Anda di halaman 1dari 29

KATA PENGANTAR

            Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang berkat rahmat, taufik dan
hidayah-Nya sehingga kita dapat beraktivitas sebagaimana mestinya, termasuk dapat
menyelesaikan Makalah “Sejarah Uang Mulai Awal Sampai Sekarang” ini.

            Tak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
serta terlibat dalam penyelesaian makalah ini, sehingga dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Besar harapan penulis semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan
penulis pada khususnya. Penulis juga memohon maaf apabila terdapat kesalahan maupun
kekurangan dalam bentuk apapun pada makalah ini. Penulis menyadari banyak kekurangan pada
makalah ini. Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i  
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii  
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................1
         A. Latar Belakang..............................................................................................................1  
         B. Rumusan Masalah.........................................................................................................1
         C. Tujuan penulisan...........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................2
         A. Sejarah mata uang dunia...............................................................................................2
         B. Sejarah perkembangan mata uang Indonesia................................................................2  
         C. Sejarah mata uang rupiah..............................................................................................10  
D. Gambar Mata Uang Indonesia Dari Dulu-Sekarang.....................................................11
BAB III PENUTUP....................................................................................................................25
         A. Kesimpulan...................................................................................................................25

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Setiap orang di antara kita tahu seperti apakah uang, serta dengan mudah dapat menunjuk di
antara seribu jenis benda yang manakah uang, yang manakah bukan uang. Akan tetapi, tidak
semua orang di antara kita tahu apakah itu uang. Uang sebenarnya merupakan sesuatu hal yang
unik, Ia bukan barang dan bukan jasa. Sekalipun dengannya kebutuhan akan barang dan jasa bisa
dipenuhi. Uang adalah segala sesuatu yang dapat diterima oleh masyarakat umum sebagai alat
tukar di dalam lalu lintas perekonomian.

B. Rumusan Masalah

        1. Menjelaskan sejarah mata uang dunia


        2. Menjelaskan sejarah mata uang di Indonesia
3. Menjelaskan sejarah mata uang rupiah
4. Gambar mata uang Indonesia dari Dulu-Sekarang

C. Tujuan Penulisan
      
Adapun tujuan dalam menyusun makalah ini adalah disamping memenuhi tugas ekonomi juga
agar saya sebagai siswa mampu memahami tentang sejarah perkembangan mata uang.

1
BAB 2
PEMBAHASAN

A. Sejarah Mata Uang Dunia


    
Sejarah mata uang dunia adalah segala sesuatu yang umumnya diterima oleh sekelompok orang
untuk pertukaran barang, jasa, atau sumber daya. Setiap negara memiliki sistem sendiri
mengenai uang koin dan kertas.
        
Pada awalnya orang menggunakan barter. Barter adalah pertukaran barang atau jasa dengan
sistem kepercayaan. Namun karena seiring waktu berjalan, orang pun menjadi merugi karena
barang yang ditukar tidak begitu berharga dengan yang diberikan. Maka munculnya sistem uang
untuk mengatasinya, dengan cara ini kita bisa menukar barang berapapun banyaknya dengan
jumlah uang yang berlaku dinegara tertentu.
Logam benda diperkenalkan sebagai uang sekitar 5000 SM Dengan 700 SM, Lydia waktu itu
berada di tempat yang sekarang bernama Turki. koin dilebur paduan alami dari emas dan perak
disebut electrum. Dan setiap koin memiliki berat jenis sebesar 4,7 gram. Koin ini berfungsi
sebagai alat tukar, satuan pembayaran dan mampu melestarikan nilai. Logam ini digunakan
karena sudah tersedia, mudah untuk bekerja dengan dan dapat didaur ulang. Sejak koin diberi
nilai tertentu, menjadi lebih mudah untuk membandingkan biaya barang orang inginkan.

China mulai mendesain uang kertas di abad pertama masehi yaitu di masa Dinasti Tang. Kenapa
China memilih uang kertas dibandingkan koin? Hal ini karena pasokan bahan baku logam mulia
seperti emas dan perak sangat terbatas kala itu. Sehingga China kesulitan memproduksi koin.
Ts'ai Lun seorang desainer uang di masa Dinasti Tang akhirnya berhasil menciptakan uang
kertas yang menggunakan bahan baku kulit kayu murbei. Setelah penciptaan tersebut, kegiatan
ekonomi di berbagai negara mulai berkembang dan pembayaran harus menggunakan mata uang
yang sah. Pada 10 Maret 1862 Amerika Serikat pertama kali mengedarkan uang kertas, antara
lain pecahan $5, $10, dan $20. Mereka menjadi alat pembayaran yang sah dengan Undang-
Undang tanggal 17 Maret 1862. Dimasukkannya "In God We Trust" pada mata uang semua yang
diperlukan oleh hukum pada tahun 1955. Moto nasional pertama kali muncul pada uang kertas
pada tahun 1957 pada Sertifikat Perak $1, dan pada semua nota dimulai dengan Seri 1963.

Setelah uang kertas dan koin digunakan di berbagai negara. Keluarlah uang elektronik berbasis
kartu. Uang ini biasanya digunakan untuk pembayaran transportasi, di toko ritel sampai
pembayaran di gerbang tol. Sejarah uang memasuki dunia modern. Kemudian setelah uang
elektronik berbasis kartu beredar, muncul uang elektronik berbasis server. Pengguna bisa
bertransaksi hanya menggunakan aplikasi atau SMS di handphone masing-masing. Sehingga
tidak perlu membawa uang kertas, logam atau kartu uang elektronik. Lalu muncullah uang
digital salah satunya bernama bitcoin yang terus berkembang dari tahun ke tahun. Ia diciptakan
oleh Satoshi Nakamoto pada 2009. Cryptocurrency ini tak hanya bitcoin ada pula ethereum,
bitcoin cash, litecoin, XRP sampai bitcoin SV.

B. Sejarah Perkembangan Mata Uang di Indonesia


     
Berbicara tentang perkembangan mata uang yang dulu pernah berlaku di wilayah Nusantara,
maka ditinjau dari kepemilikan mata uang tersebut dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok :

a. Mata uang atau koin-koin asli buatan lokal, yang dicetak oleh kerajaan-kerajaan atau daerah-
daerah tertentu di wilayah Indonesia.
b. Mata uang yang dimasukkan oleh orang-orang asing, baik pedagang maupun pemerintahan
asing yang bertindak sebagai penjajah atau penguasa wilayah Nusantara, untuk dipakai sebagai

2
alat tukar yang sah di wilayah Indonesia. Termasuk juga mata uang yang dicetak di Jawa oleh
orang-orang asing tersebut di atas, untuk diedarkan di wilayah Nusantara.

       
Berdasarkan zamannya, perkembangan mata uang Indonesia dapat dibagi dalam beberapa
periode :

1. Zaman Kerajaan Hindu Buddha (850–1300 masehi)

a. Kerajaan Mataram Syailendra


Mata uang Indonesia dicetak pertama kali sekitar tahun 850/860 Masehi, yaitu pada masa
kerajaan Mataram Syailendra yang berpusat di Jawa Tengah. Koin-koin tersebut dicetak dalam
dua jenis bahan emas dan perak, mempunyai berat yang sama, dan mempunyai beberapa nominal
:
•  Masa (Ma), berat 2.40 gram; sama dengan 2 Atak atau 4 Kupang
• Atak, berat 1.20 gram; sama dengan ½ Masa, atau 2 Kupang
• Kupang (Ku), berat 0.60 gram; sama dengan ¼ Masa atau ½ Atak
           Sebenarnya masih ada satuan yang lebih kecil lagi, yaitu ½ Kupang (0.30 gram) dan 1
Saga (0,119 gram).

Koin emas zaman Syailendra berbentuk kecil seperti kotak, dimana koin dengan satuan terbesar
(Masa) berukuran 6 x 6/7 mm saja. Pada bagian depannya terdapat huruf Devanagari “Ta”. Di
belakangnya terdapat incuse (lekukan ke dalam) yang dibagi dalam dua bagian, masing-masing
terdapat semacam bulatan. Dalam bahasa numismatik, pola ini dinamakan “Sesame Seed”.
Sedangkan koin perak Masa mempunyai diameter antara 9-10 mm. Pada bagian muka dicetak
huruf Devanagari “Ma” (singkatan dari Masa), dan di bagian belakangnya terdapat incuse
dengan pola “Bunga Cendana”.

Kerajaan Syailendra akhirnya meluaskan wilayahnya hingga ke daerah-daerah Jawa Timur,


dimana pelabuhan-pelabuhannya seperti Tuban, Gresik, dan Surabaya, banyak didatangi para
pedagang dari manca negara. Jawa Timur dengan pelabuhan-pelabuhannya merupakan daerah
maritim, akhirnya semakin maju dibandingkan dengan kerajaan induknya di Jawa Tengah yang
merupakan daerah agraris.
Pada zaman Dinasti Tang di Cina (618-907 Masehi), orang-orang Cina mulai berdatangan ke
tanah Jawa untuk melakukan perdagangan. Mereka membawa dan memperkenalkan mata
uangnya yang disebut Cash atau Caixa, Cassie, Pitje, atau orang Jawa menyebutnya Kepeng atau
Gobok, dengan ciri khas terdapat lubang persegi di tengah. Koin-koin Cina ini lambat laun dapat
diterima oleh penduduk sebagai alat pembayaran.
Pada kira-kira tahun 928 Masehi, Gunung Merapi meletus dahsyat, yang mengakibatkan
rusaknya hampir seluruh sendi-sendi perekonomian kerajaan. Karena alasan itu, di samping
semakin majunya daerah Jawa Timur, maka pada 929 diputuskan untuk memindahkan ibukota
kerajaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Nantinya Raja Mpu Sendok membagi wilayah Jawa
Timur menjadi dua untuk dibagikan kepada dua orang anaknya, menjadi wilayah Daha dan
Jenggala.

b. Kerajaan Daha/Jenggala dan Majapahit


Pada zaman Daha dan Jenggala, uang-uang emas dan perak tetap dicetak dengan berat standar,
walaupun mengalami proses perubahan bentuk dan desainnya. Koin emas yang semula
berbentuk kotak berubah desain menjadi bundar, sedangkan koin peraknya mempunyai desain
berbentuk cembung, dengan diameter antara 13-14 mm.
Pada waktu itu uang kepeng Cina datang begitu besar, sehingga saking banyaknya jumlah yang
beredar, akhirnya dipakai secara “resmi” sebagai alat pembayaran, menggantikan secara total
fungsi dari mata uang lokal emas dan perak.
Adapun alasan-alasan dari penggantian fungsi ini adalah : ukuran koin emas dan perak lokal
terlalu kecil, sehingga mudah jatuh atau hilang. Sedangkan uang kepeng Cina mempunyai
lubang di tengah, direnteng dengan tali sebanyak 200 keping, sehingga praktis dibawa ke mana-

3
mana dan tidak mudah hilang. Koin emas dan perak lokal adalah mata uang dalam pecahan
besar, sedangkan koin-koin kepeng berfungsi sebagai uang kecil atau uang receh, yang sangat
dibutuhkan dalam perdagangan. Nilai tukar untuk 1 Masa perak berharga 400 buah Chien. Pada
akhir abad ke-9, dengan 4 Masa perak saja bisa membeli seekor kambing.
Sebenarnya koin-koin emas dan perak yang sudah mengalami perubahan bentuk adalah produk
dari Daha dan Jenggala. Namun karena Kerajaan Majapahit (1293-1528) pada waktu itu
merupakan kerajaan besar di Asia Tenggara, maka biasanya orang menamainya sebagai uang
Majapahit. Padahal sejak akhir abad ke-13, mata uang “resmi” yang dipakai sebagai alat
pembayaran adalah koin-koin kepeng Chien.
        
Namun pada zaman Majapahit ini dikenal koin-koin yang disebut “Gobog Wayang”, dimana
untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh Thomas Raffles, dalam bukunya The History of Java.
Bentuknya bulat dengan lubang tengah karena pengaruh dari koin cash dari Cina, ataupun koin-
koin serupa yang berasal dari Cina atau Jepang. Koin gobog wayang adalah asli buatan lokal,
namun tidak digunakan sebagai alat tukar. Sebenarnya koin-koin ini digunakan untuk
persembahan di kuil-kuil seperti yang dilakukan di Cina ataupun di Jepang sehingga disebut
sebagai koin-koin kuil. Setelah redup dan runtuhnya kerajaan Majapahit di Jawa Timur (1528),
Banten di Jawa bagian barat muncul sebagai kota dagang yang semakin ramai.

2. Zaman Kerajaaan-Kerajaan Islam

a. Kerajaan-kerajaan di Jawa (Banten, Cirebon, Sumenep)


Mata-uang dari KESULTANAN BANTEN pertama kali dibuat sekitar 1550-1596 Masehi.
Bentuk koin Banten mengambil pola dari koin cash Cina yaitu dengan lubang di tengah, dengan
ciri khasnya 6 segi pada lubang tengahnya (heksagonal). Inskripsi pada bagian muka pada
mulanya dalam bahasa Jawa: “Pangeran Ratu”. Namun setelah mengakarnya agama Islam di
Banten, inskripsi diganti dalam bahasa Arab, “Pangeran Ratu Ing Banten”. Terdapat beberapa
jenis mata-uang lainnya yang dicetak oleh Sultan-sultan Banten, baik dari tembaga ataupun dari
timah, seperti yang ditemukan pada akhir-akhir ini.
Mata-uang dari KESULTANAN CIREBON dibuat sekitar 1710/1760, saat berkuasa Sultan
Sepuh. Koin dengan bahan dari timah dengan lubang di tengah itu, pada bagian muka tertulis
inskripsi : “Cheribon”.

Berbeda dengan koin-koin Banten dan Cirebon, KESULTANAN SUMENEP di Pulau Madura
tidak mencetak mata uangnya sendiri. Mata uangnya diambil dari koin-koin asing (di luar
Sumenep), dengan diberi “Countermarked” (cetak tindih). Koin-koin yang digunakan adalah
koin-koin Austria, Belanda, Java Rupee, Mexico (Real Bundar), (Real Batu/Cob), dll. Sedangkan
cetak tindih yang dipakai, ada beberapa jenis seperti “Bintang Madura”, dengan tulisan Arab
“Sumenep”, atau “cap dengan lima kelopak daun”. Koin-koin dengan cetak tindih ini dibuat pada
saat bertakhtanya Sultan Paku Nata Ningrat (1811-1854) di Kesultanan Sumenep.

b. Kerajaan-Kerajaan di Sumatera (Samudra Pasai, Aceh, Palembang, Jambi


Mata uang emas dari KERAJAAN PASAI untuk pertama kalinya dicetak oleh Sultan
Muhammad yang berkuasa sekitar 1297-1326. Mata uangnya disebut Dirham atau Mas, dan
mempunyai standar berat 0,60 gram (berat standar Kupang). Namun ada juga koin-koin Dirham
Pasai yang sangat kecil dengan berat hanya 0,30 gram (1/2 Kupang atau 3 Saga). Uang Mas
Pasai mempunyai diameter 10–11 mm, sedangkan yang setengah Mas berdiameter 6 mm. Pada
hampir semua koinnya ditulis nama Sultan dengan gelar “Malik az-Zahir” atau “Malik at-Tahir”.
Setelah Pasai berhasil ditaklukkan oleh KERAJAAN ACEH pada 1524, sultan-sultan Aceh tetap
mengikuti tradisi dari kerajaan Pasai dalam pembuatan mata uangnya. Namun uang Dirham
Aceh berdiameter lebih besar, antara 12–14 mm. Pada bagian belakangnya terdapat tulisan Arab
“as-Sultan al-adil”, yang artinya Sultan yang adil. Aceh juga membuat mata uang dari
timah/timbal, yang disebut “Keueh”, dengan nilai satu Mas sama dengan 400 Keueh.
       
Kerajaan Aceh pernah memiliki empat Ratu yang memerintah secara berturut selama 60 tahun,
dari 1641-1699. Yang pertama adalah Sultanah Safiat ad-Din, anak dari Sultan Iskandar Thani

4
yang meninggal pada 1641. Karena tidak mempunyai anak laki-laki, maka diangkatlah anak
perempuannya yang berkuasa sampai dengan 1675. Sultanah Nur al-Alam Naqiat ad-Din Syah
Ratu Aceh yang kedua, yang memerintah pada 1675-1678. Penggantinya adalah Sultanah Inayat
Syah Zakiat ad-Din Syah yang memerintah pada 1678-1688. Terakhir adalah Sultanah Kamalat
Syah. Beliau memegang kekuasaan atas wilayah Aceh pada 1688-1699. Masing-masing ratu
tersebut juga mencetak mata uangnya.
Mata uang dari KERAJAAN PALEMBANG dapat dibedakan antara yang mempunyai lubang di
tengah, yang disebut dengan pitis “Picis Tebok” (Tebok dalam dialek Palembang berarti
“Lubang”). Ada juga yang tidak mempunyai lubang yang disebut dengan “Picis Buntu”.

Picis Palembang dapat dibedakan juga antara yang bertahun dan yang tidak bertahun. Semua
mata uangnya terbuat dari timah, kecuali koin yang bertahun AH 1198 (tahun 1774/75 Masehi),
ada terbuat dari tembaga merah dan dari timah (berdasarkan temuan terbaru). KERAJAAN
JAMBI di Sumatera juga membuat mata uang picis dari timah. Salah satu koinnya ada yang
berbentuk Oktagonal (segi 8), dengan tulisan “Sultan Anom Sri Ingalaga”. Ia mulai memerintah
pada 21 Februari 1743.

c. Kerajaan-Kerajaan di Kalimantan (Pontianak, Banjarmasin, dan Maluka)


KESULTANAN PONTIANAK mulai didirikan pada 1770, oleh seorang pedagang keturunan
Arab bernama Abdul Rahman Alkadrie. Periode pencetakan koin-koin dari kesultanan di
Kalimantan Barat ini berkisar tahun 1790-1817.
Koin-koin dari KESULTANAN BANJARMASIN pada umumnya merupakan imitasi dari koin-
koin Duit VOC, yang dicetak sewaktu bertakhtanya Sultan Tamjid Illah III (1785-1808). Koin-
koinnya mempunyai lambang VOC dan bertahun AH 1221.
      
Sebenarnya di Kalimantan masih ada satu kerajaan lagi yang jarang diketahui umum, yaitu
KERAJAAN MALUKA. Kerajaan ini dipimpin oleh seorang Raja Putih yang bernama
Alexander Hare, seorang petualang bangsa Inggris. Pada mulanya, Hare pada tahun 1812 diberi
suatu wilayah kekuasaan oleh Sultan Banjarmasin, dengan kedudukan sebagai Residen. Namun
tak lama memerintah, ia segera memperluas wilayah kekuasaannya, dengan membentuk koloni
sendiri yang bernama Maluka. Hare mencetak mata uangnya sendiri sebagai mata uang yang sah
untuk peredaran di wilayah Maluka, dan juga mendatangkan banyak tenaga kerja dari Jawa yang
bekerja sebagai kuli-kuli di pertambangan batu bara. Namun masa pemerintahan Hare di
Banjarmasin terhitung tidak terlalu lama, yakni dua tahun saja. Setelah kejatuhan VOC pada
tahun 1799, Belanda mulai “mengambil alih” daerah-daerah kekuasaan VOC di Indonesia. Dan
pada tahun 1816, pemerintahan Hindia Belanda berhasil menghancurkan koloni Maluka, serta
mengusir Hare dari wilayah kekuasaannya.

d. Kerajaan-kerajaan di Sulawesi (Gowa & Buton)


Mata uang dari KERAJAAN GOWA di Sulawesi Selatan disebut dengan “Dinara”, yang terbuat
dari emas. Sultan Alauddin Awwalul Islam yang memerintah Kerajaan Gowa pada tahun 1593-
1639, adalah sultan Gowa pertama yang beralih ke agama Islam. Sultan Hasanuddin, yang
memerintah pada tahun 1653-1669, dengan gelarnya “I Mallombasi Muhammad Bakir Dg
Mattawang Krg. Bontomangape”. Dengan kekalahannya melawan Belanda, Sultan Hasanuddin
dipaksa menandatangani Perjanjian Bungaya tanggal 18 November 1667. Dalam perjanjian itu
disebutkan bahwa wilayah Minahasa, Butung dan Sumbawa yang tadinya termasuk dalam
wilayah Kesultanan Gowa harus diserahkan kepada VOC. Dan semua pedagang-pedagang Eropa
selain dari VOC, dilarang untuk melakukan perdagangan di wilayah bagian timur tersebut.
       
KERAJAAN BUTON di Sulawesi Tenggara, mempunyai bentuk mata uang unik yang terbuat
dari kain. Mata uang ini dinamakan “Kampua”. Menurut legendanya, Kampua diciptakan
pertama kali oleh Ratu Buton yang kedua, Bulawambona, yang memerintah sekitar abad XIV.
Proses pembuatan dan peredaran Kampua, mandat sepenuhnya diserahkan kepada Menteri Besar
atau yang disebut ‘Bonto Ogena’. Dialah yang akan melakukan pengawasan serta pencatatan atas
setiap lembar kain Kampua, baik yang telah selesai ditenun maupun yang sudah dipotong-

5
potong. Pengawasan oleh ‘Bonto Ogena’ juga diperlukan agar tidak timbul pemalsuan-
pemalsuan, sehingga hampir setiap tahunnya motif dan corak Kampua akan selalu diubah-ubah.
Adapun standar pemotongan kain Kampua adalah dengan mengukur panjang dan lebar Kampua,
dengan cara: ukuran empat jari untuk lebarnya, dan sepanjang telapak tangan mulai dari tulang
pergelangan tangan sampai ke ujung jari tangan, untuk panjangnya. Sedangkan tangan yang
dipakai sebagai alat ukur adalah tangan sang Menteri Besar atau ‘Bonto Ogena’ itu sendiri.
        
 Pada awal pembuatannya, standar yang dipakai sebagai nilai tukar untuk satu ‘bida’ (lembar)
Kampua adalah sama dengan nilai satu butir telur ayam. Setelah Belanda mulai memasuki
wilayah Buton kira-kira tahun 1851, fungsi Kampua sebagai alat tukar lambat laun mulai
digantikan dengan uang-uang buatan “Kompeni”. Nantinya nilai tukar untuk 40 lembar Kampua
sama dengan 10 sen duit tembaga, atau setiap 4 lembar Kampua hanya mempunyai nilai sebesar
1 sen saja! Walaupun demikian, Kampua tetap digunakan pada desa-desa tertentu di Kepulauan
Buton sampai 1940.

3. Zaman Perdagangan Internasional

Dalam penggolongan zaman perdagangan internasional ini sebenarnya bukan hanya orang-orang
Cina dan VOC (Belanda) yang berdagang di Jawa, tapi kedua bangsa itulah yang paling dominan
dalam melakukan perdagangan di Jawa. Dan dari mata uang Cash Cina dan mata-uang
“kompeni” inilah yang telah memberikan pengaruh yang sangat besar bagi sejarah dan
perkembangan numismatik di Indonesia.

a. Perdagangan dengan Cina (850-1900)


Pada awalnya, pedagang-pedagang Cina mulai banyak masuk ke tanah Jawa kira-kira pada
zaman dinasti Tang di Cina (618-907 Masehi). Mereka dengan jung-jungnya (kapal Cina),
mendarat di pelabuhan-pelabuhan Jawa Timur, seperti Tuban, Gresik dan Surabaya. Pada waktu
itu Jawa Timur terkenal dengan produksi ladanya. Dalam melakukan perdagangannya, orang-
orang Cina memperkenalkan dan menggunakan koin-koin tembaga yang disebut dengan “Chien”
atau “Cash”, yang akhirnya diterima oleh penduduk sebagai alat pembayaran. Zaman Dinasti
Sung di Cina (960-1279) adalah puncak-puncaknya dimana banyak sekali orang-orang Cina
yang datang ke Jawa untuk berdagang, sambil membawa uang-uang kepengnya dalam jumlah
besar.
     
 Ma Huan, seorang Islam sebagai juru tulis Laksamana Cheng Ho, mencatat keadaan pada tahun
1405. Dalam bukunya “Ying Yai Sheng Lan” yang terbit tahun 1416, dikatakan bahwa :“Koin-
koin Cina dari berbagai dinasti umum digunakan disini”….. “Dalam melakukan transaksi,
pembayarannya memakai koin-koin cash tembaga Cina dari berbagai dinasti”…. “Orang-orang
di sini (Jawa Timur) sangat senang dengan porselin-porselin Cina dengan motif hijau bunga,
kain sutera, manik-manik dll. Mereka membelinya dengan uang-uang cash”….

Karena uang Chien banyak diekspor ke Jawa, maka pada zaman Dinasti Ming di Cina (1368-
1644), terjadi keguncangan moneter akibat langkanya uang kecil. Akhirnya pemerintah Ming
melakukan larangan ekspor uang Ch’ien ke luar negeri, termasuk ke Jawa. Sebagai gantinya
VOC mengimpor koin-koin kepeng dari negara-negara lain, seperti Jepang, Korea dan Vietnam.
Tahun 1723 Jepang akhirnya menghentikan ekspor uang cash.
       
Sebagai pengganti uang Chien yang dilarang diekspor oleh Kaisar Ming, pada sekitar 1590 mulai
beredar koin-koin picis dari timah atau timbal (lead). Uang picis ini dibuat di Cina, diangkut
bersamaan dengan kedatangan kapal-kapal Jung dengan berat rata-rata 200-300 ton. Kapal-kapal
tersebut sebanyak 15-20 kapal setahunnya, datang pada bulan November atau Desember, dan
akan kembali ke Cina pada bulan Juni tahun berikutnya, dengan membawa rempah-rempah yang
dibelinya dari Banten. Sebanyak 12-13 ribu picis seharga satu dollar Spanyol, yang dapat
membeli merica sebanyak 8 kantong. Di Indonesia, hanya Bali yang tetap menggunakan koin
cash Cina dalam bertransaksi, bahkan masih dipakai sampai dengan pada tahun 1950

6
b. Perdagangan dengan VOC (1602-1799
Tahun 1595 untuk pertama kalinya kapal-kapal Belanda menginjak daratan Indonesia. Ekspedisi
ini dikepalai oleh dua bersaudara, Cornelis dan Frederick de Houtman, dan mendarat di
pelabuhan Banten. Mereka membawa koin-koin perak untuk dipakai membeli rempah-rempah,
baik yang dinamakan Real Batu ataupun Real Bundar. Namun mereka kecewa karena uang yang
dipakai di Banten adalah picis-picis dari timbal.
Dari ekspedisi awal ini akhirnya dua perusahaan Belanda, yaitu United Amsterdam Company
(1594-1602) dan United Zeeland Company (1597-1602), ikut meramaikan pencarian rempah-
rempah ke wilayah Nusantara. Mereka juga mencetak mata uangnya sendiri guna dipakai sebagai
alat pembayaran, dengan tahun 1601/1602. Perlombaan mencari rempah-rempah ini akhirnya
menimbulkan persaingan usaha, yang pada akhirnya malah merugikan bisnis mereka sendiri.
Pada bulan Maret 1602, kedua perusahaan tersebut dilebur, dan didirikan sebuah perusahaan
dagang baru yang dinamakan VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie).
      
 Karena seringnya terjadi kekosongan mata uang kecil, maka tahun 1726 VOC meminta kepada
induknya di Belanda untuk dibuatkan koin-koin bernilai kecil, yang disebut Dute, Doit atau Duit.
Duit VOC ini dinyatakan tidak berlaku di negeri induknya Belanda, dan hanya diedarkan untuk
daerah-daerah dimana VOC berada. Namun peredaran duit tembaga ini cukup luas karena
diedarkan juga di wilayah-wilayah Coromandel, Cochin, Malaka dan Ceylon.
Pada tahun 1743, VOC melakukan perjanjian dengan kerajaan Mataram di Jawa Tengah. Salah
satu isi dari perjanjian tersebut adalah pemberian hak kepada VOC untuk mencetak mata
uangnya sendiri. Uang yang dicetak ini dikenal dengan nama “Derham Djawi” atau “Java Ducat”
atau “Gold Rupee” (untuk koin emas), dan “Silver Java Rupee” (untuk koin peraknya).
      
Koin yang pertama kali dibuat VOC di percetakan uang di Batavia adalah Dirham Jawi dengan
tahun 1744. Pada bagian muka terdapat tulisan dalam bahasa Arab: “Ila djazirat Djawa al-kabir”,
sedangkan di bagian belakangnya : “Derham min Kompani Welandawi”. Yang artinya : “Uang
milik perusahaan Belanda untuk Pulau Jawa Besar”. Pada tahun 1799 VOC akhirnya dinyatakan
bangkrut. Semua harta dan kekuasaannya diambil alih oleh pemerintahan Belanda, dan
dimulailah babak baru masa penjajahan Belanda yang sesungguhnya.

c. Emergency coins atau mata-uang darurat


Mata uang darurat dibuat bila tidak tersedianya uang pecahan kecil dalam jumlah yang
mencukupi. Hal ini terjadi jika tidak adanya kiriman koin-koin Duit dari Belanda, atau belum
datangnya jung-jung Cina yang biasa menyuplai koin-koin picis. Salah satu bentuk uang darurat
adalah yang dinamakan “Bonk”, yang dibuat dengan cara memotong batangan-batangan tembaga
Jepang. Potongan tembaga itu dicap pada kedua sisinya dengan berat yang standar, dan dicetak
dalam beberapa pecahan, seperti ½, 1 atau 2 Stuiver.

Pada tahun 1796 dan 1797 dicetak juga doit-doit darurat yang terbuat dari timah, dan beredar
bersamaan dengan Bonk. Pada bagian sebelah muka terdapat lambang VOC dan huruf “N” di
atasnya (singkatan dari Nederlansche). Di bagian belakangnya tertulis : 1 Duit 1796 atau 1797.
Karena doit-doit palsu dari timbal (lead) banyak beredar, maka duit timah itu ditarik dari
peredarannya untuk dilebur kembali, yang mengakibatkan duit-duit timah itu menjadi langka
sekali. Koin-koin darurat dalam pecahan Stuiver juga dicetak pada tahun 1799 dan 1800. Koin-
koin ini terbuat dari campuran dua bahan, yaitu perunggu dari leburan meriam-meriam yang
telah rusak, yang dicampur dengan timbal. Pada sisi muka dicetak : JAVA 1799/1800, dan di
baliknya dicetak : 1 Stuiver.

4. Zaman Pemerintahan Hindia Belanda, Perancis, Inggris (1800-1942)

a. Pemerintahan Hindia Belanda (1800-1942)


Setelah VOC dinyatakan bangkrut pada tahun 1799, maka pemerintahan Belanda mengambil
oper seluruh harta dan kekuasaan VOC. Mulailah zaman pendudukan Belanda di Indonesia
dalam arti yang sebenarnya, dimana Belanda mulai menginvasi daerah-daerah yang dulunya

7
tidak terjangkau oleh VOC. Tahun 1825-1830 di Jawa (bagian Tengah dan Timur) timbul perang
besar yang dikenal dengan nama “Perang Jawa” atau “Perang Diponegoro”.
      
 Akibat perang yang berkepanjangan ini, kas Belanda menjadi kosong. Untuk memenuhi pundi-
pundinya, maka van den Bosch memperkenalkan apa yang disebut dengan “Cultuur Stelsel” atau
“Tanam Paksa”. Dalam periode ini, dicetak berjuta-juta keping mata uang dengan pecahan Satu
dan Dua Sen. Koin perak 2.5 Gulden baru dibuat pada tahun 1840 setelah dilakukan standarisasi
pada mata uang pada pemerintahan Raja Willem I. Berbagai macam mata uang baik emas, perak,
dan tembaga juga dibuat pada masa-masa pemerintahan Raja Willem II, Willem III, atau
Wilhelmina. Pada masa pemerintahan Raja Willem II (1840-1849), percetakan uang di Batavia
dan di Surabaya ditutup untuk selama-lamanya. Batavia ditutup pada bulan Januari 1843,
sedangkan Surabaya pada akhir tahun 1843. Dengan ditutupnya percetakan uang di Jawa, maka
sejak saat itu semua mata uang dikirim langsung dari negeri Belanda.
       
Pada zaman Raja Willem III (1849-1890), pernah dicetak koin perak dengan nilai 1/20 Gulden
(Kelip). Koin ini bentuknya sangat kecil sekali, sehingga tidak diproduksi kembali setelah
cetakan kedua tahun 1855. Koin-koin Sen dari tembaga juga dicetak, dengan pecahan 1 dan 2 ½
Sen. Pada masa-masa inilah koin cash Cina mulai ditinggalkan pemakaiannya. Koin tembaga 2
½ sen disebut sebagai uang “Gobang” atau “Benggol”, dan mempunyai fungsinya yang lain,
yaitu sebagai alat “Kerokan”. Pada waktu bertakhtanya Ratu Wilhelmina (1890-1948), timbul
perang dunia kedua, dimana tahun 1940 Jerman menginvasi serta menduduki Belanda. Keluarga
kerajaan termasuk Ratu Wilhelmina lari ke Inggris dengan memakai kapal kargo. Di tempat
pelariannya itu, Ratu membentuk “pemerintahan dalam pengasingan”. Pada masa perang itu,
koin-koin tahun 1941-45 dicetak di Amerika, dengan tambahan huruf kecil pada bagian belakang
bawah. Huruf “D” adalah singkatan dari “Denver” (1943-1945); “P’ adalah “Philadelphia”
(1941-1945); dan “S” untuk “San Francisco” (1944-1945). Pada tahun 1945, setelah kekalahan
Jerman, Ratu kembali ke negerinya Belanda. Namun pada tanggal 17 Agustus 1945 negara
jajahannya di bagian timur telah memproklamasikan kemerdekaannya menjadi Republik
Indonesia.

b. Pendudukan Perancis (1806-1811)


Pada tahun 1806, Perancis menduduki Belanda, yang menyebabkan transfer kekuasaan atas
seluruh wilayah yang diduduki Belanda. Karena pendudukan Perancis dilakukan di negeri
Belanda, maka pengaruh secara langsung terhadap pendudukan Indonesia sangat kecil sekali.
Seluruh kontrol pemerintahan di Indonesia tetap dipegang oleh orang-orang Belanda. Tahun
1806 Napoleon mengangkat saudaranya Louis sebagai raja di Belanda. Pada masa itu koin-koin
Perancis 2 Stuivers (Sols) dan 1 Stuiver (12 Deniers) ditetapkan berlaku di wilayah Hindia
Belanda.
      
Pada tahun 1808 H.W. Daendels datang untuk menempati posnya sebagai Gubernur Jendral yang
baru di Hindia Belanda. Daendels memerintahkan agar koin-koin dicetak dengan nama raja L.N.
(Louis Napoleon), baik dengan huruf Blok maupun dengan Hiasan (Ornate). Tahun 1809
Daendels memerintahkan untuk membongkar seluruh tembok-tembok yang mengelilingi
Batavia, termasuk puri-purinya, serta menimbun parit-parit yang ada di sekeliling kota. Daendels
juga membuka percetakan mata uang yang baru di Surabaya, yang mengakibatkan percetakan
uang Batavia menjadi mandeg.
Adapun koin pertama yang dicetak di Surabaya adalah duit tembaga dengan tulisan “JAVA
1806” serta lambang VOC di baliknya. Walaupun tertera tahun 1806, namun koin itu sendiri
baru dicetak pada bulan Februari 1807. Pada tahun 1811 Inggris menginvasi Jawa, dan berhasil
mengalahkan Belanda. Mulailah babak baru pendudukan Inggris terhadap Indonesia selama lima
tahun ke depan.

c. Pendudukan Inggris (1811-1816)


Pada tanggal 4 Agustus 1811, kapal-kapal Inggris mendarat di teluk Batavia, yang akhirnya
dapat merebut Jawa, sehingga Belanda harus menyerahkan koloninya kepada Inggris. Berbeda
dengan pendudukan Perancis terhadap Belanda, pendudukan Inggris dilakukan secara langsung,

8
dimana wilayah Nusantara berada dalam kekuasaan Inggris. Untuk pertama kalinya diangkat Sir
Thomas Stamford Raffles sebagai Gubernur Jenderal.

Satu seri koin menarik yang dicetak pada masa pendudukan Inggris adalah koin Java Rupee yang
terbuat dari emas dan perak. Pada bagian depannya ditulis dalam bahasa Jawa kuno, “Kempni
Hingglis, jasa hing Sura-pringga. Tahun Ajisaka AS 1741”. Sedangkan di baliknya tertulis dalam
bahasa Arab Melayu : “Hinglish, sikkah kompani, sannah AH 1229 dhuriba, dar djazirat Djawa”
Semua koin pada masa pendudukan Inggris dicetak di Surabaya, kecuali koin-koin darurat Doit
Java dari timah murni Bangka dengan tahun 1813 dan 1814, yang dicetak di Batavia. Setelah
kekalahan Napoleon di Eropa, maka berdasarkan perjanjian Wina tahun 1814 Inggris harus
mengembalikan Jawa dan daerah lainnya kepada Belanda. Penyerahan koloni itu sendiri baru
dilaksanakan Inggris pada tanggal 16 Agustus 1816.

d. British East India Company di Sumatera


Inggris mempunyai pusat perdagangannya di Bencoolen (Bengkulu), dengan membangun
benteng dengan nama “FORT YORK”. Karena benteng dibakar oleh penduduk pada sekitar
tahun 1700, maka tahun 1719 Inggris pindah ke benteng barunya yang bernama “FORT
MARLBRO” (atau Fort Marlborough). Pada tahun 1797 Inggris mencetak mata uangnya dengan
nilai ½ Dollar, dengan tulisan FORT MARLBRO di sisi baliknya. Lalu pada bulan Maret 1818
ditunjuk Sir Stamford Raffles untuk menduduki posnya yang baru di Bengkulu. Berdasarkan
perjanjian tanggal 17 Maret 1824, maka Inggris harus menyerahkan Bengkulu dan semua
pendudukannya di pantai barat Sumatera kepada Belanda. Sedangkan Belanda menyerahkan
Malaka ke tangan Inggris, dan membolehkan Inggris mendirikan koloni di Singapura. Para
pedagang Inggris di Singapura juga membuat mata uangnya sendiri untuk diedarkan di wilayah
Sumatera dan Sulawesi, seperti Keping-keping Minangkabau, Aceh, Tanah Melayu, Uang
Ayam, dan sebagainya.

e. Token-Token Perkebunan dan Pertambangan


Pada zaman pemerintahan Belanda, banyak token yang dibuat oleh perusahaan-perusahaan
perkebunan dan pertambangan, tidak hanya di Jawa, Sumatera, Bangka, Kalimantan, bahkan
juga di pulau Bacan Ternate. Yang disebut Token adalah mata uang yang biasanya dibuat oleh
pihak swasta, dan hanya mempunyai area peredaran yang sangat terbatas. Token hanya berlaku
pada area dimana token tersebut diedarkan; di luar area tersebut token sama sekali tidak
mempunyai nilai.

5. Zaman Pendudukan Jepang (1942-1945)

 Pendudukan Jepang di Indonesia hanya berlangsung selama tiga setengah tahun. Jepang banyak
mencetak mata uang kertas, dan hanya satu seri koin yang dicetak, yaitu pecahan 1, 5 dan 10
Sen. Semuanya dicetak dengan tahun Jepang 2603 dan 2604 (1943 dan 1944 Masehi), yang
dituangkan dalam Undang-Undang Pemerintahan Militer Jepang No. 2 tertanggal 8 Maret 2602
(1942). Koin pecahan 1 dan 5 Sen terbuat dari Aluminium, sedangkan koin nominal 10 Sen
terbuat dari timah. Pada koin-koin nominal 5 dan 10 Sen, di bagian muka terdapat gambar
Wayang, sedangkan nominal 1 Sen terdapat gambar kepala wayang. Di bagian belakangnya
terdapat tulisan Jepang, JAVA, Nominal (Sen), dan tahun Jepang 2603/04.

6. Zaman Pemerintahan Republik Indonesia (1945- ---)


       
Pada tahun-tahun awal setelah proklamasi kemerdekaan, banyak dicetak uang kertas seri ORI
(Oeang Repoeblik Indonesa), dan uang-uang darurat yang dicetak oleh daerah-daerah (URIDA),
tanpa satupun dicetak koin-koin sebagai mata uang.

Koin Indonesia dicetak untuk pertama kalinya pada tahun 1951. Koin ini terbuat dari aluminium
dengan pecahan 5 Sen, dengan lubang pada bagian tengahnya. Koin aluminium pecahan 10 Sen
(tanpa lubang) dengan gambar Garuda dicetak pada tahun 1951 juga. Berikutnya pada tahun
1952 dicetak koin-koin dengan pecahan 1 Sen (yang mempunyai desain sama dengan pecahan 5

9
Sen bolong) dan pecahan 25 Sen. Pada tahun yang sama juga dicetak koin dengan pecahan 50
Sen dengan gambar Dipanegara.
      
Seri koin-koin dengan gambar Sukarno juga dicetak untuk peredaran khusus di Kepulauan Riau.
Koin-koin dengan tahun 1962 (dicetak tahun 1963) ini terbuat dari aluminium, dan terdiri dari
pecahan 1, 5, 10, 25, dan 50 Sen. Koin-koin ini ditarik dari peredaran dan dinyatakan tidak
berlaku lagi sejak tanggal 30 September 1964. Pada pinggiran semua koin seri Kepulauan Riau
ini, tertera inskripsi “KEPULAUAN RIAU”. Pada masa pembebasan IRIAN BARAT, juga
dicetak koin-koin seri Sukarno yang dicetak khusus untuk peredaran di Irian Barat, dan
semuanya bertahun 1962 (dicetak tahun 1964). Namun akhirnya dinyatakan tidak berlaku lagi
sejak tanggal 31 Desember 1971. Pada masa pemerintahan Suharto (1967-1998), banyak sekali
koin-koin menarik yang dicetaknya, seperti koin-koin peringatan 25 tahun kemerdekaan, seri-
seri binatang, koin-koin emas, dll.

B. Sejarah Mata Uang Rupiah

Kita sebagai masyarakat Indonesia pasti pernah bertanya, sebenarnya kenapa mata uang Negara
kita bernama Rupiah, bagaimana sejarah dan ceritnya sehingga pemerintah menetapkan nama
Rupiah sebagai nama mata uang bangsa Indonesia.Berikut ini cerita singkat sejarah terbentuknya
nama Rupiah terhadap mata uang Negara Indonesia.
Pemerintah memandang perlu mengeluarkan mata uang sendiri selain berfungsi sebagai alat
pembayaran yang sah juga dijadikan lambing utama Negara yang sudah merdeka. Perkataan
“rupiah” berasal dari perkataan “Rupee”, satuan mata uang India. Indonesia telah menggunakan
mata uang Gulden Belanda dari tahun 1610 hingga 1817. Setelah tahun 1817, dikenalkan mata
uang Gulden Hindia Belanda.
 Mata uang rupiah pertama kali diperkenalkan secara resmi pada waktu Pendudukan Jepang
sewaktu Perang Dunia ke-2, dengan nama rupiah Hindia Belanda. Setelah berakhirnya perang,
Bank Jawa (Javaans Bank, selanjutnya menjadi Bank Indonesia) memperkenalkan mata uang
rupiah jawa sebagai pengganti. Mata uang gulden NICA yang dibuat oleh Sekutu dan beberapa
mata uang yang dicetak kumpulan gerilya juga berlaku pada masa itu.Tepatnya pada tanggal 2
November 1949 merupakan hari ditetapkannya rupiah sebagai mata uang resmi Negara
Indonesia dan mata uang rupiah dicetak serta diatur pengunaannya oleh Bank Indonesia.
Walaupun saat itu Kepulauan Riau dan Irian Barat memiliki variasi rupiah mereka sendiri tetapi
penggunaan mereka dibubarkan pada tahun 1964 di Riau dan 1974 di Irian Barat.
       
Rupiah merupakan mata uang yang boleh ditukar dengan bebas tetapi didagangkan dengan
pinalti disebabkan kadar inflasi yang tinggi . Mata Uang Baru dalam sejarah nilai uang fungsi
dan jenis jenis uang serta pembuatannya ternyata mengalami banyak cerita dan sejarah yang
panjang di negara indonesia Keadaan ekonomi di Indonesia pada awal kemerdekaan ditandai
dengan hiperinflasi akibat peredaran beberapa mata uang yang tidak terkendali, sementara
Pemerintah Republik Indonesia belum memiliki mata uang. Ada tiga mata uang yang dinyatakan
berlaku oleh pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 1 Oktober 1945, yaitu mata uang
Jepang, mata uang Hindia Belanda, dan mata uang De Javasche Bank.
        
Diantara ketiga mata uang tersebut yang nilai tukarnya mengalami penurunan tajam adalah mata
uang Jepang. Peredarannya mencapai empat milyar sehingga mata uang Jepang tersebut menjadi
sumber hiperinflasi. Lapisan masyarakat yang paling menderita adalah petani, karena merekalah
yang paling banyak menyimpan mata uang Jepang.
       
Kekacauan ekonomi akibat hiperinflasi diperparah oleh kebijakan Panglima AFNEI (Allied
Forces Netherlands East Indies) Letjen Sir Montagu Stopford yang pada 6 Maret 1946
mengumumkan pemberlakuan mata uang NICA di seluruh wilayah Indonesia yang telah
diduduki oleh pasukan AFNEI. Kebijakan ini diprotes keras oleh pemerintah Republik Indonesia
karena melanggar persetujuan bahwa masing-masing pihak tidak boleh mengeluarkan mata uang
baru selama belum adanya penyelesaian politik. Namun protes keras ini diabaikan oleh AFNEI.
Mata uang NICA digunakan AFNEI untuk membiayai operasi-operasi militernya di Indonesia

10
dan sekaligus mengacaukan perekonomian nasional, sehingga akan muncul krisis kepercayaan
rakyat terhadap kemampuan pemerintah Republik Indonesia dalam mengatasi persoalan ekonomi
nasional. 
       
Karena protesnya tidak ditanggapi, maka pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan
kebijakan yang melarang seluruh rakyat Indonesia menggunakan mata uang NICA sebagai alat
tukar. Langkah ini sangat penting karena peredaran mata uang NICA berada di luar kendali
pemerintah RI, sehingga menyulitkan perbaikan ekonomi nasional. Oleh karena AFNEI tidak
mencabut pemberlakuan mata uang NICA, maka pada tanggal 26 Oktober 1946 pemerintah
Republik Indonesia memberlakukan mata uang baru ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai
alat tukar yang sah di seluruh wilayah Republik Indonesia . Sejak saat itu mata uang Jepang,
mata uang Hindia Belanda dan mata uang De Javasche Bank dinyatakan tidak berlaku lagi.
Dengan demikian hanya ada dua mata uang yang berlaku yaitu ORI dan NICA. Masing-masing
mata uang hanya diakui oleh yang mengeluarkannya. Jadi ORI hanya diakui oleh pemerintah
Republik Indonesia dan mata uang NICA hanya diakui oleh AFNEI. Rakyat ternyata lebih
banyak memberikan dukungan kepada ORI. Hal ini mempunyai dampak politik bahwa rakyat
lebih berpihak kepada pemerintah Republik Indonesia dari pada pemerintah sementara NICA
yang hanya didukung AFNEI.
     
Untuk mengatur nilai tukar ORI dengan valuta asing yang ada di Indonesia, pemerintah Republik
Indonesia pada tanggal 1 November 1946 mengubah Yayasan Pusat Bank pimpinan Margono
Djojohadikusumo menjadi Bank Negara Indonesia (BNI). Beberapa bulan sebelumnya
pemerintah juga telah mengubah bank pemerintah pendudukan Jepang Shomin Ginko menjadi
Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Tyokin Kyoku menjadi Kantor Tabungan Pos (KTP) yang
berubah nama pada Juni 1949 menjadi Bank tabungan Pos dan akhirnya di tahun 1950 menjadi
Bank Tabungan Negara (BTN). Semua bank ini berfungsi sebagai bank umum yang dijalankan
oleh pemerintah Republik Indonesia . Fungsi utamanya adalah menghimpun dan menyalurkan
dana atau uang masyarakat serta pemberi jasa di dalam lalu lintas pembayaran.
    
Jauh sebelum kedatangan bangsa barat, nusantara telah menjadi pusat perdagangan internasional.
Sementara di daratan Eropa muncul lembaga perbankan sederhana, seperti Bank van Leening di
negeri Belanda. Sistem perbankan ini kemudian dibawa oleh bangsa barat yang mengekspansi
nusantara pada waktu yang sama. VOC di Jawa pada 1746 mendirikan De Bank van Leening
yang kemudian menjadi De Bank Courant en Bank van Leening pada 1752. Bank itu adalah
bank pertama yang lahir di nusantara, cikal bakal dari dunia perbankan pada masa selanjutnya.
Pada 24 Januari 1828, pemerintah Hindia Belanda mendirikan bank sirkulasi dengan nama De
Javasche Bank (DJB). Selama berpuluh-puluh tahun bank tersebut beroperasi dan berkembang
berdasarkan suatu oktroi dari penguasa Kerajaan Belanda, hingga akhirnya diundangkan DJB
Wet 1922. 
        
Masa pendudukan Jepang telah menghentikan kegiatan DJB dan perbankan Hindia Belanda
untuk sementara waktu. Kemudian masa revolusi tiba, Hindia Belanda mengalami dualisme
kekuasaan, antara Republik Indonesia (RI) dan Nederlandsche Indische Civil Administrative
(NICA). Perbankan pun terbagi dua, DJB dan bank-bank Belanda di wilayah NICA sedangkan
“Jajasan Poesat Bank Indonesia” dan Bank Negara Indonesia di wilayah Republik Indonesia .
Konferensi Meja Bundar (KMB) 1949 mengakhiri konflik Indonesia dan Belanda, ditetapkan
kemudian DJB sebagai bank sentral bagi Republik Indonesia Serikat (RIS). Status ini terus
bertahan hingga masa kembalinya Republik Indonesia dalam negara kesatuan. Berikutnya
sebagai bangsa dan negara yang berdaulat, Republik Indonesia menasionalisasi bank sentralnya.
Maka sejak 1 Juli 1953 berubahlah DJB menjadi Bank Indonesia, bank sentral bagi Republik
Indonesia. Krisis ekonomi Asia tahun 1998 menyebabkan nilai tukar mata uang rupiah jatuh
hingga 35% dan dengan melemahnya mata uang rupiah keadaan perekonomian di Indonesia
menjadi menurun.

D. Gambar Mata Uang Indonesia Dari Dulu-Sekarang

11
1. Uang Kertas Yang Pernah Berlaku di Indonesia Dulu-Sekarang

1. ORI I (1945)
ORI edisi pertama resmi diedarkan pada 30 Oktober 1946.

Pecahannya terdiri dari 1 sen, 5 sen, 10 sen, ½ rupiah, Rp1.00, Rp5.00, Rp10.00, Rp100.00.

2. ORI II (1947)
ORI II hanya memiliki empat pecahan mata uang, yaitu Rp5.00, Rp10.00, Rp25.00, dan Rp100.00.
Pecahan Rp25.00 berbeda dengan tiga nominal lainnya. Untuk edisi ini, seluruh mata uang
bertanggal Djokjakarta 1 Djanuari 1947. Ditandatangani oleh Sjafruddin Prawiranegara.

12
3. ORI III (1947)
ORI III terdiri dari tujuh jenis pecahan, yaitu dari ½ rupiah hingga Rp250.00. Di era ini ada pecahan
langka yaitu seri Rp100 Maramis. Pecahan ini hanya bisa dikalahkan oleh pecahan Rp600 di seri
ORI IV.

13
4. ORI IV (1948)
Seri ini memiliki nominal pecahan-pecahan yang sangat ganjil, yaitu Rp0.00, Rp75.00, Rp100.00,
dan Rp400.00. Adapun salah satu karya terbaik dan terlangka sekaligus termahal yakni nominal
Rp600.00 (unissued).

5. Gambar Uang Rupiah pada Masa Orde Baru


Pada masa ini, uang yang pertama diterbitkan adalah seri Sudirman. Terdiri dari pecahan Rp1.00,
Rp2½.00, Rp5.00, Rp10.00, Rp25.00, Rp50.00, Rp100.00, Rp500.00, Rp1.000 Rp5.000 dan
Rp10.000. Pada masa ini, nominal ditandatangaini oleh Gubernur Bank Indonesia Radius Prawiro
dan Direktur BI Soeksmono B Martokoesoemo.

Emisi tahun 1968 mulai diedarkan pada 8 Januari 1968. Tanggal 23 Agustus 1971 mendevaluasi
rupiah sebesar 10%, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS Rp415.00 yang sebelumnya Rp378.00.

14
15
6. Gambar Uang Rupiah Tahun 1975 
Tahun 1975, ada seri terbaru yang dirilis dan diedarkan. Nominalnya adalah Rp1.000 bergambar
Pangeran Diponegoro. Kemudian Rp5.000 dengan gambar nelayan. Lalu, Rp10.000 gambar relief
Candi Borobudur. Masing-masing ditandatangai oleh Gubernur BI Rachmat Saleh dan Direktur BI
Soeksmono Martokoesoemo.

7. Gambar Uang Tahun 1992


Pada 1992, kembali dirilis dan diedarkan uang terbaru.
Beberapa pecahan yang diterbitkan adalah berikut:

 Rp100.00 dengan gambar uang Perahu Phinisi


 Rp500.00 dengan gambar uang Orangutan
 Rp1.000 dengan gambar uang Danau Toba
 Rp5.000 dengan gambar uang Alat Musik Sasando
 Rp10.000 dengan gambar uang Sri Sultan Hamengku Buwono IX
 Rp20.000 dengan gambar uang Cendrawasih merah

16
8. Penerbitan Uang Baru Tahun 1993
Bank Indonesia kembali menerbitkan uang dengan pelbagai pecahan.
Nominal Rp50.000 dengan gambar Presiden Soeharto
Selain itu, dikeluarkan juga penerbitan khusus dengan pecahan dan gambar yang sama tetapi terbuat
dari berbeda.
Bahan tersebut plastik polymer dengan pengaman berupa “holografis” Soeharto, bukan tanda
air/watermark, seperti yang biasa digunakan.

17
9. Gambar Uang Masa Orde Reformasi
Sahabat 99, pada masa order reformasi banyak pecahan yang dirilis. Pada masa ini
pecahan Rp100.000 beremisi tahun 1999 bergambar Soekarno, Mohammad. Hatta dan teks
proklamasi diedarkan. Pecahan tersebut dicetak di Australia dan Thailand dengan material
plastik (Polymer). Untuk pecahan Rp1.000 terdapat gambar kapten Pattimura dan pecahan
Rp5.000  gambar orang yang tengah menenun.Lalu, pecahan Rp10.000 dengan gambar Cut
Nyak Dien, pecahan Rp50.000 terdapat gambar Ngurah Rai dan terakhir pecahan Rp100.000
tetap gambar Bung Karno dan Bung Hatta namun tidak ada plastik lingkaran lagi.

18
19
10. Gambar Uang Baru Era Jokowi

2. Uang Logam Yang Pernah Berlaku di Indonesia Dulu-Sekarang

a. 1755, ½ Uang. Mata uang yang digunakan pada zaman penjajahan Belanda.

2. 1780, 1 Uang. Mata uang yang sama ini berasal dari Hindia Belanda.

20
3. 1804, 1 Keping. Mata uang kuno dari Sumatra yang banyak digunakan untuk jual-beli rempah
dengan Singapura.

4. 1921, 5 cents. Mata uang dari Hindia Belanda dengan ada motif tulisan Jawa dan Arab.

5. 1942, 1 cent. Matang uang Hindia Belanda pecahan baru sebelum Indonesia merdeka.

6. 1945, ½ cent. Uang terakhir dari Hindia Belanda yang berkuasa di Indonesia.

7. 1961, 50 sen. Mata uang terakhir sebelum Rupiah jadi satu-satunya mata uang resmi
Indonesia.

21
8. 1962, 1 sen. Mata uang spesial yang digunakan di Papua Barat, uang ini menggunakan motif
kepala Presiden Soekarno.

9. 1970, 2 rupiah. Sudah hilang dari peredaran, namun tetap diburu kolektor dengan harga yang
fantastis.

10. 1974, 10 rupiah. Mata uang yang memiliki ajakan untuk menabung di Bank sebagai bagian
dari pembangunan Indonesia.

11. 1978, 100 rupiah. Mata uang yang saat ini mungkin masih banyak ditemukan, memiliki motif
rumah tradisional dan juga gunungan wayang.

12. 1979, 10 rupiah. Edisi baru dari uang 10 rupiah dengan ajakan untuk melaksanakan keluarga
berencana (KB).

22
13. 1992, 500 rupiah. Memiliki motif bunga bangsa atau Melati.

14. 1994, 1000 rupiah. Salah satu mata uang paling unik karena menggabungkan dua buah logam
hingga nampak dua warna.

15. 1994, 25 rupiah. Bermotif salah satu rempah andalan Indonesia, Pala.

16. 1996, 100 rupiah. Memiliki warna kuning emas dengan motif kesenian dari Madura, Karapan
Sapi.

23
17. 2003, 200 rupiah. Bermotif hewan langka dari Indonesia, Jalak Bali.

18. 2010, 1000 rupiah. Mata uang logam paling baru di Indonesia dengan motif angklung, alat
musik dari Jawa Barat

24
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

           Berdasarkan zamannya, perkembangan mata uang Indonesia dapat dibagi dalam beberapa
periode :
1. Zaman kerajaan hindu-buddha (850-1300)
        • Kerajaan Mataram Syailendra
        • Kerajaan Daha/Jenggala & Majapahit

2. Zaman kerajaan-kerajaan islam


        • Kerajaan-kerajaan di Jawa (Banten, Cirebon, Sumenep)
        • Kerajaan-kerajaan di Sumatera (Samudra Pasai, Aceh, Palembang, Jambi)
        • Kerajaan-kerajaan di Kalimantan (Pontianak, Banjarmasin, Maluka)
        • Kerajaan-kerajaan di Sulawesi (Gowa, Buton)

3. Zaman perdagangan internasional


        • Perdagangan dengan Cina (850-1900)
        • Perdagangan dengan VOC (1602-1799)
        • Emergency Coins atau koin-koin darurat

4. Zaman pemerintahan hindia belanda, perancis, inggris (1800-1945)


        • Pendudukan Hindia Belanda (1800–1942)
        • Pendudukan Perancis (1806-1811)
        • Pendudukan Inggris (1811-1816)
        • British East India Company di Sumatera
        • Token-token Perkebunan dan Pertambangan
        • Mata uang lainnya

5. Zaman pendudukan jepang (1942-1945)


6. Zaman pemerintahan republik indonesia (1945 - ---)

25

Anda mungkin juga menyukai