Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang berkat rahmat, taufik dan
hidayah-Nya sehingga kita dapat beraktivitas sebagaimana mestinya, termasuk dapat
menyelesaikan Makalah “Sejarah Uang Mulai Awal Sampai Sekarang” ini.
Tak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
serta terlibat dalam penyelesaian makalah ini, sehingga dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Besar harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan
penulis pada khususnya. Penulis juga memohon maaf apabila terdapat kesalahan maupun
kekurangan dalam bentuk apapun pada makalah ini. Penulis menyadari banyak kekurangan pada
makalah ini. Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................1
C. Tujuan penulisan...........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................2
A. Sejarah mata uang dunia...............................................................................................2
B. Sejarah perkembangan mata uang Indonesia................................................................2
C. Sejarah mata uang rupiah..............................................................................................10
D. Gambar Mata Uang Indonesia Dari Dulu-Sekarang.....................................................11
BAB III PENUTUP....................................................................................................................25
A. Kesimpulan...................................................................................................................25
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Setiap orang di antara kita tahu seperti apakah uang, serta dengan mudah dapat menunjuk di
antara seribu jenis benda yang manakah uang, yang manakah bukan uang. Akan tetapi, tidak
semua orang di antara kita tahu apakah itu uang. Uang sebenarnya merupakan sesuatu hal yang
unik, Ia bukan barang dan bukan jasa. Sekalipun dengannya kebutuhan akan barang dan jasa bisa
dipenuhi. Uang adalah segala sesuatu yang dapat diterima oleh masyarakat umum sebagai alat
tukar di dalam lalu lintas perekonomian.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dalam menyusun makalah ini adalah disamping memenuhi tugas ekonomi juga
agar saya sebagai siswa mampu memahami tentang sejarah perkembangan mata uang.
1
BAB 2
PEMBAHASAN
China mulai mendesain uang kertas di abad pertama masehi yaitu di masa Dinasti Tang. Kenapa
China memilih uang kertas dibandingkan koin? Hal ini karena pasokan bahan baku logam mulia
seperti emas dan perak sangat terbatas kala itu. Sehingga China kesulitan memproduksi koin.
Ts'ai Lun seorang desainer uang di masa Dinasti Tang akhirnya berhasil menciptakan uang
kertas yang menggunakan bahan baku kulit kayu murbei. Setelah penciptaan tersebut, kegiatan
ekonomi di berbagai negara mulai berkembang dan pembayaran harus menggunakan mata uang
yang sah. Pada 10 Maret 1862 Amerika Serikat pertama kali mengedarkan uang kertas, antara
lain pecahan $5, $10, dan $20. Mereka menjadi alat pembayaran yang sah dengan Undang-
Undang tanggal 17 Maret 1862. Dimasukkannya "In God We Trust" pada mata uang semua yang
diperlukan oleh hukum pada tahun 1955. Moto nasional pertama kali muncul pada uang kertas
pada tahun 1957 pada Sertifikat Perak $1, dan pada semua nota dimulai dengan Seri 1963.
Setelah uang kertas dan koin digunakan di berbagai negara. Keluarlah uang elektronik berbasis
kartu. Uang ini biasanya digunakan untuk pembayaran transportasi, di toko ritel sampai
pembayaran di gerbang tol. Sejarah uang memasuki dunia modern. Kemudian setelah uang
elektronik berbasis kartu beredar, muncul uang elektronik berbasis server. Pengguna bisa
bertransaksi hanya menggunakan aplikasi atau SMS di handphone masing-masing. Sehingga
tidak perlu membawa uang kertas, logam atau kartu uang elektronik. Lalu muncullah uang
digital salah satunya bernama bitcoin yang terus berkembang dari tahun ke tahun. Ia diciptakan
oleh Satoshi Nakamoto pada 2009. Cryptocurrency ini tak hanya bitcoin ada pula ethereum,
bitcoin cash, litecoin, XRP sampai bitcoin SV.
a. Mata uang atau koin-koin asli buatan lokal, yang dicetak oleh kerajaan-kerajaan atau daerah-
daerah tertentu di wilayah Indonesia.
b. Mata uang yang dimasukkan oleh orang-orang asing, baik pedagang maupun pemerintahan
asing yang bertindak sebagai penjajah atau penguasa wilayah Nusantara, untuk dipakai sebagai
2
alat tukar yang sah di wilayah Indonesia. Termasuk juga mata uang yang dicetak di Jawa oleh
orang-orang asing tersebut di atas, untuk diedarkan di wilayah Nusantara.
Berdasarkan zamannya, perkembangan mata uang Indonesia dapat dibagi dalam beberapa
periode :
Koin emas zaman Syailendra berbentuk kecil seperti kotak, dimana koin dengan satuan terbesar
(Masa) berukuran 6 x 6/7 mm saja. Pada bagian depannya terdapat huruf Devanagari “Ta”. Di
belakangnya terdapat incuse (lekukan ke dalam) yang dibagi dalam dua bagian, masing-masing
terdapat semacam bulatan. Dalam bahasa numismatik, pola ini dinamakan “Sesame Seed”.
Sedangkan koin perak Masa mempunyai diameter antara 9-10 mm. Pada bagian muka dicetak
huruf Devanagari “Ma” (singkatan dari Masa), dan di bagian belakangnya terdapat incuse
dengan pola “Bunga Cendana”.
3
mana dan tidak mudah hilang. Koin emas dan perak lokal adalah mata uang dalam pecahan
besar, sedangkan koin-koin kepeng berfungsi sebagai uang kecil atau uang receh, yang sangat
dibutuhkan dalam perdagangan. Nilai tukar untuk 1 Masa perak berharga 400 buah Chien. Pada
akhir abad ke-9, dengan 4 Masa perak saja bisa membeli seekor kambing.
Sebenarnya koin-koin emas dan perak yang sudah mengalami perubahan bentuk adalah produk
dari Daha dan Jenggala. Namun karena Kerajaan Majapahit (1293-1528) pada waktu itu
merupakan kerajaan besar di Asia Tenggara, maka biasanya orang menamainya sebagai uang
Majapahit. Padahal sejak akhir abad ke-13, mata uang “resmi” yang dipakai sebagai alat
pembayaran adalah koin-koin kepeng Chien.
Namun pada zaman Majapahit ini dikenal koin-koin yang disebut “Gobog Wayang”, dimana
untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh Thomas Raffles, dalam bukunya The History of Java.
Bentuknya bulat dengan lubang tengah karena pengaruh dari koin cash dari Cina, ataupun koin-
koin serupa yang berasal dari Cina atau Jepang. Koin gobog wayang adalah asli buatan lokal,
namun tidak digunakan sebagai alat tukar. Sebenarnya koin-koin ini digunakan untuk
persembahan di kuil-kuil seperti yang dilakukan di Cina ataupun di Jepang sehingga disebut
sebagai koin-koin kuil. Setelah redup dan runtuhnya kerajaan Majapahit di Jawa Timur (1528),
Banten di Jawa bagian barat muncul sebagai kota dagang yang semakin ramai.
Berbeda dengan koin-koin Banten dan Cirebon, KESULTANAN SUMENEP di Pulau Madura
tidak mencetak mata uangnya sendiri. Mata uangnya diambil dari koin-koin asing (di luar
Sumenep), dengan diberi “Countermarked” (cetak tindih). Koin-koin yang digunakan adalah
koin-koin Austria, Belanda, Java Rupee, Mexico (Real Bundar), (Real Batu/Cob), dll. Sedangkan
cetak tindih yang dipakai, ada beberapa jenis seperti “Bintang Madura”, dengan tulisan Arab
“Sumenep”, atau “cap dengan lima kelopak daun”. Koin-koin dengan cetak tindih ini dibuat pada
saat bertakhtanya Sultan Paku Nata Ningrat (1811-1854) di Kesultanan Sumenep.
4
yang meninggal pada 1641. Karena tidak mempunyai anak laki-laki, maka diangkatlah anak
perempuannya yang berkuasa sampai dengan 1675. Sultanah Nur al-Alam Naqiat ad-Din Syah
Ratu Aceh yang kedua, yang memerintah pada 1675-1678. Penggantinya adalah Sultanah Inayat
Syah Zakiat ad-Din Syah yang memerintah pada 1678-1688. Terakhir adalah Sultanah Kamalat
Syah. Beliau memegang kekuasaan atas wilayah Aceh pada 1688-1699. Masing-masing ratu
tersebut juga mencetak mata uangnya.
Mata uang dari KERAJAAN PALEMBANG dapat dibedakan antara yang mempunyai lubang di
tengah, yang disebut dengan pitis “Picis Tebok” (Tebok dalam dialek Palembang berarti
“Lubang”). Ada juga yang tidak mempunyai lubang yang disebut dengan “Picis Buntu”.
Picis Palembang dapat dibedakan juga antara yang bertahun dan yang tidak bertahun. Semua
mata uangnya terbuat dari timah, kecuali koin yang bertahun AH 1198 (tahun 1774/75 Masehi),
ada terbuat dari tembaga merah dan dari timah (berdasarkan temuan terbaru). KERAJAAN
JAMBI di Sumatera juga membuat mata uang picis dari timah. Salah satu koinnya ada yang
berbentuk Oktagonal (segi 8), dengan tulisan “Sultan Anom Sri Ingalaga”. Ia mulai memerintah
pada 21 Februari 1743.
5
potong. Pengawasan oleh ‘Bonto Ogena’ juga diperlukan agar tidak timbul pemalsuan-
pemalsuan, sehingga hampir setiap tahunnya motif dan corak Kampua akan selalu diubah-ubah.
Adapun standar pemotongan kain Kampua adalah dengan mengukur panjang dan lebar Kampua,
dengan cara: ukuran empat jari untuk lebarnya, dan sepanjang telapak tangan mulai dari tulang
pergelangan tangan sampai ke ujung jari tangan, untuk panjangnya. Sedangkan tangan yang
dipakai sebagai alat ukur adalah tangan sang Menteri Besar atau ‘Bonto Ogena’ itu sendiri.
Pada awal pembuatannya, standar yang dipakai sebagai nilai tukar untuk satu ‘bida’ (lembar)
Kampua adalah sama dengan nilai satu butir telur ayam. Setelah Belanda mulai memasuki
wilayah Buton kira-kira tahun 1851, fungsi Kampua sebagai alat tukar lambat laun mulai
digantikan dengan uang-uang buatan “Kompeni”. Nantinya nilai tukar untuk 40 lembar Kampua
sama dengan 10 sen duit tembaga, atau setiap 4 lembar Kampua hanya mempunyai nilai sebesar
1 sen saja! Walaupun demikian, Kampua tetap digunakan pada desa-desa tertentu di Kepulauan
Buton sampai 1940.
Dalam penggolongan zaman perdagangan internasional ini sebenarnya bukan hanya orang-orang
Cina dan VOC (Belanda) yang berdagang di Jawa, tapi kedua bangsa itulah yang paling dominan
dalam melakukan perdagangan di Jawa. Dan dari mata uang Cash Cina dan mata-uang
“kompeni” inilah yang telah memberikan pengaruh yang sangat besar bagi sejarah dan
perkembangan numismatik di Indonesia.
Karena uang Chien banyak diekspor ke Jawa, maka pada zaman Dinasti Ming di Cina (1368-
1644), terjadi keguncangan moneter akibat langkanya uang kecil. Akhirnya pemerintah Ming
melakukan larangan ekspor uang Ch’ien ke luar negeri, termasuk ke Jawa. Sebagai gantinya
VOC mengimpor koin-koin kepeng dari negara-negara lain, seperti Jepang, Korea dan Vietnam.
Tahun 1723 Jepang akhirnya menghentikan ekspor uang cash.
Sebagai pengganti uang Chien yang dilarang diekspor oleh Kaisar Ming, pada sekitar 1590 mulai
beredar koin-koin picis dari timah atau timbal (lead). Uang picis ini dibuat di Cina, diangkut
bersamaan dengan kedatangan kapal-kapal Jung dengan berat rata-rata 200-300 ton. Kapal-kapal
tersebut sebanyak 15-20 kapal setahunnya, datang pada bulan November atau Desember, dan
akan kembali ke Cina pada bulan Juni tahun berikutnya, dengan membawa rempah-rempah yang
dibelinya dari Banten. Sebanyak 12-13 ribu picis seharga satu dollar Spanyol, yang dapat
membeli merica sebanyak 8 kantong. Di Indonesia, hanya Bali yang tetap menggunakan koin
cash Cina dalam bertransaksi, bahkan masih dipakai sampai dengan pada tahun 1950
6
b. Perdagangan dengan VOC (1602-1799
Tahun 1595 untuk pertama kalinya kapal-kapal Belanda menginjak daratan Indonesia. Ekspedisi
ini dikepalai oleh dua bersaudara, Cornelis dan Frederick de Houtman, dan mendarat di
pelabuhan Banten. Mereka membawa koin-koin perak untuk dipakai membeli rempah-rempah,
baik yang dinamakan Real Batu ataupun Real Bundar. Namun mereka kecewa karena uang yang
dipakai di Banten adalah picis-picis dari timbal.
Dari ekspedisi awal ini akhirnya dua perusahaan Belanda, yaitu United Amsterdam Company
(1594-1602) dan United Zeeland Company (1597-1602), ikut meramaikan pencarian rempah-
rempah ke wilayah Nusantara. Mereka juga mencetak mata uangnya sendiri guna dipakai sebagai
alat pembayaran, dengan tahun 1601/1602. Perlombaan mencari rempah-rempah ini akhirnya
menimbulkan persaingan usaha, yang pada akhirnya malah merugikan bisnis mereka sendiri.
Pada bulan Maret 1602, kedua perusahaan tersebut dilebur, dan didirikan sebuah perusahaan
dagang baru yang dinamakan VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie).
Karena seringnya terjadi kekosongan mata uang kecil, maka tahun 1726 VOC meminta kepada
induknya di Belanda untuk dibuatkan koin-koin bernilai kecil, yang disebut Dute, Doit atau Duit.
Duit VOC ini dinyatakan tidak berlaku di negeri induknya Belanda, dan hanya diedarkan untuk
daerah-daerah dimana VOC berada. Namun peredaran duit tembaga ini cukup luas karena
diedarkan juga di wilayah-wilayah Coromandel, Cochin, Malaka dan Ceylon.
Pada tahun 1743, VOC melakukan perjanjian dengan kerajaan Mataram di Jawa Tengah. Salah
satu isi dari perjanjian tersebut adalah pemberian hak kepada VOC untuk mencetak mata
uangnya sendiri. Uang yang dicetak ini dikenal dengan nama “Derham Djawi” atau “Java Ducat”
atau “Gold Rupee” (untuk koin emas), dan “Silver Java Rupee” (untuk koin peraknya).
Koin yang pertama kali dibuat VOC di percetakan uang di Batavia adalah Dirham Jawi dengan
tahun 1744. Pada bagian muka terdapat tulisan dalam bahasa Arab: “Ila djazirat Djawa al-kabir”,
sedangkan di bagian belakangnya : “Derham min Kompani Welandawi”. Yang artinya : “Uang
milik perusahaan Belanda untuk Pulau Jawa Besar”. Pada tahun 1799 VOC akhirnya dinyatakan
bangkrut. Semua harta dan kekuasaannya diambil alih oleh pemerintahan Belanda, dan
dimulailah babak baru masa penjajahan Belanda yang sesungguhnya.
Pada tahun 1796 dan 1797 dicetak juga doit-doit darurat yang terbuat dari timah, dan beredar
bersamaan dengan Bonk. Pada bagian sebelah muka terdapat lambang VOC dan huruf “N” di
atasnya (singkatan dari Nederlansche). Di bagian belakangnya tertulis : 1 Duit 1796 atau 1797.
Karena doit-doit palsu dari timbal (lead) banyak beredar, maka duit timah itu ditarik dari
peredarannya untuk dilebur kembali, yang mengakibatkan duit-duit timah itu menjadi langka
sekali. Koin-koin darurat dalam pecahan Stuiver juga dicetak pada tahun 1799 dan 1800. Koin-
koin ini terbuat dari campuran dua bahan, yaitu perunggu dari leburan meriam-meriam yang
telah rusak, yang dicampur dengan timbal. Pada sisi muka dicetak : JAVA 1799/1800, dan di
baliknya dicetak : 1 Stuiver.
7
tidak terjangkau oleh VOC. Tahun 1825-1830 di Jawa (bagian Tengah dan Timur) timbul perang
besar yang dikenal dengan nama “Perang Jawa” atau “Perang Diponegoro”.
Akibat perang yang berkepanjangan ini, kas Belanda menjadi kosong. Untuk memenuhi pundi-
pundinya, maka van den Bosch memperkenalkan apa yang disebut dengan “Cultuur Stelsel” atau
“Tanam Paksa”. Dalam periode ini, dicetak berjuta-juta keping mata uang dengan pecahan Satu
dan Dua Sen. Koin perak 2.5 Gulden baru dibuat pada tahun 1840 setelah dilakukan standarisasi
pada mata uang pada pemerintahan Raja Willem I. Berbagai macam mata uang baik emas, perak,
dan tembaga juga dibuat pada masa-masa pemerintahan Raja Willem II, Willem III, atau
Wilhelmina. Pada masa pemerintahan Raja Willem II (1840-1849), percetakan uang di Batavia
dan di Surabaya ditutup untuk selama-lamanya. Batavia ditutup pada bulan Januari 1843,
sedangkan Surabaya pada akhir tahun 1843. Dengan ditutupnya percetakan uang di Jawa, maka
sejak saat itu semua mata uang dikirim langsung dari negeri Belanda.
Pada zaman Raja Willem III (1849-1890), pernah dicetak koin perak dengan nilai 1/20 Gulden
(Kelip). Koin ini bentuknya sangat kecil sekali, sehingga tidak diproduksi kembali setelah
cetakan kedua tahun 1855. Koin-koin Sen dari tembaga juga dicetak, dengan pecahan 1 dan 2 ½
Sen. Pada masa-masa inilah koin cash Cina mulai ditinggalkan pemakaiannya. Koin tembaga 2
½ sen disebut sebagai uang “Gobang” atau “Benggol”, dan mempunyai fungsinya yang lain,
yaitu sebagai alat “Kerokan”. Pada waktu bertakhtanya Ratu Wilhelmina (1890-1948), timbul
perang dunia kedua, dimana tahun 1940 Jerman menginvasi serta menduduki Belanda. Keluarga
kerajaan termasuk Ratu Wilhelmina lari ke Inggris dengan memakai kapal kargo. Di tempat
pelariannya itu, Ratu membentuk “pemerintahan dalam pengasingan”. Pada masa perang itu,
koin-koin tahun 1941-45 dicetak di Amerika, dengan tambahan huruf kecil pada bagian belakang
bawah. Huruf “D” adalah singkatan dari “Denver” (1943-1945); “P’ adalah “Philadelphia”
(1941-1945); dan “S” untuk “San Francisco” (1944-1945). Pada tahun 1945, setelah kekalahan
Jerman, Ratu kembali ke negerinya Belanda. Namun pada tanggal 17 Agustus 1945 negara
jajahannya di bagian timur telah memproklamasikan kemerdekaannya menjadi Republik
Indonesia.
8
dimana wilayah Nusantara berada dalam kekuasaan Inggris. Untuk pertama kalinya diangkat Sir
Thomas Stamford Raffles sebagai Gubernur Jenderal.
Satu seri koin menarik yang dicetak pada masa pendudukan Inggris adalah koin Java Rupee yang
terbuat dari emas dan perak. Pada bagian depannya ditulis dalam bahasa Jawa kuno, “Kempni
Hingglis, jasa hing Sura-pringga. Tahun Ajisaka AS 1741”. Sedangkan di baliknya tertulis dalam
bahasa Arab Melayu : “Hinglish, sikkah kompani, sannah AH 1229 dhuriba, dar djazirat Djawa”
Semua koin pada masa pendudukan Inggris dicetak di Surabaya, kecuali koin-koin darurat Doit
Java dari timah murni Bangka dengan tahun 1813 dan 1814, yang dicetak di Batavia. Setelah
kekalahan Napoleon di Eropa, maka berdasarkan perjanjian Wina tahun 1814 Inggris harus
mengembalikan Jawa dan daerah lainnya kepada Belanda. Penyerahan koloni itu sendiri baru
dilaksanakan Inggris pada tanggal 16 Agustus 1816.
Pendudukan Jepang di Indonesia hanya berlangsung selama tiga setengah tahun. Jepang banyak
mencetak mata uang kertas, dan hanya satu seri koin yang dicetak, yaitu pecahan 1, 5 dan 10
Sen. Semuanya dicetak dengan tahun Jepang 2603 dan 2604 (1943 dan 1944 Masehi), yang
dituangkan dalam Undang-Undang Pemerintahan Militer Jepang No. 2 tertanggal 8 Maret 2602
(1942). Koin pecahan 1 dan 5 Sen terbuat dari Aluminium, sedangkan koin nominal 10 Sen
terbuat dari timah. Pada koin-koin nominal 5 dan 10 Sen, di bagian muka terdapat gambar
Wayang, sedangkan nominal 1 Sen terdapat gambar kepala wayang. Di bagian belakangnya
terdapat tulisan Jepang, JAVA, Nominal (Sen), dan tahun Jepang 2603/04.
Koin Indonesia dicetak untuk pertama kalinya pada tahun 1951. Koin ini terbuat dari aluminium
dengan pecahan 5 Sen, dengan lubang pada bagian tengahnya. Koin aluminium pecahan 10 Sen
(tanpa lubang) dengan gambar Garuda dicetak pada tahun 1951 juga. Berikutnya pada tahun
1952 dicetak koin-koin dengan pecahan 1 Sen (yang mempunyai desain sama dengan pecahan 5
9
Sen bolong) dan pecahan 25 Sen. Pada tahun yang sama juga dicetak koin dengan pecahan 50
Sen dengan gambar Dipanegara.
Seri koin-koin dengan gambar Sukarno juga dicetak untuk peredaran khusus di Kepulauan Riau.
Koin-koin dengan tahun 1962 (dicetak tahun 1963) ini terbuat dari aluminium, dan terdiri dari
pecahan 1, 5, 10, 25, dan 50 Sen. Koin-koin ini ditarik dari peredaran dan dinyatakan tidak
berlaku lagi sejak tanggal 30 September 1964. Pada pinggiran semua koin seri Kepulauan Riau
ini, tertera inskripsi “KEPULAUAN RIAU”. Pada masa pembebasan IRIAN BARAT, juga
dicetak koin-koin seri Sukarno yang dicetak khusus untuk peredaran di Irian Barat, dan
semuanya bertahun 1962 (dicetak tahun 1964). Namun akhirnya dinyatakan tidak berlaku lagi
sejak tanggal 31 Desember 1971. Pada masa pemerintahan Suharto (1967-1998), banyak sekali
koin-koin menarik yang dicetaknya, seperti koin-koin peringatan 25 tahun kemerdekaan, seri-
seri binatang, koin-koin emas, dll.
Kita sebagai masyarakat Indonesia pasti pernah bertanya, sebenarnya kenapa mata uang Negara
kita bernama Rupiah, bagaimana sejarah dan ceritnya sehingga pemerintah menetapkan nama
Rupiah sebagai nama mata uang bangsa Indonesia.Berikut ini cerita singkat sejarah terbentuknya
nama Rupiah terhadap mata uang Negara Indonesia.
Pemerintah memandang perlu mengeluarkan mata uang sendiri selain berfungsi sebagai alat
pembayaran yang sah juga dijadikan lambing utama Negara yang sudah merdeka. Perkataan
“rupiah” berasal dari perkataan “Rupee”, satuan mata uang India. Indonesia telah menggunakan
mata uang Gulden Belanda dari tahun 1610 hingga 1817. Setelah tahun 1817, dikenalkan mata
uang Gulden Hindia Belanda.
Mata uang rupiah pertama kali diperkenalkan secara resmi pada waktu Pendudukan Jepang
sewaktu Perang Dunia ke-2, dengan nama rupiah Hindia Belanda. Setelah berakhirnya perang,
Bank Jawa (Javaans Bank, selanjutnya menjadi Bank Indonesia) memperkenalkan mata uang
rupiah jawa sebagai pengganti. Mata uang gulden NICA yang dibuat oleh Sekutu dan beberapa
mata uang yang dicetak kumpulan gerilya juga berlaku pada masa itu.Tepatnya pada tanggal 2
November 1949 merupakan hari ditetapkannya rupiah sebagai mata uang resmi Negara
Indonesia dan mata uang rupiah dicetak serta diatur pengunaannya oleh Bank Indonesia.
Walaupun saat itu Kepulauan Riau dan Irian Barat memiliki variasi rupiah mereka sendiri tetapi
penggunaan mereka dibubarkan pada tahun 1964 di Riau dan 1974 di Irian Barat.
Rupiah merupakan mata uang yang boleh ditukar dengan bebas tetapi didagangkan dengan
pinalti disebabkan kadar inflasi yang tinggi . Mata Uang Baru dalam sejarah nilai uang fungsi
dan jenis jenis uang serta pembuatannya ternyata mengalami banyak cerita dan sejarah yang
panjang di negara indonesia Keadaan ekonomi di Indonesia pada awal kemerdekaan ditandai
dengan hiperinflasi akibat peredaran beberapa mata uang yang tidak terkendali, sementara
Pemerintah Republik Indonesia belum memiliki mata uang. Ada tiga mata uang yang dinyatakan
berlaku oleh pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 1 Oktober 1945, yaitu mata uang
Jepang, mata uang Hindia Belanda, dan mata uang De Javasche Bank.
Diantara ketiga mata uang tersebut yang nilai tukarnya mengalami penurunan tajam adalah mata
uang Jepang. Peredarannya mencapai empat milyar sehingga mata uang Jepang tersebut menjadi
sumber hiperinflasi. Lapisan masyarakat yang paling menderita adalah petani, karena merekalah
yang paling banyak menyimpan mata uang Jepang.
Kekacauan ekonomi akibat hiperinflasi diperparah oleh kebijakan Panglima AFNEI (Allied
Forces Netherlands East Indies) Letjen Sir Montagu Stopford yang pada 6 Maret 1946
mengumumkan pemberlakuan mata uang NICA di seluruh wilayah Indonesia yang telah
diduduki oleh pasukan AFNEI. Kebijakan ini diprotes keras oleh pemerintah Republik Indonesia
karena melanggar persetujuan bahwa masing-masing pihak tidak boleh mengeluarkan mata uang
baru selama belum adanya penyelesaian politik. Namun protes keras ini diabaikan oleh AFNEI.
Mata uang NICA digunakan AFNEI untuk membiayai operasi-operasi militernya di Indonesia
10
dan sekaligus mengacaukan perekonomian nasional, sehingga akan muncul krisis kepercayaan
rakyat terhadap kemampuan pemerintah Republik Indonesia dalam mengatasi persoalan ekonomi
nasional.
Karena protesnya tidak ditanggapi, maka pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan
kebijakan yang melarang seluruh rakyat Indonesia menggunakan mata uang NICA sebagai alat
tukar. Langkah ini sangat penting karena peredaran mata uang NICA berada di luar kendali
pemerintah RI, sehingga menyulitkan perbaikan ekonomi nasional. Oleh karena AFNEI tidak
mencabut pemberlakuan mata uang NICA, maka pada tanggal 26 Oktober 1946 pemerintah
Republik Indonesia memberlakukan mata uang baru ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai
alat tukar yang sah di seluruh wilayah Republik Indonesia . Sejak saat itu mata uang Jepang,
mata uang Hindia Belanda dan mata uang De Javasche Bank dinyatakan tidak berlaku lagi.
Dengan demikian hanya ada dua mata uang yang berlaku yaitu ORI dan NICA. Masing-masing
mata uang hanya diakui oleh yang mengeluarkannya. Jadi ORI hanya diakui oleh pemerintah
Republik Indonesia dan mata uang NICA hanya diakui oleh AFNEI. Rakyat ternyata lebih
banyak memberikan dukungan kepada ORI. Hal ini mempunyai dampak politik bahwa rakyat
lebih berpihak kepada pemerintah Republik Indonesia dari pada pemerintah sementara NICA
yang hanya didukung AFNEI.
Untuk mengatur nilai tukar ORI dengan valuta asing yang ada di Indonesia, pemerintah Republik
Indonesia pada tanggal 1 November 1946 mengubah Yayasan Pusat Bank pimpinan Margono
Djojohadikusumo menjadi Bank Negara Indonesia (BNI). Beberapa bulan sebelumnya
pemerintah juga telah mengubah bank pemerintah pendudukan Jepang Shomin Ginko menjadi
Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Tyokin Kyoku menjadi Kantor Tabungan Pos (KTP) yang
berubah nama pada Juni 1949 menjadi Bank tabungan Pos dan akhirnya di tahun 1950 menjadi
Bank Tabungan Negara (BTN). Semua bank ini berfungsi sebagai bank umum yang dijalankan
oleh pemerintah Republik Indonesia . Fungsi utamanya adalah menghimpun dan menyalurkan
dana atau uang masyarakat serta pemberi jasa di dalam lalu lintas pembayaran.
Jauh sebelum kedatangan bangsa barat, nusantara telah menjadi pusat perdagangan internasional.
Sementara di daratan Eropa muncul lembaga perbankan sederhana, seperti Bank van Leening di
negeri Belanda. Sistem perbankan ini kemudian dibawa oleh bangsa barat yang mengekspansi
nusantara pada waktu yang sama. VOC di Jawa pada 1746 mendirikan De Bank van Leening
yang kemudian menjadi De Bank Courant en Bank van Leening pada 1752. Bank itu adalah
bank pertama yang lahir di nusantara, cikal bakal dari dunia perbankan pada masa selanjutnya.
Pada 24 Januari 1828, pemerintah Hindia Belanda mendirikan bank sirkulasi dengan nama De
Javasche Bank (DJB). Selama berpuluh-puluh tahun bank tersebut beroperasi dan berkembang
berdasarkan suatu oktroi dari penguasa Kerajaan Belanda, hingga akhirnya diundangkan DJB
Wet 1922.
Masa pendudukan Jepang telah menghentikan kegiatan DJB dan perbankan Hindia Belanda
untuk sementara waktu. Kemudian masa revolusi tiba, Hindia Belanda mengalami dualisme
kekuasaan, antara Republik Indonesia (RI) dan Nederlandsche Indische Civil Administrative
(NICA). Perbankan pun terbagi dua, DJB dan bank-bank Belanda di wilayah NICA sedangkan
“Jajasan Poesat Bank Indonesia” dan Bank Negara Indonesia di wilayah Republik Indonesia .
Konferensi Meja Bundar (KMB) 1949 mengakhiri konflik Indonesia dan Belanda, ditetapkan
kemudian DJB sebagai bank sentral bagi Republik Indonesia Serikat (RIS). Status ini terus
bertahan hingga masa kembalinya Republik Indonesia dalam negara kesatuan. Berikutnya
sebagai bangsa dan negara yang berdaulat, Republik Indonesia menasionalisasi bank sentralnya.
Maka sejak 1 Juli 1953 berubahlah DJB menjadi Bank Indonesia, bank sentral bagi Republik
Indonesia. Krisis ekonomi Asia tahun 1998 menyebabkan nilai tukar mata uang rupiah jatuh
hingga 35% dan dengan melemahnya mata uang rupiah keadaan perekonomian di Indonesia
menjadi menurun.
11
1. Uang Kertas Yang Pernah Berlaku di Indonesia Dulu-Sekarang
1. ORI I (1945)
ORI edisi pertama resmi diedarkan pada 30 Oktober 1946.
Pecahannya terdiri dari 1 sen, 5 sen, 10 sen, ½ rupiah, Rp1.00, Rp5.00, Rp10.00, Rp100.00.
2. ORI II (1947)
ORI II hanya memiliki empat pecahan mata uang, yaitu Rp5.00, Rp10.00, Rp25.00, dan Rp100.00.
Pecahan Rp25.00 berbeda dengan tiga nominal lainnya. Untuk edisi ini, seluruh mata uang
bertanggal Djokjakarta 1 Djanuari 1947. Ditandatangani oleh Sjafruddin Prawiranegara.
12
3. ORI III (1947)
ORI III terdiri dari tujuh jenis pecahan, yaitu dari ½ rupiah hingga Rp250.00. Di era ini ada pecahan
langka yaitu seri Rp100 Maramis. Pecahan ini hanya bisa dikalahkan oleh pecahan Rp600 di seri
ORI IV.
13
4. ORI IV (1948)
Seri ini memiliki nominal pecahan-pecahan yang sangat ganjil, yaitu Rp0.00, Rp75.00, Rp100.00,
dan Rp400.00. Adapun salah satu karya terbaik dan terlangka sekaligus termahal yakni nominal
Rp600.00 (unissued).
Emisi tahun 1968 mulai diedarkan pada 8 Januari 1968. Tanggal 23 Agustus 1971 mendevaluasi
rupiah sebesar 10%, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS Rp415.00 yang sebelumnya Rp378.00.
14
15
6. Gambar Uang Rupiah Tahun 1975
Tahun 1975, ada seri terbaru yang dirilis dan diedarkan. Nominalnya adalah Rp1.000 bergambar
Pangeran Diponegoro. Kemudian Rp5.000 dengan gambar nelayan. Lalu, Rp10.000 gambar relief
Candi Borobudur. Masing-masing ditandatangai oleh Gubernur BI Rachmat Saleh dan Direktur BI
Soeksmono Martokoesoemo.
16
8. Penerbitan Uang Baru Tahun 1993
Bank Indonesia kembali menerbitkan uang dengan pelbagai pecahan.
Nominal Rp50.000 dengan gambar Presiden Soeharto
Selain itu, dikeluarkan juga penerbitan khusus dengan pecahan dan gambar yang sama tetapi terbuat
dari berbeda.
Bahan tersebut plastik polymer dengan pengaman berupa “holografis” Soeharto, bukan tanda
air/watermark, seperti yang biasa digunakan.
17
9. Gambar Uang Masa Orde Reformasi
Sahabat 99, pada masa order reformasi banyak pecahan yang dirilis. Pada masa ini
pecahan Rp100.000 beremisi tahun 1999 bergambar Soekarno, Mohammad. Hatta dan teks
proklamasi diedarkan. Pecahan tersebut dicetak di Australia dan Thailand dengan material
plastik (Polymer). Untuk pecahan Rp1.000 terdapat gambar kapten Pattimura dan pecahan
Rp5.000 gambar orang yang tengah menenun.Lalu, pecahan Rp10.000 dengan gambar Cut
Nyak Dien, pecahan Rp50.000 terdapat gambar Ngurah Rai dan terakhir pecahan Rp100.000
tetap gambar Bung Karno dan Bung Hatta namun tidak ada plastik lingkaran lagi.
18
19
10. Gambar Uang Baru Era Jokowi
a. 1755, ½ Uang. Mata uang yang digunakan pada zaman penjajahan Belanda.
2. 1780, 1 Uang. Mata uang yang sama ini berasal dari Hindia Belanda.
20
3. 1804, 1 Keping. Mata uang kuno dari Sumatra yang banyak digunakan untuk jual-beli rempah
dengan Singapura.
4. 1921, 5 cents. Mata uang dari Hindia Belanda dengan ada motif tulisan Jawa dan Arab.
5. 1942, 1 cent. Matang uang Hindia Belanda pecahan baru sebelum Indonesia merdeka.
6. 1945, ½ cent. Uang terakhir dari Hindia Belanda yang berkuasa di Indonesia.
7. 1961, 50 sen. Mata uang terakhir sebelum Rupiah jadi satu-satunya mata uang resmi
Indonesia.
21
8. 1962, 1 sen. Mata uang spesial yang digunakan di Papua Barat, uang ini menggunakan motif
kepala Presiden Soekarno.
9. 1970, 2 rupiah. Sudah hilang dari peredaran, namun tetap diburu kolektor dengan harga yang
fantastis.
10. 1974, 10 rupiah. Mata uang yang memiliki ajakan untuk menabung di Bank sebagai bagian
dari pembangunan Indonesia.
11. 1978, 100 rupiah. Mata uang yang saat ini mungkin masih banyak ditemukan, memiliki motif
rumah tradisional dan juga gunungan wayang.
12. 1979, 10 rupiah. Edisi baru dari uang 10 rupiah dengan ajakan untuk melaksanakan keluarga
berencana (KB).
22
13. 1992, 500 rupiah. Memiliki motif bunga bangsa atau Melati.
14. 1994, 1000 rupiah. Salah satu mata uang paling unik karena menggabungkan dua buah logam
hingga nampak dua warna.
15. 1994, 25 rupiah. Bermotif salah satu rempah andalan Indonesia, Pala.
16. 1996, 100 rupiah. Memiliki warna kuning emas dengan motif kesenian dari Madura, Karapan
Sapi.
23
17. 2003, 200 rupiah. Bermotif hewan langka dari Indonesia, Jalak Bali.
18. 2010, 1000 rupiah. Mata uang logam paling baru di Indonesia dengan motif angklung, alat
musik dari Jawa Barat
24
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan zamannya, perkembangan mata uang Indonesia dapat dibagi dalam beberapa
periode :
1. Zaman kerajaan hindu-buddha (850-1300)
• Kerajaan Mataram Syailendra
• Kerajaan Daha/Jenggala & Majapahit
25