KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat dan salam juga
disampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Serta sahabat dan keluarganya,
seayun langkah dan seiring bahu dalam menegakkan agama Allah. Dengan kebaikan beliau telah
Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah Mata Uang Dalam Islam pada Program
Studi Hukum Ekonomi Syari’ah Mu’amalah PTI AL-HILAL SIGLI dengan ini penulis mengangkat
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya. Oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan kritikan dan saran-saran yang dapat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Wassalam
Penulis,
EMIL
HARDIANSYAH
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan 19
DAFTAR PUSTAKA 20
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Moneter dalam banyak buku teks ekonomi didefinisikan sebagai uang. Oleh karena itu
fokus utama pembahasan dalam kebijakan moneter adalah mengenai peranan uang dalam
Peranan Uang Dalam Perekonomian Uang, merupakan materi yang sangat berharga dan
sangat ‘diagungkan’ di dunia. Perekonomian modern tidak dapat dipisahkan dengan pentingnya
uang. Uang ibarat darah dalam tubuh manusia, tanpa uang, perekonomian tidak akan dapat
berjalan sebagaimana mestinya. Secara sederhana uang didefinisikan segala sesuatu yang dapat
dipergunakan sebagai alat bantu dalam pertukaran. Secara hukum, uang adalah sesuatu yang
dirumuskan oleh undang-undang sebagai uang. Jadi segala sesuatu dapat diterima sebagai uang
jika ada aturan atau hukum yang menunjukkan bahwa sesuatu itu dapat digunakan sebagai alat
tukar.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan kami dalam menyusun makalah ini adalah disamping memenuhi tugas
dalam perkuliahan juga agar kami khususnya dan semua mahasiswa pada umumnya mampu
BAB II
PEMBAHASAN
Berbicara tentang perkembangan mata uang yang dulu pernah berlaku di wilayah
Nusantara, maka ditinjau dari kepemilikan mata uang tersebut dapat diklasifikasikan dalam dua
kelompok :
a. Mata uang atau koin-koin asli buatan lokal, yang dicetak oleh kerajaan-kerajaan atau daerah-
asing yang bertindak sebagai penjajah atau penguasa wilayah Nusantara, untuk dipakai sebagai
alat tukar yang sah di wilayah Indonesia. Termasuk juga mata uang yang dicetak di Jawa oleh
beberapa periode :
Mata uang Indonesia dicetak pertama kali sekitar tahun 850/860 Masehi, yaitu pada
masa kerajaan Mataram Syailendra yang berpusat di Jawa Tengah. Koin-koin tersebut dicetak
dalam dua jenis bahan emas dan perak, mempunyai berat yang sama, dan mempunyai beberapa
nominal :
• Masa (Ma), berat 2.40 gram; sama dengan 2 Atak atau 4 Kupang
• Kupang (Ku), berat 0.60 gram; sama dengan ¼ Masa atau ½ Atak
Sebenarnya masih ada satuan yang lebih kecil lagi, yaitu ½ Kupang (0.30 gram) dan 1
Koin emas zaman Syailendra berbentuk kecil seperti kotak, dimana koin dengan satuan
terbesar (Masa) berukuran 6 x 6/7 mm saja. Pada bagian depannya terdapat huruf Devanagari
“Ta”. Di belakangnya terdapat incuse (lekukan ke dalam) yang dibagi dalam dua bagian, masing-
masing terdapat semacam bulatan. Dalam bahasa numismatik, pola ini dinamakan “Sesame
Seed”.
Sedangkan koin perak Masa mempunyai diameter antara 9-10 mm. Pada bagian muka
dicetak huruf Devanagari “Ma” (singkatan dari Masa), dan di bagian belakangnya terdapat incuse
Timur, dimana pelabuhan-pelabuhannya seperti Tuban, Gresik, dan Surabaya, banyak didatangi
para pedagang dari manca negara. Jawa Timur dengan pelabuhan-pelabuhannya merupakan
daerah maritim, akhirnya semakin maju dibandingkan dengan kerajaan induknya di Jawa Tengah
Pada zaman Dinasti Tang di Cina (618-907 Masehi), orang-orang Cina mulai
memperkenalkan mata uangnya yang disebut Cash atau Caixa, Cassie, Pitje, atau orang Jawa
menyebutnya Kepeng atau Gobok, dengan ciri khas terdapat lubang persegi di tengah. Koin-koin
Cina ini lambat laun dapat diterima oleh penduduk sebagai alat pembayaran.
Pada kira-kira tahun 928 Masehi, Gunung Merapi meletus dahsyat, yang mengakibatkan
rusaknya hampir seluruh sendi-sendi perekonomian kerajaan. Karena alasan itu, di samping
semakin majunya daerah Jawa Timur, maka pada 929 diputuskan untuk memindahkan ibukota
kerajaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Nantinya Raja Mpu Sendok membagi wilayah Jawa
Timur menjadi dua untuk dibagikan kepada dua orang anaknya, menjadi wilayah Daha dan
Jenggala.
Pada zaman Daha dan Jenggala, uang-uang emas dan perak tetap dicetak dengan berat
standar, walaupun mengalami proses perubahan bentuk dan desainnya. Koin emas yang semula
berbentuk kotak berubah desain menjadi bundar, sedangkan koin peraknya mempunyai desain
Pada waktu itu uang kepeng Cina datang begitu besar, sehingga saking banyaknya
jumlah yang beredar, akhirnya dipakai secara “resmi” sebagai alat pembayaran, menggantikan
secara total fungsi dari mata uang lokal emas dan perak.
Adapun alasan-alasan dari penggantian fungsi ini adalah : ukuran koin emas dan perak
lokal terlalu kecil, sehingga mudah jatuh atau hilang. Sedangkan uang kepeng Cina mempunyai
lubang di tengah, direnteng dengan tali sebanyak 200 keping, sehingga praktis dibawa ke mana-
Koin emas dan perak lokal adalah mata uang dalam pecahan besar, sedangkan koin-koin
kepeng berfungsi sebagai uang kecil atau uang receh, yang sangat dibutuhkan dalam
perdagangan. Nilai tukar untuk 1 Masa perak berharga 400 buah Chien. Pada akhir abad ke-9,
Sebenarnya koin-koin emas dan perak yang sudah mengalami perubahan bentuk adalah
produk dari Daha dan Jenggala. Namun karena Kerajaan Majapahit (1293-1528) pada waktu itu
merupakan kerajaan besar di Asia Tenggara, maka biasanya orang menamainya sebagai uang
Majapahit. Padahal sejak akhir abad ke-13, mata uang “resmi” yang dipakai sebagai alat
Namun pada zaman Majapahit ini dikenal koin-koin yang disebut “Gobog Wayang”,
dimana untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh Thomas Raffles, dalam bukunya The History of
Java. Bentuknya bulat dengan lubang tengah karena pengaruh dari koin cash dari Cina, ataupun
koin-koin serupa yang berasal dari Cina atau Jepang. Koin gobog wayang adalah asli buatan lokal,
namun tidak digunakan sebagai alat tukar. Sebenarnya koin-koin ini digunakan untuk
persembahan di kuil-kuil seperti yang dilakukan di Cina ataupun di Jepang sehingga disebut
sebagai koin-koin kuil. Setelah redup dan runtuhnya kerajaan Majapahit di Jawa Timur (1528),
Banten di Jawa bagian barat muncul sebagai kota dagang yang semakin ramai.
Mata-uang dari KESULTANAN BANTEN pertama kali dibuat sekitar 1550-1596 Masehi.
Bentuk koin Banten mengambil pola dari koin cash Cina yaitu dengan lubang di tengah, dengan
ciri khasnya 6 segi pada lubang tengahnya (heksagonal). Inskripsi pada bagian muka pada
mulanya dalam bahasa Jawa: “Pangeran Ratu”. Namun setelah mengakarnya agama Islam di
Banten, inskripsi diganti dalam bahasa Arab, “Pangeran Ratu Ing Banten”. Terdapat beberapa jenis
mata-uang lainnya yang dicetak oleh Sultan-sultan Banten, baik dari tembaga ataupun dari timah,
Mata-uang dari KESULTANAN CIREBON dibuat sekitar 1710/1760, saat berkuasa Sultan
Sepuh. Koin dengan bahan dari timah dengan lubang di tengah itu, pada bagian muka tertulis
inskripsi : “Cheribon”.
Berbeda dengan koin-koin Banten dan Cirebon, KESULTANAN SUMENEP di Pulau Madura
tidak mencetak mata uangnya sendiri. Mata uangnya diambil dari koin-koin asing (di luar
Sumenep), dengan diberi “Countermarked” (cetak tindih). Koin-koin yang digunakan adalah koin-
koin Austria, Belanda, Java Rupee, Mexico (Real Bundar), (Real Batu/Cob), dll. Sedangkan cetak
tindih yang dipakai, ada beberapa jenis seperti “Bintang Madura”, dengan tulisan Arab “Sumenep”,
atau “cap dengan lima kelopak daun”. Koin-koin dengan cetak tindih ini dibuat pada saat
Mata uang emas dari KERAJAAN PASAI untuk pertama kalinya dicetak oleh Sultan
Muhammad yang berkuasa sekitar 1297-1326. Mata uangnya disebut Dirham atau Mas, dan
mempunyai standar berat 0,60 gram (berat standar Kupang). Namun ada juga koin-koin Dirham
Pasai yang sangat kecil dengan berat hanya 0,30 gram (1/2 Kupang atau 3 Saga). Uang Mas Pasai
mempunyai diameter 10–11 mm, sedangkan yang setengah Mas berdiameter 6 mm. Pada hampir
semua koinnya ditulis nama Sultan dengan gelar “Malik az-Zahir” atau “Malik at-Tahir”.
Setelah Pasai berhasil ditaklukkan oleh KERAJAAN ACEH pada 1524, sultan-sultan Aceh
tetap mengikuti tradisi dari kerajaan Pasai dalam pembuatan mata uangnya. Namun uang Dirham
Aceh berdiameter lebih besar, antara 12–14 mm. Pada bagian belakangnya terdapat tulisan Arab
“as-Sultan al-adil”, yang artinya Sultan yang adil. Aceh juga membuat mata uang dari
timah/timbal, yang disebut “Keueh”, dengan nilai satu Mas sama dengan 400 Keueh.
Kerajaan Aceh pernah memiliki empat Ratu yang memerintah secara berturut selama 60
tahun, dari 1641-1699. Yang pertama adalah Sultanah Safiat ad-Din, anak dari Sultan Iskandar
Thani yang meninggal pada 1641. Karena tidak mempunyai anak laki-laki, maka diangkatlah anak
perempuannya yang berkuasa sampai dengan 1675. Sultanah Nur al-Alam Naqiat ad-Din Syah
Ratu Aceh yang kedua, yang memerintah pada 1675-1678. Penggantinya adalah Sultanah Inayat
Syah Zakiat ad-Din Syah yang memerintah pada 1678-1688. Terakhir adalah Sultanah Kamalat
Syah. Beliau memegang kekuasaan atas wilayah Aceh pada 1688-1699. Masing-masing ratu
Mata uang dari KERAJAAN PALEMBANG dapat dibedakan antara yang mempunyai lubang
di tengah, yang disebut dengan pitis “Picis Tebok” (Tebok dalam dialek Palembang berarti
“Lubang”). Ada juga yang tidak mempunyai lubang yang disebut dengan “Picis Buntu”.
Picis Palembang dapat dibedakan juga antara yang bertahun dan yang tidak bertahun.
Semua mata uangnya terbuat dari timah, kecuali koin yang bertahun AH 1198 (tahun 1774/75
Masehi), ada terbuat dari tembaga merah dan dari timah (berdasarkan temuan terbaru).
KERAJAAN JAMBI di Sumatera juga membuat mata uang picis dari timah. Salah satu koinnya ada
yang berbentuk Oktagonal (segi 8), dengan tulisan “Sultan Anom Sri Ingalaga”. Ia mulai
KESULTANAN PONTIANAK mulai didirikan pada 1770, oleh seorang pedagang keturunan
Arab bernama Abdul Rahman Alkadrie. Periode pencetakan koin-koin dari kesultanan di
Koin-koin dari KESULTANAN BANJARMASIN pada umumnya merupakan imitasi dari koin-
koin Duit VOC, yang dicetak sewaktu bertakhtanya Sultan Tamjid Illah III (1785-1808). Koin-
Sebenarnya di Kalimantan masih ada satu kerajaan lagi yang jarang diketahui umum,
yaitu KERAJAAN MALUKA. Kerajaan ini dipimpin oleh seorang Raja Putih yang bernama Alexander
Hare, seorang petualang bangsa Inggris. Pada mulanya, Hare pada tahun 1812 diberi suatu
wilayah kekuasaan oleh Sultan Banjarmasin, dengan kedudukan sebagai Residen. Namun tak lama
yang bernama Maluka. Hare mencetak mata uangnya sendiri sebagai mata uang yang sah untuk
peredaran di wilayah Maluka, dan juga mendatangkan banyak tenaga kerja dari Jawa yang bekerja
sebagai kuli-kuli di pertambangan batu bara. Namun masa pemerintahan Hare di Banjarmasin
terhitung tidak terlalu lama, yakni dua tahun saja. Setelah kejatuhan VOC pada tahun 1799,
Belanda mulai “mengambil alih” daerah-daerah kekuasaan VOC di Indonesia. Dan pada tahun
1816, pemerintahan Hindia Belanda berhasil menghancurkan koloni Maluka, serta mengusir Hare
Mata uang dari KERAJAAN GOWA di Sulawesi Selatan disebut dengan “Dinara”, yang
terbuat dari emas. Sultan Alauddin Awwalul Islam yang memerintah Kerajaan Gowa pada tahun
1593-1639, adalah sultan Gowa pertama yang beralih ke agama Islam. Sultan Hasanuddin, yang
dipaksa menandatangani Perjanjian Bungaya tanggal 18 November 1667. Dalam perjanjian itu
disebutkan bahwa wilayah Minahasa, Butung dan Sumbawa yang tadinya termasuk dalam wilayah
Kesultanan Gowa harus diserahkan kepada VOC. Dan semua pedagang-pedagang Eropa selain dari
KERAJAAN BUTON di Sulawesi Tenggara, mempunyai bentuk mata uang unik yang
terbuat dari kain. Mata uang ini dinamakan “Kampua”. Menurut legendanya, Kampua diciptakan
pertama kali oleh Ratu Buton yang kedua, Bulawambona, yang memerintah sekitar abad XIV.
Menteri Besar atau yang disebut ‘Bonto Ogena’. Dialah yang akan melakukan pengawasan serta
pencatatan atas setiap lembar kain Kampua, baik yang telah selesai ditenun maupun yang sudah
dipotong-potong. Pengawasan oleh ‘Bonto Ogena’ juga diperlukan agar tidak timbul pemalsuan-
pemalsuan, sehingga hampir setiap tahunnya motif dan corak Kampua akan selalu diubah-ubah.
Adapun standar pemotongan kain Kampua adalah dengan mengukur panjang dan lebar
Kampua, dengan cara: ukuran empat jari untuk lebarnya, dan sepanjang telapak tangan mulai
dari tulang pergelangan tangan sampai ke ujung jari tangan, untuk panjangnya. Sedangkan
tangan yang dipakai sebagai alat ukur adalah tangan sang Menteri Besar atau ‘Bonto Ogena’ itu
sendiri.
Pada awal pembuatannya, standar yang dipakai sebagai nilai tukar untuk satu ‘bida’
(lembar) Kampua adalah sama dengan nilai satu butir telur ayam. Setelah Belanda mulai
memasuki wilayah Buton kira-kira tahun 1851, fungsi Kampua sebagai alat tukar lambat laun
mulai digantikan dengan uang-uang buatan “Kompeni”. Nantinya nilai tukar untuk 40 lembar
Kampua sama dengan 10 sen duit tembaga, atau setiap 4 lembar Kampua hanya mempunyai nilai
sebesar 1 sen saja! Walaupun demikian, Kampua tetap digunakan pada desa-desa tertentu di
orang-orang Cina dan VOC (Belanda) yang berdagang di Jawa, tapi kedua bangsa itulah yang
paling dominan dalam melakukan perdagangan di Jawa. Dan dari mata uang Cash Cina dan mata-
uang “kompeni” inilah yang telah memberikan pengaruh yang sangat besar bagi sejarah dan
Pada awalnya, pedagang-pedagang Cina mulai banyak masuk ke tanah Jawa kira-kira
pada zaman dinasti Tang di Cina (618-907 Masehi). Mereka dengan jung-jungnya (kapal Cina),
mendarat di pelabuhan-pelabuhan Jawa Timur, seperti Tuban, Gresik dan Surabaya. Pada waktu
itu Jawa Timur terkenal dengan produksi ladanya. Dalam melakukan perdagangannya, orang-
orang Cina memperkenalkan dan menggunakan koin-koin tembaga yang disebut dengan “Chien”
atau “Cash”, yang akhirnya diterima oleh penduduk sebagai alat pembayaran. Zaman Dinasti Sung
di Cina (960-1279) adalah puncak-puncaknya dimana banyak sekali orang-orang Cina yang
datang ke Jawa untuk berdagang, sambil membawa uang-uang kepengnya dalam jumlah besar.
Ma Huan, seorang Islam sebagai juru tulis Laksamana Cheng Ho, mencatat keadaan pada
tahun 1405. Dalam bukunya “Ying Yai Sheng Lan” yang terbit tahun 1416, dikatakan
bahwa :“Koin-koin Cina dari berbagai dinasti umum digunakan disini”….. “Dalam melakukan
transaksi, pembayarannya memakai koin-koin cash tembaga Cina dari berbagai dinasti”…. “Orang-
orang di sini (Jawa Timur) sangat senang dengan porselin-porselin Cina dengan motif hijau bunga,
Karena uang Chien banyak diekspor ke Jawa, maka pada zaman Dinasti Ming di Cina
(1368-1644), terjadi keguncangan moneter akibat langkanya uang kecil. Akhirnya pemerintah
Ming melakukan larangan ekspor uang Ch’ien ke luar negeri, termasuk ke Jawa. Sebagai gantinya
VOC mengimpor koin-koin kepeng dari negara-negara lain, seperti Jepang, Korea dan Vietnam.
Sebagai pengganti uang Chien yang dilarang diekspor oleh Kaisar Ming, pada sekitar
1590 mulai beredar koin-koin picis dari timah atau timbal (lead). Uang picis ini dibuat di Cina,
diangkut bersamaan dengan kedatangan kapal-kapal Jung dengan berat rata-rata 200-300 ton.
Kapal-kapal tersebut sebanyak 15-20 kapal setahunnya, datang pada bulan November atau
Desember, dan akan kembali ke Cina pada bulan Juni tahun berikutnya, dengan membawa
rempah-rempah yang dibelinya dari Banten. Sebanyak 12-13 ribu picis seharga satu dollar
Spanyol, yang dapat membeli merica sebanyak 8 kantong. Di Indonesia, hanya Bali yang tetap
menggunakan koin cash Cina dalam bertransaksi, bahkan masih dipakai sampai dengan pada
tahun 1950
b. Perdagangan dengan VOC (1602-1799
Tahun 1595 untuk pertama kalinya kapal-kapal Belanda menginjak daratan Indonesia.
Ekspedisi ini dikepalai oleh dua bersaudara, Cornelis dan Frederick de Houtman, dan mendarat di
pelabuhan Banten. Mereka membawa koin-koin perak untuk dipakai membeli rempah-rempah,
baik yang dinamakan Real Batu ataupun Real Bundar. Namun mereka kecewa karena uang yang
Dari ekspedisi awal ini akhirnya dua perusahaan Belanda, yaitu United Amsterdam
Company (1594-1602) dan United Zeeland Company (1597-1602), ikut meramaikan pencarian
rempah-rempah ke wilayah Nusantara. Mereka juga mencetak mata uangnya sendiri guna dipakai
sebagai alat pembayaran, dengan tahun 1601/1602. Perlombaan mencari rempah-rempah ini
akhirnya menimbulkan persaingan usaha, yang pada akhirnya malah merugikan bisnis mereka
sendiri. Pada bulan Maret 1602, kedua perusahaan tersebut dilebur, dan didirikan sebuah
Karena seringnya terjadi kekosongan mata uang kecil, maka tahun 1726 VOC meminta
kepada induknya di Belanda untuk dibuatkan koin-koin bernilai kecil, yang disebut Dute, Doit atau
Duit. Duit VOC ini dinyatakan tidak berlaku di negeri induknya Belanda, dan hanya diedarkan
untuk daerah-daerah dimana VOC berada. Namun peredaran duit tembaga ini cukup luas karena
Pada tahun 1743, VOC melakukan perjanjian dengan kerajaan Mataram di Jawa
Tengah. Salah satu isi dari perjanjian tersebut adalah pemberian hak kepada VOC untuk mencetak
mata uangnya sendiri. Uang yang dicetak ini dikenal dengan nama “Derham Djawi” atau “Java
Ducat” atau “Gold Rupee” (untuk koin emas), dan “Silver Java Rupee” (untuk koin peraknya).
Koin yang pertama kali dibuat VOC di percetakan uang di Batavia adalah Dirham Jawi
dengan tahun 1744. Pada bagian muka terdapat tulisan dalam bahasa Arab: “Ila djazirat Djawa al-
kabir”, sedangkan di bagian belakangnya : “Derham min Kompani Welandawi”. Yang artinya :
Pada tahun 1799 VOC akhirnya dinyatakan bangkrut. Semua harta dan kekuasaannya
diambil alih oleh pemerintahan Belanda, dan dimulailah babak baru masa penjajahan Belanda
yang sesungguhnya.
Mata uang darurat dibuat bila tidak tersedianya uang pecahan kecil dalam jumlah yang
mencukupi. Hal ini terjadi jika tidak adanya kiriman koin-koin Duit dari Belanda, atau belum
memotong batangan-batangan tembaga Jepang. Potongan tembaga itu dicap pada kedua sisinya
dengan berat yang standar, dan dicetak dalam beberapa pecahan, seperti ½, 1 atau 2 Stuiver.
Pada tahun 1796 dan 1797 dicetak juga doit-doit darurat yang terbuat dari timah, dan
beredar bersamaan dengan Bonk. Pada bagian sebelah muka terdapat lambang VOC dan huruf “N”
di atasnya (singkatan dari Nederlansche). Di bagian belakangnya tertulis : 1 Duit 1796 atau 1797.
Karena doit-doit palsu dari timbal (lead) banyak beredar, maka duit timah itu ditarik dari
peredarannya untuk dilebur kembali, yang mengakibatkan duit-duit timah itu menjadi langka
sekali. Koin-koin darurat dalam pecahan Stuiver juga dicetak pada tahun 1799 dan 1800. Koin-
koin ini terbuat dari campuran dua bahan, yaitu perunggu dari leburan meriam-meriam yang telah
rusak, yang dicampur dengan timbal. Pada sisi muka dicetak : JAVA 1799/1800, dan di baliknya
dicetak : 1 Stuiver.
Setelah VOC dinyatakan bangkrut pada tahun 1799, maka pemerintahan Belanda
mengambil oper seluruh harta dan kekuasaan VOC. Mulailah zaman pendudukan Belanda di
Indonesia dalam arti yang sebenarnya, dimana Belanda mulai menginvasi daerah-daerah yang
dulunya tidak terjangkau oleh VOC. Tahun 1825-1830 di Jawa (bagian Tengah dan Timur) timbul
perang besar yang dikenal dengan nama “Perang Jawa” atau “Perang Diponegoro”.
Akibat perang yang berkepanjangan ini, kas Belanda menjadi kosong. Untuk memenuhi
pundi-pundinya, maka van den Bosch memperkenalkan apa yang disebut dengan “Cultuur Stelsel”
atau “Tanam Paksa”. Dalam periode ini, dicetak berjuta-juta keping mata uang dengan pecahan
Koin perak 2.5 Gulden baru dibuat pada tahun 1840 setelah dilakukan standarisasi pada
mata uang pada pemerintahan Raja Willem I. Berbagai macam mata uang baik emas, perak, dan
tembaga juga dibuat pada masa-masa pemerintahan Raja Willem II, Willem III, atau Wilhelmina.
Pada masa pemerintahan Raja Willem II (1840-1849), percetakan uang di Batavia dan di
Surabaya ditutup untuk selama-lamanya. Batavia ditutup pada bulan Januari 1843, sedangkan
Surabaya pada akhir tahun 1843. Dengan ditutupnya percetakan uang di Jawa, maka sejak saat
Pada zaman Raja Willem III (1849-1890), pernah dicetak koin perak dengan nilai 1/20
Gulden (Kelip). Koin ini bentuknya sangat kecil sekali, sehingga tidak diproduksi kembali setelah
cetakan kedua tahun 1855. Koin-koin Sen dari tembaga juga dicetak, dengan pecahan 1 dan 2 ½
Sen. Pada masa-masa inilah koin cash Cina mulai ditinggalkan pemakaiannya. Koin tembaga 2 ½
sen disebut sebagai uang “Gobang” atau “Benggol”, dan mempunyai fungsinya yang lain, yaitu
Pada waktu bertakhtanya Ratu Wilhelmina (1890-1948), timbul perang dunia kedua,
dimana tahun 1940 Jerman menginvasi serta menduduki Belanda. Keluarga kerajaan termasuk
Ratu Wilhelmina lari ke Inggris dengan memakai kapal kargo. Di tempat pelariannya itu, Ratu
membentuk “pemerintahan dalam pengasingan”. Pada masa perang itu, koin-koin tahun 1941-45
dicetak di Amerika, dengan tambahan huruf kecil pada bagian belakang bawah. Huruf “D” adalah
singkatan dari “Denver” (1943-1945); “P’ adalah “Philadelphia” (1941-1945); dan “S” untuk “San
Francisco” (1944-1945). Pada tahun 1945, setelah kekalahan Jerman, Ratu kembali ke negerinya
Belanda. Namun pada tanggal 17 Agustus 1945 negara jajahannya di bagian timur telah
Pada tahun 1806, Perancis menduduki Belanda, yang menyebabkan transfer kekuasaan
atas seluruh wilayah yang diduduki Belanda. Karena pendudukan Perancis dilakukan di negeri
Belanda, maka pengaruh secara langsung terhadap pendudukan Indonesia sangat kecil sekali.
Seluruh kontrol pemerintahan di Indonesia tetap dipegang oleh orang-orang Belanda. Tahun 1806
Napoleon mengangkat saudaranya Louis sebagai raja di Belanda. Pada masa itu koin-koin Perancis
2 Stuivers (Sols) dan 1 Stuiver (12 Deniers) ditetapkan berlaku di wilayah Hindia Belanda.
Pada tahun 1808 H.W. Daendels datang untuk menempati posnya sebagai Gubernur
Jendral yang baru di Hindia Belanda. Daendels memerintahkan agar koin-koin dicetak dengan
nama raja L.N. (Louis Napoleon), baik dengan huruf Blok maupun dengan Hiasan (Ornate). Tahun
Batavia, termasuk puri-purinya, serta menimbun parit-parit yang ada di sekeliling kota. Daendels
juga membuka percetakan mata uang yang baru di Surabaya, yang mengakibatkan percetakan
Adapun koin pertama yang dicetak di Surabaya adalah duit tembaga dengan tulisan
“JAVA 1806” serta lambang VOC di baliknya. Walaupun tertera tahun 1806, namun koin itu sendiri
Pada tahun 1811 Inggris menginvasi Jawa, dan berhasil mengalahkan Belanda. Mulailah
babak baru pendudukan Inggris terhadap Indonesia selama lima tahun ke depan.
Pada tanggal 4 Agustus 1811, kapal-kapal Inggris mendarat di teluk Batavia, yang
akhirnya dapat merebut Jawa, sehingga Belanda harus menyerahkan koloninya kepada Inggris.
Berbeda dengan pendudukan Perancis terhadap Belanda, pendudukan Inggris dilakukan secara
langsung, dimana wilayah Nusantara berada dalam kekuasaan Inggris. Untuk pertama kalinya
Satu seri koin menarik yang dicetak pada masa pendudukan Inggris adalah koin Java
Rupee yang terbuat dari emas dan perak. Pada bagian depannya ditulis dalam bahasa Jawa kuno,
“Kempni Hingglis, jasa hing Sura-pringga. Tahun Ajisaka AS 1741”. Sedangkan di baliknya tertulis
dalam bahasa Arab Melayu : “Hinglish, sikkah kompani, sannah AH 1229 dhuriba, dar djazirat
Djawa”
Semua koin pada masa pendudukan Inggris dicetak di Surabaya, kecuali koin-koin
darurat Doit Java dari timah murni Bangka dengan tahun 1813 dan 1814, yang dicetak di Batavia.
Setelah kekalahan Napoleon di Eropa, maka berdasarkan perjanjian Wina tahun 1814 Inggris
harus mengembalikan Jawa dan daerah lainnya kepada Belanda. Penyerahan koloni itu sendiri
benteng dengan nama “FORT YORK”. Karena benteng dibakar oleh penduduk pada sekitar tahun
1700, maka tahun 1719 Inggris pindah ke benteng barunya yang bernama “FORT MARLBRO” (atau
Fort Marlborough).
Pada tahun 1797 Inggris mencetak mata uangnya dengan nilai ½ Dollar, dengan tulisan
FORT MARLBRO di sisi baliknya. Lalu pada bulan Maret 1818 ditunjuk Sir Stamford Raffles untuk
menduduki posnya yang baru di Bengkulu. Berdasarkan perjanjian tanggal 17 Maret 1824, maka
Inggris harus menyerahkan Bengkulu dan semua pendudukannya di pantai barat Sumatera
kepada Belanda. Sedangkan Belanda menyerahkan Malaka ke tangan Inggris, dan membolehkan
Para pedagang Inggris di Singapura juga membuat mata uangnya sendiri untuk diedarkan
di wilayah Sumatera dan Sulawesi, seperti Keping-keping Minangkabau, Aceh, Tanah Melayu, Uang
Pada zaman pemerintahan Belanda, banyak token yang dibuat oleh perusahaan-perusahaan
perkebunan dan pertambangan, tidak hanya di Jawa, Sumatera, Bangka, Kalimantan, bahkan juga
di pulau Bacan Ternate. Yang disebut Token adalah mata uang yang biasanya dibuat oleh pihak
swasta, dan hanya mempunyai area peredaran yang sangat terbatas. Token hanya berlaku pada
area dimana token tersebut diedarkan; di luar area tersebut token sama sekali tidak mempunyai
nilai.
5. Zaman pendudukan jepang (1942-1945)
Pendudukan Jepang di Indonesia hanya berlangsung selama tiga setengah tahun. Jepang
banyak mencetak mata uang kertas, dan hanya satu seri koin yang dicetak, yaitu pecahan 1, 5
dan 10 Sen. Semuanya dicetak dengan tahun Jepang 2603 dan 2604 (1943 dan 1944 Masehi),
yang dituangkan dalam Undang-Undang Pemerintahan Militer Jepang No. 2 tertanggal 8 Maret
2602 (1942). Koin pecahan 1 dan 5 Sen terbuat dari Aluminium, sedangkan koin nominal 10 Sen
terbuat dari timah. Pada koin-koin nominal 5 dan 10 Sen, di bagian muka terdapat gambar
Wayang, sedangkan nominal 1 Sen terdapat gambar kepala wayang. Di bagian belakangnya
terdapat tulisan Jepang, JAVA, Nominal (Sen), dan tahun Jepang 2603/04.
Pada tahun-tahun awal setelah proklamasi kemerdekaan, banyak dicetak uang kertas seri
ORI (Oeang Repoeblik Indonesa), dan uang-uang darurat yang dicetak oleh daerah-daerah
Koin Indonesia dicetak untuk pertama kalinya pada tahun 1951. Koin ini terbuat dari
aluminium dengan pecahan 5 Sen, dengan lubang pada bagian tengahnya. Koin aluminium
pecahan 10 Sen (tanpa lubang) dengan gambar Garuda dicetak pada tahun 1951 juga. Berikutnya
pada tahun 1952 dicetak koin-koin dengan pecahan 1 Sen (yang mempunyai desain sama dengan
pecahan 5 Sen bolong) dan pecahan 25 Sen. Pada tahun yang sama juga dicetak koin dengan
Seri koin-koin dengan gambar Sukarno juga dicetak untuk peredaran khusus di Kepulauan
Riau. Koin-koin dengan tahun 1962 (dicetak tahun 1963) ini terbuat dari aluminium, dan terdiri
dari pecahan 1, 5, 10, 25, dan 50 Sen. Koin-koin ini ditarik dari peredaran dan dinyatakan tidak
berlaku lagi sejak tanggal 30 September 1964. Pada pinggiran semua koin seri Kepulauan Riau ini,
Pada masa pembebasan IRIAN BARAT, juga dicetak koin-koin seri Sukarno yang dicetak
khusus untuk peredaran di Irian Barat, dan semuanya bertahun 1962 (dicetak tahun 1964).
Namun akhirnya dinyatakan tidak berlaku lagi sejak tanggal 31 Desember 1971.
Pada masa pemerintahan Suharto (1967-1998), banyak sekali koin-koin menarik yang
emas, dll.
Kita sebagai masyarakat Indonesia pasti pernah bertanya, sebenarnya kenapa mata uang
Negara kita bernama Rupiah, bagaimana sejarah dan ceritnya sehingga pemerintah menetapkan
nama Rupiah sebagai nama mata uang bangsa Indonesia.Berikut ini cerita singkat sejarah
Pemerintah memandang perlu mengeluarkan mata uang sendiri selain berfungsi sebagai
alat pembayaran yang sah juga dijadikan lambing utama Negara yang sudah merdeka. Perkataan
“rupiah” berasal dari perkataan “Rupee”, satuan mata uang India. Indonesia telah menggunakan
mata uang Gulden Belanda dari tahun 1610 hingga 1817. Setelah tahun 1817, dikenalkan mata
Mata uang rupiah pertama kali diperkenalkan secara resmi pada waktu Pendudukan
Jepang sewaktu Perang Dunia ke-2, dengan nama rupiah Hindia Belanda. Setelah berakhirnya
perang, Bank Jawa (Javaans Bank, selanjutnya menjadi Bank Indonesia) memperkenalkan mata
Mata uang gulden NICA yang dibuat oleh Sekutu dan beberapa mata uang yang dicetak
kumpulan gerilya juga berlaku pada masa itu.Tepatnya pada tanggal 2 November 1949
merupakan hari ditetapkannya rupiah sebagai mata uang resmi Negara Indonesia dan mata uang
rupiah dicetak serta diatur pengunaannya oleh Bank Indonesia. Walaupun saat itu Kepulauan Riau
dan Irian Barat memiliki variasi rupiah mereka sendiri tetapi penggunaan mereka dibubarkan pada
Rupiah merupakan mata uang yang boleh ditukar dengan bebas tetapi didagangkan
dengan pinalti disebabkan kadar inflasi yang tinggi . Mata Uang Baru dalam sejarah nilai uang
fungsi dan jenis jenis uang serta pembuatannya ternyata mengalami banyak cerita dan sejarah
yang panjang di negara indonesia Keadaan ekonomi di Indonesia pada awal kemerdekaan ditandai
dengan hiperinflasi akibat peredaran beberapa mata uang yang tidak terkendali, sementara
Pemerintah Republik Indonesia belum memiliki mata uang. Ada tiga mata uang yang dinyatakan
berlaku oleh pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 1 Oktober 1945, yaitu mata uang
Jepang, mata uang Hindia Belanda, dan mata uang De Javasche Bank.
Diantara ketiga mata uang tersebut yang nilai tukarnya mengalami penurunan tajam
adalah mata uang Jepang. Peredarannya mencapai empat milyar sehingga mata uang Jepang
tersebut menjadi sumber hiperinflasi. Lapisan masyarakat yang paling menderita adalah petani,
Kekacauan ekonomi akibat hiperinflasi diperparah oleh kebijakan Panglima AFNEI (Allied
Forces Netherlands East Indies) Letjen Sir Montagu Stopford yang pada 6 Maret 1946
mengumumkan pemberlakuan mata uang NICA di seluruh wilayah Indonesia yang telah diduduki
oleh pasukan AFNEI. Kebijakan ini diprotes keras oleh pemerintah Republik Indonesia , karena
melanggar persetujuan bahwa masing-masing pihak tidak boleh mengeluarkan mata uang baru
selama belum adanya penyelesaian politik. Namun protes keras ini diabaikan oleh AFNEI. Mata
uang NICA digunakan AFNEI untuk membiayai operasi-operasi militernya di Indonesia dan
sekaligus mengacaukan perekonomian nasional, sehingga akan muncul krisis kepercayaan rakyat
nasional.
kebijakan yang melarang seluruh rakyat Indonesia menggunakan mata uang NICA sebagai alat
tukar. Langkah ini sangat penting karena peredaran mata uang NICA berada di luar kendali
pemerintah RI, sehingga menyulitkan perbaikan ekonomi nasional. Oleh karena AFNEI tidak
mencabut pemberlakuan mata uang NICA, maka pada tanggal 26 Oktober 1946 pemerintah
Republik Indonesia memberlakukan mata uang baru ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai alat
tukar yang sah di seluruh wilayah Republik Indonesia . Sejak saat itu mata uang Jepang, mata
uang Hindia Belanda dan mata uang De Javasche Bank dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan
demikian hanya ada dua mata uang yang berlaku yaitu ORI dan NICA. Masing-masing mata uang
hanya diakui oleh yang mengeluarkannya. Jadi ORI hanya diakui oleh pemerintah Republik
Indonesia dan mata uang NICA hanya diakui oleh AFNEI. Rakyat ternyata lebih banyak
memberikan dukungan kepada ORI. Hal ini mempunyai dampak politik bahwa rakyat lebih
berpihak kepada pemerintah Republik Indonesia dari pada pemerintah sementara NICA yang
Untuk mengatur nilai tukar ORI dengan valuta asing yang ada di Indonesia, pemerintah
Republik Indonesia pada tanggal 1 November 1946 mengubah Yayasan Pusat Bank pimpinan
Margono Djojohadikusumo menjadi Bank Negara Indonesia (BNI). Beberapa bulan sebelumnya
pemerintah juga telah mengubah bank pemerintah pendudukan Jepang Shomin Ginko menjadi
Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Tyokin Kyoku menjadi Kantor Tabungan Pos (KTP) yang berubah
nama pada Juni 1949 menjadi Bank tabungan Pos dan akhirnya di tahun 1950 menjadi Bank
Tabungan Negara (BTN). Semua bank ini berfungsi sebagai bank umum yang dijalankan oleh
pemerintah Republik Indonesia . Fungsi utamanya adalah menghimpun dan menyalurkan dana
atau uang masyarakat serta pemberi jasa di dalam lalu lintas pembayaran.
Jauh sebelum kedatangan bangsa barat, nusantara telah menjadi pusat perdagangan
internasional. Sementara di daratan Eropa muncul lembaga perbankan sederhana, seperti Bank
van Leening di negeri Belanda. Sistem perbankan ini kemudian dibawa oleh bangsa barat yang
mengekspansi nusantara pada waktu yang sama. VOC di Jawa pada 1746 mendirikan De Bank van
Leening yang kemudian menjadi De Bank Courant en Bank van Leening pada 1752. Bank itu
adalah bank pertama yang lahir di nusantara, cikal bakal dari dunia perbankan pada masa
selanjutnya. Pada 24 Januari 1828, pemerintah Hindia Belanda mendirikan bank sirkulasi dengan
nama De Javasche Bank (DJB). Selama berpuluh-puluh tahun bank tersebut beroperasi dan
berkembang berdasarkan suatu oktroi dari penguasa Kerajaan Belanda, hingga akhirnya
Belanda untuk sementara waktu. Kemudian masa revolusi tiba, Hindia Belanda mengalami
dualisme kekuasaan, antara Republik Indonesia (RI) dan Nederlandsche Indische Civil
Administrative (NICA). Perbankan pun terbagi dua, DJB dan bank-bank Belanda di wilayah NICA
sedangkan “Jajasan Poesat Bank Indonesia” dan Bank Negara Indonesia di wilayah Republik
Indonesia . Konferensi Meja Bundar (KMB) 1949 mengakhiri konflik Indonesia dan Belanda,
ditetapkan kemudian DJB sebagai bank sentral bagi Republik Indonesia Serikat (RIS). Status ini
terus bertahan hingga masa kembalinya Republik Indonesia dalam negara kesatuan. Berikutnya
sebagai bangsa dan negara yang berdaulat, Republik Indonesia menasionalisasi bank sentralnya.
Maka sejak 1 Juli 1953 berubahlah DJB menjadi Bank Indonesia, bank sentral bagi Republik
Indonesia. Krisis ekonomi Asia tahun 1998 menyebabkan nilai tukar mata uang rupiah jatuh
hingga 35% dan dengan melemahnya mata uang rupiah keadaan perekonomian di Indonesia
menjadi menurun.
Sejarah mata uang dunia adalah segala sesuatu yang umumnya diterima oleh sekelompok
orang untuk pertukaran barang, jasa, atau sumber daya. Setiap negara memiliki sistem sendiri
Pada awalnya orang menggunakan barter. Barter adalah pertukaran barang atau jasa
dengan sistem kepercayaan. Namun karena seiring waktu berjalan, orang pun menjadi merugi
karena barang yang ditukar tidak begitu berharga dengan yang diberikan. Maka munculnya sistem
uang untuk mengatasinya, dengan cara ini kita bisa menukar barang berapapun banyaknya
Logam benda diperkenalkan sebagai uang sekitar 5000 SM Dengan 700 SM, Lydia waktu
itu berada di tempat yang sekarang bernama Turki. koin dilebur paduan alami dari emas dan
perak disebut electrum. Dan setiap koin memiliki berat jenis sebesar 4,7 gram. Koin ini berfungsi
sebagai alat tukar, satuanpembayaran dan mampu melestarikan nilai. Logam ini digunakan karena
sudah tersedia, mudah untuk bekerja dengan dan dapat didaur ulang. Sejak koin diberi nilai
tertentu, menjadi lebih mudah untuk membandingkan biaya barang orang inginkan.
Beberapa uang kertas paling awal dikenal tanggal kembali ke Cina, di mana masalah uang
kertas menjadi umum dari sekitar tahun 960 dan seterusnya. Sebuah mata uang kertas adalah
salah satu yang memiliki mekanisme untuk mengontrol dari penurunan nilai. Hal ini dilakukan
dengan mengelompokkan mata uang terhadap sejumlah tertentu aset berwujud seperti emas.
Pada 10 Maret 1862 Amerika Serikat pertama kali mengedarkan uang kertas, antara lain
pecahan $5, $10, dan $20. Mereka menjadi alat pembayaran yang sah dengan Undang-Undang
tanggal 17 Maret 1862. Dimasukkannya "In God We Trust" pada mata uang semua yang
diperlukan oleh hukum pada tahun 1955. Moto nasional pertama kali muncul pada uang kertas
pada tahun 1957 pada Sertifikat Perak $1, dan pada semua nota dimulai dengan Seri 1963.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan zamannya, perkembangan mata uang Indonesia dapat dibagi dalam beberapa
periode :
DAFTAR PUSTAKA
Choudhury, Money in Islam: a Study in Islamic Political Economy, (London: The Macmillan Press
Ltd, 1996)
Macroeconomics, an Islami Perspective. Ed. Sayyid Tahir et. al. (Selangor: Longman Malaysia