Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH SYARIAH

“Akuntansi Dalam Perspektif

Hukum Syariah”

DISUSUN OLEH:

Falih Zaki Sudharma (023 2019 0094)

A1 AKUNTANSI

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia,
serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Ahlak kepada orang tua. Sebagai
Barang Berguna ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.

Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan tentang ahlak terhadap orang tua atau keluarga. Kami juga menyadari sepenuhnya
bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di
masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya
laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya.
Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan
kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Makassar, 10 Mei 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Akuntansi ialah suatu seni pencatatan, pengelompokkan dan pengikhtisaran menurut cara-
cara tertentu dan dinyatakan dalam satuan uang atas segala transaksi dan kejadian dan
kemudian dilakukan penafsiran terhadap hasil ikhtisar tersebut. Sehingga dapat berguna bagi
orang yang membutuhkannya dalam penilaian dan pengambilan keputusan.

Akuntansi dalam Islam dapat kita lihat dari berbagai bukti sejarah maupun dari Al-Qur’an.
Dalam Surat Al-Baqarah ayat 282 yang berbunyi: “Hai orang-orang yang beriman, apabila
kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan hendaklah seorang penulis
diantara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya
sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang
yang berhutang itu mengimlakkan apa yang ditulis itu, dan hendaklah ia bertakwa kepada
Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada utangnya. Jika yang
berhutang itu orang yang lemah akal atau lemah keadaannya atau dia sendiri tidak mampu
mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakan dengan jujur dan seterusnya. Jadi
dalam surat inidibahas masalah muamalah. Termasuk di dalamnya kegiatan jual-beli, utang-
piutang dan sewa-menyewa. Dari situ dapat kita simpulkan bahwa dalam Islam telah ada
perintah untuk melakukan sistem pencatatan yang tekanan utamanya adalah untuk tujuan
kebenaran, kepastian, keterbukaan, dan keadilan antara kedua pihak yang memiliki hubungan
muamalah. Yang dalam bahasa akuntansi lebih dikenal dengan istilah accountability.

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam akuntansi berdasarkan perspektif Islam adalah
dalam rangka menyajikan laporan keuangan secara benar dan sesuai dengan syariat Islam,
sehingga diperoleh informasi yang akurat dan dapat digunakan sebagai dasar perhitungan
zakat. Selain itu akuntansi merupakan suatu bukti tertulis yang dapat dipertanggug jawabkan
dikemudian hari.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pandangan Islam terhadap akuntansi?
2. Apa saja prinsip akuntansi Syariah?
3. Akuntansi dalam perspektif Islam?
4. Nilai-nilai kebenaran membentuk akuntansi Syariah?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan paper ini adalah untuk menemukan jawaban terhadap
permasalahan yang ada, dan untuk mengetahui bagaimana pandangan Islam terhadap
akuntansi.
BAB II

PEMBAHASAN

A. SEJARAH AKUNTANSI DALAM ISLAM

Dalam “Sejarah Islam” ditemukan bahwa setelah munculnya Islam di Semananjung Arab
di bawah pimpinan Rasulullah SAW dan terbentuknya Daulah Islamiah di Madinah yang
kemudian di lanjutkan oleh para Khulafaur Rasyidin terdapat undang-undang akuntansi yang
diterapkan untuk perorangan, perserikatan (syarikah) atau perusahaan, akuntansi wakaf, hak-
hak pelarangan penggunaan harta (hijr), dan anggaran negara. Rasulullah SAW sendiri pada
masa hidupnya juga telah mendidik secara khusus beberapa sahabat untuk menangani profesi
akuntan dengan sebutan “hafazhatul amwal” (pengawas keuangan). Bahkan Al Quran sebagai
kitab suci umat Islam menganggap masalah ini sebagai suatu masalah serius dengan
diturunkannya ayat terpanjang , yakni surah Al-Baqarah ayat 282 yang menjelaskan fungsi-
fungsi pencatatan transaksi, dasar-dasarnya, dan manfaat-manfaatnya, seperti yang
diterangkan oleh kaidah-kaidah hukum yang harus dipedomani dalam hal tersebut.
Sebagaimana pada awal ayat tersebut menyatakan

“Hai, orang-orang yang beriman apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di
antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya
sebagaimana Allah telah mengajarkannya………”. Dengan demikian, dapat kita saksikan dari
sejarah, bahwa ternyata Islam lebih dahulu mengenal system akuntansi, karena Al Quran telah
diturunkan pada tahun 610 M, yakni 800 tahun lebih dahulu dari Luca Pacioli yang
menerbitkan bukunya pada tahun 1494.

Dari sisi ilmu pengetahuan, Akuntansi adalah ilmu informasi yang mencoba mengkonversi
bukti dan data menjadi informasi dengan cara melakukan pengukuran atas berbagai transaksi
dan akibatnya yang dikelompokkan dalam account, perkiraan atau pos keuangan seperti aktiva,
utang, modal, hasil, biaya, dan laba. Dalam Al Quran disampaikan bahwa kita harus mengukur
secara adil, jangan dilebihkan dan jangan dikurangi. Kita dilarang untuk menuntut keadilan
ukuran dan timbangan bagi kita, sedangkan bagi orang lain kita menguranginya. Dalam hal ini,
Al Quran menyatakan dalam berbagai ayat, antara lain dalam surah Asy-Syu’ara ayat 181-184
yang berbunyi:”Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang
merugikan dan timbanglah dengan timbangan yang lurus.

“Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela
di muka bumi dengan membuat kerusakan dan bertakwalah kepada Allah yang telah
menciptakan kamu dan umat-umat yang dahulu.”

Kebenaran dan keadilan dalam mengukur (menakar) tersebut, menurut Umer Chapra juga
menyangkut pengukuran kekayaan, utang, modal pendapatan, biaya, dan laba perusahaan,
sehingga seorang Akuntan wajib mengukur kekayaan secara benar dan adil. Seorang Akuntan
akan menyajikan sebuah laporan keuangan yang disusun dari bukti-bukti yang ada dalam
sebuah organisasi yang dijalankan oleh sebuah manajemen yang diangkat atau ditunjuk
sebelumnya. Manajemen bisa melakukan apa saja dalam menyajikan laporan sesuai dengan
motivasi dan kepentingannya, sehingga secara logis dikhawatirkan dia akan membonceng
kepentingannya. Untuk itu diperlukan Akuntan Independen yang melakukan pemeriksaaan
atas laporan beserta bukti-buktinya. Metode, teknik, dan strategi pemeriksaan ini dipelajari dan
dijelaskan dalam Ilmu Auditing.

Dalam Islam, fungsi Auditing ini disebut “tabayyun” sebagaimana yang dijelaskan dalam
Surah Al-Hujuraat ayat 6 yang berbunyi: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang
kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang
menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”

Kemudian, sesuai dengan perintah Allah dalam Al Quran, kita harus menyempurnakan
pengukuran di atas dalam bentuk pos-pos yang disajikan dalam Neraca, sebagaimana
digambarkan dalam Surah Al-Israa’ ayat 35 yang berbunyi: “Dan sempurnakanlah takaran
apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya.”

Dari paparan di atas, dapat kita tarik kesimpulan, bahwa kaidah Akuntansi dalam konsep
Syariah Islam dapat didefinisikan sebagai kumpulan dasar-dasar hukum yang baku dan
permanen, yang disimpulkan dari sumber-sumber Syariah Islam dan dipergunakan sebagai
aturan oleh seorang Akuntan dalam pekerjaannya, baik dalam pembukuan, analisis,
pengukuran, pemaparan, maupun penjelasan, dan menjadi pijakan dalam menjelaskan suatu
kejadian atau peristiwa.

Dasar hukum dalam Akuntansi Syariah bersumber dari Al Quran, Sunah Nabwiyyah, Ijma
(kespakatan para ulama), Qiyas (persamaan suatu peristiwa tertentu, dan ‘Uruf (adat
kebiasaan) yang tidak bertentangan dengan Syariah Islam. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah,
memiliki karakteristik khusus yang membedakan dari kaidah Akuntansi Konvensional.
Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah sesuai dengan norma-norma masyarakat islami, dan
termasuk disiplin ilmu sosial yang berfungsi sebagai pelayan masyarakat pada tempat
penerapan Akuntansi tersebut.

Persamaan kaidah Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional terdapat pada hal-hal
sebagai berikut:

Prinsip pemisahan jaminan keuangan dengan prinsip unit ekonomi;

1. Prinsip penahunan (hauliyah) dengan prinsip periode waktu atau tahun pembukuan
keuangan.
2. Prinsip pembukuan langsung dengan pencatatan bertanggal.
3. Prinsip kesaksian dalam pembukuan dengan prinsip penentuan barang.
4. Prinsip perbandingan (muqabalah) dengan prinsip perbandingan income dengan cost
(biaya).
5. Prinsip kontinuitas (istimrariah) dengan kesinambungan perusahaan.
6. Prinsip keterangan (idhah) dengan penjelasan atau pemberitahuan.

B. AKUNTANSI DALAM PANDANGAN ISLAM

Akuntansi (accounting) sendiri dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah al-muhasabah.
Dalam konsep Islam, akuntansi termasuk dalam masalah muamalah, yang berarti dalam
masalah muamalah pegembangannya diserahkan kepada kemampuan akal pikiran manusia.
Dalam Al-Qur’an telah menjelaskan mengenai konsep dasar akuntansi, jauh sebelum Lucas
Pacioli yang dikenal sebagai Bapak Akuntansi memperkenalkan konsep akuntansi double-
entry bookkeeping dalam salah satu buku yang ditulisnya pada tahun 1949. Hal ini dapat kita
lihat dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 282, yang secara garis besar telah menggariskan
konsep akuntansi yang menekankan pada pertanggungjawaban atau akuntabilitas. Tujuan
perintah dalam ayat tersebut jelas sekali untuk menjaga keadilan dan kebenaran yang
menekankan adanya pertanggung jawaban.

Dengan kata lain, Islam menganggap bahwa transaksi ekonomi (muamalah) memiliki nilai
urgensi yang sangat tinggi, sehingga adanya pencatatan dapat dijadikan sebagai alat bukti
(hitam di atas putih), menggunakan saksi (untuk transaksi yang material) sangat diperlukan
karena dikhawatirkan pihak-pihak tertentu mengingkari perjanjian yang telah dibuat. Untuk
itulah pembukuan yang disertai penjelasan dan persaksian terhadap semua aktivitas ekonomi
keuangan harus berdasarkan surat-surat bukti berupa: faktur, nota, bon kuitansi atau akta
notaris untuk menghindari perselisihan antara kedua belah pihak. Dan tentu saja adanya sistem
pelaporan yang komprehensif akan memantapkan manajemen karena semua transaksi dapat
dikelola dengan baik sehingga terhindar dari kebocoran-kebocoran. Menariknya lagi,
penempatan ayat tersebut sangat relevan dengan sifat akuntansi, karena ditempatkan pada surat
Al-Baqarah yang berarti sapi betina yang sebenarnya merupakan lambang komoditas ekonomi.

C. KONSEPSI PELAPORAN KEUANGAN

Akuntansi konvensional yang dikenal saat ini diilhami dan berkembang berdasarkan tata
nilai yang ada dalam masyarakat barat, maka kerangka konseptual yang dipakai sebagai dasar
pembuatan dan pengembangan standar akuntansi berpihak kepada kelompok kepentingan
tertentu.

Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari suatu proses akuntansi. Agar informasi
keuangan yang disajikan bermanfaat bagi para pemakai, maka proses penyajiannya harus
berdasarkan pada standar akuntansi yang berlaku. Dalam merumuskan standar akutansi,
diperlukan acuan teoritikal yang dapat diterima umum, sehingga standar akuntansi yang
diterapkan dapat digunakan untuk mengevaluasi praktik akuntansi yang berlangsung. Acuan
teoritikal ini disebut kerangka konseptual penyusunan laporan keuangan.
Fenomena kegagalan akuntansi konvensional dalam memenuhi tuntutan masyarakat akan
informasi keuangan yang benar, jujur dan adil, meningkatkan kesadaran di kalangan intelektual
muslim akan perlunya pengetahuan akuntansi yang islami. Perumusan kembali kerangka
konseptual pelaporan keuangan dengan mendasarkan pada prinsip kebenaran, kejujuran dan
keadilan menjadi sangat mendesak untuk dilakukan. Mengingat akuntansi syariah sesuai
dengan fitrah (kecenderungan) manusia yang menghendaki terwujudnya kehidupan
bermasyarakat yang menjunjung tinggi etika dan tanggung jawab sosial.

Islam yang disampaikan Rasulullah saw melingkupi seluruh alam yang tentunya mencakup
seluruh umat manusia. Di sinilah perbedaan antara paham akuntansi konvensional dengan
akuntansi syariah. Paham akuntansi konvensional hanya mementingkan kaum pemilik modal
(kapitalis), sedangkan akuntansi syariah bukan hanya mementingkan manusia saja, tetapi juga
seluruh makhluk di alam semesta ini.

Adapun prinsip akuntansi syariah yang diperkenalkan oleh Islam secara garis besarnya
adalah sebagai berikut:

1. Transaksi yang menggunakan prinsip bagi hasil seperti mudharabah dan musyarakah.
2. Transaksi yang menggunakan prinsip jual beli seperti murabahah, salam dan istishna.
3. Transaksi yang menggunakan prinsip sewa, seperti ijarah.
4. Transaksi yang menggunakan prinsip titipan, seperti wadiah.
5. Transaksi yang menggunakan prinsip penjaminan, seperti rahn.

Karakteristik perbedaan antara prinsip akuntansi syariah dengan akuntansi konvensional


adalah akuntansi syariah tidak mengenal riba dalam prakteknya, tidak mengenal konsep time-
value of money, uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditi yang diperdagangkan serta
menggunakan konsep bagi hasil. Hal ini sejalan dengan konsep Islam seperti yang tercantum
dalam Al-Qur’an (2:275-281), dimana Allah telah menjelaskan tentang hukum riba dan
akibatnya bagi orang yang memakan riba, dan agar terhindar dari riba dianjurkan menunaikan
zakat. Selain itu dalam ayat lain (QS, 2 :283) dalam bermuamalah dapat dilakukan dalam
perjalanan, dan hal ini menuntut adanya pembuktian agar suatu waktu hendak menagih
memiliki bukti yang cukup atau adanya barang yang dibawa senilai barang dagangan yang
ditinggalkan.
Pesan ini ini mengisyaratkan bahwa Allah senantiasa menganjurkan untuk bertaqwa (takut
kepada Allah) dalam menjalankan kegiatan apapun termasuk dalam menjalankan pekerjaan
akuntansi, dan membuktikan bahwa Allah senantiasa memberi petunjuk dalam hal-hal yang
bermanfaat bagi manusia. Terbukti pada saat Al-Quran diturunkan, kegiatan muamalah belum
sekomplek sekarang. Namun demikian Allah telah mengajarkan untuk melakukan pencatatan
(akuntansi/al-muhasabah), menganjurkan adanya bukti dan kesaksian hingga lahirlah seperti
sekarang ini adanya notaris, pengacara, akuntan dan sebagainya supaya terhindar dari masalah.

D. PRINSIP – PRINSIP AKUNTANSI

Prinsip akuntansi syari’ah adalah aturan keputusan umum yang diturunkan dari tujuan
laporan keuangan dan konsep dasar akuntansi syariah yang mengatur pengembangan teknik
akuntansi syariah. di bawah ini adalah prinsip-prinsip akuntansi syariah berikut penjelasannya.

1. Prinsip pengungkapan penuh (full disclosure principle)


Prinsip ini mengharuskan laporan keuangan akuntansi untuk mengungkapkan hal-hal yang
penting agar laporan tersebut tidak menyesatkan. Hal ini dimaksudkan untuk menunjukkan
pemenuhan hak dan kewajiban kepada Alloh, masyarakat dan individu yang
berkepentingan dengan perusahaan. Dengan demikian akuntansi syariah dilandasi oleh
nilai kejujuran dan kebenaran sebagaimana telah diperintahkan Alloh SWT . “..hendaklah
seorang penulis diantara kamu menuliskan dengan benar dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Alloh telah mengajarkannya maka hendaklah ia menulis.

2. Prinsip konsistensi (consistency principle)


Prosedur akuntansi yang digunakan oleh suatu entitas harus sesuai untuk pengukuran posisi
dan kegiatannya dan harus dianut secara konsisten dari waktu ke waktu, sesuai dengan
prinsip yang dijabarkan oleh syari’ah. Penekanan pada konsisten terhadap prinsip yang
sesuai dengan syari’ah berarti tak ada konsisten terhadap prinsip yang tidak sesuai dengan
syari’ah.
3. Prinsip dasar akrual (accrual basis principle)
Akrual (accrual) diartikan sebagai proses proses pengakuan non kas dan keadaannya pada
saat terjadinya. Akrual mengakibatkan pengakuan pendapatan berarti peningkatan
kewajiban sebesar jumlah tertentu yang diterima atau dibayar (biasanya berbentuk cash) di
masa depan. Penentuan hasil usaha periodic dan posisi keuangan perusahaan dipengaruhi
oleh metode pengakuan dan pengukuran atas sumber-sumber ekonomi dan kewajiban
perusahaan, serta seluruh perubahannya pada saat transaksi itu terjadi (accrual basis),
bukan pada saat realisasi penerimaan atau pengeluaran uang (cash basis). Dasar akrual ini
berhubungan erat dengan postulat periode akuntansi. Dengan kata lain, pengaplikasian
dasar akrual merupakan konsekuensi dari ponsulat periode akuntansi.

4. Prinsip nilai tukar yang sedang berlaku (exchange value general level price)
Penilaian dan pengukuran harta, utang, modal laba, serta elemen-elemen lain laporan
keuangan akuntansi syari;ah, menggunakan nilai tukar yang sedang berlaku. Imam Malik,
mengenai hal ini, berpendapat bahwa dalam syarikah mudarabah, jika pemilik harta ingin
melakukan perhitungan harta sebelum semua barang terjual, yang dinilai adalah barang-
barang yang masih trsisa berdasarkan harga jual waktu itu dan penghitungan dilakukan
dengan cara seperti ini. Namun pada barang yang masih mempunyai pasar, barang-barang
ini dinilai berdasarkan nilai jual yang mungkin.

5. Prinsip penandingan (matching)


Prinsip penandingan menyatakan bahwa beban (expense) harus diakui pada periode yang
sama dengan pendapatan (revenue). Hubungan baik dapat dicapai ketika hubungan tersebut
menggambarkan hubungan sebab-akibat antara pendapatan dan biaya.
Beberapa prinsip akuntansi konvensional tidak sesuai dengan akuntansi syari’ah, diantaranya:
prinsip konservatisme, prinsip biaya historis, prinsip objektivitas, dan prinsip materialitas.
Berikut ini penjelaasan penolakan syari’ah terhadap masing-masing prinsip:
1. Prinsip konservatisme (conservatism principle)
Prinsip ini merupakan prinsip pengecualian atau modifikasi, artinya bahwa prinsiptersbut
bertindak sebagai batasan untuk penyajin data akuntansi yang relevan dan dapat dipercaya.
Prinsip ini menyatakan bahwa ketika memilih diantara dua atau lebih teknik akuntansi yang
dapat diterima, maka preferensinya adalah memeilih yang paling kecil dampaknya terhdap
ekuisitas pemegang saham. Prinsip ini dalam akuntansi konvensional berkaitan
ketidakpastian, umumnya digunakan untuk mengartikan bahwa akuntan harus melaporkan
yang terendah dari beberapa nilai yang mungkin untuk aktiva dan pendapatan; dan yang
tertinggi dari beberapa nilai ysng mungkin untuk kewajiban dan beban. Ini berarti bahwa
beban harus diakui segera dan pendapatan harus diakui nanti, bukan segera. Oleh karena
itu, aktiva bersih lebih cenderung diakui di bawah harga pertukaran kini daripada di
atasnya; dan perhitungan laba mungkin menghasilkan yang terendah dari beberapa jumlah
alternative.

2. Prinsip biaya historis (historical cost principle)


Menyatakan bahwa asset, kewajiban, beban, keuntungan, kerugian, dinilai sebesar nilai
perolehan. Metode pengukuran beban dan kerugian konvensional adalah dalam pengertian
biaya historis bagi perusahaan. Prinsip ini tidak mungkin dipakai untuk menentukan
besarnya zakat karena penentuan zakat menggunakan nilai sekarang,

3. Prinsip obyektivitas (objectivity principle).


Kegunaan informasi keuangan tergantung pada tingkat reabilitas prosedur pengukuran
yang digunakan. Karena menjamin reabilitas maksimum sangat sulit, akuntansi
konvensional telah menggunakan prinsip obyektivitas untuk menjustifikasi pemilihan
prosedur pengukuran yang digunakan. Prinsip obyektivitas, bagaimanapun, telah menjadi
obyek interpretasi yang berbeda. Pengukuran obyektivitas merupakan pengukuran yang
tidak bersifat personal dalam pengertian bebas dari bias personal pengukurnay. Dengan
kata lain, obyektivitas merujuk pada realitas yang independen dari orang yang
menerimanya.
Pengukuran obyektivitas merupakan pengukuran variable dalam pengertian bahwa
pengukuran didasarkan pada bukti. Pengukuran obyektivitas merupakan hasil “consensus
diantara kelompok pengamat atau pengukur tertentu. Pandangan ini juga memandang
bahwa obyektivitas tergantung pada kelompok tertentu.
Dalam akuntansi konvensional, prinsip obyektifitas dilaksanakan untuk memenuhi
karakteristik reliable dan netralitas, dimana karakteristik ini diadakan untuk tujuan
sekunder (current objective) informasi akuntansi, yakni membantu dalam pembuatan
keputusan ekonomi. Namun demikian, prinsip obyektivitas yang mempunyai interpretasi
diatas, tidak sejalan dengan tujuan utama (the prime objective) laporan keuangan akuntansi
syari’ah yaitu zakat. Zakat merupakan aturan yang pasti ketentuannya, besarnya telah
ditetapkan dalam syari’ah.

6. Prinsip materialitas (materiality principle).


Materialitas merupakan prinsip pengecualian atau modifikasi. Prinsip ini menyatakan
bahwa transaksi dan peristiwa yang tidak memiliki dampak ekonomi yang signifikan dapat
diatasi dengan cara yang paling tepat, apakah transaksi dan peristiwa tersebut sesuai
dengan prinsip yang diterima umum atau tidak, dan tidak perlu diungkapkan.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Jadi dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa akuntansi dalam pandangan Islam
adalah suatu kaidah Akuntansi dalam konsep Syariah Islam yaitu dasar-dasar hukum yang
baku dan permanen, yang disimpulkan dari sumber-sumber Syariah Islam dan dipergunakan
sebagai aturan oleh seorang Akuntan dalam pekerjaannya, baik dalam pembukuan, analisis,
pengukuran, pemaparan, maupun penjelasan, dan menjadi pijakan dalam menjelaskan suatu
kejadian atau peristiwa.

B. SARAN
Demikian paper yang berjudul “Akuntansi dalam pandangan Islam” ini saya buat. Saya
menyadari masih banyak kekurangan dari paper ini. Oleh karena itu, saya membuka diri untuk
menerima kritik, saran dan masukan. Dan saya berharap semoga paper ini dapat bermanfaat
bagi siapapun yang sudah bersedia meluangkan waktu untuk membaca paper ini. Akhir kata
saya ucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA

Agustin, A. (2011, April 06). Akuntansi Dalam Pandangan Islam. Retrieved from http://araty-
agustin.blogspot.com/search?q=akuntasi+dalam+pandangan+islam. (Diakses 13 Mei
2020)

Antiq. (2012, November 23). via: akuntansi dalam pandangan islam. Retrieved from
https://antiq17.wordpress.com/2012/11/23/akuntansi-menurut-pandangan-islam/.
(Diakses 13 Mei 2020)

Sulthon, H. R. (2008). Sejarah Perkembangan Akuntansi Syariah. Retrieved from


http://himasi.blogspot.com/2008/01/sejarah-perkembangan-akuntansi-syariah_04.html.
(Diakses 13 Mei 2020)

Anda mungkin juga menyukai