Indonesia
Saya akan mencoba untuk memberikan edukasi yang lebih mendetail tentang
segala sesuatu yang bersangkut paut dengan uang kuno, tujuannya agar
kita semua bisa mengetahui lebih mendalam tentang nilai dari barangbarang yang kita kumpulkan, sehingga kita dapat lebih menghargai,
menyenangi dan tentunya melanjutkan hobby yang telah kita tekuni ini.
kali ini akan saya tampilkan materi yang dibahas pada seminar numismatik
yang diadakan pada tanggal 27 Oktober 2009 oleh Museum Bank Indonesia
Jakarta. Diantara pembicaranya terdapat seorang pakar numismatik bernama
bapak Puji Harsono, nama beliau tentu sudah tidak asing lagi, sebagai
kolektor koin ternama sekaligus pendiri dan pencetus Java Auction beliau
menyampaikan materi yang sangat penting untuk kita ketahui bersama yaitu
tentang Sejarah Perkembangan Mata Uang Indonesia. Agar kita mengerti apa
isi dari seminar ini, maka akan saya tampilkan materi yang disampaikan
oleh pembicara.
SEJARAH PERKEMBANGAN MATA-UANG INDONESIA
(Seminar Numismatika oleh Bank Indonesia, 27 Oktober 2009)
Berbicara tentang perkembangan mata-uang yang dulu pernah berlaku di
wilayah Nusantara, maka ditinjau dari kepemilikan mata uang tersebut
dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok :
.Mata-uang atau koin-koin asli buatan lokal, yang dicetak oleh kerajaankerajaan atau daerah-daerah tertentu diwilayah Indonesia.
.
Mata-uang yang dimasukkan oleh orang-orang asing, baik pedagang maupun
pemerintahan asing yang bertindak sebagai penjajah atau penguasa wilayah
Nusantara, untuk dipakai sebagai alat tukar yang sah di wilayah
Indonesia. Termasuk juga mata-uang yang dicetak di Jawa oleh orang-orang
asing tersebut di atas, untuk diedarkan di wilayah Nusantara.
.Berdasarkan jamannya, perkembangan mata-uang Indonesia dapat dibagi
dalam beberapa periode :
.
JAMAN KERAJAAN HINDU BUDDHA (850-1300).
.
JAMAN KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM.
Kerajaan-kerajaan
Kerajaan-kerajaan
Jambi).
Kerajaan-kerajaan
Kerajaan-kerajaan
.
JAMAN PEMERINTAHAN HINDIA BELANDA, PERANCIS, INGGRIS (1800-1945).
.
JAMAN PENDUDUKAN JEPANG (1942-1945)
.
JAMAN PEMERINTAHAN REPUBLIK INDONESIA (1945 - ---).
.
.
1. JAMAN KERAJAAN HINDU BUDHA (850 1300 Masehi).
.
A. Kerajaan Mataram Syailendra
Mata-uang Indonesia dicetak pertama kali sekitar tahun 850/860
Masehi, yaitu pada masa kerajaan Mataram Syailendra yang berpusat di
Jawa Tengah. Koin-koin tersebut dicetak dalam dua jenis bahan emas dan
perak, mempunyai berat yang sama, dan mempunyai beberapa nominal :
- Masa (Ma), berat 2.40 gram; sama dengan 2 Atak atau 4 Kupang,.
- Atak, berat 1.20 gram; sama dengan Masa, atau 2 kupang.
- Kupang (Ku), berat 0.60 gram; sama dengan Masa atau Atak.
Sebenarnya masih ada satuan yang lebih kecil lagi, yaitu Kupang (0.30
gram) dan 1 Saga (0,119 gram).
Koin emas jaman Syailendra berbentuk kecil seperti kotak, dimana koin
dengan satuan terbesar (Masa) hanya berukuran 6 x 6/7 mm saja. Pada
bagian depannya terdapat huruf Devanagari Ta. Dibelakangnya terdapat
incuse (lekukan kedalam) yang dibagi dalam dua bagian, masing-masing
terdapat semacam bulatan. Dalam bahasa numismatik, pola ini dinamakan
Sesame Seed.
Sedangkan koin perak Masa mempunyai diameter antara 9-10 mm. Pada bagian
muka dicetak huruf Devanagari Ma (singkatan dari Masa), dan di
bagian belakangnya terdapat incuse dengan pola Bunga Cendana.
Kerajaan Syailendra akhirnya meluaskan wilayahnya hingga ke daerahdaerah Jawa Timur, dimana. pelabuhan-pelabuhannya seperti Tuban, Gresik,
dan Surabaya, banyak berdatangan para pedagang dari manca negara. Jawa
Timur dengan pelabuhan-pelabuhannya merupakan daerah maritim, akhirnya
semakin maju dibandingkan dengan kerajaan induknya di Jawa Tengah yang
merupakan daerah agraris.
Pada jaman Dinasti Tang di Cina (618-907 Masehi), orang-orang Cina mulai
berdatangan ke tanah Jawa untuk melakukan perdagangan. Mereka membawa
dan memperkenalkan mata-uangnya yang disebut Cash atau Caixa, Cassie,
Pitje, atau orang Jawa menyebutnya Kepeng atau Gobok, dengan ciri khas
terdapat lubang persegi ditengah. Koin-koin Cina ini lambat laun dapat
diterima oleh penduduk sebagai alat pembayaran.
Pada kira-kira tahun 928 Masehi, Gunung Merapi meletus dahsyat, yang
mengakibatkan rusaknya hampir seluruh sendi-sendi perekonomian kerajaan.
Karena alasan diatas, disamping semakin majunya daerah Jawa Timur, maka
pada tahun 929 diputuskan untuk memindahkan ibukota kerajaan, dari Jawa
Tengah ke Jawa Timur. Nantinya Raja Mpu Sendok membagi wilayah Jawa
Timur menjadi dua untuk dibagikan kepada dua orang anaknya, menjadi
wilayah Daha dan Jenggala.
.
B.Kerajaan Daha/Jenggala, dan Majapahit
Pada jaman Daha dan Jenggala, uang-uang emas dan perak tetap dicetak
dengan berat standar, walaupun mengalami proses perubahan bentuk dan
desainnya. Koin emas yang semula berbentuk kotak berubah desain menjadi
bundar, sedangkan koin peraknya mempunyai desain berbentuk cembung,
dengan diameter antara 13-14 mm.
Pada waktu itu uang kepeng Cina datang begitu besar, sehingga saking
banyaknya jumlah yang beredar, akhirnya dipakai secara resmi sebagai
alat pembayaran, menggantikan secara total fungsi dari mata-uang lokal
emas dan perak.
Adapun alasan-alasan dari penggantian fungsi ini adalah :
- ukuran koin emas dan perak lokal terlalu kecil, sehingga mudah jatuh
atau hilang. Sedangkan uang kepeng Cina mempunyai lubang ditengah,
direnteng dengan tali sebanyak 200 keping, sehingga praktis dibawa
kemana-mana dan tidak mudah hilang.
- koin emas dan perak lokal adalah mata-uang dalam pecahan besar,
sedangkan koin-koin kepeng berfungsi sebagai uang kecil atau uang receh,
yang sangat dibutuhkan dalam perdagangan. Nilai tukar untuk 1 Masa perak
berharga 400 buah Chien. Dan pada akhir abad ke-9, dengan 4 Masa perak
saja bisa membeli seekor kambing.
Sebenarnya koin-koin emas dan perak yang sudah mengalami perubahan
bentuk adalah produk dari Daha dan Jenggala. Namun karena Kerajaan
Majapahit (1293-1528) pada waktu itu merupakan kerajaan besar di Asia
Tenggara, maka biasanya orang menamainya sebagai uang Majapahit. Padahal
sejak akhir abad ke-XIII, mata-uang resmi yang dipakai sebagai alat
pembayaran adalah koin-koin kepeng Chien.
Namun pada jaman Majapahit ini dikenal koin-koin yang disebut Gobog
Wayang, dimana untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh Thomas
Raffles, dalam bukunya The History of Java. Bentuknya bulat dengan
lubang tengah karena pengaruh dari koin cash dari Cina, ataupun koinkoin serupa yang berasal dari Cina atau Jepang. Koin gobog wayang adalah
asli buatan lokal, namun tidak digunakan sebagai alat tukar. Sebenarnya
koin-koin ini digunakan untuk persembahan di kuil-kuil seperti yang
dilakukan di Cina ataupun di Jepang. Sehingga disebut sebagai koin-koin
kuil. Setelah redup dan runtuhnya kerajaan Majapahit di Jawa Timur
(1528), Banten di Jawa bagian barat muncul sebagai kota dagang yang
semakin ramai.
.
2. JAMAN KERAJAAAN-KERAJAAN ISLAM.
lima kelopak daun. Koin-koin dengan cetak tindih ini dibuat pada saat
bertahtanya Sultan Paku Nata Ningrat (1811-1854) di Kesultanan Sumenep.
.
B. Kerajaan-kerajaan di Sumatra (Samudra Pasai, Aceh, Palembang,
Jambi).
Mata uang emas dari KERAJAAN PASAI untuk pertama kalinya dicetak
oleh Sultan Muhammad yang berkuasa sekitar tahun 1297-1326. Mata uangnya
disebut Dirham atau Mas, dan mempunyai standar berat 0.60 gram (berat
standard Kupang). Namun ada juga koin-koin Dirham Pasai yang sangat
kecil dengan berat hanya 0.30 gram (1/2 Kupang atau 3 Saga). Uang Mas
Pasai mempunyai diameter 10 11 mm, sedangkan yang setengah Mas
berdiameter 6 mm. Pada hampir semua koinnya ditulis nama Sultan dengan
gelar Malik az-Zahir atau Malik at-Tahir.
Setelah Pasai berhasil ditaklukkan oleh KERAJAAN ACEH pada tahun 1524,
sultan-sultan Aceh tetap mengikuti tradisi dari kerajaan Pasai dalam
pembuatan mata-uangnya. Namun uang Dirham Aceh berdiameter lebih besar,
antara 12 14 mm. Pada bagian belakangnya terdapat tulisan Arab asSultan al-adil, yang artinya Sultan yang adil. Aceh juga membuat matauang dari timah/timbal, yang disebut Keueh, dengan nilai satu Mas
sama dengan 400 Keueh.
Kerajaan Aceh pernah memiliki empat Ratu yang memerintah secara berturut
selama 60 tahun, dari 1641-1699. Yang pertama adalah Sultanah Safiat adDin, anak dari Sultan Iskandar Thani yang meninggal pada tahun 1641.
Karena tidak mempunyai anak laki-laki, maka diangkatlah anak
perempuannya yang berkuasa sampai dengan tahun 1675. Sultanah Nur alAlam Naqiat ad-Din Syah Ratu Aceh yang kedua, yang memerintah pada tahun
1675-1678. Penggantinya adalah Sultanah Inayat Syah Zakiat ad-Din Syah
yang memerintah tahun 1678-1688. Dan terakhir adalah Sultanah Kamalat
Syah. Beliau memegang kekuasaan atas wilayah Aceh dari tahun 1688-1699.
Masing-masing ratu tersebut juga mencetak mata-uangnya.
Mata-uang dari KERAJAAN PALEMBANG dapat dibedakan antara yang mempunyai
lubang ditengah, yang disebut dengan pitis Picis Tebok (Tebok dalam
dialek Palembang berarti Lubang). Ada juga yang tidak mempunyai
lubang yang disebut dengan Picis Buntu.
Picis Palembang dapat dibedakan juga antara yang bertahun dan yang tidak
bertahun. Semua mata uangnya terbuat dari timah, kecuali koin yang
bertahun AH 1198 (tahun 1774/75 Masehi), ada terbuat dari tembaga merah
dan dari timah (berdasarkan temuan yang terbaru).
KERAJAAN JAMBI di Sumatra juga membuat mata-uang picis dari timah. Salah
satu koinnya ada yang berbentuk Oktagonal (segi 8), dengan tulisan
Sultan Anom Sri Ingalaga. Ia mulai memerintah pada tanggal 21
Februari 1743.
.
C.Kerajaan-kerajaan
Maluka).
di
Kalimantan
(Pontianak,
Banjarmasin,
dan
dan lebar Kampua, dengan cara : ukuran empat jari untuk lebarnya, dan
sepanjang telapak tangan mulai dari tulang pergelangan tangan sampai keujung jari tangan, untuk panjangnya. Sedangkan tangan yang dipakai
sebagai alat ukur adalah tangan sang Menteri Besar atau Bonto Ogena
itu sendiri! Pada awal pembuatannya, standar yang dipakai sebagai nilai
tukar untuk satu bida (lembar) Kampua adalah sama dengan nilai satu
butir telur ayam. Setelah Belanda mulai memasuki wilayah Buton kira-kira
tahun 1851, fungsi Kampua sebagai alat tukar lambat laun mulai
digantikan dengan uang-uang buatan Kompeni. Nantinya nilai tukar
untuk 40 lembar Kampua sama dengan 10 sen duit tembaga, atau setiap 4
lembar Kampua hanya mempunyai nilai sebesar 1 sen saja! Walaupun
demikian, Kampua tetap digunakan pada desa-desa tertentu di Kepulauan
Buton sampai dengan tahun 1940!
.
.3. JAMAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL.
Dalam penggolongan jaman perdagangan internasional ini sebenarnya bukan
hanya orang-orang Cina dan VOC (Belanda) saja yang berdagang di Jawa,
tapi kedua bangsa itulah yang paling dominan dalam melakukan perdagangan
di Jawa. Dan dari mata-uang Cash Cina dan mata-uang kompeni inilah
yang telah memberikan pengaruh yang sangat besar bagi sejarah dan
perkembangan numismatik di Indonesia.
.
A. Perdagangan dengan China (850-1900).
Pada awalnya, pedagang-pedagang Cina mulai banyak masuk ke tanah
Jawa kira-kira pada jaman dinasti Tang di China (618-907 Masehi). Mereka
dengan jung-jung nya (kapal China), mendarat di pelabuhan-pelabuhan Jawa
Timur, seperti di Tuban, Gresik dan Surabaya. Pada waktu itu di Jawa
Timur terkenal dengan produksi ladanya. Dalam melakukan perdagangannya,
orang-orang China memperkenalkan dan menggunakan koin-koin tembaga yang
disebut dengan Chien atau Cash, yang akhirnya diterima oleh
penduduk sebagai alat pembayaran. Jaman Dinasti Sung di China (960-1279)
adalah puncak-puncaknya dimana banyak sekali orang-orang China yang
datang ke Jawa untuk berdagang, sambil membawa uang-uang kepengnya dalam
jumlah besar.
Ma Huan, seorang Islam sebagai juru tulis Laksamana Cheng Ho, mencatat
keadaan pada tahun 1405. Dalam bukunya Ying Yai Sheng Lan yang
terbit tahun 1416, dikatakan bahwa :
Koin-koin China dari berbagai dinasti umum digunakan disini..
Dalam melakukan transaksi, pembayarannya memakai koin-koin cash
tembaga China dari berbagai dinasti. Orang-orang disini (Jawa
Timur) sangat senang dengan porselin-porselin China dengan motif hijau
bunga, kain sutera, manik-manik dll. Mereka membelinya dengan uang-uang
cash.
Karena uang Chien banyak diekspor ke Jawa, maka pada jaman Dinasti Ming