Anda di halaman 1dari 13

Sejarah Perkembangan Mata Uang

Indonesia
Saya akan mencoba untuk memberikan edukasi yang lebih mendetail tentang
segala sesuatu yang bersangkut paut dengan uang kuno, tujuannya agar
kita semua bisa mengetahui lebih mendalam tentang nilai dari barangbarang yang kita kumpulkan, sehingga kita dapat lebih menghargai,
menyenangi dan tentunya melanjutkan hobby yang telah kita tekuni ini.
kali ini akan saya tampilkan materi yang dibahas pada seminar numismatik
yang diadakan pada tanggal 27 Oktober 2009 oleh Museum Bank Indonesia
Jakarta. Diantara pembicaranya terdapat seorang pakar numismatik bernama
bapak Puji Harsono, nama beliau tentu sudah tidak asing lagi, sebagai
kolektor koin ternama sekaligus pendiri dan pencetus Java Auction beliau
menyampaikan materi yang sangat penting untuk kita ketahui bersama yaitu
tentang Sejarah Perkembangan Mata Uang Indonesia. Agar kita mengerti apa
isi dari seminar ini, maka akan saya tampilkan materi yang disampaikan
oleh pembicara.
SEJARAH PERKEMBANGAN MATA-UANG INDONESIA
(Seminar Numismatika oleh Bank Indonesia, 27 Oktober 2009)
Berbicara tentang perkembangan mata-uang yang dulu pernah berlaku di
wilayah Nusantara, maka ditinjau dari kepemilikan mata uang tersebut
dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok :
.Mata-uang atau koin-koin asli buatan lokal, yang dicetak oleh kerajaankerajaan atau daerah-daerah tertentu diwilayah Indonesia.
.
Mata-uang yang dimasukkan oleh orang-orang asing, baik pedagang maupun
pemerintahan asing yang bertindak sebagai penjajah atau penguasa wilayah
Nusantara, untuk dipakai sebagai alat tukar yang sah di wilayah
Indonesia. Termasuk juga mata-uang yang dicetak di Jawa oleh orang-orang
asing tersebut di atas, untuk diedarkan di wilayah Nusantara.
.Berdasarkan jamannya, perkembangan mata-uang Indonesia dapat dibagi
dalam beberapa periode :
.
JAMAN KERAJAAN HINDU BUDDHA (850-1300).

Kerajaan Mataram Syailendra


Kerajaan Daha/Jenggala & Majapahit

.
JAMAN KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM.
Kerajaan-kerajaan
Kerajaan-kerajaan
Jambi).
Kerajaan-kerajaan
Kerajaan-kerajaan

di Jawa (Banten, Cirebon, Sumenep)


di Sumatra (Samudra Pasai, Aceh, Palembang,
di Kalimantan (Pontianak, Banjarmasin, Maluka)
di Sulawesi (Gowa, Buton)

.JAMAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL.

Perdagangan dengan Cina (850- 1900)


Perdagangan dengan VOC (1602-1799).
Emergency Coins atau koin-koin darurat.

.
JAMAN PEMERINTAHAN HINDIA BELANDA, PERANCIS, INGGRIS (1800-1945).

Pendudukan Hindia Belanda (1800 1942)


Pendudukan Perancis (1806-1811)
Pendudukan Inggris (1811-1816)
British East India Company di Sumatra.
Token-Token Perkebunan dan Pertambangan.

.
JAMAN PENDUDUKAN JEPANG (1942-1945)
.
JAMAN PEMERINTAHAN REPUBLIK INDONESIA (1945 - ---).
.
.
1. JAMAN KERAJAAN HINDU BUDHA (850 1300 Masehi).
.
A. Kerajaan Mataram Syailendra
Mata-uang Indonesia dicetak pertama kali sekitar tahun 850/860
Masehi, yaitu pada masa kerajaan Mataram Syailendra yang berpusat di
Jawa Tengah. Koin-koin tersebut dicetak dalam dua jenis bahan emas dan
perak, mempunyai berat yang sama, dan mempunyai beberapa nominal :
- Masa (Ma), berat 2.40 gram; sama dengan 2 Atak atau 4 Kupang,.
- Atak, berat 1.20 gram; sama dengan Masa, atau 2 kupang.

- Kupang (Ku), berat 0.60 gram; sama dengan Masa atau Atak.
Sebenarnya masih ada satuan yang lebih kecil lagi, yaitu Kupang (0.30
gram) dan 1 Saga (0,119 gram).
Koin emas jaman Syailendra berbentuk kecil seperti kotak, dimana koin
dengan satuan terbesar (Masa) hanya berukuran 6 x 6/7 mm saja. Pada
bagian depannya terdapat huruf Devanagari Ta. Dibelakangnya terdapat
incuse (lekukan kedalam) yang dibagi dalam dua bagian, masing-masing
terdapat semacam bulatan. Dalam bahasa numismatik, pola ini dinamakan
Sesame Seed.
Sedangkan koin perak Masa mempunyai diameter antara 9-10 mm. Pada bagian
muka dicetak huruf Devanagari Ma (singkatan dari Masa), dan di
bagian belakangnya terdapat incuse dengan pola Bunga Cendana.
Kerajaan Syailendra akhirnya meluaskan wilayahnya hingga ke daerahdaerah Jawa Timur, dimana. pelabuhan-pelabuhannya seperti Tuban, Gresik,
dan Surabaya, banyak berdatangan para pedagang dari manca negara. Jawa
Timur dengan pelabuhan-pelabuhannya merupakan daerah maritim, akhirnya
semakin maju dibandingkan dengan kerajaan induknya di Jawa Tengah yang
merupakan daerah agraris.
Pada jaman Dinasti Tang di Cina (618-907 Masehi), orang-orang Cina mulai
berdatangan ke tanah Jawa untuk melakukan perdagangan. Mereka membawa
dan memperkenalkan mata-uangnya yang disebut Cash atau Caixa, Cassie,
Pitje, atau orang Jawa menyebutnya Kepeng atau Gobok, dengan ciri khas
terdapat lubang persegi ditengah. Koin-koin Cina ini lambat laun dapat
diterima oleh penduduk sebagai alat pembayaran.
Pada kira-kira tahun 928 Masehi, Gunung Merapi meletus dahsyat, yang
mengakibatkan rusaknya hampir seluruh sendi-sendi perekonomian kerajaan.
Karena alasan diatas, disamping semakin majunya daerah Jawa Timur, maka
pada tahun 929 diputuskan untuk memindahkan ibukota kerajaan, dari Jawa
Tengah ke Jawa Timur. Nantinya Raja Mpu Sendok membagi wilayah Jawa
Timur menjadi dua untuk dibagikan kepada dua orang anaknya, menjadi
wilayah Daha dan Jenggala.
.
B.Kerajaan Daha/Jenggala, dan Majapahit
Pada jaman Daha dan Jenggala, uang-uang emas dan perak tetap dicetak
dengan berat standar, walaupun mengalami proses perubahan bentuk dan
desainnya. Koin emas yang semula berbentuk kotak berubah desain menjadi
bundar, sedangkan koin peraknya mempunyai desain berbentuk cembung,
dengan diameter antara 13-14 mm.
Pada waktu itu uang kepeng Cina datang begitu besar, sehingga saking
banyaknya jumlah yang beredar, akhirnya dipakai secara resmi sebagai
alat pembayaran, menggantikan secara total fungsi dari mata-uang lokal
emas dan perak.
Adapun alasan-alasan dari penggantian fungsi ini adalah :
- ukuran koin emas dan perak lokal terlalu kecil, sehingga mudah jatuh
atau hilang. Sedangkan uang kepeng Cina mempunyai lubang ditengah,
direnteng dengan tali sebanyak 200 keping, sehingga praktis dibawa
kemana-mana dan tidak mudah hilang.

- koin emas dan perak lokal adalah mata-uang dalam pecahan besar,
sedangkan koin-koin kepeng berfungsi sebagai uang kecil atau uang receh,
yang sangat dibutuhkan dalam perdagangan. Nilai tukar untuk 1 Masa perak
berharga 400 buah Chien. Dan pada akhir abad ke-9, dengan 4 Masa perak
saja bisa membeli seekor kambing.
Sebenarnya koin-koin emas dan perak yang sudah mengalami perubahan
bentuk adalah produk dari Daha dan Jenggala. Namun karena Kerajaan
Majapahit (1293-1528) pada waktu itu merupakan kerajaan besar di Asia
Tenggara, maka biasanya orang menamainya sebagai uang Majapahit. Padahal
sejak akhir abad ke-XIII, mata-uang resmi yang dipakai sebagai alat
pembayaran adalah koin-koin kepeng Chien.
Namun pada jaman Majapahit ini dikenal koin-koin yang disebut Gobog
Wayang, dimana untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh Thomas
Raffles, dalam bukunya The History of Java. Bentuknya bulat dengan
lubang tengah karena pengaruh dari koin cash dari Cina, ataupun koinkoin serupa yang berasal dari Cina atau Jepang. Koin gobog wayang adalah
asli buatan lokal, namun tidak digunakan sebagai alat tukar. Sebenarnya
koin-koin ini digunakan untuk persembahan di kuil-kuil seperti yang
dilakukan di Cina ataupun di Jepang. Sehingga disebut sebagai koin-koin
kuil. Setelah redup dan runtuhnya kerajaan Majapahit di Jawa Timur
(1528), Banten di Jawa bagian barat muncul sebagai kota dagang yang
semakin ramai.
.
2. JAMAN KERAJAAAN-KERAJAAN ISLAM.

.A. Kerajaan-kerajaan di Jawa (Banten, Cirebon, Sumenep).


Mata-uang dari KESULTANAN BANTEN pertama kali dibuat sekitar tahun
1550-1596 Masehi. Bentuk koin Banten mengambil pola dari koin cash Cina
yaitu dengan lubang di tengah, dengan ciri khasnya 6 segi pada lubang
tengahnya (heksagonal). Inskripsi pada bagian muka pada mulanya dalam
bahasa Jawa: Pangeran Ratu. Namun setelah mengakarnya agama Islam di
Banten, inskripsi diganti dalam bahasa Arab, Pangeran Ratu Ing
Banten. Terdapat beberapa jenis mata-uang lainnya yang dicetak oleh
Sultan-sultan Banten, baik dari tembaga ataupun dari timah, seperti yang
ditemukan pada akhir-akhir ini .
Mata-uang dari KESULTANAN CIREBON dibuat sekitar tahun 1710/1760, saat
berkuasa Sultan Sepuh. Koin dengan bahan dari timah dengan lubang
ditengah itu, pada bagian muka tertulis inskripsi : Cheribon.
Berbeda dengan koin-koin Banten dan Cirebon, KESULTANAN SUMENEP di Pulau
Madura tidak mencetak mata-uangnya sendiri. Mata uangnya diambil dari
koin-koin asing (diluar Sumenep), dengan di beri Countermarked
(cetak tindih). Koin-koin yang digunakan adalah koin-koin Austria,
Belanda, Java Rupee, Mexico (Real Bundar) dan (Real Batu/Cob), dll.
Sedangkan cetak tindih yang dipakai, ada beberapa jenis seperti
Bintang Madura, dengan tulisan Arab Sumenep, atau cap dengan

lima kelopak daun. Koin-koin dengan cetak tindih ini dibuat pada saat
bertahtanya Sultan Paku Nata Ningrat (1811-1854) di Kesultanan Sumenep.
.
B. Kerajaan-kerajaan di Sumatra (Samudra Pasai, Aceh, Palembang,
Jambi).
Mata uang emas dari KERAJAAN PASAI untuk pertama kalinya dicetak
oleh Sultan Muhammad yang berkuasa sekitar tahun 1297-1326. Mata uangnya
disebut Dirham atau Mas, dan mempunyai standar berat 0.60 gram (berat
standard Kupang). Namun ada juga koin-koin Dirham Pasai yang sangat
kecil dengan berat hanya 0.30 gram (1/2 Kupang atau 3 Saga). Uang Mas
Pasai mempunyai diameter 10 11 mm, sedangkan yang setengah Mas
berdiameter 6 mm. Pada hampir semua koinnya ditulis nama Sultan dengan
gelar Malik az-Zahir atau Malik at-Tahir.
Setelah Pasai berhasil ditaklukkan oleh KERAJAAN ACEH pada tahun 1524,
sultan-sultan Aceh tetap mengikuti tradisi dari kerajaan Pasai dalam
pembuatan mata-uangnya. Namun uang Dirham Aceh berdiameter lebih besar,
antara 12 14 mm. Pada bagian belakangnya terdapat tulisan Arab asSultan al-adil, yang artinya Sultan yang adil. Aceh juga membuat matauang dari timah/timbal, yang disebut Keueh, dengan nilai satu Mas
sama dengan 400 Keueh.
Kerajaan Aceh pernah memiliki empat Ratu yang memerintah secara berturut
selama 60 tahun, dari 1641-1699. Yang pertama adalah Sultanah Safiat adDin, anak dari Sultan Iskandar Thani yang meninggal pada tahun 1641.
Karena tidak mempunyai anak laki-laki, maka diangkatlah anak
perempuannya yang berkuasa sampai dengan tahun 1675. Sultanah Nur alAlam Naqiat ad-Din Syah Ratu Aceh yang kedua, yang memerintah pada tahun
1675-1678. Penggantinya adalah Sultanah Inayat Syah Zakiat ad-Din Syah
yang memerintah tahun 1678-1688. Dan terakhir adalah Sultanah Kamalat
Syah. Beliau memegang kekuasaan atas wilayah Aceh dari tahun 1688-1699.
Masing-masing ratu tersebut juga mencetak mata-uangnya.
Mata-uang dari KERAJAAN PALEMBANG dapat dibedakan antara yang mempunyai
lubang ditengah, yang disebut dengan pitis Picis Tebok (Tebok dalam
dialek Palembang berarti Lubang). Ada juga yang tidak mempunyai
lubang yang disebut dengan Picis Buntu.
Picis Palembang dapat dibedakan juga antara yang bertahun dan yang tidak
bertahun. Semua mata uangnya terbuat dari timah, kecuali koin yang
bertahun AH 1198 (tahun 1774/75 Masehi), ada terbuat dari tembaga merah
dan dari timah (berdasarkan temuan yang terbaru).
KERAJAAN JAMBI di Sumatra juga membuat mata-uang picis dari timah. Salah
satu koinnya ada yang berbentuk Oktagonal (segi 8), dengan tulisan
Sultan Anom Sri Ingalaga. Ia mulai memerintah pada tanggal 21
Februari 1743.
.
C.Kerajaan-kerajaan
Maluka).

di

Kalimantan

(Pontianak,

Banjarmasin,

dan

KESULTANAN PONTIANAK mulai didirikan pada tahun 1770, oleh seorang

pedagang keturunan Arab yang bernama Abdul Rahman Alkadrie. Periode


pencetakan koin-koin dari kesultanan di Kalimantan Barat ini berkisar
tahun 1790-1817.
Koin-koin dari KESULTANAN BANJARMASIN pada umumnya merupakan imitasi
dari koin-koin Duit VOC, yang dicetak sewaktu bertahtanya Sultan Tamjid
Illah III (1785-1808). Koin-koinnya mempunyai lambang VOC, dan bertahun
AH 1221.
Sebenarnya di Kalimantan masih ada satu kerajaan lagi yang jarang
diketahui umum, yaitu KERAJAAN MALUKA. Kerajaan ini dipimpin oleh
seorang Raja Putih yang bernama Alexander Hare, seorang petualang
berbangsa Inggris. Pada mulanya, Hare pada tahun 1812 diberi suatu
wilayah kekuasaan oleh Sultan Banjarmasin, dengan kedudukan sebagai
Residen. Namun tak lama memerintah, ia segera memperluas wilayah
kekuasaannya, dengan membentuk koloni sendiri, yang bernama Maluka. Hare
mencetak mata-uangnya sendiri sebagai mata uang yang sah untuk peredaran
di wilayah Maluka, dan juga mendatangkan banyak tenaga kerja dari Jawa
yang bekerja sebagai kuli-kuli di pertambangan batu bara. Namun masa
pemerintahan Hare di Banjarmasin terhitung tidak terlalu lama, hanya dua
tahun saja. Setelah kejatuhan VOC pada tahun 1799, Belanda mulai
mengambil alih daerah-daerah kekuasaan VOC di Indonesia. Dan pada
tahun 1816, pemerintahan Hindia Belanda berhasil menghancurkan koloni
Maluka, serta mengusir Hare dari wilayah kekuasaannya.
.D. Kerajaan-kerajaan di Sulawesi (Gowa & Buton).
Mata uang dari KERAJAAN GOWA di Sulawesi Selatan, disebut dengan
Dinara, yang terbuat dari emas. Sultan Alauddin Awwalul Islam yang
memerintah Kerajaan Gowa pada tahun 1593-1639, adalah sultan Gowa
pertama yang beralih ke agama Islam. Sultan Hasanuddin, yang memerintah
pada tahun 1653-1669, dengan gelarnya I Mallombasi Muhammad Bakir Dg
Mattawang Krg. Bontomangape. Dengan kekalahannya melawan Belanda,
Sultan Hasanuddin dipaksa menandatangani Perjanjian Bungaya tanggal 18
November 1667. Dalam perjanjian itu disebutkan bahwa wilayah Minahasa,
Butung dan Sumbawa yang tadinya termasuk dalam wilayah Kesultanan Gowa
harus diserahkan kepada VOC. Dan semua pedagang-pedagang Eropa selain
daripada VOC, dilarang untuk melakukan perdagangan diwilayah bagian
timur tersebut.
KERAJAAN BUTON di Sulawesi Tenggara, mempunyai bentuk mata-uang unik
yang terbuat dari kain. Mata uang ini dinamakan Kampua. Menurut
legendanya, Kampua diciptakan pertama kali oleh Ratu Buton yang kedua,
Bulawambona, yang memerintah sekitar abad XIV.
Proses pembuatan dan peredaran Kampua, mandat sepenuhnya diserahkan
kepada Menteri Besar atau yang disebut Bonto Ogena. Dialah yang akan
melakukan pengawasan serta pencatatan atas setiap lembar kain Kampua,
baik yang telah selesai ditenun maupun yang sudah dipotong-potong.
Pengawasan oleh Bonto Ogena juga diperlukan agar tidak timbul
pemalsuan-pemalsuan, sehingga hampir setiap tahunnya motif dan corak
Kampua akan selalu dirubah-rubah.
Adapun standard pemotongan kain Kampua adalah dengan mengukur panjang

dan lebar Kampua, dengan cara : ukuran empat jari untuk lebarnya, dan
sepanjang telapak tangan mulai dari tulang pergelangan tangan sampai keujung jari tangan, untuk panjangnya. Sedangkan tangan yang dipakai
sebagai alat ukur adalah tangan sang Menteri Besar atau Bonto Ogena
itu sendiri! Pada awal pembuatannya, standar yang dipakai sebagai nilai
tukar untuk satu bida (lembar) Kampua adalah sama dengan nilai satu
butir telur ayam. Setelah Belanda mulai memasuki wilayah Buton kira-kira
tahun 1851, fungsi Kampua sebagai alat tukar lambat laun mulai
digantikan dengan uang-uang buatan Kompeni. Nantinya nilai tukar
untuk 40 lembar Kampua sama dengan 10 sen duit tembaga, atau setiap 4
lembar Kampua hanya mempunyai nilai sebesar 1 sen saja! Walaupun
demikian, Kampua tetap digunakan pada desa-desa tertentu di Kepulauan
Buton sampai dengan tahun 1940!
.
.3. JAMAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL.
Dalam penggolongan jaman perdagangan internasional ini sebenarnya bukan
hanya orang-orang Cina dan VOC (Belanda) saja yang berdagang di Jawa,
tapi kedua bangsa itulah yang paling dominan dalam melakukan perdagangan
di Jawa. Dan dari mata-uang Cash Cina dan mata-uang kompeni inilah
yang telah memberikan pengaruh yang sangat besar bagi sejarah dan
perkembangan numismatik di Indonesia.
.
A. Perdagangan dengan China (850-1900).
Pada awalnya, pedagang-pedagang Cina mulai banyak masuk ke tanah
Jawa kira-kira pada jaman dinasti Tang di China (618-907 Masehi). Mereka
dengan jung-jung nya (kapal China), mendarat di pelabuhan-pelabuhan Jawa
Timur, seperti di Tuban, Gresik dan Surabaya. Pada waktu itu di Jawa
Timur terkenal dengan produksi ladanya. Dalam melakukan perdagangannya,
orang-orang China memperkenalkan dan menggunakan koin-koin tembaga yang
disebut dengan Chien atau Cash, yang akhirnya diterima oleh
penduduk sebagai alat pembayaran. Jaman Dinasti Sung di China (960-1279)
adalah puncak-puncaknya dimana banyak sekali orang-orang China yang
datang ke Jawa untuk berdagang, sambil membawa uang-uang kepengnya dalam
jumlah besar.
Ma Huan, seorang Islam sebagai juru tulis Laksamana Cheng Ho, mencatat
keadaan pada tahun 1405. Dalam bukunya Ying Yai Sheng Lan yang
terbit tahun 1416, dikatakan bahwa :
Koin-koin China dari berbagai dinasti umum digunakan disini..
Dalam melakukan transaksi, pembayarannya memakai koin-koin cash
tembaga China dari berbagai dinasti. Orang-orang disini (Jawa
Timur) sangat senang dengan porselin-porselin China dengan motif hijau
bunga, kain sutera, manik-manik dll. Mereka membelinya dengan uang-uang
cash.
Karena uang Chien banyak diekspor ke Jawa, maka pada jaman Dinasti Ming

di China (1368-1644), terjadi keguncangan moneter akibat langkanya uang


kecil. Akhirnya pemerintah Ming melakukan larangan ekspor uang Chien
ke luar negeri, termasuk ke Jawa. Sebagai gantinya VOC mengimport koinkoin kepeng dari negara-negara lain, seperti Jepang, Korea dan Vietnam.
Tahun 1723 Jepang akhirnya menghentikan export uang cash.
Sebagai pengganti uang Chien yang dilarang di export oleh Kaisar Ming,
pada sekitar tahun 1590 mulai beredar koin-koin picis dari timah atau
timbal (lead). Uang picis ini dibuat di China, diangkut bersamaan dengan
kedatangan kapal-kapal Jung dengan berat rata-rata 200-300 ton. Kapalkapal tersebut sebanyak 15-20 kapal setahunnya, datang pada bulan
November atau Desember, dan akan kembali ke China pada bulan Juni tahun
berikutnya, dengan membawa rempah-rempah yang dibelinya dari Banten.
Sebanyak 12-13 ribu picis seharga satu dollar Spanyol, yang dapat
membeli merica sebanyak 8 kantong. Di Indonesia, hanya Bali yang tetap
menggunakan koin cash China dalam bertransaksi, bahkan masih dipakai
sampai dengan pada tahun 1950!
.
B. Perdagangan dengan VOC (1602-1799).
Tahun 1595 untuk pertama kalinya kapal-kapal Belanda menginjak
daratan Indonesia. Ekspedisi ini dikepalai oleh dua bersaudara, Cornelis
dan Frederick de Houtman, dan mendarat di pelabuhan Banten. Mereka
membawa koin-koin perak untuk dipakai membeli rempah-rempah, baik yang
dinamakan Real Batu ataupun Real Bundar. Namun mereka kecewa karena uang
yang dipakai di Banten adalah picis-picis dari timbal.
Dari ekspedisi awal ini akhirnya dua perusahaan Belanda, yaitu United
Amsterdam Company (1594-1602), dan United Zeeland Company (1597-1602),
ikut meramaikan pencarian rempah-rempah ke wilayah Nusantara. Mereka
juga mencetak mata uangnya sendiri guna dipakai sebagai alat pembayaran,
dengan tahun 1601/1602. Perlombaan mencari rempah-rempah ini akhirnya
menimbulkan persaingan usaha, yang pada akhirnya malah merugikan bisnis
mereka sendiri. Pada bulan Maret 1602, kedua perusahaan tersebut
dilebur, dan didirikan sebuah perusahaan dagang baru yang dinamakan VOC
(Vereenigde Oost-Indische Compagnie).
Karena seringnya terjadi kekosongan mata uang kecil, maka tahun 1726 VOC
meminta kepada induknya di Belanda untuk dibuatkan koin-koin bernilai
kecil, yang disebut Dute, Doit atau Duit. Duit VOC ini dinyatakan tidak
berlaku dinegeri induknya Belanda, dan hanya diedarkan untuk daerahdaerah dimana VOC berada. Namun peredaran duit tembaga ini cukup luas
karena diedarkan juga di wilayah-wilayah Coromandel, Cochin, Malaka dan
Ceylon.
Pada tahun 1743, VOC melakukan perjanjian dengan kerajaan Mataram di
Jawa Tengah. Salah satu isi dari perjanjian tersebut adalah pemberian
hak kepada VOC untuk mencetak mata-uangnya sendiri. Uang yang dicetak
ini dikenal dengan nama Derham Djawi atau Java Ducat atau Gold
Rupee (untuk koin emas), dan Silver Java Rupee (untuk koin
peraknya).
Koin yang pertama kali dibuat VOC dipercetakan uang di Batavia adalah
Dirham Jawi dengan tahun 1744. Pada bagian muka terdapat tulisan dalam

bahasa Arab : Ila djazirat Djawa al-kabir, sedang di bagian


belakangnya : Derham min Kompani Welandawi. Yang artinya : Uang
milik perusahaan Belanda untuk Pulau Jawa Besar.
Pada tahun 1799 VOC akhirnya dinyatakan bangkrut. Semua harta dan
kekuasaannya diambil alih oleh pemerintahan Belanda, yang dimulailah
babak baru masa penjajahan Belanda yang sesungguhnya.
.
C. Emergency coins atau mata-uang darurat.
Mata-uang darurat dibuat bila tidak tersedianya uang pecahan kecil
dalam jumlah yang mencukupi. Hal ini terjadi jika tidak adanya kiriman
koin-koin Duit dari Belanda, atau belum datangnya jung-jung Cina yang
biasa menyuplai koin-koin picis.
Salah satu bentuk uang darurat adalah yang dinamakan Bonk, yang
dibuat dengan cara memotong batangan-batangan tembaga Jepang. Potongan
tembaga itu dicap pada kedua sisinya dengan berat yang standard, dan
dicetak dalam beberapa pecahan, seperti , 1 atau 2 Stuiver.
Pada tahun 1796 dan 1797 dicetak juga doit-doit darurat yang terbuat
dari timah, dan beredar bersamaan dengan Bonk. Pada bagian sebelah muka
terdapat lambang VOC dan huruf N diatasnya (singkatan dari
Nederlansche). Dibagian belakangnya tertulis : 1 Duit 1796 atau 1797.
Karena doit-doit palsu dari timbal (lead) banyak beredar, maka duit
timah itu ditarik dari peredarannya untuk dilebur kembali, yang
mengakibatkan duit-duit timah itu menjadi sangat langka sekali. Koinkoin darurat dalam pecahan Stuiver juga dicetak pada tahun 1799 dan
1800. Koin-koin ini terbuat dari campuran dua bahan, yaitu perunggu dari
leburan meriam-meriam yang telah rusak, yang dicampur dengan timbal.
Pada sisi muka dicetak : JAVA 1799/1800, dan dibaliknya dicetak : 1
Stuiver.
.
.
4. JAMAN PEMERINTAHAN HINDIA BELANDA, PERANCIS, INGGRIS
(1800-1942).
.
A. Pemerintahan Hindia Belanda (1800-1942).
Setelah VOC dinyatakan bangkrut pada tahun 1799, maka pemerintahan
Belanda mengambil oper seluruh harta dan kekuasaan VOC. Mulailah jaman
pendudukan Belanda di Indonesia dalam arti yang sebenarnya, dimana
Belanda mulai menginvasi daerah-daerah yang dulunya tidak terjangkau
oleh VOC. Tahun 1825-1830 di Jawa (bagian Tengah dan Timur) timbul
perang besar yang dikenal dengan nama Perang Jawa atau Perang
Diponegoro.
Akibat perang yang berkepanjangan ini, kas Belanda menjadi kosong! Untuk
memenuhi pundi-pundi nya, maka van den Bosch memperkenalkan apa yang

disebut dengan Cultuur Stelsel atau Tanam Paksa. Dalam periode


ini, dicetak berjuta-juta keping mata-uang dengan pecahan Satu dan Dua
Sen.
Koin perak 2.5 Gulden baru dibuat pada tahun 1840 setelah dilakukan
standarisasi pada mata-uang pada pemerintahan Raja Willem I. Berbagai
macam mata-uang baik emas, perak, dan tembaga juga dibuat pada masa-masa
pemerintahan Raja Willem II, Willem III, atau Wilhelmina.
Pada masa pemerintahan Raja Willem II (1840-1849), percetakan uang di
Batavia dan di Surabaya ditutup untuk selama-lamanya. Batavia ditutup
pada bulan Januari 1843, sedangkan Surabaya pada akhir tahun 1843.
Dengan ditutupnya percetakan uang di Jawa, maka sejak saat itu semua
mata-uang dikirim langsung dari negeri Belanda.
Pada jaman Raja Willem III (1849-1890), pernah dicetak koin perak dengan
nilai 1/20 Gulden (Kelip). Koin ini bentuknya sangat kecil sekali,
sehingga tidak diproduksi kembali setelah cetakan kedua tahun 1855.
Koin-koin Sen dari tembaga juga dicetak, dengan pecahan 1 dan 2 Sen.
Pada masa-masa inilah koin cash Cina mulai ditinggalkan pemakaiannya.
Koin tembaga 2 sen disebut sebagai uang Gobang atau Benggol,
dan mempunyai fungsinya yang lain, yaitu sebagai alat Kerokan.
Pada waktu bertahtanya Ratu Wilhelmina (1890-1948), timbul perang dunia
kedua, dimana tahun 1940 Jerman menginvasi serta menduduki Belanda.
Keluarga kerajaan termasuk Ratu Wilhelmina lari ke Inggris dengan
memakai kapal kargo. Dan ditempat pelariannya itu, Ratu membentuk
pemerintahan dalam pengasingan. Pada masa perang itu, koin-koin
tahun 1941-45 dicetak di Amerika, dengan tambahan huruf kecil pada
bagian belakang bawah. Huruf D adalah singkatan dari Denver
(1943-1945); P adalah Philadelphia (1941-1945); dan S untuk
San Francisco (1944-1945). Pada tahun 1945, setelah kekalahan
Jerman, Ratu kembali ke negerinya Belanda. Namun pada tanggal 17 Agustus
1945 negara jajahannya di bagian timur telah memproklamasikan
kemerdekaannya menjadi Republik Indonesia!
.
B. Pendudukan Perancis (1806-1811).
Pada tahun 1806, Perancis menduduki Belanda, yang menyebabkan
transfer kekuasaan atas seluruh. wilayah yang diduduki Belanda. Karena
pendudukan Perancis dilakukan dinegeri Belanda, maka pengaruh secara
langsung terhadap pendudukan Indonesia sangat kecil sekali. Seluruh
kontrol pemerintahan di Indonesia tetap dipegang oleh orang-orang
Belanda. Tahun 1806 Napoleon mengangkat saudaranya Louis sebagai raja di
Belanda. Pada masa itu koin-koin Perancis 2 Stuivers (Sols) dan 1
Stuiver (12 Deniers) ditetapkan berlaku di wilayah Hindia Belanda.
Pada tahun 1808 H.W. Daendels datang untuk menempati posnya sebagai
Gubernur Jendral yang baru di Hindia Belanda. Daendels memerintahkan
agar koin-koin dicetak dengan nama raja L.N. (Louis Napoleon), baik
dengan huruf Blok maupun dengan Hiasan (Ornate). Tahun 1809 Daendels
memerintahkan untuk membongkar seluruh tembok-tembok yang mengelilingi
Batavia, termasuk puri-purinya, serta menimbun parit-parit yang ada

disekeliling kota. Daendels juga membuka percetakan mata-uang yang baru


di Surabaya, yang mengakibatkan percetakan uang Batavia menjadi mandeg.
Adapun koin pertama yang dicetak di Surabaya adalah duit tembaga dengan
tulisan JAVA 1806 serta lambang VOC dibalik-nya. Walaupun tertera
tahun 1806, namun koin itu sendiri baru dicetak pada bulan Februari
1807.
Pada tahun 1811 Inggris menginvasi Jawa, dan berhasil mengalahkan
Belanda. Dan mulailah babak baru pendudukan Inggris terhadap Indonesia
selama lima tahun kedepan!
.
C. Pendudukan Inggris (1811-1816).
Pada tanggal 4 Agustus 1811, kapal-kapal Inggris mendarat di teluk
Batavia, yang akhirnya dapat merebut Jawa, sehingga Belanda harus
menyerahkan koloninya kepada Inggris. Berbeda dengan pendudukan Perancis
terhadap Belanda, pendudukan Inggris dilakukan secara langsung, dimana
wilayah Nusantara berada dalam kekuasaan Inggris. Untuk pertama kalinya
diangkat Sir Thomas Stamford Raffles sebagai Gubernur Jenderal.
Satu seri koin menarik yang dicetak pada masa pendudukan Inggris adalah
koin Java Rupee yang terbuat dari emas dan perak. Pada bagian depannya
ditulis dalam bahasa Jawa kuno, Kempni Hingglis, jasa hing Surapringga. Tahun Ajisaka AS 1741. Sedangkan dibaliknya tertulis dalam
bahasa Arab Melayu : Hinglish, sikkah kompani, sannah AH 1229 dhuriba,
dar djazirat Djawa.
Semua koin-koin pada masa pendudukan Inggris dicetak di Surabaya,
kecuali koin-koin darurat Doit Java dari timah murni Bangka dengan tahun
1813 dan 1814, yang dicetak di Batavia. Setelah kekalahan Napoleon di
Eropa, maka berdasarkan perjanjian Wina tahun 1814 Inggris harus
mengembalikan Jawa dan daerah lainnya kepada Belanda. Penyerahan koloni
itu sendiri baru dilaksanakan Inggris pada tanggal 16 Agustus 1816.
.
D. British East India Company di Sumatra.
Inggris mempunyai pusat perdagangannya di Bencoolen (Bengkulu),
dengan membangun benteng dengan nama FORT YORK. Karena benteng
dibakar oleh penduduk pada sekitar tahun 1700, maka tahun 1719 Inggris
pindah ke benteng barunya yang bernama FORT MARLBRO (atau Fort
Marlborough).
Pada tahun 1797 Inggris mencetak mata-uangnya dengan nilai Dollar,
dengan tulisan FORT MARLBRO disisi baliknya.
Lalu pada bulan Maret 1818 ditunjuk Sir Stamford Raffles untuk menduduki
posnya yang baru di Bengkulu. Berdasarkan perjanjian tanggal 17 Maret
1824, maka Inggris harus menyerahkan Bengkulu dan semua pendudukannya di
pantai barat Sumatra kepada Belanda. Sedangkan Belanda menyerahkan
Malaka ke tangan Inggris, dan membolehkan Inggris mendirikan koloni di
Singapura.
Para pedagang Inggris di Singapura juga membuat mata-uangnya sendiri
untuk diedarkan di wilayah Sumatra dan Sulawesi, seperti Keping-keping

Minangkabau, Aceh, Tanah Melayu, Uang Ayam, dan sebagainya.


.E. Token-token perkebunan dan pertambangan.
Pada jaman pemerintahan Belanda, banyak token-token yang dibuat oleh
perusahaan-perusahaan perkebunan dan pertambangan, tidak hanya di Jawa,
Sumatra, Bangka, Kalimantan, bahkan juga dipulau Batjan Ternate. Yang
disebut Token adalah mata-uang yang biasanya dibuat oleh pihak swasta,
dan hanya mempunyai area peredaran yang sangat terbatas. Token hanya
berlaku pada area dimana token tersebut diedarkan; diluar area tersebut
token sama sekali tidak mempunyai nilai.
.
F. Mata-uang lainnya.
Selain beraneka-ragamnya mata uang yang telah diceritakan diatas,
masih banyak mata uang lainnya yang dulu pernah beredar di bumi
Indonesia ini. Sejak jaman VOC, Belanda dan Inggris, digunakan juga mata
uang asing, seperti uang Spanyol dan dari negara-negara jajahannya
seperti Meksiko, Bolivia, Peru, Brazil, dll, juga dari negara-negara
India, Persia, Austria, Amerika, China dan Jepang (mata uang perak
modern), Hong Kong, Sarawak, Straits Settlements, dll. Dan kesemua matauang diatas sampai sekarang masih dapat ditemukan di berbagai wilayah di
Indonesia.
.
.5. JAMAN PENDUDUKAN JEPANG (1942-1945).
Pendudukan Jepang di Indonesia hanya berlangsung selama tiga
setengah tahun. Jepang banyak mencetak mata-uang kertas, dan hanya satu
seri koin saja yang dicetak, yaitu pecahan 1, 5 dan 10 Sen. Semuanya
dicetak dengan tahun Jepang 2603 dan 2604 (1943 dan 1944 Masehi), yang
dituangkan dalam Undang-Undang Pemerintahan Militer Jepang No. 2
tertanggal 8 Maret 2602 (1942). Koin pecahan 1 dan 5 Sen terbuat dari
Aluminium, sedangkan koin nominal 10 Sen terbuat dari timah. Pada koinkoin nominal 5 dan 10 Sen, dibagian muka terdapat gambar Wayang,
sedangkan nominal 1 Sen terdapat gambar kepala wayang. Dibagian
belakangnya terdapat tulisan Jepang, JAVA, Nominal (Sen), dan tahun
Jepang 2603/04.
.
.6. JAMAN PEMERINTAHAN REPUBLIK INDONESIA (1945-SEKARANG)
Pada tahun-tahun awal setelah proklamasi kemerdekaan, banyak
dicetak uang kertas seri ORI (Oeang Republik Indonesa), dan uang-uang

darurat yang dicetak oleh daerah-daerah (URIDA), tanpa satupun dicetak


koin-koin sebagai mata uang.
Koin Indonesia dicetak untuk pertama kalinya pada tahun 1951. Koin ini
terbuat dari aluminium dengan pecahan 5 Sen, dengan lubang pada bagian
tengahnya. Koin aluminium pecahan 10 Sen (tanpa lubang) dengan gambar
Garuda dicetak pada tahun 1951 juga. Berikutnya pada tahun 1952 dicetak
koin-koin dengan pecahan 1 Sen (yang mempunyai desain sama dengan
pecahan 5 Sen bolong) dan pecahan 25 Sen. Pada tahun yang sama juga
dicetak koin dengan pecahan 50 Sen dengan gambar Dipanegara.
Seri koin-koin dengan gambar Sukarno juga dicetak untuk peredaran khusus
di Kepulauan Riau. Koin-koin dengan tahun 1962 (dicetak tahun 1963) ini
terbuat dari aluminium, dan terdiri dari pecahan 1, 5, 10, 25, dan 50
Sen. Koin-koin ini ditarik dari peredaran dan dinyatakan tidak berlaku
lagi sejak tanggal 30 September 1964. Pada pinggiran semua koin seri
Kepulauan Riau ini, tertera inskripsi KEPULAUAN RIAU.
Pada masa pembebasan IRIAN BARAT, juga dicetak koin-koin seri Sukarno
yang dicetak khusus untuk peredaran di Irian Barat, dan semuanya
bertahun 1962 (dicetak tahun 1964). Namun akhirnya dinyatakan tidak
berlaku lagi sejak tanggal 31 Desember 1971.
Pada masa pemerintahan Suharto (1967-1998), banyak sekali koin-koin
menarik yang dicetaknya, seperti koin-koin peringatan 25 tahun
kemerdekaan, seri-seri binatang, koin-koin emas, dll.

Anda mungkin juga menyukai