KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat dan salam juga
disampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Serta sahabat dan keluarganya,
seayun langkah dan seiring bahu dalam menegakkan agama Allah. Dengan kebaikan beliau telah
Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah Mata Uang Dalam Islam pada Program
Studi Hukum Ekonomi Syari’ah Mu’amalah PTI AL-HILAL SIGLI dengan ini penulis mengangkat
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya. Oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan kritikan dan saran-saran yang dapat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Wassalam
Penulis,
KELOMPOK 5
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan penulisan 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan 16
DAFTAR PUSTAKA 17
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam membicakan ekonomi pada umumnya, dan ekonomi islam pada khususnya, rasanya
agak janggal jika tidak memulainya dengan membicarakan “Uang”. Apalagi, jika pembahasan
ekonomi ini terfokus pada masalah atau topic moneter dan fiscal. Uang adalah alat untuk
memenuhi kebutuhan manusia. Sejak perabadan kuno mata uang logam sudah menjadi alat
pembayaran yang biasa gunakan walaupun belum sesempurna sekarang. Kebutuhan menghendaki
adanya alat pembayaran yang memudahkan pertukaran barang agar pekerjaan dapat lebih
mudah.
Oleh karena itu, uang oleh sebagian besar penduduk bumi ini dipandang sebagai suatu
yang penting. Sebab uang dapat dijadikan alat pemenuhan kebutuhan manusia, alat pemudah
aktivitas ekonomi. Dengan adanya uang yang berfungsi sebagai alat pembayaran akan
memudahkan pertukaran barang, sehingga pekerjaan dapat dijalankan lebih mudah. Kebutahan
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan kami dalam menyusun makalah ini adalah disamping memenuhi tugas
dalam perkuliahan juga agar kami khususnya dan semua mahasiswa pada umumnya mampu
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Uang
Dalam ekonomi Islam, secara etimologi uang berasal dari kata al-naqdu, pengertiannya
ada beberapa makna yaitu: al-naqdu berarti yang baik dari dirham, menggenggam dirham,
membedakan dirham, dan al-naqdu juga berarti tunai. Kata nuqud tidak terdapat dalam al-Quran
dan hadis, karena bangsa Arab umumnya tidak menggunakan nuqud untuk menunjukkan harga.
Mereka menggunakan kata dinar untuk menunjukkan mata uang yang terbuat dari emas dan kata
dirham untuk menunjukkan alat tukar yang terbuat dari perak. Mereka juga menggunakan wariq
untuk menunjukkan dirham perak, kata ‘ain untuk menunjukkan dinar emas.
Sedangkan kata fulus (uang tembaga) adalah alat tukar tambahan yang digunakan untuk
membeli barang-barang murah. Uang menurut fuqaha tidak terbatas pada emas dan perak yang
dicetak, tapi mencakup seluruh jenisnya dinar, dirham dan fulus. Untuk menunjukkan dirham dan
dinar mereka mengunakan istilah naqdain. Namun mereka berbeda pendapat apakah fulus
termasuk dalam istilah naqdain atau tidak. Menurut pendapat yang mu’tamad dari golongan
Syafi’iyah, fulus tidak termasuk naqd, sedangkan Mazhab. Hanafi berpendapat bahwa naqd
mencakup fulus.
Defenisi nuqd menurut Abu Ubaid (wafat 224 H), seperti yang dikutip Ahmad Hasan dirham
dan dinar adalah nilai harga sesuatu. Ini berarti dinar dan dirham adalah standar ukuran nilai yang
dibayarkan dalam transaksi barang dan jasa. Senada dengan pendapat ini, Al-Ghazali (wafat 595
H) menyatakan, Allah menciptakan dinar dan dirham sebagai hakim penengah diantara seluruh
harta, sehinga seluruh harta bisa diukur dengan keduanya. Ibn al-Qayyim (wafat 751 H)
berpendapat dinar dan dirham adalah nilai harga barang komoditas. Ini mengisyaratkan bahwa
Dalam pengertian kontemporer, uang adalah benda-benda yang disetujui oleh masyarakat
sebagai alat perantara untuk mengadakan tukar-menukar atau perdagangan dan sebagai standar
nilai. Taqyudin al-Nabhani menyatakan, nuqud adalah standar nilai yang dipergunakan untuk
menilai barang dan jasa. Oleh karena itu uang didefenisikan sebagai sesuatu yang dipergunakan
untuk mengukur barang dan jasa. Jadi uang adalah sarana dalam transaksi yang dilakukan dalam
masyarakat baik untuk barang produksi mapun jasa, baik itu uang yang berasal dari emas, perak,
tambaga, kulit, kayu, batu, besi, selama itu diterima masyarakat dan dianggap sebagai uang.
Untuk dapat diterima sebagai alat tukar, uang harus memenuhi persyaratan tertentu yakni:
2. Tahan lama.
4. Mudah dibawa-bawa.
Penerbitan uang merupakan masalah yang dilindungi oleh kaidah-kaidah umum syari’at
Islam. Penerbitan dan penentuan jumlahnya merupakan hal-hal yang berkaitan dengan
kemaslahatan umat, karena itu bermain-main dalam penerbitan uang akan mendatangkan
kerusakan ekonomi rakyat dan negara. Misalnya hilangnya kepercayaan terhadap mata uang
akibat turunnya nilai uang yang bisa saja disebabkan oleh pembengkakan jumlah uang beredar,
dan sebagainya. Kondisi ini biasanya diringi dengan munculnya inflasi di tengah masyarakat yang
justru mendatangkan kemudaratan pada rakyat. Karena ekonom muslim berpendapat bahwa
penerbitan uang merupakan otoritas negara dan tidak dibolehkan bagi individu untuk melakukan
Dalam hal ini Imam Ahmad mengatakan tidak boleh mencetak uang melainkan dipercetakan
negara dan dengan seizin pemerintah, karena jika masyarakat luas dibolehkan mencetak uang
akan terjadi bahaya besar. Untuk menjaga stablitas nilai tukar uang, Ibn Taimiyah (1263-1328 M)
menegaskan, pemerintah sebagai pemegang otoritas dalam masalah ini harus mencetak uang
sesuai dengan nilai transaksi dari penduduk. Jumlah uang yang beredar harus sesuai dengan nilai
transaksi. Ini berarti Ibn Taimiyah melihat hubungan yang erat antara jumlah uang beredar
Uang dalam berbagai bentuknya sebagai alat tukar perdangangan telah dikenal ribuan tahun
yang lalu seperti dalam mesir kuno sekitar 4000 SM – 2000 SM. Dlaam bentuknya yang lebih
standar uang emas dan perak diperkenalkan oleh Julius Caesar dari Romawi sektar tahun 46 SM .
Julia Caesar ini pula yag memperkenalkan standar konversi dari uang perak dan sebaliknya
dengan perbandingan 12:1 untuk perak terhadap emas. Standar Julius Caesar ini berlaku di
belahan dunia eropa selama sekitar 1250 tahun yaitu sampai tahun 1204.
Sampai abad ke 13 baik di negeri Islam maupun di negeri non islam sejarah menunjukkan
bahwa mata uang emas yang relatif standar secara luas digunakan. Pada akhir abad 13 tersebut
islam mulai merambah Eropa dengan berdiri kekhalifah Ustmaniyah dan tonggak sejarahnya
tercapai pada tahun 1453 ketika Muahammad Al Fatih menaklukkan konstatinopel dan terjadilah
penyatuan dari seluruh kekuasaan Khalifahan Ustmaniyah. Selama tujuh abad dari abad 13
sampai awal abad 20, dinar dan dirham adalah mata uang yang paling luas digunakan .
Penggunaan dinar dan dirham meliputi seluruhwilyah kekuasaan usmaniyah yang meliputi 3 benua
yaitu Eropa bagian timur dan selatan, Afrika utara dan Asia. Pada puncak kejayaannya kekuasan
Turki Usmaniyah pada abad 16 dan 17 ditambah dengan masa kejayaan islam sebelumya yaitu
masa awal Rasulullah maka secara keseluruhan Dinar dan Dirhamadalah mata uang modern yang
Selain emas dan perak, baik di negeri islam maupun non islam juga dikenal uang logam
yang terbuat dari logam tembaga atau perunggu. Dalam fiqh islam, uang emas dan perak dikenal
sebagai alat tukat yang hakiki, sedangkan uang dari tembaga atau perunggu dikenal sebagai fulus
dan menjadi alat tukarberdasarkan kesepakatan. Dan sisi sifatnya yang tidak memiliki nilai
intrinsic sebagai nilai tukarnya, fulus ini lebih dekat kepada sifat uang kertas yang kita kenal
sekarang.
Bangsa arab di Hijaz pada masa jahiliah belum memiliki mata uang tersendiri. Mereka
menggunakan mata uang yang merka peroleh berupa Dinar Emas Hercules, Byziantum dan
Dirham perak Dinasti Sasanid dari Iraq, dan sebagian mata uang bangsa Himyar, Yaman.
Kabilah Quraish mempunyai tradisi melakukan perjalanan dagang dua kali dalam setahun; ketika
musim panas ke negeri Syam (Syria,sekarang) dan pada musim dingin ke negeri Yaman. Firman
Allah SWT.:
Artinya : Karena kabiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim
dingin dan musim panas. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan pemilik rumah ini (Ka’bah).
Yang telah memberi makan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan
Penduduk Mekkah tidak memperjual belikan kecuali sebagian emas yang tidak ditempa dan
tidak menerimanya kecuali dalam ukuran timbangan. Mereka tidak menerima dalam jumlah
bilangan. Hal ini disebabkan beragamnya bentuk dirham dan ukurannya dan munculnya penipuan
pada mata uang mereka seperti nilai tertera yang melebihi dari nilai yang sebenarnya.
Ketika Nabi Saw diutus sebagai nabi dan rasul oleh Allah SWT, beliau menetapkan apa
yang sudah menjadi tradisi penduduk Mekkah. Dan beliau memrintahkan penduduk Madinah untuk
mengikuti ukuran timbangan penduduk Mekkah ketika itu mereka berinteraksi ekonomi dengan
menggunakan Dirham dalam jumlah bilangan bukan ukuran timbangan. Beliau bersabda:
“Timbangan adalah timbangan penduduk Mekkah sedang takaran adalah takaran penduduk
madinah.”
Sebab munculnya perintah itu adalah perbedaan ukuran dirham Persia karena terdapat tiga
b. Ukuran 12 karat;
c. Ukuran 10 karat.
Ketika Abu Bakar dibaiat menjadi khalifah, beliau tidak melakukan perubahan terhadap
mata uang yang beredar. Bahkan menetapkan apa yang sudah berjalan pada masa Rasulullah,
Begitu pula ketika Umar bin Khattab dibaiat sebagai khalifah, sibuk melakukan penyebran
Islam ke berbagai negara dan menetapkan uang sebagai mana yang sudah berlaku. Hanya pada
tahun 18 H, menurut riwayat tahun 20 H, dicetak Dirham Islam. Akan tetapi Dirham tersebut,
bukan cetakan asli Islam, akan tetapi masih mengkuti model cetakan Sasanid berukiran Kisra
dengan beberapa tambahan berupa ukiran di lingkaran yang meliputi ukiran Kisra ditambah ukiran
beberpa kalimat tauhid dalam jenis tulisan Kufi, seperti kalimat Bismillah, Bismillah Rabbi,
sebagaimana pada masa Nabi Saw. Ketika itu ukuran hanya dalam ingatan maka pada masa Umar
Pada masa Ustman bin Affan, dicetak dirham seperti model dirham Khalifah Umar bin
Khattab dan ditulis juga kota tempat pencetakan dan tanggalnya dengan huruf Bahlawiyah dan
salah satu kalimat Bismillah, Barakah, Bismilah Rabbi, Allah, dan Muhammad dengan jenis tulisan
Kufi.
Ketika Ali bin Abi Talib menjadi khalifah, beliau mencetak dirham mengikuti model kahlifah
Usman bin Affan dan menuliskan di lingkarannya salah satu kalimat Bismillah, Bismillah Rabbi, dan
Pencetakan uang pada masa dinasti Umawiyah semenjak masa Muawiyah bin Abi Sofyan
masih meneruskan model Sasanid dengan menambahkan beberpa kata tauhid seperti halnya pada
masa Khulafaurrasyidin.
Pada masa Abdul Malik bin Marwan, setelah mengalahkan Abdullah bin Zubair dan
Mush’ab bin Zubair, beliau menyatukan tempat percetakan. Dan pada tahun 76 H, beliau membuat
mata uang Islam yang bernafaskan model Islam tersendiri, tidak ada lagi isyarat atau tanda
Byzantium atau Persia. Dengan demikian, Abdul Malik bin Marwan adalah orang yang pertama kali
Pada masa Abbasiah, pencetakan dinar masih melanjutkan cara Dinasti Umawiyah. Al-
Saffah mencetak dinarnya yang pertama pada awal berdirinya Dinasti Abbasiah pada tahun 132 H
mengikuti model dinar Umawiyah dan tidak mengubah sedikitpun kecuali pada ukiran-ukirannya.
Sedangkan dirham, pada awalnya ia kurangi satu butir kemudian dua butir. Pengurangan
ukuran dirham terus berlanjut pada masa Abu Ja’far al-Manshur, dia mengurangi tiga butir hingga
pda masa Musa al-Hadi kurangnya mencapai satu karat. Dinar menjadi tidak seperti aslinya,
pengurangan terus terjadi setelah itu. Namun demikian nilainya, nilainya tetap dihitung seperti
semula. Al-Maqrizy berkata: “Pada bulan Rajab tahun 191, dinar Hasyimiah mengalami
pengurangan sebanyak setengah butir dan hal itu terus berlanjut sepanjang periode tapi masih
Dengan demikian kita dapat membedakan dua fase pada masa Dinasti Abbasiah. Fase
pertama, terjadi pengurangan terhadap ukuran dirham kemudian dinar. Fase kedua, ketika
pemerintahan melemah dan para pembantu (Mawali) dari orang Turki ikit seta dalam urusan
Negara. Ketika itu pembiayaan seamakin besar, orang-orang sudah menuju kemewahan sehingga
uang tidak lagi mencukupi kebutuhan. Negara pun membutuhkan bahan baku tambahan,
terjadilah kecurangan dalam pembuatan dirham dan memcampurkannya dengan tembaga untuk
Para fuqaha menolak pencetakan dirham yang curang karena terjadi pengrusakan terhadap
uang, merugikan yang berhak, dan menyebabkan naiknya harga-harga (inflasi). Inflasi tersebut
disebabkan nilai uang dirham tertulis melebihi dari nilai yang sebenarnya.
Konsep uang dalam ekonomi islam berbeda dengan konsep uang dalam ekonomi
konvensional. Dalam ekonomi islam, konsep uang sangat jelas dan tegas bahwa uang adalah
uang, uang bukan capital. Sebaliknya, konsep uang yang dikemukakan dalam ekonomi
konvensional tidak jelas. Sering kali istilah uang dalam perspektif ekonomi konvensional diartikan
secara bolak-balik (interchangeability), yaitu uang sebagai uang dan uang sebagai capital.
Perbedaan lain adalah bahwa dalam ekonomi islam, uang adalah sesuatu yang bersifat flow
concept dan capital adalah sesuatu yang bersifat stock concept, sedangkan dalam ekonomi
MV = PT
Keterangan:
M = Jumlah uang
Dari persamaan di atas dapat diketahui bahwa semakin cepat perputaran uang (V), maka
semakin besar income yang diperoleh. Persamaan ini juga berarti juga bahwa uang adalah flow
concept. Fisher juga mengatakan bahwa sama sekali tidak ada kolerasi antara kebutuhan
memegang uang (demand for holding money) dengan tingkat suku bunga. Konsep fisher ini
hampir sama dengan konsep yang ada dalam ekonomi islam, bahwa uang adalah flow concept,
bukan stock concept. Pendapat lain yang diungkapkan oleh Mishkin adalah konsep dari Marshall
MV = PT
Keterangan:
M = Jumlah uang
K = 1/v
kedua konsep ini berbeda. Dengan adanya k pada persamaan marshall pigou di atas menyatakan
bahwa demand for holding money adalah suatu proporsi (K) dari jumlah pendapatan (PT).
semakin besar k, semakin besar demand for holding money (M), untuk tingkat pendapatan
tertentu (PT). ini berarti konsep dari marshall pigou mengatakan bahwa uang adalah stock
concept. Oleh sebab itu, kelompok Cambridge mengatakan bahwa uang adalah salah satu cara
Dari uraian di atas, jelas bahwa kita tidak boleh gegabah untuk mengatakan bahwa
perbedaan Islam dan konvensional adalah Islam memandang uang sebagai flow concept, dan
konvensional memandang uang sebagai stock concept. Pandangan seperti itu menjadi keliru.
Karena pada kenyataannya, dalam ekonomi konvensional sendiri terjadi pertentangan yang hebat
antara kelompok Friedman dan kaum monetaris di satu kubu, dengan kaum Keynesian dan
Cambridge School di kubu yang lain. Kelompok yang pertama mengatakan, misalnya Fisher,
bahwa uang adalah flow concept, sedangkan kelompok yang kedua menyakatakan bahwa uang
Dalam Islam, capital is private goods, sedangkan money is public goods. Uang yang ketika
mengalir adalah publid goods (flow concept), lalu mengendap ke dalam kepemilikan seseorang
Konsep public goods belum dikenal dalam teori ekonomi sampai tahun 1980-an. Baru setelah
muncul ekonomi lingkungan, maka kita berbicara tentang externalities, public goods, dan
sebagainya. Dalam islam, konsep ini sudah lama dikenal, yaitu ketika Rasulullah mengatakan
bahwa “Manusia mempunyai hak bersama dalalm tiga hal; air, rumput dan api” (Riwayat Ahmad,
Abu Dawud dan Ibnu Majah). Dengan demikian berserikat dalam hal public goods bukan
merupakan hal yang baru dalam ekonomi islam, bahkan konsep ini sudah terimplementasi, baik
Untuk lebih jelasnya, konsep private dan public goods masing-masing dapat diilustrasikan
dengan mobil dan jalan tol. Mobil adalah private good (capital) dan jalan tol adalah public good
(money). Apabila mobil tersebut menggunakan jalan tol, baru kita dapat menikmati jalan tol.
Namun, apabila mobil tersebut tidak menggunakan jalan tol, maka kita tidak akan menikmati jalan
tol tersebut. Dengan kata lain, jika uang diinvestasikan dalam proses produksi, maka kita baru
akan mendapatkan lebih banyak uang. Sedangkan dalam konsep konvensional uang dan capital
dapat menjadi private goods, maka bagi mereka jika mobil diparkir di gerasi ataupun digunakan di
jalan tol, mereka tetap akan menikmati manfaat dari jalan tol tersebut. Apakah uang
diinvestasikan pada proses produksi aau tidak, mereka tetap harus mendapat lebih banyak uang.
Di sinilah letak keanehan teori bunga (interest theory) yang dikemukakan oleh para ekonom
konvensional.
D. Makna Uang Dalam Pandangan Islam
Uang yang merupakan pelicin jalannya suatu perekonomian memang selalu menjadi suatu
topik yang hangat untuk dibicarakan. Ibarat sebuah mesin tanpa minyak, perekonomian juga tidak
akan jalan tanpa adanya uang. Namun, banyak di antara kita yang hanya memahami makna uang
dalam konteks bentuknya sebagai uang kertas dan uang logam. Padahal,definisi uang adalah
segala sesuatu yang dapat diterima sebagai alat pembayaran untuk barang dan jasa dalam suatu
sistem perekonomian. Faktanya, di zaman kuno orang menggunakan batu, kulit hewan, garam,
dan kulit kerang sebagai uang. Dizaman Rasulullah (SAW), koin emas (dinar) yang berasal dari
Romawi dan koin perak (dirham) yang berasal dari Persia merupakan dua logam mulia yang
dianggap sebagai mata uang. Di zaman sekarang, uang kertas (fiat money) sudah menjadi alat
Pada asalnya uang mempunyai tiga fungsi penting, yaitu sebagai alat tukar, penyimpan
nilai, dan pengukur nilai sebuah komoditas. Namun, dengan menyebar luasnya sistem bunga
dalam transaksi keuangan saat ini, fungsi uang sudah bertambah menjadi sebuah komoditas.
Fungsi uang sebagai komoditas didukung oleh beberapa teori keuangan kontemporer seperti
dalam Loanable Funds Theory. Dalam teori ini bunga (interest) dianggap sebagai harga dari dana
yang tersedia untuk dipinjamkan (loanable fund) yang menjadi salah satu variable yang
mempengaruhi tingkat penawaran (supply of) dan permintaan (demand for) dari loanable fund
tersebut. Berdasarkan teori di atas,dapat disimpulkan bahwa penyuplai loanable fund akan
bersedia memberikan pinjaman uang kepada peminjam hanya apabila si peminjam bersedia
mengembalikan uang pinjamannya dalam jumlah yang lebih besar dari pokok pinjamannya. Selisih
antara jumlah yang harus dibayarkan peminjam dan pokok pinjamannya itulah yangdisebut
bunga. Secara kontrak, harga (bunga) tersebut mesti dibayar peminjam dalam keadaan apa pun
(usaha si peminjam untung atau rugi) kepada pemberi pinjaman, karena si pemberi pinjaman
Di sini sangat jelas terlihat bahwa dalam sistem keuangan yang berlaku sekarang, uang
sudah dianggap sebagai komoditas yang bisa diperdagangkan. Hal ini berlawanan dengan
pandangan Islam yang tidak menerima fungsi uang sebagai suatu komoditas. Hal itu dikarenakan
uang tidak memenuhi syarat sebagai sebuah komoditas. Menurut Syeikh Muhammad Taqi Usmani,
pakar Syariah keuangan Islam, setidaknya ada 3 faktor yang membedakan uang dengan
komoditas.
Pertama, uang tidak memiliki kegunaan instrinsk (intrinsic utility). Berbeda dengan
komoditas, uang tidak bisa dimakan,dipakai, atau digunakan secara langsung. Uang hanya bisa
ditukar dengan komoditas, lalu komoditas itu yang akan di makan, dipakai atau digunakan. Dalam
istilah ekonomi, uang hanya memiliki value in exchange sementara komodita smemiliki value in
Kedua, uang tidak memerlukan kualitas untuk menentukan nilainya, dalam artian uang
kertas Rp 100,000 yang sudah lusuh terbitan tahun 2007 dengan uang kertas Rp 100,000 yang
baru terbitan tahun 2009 memiliki daya beli yang sama. Lain halnya dengan komoditas, sebagai
contoh, mobil Honda Jazz keluaran 2007 dengan Honda Jazz keluaran Januari 2009 memiliki harga
yang berbeda. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan kualitas antara kedua mobil di atas yang
komoditas mempunyai sifat yang spesifik ketika berlakunya transaksi. Sebagai contoh, jika kita
ingin membeli barang kita akan memilih barang yang kita inginkan sesuai selera kita,seperti
warna, aksesoris pelengkap lainnya. Artinya, jika si penjual menawarkan barang yang sama tapi
warnanya tidak sesuai dengan selera kita mungkin kita akan menolak. Tetapi, lain halnya dengan
uang yang bersifat tidak spesifik.Sebagai contoh, untuk pembayaran tagihan listrik bulanan
sebesar Rp 300.000. kita bisa membayar tagihan tersebut dengan menggunakan tiga lembar uang
Rp100.000 atau empat lembar uang Rp 50.000 ditambah satu lembar Rp 100.000 bahkan kita bisa
bayar tagihan tersebut dengan tiga ratus lembar Rp 1.000. Bagi sipenerima tidak akan ada
Ada satu lagi tambahan perbedaan antara uang dengan komoditas, khususnya dengan
uang fiat yang kita gunakan sekarang ini.Uang kertas (fiat money) yang berlaku saat ini tidak
memiliki nilai intrinsic (intrinsic value). Uang kertas menjadi alat tukar yang sah melalui undang-
undang yang dikeluarkan sebuah negara yang menyatakan keabsahan uangtersebut. Hal ini
menunjukkan bahwa diterimanya uang kertas sebagai alat pembayaran hanya dikarenakan faktor
kepercayaan kepada pemerintah yang menjamin keabsahan uang kertas tersebut. Artinya, apabila
kepercayaan itu hilang atau berkurang maka nilai uang tersebut akan melemah (terdepresisasi)
dikarenakan orang lebih banyak melepas, dengan cara menjual uang tersebut, daripada ingin
Namun, perlu juga ditegaskan di sini bahwa uang fiat adalah uang yang sah di sisi syariah.
Penulis tidak setuju dengan pandangan bahwa hanya uang emas yang sah di sisi syariah.
Memang, benar uang emas adalah uang yang paling baik dan paling stabil nilainya, dan kalau kita
bisa kembali menggunakan emas sebagai standar nilai uang, sudah tentu sistem keuangan dunia
akan jauh lebih baik. Namun, mengklaim bahwa hanya emas atau perak saja yang diakui Islam
sebagai uang dan selain emas dan perak maka tidak sah, hal ini adalah klaim yang berlebihan.
Buktinya, Khalifah Umar pernah berniat untuk menjadikan kulit unta sebagai mata uang, namun
kemudian dinasihati supaya tidak melakukannya, karena nantinya unta akan pupus dari
kehidupan. Begitu juga Imam Malik pernah berkata bahwa seandainya masyarakat menjadikan
kulit hewan sebagai mata uang, niscaya beliau akan melarang jual beli kulit hewan tersebut
melainkan dengan tunai dan tidak boleh tertangguh. Walaupun pada hari ini kita bersemangat
untuk kembali kepada uang emas sebagai standar nilai mata uang, kita tidak perlu berlebihan dan
ekstrem dengan mengatakan bahwa uang fiat adalah haram. Mengharamkan yang halal adalah
sama saja buruknya di sisi Islam dengan menghalalkan yang haram. Kalau uang fiat haram,sudah
tentu mas kawin kita menjadi tidak sah, dan perkawinan kita juga tidak sah, maka anak-anak kita
Ahmad Hasan menjelaskan bahwa kata nuqud (uang) tidak terdapat dalam Alquran
maupun Hadis Nabi Saw. Karena bangsa Arab umumnya tidak menggunakan kata nuqud untuk
menujukkan harga. Mereka menggunakan kata dinar untuk menunjukkan mata uang yang
terbuat dari emas, kata dirham untuk menunjukkan alat tukar yang terbuat dari perak. Mereka
juga menggunakan kata wariq untuk menunjukkan dirham perak, kata ‘Ain untuk menunjukkan
dinar emas. Sedang kata fulus (uang tembaga) adalah alat tukar tambahan yang digunakan untuk
Menurut Al-ghazali dan ibn Khaldun, definisi uang adalah apa yang digunakan manusia
sebagai standar ukuran nilai harga, media transaksi pertukaran, dan media simpanan.
Abu Ubaid (w. 224 H) menyatakan bahwa dirham dan dinar adalah nilai harga sesuatu,
Imam Ghazali (w. 505 H) menegaskan bahwa Allah menciptakan dinar dan dirham sebagai
hakim penengah diantara seluruh harta agar seluruh harta bisa diukur dengan keduanya.
Dikatakan, unta ini menyamai 100 dinar, sekian ukuran minyak za’faran ini menyamai 100.
Keduanya kira-kira sama dengan satu ukuran, maka keduanya bernilai sama.
Ibn Rusyd (w. 595 H) menyatakan bahwa, ketika seseorang susah menemukan nilai
persamaan antara barang-barang yang berbeda, jadikan dinar dan dirham untuk mengukurnya.
Apabila seseorang menjual kuda dengan beberapa baju, nilai harga kuda itu terhadap beberaba
kuda adalah nilai harga baju itu terhadap beberapa baju. Maka jika kuda itu bernilai 50, tentunya
Uang menjadi media transaksi yang sah yang harus diterima oleh siapa pun bila ia
ditetapkan oleh negara. Inilah perbedaan uang dengan media transaksi lain seperti cek. Berlaku
juga cek sebagai alat pembayaran karena penjual dan pembeli sepakat menerima cek sebagai alat
bayar.
Begitu pula dengan kartu debet, kartu kredit dan alat bayar lainnya. Pihak yang dibayar
dapat saja menolak penggunaan cek atau kartu kredit sebagai alat bayar sedangkan uang berlaku
Umar bin Khatab r.a berkata,”saat aku ingin menjadikan uang dari kulit unta, ada orang
yang berkata,’kalau begitu unta akan punah’, maka aku batalkan keinginan tersebut.
Sebaliknya emas dan perak tidak serta merta menjadi uang bila tidak ada stempel (sakkah)
Negara. Imam nawawi berkata “Makruh bagi rakyat biasa mencetak sendiri dirham dan dinar,
sekalipun dari bahan yang murni, sebab pembuatan tersebut adalah wewenang pemerintah.
Kemudian apabila dirham magsyusah tersebut dapat diketahui kadar campurannya, maka boleh
menggunakannya baik dengan kebendaannya maupun dengan nilainya. Adapun jika kadar
campuran tersebut tidak diketahui, maka di sini ada dua pendapat. Dan pendapat yang paling
shahih mengatakan hukumnya boleh. Sebab, yang dimaksudkan adalah lakunya di pasaran. Dan
campuran dari tembaga yang terdapat pada dirham tersebut tidak mempengaruhi, sebagaimana
halnya adonan
Imam malik bin Anas berkata : “Apabila pasar telah menjadikan kulit sebagai mata uang,
maka aku tidak senang kulit tersebut dijual dengan emas dan perak.
Al-Ghazali berkata : “kemudian disebabkan jual beli, muncul kebutuhan terhadap dua mata
uang. Seseorang yang ingin membeli makanan dengan baju, dari mana dia mengetahui ukuran
makanan dari nilai baju tersebut. Berapa? Jual beli terjadi pada jenis barang yang berbeda-beda
seperti dijual baju dengan makanan dan hewan dengan baju. Barang-barang ini tidak sama, maka
diperlukan “hakim yang adil” sebagai penengah antara kedua orang yang ingin bertransaksi dan
berbuat adil satu dengan yang lain. Keadilan itu dituntut dari jenis harta. Kemudian diperlukan
jenis harta yang bertahan lama karena kebutuhan yang terus-menerus. Jenis harta yang paling
bertahan lama adalah barang tambang. Maka dibuatlah uang dari emas, perak, dan logam.
Ibnu khaldun juga mengisyaratkan uang sebagai alat simpanan. Ia menyatakan, kemudian
Allah Ta’ala menciptakan dari dua barang tambang, emas dan perak sebagai nilai untuk setiap
harta. Dua jenis ini merupakan simpanan dan perolehan orang-orang di dunia kebanyakannya.
Dari ketiga fungsi tersebut jelaslah bahwa yang terpenting adalah stabilitas uang, bukan
bentuk uang itu sendiri, uang dinar yang terbuat dari emas dan diterbitkan oleh raja Dinarius dari
Kerajaan Romawi memenuhi criteria uang yang nilainya stabil. Begitu pula uang dirham yang
terbuat dari perak dan diterbitkan oleh Ratu dari Kerajaan Sasanid Persia juga memenuhi criteria
uang stabil. Sehingga, meskipun dinar dan dirham diterbitkan oleh bukan Negara islam, keduanya
Menurut teori ekonomi konvensional, uang dapat dilihat dari sisi hukum dan sisi fungsi.
Secara hukum uang adalah sesuatu yang dirumuskan oleh undang- undang sebagai uang. Jadi
segala sesuatu dapat diterima sebagai uang jika ada aturan atau hukum yang menunjukkan
bahwa sesuatu itu dapat digunakan sebagi alat tukar. Sementara secara fungsi, yang dikatakan
uang adalah segala sesuatu yang menjalankan fungsi sebagai uang, yaitu dapat dijadikan sebagai
alat tukar menukar (medium of exchange) dan penyimpan nilai (store of value). Ini adalah
pendapat irving fisher dan Cambridge. Sementara Keynes mengatakan, uang berfungsi sebagai
Di dalam ekonomi ini juga, uang dipandang sebagai sesuatu yang sangat berharga dan
dapat berkembang dalam suatu waktu tertentu. Konsep ini disebut time value of money . adalah
nilai waktu dari uang bisa bertambah dan berkurang sebagai akibat perjalanan waktu. Dengan
memegang uang orang dapat dihadapkan pada resiko menurunnya daya beli dan kekayaan
sebagai akibat inflasi. Sedangkan memilih menyimpan uang dalam bentuk surat berharga, pemilik
akan memperoleh bunga yang diperkirakan di atas inflasi yang terjadi. Dengan demikian, nilai
uang saat sekarang - nilai substitusinya terhadap barang akan lebih tinggi dibandingkan nilai
uang sebagai sarana penukar dan penyimpan nilai, tetapi uang bukanlah barang dagangan..
mengapa uang berfungsi? Uang menjadi berguna hanya jika ditukar dengan barang yang nyata
atau digunakan untuk membeli jasa. Oleh karena itu, uang tidak bisa di jual dan dibeli secara
kredit. Orang perlu memahami kebijakan Rasulullah SAW, bahwa tidak hanya mengumumkan
bunga atas pinjaman sebagai sesuatu yang tidak sah tetapi juga melarang pertukran uang dan
beberapa benda bernilai lainnya untuk pertukaran yang tidak sama jumlahnya, serta menunda
pembayaran jika barang dagangan atau mata uangnya adalah sama. Efeknya adalah mencegah
bunga yang masuk ke system ekonomi melalui cara yang tidak di ketahui. Jika uang adalah flow
Di dalam ekonomi islam, konsep time value of money tentunya tidak akan terjadi. Untuk
menganalisa ini, ada ajaran kuat dalam islam, yaitu terdapat di dalam QS.Al Ashr:1-3. Dari surah
al Ashr ini menunjukkan bahwa waktu bagi semua orang adalah sama kuantitasnya, yaitu 24
jam/hari, 7 hari/minggu. Namun nilai dari waktu itu akan berbeda dari satu orang dengan orang
lainnya. Perbedaan nilai waktu tersebut adalah tergantung pada bagaimana seseorang
memanfaatkan waktu. Semakin efektif dan efisien, maka akan semakin tinggi nilai waktunya.
Efektif dan efisien akan mendatangkan keuntungan di dunia bagi siapa saja yang melaksakannya.
Oleh karena itu, siapapun pelakunya tanpa memandang suku, agama dan ras, secara
sunatullah ia akan mendaptkan keuntungan di dunia. Di dalam islam keuntungan bukan saja di
dunia, namun yang dicari adalah keuntungan dunia dan akhirat. Oleh karena itu, pemanfaatan
waktu bukan saja harus efisien dan efektif, namun juga harus di dasari keimanan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam ekonomi Islam, secara etimologi uang berasal dari kata al-naqdu, pengertiannya
ada beberapa makna yaitu: al-naqdu berarti yang baik dari dirham, menggenggam dirham,
Uang dalam berbagai bentuknya sebagai alat tukar perdangangan telah dikenal ribuan
tahun yang lalu seperti dalam mesir kuno sekitar 4000 SM – 2000 SM. Pada masa Rasulullah
Bangsa arab di Hijaz pada masa jahiliah belum memiliki mata uang tersendiri. Mereka
menggunakan mata uang yang merka peroleh berupa Dinar Emas Hercules, Byziantum dan
Dirham perak Dinasti Sasanid dari Iraq, dan sebagian mata uang bangsa Himyar, Yaman.
Konsep uang dalam ekonomi islam berbeda dengan konsep uang dalam ekonomi
konvensional. Dalam ekonomi islam, konsep uang sangat jelas dan tegas bahwa uang adalah
uang, uang bukan capital. Sebaliknya, konsep uang yang dikemukakan dalam ekonomi
konvensional tidak jelas. Sering kali istilah uang dalam perspektif ekonomi konvensional diartikan
secara bolak-balik (interchangeability), yaitu uang sebagai uang dan uang sebagai capital.
Menurut Syeikh Muhammad Taqi Usmani, pakar Syariah keuangan Islam, setidaknya ada
Di dalam ekonomi konvensional, uang dipandang sebagai sesuatu yang sangat berharga
dan dapat berkembang dalam suatu waktu tertentu. Konsep ini disebut time value of money. Di
dalam ekonomi islam, konsep time value of money tentunya tidak akan terjadi. Untuk menganalisa
ini, ada ajaran kuat dalam islam, yaitu terdapat di dalam QS.Al Ashr:1-3. Dari surah al Ashr ini
menunjukkan bahwa waktu bagi semua orang adalah sama kuantitasnya, yaitu 24 jam/hari, 7
hari/minggu.
DAFTAR PUSTAKA
Iqbal,M. mengembalikan kemakmuran islam dengan dinar dan dirham, 2007.Jakarta: Spritual
Ahmad, Hasan, Mata Uang Islam, 2005, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Karim, Adiwarman Azhar, ekonomi makro islami, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010, edisi
kedua.
http://studiosatu.wordpress.com/2007/12/01/sikap-yang-salah-tentang-uang/
http://www.ahmadheryawan.com/opini-media/ekonomi-bisnis/2498-makna-uang-dalam-
pandangan-islam.html