Anda di halaman 1dari 18

SEJARAH PERKEMBANGAN

AKUNTANSI SYARIAH

DOSEN PENGAMPU :

SUCI, S.E., M.Ak.

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK I

OVHAN SALLUK (2004020082)

DIZA FITRAH (2004020102)

BUNGA ESYA (2004020095)

TITA RESKI (2004020106)

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PALOPO

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “
SEJARAH PERKEMBANGAN AKUNTANSI SYARIAH” tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada
mata kuliah AKUNTANSI PERBANKAN SYARIAH. Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Suci, S.E., M.Ak. Selaku
Dosen pembimbing pada mata kuliah Akuntansi Perbankan Syariah yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Akhirul kalam, kami menyadari
makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Palopo, Oktober 2022

Penulis

ii
DAFRAR ISI

LEMBAR JUDUL .....................................................................................

KATA PENGANTAR ............................................................................... ii

DAFTAR ISI .............................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................

A. Latar Belakang ............................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ........................................................................... 1
C. Tujuan dan Manfaat......................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ...........................................................................

A. Pengaruh Islam Terhadap Perkembangan Akuntansi ...................... 3


B. Praktik Akuntansi Pemerintahan Islam .......................................... 5
C. Hubungan Peradaban Islam Dengan Buku Pacioli ......................... 7
D. Berbagai Pendekatan Dalam Mengembangkan Akuntansi Syariah 10

BAB III PENUTUP ...................................................................................

A. Kesimpulan...................................................................................... 14
B. Saran ................................................................................................ 14

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 15

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Akuntansi pada dasarnya adalah media pencatatan sekaligus
penghitungan aktivitas ekonomi, termasuk ragam transaksinya sampai
menjadi laporan keuangan yang berguna dalam pengambilan keputusan
ekonomi. Dengan demikian, antara mencatat dan menghitung dapat dianggap
berkaitan antara makna account, measure, assess, evaluate, dan bahkan
compute. Manusia eksis di dunia, sejak lahir hakikatnya secara tidak langsung
berkaitan dengan aktivitas eknomi : konsumsi dan produksi.
Perkembangan akuntansi sebagai salah satu cabang ilmu sosial telah
mengalami pergeseran nilai yang sangat mendasar dan berarti, terutama
mengenai kerangka teori yang mendasari tuntunan perubahan yang terjadi
dalam kehidupan masyarakat. Karim mengemukakan bahwa selama ini yang
digunakan sebagai dasar konstruksi teori akuntansi lahir dari konteks budaya
dan ideologi.
Demikian halnya dengan konstruksi akuntansi konvensional menjadi
akuntansi islam (syariah) yang lahir dari nilai-nilai budaya masyarakat dan
ajaran syariah islam yang dipraktikkan dalam kehidupan sosial ekonomi.
Akuntansi syariah dapat dipandang sebagai konstruksi sosial masyarakat
islam guna menerapkan ekonomi islam dalam kegiatan ekonomi. Keuangan
islam digunakan sebagai instrumen pendukung penerapan nilai-nilai islami
dalam ranah akuntansi. Fungsi utamanya adalah alat manajemen yang
menyediakan informasi kepada pihak internal dan eksternal organisasi.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengaruh Islam Terhadap Perkembangan Akuntansi ?
2. Bagaimana Praktik Akuntansi Pemerintahan Islam ?
3. Bagaimana Hubungan Peradaban Islam Dengan Buku Pacioli ?
4. Apa Saja Jenis Pendekatan Yang Digunakan Dalam Mengembangkan
Akuntansi Syariah ?

1
2

C. Tujuan Dan Manfat


1. Untuk Mengetahui Pengaruh Islam Terhadap Perkembangan Akuntansi
2. Untuk Mengetahui Praktik Akuntansi Pemerintahan Islam
3. Untuk Mengetahui Hubungan Peradaban Islam Dengan Buku Pacioli
4. Untuk Mengetahui Jenis Pendekatan Yang Digunakan Dalam
mengembangkan Akuntansi Syariah
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengaruh Islam Terhadap Perkembangan Akuntansi


Sebelum berdirinya pemerintahan islam, peradaban didominasi oleh dua
bangsa besar yang memiliki wilayah yang luas, yaitu bangsa Romawi dan
bangsa Persia. Sebagian besardaerah di Timur Tengah saat Nabi Muhammad
SAW lahir berada dalam jajahan dan menggunakan bahasa negara jajahan
seperti Syam (sekarang meliputi Siria, Lebanon, Yordania, Palestina dan
Israel) yang dijajah oleh Romawi, sedangkan Irak dijajah oleh Persia. Adapun
perdagangan bangsa Arab Mekkah terbatas Yaman pada musim dingin dan
Syam pada musim panas.
Pada saat itu, akuntansi telah digunakan dalam bentuk perhitungan
barang dagangan oleh para pedagang sejak mulai berdagang sampai pulang
kembali (Adnan dan Labatjo, 2006). Perhitungan dilakukan untuk mengetahui
perubahan-perubahan, dan untung atau rugi. Selain itu, menurut Syahatah
(2001), orang-orang Yahudi, yang saat itu banyak melakukan perdagangan,
menetap dan juga telah memakai akuntansi untuk transaksi utang-piutang
mereka.
Praktik akuntansi pada masa Rasulullah mulai berkembang setelah ada
perintah Allah melalui Al-Qur’an untuk mencatat transaksi yang bersifat tidak
tunai (Al-qur’an 2 : 282) dan untuk membayar zakat (Al-qur’an 2 : 110, 117;
9 : 18, 71; 22 :78; 58 : 13). Melalui Al-qur’an surah Al-Baqarah ayat 282
yang sebagian artinya berbunyi :
“ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah
tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah
kamu menuliskannya. Dan hendaklah seseorang penulis di
antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah
penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah
mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan
hendaklah orang yang berhutang itu mendiktekan (apa yang

3
4

akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah


Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada
hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah
akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak
mampu mendiktekannya, maka hendaklah walinya
mendiktekan dengan jujur....”
Dalam hal ini perintah Allah SWT untuk mencatat transaksi yang bersifat
tidak tunai telah mendorong setiap individu untuk senantiasa menggunakan
dokumen ataupun bukti transaksi.
Adapun perintah allah untuk mebayar zakat telah mendorong umat islam
saat itu untuk mencatat dan menilai aset yang dimilikinya. Perintah tersebut
didasarkan pada Al-qur’an antara lain Surah Al-Baqarah ayat 110 yang
artinya :
“ Dan laksanakanlah shalat dan tunaikan zakat. Dan segala
kebaikan yang kamu kerjakan untuk dirimu, kamu akan
mendapatkannya (pahala) di sisi Allah. Sungguh Allah
Maha Melihat apa yang kamu kerjakan” (Q.S. Al-Baqarah :
110).
Secara operasional, pembayaran zakat diuraikan Nabi Muhammad SAW
Dalam berbagai macam hadis antara lain yang diriwayatkan oleh Bukhari.
“ Dari Salim Ibnu Abdullah, dari ayahnya r.a., bahwa Nabi
Shalallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : tanaman yang
disiram dengan air hujan atau dengan sumber air atau
dengan pengisapan air dari tanah, zakatnya sepersepuluh,
dan tanaman yang disiram dengan tenaga manusia, zakatnya
seperduapuluh.”
Dengan demikian, agar zakat bisa dibayar dengan jumlah yang benar,
seorang wajib zakat perlu melakukan pencatatan dan perhitungan terhadap
hasil usahanya yang diwajibkan untuk membayar zakat. Kewajiban
membayar zakat tidak saja pada hasil pertanian, peternakan, ataupun
5

pertambangan. Dalam satu riwayat, dilaporkan oleh Abu Ubaid, bahwa


Maimun bin Mihran, ulama tabiin, berkata :
“ Apabila sudah tiba temponya kau berzakat, hitunglah berapa
jumlah uang kontan yang ada padamu dan barang yang ada,
hitung berapa nilai barang itu, begitu juga piutang yang ada
pada orang yang mampu, kemudian keluarkanlah utangmu
sendiri, barulah dikeluarkan zakat darinya”.
Cara perhitungan zakat dalam riwayat di atas, telah menjadi salah satu
pendekatan dalam menghitung besarnya zakat perniagaan suatu usaha
dagang. Jika dicermati lebih lanjut, prinsip-prinsip perhitungan zakat
perniagaan tersebut amatlah mirip dengan konsep net current asset dalam
akuntansi yang kita gunakan sekarang, yaitu selisih antara aset lancar dengan
liabilitas lancar.
Berkembangnya praktik pencatatan dan penilaian aset, merupakan
konsekuensi logis dari ketentuan pembayaran zakat yang besarnya dihitung
berdasarkan persentase tertentu dari aset yang dimiliki seseorang yang telah
memenuhi kriteria nisab dan haul. Dijelaskan dalam kitab-kitab fikih bahwa
nisab dan haul adalah kriteria yang ditetapkan atas wajib tidaknya seseorang
membayar zakat. Nisab merupakan kriteria yang didasarkan atas batas
minimal nilai kekayaan yang dikenakan kewajiban zakat, sedangkan haul
merupakan kriteria yang didasarkan atas jangka waktu yang dipenuhi hingga
kewajiban zakat timbul pada pembayaran zakat (muzakki). Dalam bahasa
kajian fikih zakat, jangka waktu yang mesti dipenuhi untuk zakat harta adalah
satu tahun, periodisasi yang sama dengan periodisasi pelaporan akuntansi saat
ini.
B. Praktik Akuntansi Pemerintahan Islam
Kewajiban zakat berdampak pada didirikannya institusi Baitulmal oleh
Nabi Muhammad SAW yang berfungsi sebagai lembaga penyimpanan zakat
beserta pendapatan lain yang diterima oleh negara. Hawari (1989) dalam Zaid
(2001) mengungkapkan bahwa pemerintahan Rasulullah memiliki 42 pejabat
yang digaji yang terspesialisasi dalam peran dan tugas tersendiri. Adnan dan
6

Labatjo (2006) memandang bahwa praktik akuntansi pada lembaga


Baitulmaldi zaman Rasulullah baru berada pada tahap penyiapan personal
yang menagani fungsi-fungsi lembaga keuangan negara. Pada masa tersebut
harta kekayaan yang diperoleh negara langsung didistribusikan setelah harta
tersebut diperoleh. Dengan demikian, tidak terlalu diperlukan pelaporan atas
penerimaan dan pengeluaran Baitulmal. Hal sama berlanjut pada masa
Khalifah Abu Bakar as Siddik.
Perkembangan pemerintahan islam hingga meliputi Timur Tengah,
Afrika, dan Asia di zaman Khalifah Umar bin Khatab telah meningkatkan
penerimaan negara secara signifikan. Dengan demikian, kekayaan negara
yang disimpan di Baitulmal juga makin besar. Para sahabat
merekomendasikan perlunya pencatatan untuk pertanggung jawaban
penerimaan dan pengeluaran negara. Selanjutnya, Khalifah Umar bin Khatab
mendirikan unit khusus yang bernama Diwan (dari kata dawwana = tulisan)
yang bertugas membuat laporan keuangan Baitulmal sebagai bentuk
akuntabilitas Khalifah atas dana Baitulmal yang menjadi tanggung
jawabnya (Zaid, 2001).
Selanjutnya, reliabilitas laporan keuangan pemerintahan dikembangkan
oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz (681-720 M) berupa praktik pengeluaran
bukti penerimaan uang. Kemudian, Khalifah Al Waleed bin Abdul Malik
(705-715 M) mengenalkan catatan dan register yang terjilid dan tidak terpisah
seperti sebelumnya (Lasyin, 1973, dalam Zaid, 2001).
Evolusi perkembangan pengelolaan buku akuntansi mencapai tingkat
tertinggi pada masa Daulah Abbasiah. Akuntansi diklasifikasikan pada
beberapa spesialisasi, antara lain akuntansi peternakan, akuntansi pertanian,
akuntansi bendahara, akuntansi konstruksi, akuntansi mata uang, dan
pemeriksaan buku (auditing) (Zaid, 2001). Pada masa itu, sistem pembukuan
telah menggunakan model buku besar, yang meliputi sebagai berikut.
1. Jaridah Al-Kharaj (mirip receivable subsidiary ledger), merupakan
pembukuan pemerintah terhadap piutang pada individu atas zakat tanah,
hasil pertanian, serta hewan ternak yang belum dibayar dan cicilan yang
7

telah dibayar (Lasyin, 1973, dalam Zaid, 2001). Piutang dicatat di satu
kolom dan cicilan pembayaran dikolom yang lain.
2. Jaridah An-Nafaqat (jurnal pengeluaran), merupakan pembukuan yang
digunakan untuk mencatat pengeluaran negara
3. Jaridah Al-Mal (jurnal dana), merupakan pembukuan yang digunakan
untuk mencatat penerimaan dan pengeluaran dana zakat.
4. Jaridah Al-Musadareen, merupakan pembukuan yang digunakan untuk
mencatat penerimaan denda atau sita dari individu yang tidak sesuai
syariah, termasuk dari pejabat yang korup.
Adapun untuk pelalporan, telah dikembangkan berbagai laporan
akuntansi, antara lain sebagai berikut .
1. Al-Khitmah, menunjukkan total pendapatan dan pengeluaran yang dibuat
setiap bulan (Bin Jafar, 1981, dalam Zaid, 2001).
2. Al-Khitmah Al-Jame’ah, laporan keuangan komprehensif yang berisikan
gabungan antara laporan laba rugi dan neraca (pendapatan, pengeluaran,
surplus dan defisit, belanja untuk aset lancar maupun aset tetap) yang
dilaporkan di akhir tahun. Dalam perhitungan dan penerimaan zakat, utang
zakat diklasifikasikan dalam laporan keuangan menjadi tiga kategori, yaitu
collectable debts, doubtful debts, dan uncollectable debts (Lasyin, dalam
Zaid, 2001).
C. Hubungan Peradaban Islam Dengan Buku Pacioli
Pada tahun 1494, seseorang berkebangsaan Italia bernama Luca Pacioli,
menerbitkan buku dengan judul Summa de Arithmetica Geometria,
Proportioni et Proportionalita (Segala Sesuatu tentang Aritmetika, Geometri,
dan Proporsi).
Melalui buku tersebut, Pacioli dianggap sebagai orang pertama yang
mengagas sistem tata buku berpasangan (double entry bookkeeping), sebuah
sistem baru dan dianggap sebagai revolusi dalam seni pencatatan dalam
bidang ekonomi dan bisnis. Hendriksen (2000) menyatakan bahwa jurnal
yang dibuat Pacioli sudah mirip dengan yang digunakan sekarang. Debit
dicatat di sebelah kiri (disebut dengan istilah deve dare atau debere) dan
8

kredit di sisi kanan (disebut dengan istilah deve avare atau creed). Dalam
berbagai literatur, Pacioli kemudian disebut sebagai “Bapak Akuntansi”.
Adnan dan Labatjo (2006) menyatakan bahwa buku Summa de
Arithmetica yang dibuat Pacioli menimbulkan banyak pertentangan di
kalangan peneliti yang meneliti tentang sejarah akuntansi. Have (1976) dalam
Zaid (2001) beranggapan bahwa perkembangan akuntansi sebagaimana
ditulis oleh Pacioli tidaklah terjadi di Republik Italia kuno. Menurut Have
dalam Zaid (2001), yang terjadi adalah Italia mengetahui tentang akuntansi
dan ilmu itu sampai pada mereka dari bangsa lain. Zaid (2001) menyatakan
bahwa bab dalam buku Pacioli tentang akuntansi hanyalah bagian dari apa
yang ada pada saat itu, yang beredar di antara para guru dan murid sekolah
aritmetika dan perdagangan. Dengan demikian, Pacioli bukanlah penemu,
melainkan pencatat terhadap apa yang beredar saat itu (Zaid, 2001). Hal yang
sama juga diungkapkan oleh Belkaoui (2000), bahwa Pacioli bukanlah
penemu double entry bookkeeping, melainkan hanya menjelaskan apa yang
telah dipraktikkan pada masa itu.
Keraguan terhadap buku Pacioli cukup beralasan mengingat sejak abd
ke-8 M, Bangsa Arab berlayar sepanjang pantai Arabia dan India dan berhenti
di Italia untuk menjual barang dagangan yang mewah yang tidak diproduksi
oleh Eropa (Have, 1976, dalam Zaid, 2001). Wolf (1912) dalam Zaid (2001).
Mengemukakan bahwa pada akhir abad ke-15, Eropa sedang terhenti
perkembangannya dan tidak dapat diharapkan adanya kemajuan yang berarti
dalam metode akuntansi. Sementara itu, Heaps (1895) dalam Zaid (2001)
mengemukakan bahwa bookkeeping pastilah dipraktikkan pertama kali oleh
para pedagang dan ia beranggapan bahwa mereka berasal dari Mesir. Ball
(1960) dalam Zaid (2001) menyatakan bahwa buku Pacioli didasarkan pada
tulisan Leonardo of Pisa, orang Eropa pertama yang menerjemahkan buku
Aljabar yang ditulis dalam bahasa Arab, yang berisikan dasar-dasar
bookkeeping.
Dalam sejarah Islam, lebih satu abad sebelum buku Pacioli diterbitkan,
telah ada manuskrip tentang akuntansi yang ditulis oleh Abdullah bin
9

Muhammad bin Kiyah Al Mazindarani dengan judul Risalah Falakiyah Kitab


As Siyaqaat pada tahun 1363 M. Beberapa kaidah dalam manuskrip tersebut
yang terkait dengan praktik double entry adalah sebagai berikut.
1. Harus mencatat pemasukan di halaman sebelah kanan dengan dengan
mencatat sumber-sumber pemasukan tersebut.
2. Harus mencatat pengeluaran dihalaman sebelah kiri dan menjelaskan
pengeluaran-pengeluaran tersebut.
Zaid (2001) menyatakan bahwa apa yang terdapat dalam manuskrip
Mazindarani tersebut adalah menggambarkan praktik double entry
bookkeeping masyarakat Muslim saat itu. Pandangan ini dikuatkan oleh
pendapat Littleton dan Yame (1978) dalam Triyuwono (2006) yang menduga
bahwa double entry bookkeeping berasal dari Spanyol dengan alasan bahwa
kebudayaan dan teknologi Spanyol pada abad pertengahan tersebut jauh lebih
unggul dibanding dengan peradaban Italia dan negara Eropa lainnya.
Sementara pada waktu itu, Spanyol adalah negara Muslim serta merupakan
pusat kebudayaan dan teknologi di Eropa.
Beberapa ahli sejarah Barat menyimpulkan bahwa masyarakat yang
dimaksud oleh Pacioli dalam bukunya adalah masyarakat dan bahkan
pemerintah Italia (Zaid, 2001). Pendapat ini oleh Zaid (2001) dipandang
bertentangan dengan fakta terkait mengenai tidak operasionalnya angka
Romawi untuk digunakan dalam praktik akuntansi yang sedemikian maju.
Sementara, masyarakat Muslim pada waktu itu telah mengembangkan
penggunaan angka nol, yang kemudian disebut dalam dunia akademik
sebagai angka Arab, untuk mengembangkan berbagai bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi. Salah satu bidang ilmu yang menonjol pada
waktu itu adalah ilmu matematika, terutama bidang aljabar (algebra) yang
ditemukan dan dikembangkan oleh para ilmuwan Muslim yang sangat
berkaitan dengan teknik double entry bookkeeping. Pengembangan bidang
ilmu tersebut sangatlah mungkin terkait dengan kebutuhan masyarakat
Muslim yang telah berkembang maju peradabannya pada waktu itu. Dengan
demikian, masyarakat yang dimaksud sangatlah mungkin masyarakat
10

Muslim, termasuk masyarakat di berbagai daerah di Eropa yang terimbas oleh


kemajuan yang dicapai oleh peradaban Islam saat itu.
D. Bebagai Pendekatan Dalam Mengembangkan Akuntansi Syariah
Buku Pacioli menemukan momentumnya untuk berkembang luas seiring
dengan berkembangnya penemuan mesin cetak dan revolusi industri di Eropa
(Adnan dan Labatjo, 2006). Selanjutnya perkembangan akuntansi banyak
terjadi di Eropa dan dipengaruhi oleh ideologi kapitalis yang menggunakan
akuntansi sebagai instrumen utama bagi pemilik modal dalam memonitor
perkembangan modal usahanya. Sebaliknya, seiring dengan terjadinya
kemunduran dalam hal ilmu pengetahuan dan teknologi di masyarakat
Muslim, masyarakat Muslim cenderung menjadi pemakai atas akuntansi yang
dikembangkan oleh masyarakat Eropa yang telah diwarnai oleh ideologi
kapitalis dengan ciri pemisahan antara agama dengan kehidupan dunia atau
bisnis.
Kondisi ini menejelang akhir abad ke-20 dipandang kurang tepat bagi
para pakar akuntansi yang mengkaji akuntansi dalam perspektif islam. Hal ini
terkait dengan prinsip “kafah” dalam ajaran islam yang mewajibkan
penganutnya untuk menerapkan prinsip dan ajaran Islam dalam seluruh sendi
kehidupannya, termasuk dalam aktivitas bisnis maupun profesi yang dijalani.
Secara umum dalam ajaran islam, setiap orang boleh melakukan apa pun,
kecuali yang dinyatakan dilarang. Akan tetapi, banyak diantara larangan
tersebut merupakan sesuatu yang biasa dipraktikkan dalam bisnis
konvensional. Selain itu, islam memiliki beberapa transaksi maupun kejadian
ekonomi unik yang tidak biasa diterapkan dalam bisnis konvensional, antara
lain transaksi pembayaran zakat, transaksi usaha yang menggunakan skema
bagi hasil, skema sewa, dan lain sebagainya.
Atas dasar itu, muncullah kajian dan pemikiran untuk mengembangkan
akuntansi dalam perspektif Islam atau biasa disebut dengan Islamic
Accounting dalam bahasa Inggris danAkuntansi Syariah dalam bahasa
Indonesia. Hameed (2000) menyatakan bahwa ada tiga pendekatan yang
berkembang di kalangan pakar akuntansi dalam perspektif Islam dalam
11

merumuskan bentuk akuntansi syariah, yaitu pendekatan induktif berbasis


akuntansi kontemporer, pendekatan deduktif dari sumber ajaran Islam, dan
pendekatan hybrid.
1. Pendekatan Induktif Berbasis Akuntansi Kontemporer
Pendekatan induktif berbasis akuntasi kontemporer biasa disingkat
dengan pendekatan induktif. Berdasarkan Accounting and Auditing
Organization for Islamic Financial Institution— AAOIFI (2003),
pendekatan ini menggunakan tujuan akuntansi keuangan Barat yang sesuai
dengan organisasi bisnis orang Islam dan mengeluarkan bagian yang
bertentangan dengan ketentuan syariah. Argumen yang mendukung
pendekatan ini menyatakan bahwa pendekatan ini dapat diterapkan dan
relevan dengan institusi yang memerlukannya (Rashid, 1987). Selain itu,
pendekatan ini sesuai dengan prinsip ibaha (mubah) yang menyatakan
bahwa segala sesuatu yang terkait dengan bidang muamalah (aktivitas
duniawi) boleh dilakukan sepanjang tidak ada larangan yang
menyatakannya (Abdelgader, 1994). Oleh karena akuntansi merupakan
sesuatu yang bersifat muamalah, maka akuntansi yang dikembangkan oleh
masyarakat kapitalis merupakan hal yang juga boleh digunakan di
masyarakat Islam sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
Adapun argumen yang menentang pendekatan ini menyatakan bahwa ini
tidak bisa diterapkan pada masyarakat yang kehidupannya wajib
berlandaskan pada wahyu (Gambling dan Karim, 1991) dan dipandang
merusak karena mengandung asumsi yang tidak Islami (Anwar, 1987).
Pendekatan induktif dipelopori oleh AAOIFI dan diikuti oleh organisasi
profesi akuntan di berbagai negara, termasuk Ikatan Akuntan Indonesia
(IAI). Tujuan akuntansi syariah berdasarkan pendekatan ini adalah untuk
pengambilan keputusan (decision usefulness) dan memelihara kekayaan
institusi (stewardship).
2. Pendekatan Deduktif dari Sumber Ajaran Islam
Pendekatan ini diawali dengan menentukan tujuan berdasarkan prinsip
ajaran islam yang terdapat dalam Al-qur’an dan Sunah. Kemudian, tujuan
12

yang sudah ditentukan tersebut digunakan untuk mengembangkan


akuntansi kontemporer. Argumen yang mendukung pendekatan ini
menyatakan bahwa pendekatan ini akan meminimalisasi pengaruh
pemikiran sekuler terhadap tujuan dan akuntansi yang dikembangkan
(Karim, 1995). Adapun argumen yang menentang menyatakan bahwa
pendekatan ini sulit dikembangkan dalam bentuk praktisnya (Rashid,
1987).
Pendekatan deduktif dipelopori oleh beberapa pemikir akuntansi
syariah, antara lain Iwan Triyuwono, Akhyar Adnan, Gaffikin, dan
beberapa pemikir lainnya. Adnan dan Gaffikin (1997) serta Triyuwono
(2000) berpandangan bahwa tujuan akuntansi syariah adalah pemenuhan
kewajiban zakat (pertanggungjawaban melalui zakat).
Lebih lanjut, Triyuwono (2000) menyatakan bahwa penggunaan
akuntansi berorientasi zakat akan menghasilkan organisasi yang lebih
Islam.
Salah satu implikasi penggunaan zakat sebagai tujuan adalah akuntansi
syariah harus menerapkan current cost. Akan tetapi, pendekatan deduktif
sejauh ini masih pada tahap kajian dan belum teraplikasikan pada
perusahaan.
3. Pendekatan Hybrid
Pendekatan ini didasarkan pada prinsip syariah yang sesuai dengan
ajaran Islam dan persoalan masyarakat yang akuntansi syariah mungkin
dapat bantu menyelesaikannya (Hameed, 2000). Argumen yang
mendukung pendekatan ini menyatakan bahwa suatu metodologi Islam
harus memperhatikan relevansinya dengan masalah masyarakat yang telah
diidentifikasi dan dianalisis dari sudut pandang Islam (Faruqi, 1982).
Penerapan pendekatan hybrid dipelopori oleh pemikir akuntansi syariah
seperti Shalul Hameed dan cukup banyak lulusan International Islamic
University di Malaysia tempat beliau mengajar. Tujuan akuntansi syariah
dalam pendekatan ini menurut Hameed (2000) adalah mewujudkan
pertanggungjawaban Islam.
13

Akuntabilitas primer diwujudkan dalam bentuk manusia menaati


ketentuan Allah (Al-qur’an dan Sunah), sedangkan akuntabilitas sekunder
diwujudkan dalam bentuk manajer mengidentifikasi, mengukur, dan
melaporkan aktivitas sosio-ekonomi yang berkaitan dengan masalah
ekonomi, sosial, lingkungan, dan syariah compliance kepada investor.
Pendekatan hybrid secara parsial telah diterapkan di lingkungan
beberapa perusahaan konvensional. Hal ini dapat dilihat dari laporan
keuangan dan non-keuangan perusahaan maupun disclosure perusahaan
yang memperhatikan tidak hanya masalah ekonomi, melainkan juga
masalah sosial dan lingkungan. Pendekatan hybrid mengapresiasi
perkembangan akuntansi sosial dan lingkungan di Eropa dalam tiga
dekade terakhir, dan menganggap itu perlu diaplikasikan dalam akuntansi
syariah (Hameed dan Yaya, 2005; Yaya dan Hameed, 2006).
Di Eropa, saat ini sudah terdapat lembaga yang peduli dalam
mengembangkan isu lingkungan dan sosial seperti Global Reporting
Initiative (GRI) dan ACCA. GRI bergerak dalam mengkaji dan membuat
standar pelaporan perusahaan dengan konsep triple bottom line (ekonomi,
sosial, dan lingkungan).
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Perintah Allah SWT yang disampaikan melalui Nabi untuk mencatat
transaksi yang bersifat tidak tunai dan kewajiban umat islam membayar zakat
berimplikasi terhadap munculnya kebutuhan umat Islam untuk
mengembangkan dan menerapkan akuntansi. Praktik akuntansi tersebut
makin berkembang seiring dengan berkembangnya wilayah kekuasaan
pemerintahan Islam pada masa kekhalifahan. Beberapa bukti bahkan
menunjukkan bahwa buku akuntansi yang dikarang oleh Luca Pacioli, yang
dikenal sebagai bapak akuntansi modern, merujuk pada praktik akuntansi
yang diterapkan dan dikembangkan oleh masyarakat Islam pada saat itu.
Hameed (200) menyatakan bahwa ada tiga pendekatan yang berkembang
dikalangan pakar akuntansi dalam perspektif islam dan merumuskan bentuk
akuntansi syariah, yaitu pendekatan induktif berbasis akuntansi kontemporer,
pendekatan deduktif dari sumber ajaran islam, dan pendekatan hybrid.
B. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi
pembacanya. Serta diharapkan dengan diselesaikan makalah ini baik pembaca
maupun penulis dapat memahami sejarah perkembangan akuntansi syariah
dengan sebaik mungkin. Penulis bersedia kritik dan saran yang positif dari
pembaca. Kritik dan saran tersebut akan dijadikan bahan pertimbangan untuk
memperbaiki makalah.

14
DAFTAR PUSTAKA

Kurrohman, T., & Maradonna, A. F. (2015). Akuntansi, kekuatan, pengetahuan:


peran akuntansi dalam membangun peradaban. Jurnal Akuntansi
Universitas Jember, 10(1), 41-50.

Muthaher, O. Sejarah Perkembangan Akuntansi Syariah dan Perkembangan BanK


Syariah.

Yaya, R., Martawireja, A. E., & Abdurahim, A. (2009). Akuntansi Perbankan


Syariah: Teori dan Praktik Kontemporer. Penerbit salemba empat.

Zuwardi, M. A., & Padli, H. (2020). Sejarah Perkembangan Akuntansi Syariah;


Tinjauan Literatur Islam. ILTIZAM Journal of Shariah Economics
Research, 4(2), 69-84.

15

Anda mungkin juga menyukai