Anda di halaman 1dari 7

Makalah ini disusun oleh 

Muazzin, S.H.I
Alumi Al-Hilal Sigli Tahun 2015

KATA PENGANTAR

  Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat dan salam juga
disampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Serta sahabat dan keluarganya,
seayun langkah dan seiring bahu dalam menegakkan agama Allah. Dengan kebaikan beliau telah
membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan.
         Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah Bisnis Ekonomi pada Program Studi
Ekonomi Syari’ah STAI AL-AZIZYIAH SAMALANGA dengan ini penulis mengangkat judul “Ruang
Lingkup Bisnis Ekonomi”.
    Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya. Oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan kritikan dan saran-saran yang dapat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

                                                                                                                            Wassalam
                                                                                                                            Penulis,

                                                                                                                            KELOMPOK 3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR  i
DAFTAR ISI  ii

BAB I PENDAHULUAN
     A. Latar Belakang   1
     B. Rumusan Masalah 1 
     C. Tujuan penulisan 1

BAB II PEMBAHASAN
     A. Pengertian bisnis syariah   2
     B. Sejarah perkembangan bisnis syariah   2
     C. Jenis usaha perusahaan bisnis syariah 5
     D. Bisnis syariah dan pengaruhnya terhadap dinamika masyarakat 7
BAB III PENUTUP
     A. Kesimpulan 11

DAFTAR PUSTAKA   12

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
              Perjanjian merupakan salah satu cara yang membantu manusia agar dapat berinteraksi
dengan yang lainnya dengan baik. Dalam perjanjian terdapat suatu kesepakatan antara kedua
belah pihak yang telah mengikat keduanya. Maka dari itu, suatu perjanjian itu suatu kesepakatan
yang sangat dibutuhkan oleh manusia untuk mencapai tujuan bersama. Dan dari sinilah akan
timbul rasa kebersamaan antara manusia.
             Permasalahan hukum akan timbul manakala ketika masih dalam proses perundingan
sebelum perjanjian tersebut sah, salah satu pihak telah melakukan perbuatan hukum seperti
meminjam uang, membeli tanah padahal belum tercapai kesepakatan final antara mereka
mengenai kontrak bisnis yang dirundingkan

B. Rumusan Masalah
      1. Menjelaskan pengertian bisnis syariah
      2. Menjelaskan sejarah perkembangan bisnis syariah
      3. Menjelaskan jenis usaha perkembangan bisnis syariah
      4. Menjelaskan bisnis syariah dan pengaruhnya terhadap dinamika masyarakat

C. Tujuan Penulisan
          Adapun tujuan kami dalam menyusun makalah ini adalah disamping untuk memenuhi tugas
dalam perkuliahan juga agar semua mahasiswa/i mampu memahami tentang ruang lingkup bisnis
syariah dan perkembangannya.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Bisnis Syariah


            Secara bahasa, Syariat (al-syari’ah) berarti sumber air minum (mawrid al-ma’ li al istisqa)
atau jalan lurus (at-thariq al-mustaqîm). Sedang secara istilah Syariah bermakna perundang-
undangan yang diturunkan Allah Swt melalui Rasulullah Muhammad SAW untuk seluruh umat
manusia baik menyangkut masalah ibadah, akhlak, makanan, minuman pakaian maupun
muamalah (interaksi sesama manusia dalam berbagai aspek kehidupan) guna meraih kebahagiaan
di dunia dan di akhirat.
Menurut Syafi’I Antonio, syariah mempunyai keunikan tersendiri, Syariah tidak saja komprehensif,
tetapi juga universal. Universal bermakna bahwa syariah dapat diterapkan dalam setiap waktu dan
tempat oleh setiap manusia. Keuniversalan ini terutama pada bidang sosial (ekonomi) yang tidak
membeda-bedakan antara kalangan Muslim dan non-Muslim. (Syariah Marketing, Hal. 169).
       Bisnis adalah suatu aktifitas individu atau kelompok/organisasi untuk memproduksi dan
memasarkan barang atau jasa kepada konsumen dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan
atau profit. Dengan mengacu pada pengertian tersebut, Hermawan Kartajaya dan Syakir Sula
memberi pengertian bahwa Bisnis syariah adalah bisnis yang santun, bisnis yang penuh
kebersamaan dan penghormatan atas hak masing-masing. (Syariah Marketing, hal. 45).
Pengertian yang hari lalu cenderung normatif dan terkesan jauh dari kenyataan bisnis kini dapat
dilihat dan dipraktikkan dan akan menjadi trend bisnis masa depan

B. Sejarah Perkembangan Bisnis Syariah


           Kaidah Bisnis dalam konsep Syariah Islam dapat didefinisikan sebagai kumpulan dasar-
dasar hukum yang baku dan permanen, yang disimpulkan dari sumber-sumber Syariah Islam dan
dipergunakan sebagai aturan oleh seorang akuntan dalam pekerjaannya, baik dalam pembukuan,
analisis, pengukuran, pemaparan, maupun penjelasan, dan menjadi pijakan dalam menjelaskan
suatu kejadian atau peristiwa.
         Dalam penyusunan bisnis Islam kemungkinan ada persamaan dengan bisnis konvensional
khususnya dalam teknik dan operasionalnya. Seperti dalam bentuk pemakaian buku besar, sistem
pencatatan, proses penyusunan bisa sama. Namun perbedaan akan kembali mengemuka ketika
membahas subtansi dari isi laporannya, karena berbedanya filosofi.
        Sejarah lahirnya ilmu bisnis syariah tidak terlepas dari perkembangan Islam, kewajiban
mencatat transaksi non tunai (QS. Al-Baqarah: 282), mendorong umat islam peduli terhadap
pencatatan dan menimbulkan tradisi pencatatan di kalangan umat, dan hal ini merupakan salah
satu faktor yang mendorong kerjasama waktu itu.

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang
ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah
mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu
mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan
janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya…” (QS. Al-Baqarah: 282).

          Begitu juga dengan kewajiban mengeluarkan zakat mendorong pemerintah membuat


laporan pertanggungjawaban periodik terhadap baitul maal yang mereka kelola, begitu juga
dengan pengusaha-pengusaha muslim pada waktu itu, mengklasifikasikan hartanya sesuai
ketentuan zakat dan membayarkan zakatnya jika telah memenuhi ketentuan nisab dan haul.
Rasulullah SAW sendiri pada masa hidupnya juga telah mendidik secara khusus beberapa sahabat
untuk menangani profesi akuntan dengan sebutan “hafazhatul amwal” (pengawas keuangan).
         Sejarah membuktikan bahwa Ilmu Bisnis telah lama dipraktekkan dalam dunia islam, seperti
istilah jurnal (dahulu zornal), telah lebih dahulu digunakan pada zaman khalifah islam dengan
istilah “jaridah” untuk buku catatan keuangan.  Begitu juga dengan double entry yang ditulis oleh
Luca Pacioli. Dapat kita saksikan dari sejarah, bahwa ternyata Islam lebih dahulu mengenal sistem
bisnis, karena Al Quran telah diturunkan pada tahun 610 M, yakni 800 tahun lebih dahulu dari
Luca Pacioli yang menerbitkan bukunya pada tahun 1494.
            Negara Madinah merupakan letak awal perkembangan Islam yaitu pada tahun 622 M atau
tahun 1 H. Hal ini didasari oleh konsep bahwa seluruh muslim adalah bersaudara sehingga
kegiatan kenegaraan dilakukan secara gotong royong atau kerja sama dan Negara tersebut tidak
memiliki pemasukan dan pengeluaran. Bentuk sekertariat didirikan akhir tahun 6 H Nabi
Muhammad SAW bertindak sebagai kepala Negara dan juga sebagai ketua Mahkama Agung. Mufti
besar dan panglima perang tertinggi bertindak sebagai penanggung jawab administrasi Negara.
         Pada abad ke 7 Rasulullah SAW mendirikan Baitul Maal. Fungsinya sebagai penyimpanan
ketika adanya pembayaran wajib zakat dan usur (pajak pertanian dari muslim) dan adanya
perluasan wilayah atau jizia yaitu pajak perlindungan dari non muslim, dan juga adanya kharaj
yaitu pajak pertanian dari non muslim.

Perkembangan Bisnis Syariah pada Zaman Khalifah


1. Abu Bakar Assidiq
            Pada masa pemerintahan Abu Bakar, pengelolaan Baitul Maal masih sangat sederhana,
dimana penerimaan dan pengeluaran dilakukan secara seimbang, sehingga hampir tidak pernah
ada sisa.
2. Umar bin Khattab
             Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab sudah dikenalkan dengan istilah “Diwan”
yaitu tempat dimana pelaksana duduk, bekerja dan dimana bisnis dicatat dan disimpan yang
berfungsi untuk mengurusi pembayaran gaji. Khalifah Umar menunjukkan bahwa bisnis
berkembang dari suatu lokasi ke lokasi lain sebagai akibat dari hubungan antar masyarakat. Selain
itu Baitul Maal sudah diputuskan di  daerah-daerah taklukan islam.
3. Utsman bin Affan
           Pada masa pemerintahan khalifah Utsman, memperkenalkan tentang istilah khittabat al-
Rasull wa sirr yaitu berarti memelihara pencatatan rahasia. Dalam hal pengawasan pelaksanaan
agama dan moral lebih difokuskan kepada muhtasib yaitu orang-orang yang bertanggung jawab
atas lembaga al hisbah, misalnya mengenai timbangan, kecurangan dalam penjualan, orang yang
tidak banyak hutang dan juga termasuk ke dalam perhitungan ibadah bahkan termasuk
memeriksa iman, dan juga masih banyak yang lain yang termasuk perhitungan atau sesuatu
ketidak adilan didunia ini untuk semua mahluk
4. Ali Bin Abi Thalib
             Pada masa pemerintahan Ali yaitu adanya sistem administrasi Baitul Maal difokuskan
pada pusat dan lokal yang berjalan baik, surplus pada Baitul Maal dibagikan secara profesional
sesuai dengan ketentuan Rasulallah SAW. Adanya surplus ini menunjukkan bahwa proses
pencatatan dan pelaporan berlangsung dengan baik. Khalifah Ali memilki konsep tentang
pemerintahan, administrasi umum dan masalah-masalah yang berkaitan dengannya secara jelas.

C. Jenis Usaha Perusahaan Bisnis Syariah


            Produk perbankan syariah secara umum dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu : 
1. Produk Penyaluran Dana 
a) Akad Bagi Hasil
• Musyarakah
         Transaksi ini dilandasi oleh adanya keinginan para pihak yang bekerjasama untuk
meningkatkan nilai asset yang mereka miliki secara bersama-sama. Semua modal disatukan untuk
dijadikan modal proyek musyarakah dan dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak
turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek.
• Mudharabah
       Mudharabah adalah bentuk kerjasama antara dua atau lebih pihak dima¬na pemilik modal
(shahibul maal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu
perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerjasama de¬ngan kontribusi 100%
modal dari shahibul maal dan keahlian dari mudharib. Dalam mudharabah modal ha¬nya berasal
dari satu pihak, sedangkan dalam musyarakah mo¬dal berasal dari dua pihak atau lebih. Jika
obyek yang didanai ditentukan oleh pemilik modal, maka kontrak tersebut dinamakan
mudharabah al muqayyadah.

b) Akad Jual Beli


• Murabahah
         Yaitu kontrak jual-beli di mana bank bertindak sebagai penjual sementara nasabah sebagai
pembeli. Harga jual adalah harga beli bank di tambah keuntungan. Dalam transaksi ini barang
diserahkan segera setelah akad, sedangkan pembayaran dapat dilakukan secara cicilan (bi tsaman
ajil) maupun sekaligus.
• Bai’ As Salam
          Yaitu kontrak jual-beli di mana nasabah bertindak sebagai penjual sementara bank sebagai
pembeli. Barang diserahkan oleh nasabah secara tangguh, sedangkan pembayaran secara tunai
oleh bank. Dalam transaksi ini kuantitas, harga dan waktu penyerahan barang harus ditentukan
secara pasti. Transaksi ini biasanya digunakan untuk produk pertanian dalam jangka waktu yang
singkat
• Bai’Al Istishna’
        Produk istishna menyerupai produk salam, namun dalam istishna pembayarannya dapat
dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran. Skim istishna dalam bank
syar¬iah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi.
• Ijarah dan Ijarah wa Iqtina
            Yaitu kontrak jual-beli di mana bank bertindak sebagai penjual jasa sementara nasabah
sebagai pembeli. Diakhir masa kontrak bank dapat menawarkan nasabah untuk membeli barang
yang disewakan. Jika sewa cicilannya sudah termasuk harga pokok barang disebut Ijarah wa
iqtina.

2. Produk Penghimpunan Dana 


a) Giro Wadiah
          Wadi’ah amanah, prinsipnya harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi.
Wadi’ah dhamanah, pihak yang dititipi (bank) bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan
sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut.
b) Rekening Tabungan
          Bank menerima simpanan dari nasabah dengan jasa penitipan dana. Bank mendapatkan
izin dari nasabah untuk menggunakan dana tersebut selama mengendap di bank. Keuntungan dari
penggunaan dana akan dibagi dengan nasabah dengan pembagian yang disepakati di awal. Bank
juga menjamin pembayaran kembali semua simpanan nasabah.
c) Rekening Investasi Umum
           Produk ini menggunakan prinsip mudharabah mutlaqah, dimana bank bertindak sebagai
mudharib dan nasabah sebagai baitul maal. Variasi waktu simpanan bisa 1, 3, 6, 12, 24 bulan dan
seterusnya. Dalam hal ini kerugian ditanggung nasabah dan bank akan kehilangan keuntungan.
d) Rekening Investasi Khusus
              Produk ini menggunakan prinsip mudharabah muqayyadah, dimana bank menerima
pinjaman dari pemerintah atau nasabah korporasi. Bentuk investasi dan pembagian keuntungan
dinegosiasikan kasus per kasus.

3. Produk Jasa 
a) Rahn
           Merupakan akad menggadaikan barang dari satu pihak ke pihak lain, dengan uang sebagai
gantinya. Akad ini dapat berubah menjadi produk jika digunakan untuk pelayanan kebutuhan
konsumtif dan jasa seperti pendidikan, kesehatan, dll.
b) Wakalah
           Merupakan akad perwakilan antara dua pihak. Umumnya digunakan untuk penerbitan L/C
(Letter of Credit), akan tetapi juga dapat digunakan untuk mentransfer dana nasabah ke pihak
lain.
c) Kafalah
          Merupakan akad untuk penjaminan. Akad ini digunakan untuk penerbitan garansi ataupun
sebagai jaminan pembayaran lebih dulu.
d) Hawalah
          Merupakan akad untuk pemindahan utang-piutang. Kebanyakan ulama menyatakan bahwa
bank tidak boleh mengambil keuntungan dari produk ini.
e) Ju’alah
              Prinsip ini digunakan oleh bank dalam menawarkan jasa dengan fee sebagai imbalannya.
f) Sharf
           Merupakan transaksi pertukaran emas, perak serta mata uang asing. Beberapa syarat
untuk produk ini antara lain :
1. Harus tunai
2. Serah terima harus dilaksanakan dalam majelis kontak
3. Pertukaran mata uang yang sama harus dalam jumlah / kuantitas yang sama

D. Bisnis Syariah dan Pengaruhnya Terhadap Dinamika Masyarakat


          Konsep Bank Syariah adalah menjalankan sistem perbankan sesuai dengan ketentuan
syariah (hukum Islam). Cita-cita luhur yang diusung oleh bank syariah adalah mewujudkan
kemaslahatan nasabah, menjadikan sistem perbankan yang adil, menenteramkan dan
menguntungkan. Sama halnya dengan bank konvensional, bank syariah juga memiliki produk
pendanaan, pembiayaan (kredit), jasa, dan lain-lain. Namun, bank syariah dijalankan dengan
konsep nirbunga. 
           Operasional perbankan syariah dijalankan untuk meniadakan sistem bunga dengan
menggunakan akad-akad bisnis yang sesuai dengan ketentuan syariah Islam. Misalnya akad jual
beli, bagi hasil, sewa menyewa, dan lain-lain. 
           Ada 3 cara bank syariah dalam memodifikasi produk perbankan, yaitu menyariahkan
produk yang bisa disesuaikan dengan syariah, menghilangkan produk yang tidak bisa
disyariahkan, dan membuat produk baru.
            Tumbuh kembang perbankan syariah ini juga mendapat dukungan signifikan dari regulator
seperti adanya Fatwa MUI tentang haramnya bunga bank, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah,
Peraturan Bank Indonesia serta berbagai regulasi lain yang mempermudah tumbuh kembang
bisnis ini.
           Namun, tetap saja bank syariah belum menjadi pilihan utama masyarakat untuk
melakukan transaksi perbankan. Bank konvensional masih tetap menjadi pilihan utama
masyarakat dengan berhasil menambah aset sebesar Rp.1.213 triliun hanya dalam waktu 5 tahun
terakhir sehigga total aset bank konvensional saat ini adalah Rp.2.683 triliun (BI: Juli 2010).
            Bandingkan dengan bank syariah yang hanya berhasil menambah aset sebesar Rp.58
triliun dalam waktu 5 tahun terakhir sehingga total aset bank syariah saat ini adalah Rp.78 triliun
(BI: Juli 2010).
Kendala
         Tumbuh kembang perbankan syariah dalam 2 dekade terakhir ini, tak bisa lepas dari
pengaruh faktor psikologis, sosial, ekonomi dan kultural masyarakat yang ratusan tahun terlanjur
menggunakan sistem perbankan konvensional yang berbasis bunga.
      Meskipun mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim, namun masyarakat terlanjur
memaklumi eksistensi sistem perbankan berbasis bunga, bahkan sampai saat ini pun pemerintah
melegalkan dan mendukung penuh sistem ini. Pemuka agama pun seakan merestui sistem ini
berkembang pesat sampai sekarang.
            Sementara itu, praktek bank syariah juga tetap harus melibatkan diri dengan hegemoni
sistem keuangan global berbasis bunga tersebut. Penentuan margin keuntungan dalam akad jual
beli, margin bagi hasil, margin sewa, dan fee based income bank syariah terpaksa harus melirik BI
Rate.
            Padahal masyarakat sebenarnya berharap agar bank syariah sama sekali beda dan
memiliki nilai lebih dibanding bank konvensional  baik dari segi akad, substansi maupun dampak
yang dirasakan. Apalagi perbankan syariah sendiri juga menjanjikan adanya kemurnian nilai
syariah dalam praktek operasionalnya.
            Istilah bahasa Arab yang digunakan juga semakin menunjukkan bahwa perbankan syariah
masih eksklusif. Faktor SDM, IT, manajemen serta insfrastruktur bank syariah yang kurang handal
juga menjadi salah satu penyebab kurang diminatinya bank syariah.

Kondisi Ideal
           Sebenarnya, perbankan syariah bisa menjadi seperti yang diharapkan masyarakat jika
bank syariah bisa terlepas dari sistem fiat money (uang kertas dengan segala dampaknya)
maupun interest system (sistem bunga). Fiat money bisa diganti dengan konsep ekonomi dan
keuangan berbasis dinar/dirham, yaitu mata uang emas/perak yang memiliki nilai instrinsik sama
dengan nominalnya, bersifat stabil, dengan nilai inflasi hampir selalau 0%.
             Konsep dinar/dirham bisa meniadakan adanya faktor interest system, bisa terhindar dari
time value of money, karena nilai uang tidak lagi tergantung oleh pergerakan waktu. Contoh
sederhana jika nasabah membeli barang dari bank dengan harga 100 dinar, maka dia akan tetap
membayar 100 dinar meskipun dibayar tunai atau secara angsuran dalam jangka waktu tertentu.
           Untuk skema akad berbasis bagi hasil, sewa, atau fee based income, tentu akan
menyesuaikan dengan seberapa besar bagi hasil yang diperoleh, seberapa besar margin sewa dari
barang/jasa disewakan, atau fee atas jasa perbankan yang diberikan.
           Lebih jauh lagi, transaksi online yang bernilai triliunan rupiah (misalnya) akan bisa
dilakukan dengan tetap mencadangkan emas senilai transaksi tersebut. Kondisi ini menyebabkan
seluruh transaksi bernilai riil sehingga bisa terhindar dari segala bentuk ketidakjelasan
bertransaksi (gharar), dan manajemen risiko lebih terkontrol.
            Bank syariah akan lebih berfungsi sebagai baytul mal yang akan mendistribusikan harta
secara proporsional, namun tetap menjalankan fungsi profit maupun non profit. Nasabah tidak
mampu akan diberikan prioritas yang lebih dibanding nasabah yang kaya raya.
           Bank syariah juga akan mengumpulkan dana Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf (ZISWAF)
dari masyarakat yang mampu. Dana inilah yang akan digunakan bank syariah untuk memberikan
pinjaman (qardh) kepada kaum dhuafa.
           Konsep ini akan menyebabkan fungsi perbankan syariah lebih didominasi oleh investasi
dan pembiayaan bersifat produktif, serta modal usaha di sektor riil. Sektor konsumsi diprioritaskan
untuk melayani masyarakat tidak mampu.
            Sudah saatnya pula bank syariah harus mulai memopulerkan penggunaan istilah-istilah
bahasa Indonesia sehingga terasa ringan didengar, mengena, dan tidak terkesan eksklusif. SDM,
IT, Infrastruktur, dan manajemen bank syariah harus dibenahi agar mampu bersaing dengan
hegemoni perbankan konvensional yang sudah terlanjur matang.
          Kondisi ideal tersebut bisa terwujud dengan syarat para praktisi, akademisi, dan penggiat
bank syariah harus jujur bahwa praktek yang saat ini dijalankan adalah masih dalam kondisi
darurat yang masih jauh dari ideal meskipun inilah praktek terbaik perbankan syariah yang bisa
dilakukan untuk saat ini.
          Kejujuran ini akan memicu kesungguhan berbagai elemen untuk mewujudkan sistem
perbankan syariah seperti yang dicita-citakan. Sebuah kejujuran yang tentu harus didukung
dengan keseriusan berbagai elemen untuk menyelesaikan tahap demi tahap menuju sistem
perbankan syariah berbasis dinar/dirham.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
            Secara bahasa, Syariat (al-syari’ah) berarti sumber air minum (mawrid al-ma’ li al istisqa)
atau jalan lurus (at-thariq al-mustaqîm).
          Bisnis adalah suatu aktifitas individu atau kelompok/organisasi untuk memproduksi dan
memasarkan barang atau jasa kepada konsumen dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan
atau profit.
             Sejarah membuktikan bahwa Ilmu Bisnis telah lama dipraktekkan dalam dunia islam,
seperti istilah jurnal (dahulu zornal), telah lebih dahulu digunakan pada zaman khalifah islam
dengan istilah “jaridah” untuk buku catatan keuangan.  Begitu juga dengan double entry yang
ditulis oleh Luca Pacioli. Dapat kita saksikan dari sejarah, bahwa ternyata Islam lebih dahulu
mengenal sistem bisnis, karena Al Quran telah diturunkan pada tahun 610 M, yakni 800 tahun
lebih dahulu dari Luca Pacioli yang menerbitkan bukunya pada tahun 1494.
            Jenis usaha bisnis syariah secara umum dikelompokkan menjadi 3 bagian, yaitu : 
1. Produk Penyaluran Dana 
2. Produk penghimpun dana
3. Produk jasa
          Sebenarnya, perbankan syariah bisa menjadi seperti yang diharapkan masyarakat jika bank
syariah bisa terlepas dari sistem fiat money (uang kertas dengan segala dampaknya) maupun
interest system (sistem bunga). Fiat money bisa diganti dengan konsep ekonomi dan keuangan
berbasis dinar/dirham, yaitu mata uang emas/perak yang memiliki nilai instrinsik sama dengan
nominalnya, bersifat stabil, dengan nilai inflasi hampir selalau 0%.
           Konsep dinar/dirham bisa meniadakan adanya faktor interest system, bisa terhindar dari
time value of money, karena nilai uang tidak lagi tergantung oleh pergerakan waktu. Contoh
sederhana jika nasabah membeli barang dari bank dengan harga 100 dinar, maka dia akan tetap
membayar 100 dinar meskipun dibayar tunai atau secara angsuran dalam jangka waktu tertentu.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Ghofur Anshori, Perbankan Syari’ah Di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 2009)
Al Zuhaili, Wahbah. 1985. Al Fiqih Al Islami wa Adillatuh. Beirut: Dar Al Fikri
Muhammad. 2005. Konstruksi Mudharabah Dalam Bisnis Syari’ah. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta
Dr. H. Hendi Suhendi,M.Si. 2008. Fiqh Muamalah:Membahas Ekonomi Islam. Jakarta : PT    
RajaGrafindo Persada

Anda mungkin juga menyukai