =harga pada bulan ke-(n-1)
Po = Harga pada tahun dasar
Qo =Kuantitas pada tahun dasar Persentase IHK (laju inflasi/deflasi) bulanan diperoleh
dari

Dimana :
In =IHK bulan n
In-1 =IHK bulan n-1.
Inflasi jika Nilai >0
Deflasi jika nilai <0

D. MENGATASI INFLASI DALAM EKONOMI KONVENSIONAL


Menurut Adiwaman Karim (2007:139), Inflasi dapat diatasi dengan mengurangi M (jumlah uang
yang beredar) dan atau/ V (kecepatan peredaran uang) ayau menaikan T (barang yang diperdagangkan).
Untuk itu, terdapat tiga kebijakan yang dapat dilakukan untuk mengatasi Inflasi yaitu sebagai berikut: 1.
Kebijakan Moneter Kebijakan Moneter ini merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh bank sentral,
dimana yang mengatur jumlah uang yang beredar dimasyarakat agar stabil. Untuk mengatasi Inflasi
kebijakan Moneter sasaran utamanya adalah mengurangi jumlah uang yang beredar di masyarakat dan
mempersulit pemberian kredit. Menurut Adiwarman Karim (2007:141), ada empat cara yang dilakukan
bank sentral untuk mengatasi Inflasi,yaitu: a. Politik diskonto, yaitu mengatasi Inflasi dengan menaikkan
tingkat suku bunga sehingga masyarakat gemar menabung dan kemudian peredaran uang dimasyarakat
akan berkurang sehingga Inflasi akan dapat diatasi. b. Politik pasar terbuka, dengan menjual surat-surat
berharga agar jumlah uang yang beredar di masyarakat menjadi berkurang. c. Politik cadangan kas
dengan menaikkan cash ratio yang digunakaan untuk mengurangi jumlah pemberian kredit yang
disedikan kepada masyarakat. 2. Kebijakan Fiskal. Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah yang berkaitan dengan pengeluaran dan pendapatan yang berupa pajak pemerintah. Upaya
yang ditempuh untuk mengatasi Inflasi adalah dengan menurunkan pengeluaran pemerintah,
menaikkan pajak, dan mengadakan pinjaman pemerintah, dengan menerbitkan SUN. 3. Kebijakan
NonMoneter dan Nonfiskal. Kebijakan ini dlakukan degan menempuh peningkatan hasil produksi,
menstabiler gaji dan upah (tidak sering menaikkan) dan pengendalian harga serta distribusi barang
kebutuhan kepada masyarakat.
E. MENGATASI INFLASI DALAM EKONOMI ISLAM

13
1. Inflasi dalam Islam Pada dasarnya di dalam islam memakai dinar dan dirham sehingga tidak dikenal
inflasi karena nilai dari dinar dan dirham yang stabil dan dibenarkan dalam islam. Akan tetapi, kondisi
defisit pernah terjadi satu kali di zaman Rasulullah, yaitu sebelum perang hunian. Al-Maqrizi membagi
inflasi ke dalam dua kelompok, yaitu inflasi alamiah dan inflasi akibat dari kesalahan manusia. Di zaman
Rasulullah S.A.W., inflasi terjadi akibat berkurangnya persediaan barang karena kekeringan dan
peperangan (natural inflation). Kesalahan manusia yang menyebabkan inflasi ada tiga macam, yaitu
korupsi dan buruknya sistem administrasi, pajak berlebihan, dan juga percetakan uang yang terlalu
banyak. Menurut para ekonomi islam Inflasi menyebabkan perekonomian suatu negara menjadi buruk,
yaitu sebagai berikut: a. Menyebabkan gangguan pada fungsi uang terutama fungsi tabungan (nilai
simpanan), fungsi pembayaran dimuka, dan fungsi unit perhitungan. Inflasi juga menyebabkan
terjadinya Inflasi lagi (self feeding inflation). b. Menyebabkan masyarakat enggan untuk menabung. c.
Mendorong perilaku masyarakat untuk berbelanja, terutama terhadap barang-barang yang bukan
kebutuhan pokok dan barang tersier. d. Mengarahkan investasi kepada hal-hal yang nonproduktif, yaitu
penumpukan kekayaan (hoarding), seperti tanah, bangunan, logam mulia, mata uang asing dengan
mengorbankan investasi ke arah produktif seperti pertanian, indutri, perdagangan, dan transportasi. 2.
Uang Harus Dicetak Dengan Jumlah Yang Rendah Al-Maqrizi (Karim, 2007) menyatakan bahwa uang
sebaiknya di cetak pada tingkat minimal yang dibutuhkan untuk bertransaksi dan dalam pecahan yang
mempunyai nilai nominal kecil. 3. Menerapkan Strategi Dues Idle Fund (Pajak terhadap dana
menganggur) Ini merupakan Instrumen kebijakan Moneter Islam yang dilakukan Bank Indonesia, yaitu
Giro Wajib Minimum (GWM) pada BI yang besarnya ditetapkan oleh BI berdasarkan presentase tertentu
dari dana pihak ketiga. Dana pihak ketiga adalah berbentuk giro wadiah, tabungan mudharabah,
deposito investasi mudharabah, sertifikat investasi mudharabah antarbank syariah (Sertifikat IMA), dan
Sertifikat Wadi’ah Bank Indonesia (SWBI). 4. Menerapkan Kebijakan Fiskal Kebijakan fiskal di Baitul Mal
memberikan dampak positif pada investasi, penawaran agregat, dan memberikan dampak pada tingkat
Inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Misalnya adalah sangat jarang sekali terjadi defisit APBN. Ini karena
pengeluaran hanya boleh dilakukan jika ada penerimaan. Besarnya Rate Kharaj ditentukan oleh
produktivitas lahan bukan pada zona dan perhitungan zakat perdagangan berdasarkan besarnya
keuntungan bukan pada harga jual.
DISKUSI STUDI KASUS
Profil Jurnal Rujukan. Penulis : Fadhilah Stebis Igm. Judul Jurnal : Inflasi Pada Fenomena Sosial :
Menurut Al-Maqrizi Volume : 28 Nomor : 1 Tahun terbit : 2013 Institusi : Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Pada diskusi kasus mengenai inflasi dalam perspektif islam,
penulis akan menjabarkan sedikit mengenai salah satu jurnal yang sudah penulis baca. Tujuan
diadakannya diskusi studi kasus disini adalah untuk mengetahui bagaimana inflasi di masa kekhalifahan
islam di Mesir bisa terjadi. Dalam sejarah perkembangannya, Al-Maqrizi menguraikan bahwa bangsa
Arab jahiliyyah menggunakan dinar emas dan dirham perak sebagai mata uang mereka yang masing-
masing diadopsi dari romawi dan Persia serta mempunyai bobot dua kali lebih berat dimasa Islam.
Setelah Islam datang, Rasulullah SAW menetapkan berbagai praktik muamalah yang menggunakan
kedua mata uang tersebut, bahkan mengkaitkannya dengan hukum zakat harta. Penggunaan kedua
mata uang ini terus berlanjut tanpa perubahan sedikitpun hingga tahun 18 H ketika khalifah Umar ibnu
Al-Khatab menambahkan lafaz-lafaz Islam pada kedua mata uang tersebut. Dalam pandangan Al-
Maqrizi, kekacauan pada fenomena sosial ekonomi di Mesir mulai terlihat ketika pengaruh kaum

14
mamluk semakin kuat di kalangan istana, termasuk terhadap kebijakan percetakan mata uang dirham
campuran. Pencetakan fulus, mata uang yang terbuat dari tembaga, dimulai pada masa pemerintahan
Dinasti Ayyubiyah, Sultan Muhammad Al-Kamil ibnu Al-Adil Al-Ayyubi, yang dimaksudkan sebagai alat
tukar terhadap barang-barang yang tidak signiikan dengan rasio 48 fulus untuk setiap dirhamnya. Pasca
pemerintahan Sultan Al-kamil, percetakan mata uang tersebut terus berlanjut hingga pejabat ditingkat
provinsi terpengaruh laba yang besar dari aktivitas ini. Kebijakan sepihak mulai diterapkan dengan
meningkatkan volume percetakan fulus dan menetapkan rasio 24 fulus perdirham. Akibatnya rakyat
menderita kerugian yang besar karena barang-barang yang dahulu berharga setengah dirham sekarang
menjadi satu dirham. Keadaan ini semakin memburuk ketika aktivasi pencetakan fulus meluas pada
masa pemerintahan Al-Adil Kitbugha dan Sultan Al-Zahir Barquq yang mengakibatkan penurunan nilai
mata uang dan kelangkaan barang-barang dipasaran. Kesimpulan yang bisa ambil disini adalah kekayaan
suatu negara tidak ditentukan oleh banyaknya uang di negara itu, tapi ditentukan oleh tingkat produksi
negara tersebut dan neraca pembayaran yang positif. Bisa saja suatu negara mencetak uang
sebanyakbanyaknya tapi bila hal itu tidak mencerminkan pesatnya pertumbuhan sektor produksi, uang
yang melimpah itu tidak ada nilainya. Pendapat ini menunjukkan bahwa pola perdagangan internasional
telah menjadi bahasan utama para ulama ketika itu. Negara yang telah mengekspor berarti mempunyai
kemampuan berproduksi lebih besar dari pada kebutuhan domestiknya sekaligus menunjukkan bahwa
negara tersebut lebih eisien dalam berproduksi. Saran yang bisa kelompok 2 sampaikan disini adalah
pemerintah seharusnya mencetak fulus (mata uang selain emas dan perak) sesuai dengan nilai yang adil
(proporsional) atas transaksi masyarakat, tanpa menimbulkan kezaliman terhadap mereka agar tidak
terjadi turunnya nilai mata uang yang bisa merugikan masyarakat.
KETERKAITAN
Keterkaitan yang ada pada landasan teori dengan studi kasus terletak pada faktor penyebab
terjadinya inflasi. Pada studi kasus diatas dijelaskan bahwa pada pasca masa pemerintahan Sultan Al-
Kamil terjadi peningkatan volume percetakan fulus dengan menetapkan rasio 24 fulus perdirham yang
mengakibatkan rakyat menderita kerugian besar karena barang-barang yang dahulu berharga setengah
dirham sekarang menjadi satu dirham. Pada landasan teori dijelaskan bahwa inflasi dapat digolongkan
menjadi dua, yaitu Natural Inflation dan Human Error Inflation. Dalam studi kasus diatas dapat
disimpulkan bahwa inflasi yang pernah terjadi pada masa khalifah islam di mesir masuk pada kategori
Human Error Inflation. Alasan yang memperkuat argumen ini adalah karena pada studi kasus tersebut
dijelaskan terjadinya peningkatan volume percetakan fulus oleh pemerintah yang secara tidak langsung
hal itu merupakan sebuah kesalahan yang dilakukan oleh manusia dan sebenarnya manusia mempunyai
hak kontrol untuk memberhentikan inflasi tersebut dengan mencetak fulus/uang sesuai dengan
kebutuhan agar tidak menurunkan nilai mata uang.

15

Anda mungkin juga menyukai