Anda di halaman 1dari 214

S.

ALROSYID

JELAJAH UANG
NUSANTARA
SEBAGAI DAMPAK
KEBUDAYAAN DAN KEBIJAKAN EKONOMI
MASA KERAJAAN MATARAM KUNO SAMPAI
MASA PEMERINTAHAN NEDERLNADSCH INDIE
850 M – 1945 M
KATA PENGANTAR
Kita semua mengetahui, kehidupan bermasyarakat
tidak luput dengan Aspek hubungan social, terutama
penggunaan mata uang. Dengan adanya kebutuhan disetiap
masyarakat, maka alat pembanyaran yang digunakan
semakin berkembang pesat, seiring dengan meningkatnya
kebutuhan dan meningkatnya kemakmuran.
Apalagi perkembangan uang yang digunakan,
merupakan dampak dari adanya Kebudayaan, Imperalisme,
Kolonialisme, dan kebijakan system ekonomi yang
diterapkan oleh pemerintahan saat menguasai wilayah
indonesia.
Penulis adalah seorang Numismatis yang sudah
bercimpung dalam dunia Numismatika lebih dari 23.000 jam
lamanya. Dengan diterbitkannya buku ini, penulis berharap
dapat bermanfaat kepada para Numismatis. Selain itu, juga
akan menambah buku literasi yang menjelaskan uang koin
yang pernah digunakan di wilayah Nusantara.
Penulis berharap dengan diterbitkannya buku ini,
dapat menambah reverensi Numismatika di Indonesia.
Seorang Numismatis tidak hanya mengumpulkan uang koin,
kertas, dan token. Namun, juga harus mempelajari dan
memahami tentang sejarah pembuatan, ciri, variasi hingga
sejarah politik-ekonomi yang menyebabkan dicetaknya
uang tersebut.
Maka dari itu, dalam buku kedua, penulis mengulas
lengkap tentang berbagai jenis uang koin dan token yang
pernah digunakan di wilayah Nusantara. Buku ini
menyajikan sejarah lengkap pembuatan uang, disertai
gambar dan berbagai fakta menarik yang pernah terjadi.
Penulis mengetahui bahwa masih banyak
kekurangan yang disajikan dalam buku ini. Maka dari itu,
penulis sangat terbuka dengan adanya kritik, saran dan
masukan yang mendukung dari para senior numismatic agar
menjadi semakin baik dalam pembuatan buku selanjutnya.

Bangkalan, 5 Juni 2021


Salam Numismatik
Penulis -Salman Alrosyid

Jelajah Uang Nusantara


i | 214
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama penulis memanjatkan puji dan
syukur kehadirat Allah SWT, atas karunianya kita
diberikan waktu, pengetahuan, dan keterampilan,
sehingga penulis dapat menyelesaian penulisan buku
ini. Pastilah dalam buku ini terdapat kekurangan
ataupun kesalahan, karena sesunggunya kesempurnaan
itu adalah perwujudtan kemuliaan Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa tanpa adanya


dorongan, bimbingan, pengarahan, serta dukungan,
penulis tidak dapat menelesaikan pembuatan buku itu.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dan
apresiasi tertinggi kepada :

1. Ayah dan ibu penulis, yaitu


DRS. H. Mual Farid dan HJ. R. Ayu Yuliana,
S.,St, yang selalu memberikan dukungan
semangat dan doa, dalam penulisan buku.
2. Kakak penulis, yaitu Rahayu Alfarizky
S.Farm., Apt., Ellyana Dwi Farisandy,
M.Psi.,Psikolog, dan Frischa Andhika Putra,
S.Si yang selalu mendukung dan memberi
saran, sehingga penulis terus termotivasi
dapat menyelesaikan penulisan buku ini.
3. Segenap keluarga besar penulis, tante,
paman, dan sepupu saya yang mendukung,
memberi masukan, kritik, dan saran dalam
penulisan ini.
4. Kakek saya H. R. Rohamed Zeger, yang
selalu sabar dan selalu mendukung saya
dalam penulisan buku ini sampai
penerbitan buku ini dilakukan.
5. Bapak B. Untoro (Uno), Ibu Ruswita
Kusumahadi (Museum Uang Sumatra),
Rizval Anggiardi, Muhammad Samuji (Sem
Meranti) dan para pegiat Numismatik
lainnya, yang mendukung dalam
mengumpulkan informasi yang
dibutuhkan di dalam buku ini.

Jelajah Uang Nusantara


ii | 214
6. Ibu Rahmania, S,.Pd, Ibu Faliya Irma Sarini,
S.Pd, Bapak Rimbi Ariraja, ST., Bapak R.
Yudhistira Ria, M.Pd, dan segenap guru
SMA Negeri 2 Bangkalan yang selalu
mendukung, memotivasi, memberi kritik
dan saran sehingga buku ini selesai dengan
waktu yang cepat dengan hasil yang
memuaskan.
7. Bapak Suudi, M.Pd dan Bapak Hendratno,
S.Pd selaku Pembina KIR SMA Negeri 2
Bangkalan, yang telah memberikan
kesempatan, arahan, serta bimbingan
kepada penulis dalam pembuatan buku ini.
8. Keluarga besar KIR SMA Negeri 2
Bangkalan, adik kelas dan teman-teman
yang selalu mendukung dan memberikan
semangat dalam proses pembuatan buku
ini, hingga menyelesaikannya.

Bangkalan, 5 Juni 2021


Salam Numismatik
Penulis -Salman Alrosyid
Founder Museum Perusnia Bangkalan

Jelajah Uang Nusantara


iii | 214
Daftar
Isi
I Kata pengantar
V Ucapan terimakasih
VII Daftra Isi

1
A. MATA UANG ZAMAN HINDU
BHUDA
 Uang Kerajaan Mataram kuno 1
 Uang Kerajaan Majapahit 3
 Uang Kerajaan Sriwijaya 5
 Uang Kerajaan Jenggala 7
 Uang Kampua Kerajaan Buton 9

Jelajah Uang Nusantara


iv | 214
A.
UANG MASA HINDU BHUDA
(850 MASEHI – 1468 MASEHI)

Masa Hindu Bhuda adalah zaman dimana masyarakat di Nusantara memeluk


agama Hindu-Bhuda. Masuknya Hindhu Bhuda sudah mulai berkembang di
Wilayah Nusantara pada periode 400 Masehi diikuti dengan berdirinya
berbagai Kerajaan di Nusantara. Walaupun bergitu, uang berbahan perak dan
emas baru digunakan pada masa Kerajaan Mataram Kuno abad ke-8. Karena,
sebelumnya mereka masih menggunakan uang barang sebagai alat transaksi.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 UANG MASA HINDU BHUDA

MATA UANG KERAJAAN MATARAM KUNO


(ABAD 8-12 M)

Kerajaan Mataram Kuno didirikan dan mulai mencetak uang pada awal
abad 8 dengan satuan mata uang Tahil, berbahan dasar logam, tembaga dan
emas yang di potong kasar dengan bermacam macam bentuk. Uang ini masih
masuk masa Pra-Standarnisasi, dimana uang yang dipergunakan tidak memiliki
berat Standar atau berat yang direntukan.

UANG KERAJAAN MATARAM KUNO ABAD 8-11 MASEHI, BERUPA


POTONGAN TIMAH DAN EMAS DENGAN CAP BUNGA TERATAI
Uang tersebut digunakan oleh Kerajaan Mataram Kuno pada masa
Dynasty Syailendra, abad ke-8. Uang masa Pra-Standardisasi Kerajaan
Mataram Kuno memiliki berbagai jenis bentuk, antara lain; Trapesium,
segiempat, lingkaran, segitiga, setengah lingkaran, seperempat lingkaran, dan
bentuk yang sudah tidak beraturan.
Pada awalnya uang ini dicetak dalam bentuk lingkaran sempurna,
dengan terdapat cap motif lambang dan empat tangkai bunga teratai, ada
yang dalam bentuk bunga cendana empat kelopak didalam bidang segi
empat, yang terbuat dari bahan emas dan bahan perak. Adajuga yang
memiliki desain “Sinar Matahari”

Fakta Menarik
Pada awalnya uang ini dicetak dalam bentuk
lingkaran utuh. Namun, karena dipergunakan sebagai
alat transaksi kala itu, maka uang tersebut dipotong-
potong menjadi beberapa bagian yang lebih kecil
sesuai nilai transaksinya.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 UANG MASA HINDU BHUDA

Selain bentuk diatas, koin Kerajaan Mataram Kuno juga memiliki


berbagai jenis bentuk, antara lain Trapesium, segiempat, lingkaran,
segitiga, setengah lingkaran, seperempat lingkaran, dan bentuk yang
sudah tidak beraturan. Uang tersebut masih memasuki masa Pra-
Standardisasi Berat, dimana belum ada takaran berat yang ditentukan.
Kerajaan Mataram Kuno periode selanjutnya, mulai memiliki
takaran berat yang ditentukan. Mereka mencetak uang menggunakan
bahan emas dan perak yang memiliki ciri-ciri memiliki lebar 9 mm yang
digunakan diwilayah Jawa Timur dan Jawa Barat, sebagai alat
pembayaran perdagangan Internasional.
Berikut nilai satuan mata uang Mataram Kuno :
- 1 Massa / 1 Ma (Dengan berat mata uang 2,4 gram)
- 1 Atak (Dengan berat mata uang 1,2 gram)
- 1 Kupang / Ku (Dengan berat 0,6 gram)
- 0,5 kupang / 0,5 Kupang (Dengan berat 0,30)
- 1 Saga (Dengan berat 0,119 gram)

GAMBAR 1. UANG MA KERAJAAN MATARAM KUNO

Uang ini berbentuk kecil seperti kotak dengan tercetak huruf


Devanagari (Ta), Dibagian belakang terdapat incuse / lekukan ke dalam
dua bagian dan terdapat bulatan yang dalam ilmu numismatic disebut
Sesame Seed, bertujuan agar lebih mudah memegang uang.
Di masa Kerajaan Mataram Kuno itu, merujuk publikasi BI Institute
disebutkan, masyarakat saat itu telah mengenal bentuk uang Ma.
Berbentuk bulat dengan bahan terbuat dari emas. Memiliki berat 2,4 gr
dengan tebal 4 mm dan berdiameter 7,7 mm.
Transaksi yang dilakukan oleh masyarakat Mataram Kuno
menggunakan mata uang emas dan perak. Pada awalnya uang yang
digunakan hanya berbentuk batangan. Namun, akibat pengaruh
berkerjasama dengan India dalam perdagangan internasional.
Mengakibatkan, perubahan desain uang menyerupai dadu gepeng.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 UANG MASA HINDU BHUDA

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 UANG MASA HINDU BHUDA

MATA UANG KERAJAAN JENGGALA


(1045 – 1130 MASEHI)
Kerajaan Jenggala adalah kerajaan yang didirikan pada 1045
dalam bentuk Kerajaan Monarki. Kerajaan ini berpusat di Kabupaten
Sidoarjo. Mata uang Jenggala menggunakan bahan Emas dengan berat
standar.
Uang ini berbahan dasar emas dan perak. Koin emas berbentuk bulat
datar, sedangkan koin perak berbentuk bulat cembung.
Koin ini berbentuk lingkaran cembung dengan terdapat cap yang
terdiri dari dua lingkaran kecil yang dipisahkan oleh dua garis lebar yang
meruncing dibagian bawah. Tanda ini disebut dengan Linggam yang
merupakan bahasa Sangsekerta yang memiliki makna symbol kesuburan
“Lingga” Siwa.

Pada bagian depan terdapat


inskripsi “Ta” atau “Da” yang
merupakan Aksara Nagari atau disebut
juga Pra Nagari untuk menuliskan
Bahasa Sanskerta. Inskripsi “Da” yang
diperkirakan memiliki makna
“Djanggala”.Uang ini mengalami
berbagai jenis perubahan desain,
seiiring dengan perubahan waktu. Uang
ini memiliki berbagai jenis berat antara
lain 0.6, 1.2, 2.4 Gram. UANG KRISHNALA, KERAJAAN
JENGGALA
Mata uang Kerajaan Jenggala tidak berlangsung lama, hanya
digunakan selama 90 tahun, karena Kerajaan Janggala akhirnya
ditaklukkan oleh Sri Jayabhaya seorang Raja Kadiri pada 1130, dengan
semboyannya yang terkenal, yaitu “Panjalu Jayati”, atau Kadiri Menang.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 UANG MASA HINDU BHUDA

Fakta Menarik
Ukuran uang Kerajaan Jenggala
sangatlah kecil, lebih kecil dari seujung
jari. Uang ini terbuat dari emas 24 karat
dengan berat antara lain 0.6, 1.2, dan 2.4
Gram.

BERIKUT ADALAH BEBERAPA CONTOH ILUSTRASI UKURAN


UANG KERAJAAN JENGGALA

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 UANG MASA HINDU BHUDA

MATA UANG KERAJAAN SRIWIJAYA


(1045 – 1130 MASEHI)

Sriwijaya (atau juga disebut Śrīivijaya; Jawa: ꦯꦿꦷ ꦮꦗ


ꦶ ꦪ
(bahasa Jawa: Sriwijaya); salah satu kemaharajaan bahari yang pernah
berdiri di pulau Sumatra dan banyak memberi pengaruh di Nusantara
dengan daerah kekuasaan berdasarkan peta membentang dari
Kamboja, Thailand Selatan, Semenanjung Malaya, Sumatra, Jawa
Barat dan kemungkinan Jawa Tengah.

UANG KERAJAAN SRIWIJAYA ABAD 7, BERUPA POTONGAN TIMAH,


PERAK, DAN EMAS DENGAN DESAIN “BUNGA CEMPAKA”

Uang tersebut memiliki dua corak yang berbeda pada


permukaan depan dan belakang. Muka depan terdapat Rajah “Tempat
Lilin/Bekas Lilin”. Sedangkan, pada bagian belakang terdapat Rajah
berupa “Bunga Cendana”. Corak Rajah berupa “Bunga Cendana”, yang
mungkin memiliki pertalian/hubungan dengan keluarga Dynasti
Syailendra, dari Kerajaan Mataram Kuno.
Uang ini digunakan di Kerajaan Sriwijaya masa Pra-Standarisasi.
Hal ini, dibuktikan dengan ditemukan catatan kronik masa Dinasti Song
(960-1279) yang menginformasikan bahwa “Orang jawa menggunakan
potongan besi, tembaga dan emas sebagai mata uang di masyarakat”.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 UANG MASA HINDU BHUDA

Fakta Menarik

Uang Kerajaan Sriwijaya masa


Pra-Standarisasi memiliki berbagai jenis bentuk;
antara lain setengah lingkaran, segi delapan dan
segitiga, yang seluruhnya terdapat gambar “Bunga
Cendana”.

Kerajaan Sriwijaya mencapai zaman keemasan pada masa


pemerintahan Raja Balaputradewa sekitar tahun 850 M. Raja
Balaputradewa berhasil mencapai puncak kejayaan dalam bidang
Ekonomi, Pendidikan, kebudayaan dan hubungan perdagangan
internasional. Kerajaan Sriwijaya ini berpusat di daerah Palembang dekat
Sungai Musi.
Pada masa kepemimpinan Raja Sri Sangrama Vijayo-
Tunggawarman, Sriwijaya mulai mencetak uang berbentuk bundar
dengan cekungan. Dibagian belakang terdapat lambang “Bunga Teratai”.
Uang ini diproduksi untuk alat transaksi perdagangan perdagangan
internasional.
Uang Kerajaan Sriwijaya ini masuk masa Standarisasi, dimana
setiap pecahan sudah memiliki takaran berat yang ditentukan. Uang yang
diproduksi memiliki berbagai variasi ukuran, terletak pada perbedaan
berat atau massanya. Bahan yang digunakan terbuat dari perak dan
emas. Sebutan satuan mata uang berdasarkan beratnya yaitu; 1 Massa
(2,4 Gram) , 1 Atak (1,2 Gram), 1 Kupang (0,6 Gram), ½ Kupang (0,3
Gram), dan yang terakhir 1 Saga (0,119 Gram).

UANG EMAS KERAJAAN SRIWIJAYA ABAD KE-12

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 UANG MASA HINDU BHUDA

Fakta Menarik
Ukuran uang Kerajaan Sriwijaya sangatlah
kecil, lebih kecil dari seujung jari, uang ini terbuat dari
emas dan perak dengan berat 2,4 Gram, 1,2 Gram, 0,6
Gram, 0,3 Gram dan 0,11 Gram, berdiameter kurang
lebih 13 Milimeter. Diproduksi masa pemerintahan Sri
Sangrama Vijayo-Tunggawarman abad ke 12-13.

Uang ini memiliki penampakan sangat kecil seperti ukuran uang


pada umumnya yang digunakan oleh kerajaan Jenggala dan Kerajaan
Mataram Kuno. Hanya saja, kepingan uang Kerajaan Sriwijaya berbentuk
pipih dengan lekukan seperti mangkok.
Pada bagian depan terdapat Aksara Nagari atau disebut juga Pra
Nagari untuk menuliskan Bahasa Sanskerta berupa inskripsi “Ta” atau
singkatan dari “Tahil” berasal dari huruf India Utara, adapula yang
berinskripsi “Ma” singkatan dari satuan “Massa”. Sedangkan, pada
bagian belakang terdapat gambar bunga cendana.
Alasan penulisan pada uang menggunakan Aksara Nagari,
bertujuan agar mudah dipahami dan mudah beredar diwilayah Khamerr,
Kalingga, Champa, dan China.

. DEPAN UANG SRIWIJAYA TERDAPAT INSKRIPSI AKSARA NAGARI


BAGIAN
ABAD 12-13 MASEHI

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 UANG MASA HINDU BHUDA

BAGAIN BELAKANG UANG KERAJAAN SRIWIJAYA TERDAPAT DESAIN


“BUNGA CENDANA”

Desain Bunga Cendana pada Kerajaan Sriwijaya, memiliki pertalian


hubungan dengan lambang keluarga Dynasti Sailendra, dari Kerajaan
Mataram Kuno. Hal ini dapat diketahui dengan melacak leluhur pemimpin
Kerajaan Sriwijaya. Sailendra dalam konteks Sriwijaya kembali tersurat
dalam Prasasti Nalanda yang ditulis tahun 810-850 Masehi.
Pada masa Kerajaan Mataram Kuno,
terdapat dynasti bernama Syailendra.
Hubungan antara Mataram Kuno dengan
Sriwijaya terjadi akibat pernikahan
Samaratungga Dewa dari Wangsa Syailendra
dengan Dewi Tara, putri Raja Dharmasetu,
dari Kerajaan Sriwijaya. Dan melahirkan salah
satu anak bernama Balaputradewa yang
menjadi Raja Sriwijaya sampai mencapai
puncak kejayaan.
BUNGA CENDANA DENGAN
EMPAT KELOPAK

Penyelaman yang dilakukan oleh


peneliti di Sungai Musi, mendapatan hasil
dengan menemukan benda berbentuk
kubus berbahan perunggu, dengan
panjang 33 mm, tinggi 27 mm dengan
berat 156, 18 Gram. Pada bagian atas
terdapat lima ukiran cetakan uang
berbentuk persegi dan bulat, yang
ALAT CETAK KOIN SRIWIJAYA dipergunakan abad 12-13 Masehi.
TERBUAT DARI BAHAN PERUNGGU

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG ZAMAN HINDU BHUDA

Selain memiliki bentuk pipih dengan tampak bunga cempaka.


Uang Kerajaan Sriwijaya juga mencetak uang berbentuk menyerupai
mangkok, dengan cekungan kecil bagian tengahnya. Uang ini terbuat
dari emas yang memiliki berat ringan 0,14 Gram yang memiliki pecahan
1/32 Massa. Uang ini memiliki 6 jenis pecahan antara lain 1 Massa, ½
Massa, ¼ Massa, dan 1/8 Massa.

UANG EMAS BENTUK MENYERUPAI MANGKOK DENGAN


CEKUNGAN KERAJAAN SRIWIJAYA NOMINAL 1/32 MASSA
Uang perak yang dicetak oleh Kerajaan Sriwijaya, memiliki
berbagai jenis nominal antara lain; ½, ¼, dan 1 Massa, dengan terdapat
inskripsi “Ma” dalam Bahasa Sangskerta. Uang ini sebernarnya
berbahan jenis elekstrum yaitu cempuran antara perak dan emas.
Perbandingan nilai 1 Massa Perak setara dengan 400 Keping China.
Berbeda halnya dengan uang emas, uang Perak Sriwijaya cenderung
bulatan biasa, dan cenderung tidak memiliki lekukan pada bagian
tengah.
UANG PERAK KERAJAAN SRIWIJAYA DENGAN DESAIN BUNGA CENDANA
DAN AKSARA NAGARI

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG ZAMAN HINDU BHUDA

Kerajaan Majapahit yang sudah lama menjalin kerjasama


ekonomi Intersasional dengan bangsa China, akhirnya masyarakat juga
menggunakan mata uang Kepeng China atau dikenal dengan “Picis China”
sebagai alat transaksi.
Bukti yang dapat dilihat Kerajaan Majapahit sudah menerapkan
Sistem Moneter adalah dengan ditemukannya Celengan Koin Picis China.
Hal ini membuktikan bahwa masyarakat Majapahit sudah mulai
menabung atau sudah mulai mencelengkan uang yang dipergunakan.
Ditemukannya celengan pitis china era Kerajaan Majapahit, dapat
ditarik kesimpulah bahwa pengaruh Picis China sudah sangat besar dan
banyak masyarakat yang mulai memperguakan. Adapula yang
berpendapat semua uang picis tersebut bisa dipergunakan di Wilayah
Majapahit, namun tidak bisa dipergunakan didaerah asalnya, dan uang
picis memiliki nilai tukarnya sendiri tidak sama halnya dengan nilai ukur
uang emas Majapahit.

CELENGAN BERISI UANG PICIS


CHINA MASA KERAJAAN
MAJAPAHIT

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG ZAMAN HINDU BHUDA

MATA UANG KAMPUA KERAJAAN BUTON


(ABAD 14-19 MASEHI)
Mata Uang Kampua merupakan uang tertua di Pulau Sulawesi.
Selain di Buton, kampua juga pernah diberlakukan di Bone, Sulawesi
Selatan, dengan bahan serat kayu. Kampua untuk pertama kalinya
diperkenalkan oleh Bulawambona, Ratu Kerajaan Buton yang kedua yang
bertahta pada abad ke-14.

UANG KAIN KATUN KERAJAAN BUTON ABAD 14


(UKURAN 170MM X 140MM )
Otoritas pengendalian uang diserahkan kepada Bonto Ogena
(Menteri Besar). Urusannya meliputi pengawasan, pencatatan, dan
jumlah peredaran kampua agar tidak terjadi inflasi. Adapun pengawasan
ditujukan untuk mencegah adanya pemalsuan dengan cara merubah
motif dan corak setahun sekali.
Setiap tahun corak desain uang kampua selalu diubah. Hukum
disana sangatlah ketat, barang siapa yang ketahuan memalsukan uang
kampua akan dipancung. Standar pemotongan kain kampua dengan
mengukur lebar dan panjangnya. Yakni 4 jari untuk lebarnya sepanjang
telapak tangan mulai dari pergelangan tangan sampai ujung jari tangan.
Tangan yang digunakan sebagai alat ukur adalah tangan Bonto
Ogena sendiri. Pada awal pembuatannya standar yang digunakan sebagai
nilai tukar untuk 1 lembar kampua adalah satu butir telur ayam.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG ZAMAN HINDU BHUDA

Mata uang kampua sangan popular pada masa pemerintahan


Sultan Dayanu Ikhsanuddin pada abad (1597-1631). Karena Sultan
Dayanu Ikhsanuddin memerintahkan kepada masyarakat agar dalam
setiap transaksi menggunakan mata uang Kampua.
Setelah Belanda memasuki kepulauan Buton pada tahun 1851,
fungsi uang kampua sebagai alat tukar di Kesultanan Buton lambat laun
mulai tidak digunakan, dan mulai menggunakan uang yang dicetak oleh
Kolonial Belanda. Kemudian, nilai tukarnya berumah menjadi setiap 4
lembar kampua senilai dengan 1 Cent Koin Tembaga Nederland Indie.
Walaupun demikian, Kampua tetap digunakan didesa-desa tertentu di
Kepulauan Buton sampai dengan 1940.

FAKTA MENARIK
Tahun 1851, Gubenur Jendral Albertus Jacobus
saat berkunjung ke wilayah Buton. Ia sempat salah
mengerti, dan menganggap masyarakat membayar
barang dengan menggunakan kain lap. Kemudian ia
memperkenalkan uang koin Cent Hindia Belanda.

Tumpukan Uang Kampua dibawah merupakan koleksi yang


tersimpan di Museun Nasional Budaya Dunia, Belanda. Uang ini dibawa
pulang dari Walter Kauder ke belanda, setelah menyelesaikan
ekspedisinya ke Pulau Sulawesi. Uang kampua ini berjumlah 139 lembar
berukuran 11-22 Cm. ekspedisi ini dilakkan pada Bulan Januari-Juni
tahun 1920, di Pulau Buton, Sulawesi. Walter disana mempelajari
berbagai jenis kebudayaan dan kehidupan Masyarakat Kesultanan
Buton, dan membawa berbagai jenis benda serta foto foto Kesultanan
Buton yang total berjumlah 3000 Item.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
B. KOIN GOBOG JIMAT MAGIC
(ABAD 12 – 18 MASEHI)
Koin Gobog Jimat Magic merupakan koin yang dicetak oleh masyarakat untuk alat
ritual keagamaan. Koin ini banyak sekali ragam jenisnya, dan banyak pula manfaat
yang dipercayai oleh masyarakat. Gubenur Hindia Belanda, yaitu G. J. Stamford
Raffles pernah melakukan penelitian dan mengulas uang gobog ini dalam bukunya
berjudul “History Of Java” pada 1817.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG ZAMAN HINDU BHUDA

KOIN GOBOG MAGIC MAJAPAHIT


(ABAD 12-13 MASEHI)

Gobog wayang adalah koin candi/kure yang sesuai tradisi


hindu bhuda, yang keberadaannya sudah ada sebelum islam Di Jawa.
Pada perkembangannya selain sebagai alat rituan, juga sebagai jimat/
amolet. Koin gobog Majapahit ini mirip dengan yang digunakan oelh
china dan jepang, ornament gobog wayang umumnya berhubungan
dengan kebudayaan masyarakat. Gobog wayang ada yang
menggunakan bahan perunggu, adapula yang menggunakan bahan
kuningan.

Fakta Menarik
Gubenur Hindia Belanda, yaitu
G.J. Stamford Raffles adalah seorang
kolektor uang (Numismatis) dan berhasil
mengoleksi sejumlah 200 keping uang
Gobog Majapahit yang tersimpan di
Museum Britania Raya.

Stamford Raffles berhasil mengumpulkan 111 keping (106 keping


miliknya dan sisanya milik William Marsden. Saat Stamford Raffles
berada di Pulau Jawa, selain menjadi Seorang Gubenur Hindia Belanda,
ia juga menyibukkan dirinya dalam penelitian di Pulau Jawa.
Ekspedisi yang dilakukan cukup variatif, antara lain, kebudayaan
masyarakat, fauna, flora, dan lain sebagainya. Gobog wayang pertama
kali ditulisnya dalam buku The History Of Java. Lalu mulai bermunculan
berbagai karangan seseorang yang juga mengulas Koin Gobog Wayang.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG ZAMAN HINDU BHUDA

FAKTA MENARIK
History of Java merupakan buku
asli Raffles (1817) yang terdiri dari dua volume
yang merupakan hasil ekspedisinya selama
berada di Pulau Jawa. Karya ini diterbutkan dua
tahun dan membuat nama Rafles mendunia
sebagai seorang cendikiawan, dan melampoi
profesinya sebagai Bikorat Kerajaan Inggris.

Uang Gobog Majapahit diulas oleh Thomas Raffles dalam bukunya


yang berjudul “The History of Java” yang mengulas perekonomian
Kerajaan Majapahit. Uang Gobog Majapahit berbentuk bulat yang
dibagian tengahnya berlubang. Uang ini tidak digunakan sebagai alat
transaksi, melainkan sebagai media penyebaran agama, sesaji, dan
bekal kubur.
Karena bukan buatan otoritas yang sah serta minimnya budaya
dokumentasi tertulis, maka benda ini tidak memiliki catatan yang jelas,
“Siapa yang mencetak, kapan dan dimana..?”. Untuk itu, Stamfort
Raffles berkonsultasi kepada Seorang Adipati Demak yang bernama
Surp Hadi Menggolo. Sang Adipati mengatakan bahwa penanggalan
koin ditunjukan dengan cara Chandra Sengkala, Bahasa jawa; Condro
Sengkolo, yaitu pencatatan tahun berdasarkan perputaran bulan,
dengan perlambangan gambar, yang mewakili sebuah angka pada koin
gobog wayang.
Salah satu contoh terdapat pada koin Gobog Wayang Majapahit
bergambar dua ekor ular saling melilit, diatasnya terdapat manusia
sebagai pawang ular, gambar ini disebut Ular Hoba Wiyasa Jalma,
Bahasa Jawa; Uler Obah Wiyaso Jalmo, bisa diterjemahkan “Ular
Bergerak Berkerja Manusia”, memiliki arti tahun pencetakan dalam
tahun jawa ; 1568, dan dalam tahun masehi bertahun 1489.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG ZAMAN HINDU BHUDA

GOBOG MAJAPAHIT 1489 MASEHI

Pada gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa Ular mewakili


angka 8, Bergerak diwaili angka 6, Berkerja mewakili angka 5, dan
Manusia mewakili angka 1. Jika dibaca dari kiri ke kanan, yaitu 1568
tahun jawa, dan bila dikonfersikan menjadi tahun 1489 Masehi.
Walaupun, cara penafsiran Chandra Sangkala ini meragukan
dan sulit dipahami, karena bisa menimbulkan berbagai tafsiran
berbeda. Namun, cara ini terpaksa Raffles gunakan karena hanya
sedikit sumber yang didapatkan untuk menafsirkan gambar pada
gobog wayang.
Setelah melihat tafsir yang dilakukan oleh Stamford Raffles,
terbayang betapa sulitnya memperkirakan tahun pembuatan secara
akurat.
Menurut pengamatan seorang Numismatis bernama Joe
Cribb, dalam bukunya yang berjudul “Magic Coin Of Java, Bali and The
Malay Penisula” menerangkan koin inidibuat pada akhir abad 13, untuk
keperluan Spiritual dan pelindung dari kejahatan bagi pemiliknya.
Setelah tulisan Raffles dalam The History of Java itu,
bermunculan tulisan dan pendapat baru mengenai koin gobog wayang.
Misalnya tulisan Baron S. de Chaudoir dalam buku yang diterbitkan di
St. Petersburg (1842); lalu oleh W.R. van Hoevell, aktivis di Bataviaasch
Genootschaapvan Kunsten en Wetenschappen pada jurnal
tahunannya (1847); berikutnya Netscher & van der Chijs (1863); dan
H.C. Millies seorang profesor dari Universitas Utrecht (1871)
Terakhir yang mengulas Uang Gobog Majapahit adalah Joe
Cribb, seorang kurator dari The British Museum dalam bukunya yang
terbit pada 1999. Pendapat lain dikemukakan oleh Chaudoir. Dia
mengatakan bahwa koin gobog wayang adalah semacam 'temple
medals' yang mirip dengan koin-koin candi yang serupa dari Tiongkok
dan Jepang.
Jelajah Uang Nusantara
205 | 214
 MATA UANG ZAMAN HINDU BHUDA

Selanjutnya, dikemukakan oleh Netscher dan van der Chijs, ia


mengatakan bahwa koin gobog wayang dibuat sesuai dengan tradisi
Hindu Buddha pada zaman pra-Islam di Jawa. Mereka juga mendapat
penjelasan dari orang-orang tua Jawa, mengatakan bahwa gobog
adalah koin yang dulu pernah beredar sebagai alat pembayaran.
Satu gobog sama dengan 5 keteng (koin cash Tiongkok yang
dulu umum beredar di Jawa). Sementara 400 gobog sama dengan satu
Dirham perak dan 4000 gobog setara dengan satu Dirham emas.
Pendapat Netscher dan van der Chijs mengatakan uang Gobog
Wayang sebagai alat pembayaran, tertulis dalam bukunya yang
berjudul “De Muten Van Nederlandsch Indie” diterbitkan pada 1863.
Berbeda halnya dengan H.C. Millies, seorang professor dari Universitas
Utrecht, Belanda. Millies berpendapat dalam buku karangannya yang
berjudul “Nekrologie Van H.C. Millies - P.J. Veth”-1869, bahwa “Uang
Gobog Wayang tidak dipergunakan sebagai alat transaksi.
Melainkan, sebagai jimat yang mencontoh dari koin Candi dari
Tiongkok. Tapi, koin ini menceritakan dan menggambarkan legenda-
legenda kuno Jawa pada zaman dahulu sebelum masuknya islam
di Pulau Jawa”.

Fakta Menarik
Joe Cribb adalah seorang ahli
numismatis, yang mengkhususkan diri pada
mata uang Asia. Ia juga mengulas Koin
Gobog Wayang, Uang Gobog Wayang
diulasnya dalam sebuah buku karyanya yang
berjudul “Magic Coins Of Java, Bali and The
Malay Peninsula”, yang diproduksi pada
tahun 1999.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 UANG MASA HINDU BHUDA

BERIKUT ADALAH BEBERAPA MACAM MACAM GOBOG MAJAPAHIT


BERBAHAN TEMBAGA DIPRODUKSI PADA ABAD 13-14 MASEHI

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 UANG MASA HINDU BHUDA

BERIKUT ADALAH BEBERAPA MACAM MACAM GOBOG MAJAPAHIT


BERBAHAN TEMBAGA DIPRODUKSI PADA ABAD 13-14 MASEHI

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG ZAMAN HINDU BHUDA

KOIN GOBOG JIMAT MAGIC BALI


Koin gobog china atau masyarakat bali menyebutnya Cash
bolong erat kaitannya dengan masyarakat Bali sebagai pemeluk
kepercayaan Hindhu Bhuda. Walau Cash China sudah tidak digunakan
lagi dalam bertransaksi di Masyarakat. Namun, tetap digunakan sebagai
sarana Upakara dalam acara adat dan keagamaan.
Masyarakat Bali menyakini bahwa uang Cash China adalah
Pacadatu/ perpaduan dari lima jenis logam yang dilebur dengan upacara
tertentu dapat membangun energy spiritual. Koin yang digunakan oleh
masyarakat bali bukan dari negara China saja, namun ada juga dari
Jepang, Viet Nam, dan Korea.
Koin ini dibuat oleh dukun, disertai oleh pasupati. Pasupati
merupakan kata yang mengandung makna mistis, juga bisa dimaknai
suatu proses pengsakralisasian benda, sehingga koin yang disertai
pasupati diyakini memiliki jiwa mistis atau supranatural.
Oleh sebab itu, banyaknya koin Gobog bali yang dibubuhi oleh
ornament tambahan yang banyak disertai tokoh wayang, sebagai benda
yang memiliki kekuatan mistis yang dikenal di masyarakat Internasional
dengan nama “Bali Magic Coin”.
Berikut Beberapa Contoh Uang Jimat Magic Bali

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG ZAMAN HINDU BHUDA

BERIKUT ADALAH JENIS JENIS KOIN GOBOG JIMAT BALI :


1. KOIN GOBOG JIMAT BALI BERORNAMEN KRISNA, berasal dari koin Cash
China dan Jepang. Koin ini diproduksi tahun 1950-1960. Diyakini
pemegangnya akan memiliki sifat sifat mulia, seperti jujur, adil dan
membela kebenaran. Yang cocok dimiliki oleh seorang pemimpin.

2. KOIN GOBOG JIMAT BALI BERORNAMEN BIMA, berasal dari koin jepang.
Koin ini diproduksi tahun 1950-1960. Diyakini memiliki kekuatan gaib yang
akan menjunjung tinggi keadilan dan kebenaran. Diyakini pemegangnya
akan ahli dalam berperang. Sehingga cocok untuk seorang perwira, atau
seorang yang berhubungan dengan menjaga keamanan suatu daerah.

3. KOIN GOBOG JIMAT BALI BERORNAMEN HANOMAN, berasal dari koin


jepang Shi-Mon Kuan-Ei Tsu Ho. Koin ini diproduksi tahun 1768-1860. Koin
ini memiliki dua jenis, yaitu beralur seperti gelombang / Waves yang
berjumlah 11 dan Waves yang berjumlah 22. Koin ini dipercaya dapat
memberikan kekuatan supranatural, jika dilakuakan dengan tindakan jujur
dan kesetiaan.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG ZAMAN HINDU BHUDA

4. KOIN GOBOG JIMAT BALI BERORNAMEN VISHNU, berasal dari koin China.
Diproduksi pada masa Dinasty Qing pada tahun 1950-1960. Tokoh Visnu
dalam agama Hindu yaitu Dewa yang bertugas memelihara dan melindungi
segala ciptaan tuhan. Koin ini dipercayai untuk menjaga diri dan memberi
ketenangan pada jiwa pemegangnya.

5. KOIN GOBOG JIMAT BALI BERORNAMEN ARJUNA, berasal dari koin China
dan Jepang. Koin ini diproduksi pada tahun 1950-1960. Dan diyakini
pemegangnya dapat memikat gadis, dengan memanah jantung asmara
kepada seseorang yang disukai.

6. KOIN GOBOG JIMAT BALI BERORNAMEN BUNGA LOTUS TERATAI DAN


PADMA yang merupakan tempat singgasana Ida Sang Hyang Widi Wasa.
Koin ini diproduksi tahun 1950-1960.
Koin tersebut terdapat 8 buah kelopak bunga, dan terdapat titik
ditengah bunga teratai menggambarkan 9 dewa yang menempati 9 penjuru
mata angin atau dikenal Nawasanga di masyarakat bali. Dipercaya
pemegangnya akan mendapatkan kedamaian, penyangkal ilmu hitam, dan
pemusatan pemikiran.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG ZAMAN HINDU BHUDA

7. KOIN GOBOG JIMAT BALI BERORNAMEN TULISAN HIKAYAT PANJI


SEMIRAN pada masa kerajaan Jenggala/ Daha di Jawa Timur. Dalam cerita
Kerajaan Jenggala, Airlangga sebagai pendiri, menceritakan ketabahan
seorang putri raja yang tidak mendapatkan perhatian dari orang tuanya,
sehingga ia keluar istana dan menyamar menjadi laki-laki jelata bernama
Panji Semiran.Sepanjang perjalanannya, ia mendapatkan berbagai cobaan
dan rintangan sampai ia kembali kepada keluarganya. Hubungan antara
Kerajaan Jawa timur dan Bali yang menyebabkan adanya koin berornamen
Panji Semiran, karena Airlangga adalah orang bali dari anak Udayana dan
Mahendradatta. Oleh sebab itu Panji Semiran menjadi Hikayat orang bali.

8. KOIN GOBOG JIMAT BALI BERORNAMENT MERDAH, berasal dari koin


Cash China dan jepang. Koin ini diproduksi pada tahun 1950-1960. Merdah
adalah salah satu Punakawan, yang memiliki sifat toleransi tinggi.

9. KOIN GOBOG JIMAT BELI BERORNAMENT PENARI LEGONG, berasal dari


koin china. Koin ini diproduksi masa Dinasty Guang Xu Tong Bao, tahun
1950-1960. Tari Legong memuat keagamaan dan sejarah dalam
kebudayaan Bali. Gerakan dalam koin tersebut memiliki makna ucapan
rasa syukur masyarakat bali kepada nenek moyang yang telah
memberikan berkah pada keturunannya.

dan bijaksana.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG ZAMAN HINDU BHUDA

10. KOIN GOBOG JIMAT BALI BERORNAMEN GANESHA, berasal dari


koin jepang Shi-Mon Kuan- Ei Tsu Ho. Koin ini diproduksi pada tahun
1768-1860. Koin ini ada dua jenis, yaitu berornamen seperti
gelombang/ Waves dengan jumlah 22 dan jumlah 12. Masyarakat
bali sering menyebutnya sebagai uang Jaring. Dewa Ganesa sebagai
ornament dipercaya sebagai dewa berkepala gajah yang memiliki
gelar sebagai dewa pengetahuan, kecerdasan, dan dipuja sebagai
penyingkir segala rintangan atau penolak bala bencana.

11. KOIN JIMAT BALI BERORNAMENT LEAK, berasal dari koin China dan
Jepang. Leak adalah penyihir jahat yang mencari organ orang mati
saat malam hari untuk ramuan sihir.

12. KOIN JIMAT BALI BERORNAMENT SEEKOR KUDA, disebut oleh


masyarakat sebagai Pis Jaran (Uang Kuda), berasal dari koin Jepang dan
China. Koin ini diproduksi pada tahun 1950-1960. Masyarakat menyakini
pemegang koin ini akan memiliki kekuatan atau tenaga seperti halnya
kuda. Maka dari itu, koin ini biasa digunakan oleh para atlet, agar memiliki
stamina dan kecepatan seperti halnya seokor kuda.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG ZAMAN HINDU BHUDA

13. KOIN JIMAT BALI BERORNAMENT BARONG, berasal dari koin Jepang dan
China. Koin ini diproduksi pada tahun 1950-1960. Barong memiliki symbol
kebaikan , ketenangan dan pelindung spiritual bagi masyarakat bali.

14. KOIN JIMAT BALI PIS RUMPUT/ JIAN YAN YUAN BAO. Masyarakat biasa
menyakini bahwa koin yang berornament kuda ini harus berpasangan
dengan koin Pis Rumput/ Juan Yan Yuan Bao. Pis Rumput adalah koin Cash
China yang dibagian bawahnya terdapat ornament huruf china seperti
gambar rumput. Uang ini berbahan perunggu. Diproduksi pada masa
Kaisar Gaozong tahun 1127-1162, Dinasty Song Selatan. Jika kedua koin
tersebut tidak dipasangkan, diyakini pemilik Koin berornamen Kuda akan
mengalami kebotakan.

15. KOIN JIMAT BALI BERORNAMEN SEEKOR GAJAH, berasal dari koin china
dan jepang. Koin ini diproduksi pada tahun 1950-1960. Ornamen gajah
putih ini melambangkan gajah Airawata yang merupakan salah satu gajah
penjaga alam semesta dan pemimpin para gajah.
Koin ini juga diyakini orang yang memilikinya akan memiliki stamina
kekuatan seperti halnya seekor gajah dan harus dipasangkan bersama koin
Pis Rumput/ Juan Yan Yuan Bao

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG ZAMAN HINDU BHUDA

16. KOIN JIMAT BALI PASEPAN DUPA. Koin ini masa kaisar Yuan Feng Tong Bao
pada tahun 1086-1094. Koin ini diyakini oleh masyarakat dapat
mempercepat hubungan dengan tuhan, dan memberi aura kesucian kepada
orang yang memilikinya.

Dalam upacara adat dan agama di bali masih menggunakan koin


jimat Bali, sebagai salah satu benda wajib dalam pelaksanaan. Hal ini
bisa menjaga kualitas berbagai jenis koin gobog jimat bali yang
merupakan salah satu warisan kebudayaan masyarakat Bali disana.
Keunggulan masyarakat bali yaitu tetap teguh dalam
mempertahankan adat budaya. Walau, masyarakat Bali sering digempur
dengan masuknya turis asing dan membawa kebiasaan baratnnya. Mata
uang ini sudah masuk kedalam koleksi yang diburu oleh Kolektor
nasional dan mancanegara.

Jelajah Uang Nusantara


dan bijaksana. 205 | 214
C. UANG PERDAGANGAN INTERNASIONAL
(ABAD 6-18 MASEHI)
Indonesia sejak dahulu kala, sudah dikenal dengan kekayaan rempah rempahnya. Hal
ini menyebabkan banyaknya para pedagang luar negeri seperti China, arab dan india
yang melakukan kerjasama dengan beberapa kerajaan di Nusantara dalam
mengekspor berbagai bahan rempah-rempah yang diperlukan oleh mereka. Maka
dari itu, mereka mencetak mata uang yang diperunakan secara internasional sebagai
alat transaksi perdagangan.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 UANG PERDAGANGAN INTERNASIONAL

MATA UANG DINHEIRO TEMBAGA PORTUGIS


(ABAD 15 M)

Bangsa Portugis dalam ekspedisi Cornelis de Houtman yang


bertugas dalam mencari kepulauan rempah rempah akhirnya sampai di
kepulauan Nusantara. Kemudian, dalam ekspedisi selanjutnya Bangsa
Portugis mulai melakukan kerjasama perdagangan dengan kerajaan-
kerajaan di Nusantara.
Portugia dalam transaksi perdagangan menggunakan Koin
Tembaga Dinheiro. Mata uang ini terbuat dari bahan timah dengan
desain bagian depan “Bola persenjataan besar”.
Sedangkan dibagian belakang, terdapat tiga bondel dan tiga
anak buahn panah. Terdapat juga nuruf inisial coloni “B” disebelah kiri,
dan “A” disebelah kanan. Pinggiran koin ini berbentuk kasar/ pra-rata.
Uang Tembaga ini memiliki nominal 1 dan 10 Dinheiro.
Mata uang ini diproduksi saat kekuasaan Raja ke 15 yaitu Raja
John III (1521-1557) dan kekuasaan periode selanjutnya yaitu Raja ke-
16, Raja Sebastian. Kemudian, dicetak pula mata uang Real Portugis
dengan menggunakan bahan emas, dengan nilai tukar 1 Reals Emas
Portugis setara 840 Dinheiro

BEBERAPA KEPING MATA UANG DINHEIRO, MALACCA


PORTUGIS PADA ABAD 15

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 UANG PERDAGANGAN INTERNASIONAL

PADA MASA KEKUASAAN RAJA ALFONSO I, DIKELUARKANLAH


MATA UANG TEMBAGA DINHEIRO PADA 1179 MASEHI

Berikut Mata Uang Tembaga Dinheiro Portugis Malacca

1 Dinheiro - Tembaga (1521) 10 Dinheiro - Tembaga (1557)


Raja Portugas Ke- 15 John III Raja Portugal Ke-16 Sebastian I

500 Reais - Emas (1557)


Raja Portugal Ke-16 Sebastian
1 Reais Emas = 840 Tembaga Dinheiro

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 UANG PERDAGANGAN INTERNASIONAL

FAKTA MENARIK
Prasasti Perjanjian Sunda-Portugal atau Padrão
Sunda Kelapa adalah sebuah prasasti berbentuk tugu
batu (padrão) menandakan perjanjian Kerajaan Sunda–
Kerajaan Portugal, Portugis dari Melaka pimpinan
Enrique Leme dan Sang Hyang Surawisesa. Ditemukan
di Batavia pada tahun 1918.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 UANG PERDAGANGAN INTERNASIONAL

MATA UANG HISPAN COP SPANYOL


(ABAD 16-18 MASEHI)

Bangsa Spanyol menggunakan mata uang Real terbuat dari


bahan perak, dan mata uang Escudo terbuat dari Emas, yang digunakan
sebagai alat transaksi pembayaran. Mata uang Real Perak Spanyol
sudah digunakan Bangsa Spanyol sejak pertengahan Abad 14.
Mata uang ini pertama kali diciptakan oleh Raja Pedro I dari
Catillia. Mata uang perak pada tahun 1497 disebut “Peso de Ocho” yang
memiliki arti “Potongan Bernilai Delapan”, yang memiliki nilai 8 Real.
Mata uang ini digunakan secara luas dalam perdagangan di Amerika
dan Asia.
Pada masa pemerintahan Philip III, mulai dilakukan namanya
pengeksporan mata uang Hispan Cob reals dan Escudo dari Nusantara
ke Spanyol. Koin yang diprosuksi ini tidak memiliki bentuk yang teratur
pada umumnya.
Sebatang perak dan emas hanya dipotong kasar menjadi
beberapa bagian dengan berat yang sesuai. Kemudian, gumpalan perak
dan emas ini dilakukan penempaan bentuk lambang Spanyol dengan
dipukul menggunkan palu.
Mata uang ini disebut uang “Cob Spanyol” atau “Hispan Cob”.
Ukuran, bentuk dan desain uang ini tidak beraturan namun beratnya
sesuai dengan takaran. Selain negara Spanyol, negara seperti
Venezuela, Mexico, Chili, Filipina, Colombia dan Nederlandsch Indie
(Kesultanan Sumenep) dan negara-negara lainnya juga membuat uang
Uang Real Cob versi mereka sendiri, karena mata uang ini cukup
terkenal dan digunakan secara Internasional.

J e lREAL
MATA UANG a j a HISPAN
h U a n COB
g N SPANYOL
u s a n t a ABAD
ra 16
205 | 214
 MATA UANG ZAMAN HINDU BHUDA

Mata uang Real Cob Spanyol perak memiliki beberapa nominal,


antara lain; ½ , 1, 2, 4, dan 8 Real. Berikut contoh mata uang Hispan
Cop Real Perak ;

4 Real - Perak (1556-1598) 8 Real - Perak (1600)


Raja Philip II Raja Philip III

2 Real - Perak (1556-1598) 1 Real - Perak (1689)


Raja Philip II Raja Charles II

½ Real - Perak (1685)


Raja Charles II

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 UANG PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Sedangkan, mata uang yang bernominal yang lebih besar


bernama Escudo yang menggunakan bahan Emas terdapat nominal ½,
1, 2, 4, dan 8 Escudo.

8 Escudo - Emas (1621-1665) 2 Escudo - Emas (1598-1621)


Raja Philip IV Raja Philip III

1 Escudo Emas memiliki nilai tukar setara dengan 16 Real


Perak. Kemudian, pada pertengahan abad 16, mulai membuat bentuk
baru pada mata uang Real dan Escudo Spanyol. uang tersebut.

UKURAN KOIN PERAK REALS SPANYOL MENURUT CATATAN SEBUAH


DOKUMEN TAHUN 1657

Ukuran yang ditetapkan untuk mata uang Reals Spanyol


menggunakan Bahan perak. Catatan ini menjelaskan variasi ukuran dari
pecahan terkecil ¼ Real sampai dengan 8 Reals Spanyol. Semakin besar
nominal mata uang, maka semakin besar pula nilai nominal mata
uangnya.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG ZAMAN HINDU BHUDA

Berikut adalah desain mata uang Real Spanyol berbahan Perak masa
kekuasaan Raja Carolus III (1759-1788) dan Charles IV ( 1788-1808) ;

½ Real (1788) 1 Real (1789) 2 Real (1790)

4 Real (1790) 8 Real (1790)

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG ZAMAN HINDU BHUDA

Ada pula mata uang desain real spayol perak yang dikenal
dikalangan numismatis sebagai Real Spanyol desain dua pilar dengan
dua bola Dunia.
BERIKUT ADALAH DESAIN MATA UANG REAL SPANYOL
BERBAHAN PERAK MASA KEKUASAAN RAJA FERNANDO VI (1746 -
1759)

½ Real (1759) 1 Real (1758) 2 Real (1765)

4 Real (1755) 8 Real (1758)

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG ZAMAN HINDU BHUDA

BERIKUT ADALAH DESAIN MATA UANG ESCUDO BERBAHAN


EMAS MASA KEKUASAAN RAJA CHARLES III (1788-1808)

½ Escudo (1774) 1 Escodo (1791) 2 Escudo (1790)

4 Escudo (1791) 8 Escudo (1791)

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
n

E. MATA UANG ZAMAN KESULTANAN


NUSANTARA
(ABAD 1267-1945 MASEHI)
Setelah masuknya agama Islam di Nusantara pada abad 12. Mulai banyak Kerajaan
Islam bermunculan, disertai pergantian system pemerintahan Monarki menjadi
Sistem kesultanan.mereka juga mulai mencetak berbagai jenis satuan mata uang yang
bernuansa keislaman seperti Keuh (Koin Timah) dan Dierham (Koin Emas) sebagai alat
pembayaran yang sah.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG ZAMAN KESULTANAN NUSANTARA

MATA UANG KESULTANAN PASAI DARUSSALAM


(1267-1521 MASEHI)
Kesultanan Pasai, adalah kerajaan Islam yang terletak di pesisir
pantai utara Sumatra, di sekitar Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara.
Dirham dan Keuh adalah mata uang yang secara resmi digunakan dalam
perdagangan. Mata uang ini berupa kepingan emas dan timah yang
bertuliskan lafal tertentu dalam bahasa Arab (jawoe)

UANG EMAS DIRHAM UANG KEUH TIMAH

Mata uang Kesultanan Pasai Darussalam adalah Kesultanan kedua di


Nusantara yang bercorak islam pada 1267M. Sedangkan, Kesultanan
Perlak/ Kesultanan Peureulak di Aceh Timur adalah kesultanan pertama
di Nusantara (840 - 1292M).
Pasai Darussalam menggunakan mata uang Dirham dan Mass
dengan bahan Emas dan mata uang Keuh atau Kasha yang berbahan timah.
timah. Macam-macam variasi bentuk dan inskirpsi yang terdapat pada
koin Kesultanan Pasai Darussalam yang ditemukan oleh para Arkeolog.
Raja pertama Malaka yang bernama “Parameswara”, menjalin
hubungan dengan Samudra Pasai pada 1414, dan mulai memeluk islam.
Raja ini menikahi seorang putri Kesultanan Pasai Darussalam.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG ZAMAN KESULTANAN NUSANTARA

FAKTA MENARIK
Pasai Darussalam mengeluarkan mata uang
yang berupa dirham khusus untuk bertransaksi dengan
kerajaan Malaka pada tahun 1400. Hal ini merupakan
kesempatan Kesultanan Pasai Darussalam untuk
memperkenalkan dirham kepada Kerajaan Malaka.

Pengeluaran uang itu masa Sulan Muhammad (1297-1326)


mengikuti aturan sebagai berikut dengan menuliskan pada mata uang
inskripsi Al-Sultan Al’-Adil, yang memiliki makna menjujung tinggi
keadilan. Sultan Muhammad mengutip kata-kata yang terdapat dalam
Kitab Suci Al-Quran surah ke-16; ayat 90, yang berbunyi “Allah
menitahkan keadilan, membuat kebijakan, kebebasan seluruh umat
manusia serta keturunannya, serta allah melarang segala perbuatan yang
memalukan dan ketidakadilan…”.
Mata uang ini pada bagian muka tertulis Muhammad Malik Al-
Zahir, pada bagian belakang bertulis inskripsi Al- Sultan Al- Adil, ukuran
uang diameter 10mm, berat 0,60 gram, dengan mutu uang koin sebesar
18-20 karat Emas.

MATA UANG TIN PITIS TIMAH KESULTANAN PASAI DARUSSALAM


SULTAN MU’IZZUDDIN PADA TAHUN 1466

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG ZAMAN KESULTANAN NUSANTARA

MATA UANG KESULTANAN GOWA TALLO


(1300-1669 MASEHI)

Kesultanan Gowa-Tallo telah memiliki alat tukar yang sah di dalam


wilayah kekuasaannya yang diberi nama Jingara’ dan Kupa. Jingara’
adalah mata Uang Kerajaan Gowa-Tallo yang terbuat dari emas Murni
dengan ukuran diamater 19.49mm; tebal 1.50 mm dan berat 2.47 gram.

UANG EMAS DIRHAM MA/UANG KOIN JINGGARA 2,47 GRAM, KERAJAAN


GOWA TALLO

Mata Uang kerajaan Gowa-Tallo lainnya yang bernama Kupa


hanya terbuat dari campuran Timah dan Tembaga. Hal ini adalah salah
satu bukti tingginya peradaban Kerajaan Gowa-Tallo. Pada sisi Uang
Jingara’ tertera tulisan berhuruf Arab, terbaca KHALIFA ALLAH SULTAN
AMIR dan pada sisi yang lain tertera tulisan yang belafaskan SULTAN
HASANUDDIN.
UANG KOIN KUPA TIMAH KUSELTANAN GOWA TALLO

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG ZAMAN KESULTANAN NUSANTARA

MATA UANG KESULTANAN ACEH DARUSSALAM


(1559-1903 MASEHI)

Kesultanan Aceh Darussalam adalah kerajaan yang terletak di


Aceh yang didirikan pada 1496 dan dibubarkan pada 1903. Kesultanan
Aceh Darussalam bercorak kerajaan islam. Penggunaan mata uang Aceh
Darussalam digunakan pada abad 17 sampai dengan 18 yaitu Dirham
yang terbuat dari Emas 22 Karat dan Keuh atau khasa yang terbuat dari
timah. Mata uang Kueh yang dicetak pada 1844 itu pada masa
pemerintahan SULTHAN ALAUDDIN SULAIMAN ISKANDAR SYAH (1838-
1857).

UANG PITIS TIMAH DAN DIRHAM EMAS KESULTANAN ACEH


DARUSSALAM

Sedangkan, mata uang Dirham dicetak pada masa SULTHANA


ZAQIATUDDIN INAYAT SYAH (1678-1688). Sultan Aceh menetapkan
ringgit Spanyol atau Rial Spanyol sebagai patokan nilai tukar.
Nilai 1 ringgit setara dengan 4 deureuham emas. Mata uang
Kueh Kesultanan Aceh juga disebut sebagai mata uang Tin Pitis Aceh
Darussalam. Tin adalah kata yang berarti Timah, sedangkan Pitis adalah
satuan mata uang selain dirham, yang digunakan dalam system
pemerintahan kesultanan.
Desain uang Kesultanan Aceh memiliki beragam variasi.
Pemerintah mencetak mata uang timah dan emas pada setiap
pemerintahan sultan yang memimpin Kesultanan Aceh.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG ZAMAN KESULTANAN NUSANTARA

Keuh adalah mata uang yang dibuat dari timah. Orang Portugis
menyebutnya dengan Caxa, sedangkan Belanda menyebutnya Kasha.
Nilainya: 1600 Keuh sama dengan 1 Kupang (mata uang yang dibuat dari
perak). 4 Kupang sama dengan 1 Deureuham (Dirham; mata uang emas).

CETAKAN KEUH BANDAR ACEH DARUSSALAM KOLEKSI MUSEUM


NASIONAL INDONESIA NO. INV. 13658

Sepasang cetakan koin kasha, pada permukaannya memiliki 6


sisi koin yang berbeda (6 Bagian Cetakan). Pada tiga sisi keping cetakan
bertuliskan huruf Arab bertuliskan “wau” dan tahun Islam 1267 Hijriyah
dalam posisi terbalik dan lingkaran-lingkaran kecil membulat.
Pada cetakan bertuliskan huruf arab “Bandar Aceh Darassalam”
dengan posisi terbalik dan bulatan-bulatan kecil. Pada alat cetak
terdapat lubang saluran, yang digunakan saat memasukan logam cair.
Juga cetakan ini terdapat lubang kecil untuk diikat agar cetakan tidak
tergerak saat diletakkan menghadap ke bawah. Cetakan ini terbuat dari
bahan batu kapur putih.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
KOIN TIMAH ACEH, KEUH MASRUF DARUL DUNIA DAN KEUH
MASRUH DARUSSALAM, DIPRODUKSI PADA TAHUN 1524-1939

KOIN TIMAH MASRUF DARUL, ACEH 1723-1874 M

DITEMUKAN JUGA KOIN MASRUF DARUSSALAM


KEPEMIMPINAN SULTHANA ERA SULTAN ISKANDAR MUDA
(1607-1636)
Jelajah Uang Nusantara
205 | 214
 MATA UANG ZAMAN KESULTANAN NUSANTARA

MATA UANG KEUH (TIMAH) KESULTANAN ACEH


PEMERINTAHAN SULTHANA JAUHARUL ALAM SYAH, TELUK
SAMAWI 1229 HIJRIAH

Pada masa pemerintahan Sultan Syamsul Alam (1723), mereka


mulai mencetak mata uang menggunakan bahan seng “Zink”yang
dikenal dengan nama “Keuh Cot Bada”. Penamaan “Keuh Cot Bada”
dikarenakan uang tersebut hanya digunakan diwilayah Cot Bada. Uang
ini memiliki nilai konversi 140 Keuh setara dengan 1 Reals Spanyol.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG ZAMAN KESULTANAN NUSANTARA

MATA UANG KESULTANAN MALUKA


(1812-1816 MASEHI)
Pada tahun 1812 berdirilah kesultanan Maluka dipulau
Kalimantan bagian Selatan, tepatnya di daerah Banjarmasin. Beberapa
desain mata uang yang digunakan di Kesultanan Maluka. Alexander
Here.
Taklama memerintah, sebagai Raja Maluka I, Alexander Here,
segera memperluas daerah kekuasaan dengan membentuk Colony
sendiri yang bernama Maluka. Makuka mencangkup daerah Maluka,
Liang Anggang, Kurau, dan pulai Lanai. Dia mencetak mata uang sebagai
mata uangnya sendiri, sebagai mata uang yang sah diwilayah Maluka.
Mata uang yang dicetak memiliki nominal 1 Doit.
Sebelum menjadi seorang Raja Maluka, Alexander Hare
memulai karirnya dengan menjadi juru tulis perusahaan dagang (EIC),
disana ia berkenalan dengan Thomas Stanford Raffles.

FAKTA MENARIK
Alexander Here adalah Seorang Raja
Maluka pertama, yang berkebangsaan Inggris.
Dahulu ia adalah seorang pelaut Skotlandia.
Karena kedekatannya dengan Gubenur Thomas
Stanford Raffles, ia diangkat menjadi seorang
Raja Maluka, Kalimantan Selatan pada 1812.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG ZAMAN KESULTANAN NUSANTARA

Perkenalan itulah yang mengantarkan Hare tiba Kalimantan


Selatan. Ketika Raffles menjabat Letnan Gubernur Jenderal di Indonesia,
Hare diangkat jadi Resident Commissioner Inggris di sana periode 1812-
1816.
Banyak jenis uang yang dicetak setelah diangkatnya Alexander
Here menjadi Raja di daerah Maluka. Namun, hanya dicetak dengan
jumlah yang terbatas, dikarenakan masa pemerintahannya hanya
berjalan singkat.
Pemerintahan Alexande Here di maluka sangatlah singkat, hanya
bertahan selama selama 2 tahun, periode 1812-1814. Namun Alexander
Here tetap tinggal di daerah Maluka sampai dengan tahun 1818, sampai
dirinya diusir oleh pemerintahan Nederland Indie. Dikarenakan
Imperalisme Inggris menyerahkan pemerintahan wilayah Hindia Belanda
kepada Belanda pada tahun 1816.

MATA UANG 1 DOIT KERAJAAN MALUKA

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG ZAMAN KESULTANAN NUSANTARA

MATA UANG 1 DOIT KERAJAAN MALUKA

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG ZAMAN KESULTANAN NUSANTARA

MATA UANG KESULTANAN BANJARMASIN


(1520-1860 MASEHI)

MATA UANG KESULTANAN BANJARMASIN 1783

Uang Kesultanan Banjarmasin adalah Imitasi dari koin VOC, yang


dicetak saat bertahtanya Sultan Tamjid Illah III, koin ini diproduksi pada
tahun 1785. Dalam surat perjanjian antara Kesultanan Banjarmasin
dengan VOC terungkap bahwa Uang Kesultanan Banjarmasin yang
terdiri dari uang emas, perak dan tembaga segaja dibuat menyerupai
uang koin VOC dan berlaku didaerah Betavia, dan Jawa seta berlalu
dimana VOC berkuasa.

BERIKUT ADALAH BEBERAPA JENIS KOIN VOC BANJARMASIN

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG ZAMAN KESULTANAN NUSANTARA

MATA UANG KESULTANAN JOHOR, RIAU


(1526-1760 MASEHI)

Kesultanan Johor di Riau memproduksi uang yang disebut


dengan “Pitis Johor”, yaitu mata uang yang menggunakan bahan Timah.
Kalau dari katagori, termasuk Pitis Buntu, yaitu uang Pitis yang tidak
memiliki lubang dibagian tengahnya. Mata uang Tin Pitis ini diproduksi
pada tahun 1526-1760.

Ada juga, mata uang Kesultanan Johor yang disebut dengan


“Keton Johor”. Mata uang ini juga diproduksi menggunakan bahan
Timah dengan campuran timbal, dicetak pada tahun 1761-1830. Mata
uang ini tidak memiliki bentuk lingkaran sempurna, tetapi memiliki
bentuk Heksagonal, karena masih menggunakan cetakan manual
sehingga tidak menghasilkan mata uang dengan bentuk lingkaran.

MATA UANG TIMAH KETOH JOHOR PERIODE 1761-1830

MATA UANG EMAS DIRHAM ERA SULTHAN ALLAUDIN RIAYAT SHAH


(1528-1564)

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG ZAMNA KESULTANAN NUSANTARA

MATA UANG KESULTANAN BANTEN


(1526-1813 MASEHI)

Akibat runtuhnya Kerajaan Majapahit pada tahun 1528,


menyebabkan Sunan Gunung Jati / Syarif Hidayatullah bersama
pangeran Walangsungsang melakukan syiar islam ke ujung Jawa sebelah
barat, bernama daerah Wahanten, sekarang bernama Banten.
Walangsungsang adalah anak pertama Raja Prabu Siliwangi yang
menjadi raja Islam pertama di Tanah Sunda tepatnya di Cerebon.
Selanjutnya, Sunan Gunung Jati mendirikan Kesultanan Banten pada
tahun 1552, dan mengangkat anaknya Sultan Hasanuddin sebagai Sultan
Pertama Banten, sekaligus sebagai raja islam pertama di Pulau Jawa yang
berkuasa dari tahun 1552- 1570.
Pada masa kesultanan Sultan Maulana Muhammad/ Pangeran
Ratoe yang berkuasa 1585 sampai 1896, mulai dicetaknya mata uang
koin dengan lubang Heksagon dengan mencatumkan namanya Pageran
Ratoe. Pada awalnya koin ini menggunakan tulisan jawa, dikarenakan
banten didirikan oleh keturunan Kesultanan Cirebon.

FAKTA MENARIK
Kedatangan Cornelis De Houtman ke
kepulauan Banten pada 27 Juni 1598, dalam
EKSPEDISI DE HOUTMAN, bertujuan mencari
Kepulauan Rempah-rempah, yang berujung pada
praktik Kolonialisme-Imperalisme di Nusantara.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG ZAMAN KESULTANAN NUSANTARA

Mata uang ini ada dua jenis yaitu mata uang dengan ada titiknya
dan mata uang tanpa titik, yang terbuat dari tembaga. Mata uang ini
bernama Kasha.

KOIN KASHA DENGAN TITIK KOIN KASHA TANPA TITIK

Koin ini diatas memiliki berat 8,6 gram dengan diameter 31mm.
Adajuga koin yang berbantuk lubang kotak, yang menginskripsi Pangeran
Ratu menggunakan bahan tembaga, diyakini koin ini merupakan koin
dari Kesultanan Jambi, yang dulunya merupakan daerah kesultanan
Palembang sebelum memisahkan diri.
Pada masa Sultan Abdul Ma’ali Ahmad Rahmatullah, yang
berkuasa 1647-1651 dicetaklah koin dengan bahan timah, memiliki berat
55 gram dengan ukuran 25mm. Dan bahan perunggu memiliki berat 31
gram dengan ukuran 27mm, dengan menggunakan inskripsi huruf arab
yang berbunyi Sultan Abdul Ma’ali.

KOIN KASHA KESULTANAN BANTEN


MASA SULTAN ABDUL MA’ALI AHMAD RAHMATULLAH (1647-1651)

KIRI BERBAHAN TIMAH KANAN BERBAHAN PERUNGGU

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG ZAMAN KESULTANAN NUSANTARA

Pada masa kejayaan kesultanan Banten yang dipimpin oleh


Sultan Ageng Tirtayasa 1651-1683, dicetaklah mata yang dengan bahan
timah dengan menggunakan Bahasa Arab karena banten membutuhkan
banyak mata uang pecahan kecil sebagai uang perdagangan. Uang
tersebut memiliki inskripsi tulisan arab yang berbunyi “Pitis Banten”,
adajuga dengan koin berinskripsi “Pangeran Ratoe Ing Banten” dengan
lubang Heksagonal.

MATA UANG PICIS MASA SULTAN AGENG TIRTAYASA (1651-1683)


DENGAN MENGGUNAKAN BAHASA ARAB, BERBAHAN TIMAH
BERINSKRIPSI “PANGERAN RATU ING BANTEN”

MATA UANG KASHA MASA SULTAN AGENG TIRTAYASA (1651-1683)


DENGAN MENGGUNAKAN BAHASA ARAB, BERBAHAN TIMAH
BERINSKRIPSI “PANGERAN RATU ING BANTEN”

Pada masa Sutan Banten ke-9, bernama Sultan Abdul Mahasin


Zainul Abidin (1690-1733), yang bersumber kepada buku Sejarah Banten.
Dierah beliau mulai diaturnya peraturan perdagangan lada antara
Banten dan Lampung, dan adanya peraturan perdagangan lainnya yang
diterapkan.

UANG PICIS MASA SULTAN ABDUL MAHASIN ZAINUL ABIDIN (1690 - 1733)
Jelajah Uang Nusantara
205 | 214
 MATA UANG ZAMAN KESULTANAN NUSANTARA

MATA UANG KESULTANAN JAMBI


(1550 – 1906 MASEHI)

Wilayah Jambi dulunya merupakan wilayah Kerajaan Malayu,


dan kemudian menjadi bagian dari pendudukan wilayah Sriwijaya yang
berpusat di Palembang. Kesultanan Jambi menggunakan mata uang
koin pitis berbahan timah dengan variasi pitis teboh (berlubang) dan
buntu (tidak berlubang). Yang dicetak pada masa pemerintahan
Sulthana Ahmad Zainuddin / Sultan Anom Sri Ingalaga 1770 – 1790.
Mata uang ini adalah salah satu mata uang kejayaan
Kesultanan Jambi saat memegang kekuasaan di pelabuhan. Namun
kejayaan Jambi tidak berumur panjang, karena tahun 1680-an Jambi
kehilangan kedudukan sebagai pelabuhan lada utama, setelah perang
dengan Johor dan konflik internal.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG ZAMAN KESULTANAN NUSANTARA

MATA UANG KESULTANAN TIDUNG


(1557-1916)
Kesultanan Tidung dikenal juga sebagai Kesultanan Tarakan yang
berada di Wilayah Kalimantan Utara, didirikan pada 1557 oleh seorang
Raja bernama Amiril Rasyd Datoe Raja Laoed. Kesultanan ini mengalami
beberapa perpindahan yang awalnya dipesisisir Timur ke pesisir barat,
dan masih mengalami beberapa perpindahan lagi.
Setelah Kesultanan Tidung memeluk islam mulai membuat uang
Pitis Buntu. Yaitu uang yang yang terbuat dari bahan timah . Uang ini
diproduksi pada masa kepemimpinan Pangeran Dipati (1731-1765). Pada
bagian depan terdapat inskripsi “Pangeran Dipati Yang Maha Mulia”.
Sedangkan, dibagian belakang tertulis inskripsi “Barangsiapa Yang Rajin
Dipermudah” .
Kemudian pada tahun 1916, ada penyerangan yang dilakukan
oleh Kesultanan Bulungan, dikarenakan Kesultanan Tidung anti terhadap
Belanda. Ini adalah politik adudomba yang dilakukan oleh Kolonial
Belanda, yang mengakibatkan Raja Datoe Adil diasingkan ke Manado, dan
rakyatnya melarikan diri ke wilayah Nunukan, Tawau, Kinabatang, Labuk,
Kutai dan Pulau Sebatik. Akhirnya, Kesultanan Tidung mengalami
keruntuhan pada tahun 1916.

KOIN TIN PITIS TIMAH MASA PANGERAN ADIPATI II

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG ZAMNA KESULTANAN NUSANTARA

MATA UANG PITIS KESULTANAN DELI


(1632 -1850 MASEHI)

Kesultana Deli adalah kesultanan melayu yang didirikan oelh


Tuanku Panglima Gocah. Kesultanan ini terletak di Kecamatan Deli Tua,
Labuhan Deli, Medan. Kesultanan Deli mencetak berbagai mata uang,
salah satunya yang terbuat dari timah dan dari emas.
Mata uang Tin Pitis dibagian depan tertulis inskripsi “Belanja
Negeri Deli”. Sedangkan, dibagian belakang terdapat inskripsi
“Darulaman” memiliki arti “Negeri Yang Aman”. Mata uang ini
diproduksi pada tahun 1265 H/ 1849 M, pada masa kekuasaan Sulthana
Amalludin Mangendar Alam (1806-1850).

MATA UANG TIN PITIS KESULTANAN DELI (1265 H/1849 M)

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 UANG ZAMAN KESULTANAN NUSANTARA

MATA UANG KESULTANAN MAKASSAR


(1650-1667 MASEHI)

Kerajaan Makassar berdiri pada abad ke-16 Masehi yang awalnya


terdiri atas dua kerajaan yaitu kerajaan Gowa dan Tallo, Kemudian
keduanya bersatu dibawah pimpinan raja Gowa yaitu DAENG
MANRABBA. Setelah menganut agama Islam, Ia bergelar Sultan
Alauddin. Sedangkan Raja Tallo sendiri yaitu KARAENG MATTOAYA
bergelar Sultan Abdullah.

UANG KUPANG EMAS 0,6 GRAM UANG KEUH TIMAH BUNTU

Koin kupang Emas yang dicetak era SULTHANA ALAUDDIN


AWWALUL ISLAM, tahun 1605-1639, adalah raja Kesultanan Makasar
Pertama kali yang memeluk agama islam. Sedangkan, mata uang Keuh
era SULTHANA MUHAMMAD AL-SAID / MALIK AL-SAID, dicetak pada
tahun 1639-1653

ISTANA BALLA LOMPOA

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG ZAMNA KESULTANAN NUSNATARA

MATA UANG KESULTANAN PALEMBANG DARUSSALAM


(ABAD 1859-17 MASEHI)
Kesultanan Palembang adalah kesultanan yang didirikan
pada tahun 1859 oleh Ki Gede Ing Suro, yang merupakan bangsawan
pelarian dari Kesultanan Demak akibat kemerut politik yang terjadi
setelah meninggalnya Sultan Terengganu.
Kesultanan palembang menggunakan mata uang koin pitis.
Pitis merupakan kepingan koin yang terbuat dari campuran bahan
timah dan timbal yang memiliki penampakan fisik sangat tipis dan
mudah patah.
Uang piis memiliki dua jenis uang, yaitu pitis teboh dan pitis.
Uang pitis teboh adalah kepingan koin timah dengan ciri-ciri berbentuk
lingkaran tipis dengan memiliki lubang pada bagian tengahnya.
Lubangnya pun memiliki banyak variasi, antara lain kotak, segitiga,
hexagonal dan lain sebagainya.
Sedangkan untuk uang pitis buntu memiliki bentuk lingkaran
tanpa lubang pada bagian tengahnya, ukurannya pun bervariasi ada
yang berukuran besar dan berukuran kecil.
Uang pitis Palembang memiliki nilai tukar konversi, 16
keping pitis setara dengan 1 Doit VOC tembaga. Pitis Teboh sejumlah
kurang lebih 640 pitis yang setara dengan 40 Doit, dikemas dengan
ikatan tali rotan. Sedangkan, kepingan pitis buntu dikemas
menggunakan daun rotan dengan jumlah 320 keping atau setara
dengan 20 Doit.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG ZAMAN KESULTANAN NUSANTARA

MATA UANG KESULTANAN BATU BAHARA


(ABAD 1676-17 MASEHI)

Kerajaan Batubara adalah Kerajaan yang terletak di daerah


Batubahara, Kabupaten Asahan, Sumatra Utara. Sangat sedikit
referensi yang mengulas tentang Kesultanan Batu Bahara karena
minimnya bukti peninggalan dan mungkin diakibatkan dengan adanya
campur tangan colonial belanda dalam menghilangkan jejak
Kesultanan Batu Bahara.

MATA UANG KEUH KESULTANAN BATU BAHARA 1858-M / 1158H,


TULISAN ARAB MELAYU BAGIAN DEPAN; SULTHANA ZAINAL ABIDIN
MUAZAM SYAH, TULISAN ARAB MELAYU BAGIAN BELAKANG; MASRUF
BATUBAHARA (DITEMPA DI BATUBAHARA)

Kesultanan Batubahara dipimpin oleh seorang pangeran


keturunan dari Kerajaan Pagaruyung Sumatera Barat, dan tambahan
cerita pendukung lainnya. Koin ini ditemukan dan diteliti oleh Tim Peneliti
Museum Uang Sumatera, Medan, Sumatera Barat. Mata uang yang
ditemukan oleh tim peneliti, berbahan dasar Timah. Mata uang ini
disebut dengan Koin Pitis Timah.
Sejarah Kesultanan Batu Bahara jauh lebih tua dibandingkan
dengan Kesultanan Siak Sri Inderapura. Karena pendiri Kesultanan Batu
Bahara yang bernama Datuk Belambang, sudah mendirikan Kesultanan
Batu Bahara, jauh sebelum berdirinya Kesultanan Siak Inderapura yang
didirikan pada tahun 1723, oleh seorang sultan bernama Sultan Abdul
Jalil Rahmadsyah (Raja Kecil).

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG ZAMAN KESULTANAN NUSANTARA

MATA UANG KESULTANAN SIAK SRI INDRAPURA


(1723-1945 MASEHI)

KOIN PITIS KESULTANAN SIAK

Pada mulanya, wilayah Siak sendiri merupakan wilayah yang


berada dibawah Kesultanan Malaka. Siak sendiri merupakan daerah
pusat penyebaran dakwah islam. Setelah jatuhnya Kesultanan Malaka
ketangan VOC, kesultanan Johor mengklaim bahwa Kesultanan Siak
termasuk sebagai wilayah kekuasaannya.
Hal ini terus terjadi sampai pada akhirnya, pemimpin Kesultanan
Siak yang bernama Raja Kecik memutuskan untuk melepaskan diri dari
pengaruh Kesultanan Johor dan menjadi kesultanan yang berdiri sendiri.
Raja Kecik adalah seorang pengelana pewaris Kesultanan Johor.
Kemudian, dia memilik menyingkir ke daerah Siak. Nama asli Raja Kecik
adalah Sulthana Abdul Jalil Syah. Kemudian Sulthana Abdul Jalil Syah
mendirikan sebuah kesultana didaerah Siak dengan nama Kesultanan
Siak Sri Indrapura (1723-1945).
Mata uang yang dicetak adalah uang Tin Pitis katagori Pitis
Teboh, yaitu mata uang yang terbuat dari bahan timah dicampur dengan
timbal dengan dibagian tengah memiliki lubang persegi empat/kotak.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG ZAMAN KESULTANAN NUSANTARA

MATA UANG REALS BATU SUMENEP


(1730 - 1819)

Mata uang Kerajaan Soemenep digunakan sejak tahun 1730 sampai


dengan 1819, masa pemerintahan SULTAN PAKOE NINGRAT.. Uang ini
sebenarnya adalah mata uang Real Spanyol, diberi “Chopmarked” yaitu
berupa tanda bahwauang itu dipergunakan untuk wilayah Kesultanan
Sumenep, Madura. Uang ini disebut uang batu karena terbuat dari
potongan timah yang dipotong kasar dan tak berbentuk uang pada
umumnya.
Kesultanan Sumenep di Pulau Madura tidak mencetak mata-uangnya
sendiri. Mata uangnya diambil dari koin-koin asing (diluar Sumenep),
dengan di beri 'Countermarked' (cetak tindih). Koin-koin yang digunakan
adalah koin-koin Austria, Belanda, Java Rupee, Mexico (Real Bundar) dan
(Real Batu/Cob).

MATA UANG REALS BATU SUMENEP 1730 - 1819

Koin-koin dengan cetak tindih ini dibuat pada saat bertahtanya


Sultan Paku Nata Ningrat (1811-1854) di Kesultanan Sumenep. Selain
Uang Real Perak Spanyol, ada beberapa uang yang juga diberikan
Countermarked, antara lain uang Dukaton, Hispan Real, dan Rupee Java
Perak.
Kesultanan Sumenep sebenarnya tidak memiliki mata uang asli.
Mereka hanya menggunakan berbagai jenis mata uang yang berlalu lalu
diberikan Chountermark atau tanda bahwa uang tersebut dipergunakan
di wilayah Kesultanan Sumenep.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG ZAMAN KESULATANAN NUSANTARA

Berikut adalah beberapa jenis bentuk Chountermark/ Chopmark


Kesultanan Sumenep :

Chountermark “Bintang Chountermark “Bintang Chountermark “Bintang


Madura” Madura” Madura”

Chountermark “Bintang Chountermark Aksara Chountermark Aksara


Madura” Arab “Soumanep” Arab “230”

Chountermark “Bunga” Chountermark “Lima Chountermark “Bintang”


Kelopak Bunga”

Chountermark “Bunga” Chountermark Aksara


Arab “Soumaneb”

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG ZAMAN KESULTANAN NUSANTARA

Berikut adalah beberapa jenis uang yang menggunakan


Chountermark Kesultanan Sumenep :

1 Dukaton Perak 1784 8 Real Hispan Cob Spanyol

4 Real Hispan Mexico 1793 4 Real Hispan Spanyol 1793

8 real Haspan Cop Mexico ½ Real Hispan Cob Mexico

4 Real Hispan Cob Sumenep ½ Real Hispan Cob Mexico


1731
Jelajah Uang Nusantara
205 | 214
 MATA UANG ZAMAN KESULTANAN NUSANTARA

MATA UANG KESULTANAN MEMPAWAH


(1787-1807 MASEHI)

Kerajaan Panembahan Mempawah adalah sebuah kerajaan Islam


yang saat ini menjadi wilayah Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat,
Indonesia. Nama Mempawah diambil dari istilah "Mempauh", yaitu
nama pohon yang tumbuh di hulu sungai yang kemudian juga dikenal
dengan nama Sungai Mempawa.
Mata uang yang digunakan oleh Kesultanan Mempawah adalah Koin
Tin Pitis Teboh. Yaitu uang yang terbuat dari bahan timah, memiliki
bentuk lingkaran dengan lubang basar dibagian tengahnya. Lubang ini
berfungsi untuk mengikatan tali ke uang, dan mempermudah
menghitung uang.

UANG TIMAH PITIS TEBOH KESULTANAN MEMPAWAH 1787


MATA UANG ERA SULTHANA SYARIF KASIM BERGELAR
PENEMBAHAN MEMPAWAH PADA TAHUN 1787 - 1807

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG ZAMAN KESULATANAN NUSANTARA

MATA UANG KESULTANAN PONTIANAK


(1808- 1819 MASEHI)

Kesultanan Kadryiah Pontianak adalah sebuah kesultanan Melayu


didirikan pada tahun 1771 oleh Sultan Syarif Abdurrahman Ibni Alhabib
Husein bin Ahmad Alkadrie.
Kesultanan Pontianak mencetak uang Keping sebagai alat transaksi.
Uang ini menggunakan bahan uang ini termasuk kondisi super langka
dikarenakan ditemukan sampai saat ini hanya berjumlah 4 keping saja.
Terdata dua keping di Museum Nasional , satu keeping di Museum Uang
Sumatra dan yang terakhir satu keeping koleksi pribadi Eddie P.
Hutauruk. Koleksi mulik Bapak Eddie P. Hutauruk adalah varian baru
yang ditemukan, karena tidak terdapat inskripsi “Al Adil” pada bagian
belakang.

MATA UANG 1 KEPING ERA TAHUN 1808-1819

Mata uang era SULTHANA SYARIF USMAN AL KADRIE 1808-


1819, bertuliskan arab melayu, Bagian Depan ; Belanja Pontianak,
Bagian Belakang ; Mempawa. Yang hanya terdata beberapa keeping saja
yang ditemukan, termasuk katagori sangat langka.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG ZAMAN KESULTANAN NUSANTARA

MATA UANG KESULTANAN TERENGGANU


(1835-1840 MASEHI)
Kesultanan Terengganu didirikan pada tahun 1725 oleh Sultan
Zainal Abidin I yang bertahtah pada periode 1725-1733. Kesultanan
Terengganu mencetak berbagai jenis mata uang salah satunya mata uang
yang disebut Uang Tin Pitis. Uang Tin Pitis merupakan kepingan uang
berbahan timah bercampur timbal yang biasa digunakan sebagai alat
transaksi di Masyarakat.

Selain uang kepingan Pitis, Kesultana Terengganu juga


mempunyai uang yang disebut dengan “Pohon Pitih Duit”. Kebanyakan
Pitis Terengganu adalah kepingan-kepingan uang timah, Namun, Pohon
Pitih Duit merupakan gabungan 13 keping uang timah yang dicetak
membentuk sebuah ranting pohon dengan 13 daun. Uang ini mulai
dipergunakan pada masa pemerintahan Sultan Ahmad Syah I (1808-
1830).

Uang Pitih Duit pada bagian depan terdapat inskripsi Jawa-Arabi


berbunyi “Kali Malik Al Adil”, yang artinya “Pemerintahan Raja Yang Adil”.
Sedangkan, pada bagian belakang kosong atau blank. Sangatlah sukar
uang pitis Terengganu ditemukan dalam bentuk serating pohon dengan
13 daun dengan keadaan baik dan utuh. Setiap kepingan uang pohon ini
akan dipatahkan jika ingin digunakan untuk bertrasaksi. Sehingga Uang
Pohon Pitih Terengganu ini menjadi sangat langka keberadaannya.

Salah satu tempat yang menyimpan Unag Pohon Pitih ini adalah
Galery Sha Banknote. Kondisi koleksi sangatlah baik dan tulisan inskripsi
pada koin sangatlah detail. Uang ini dalam keadaan amat cantik, sepohon
lengkap dengan berdaun 13 keping pitis. Koleksi ini adalah koleksi yang
istimewa bagi Galery Sha Banknote.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
E. MATA UANG IMPERALISME BELANDA
(1586-1808 MASEHI)

Pada masa Kolonialisme Belanda, mereka mulai memperkenalkan berbagai


jseis satuan mata uang yang digunakan. karena wilayah Hindia Belanda
yang cukup luas, pemalsuan, kekurangan suplai koin dan berbagai macam
faktor lainnya menyebabkan banyaknya pergantian satuan mata uang yang
dilakukan pihak colonial.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME BELANDA

MATA UANG DUCAT EMAS BELANDA


(1586-1816)
Koin ducat adalah koin yang menggunakan bahan dasar emas
murni. Uang ini dicetak oleh 7 provinsi di Belanda sebagai alat transaksi
perdagangan dengan berbagai bangsa, salah satunya diwilayah
Nusantara. Uang satuan Dukat adalah mata uang koin dengan pecahan
terbesar yang pernah diproduksi.
Uang ducat berasal dari Bahasa latin “Ducalis” atau secara
harfiah berhubungan dengan kata “Duke” yang bermakna Gelar
Bangsa Eropa. Dapat diartikan bahwa uang ducat adalah mata uang
yang dipergunakan oleh kaum bangsawan eropa dan koin resmi
kerajaan eropa.
Koin Ducat Emas belanda pertama kali diproduksi tahun 1583
yang dicetak di Pabrik Percetakan Koin, dikota Utrech, Provinsi
Holland. Lalu, beberapa negara bagian/ provinsi lainnya turut
mencetak mata uang ini, wilayah tersebut antara lain; Provinsi
Friesland, West Friesland, Gelderland, Zeeland, Stan Utrech (Holland),
dan Overijsel.
Pada sisi depan koin terdapat seorang Ksatria Berdiri
menggenggam sebilah pedang, dan tangan lainnya menggenggam 7
anak panah, dengan terdapat inskripsi “Concordia Res Par Cres”
singkatan dari kalimat “Concordia Res Parvae Crescunt” yang memiliki
arti “Dengan Mufakat Perkara Perkara Kecil Menjadi Besar”. Tujuh
anak panah yang digenggam oleh ksatria tersebut melambangkan
perserikatan tujuh provinsi di Belanda.
Pada sisi belakang terdapat bingkai berornamen berbentuk
segi empat didalamnya terdapat inskripsi “Mo Ord Provin Foeder Belg
Adleg Imp” singkatan dari kalimat “Moneta Ordinum Provinciarum
Foederatarum Belgicarum Adlegem Imperii” yang memiliki arti “Uang
Emas Federasi Provinsi-Provinsi Belgia Sesuai Hukum Negara”.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME BELANDA

Berikut adalah macam macam uang Dukat Emas saat pemerintahan


Belanda yang digunakan secara Internasional.
1. Koin Uang Dukat Percetakan Provinsi Gilderland, beinskripsi
“GEL / GE” produksi tahun 1586.

2. Koin Uang Dukat Percetakan Provinsi Holland, berinskripsi


“HOLL” produksi tahun 1729.

3. Koin Uang Dukat Percetakan Provinsi West Friesland,


berinskripsi “WEST.FRI / W.FR” produksi tahun 1759.

4. Koin Uang Dukat Percetakan Provinsi Zeeland, berinskirpsi


“ZEL / ZEEL” produksi tahun 1649.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME BELANDA

5. Koin Uang Dukat Percetakan Provinsi Utrecht, berinskripsi


“TRA / TRAI” produksi tahun 1769.

6. Koin Uang Dukat Percetakan Provinsi Friesland, berinskripsi


“FRIS / FRI” produksi tahun 1588.

7. Koin Uang Dukat Percetakan Provinsi Overijssel, berinskripsi


“Trans / Tran” produksi tahun 1738.

Koin emas Ducat yang dicetak pada periode 1586- 1816


memiliki berat 3,515 gram. Mata uang ini adalah salah satu mata uang
dengan nilai tinggi pada masanya karena menggunakan bahan emas.
Untuk saat ini, 2021 harga perkeping mata uang ada ducat
belanda mencapai 3,5 sampai dengan 4,5 juta Rupiah perkepingnya,
tergantung kelangkaan dan konsisi uang koin ducat tersebut. Pada
masa pemerintahan Republik Batavorum kekuasaan Raja Louis
Napoleon (Imperalis Prancis), koin ducat tetap diproduksi dengan
desain yang sama sampai dengan tahun 1816.
Jelajah Uang Nusantara
205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME BELANDA

Alat Pengukur Berat Koin Emas/ Monetary Weight Box

Alat diatas adalah Alat Pengukur Berat Koin Emas dipergunakan


untuk mengukur berat kepingan uang Dukat yang terbuat dari emas,
dan untuk mengetahui keaslian koin tersebut. Alat ini diproduksi pada
tahun 1650 oleh Hindia belanda.
Didalam Box tersebut terdapat 40 Jenis Kompartemen dengan
bobot yang berbeda-beda. Dipergunakan di negara-negara belahan
Eropa Utara dan Selatan pada abad 16 sampai dengan 17.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME BELANDA

MATA UANG SCHELLINGEN PERAK BELANDA


(1594-1602 MASEHI)
Pada pertengahan tahun 1550, para pedagang Belanda dari
Perusahaan Amsterdam dan Perusahaan Zeeland membeli rempah
rempah yang dijual di Lisbon, dan menjualnya kembali dengan
keuntungan yang lebih besar di Eropa Barat. Setelah penaklukan
Portugas/Portugis oleh Philip II (Spanyol) pada 1580, banyak terjadi
penyitaan-penyitaan kapal dagang Belanda. Sehingga, menyebabkan
banyaknya kerugian yang dialami oleh kedua perusahaan belanda itu.
Lalu, diputuskan untuk mencari sendiri lokasi rempah-rempah
tersebut ke Hindia Timur. Banyak yang melakukan perjalanan ke wilayah
Hindia Timur melalui jalur laut. Namun, banyak yang mengalami
kegagalan dalam perjalanan tersebut.
Pelayaran yang paling terkenal yang pernah tercatat adalah
pelayaran yang dilakukan oleh Cornelis de Houtman dan Pieter Keyser.
Mereka berhasil dengan susah payah mencapai Pulau Jawa melalui jalur
Tanjung Harapan dan kembali ke belanda pada tahun 1597.
Dalam perjalanan tersebut mereka kehilangan hampir
separuh awak kru kapalnya. Kemudian, kedua Perusahaan Besar
Belanda bernama Verenigde Amsterdamse Compagnie (1594-1602) dan
Verenigde Zeeuwse Compagnie (1597-1602) mulai berdiri.
Dalam perdagangan rempah rempah, kedua perusahaan
tersebut membuat satuan mata uangnya sendiri untuk dipergunakan
sebagai alat transaksi. Perusahaan dagang belanda yang pertama kali
mencetak uang adalah Perusahaan Verenigde Amsterdamse
Compagnie. Perusahaan ini berpusat di Kota Holland, Amsterdam.
Mereka mencetak beberapa pecahan koin nominal antara lain; ¼, ½, 1,
2, 4 dan 8 Schellingen, menggunakan bahan perak.

Pecahan 1/4 Schellingen Pecahan 1/2 Schellingen

J e l a j a
h Uang Nusantara 6.
205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME BELANDA

Pecahan 1 Schellingen Pecahan 2 Schellingen

 7.

Pecahan 4 Schellingen Pecahan 8 Schellingen

9.
Pada bagian depan8.terdapat sebuah mahkota diatas lambang
Kerajaan Belanda, dengan tertulis inskripsi Bahasa latin “Insignia
Hollandie”, memiliki arti “Lencana Holland”. Disamping kanan-kiri
lambang Kerajaan Belanda, dan terdapat nominal uang. Sedangkan,
tahun cetak 1602 tertulis diatas mahkota kerajaan. Pada bagian
belakang koin terdapat Lambang Amsterdam yang dipegang oleh dua
singa, dengan terdapat inskripsi Bahasa latin “Et. Civitatis
Amstelredamensis” , memiliki arti “Kota Amsterdam”.
Kemudian, pada tahun 1602 perusahaan belanda lainnya yang
bernama Verenigde Zeeuwse Compagnie (1597-1602) juga mulai
mencetak uang koinnya sendiri. Berbeda halnya dengan perusahaan
Verenigde Amsterdamse Compagnie yang mencetak berbagai jenis
nominal, perusahaan ini hanya mencetak satu pecahan yaitu 8
Schelligen menggunakan bahan dasar perak.
Pada bagian depan koin terdapat Lambang gabungan Kesatria
dan Kota Zeeland, dengan terdapat inskripsi Bahasa latin “Mone Arg
Ordi Zeelanddiae”, singkatan dari “Moneta Argentea Ordinium
Zeelanddiae” memiliki arti “Uang Perak Pemerintahan Zeeland”, dan
tahun cetak 1602 terdapat diatas mahkota.
Jelajah Uang Nusantara
205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME BELANDA

Pecahan 8 Schellingen

Sedangkan, pada bagian belakang koin 10. terdapat lambang


Provinsi Zeeland, nominal 8 Schellingen dan terdapat Motto Provinsi
Zeeland berupa inskripsi Bahasa latin “Lvctor Et Emergo” memiliki arti
“Berjuang dan muncullah”.
Karena Kedua perusahaan belanda besar itu saling berebut rempah-
rempah dan saling melanggar aturan yang telah disepakati,
mengakibatkan banyaknya mengalami kerugian.
Sehingga, Johan Van Oldenbarnevelt mengusulkan dilakukan
peleburan menjadi satu terhadap kedua perusahaan tersebut dan
mendirikan satu Kongsi Dagang pada tanggal 20 Maret 1602, dengan
nama “Vereegnigde Oostindische Compagnie/ VOC”, atau
“Perusahaan Hindia Timur Belanda”. Kongsi dagang ini secara resmi
didirikan oleh 7 provinsi di Belanda.
Tujuh provinsi atau republic di belanda antara lain; Holland,
West Friesland, Zeeland, Stad Utrecht, Gelderland, Overijsel, dan
Utrecht. Tujuan Johan Van Oldenbarnevelt mendirikan VOC untuk
menghindari persaingan rempah rempah antar pedagang Belanda dan
dapat mengalahkan persaingan dengan pedagang portugis dan
spanyol.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME BELANDA

MATA UANG STUIVER VOC BATAVIA


(1644-1645)
Kongsi dagang VOC diberikan Hak Oktroi oleh Pemerintahan Belanda,
dalam melakukan perdagangan dan menghancurkan/mengalahkan
perdagangan yang dilakukan oleh Portugis, Spanyol dan Inggris di Wilayah
Hindia Belanda.
Kemudian pada tahun 1644, Kolonial Belanda mengalami kekurangan
stok atau suplai mata uang pecahan kecil. Sehingga, mencetak uang darurat
Stuiver VOC Batavia. Berdasarkan keputusan tanggal 19 Agustus 1644,
serikat dagang yang dipimpin oleh Antonio Van Diemen ,otoritas
memberikan hak kepada seorang warga Tionghoa di Batavia, untuk
memproduksi uang koin. Uang ini tidak hanya dipergunakan di wilayah
Jawa saja. Namun, uang ini juga dipergunakan di Semenanjung Malaka dan
Ceylon (Srilanka)
Koin tersebut dicetak dengan monogram VOC, yang bahan dasar
peraknya diimpor dari Jepang. Uang tersebut dicetak pada bulan Agustus
1644 sampai dengan 1645.
Tetapi pada tanggal 21 September 1644, koin tersebut ditarik kembali.
Mata uang ini sempat mengalami kekurangan stok suplai, dikarenakan
banyaknya para pedagang pribumi yang menjualnya ke pedagang china
untuk mendapatkan keuntungan.

FAKTA MENARIK
Conjok adalah seorang warga
Tionghoa yang ditunjuk dan diberikan hak
oleh Gubenur Antonio Van Diemen, untuk
membuat mata uang tertentu yang
dipergunakan pada masa awal berdirinya
VOC pada tahun 1644-1645 di Batavia, yang
bermata uang Stuiver.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME BELANDA

Anthony Van Diemen Adalah Gubernur Kolonial Hindia Belanda Ke- 9


(1636-1645) Yang Mencetuskan Penggunaan Uang Stuiver Batavia Voc,
Menunjuk Dan Memberikan Hak Kepada Conjok

Setelah percetakan dihentikan selama lima bulan, pada bulan


Maret 1845 percetakan koin dilanjutkan kembali. Koin ini dibantu oleh
seorang ahli emas asal Negeri Belanda bernama Jan Ferman. Uang ini
dicetak dengan nominal 12, 24 dan 48 Stuiver dengan menggunakan
bahan perak.
Koin ini diproduksi demi memenuhi kekurangan suplai mata
uang pecahan kecil yang terus meningkat. Namun, koin ini tetap banyak
dilakukan pemalsuan. Sehingga, harus ditarik kembali dan diberhentikan
peredarannya. Bukti koin ini sangat langka karena pernah terlelang uang
koin dengan pecahan 48 Stuiver tahun 1645 mencapat harga lelang US$
32.000,00.

LOGO BAGIAN DEPAN MATA UANG STUIVER VOC

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME BELANDA

Lambang tersebut adalah Lambang Ibukota Batavia (1619-1949),


tergambar senjata sebuah pedang yang bersandingkan dengan perisai
dan singa, dengan slogan “Ender Despereert Niet” yang memiliki makna
“Jangan berhenti berharap, jangan putis asa, jangan menyerah”. Desain
koin dibuat oleh Mintmaster Theodorus Justinus Rheen. Kemudian,
tahun 1745 digantikan oleh Paulus Dorsman sebagai Mintmaster di
Batavia.
Pada bagian muka terdapat tulisan inskripsi “Batavia Anno 1644”
yang memiliki arti “”, nominal mata uang Stiver dan monogram VOC.
Sedangkan, dibagian belakang terdapat lambang Ibukota Hindiia Belanda
yaitu Batavia, bergambar replica pedang yang dahulu berfungsi sebagai
pemenggal kepala. Hal ini bisa diamati di Staadhuis atau Gedung
Balaikota Batavia yang sekarang berubah menjadi Museum Sejarah
Jakarta/ Museum Fatahillah.

BERIKUT ADALAH PERBANDINGAN UKURAN UANG STUIVER VOC

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME BELANDA

Uang Koin Satuan Stuiver Batavua VOC

PECAHAN ¼ STUIVER PECAHAN ½ STUIVER

PECAHAN 12 STUIVER PECAHAN 24 STUIVER

PECAHAN 48 STUIVER

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME BELANDA

MATA UANG DUKATON PERAK BELANDA


(1659 - 1798)

Kedatangan colonial Belanda pada 20 Maret 1602, dengan


melihat dominasi yang begitu besar dari penggunaan Real Spanyol di
Nusantara. VOC mengambil kesempatan dengan meminta izin
kepada Heeren XVII untuk bisa mencetak uang Real versi sendiri/
Dukaton Belanda. Setelah itu Voc diizinkan mencetak uang Dukaton
Belanda, dan dimulailah perdagangan di Nusantara oleh colonial
Belanda.

MATA UANG KOIN PERAK 1 DUCATON BELANDA

Mereka mencetak uang yang mirip dengan uang Real Spanyol


dengan bahan yang sama yaitu Perak Murni yang bernama Dukaton. Uang
ini dicetak hanya bermaksud untuk menyaingi Real Spanyol yang sempat
mendominasi perekonomian. Mata uang ini hanya memiliki nominal 1
Dukaton Perak.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME BELANDA

Pada 1659, negara bagian Belanda mulai memproduksi ducaton


'silver rider'. Koin yang menampilkan seorang ksatria berkuda.

UANG KOIN PERAK DUKATON VOC BELANDA

Pada periode 1726-1751, dukaton dicetak dengan monogram


Perusahaan Hindia Timur Belanda “VOC”. Kemudian, percetakan tetap
berlanjut walaupun Kongsi dagang VOC telah runtuh.

Koin ini menampilkan lengan mahkota Belanda Serikat di bagian


belakang, dengan perisai di bawah ksatria yang menunjukkan provinsi
pencetakan. Para dukaton pengendara dicetak hingga tahun 1798.

Mata uang dukaton belanda memiliki nilai tukar 80 Stuiver, mata


uang ini cukup diminati berbagai kalangan terutama kalangan pemegang
saham di Hindia Belanda. Bahkan , pada periode 1728-1751, jumlah total
cetakan uang dukaton jauh lebih banyak dari pada jumlah cetakan uang
\
Doit tembaga VOC.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME BELANDA

MATA UANG DOIT TEMBAGA PERUSAHAAN VOC


(1726 - 1799)

Pada awal tahun 1600, terjadi persaingan besar antara


Perusahaan Belanda dalam perdagangan rempah-rempah di Hindia
Belanda. Sehingga, harga rempah-rempah melonjak naik, mengakibatkan
banyaknya pedagang belanda yang mengalami kerugian.
Pada tahun 1602, Jendral Negara mewakili tujuh negara/ 7
Provinsi yang pemberontak kolonialisme Spanyol memutuskan untuk
membuat suatu kedaulatan negara berbentuk Republik Tujuh. Kemudian,
kepemimpinan diambil alih oleh seorang bernama Johan Van
Oldenbarnevelt, yang merupakan orang kepercayaan William Of Orange,
ia diangkat menjadi pensiunan Besar/ Lands Advocate di Negara Belanda.
Johan Van Oldenbarnevelt membawa kemajuan dengan
membuat Negara Belanda menjadi kaya raya. Ia membubarkan dua
Perusahaan Belanda yang bersaing dan meleburnya menjadi satu Kongsi
Dagang, dengan nama “Vereegnigde Oostindische Compagnie/ VOC”, atau
“Perusahaan Hindia Timur Belanda” pada tanggal 20 Maret 1602. Kongsi
dagang ini secara resmi didirikan oleh 7 provinsi di Belanda. Tujuh provinsi
atau republic di belanda antara lain; Holland, West Friesland, Zeeland,
Stad Utrecht, Gelderland, Overijsel, dan Utrecht.
Tujuan Johan Van Oldenbarnevelt mendirikan VOC untuk
menghindari persaingan rempah rempah antar pedagang Belanda dan
dapat mengalahkan persaingan dengan pedagang portugis dan spanyol.
Lalu, agar serikat dagang ini dapat berkembang dengan baik,
Pemerintahan Belanda/ Parlemen Belanda memberikan hak istimewa
yaitu bertindak sebagai suatu negara dengan pemberian Hak Oktroi
kepada VOC.
Hak Oktori diberikan oleh Parlemen Belanda kepada VOC sejak
Maret 1602, untuk menyediakan arahan dan memberikan navigasi bagi
pedagang di Hindia Belanda. Secara umum, Hak Oktroi memberikan
wewenang antara lain; melakukan monopoli rempah-rempah, merekrut
pegawai dengan janji setia, membentuk angkatan perang, membangun
benteng pertahanan, melakukan perjanjian dengan Kerajaan di Asia, dan
mencetak uang sendiri sebagai alat transaksi perdagangan. VOC bertindak
sebagai suatu negara didalam negara.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME BELANDA

Dengan diberikannya Hak untuk mencetak uang sendiri, VOC


mulai mencetak berbagai jenis satuan mata uang dari yang terbesar
yaitu ; Mohur/ Rupee Java Emas, Rupee Java Perak, Dukaton Perak, dan
Stuiver Perak.
Karena, semakin meluasnya wilayah kekuasaan,
mengakibatkan mereka kekurangan suplai uang pecahan kecil.
Akhirnya, pada tahun 1726, 5 porvinsi di belanda ditugaskan untuk
mencetak satuan mata uang ‘Doit’ yang akan dikirimkan ke wilayah
jajahan VOC termasuk Hindia Belanda.
Satuan mata uang doit diproduksi menggunakan bahan
tembaga. Doit adalah satuan uang terkecil yang pernah dikeluarkan
oleh Kongsi Dagang VOC. Uang Doit tembaga dicetak dengan 3 nominal
yaitu; ½, 1, dan 2 Doit. Nilai konversinya 8 Doit tembaga setara dengan
1 Stuiver perak. Nilai konversi ini mengacu pada buku yang berjudul
“Authetick Account Of All The Diferent Coins-1776”. Buku ini berisi
penerapan nilai konversi satuan uang di Pelabuhan besar diwilayah East
Indies/ Hindia Timur, salah satunya diwilayah Pelabuhan Batavia (Hindia
Belanda)
Satuan Doit Tembaga pertama kali diproduksi oleh Privinsi
Holland pada tahun 1726, dan selanjutnya diproduksi oleh 4 provinsi
lainnya. Koin ini dinyatakan tidak berlaku dinegara induknya (Negara
Belanda), dan hanya berlaku diwilayah jajahan VOC. Doit tembaga
diproduksi sangat banyak jumlahnya, dikarenakan mereka harus
menggaji 36.000 pegawai VOC dengan upah 840 Keping Doit setiap
bulannya.
BEBERAPA KEPING DOIT TEMBAGA VOC

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME BELANDA

Dengan diberikannya Hak untuk mencetak uang sendiri, VOC


mulai mencetak berbagai jenis satuan mata uang dari yang terbesar
yaitu ; Mohur/ Rupee Java Emas, Rupee Java Perak, Dukaton Perak, dan
Stuiver Perak.
Karena, semakin meluasnya wilayah kekuasaan,
mengakibatkan mereka kekurangan suplai uang pecahan kecil.
Akhirnya, pada tahun 1726, 5 porvinsi di belanda ditugaskan untuk
mencetak satuan mata uang ‘Doit’ yang akan dikirimkan ke wilayah
jajahan VOC termasuk Hindia Belanda.
Satuan mata uang doit diproduksi menggunakan bahan
tembaga. Doit adalah satuan uang terkecil yang pernah dikeluarkan
oleh Kongsi Dagang VOC. Uang Doit tembaga dicetak dengan 3 nominal
yaitu; ½, 1, dan 2 Doit. Nilai konversinya 8 Doit tembaga setara dengan
1 Stuiver perak. Nilai konversi ini mengacu pada buku yang berjudul
“Authetick Account Of All The Diferent Coins-1776”. Buku ini berisi
penerapan nilai konversi satuan uang di Pelabuhan besar diwilayah East
Indies/ Hindia Timur, salah satunya diwilayah Pelabuhan Batavia (Hindia
Belanda)
Satuan Doit Tembaga pertama kali diproduksi oleh Privinsi
Holland pada tahun 1726, dan selanjutnya diproduksi oleh 4 provinsi
lainnya. Koin ini dinyatakan tidak berlaku dinegara induknya (Negara
Belanda), dan hanya berlaku diwilayah jajahan VOC. Doit tembaga
diproduksi sangat banyak jumlahnya, dikarenakan mereka harus
menggaji 36.000 pegawai VOC dengan upah 840 Keping Doit setiap
bulannya.
Pada bagian depan koin terdapat mintmaster-mark diatas
monogram “VOC”, pada bagian bawa terdapat tahun cetakan.
Mintmaster-mark dalam koin ini memiliki banyak perlambangan
berdasarkan kepala percetakan dan tahun edaran. Pada bagian
belakang koin, terdapat sebuah mahkota diatas lambang perisai dari
lima provinsi yang mencetak uang tersebut

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME BELANDA

Berikut adalah beberapa Mintmaster-mark yang digunakan


dalam Koin Doit VOC, berdasarkan tahun edran dan wilayah provinsi :

1. Provinsi Holland
a. Mintmaster-mark “Bunga mawar diantara dua titi dot”
- Muntmaster : Isaac Westerveen (1726-1732)
- Muntmaster : Otto Buck (1732-1755)
- Muntmaster : Wounter Buck (1764-1784)
- Muntmaster : Jan Abrahan Bodisco (1788-1793)
- Muntmaster : Isaac Westerveen (1802-1804)

2. Provinsi West Friesland


a. Mintmaster-mark “Lobak diantara dua mawar”
Muntmaster : Jan Knol (1729-1737)

b. Mintmaster-mark “Ayam jantan diantara dua titik”


Muntmaster : Theunis Kist (1743-1756)

c. Mintmaster-mark : “Ayam jantan diantara dua mawar”


Muntmaster : “Theunis Kist” (1756)
Koin VOC dengan Muntmaster Theunis Kist bertahun
1756 adalah desain koin VOC terindah dengan terdapat
hiasan untaian bunga pada sisi kanan dan kiri monogram
“VOC”

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME BELANDA

d. Mintmaster-mark : “Kapal diantara dua titik”


Muntmaster : Pieter Buijkes (1764-1773)

e. Mintmaster-mark : “Bunga diantara dua titik”


Muntmaster : Pieter Buijkes (1776-1781)

f. Mintmaster-mark “Bunga diantara dua titik”


Muntmaster : Hessel Slijper (1784-1794)

g. Mintmaster-mark : “Bintang diantara dua titik”


Muntmaster : Hessel Slijper (1802)

3. Provinsi Gelderland
Pada bagian depan terdapat lambang Provinsi Gelderland
dengan terdapat motto berinskripsi “In Deo Est Spes Nostra”,
memiliki arti “Dalam Tuhan Adalah Harapan Kita”. Hanya pada
desain koin Povinsi Gelderland yang terdapat inskripsi tulisan.
a. Mintmaster-mark “Rubah diantara dua titik”
Muntmaster : Jocabus De Vos (1731-1732)

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME BELANDA

b. Mintmaster-mark “Bukit diantara dua titik”


Muntmaster : Johan Hensbergen (1732-1748)

c. Mintmaster-mark : “Batang pohon diantara dua mawar”


Muntmaster : Carel Christiaan Novisandi (1758-1778)

d. Mintmaster-mark : “Telinga jagung diantara dua mawar”


Muntmaster : Marten Hendrik Lohse (1783-1790)

e. Mintmaster-mark : “Telinga jagung diantara dua bintang


berujung enam”
Muntmaster : Marten Hendrik Lohse (1791-1806)

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME BELANDA

h. Mintmaster-mark : “Kapal diantara dua titik”


Muntmaster : Pieter Buijkes (1764-1773)

i. Mintmaster-mark : “Bunga diantara dua titik”


Muntmaster : Pieter Buijkes (1776-1781)

j. Mintmaster-mark “Bunga diantara dua titik”


Muntmaster : Hessel Slijper (1784-1794)

k. Mintmaster-mark : “Bintang diantara dua titik”


Muntmaster : Hessel Slijper (1802)

4. Provinsi Gelderland
f. Mintmaster-mark “Rubah diantara dua titik”
Muntmaster : Jocabus De Vos (1731-1732)

g. Mintmaster-mark “Bukit diantara dua titik”


Muntmaster : Johan Hensbergen (1732-1748)

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME BELANDA

MATA UANG PERAK GULDEN DEWI PALLAS


(1749-1794 MASEHI)

Pada masa colonial belanda, pemerintah juga mencetak satuan


mata uang yang bernama Gulden. Uang ini terbuat dari bahan perak,
dengan bergambarkan seorang Dewi Pallas. Pallas adalah sebuah julukan
Dewi Athena yang menggabarkan seorang dewi yang bijak.
Pada mata uang ini, Dewi Pallas digambarkan seorang dewi yang
sedang berdiri, dikenal dengan sebutan “Standing Pallas”. Nilai tukar uang
10 Stuiver Dewi Pallas ini bernilai ½ Gulden. Dimana 1 Gulden setara
dengan 20 Stuiver, dan 1 Gulden juga setara dengan 160 Duit (1749).
Uang ini memiliki nominal ½, 1, 2, dan 3 Gulden, dicetak oleh 7
Provinsi di Belanda. Perbedaan ini bisa dilihat dengan tercantumnya
inskripsi nama provinsi pada koin dan penggunaan lambang daerah
provinsi percetakan. Mata uang Gulden Dewi Pallas sudah tergolong mata
uang yang diburu oleh kalangan numismatis.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME BELANDA

BERIKUT ADALAH NOMINAL MATA UANG GULDEN


PERAK DEWI PALLAS

½ Gulden 1 Gulden 2 Gulden

3 Gulden

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME BELANDA

MATA UANG BONK STUIVER DARURAT


(1798 - 1818)
Menjelang keruntuhan VOC, Hindia Belanda mengalami krisis
kekurangan uang pecahan kecil berbahan tembaga. Pasokan uang koin yang
dikirim dari Belanda menjadi terhambat, karena blockade yang dilakukan
oleh VEIC Inggris di perairan Hinda Belanda. Dipihak lain, koin yang sudah
beredar, banyak dilebur oleh masyarakat lokal untuk djadikan perkakas
sehari hari seperti Dandang Nasi, karena akan memiliki nilai ekonomis yang
lebih tinggi.

Potret para pekerja Padai Besi di Jawa pada tahun 1800-an

Ilustrasinya seperti ini, satu keping duit tembaga memiliki berat


sekitar 3,3 Gram. Satu kilogram atau setara dengan 1000 gram jika dilebur
akan memperoleh 300 keping Duit. Bila seribu gram tersebut dilebur
dijadikan “Dandang Nasi”, bisa dijual seharga 500 Duit. Maka, seorang
pandai besi akan memiliki keuntungan sebesar 200 Duit, dengan melebur
uang logam 300 Keping duit tersebut.
Untuk mengatasi krisis ekonomi yang dialami Perusahaan VOC,
seorang Komisioner bernama Johannes Siberg mengusulkan agar
pemerintah mengimpor bahan tembaga dari lokasi yang terdekat yaitu
negara terdekat yaitu Jepang. Batangan tembaga ini disebut sebagai
“Japanese Copper Rods”, memiliki panjang 22 Cm, dengan berat 463, 5
Gram. Uang ini memiliki dua jenis, yaitu batangan tembaga “Tebal dan
batangan tembaga “Tipis””. Jepang melakukan ekspor batangan tembaga
ini ke Hindia Belanda sejak 1796.
Setelah didatangkan dari Jepang, batangan tembaga diukur dengan
ukuran tertentu sesuai takaran dan dipotong dengan kasar. Proses
pemotongan kasar Jbertujuan untuk menghemat waktu agar proses
elajah Uang Nusantara
pembuatan bisa dilakukan lebih205cepat.
| 214 Pemotongan dilakukan dengan
poses Teknik Takikan dan Patahan. Pecahan yang diporduksi antara lain ½,
 MATA UANG IMPERALISME BELANDA

Setelah didatangkan dari Jepang, batangan tembaga diukur dengan


ukuran tertentu sesuai takaran dan dipotong dengan kasar. Proses
pemotongan kasar bertujuan untuk menghemat waktu agar proses
pembuatan bisa dilakukan lebih cepat. Pemotongan dilakukan dengan
poses Teknik Takikan dan Patahan. Pecahan yang diporduksi antara lain ½,
1, 2, 4 ¾ , 6, dan 8 Stuiver.
Pecahan ½, 1, 2, dan 8 Stuiver dipergunakan diwilayah Hindia
Belanda. Sedangkan, untuk pecahan 4 ¾ dan 6 stuiver dipergunakan
diwilayah Ceylon atau Srilanka, yang dahulu merupakan jajahan wilayah
VOC. Uang ini diproduksi di Batavia dan tidak memiliki gramasi yang akurat.
Teknik pembuatan uang ini bisa terbilang asal asalan. Karena, kebanyakan
uang yang ditemukan memiliki berat selisih yang jauh dari standar
Berikut adalah ilustrasi pembuatan uang bonk stuiver tembaga :
Batangan tembaga “Japan Rod Bar” yang utuh dilakukan Takikan
“Teknik Takik” atau “Clipped”. Setelah itu, batangan itu ditekuk hingga
patah. Hal ini bisa dibuktikan dengan adanya bekas potongan, satu sisi
memiliki permukaan halus karena “Teknik Takik” atau “Clipped” dan satu
sisi lainnya terdapat permukaan kasar bekas patahan. Walaupun proses ini
tidak mendapatkan hasil yang bagus. Namun, dapat memenuhi kekurangan
suplai uang pecahan kecil yang dibutuhkan.
Ilustrasi pemotongan Batangan Tembaga Jepang “Japanese Copper Rods
Bar” menggunakan “Teknik Takik” dalam pembuatan uang Bonk Stuiver

Sebelah kanan adalah hasil Teknik Takikan (Cenderun lebih halus dan
rata), sedangkan sebelah kiri adalah hasil proses patahan (Cenderung lebih
kasar dan tidak rata)

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME BELANDA

Berikut adalah teknik pemotongan sesuai nominal mata uang.


PECAHAN 8 STUIVER :
Uang pecahan 8 Stuiver dicetak sejak bulan Februari 1803, berat
mencapai 154,4 gram dengan jumlah 395.200 buah. Namun,
pencetakan hanya berlangsung selama satu tahun dan diberhentikan
pada tahun 1804. Nominal pecahan 8 Stuiver, dibuat menggunakan
batangan tembaga yang tebal dengan dibagian kanan tertulis
nominal mata uang, dan bagian kiri tertulis tahun cetakan
Uang Bonk Tembaga Pecahan 8 Stuiver Tahun 1803

Pada samping kiri dan kanan, dihantam dies bagian atas dan
bawah, sehingga terlihat titik bulir melingkar, tahun cetakan dan
nominal 8 Stuiver. Akibat tempaan dies bertekanan bertekanan
tinggi dikedua sisi, membuat permukaan lebih condong/tipis dan
lebar/gepeng dari permukaan pada bagian tengah.

PECAHAN 4 ¾ STUIVER :
Nominal pecahan 4 ¾ Stuiver dibuat menggunakan batangan
tembaga yang tipis dengan bagian kanan tertulis nominal mata uang,
sedangkan bagian kiri terdapat Mintmark “C” diatas monogram
“VOC”. Mintmark “C” adalah singkatan dari Pulau “Ceylon”. Uang
pecahan 4 ¾ Stuiver digunakan untuk wilayah Ceylon atau Srilanka,
yang dahulu merupakan jajahan wilayah VOC.
Akibat tempaan dies bertekanan bertekanan tinggi dikedua sisi,
membuat permukaan kanan dan kiri lebih condong/tipis dan
lebar/gepeng dari permukaan pada bagian tengah.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME BELANDA

Uang Bonk Tembaga Pecahan 4 ¾ Stuiver

PECAHAN 2 STUIVER :
Nominal pecahan 2 Stuiver dibuat menggunakan dua jenis
tembaga, tipis dan tebal. Untuk bahan dasar batangan tembaga
tebal, pecahan 2 Stuiver akan dipotong berukuran lebih pendek.
Sedangkan, jika menggunakan bahan tembaga tipis akan dipotong
berukuran lebih panjang. Namun, keduanya akan memiliki berat
standar yang sudah ditentukan.
Bentuk atau Shape pecahan 2 Stuiver tidak berbentuk kotak
sempurna. Hal ini dilakukan untuk mempercepat produksi. Pada
bagian atas, akan ditempa dies bulir persegi panjang dengan didalam
terdapat tahun cetakan.
Sedangkan, pada bagian belakang, akan ditempa dies bulir
persegi panjang dengan terdapat nominal 2 Stuiver. Akibat tempaan
dies bertekanan bertekanan tinggi dikedua sisi, membuat permukaan
lebih condong/tipis dan lebar/gepeng

UANG BONK PECAHAN 1 UANG BONK PECAHAN 1


STUIVER MENGGUNAKAN STUIVER MENGGUNAKAN
BATANGAN TEMBAGA TIPIS BATANGAN TEMBAGA TEBAL

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME BELANDA

Bentuk atau Shape pecahan 2 Stuiver tidak berbentuk kotak


sempurna. Hal ini dilakukan untuk mempercepat produksi. Pada
bagian atas, akan ditempa dies bulir persegi panjang dengan
didalam terdapat tahun cetakan. Sedangkan, pada bagian belakang,
akan ditempa dies bulir persegi panjang dengan terdapat nominal 2
Stuiver. Akibat tempaan dies bertekanan bertekanan tinggi dikedua
sisi, membuat permukaan lebih condong/tipis dan lebar/gepeng
PECAHAN 1 STUIVER :
Nominal pecahan 1 Stuiver dibuat menggunakan dua jenis
tembaga, tipis dan tebal. Untuk bahan dasar batangan tembaga
tebal, pecahan 1 Stuiver akan dipotong berukuran lebih pendek.
Sedangkan, jika menggunakan bahan tembaga tipis akan dipotong
berukuran lebih panjang. Namun, keduanya akan memiliki berat
standar yang sudah ditentukan.

UANG BONK PECAHAN 1 UANG BONK PECAHAN 1


STUIVER MENGGUNAKAN STUIVER MENGGUNAKAN
BATANGAN TEMBAGA TIPIS BATANGAN TEMBAGA TEBAL

Pada bagian atas akan ditempa dies bulir persegi panjang


dengan didalam terdapat tahun cetakan. Sedangkan, pada bagian
belakang, akan ditempa dies bulir persegi panjang dengan
terdapat nominal 1 Stuiver. Seharusnya, uang pecahan 1 Stuiver
memiliki ukuran dan berat setengah kali dari pecahan 2 Stuiver.
Namun, ditemukan beberapa uang pecahan 1 Stuiver dengan
ukuran dan berat jauh kurang dari standar.
Hal ini disebabkan karena banyaknya oknum yang melakukan
pengikisan tembaga uang pecahan 1 Stuiver. Mereka akan
mengumpulkan hasil kikisan tembaga untuk dijual kembali sesuai
harga tembaga. Akibat tempaan dies bertekanan tinggi dikedua
sisi, membuat permukaan lebih condong/tipis dan lebar/gepeng.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME BELANDA

PECAHAN ½ STUIVER :
Pecahan ½ Stuiver Bonk adalah pecahan terkecil yang pernah
diporoduksi oleh Colonial Belanda. Uang ini dibuat sejak 1803,
karena terjadinya inflasi kenaikan harga tembaga yang diimpor
dari jepang. Nominal pecahan ½ Stuiver memiliki tahapan
pembuatan yang lebih sulit dibandingkan dengan pecahan 1 dan 2
Stuiver.
Uang ½ Stuiver memiliki berat 7,72 Gram. Tetapi, jika
mempertimbangkan cara pembuatan yang tidak sesuai dengan
gramasi tidak akurat. Maka, tidak bisa diharapkan ketepatan
bobot sesuai ketentuan. Uang ini seharusnya memiliki bobot
sebesar 9,51 gram , jika pecahan 1 stuiver memiliki bobot sebesar
19,03 gram dibagi menjadi dua bagian.
Akibat penempaan dies bertekanan tinggi dikedua sisi,
membuat permukaan lebih condong/tipis dan lebar/gepeng.
Maka, jangan heran jika menemukan pecahan ½ Stuiver yang
memiliki berbagai macam bentuk.

UANG BONK PECAHAN 1 UANG BONK PECAHAN 1


STUIVER MENGGUNAKAN STUIVER MENGGUNAKAN
BATANGAN TEMBAGA TIPIS BATANGAN TEMBAGA TEBAL
Selain itu, ditemukan beberapa uang pecahan ½ Stuiver
dengan ukuran dan berat jauh kurang dari standar. Hal ini
disebabkan karena banyaknya oknum yang melakukan pengikisan
tembaga uang pecahan ½ Stuiver. Mereka akan mengumpulkan
hasil kikisan tembaga untuk dijual kembali sesuai harga tembaga.
Uang ini diproduksi dengan cara membelah uang pecahan 2
Stuiver menjadi tiga bagian, dan akan mendapatkan ketebalan 5
mm. Hasil belahan itu, akan dibelah lagi menjadi dua bagian, akan
didapatkan bobot sebesar 7, 7 gram. Bobot 7,7 gram itulah yang
akan dijadikan bahan dasar uang bonk pecahan ½ stuiver.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME BELANDA

Pemotongan itu mengakibatkan bagian yang licin, kini


menjadi mengecil. Sehingga, tidak cukup ruang yang tersisa untuk
tempat penempaan stuck dies pada uang. Akhirnya, dilakukan
penempaan pada sisi kanan dan kiri, karena memiliki permukaan
yang lebih lebar.
Namun, pada sisi kanan dan sisi kiri merupakan bekas teknik
takik (clipped) dan bekas patahan, menyebabkan permukaan
menjadi kasar dan tidak rata. Karena tidak ada pilihan lain,
penempaan stuck dies tetap dilakukan walaupun pada sisi yang
kasar dan tidak rata.
Pada umumnya struck dies akan terlihat jelas dan kuat jika
dipukul pada permukaan yang licin dan rata. Karena struck dies
dilakukan di permukaan yang tidak rata dan kasar, menyebabkan
stuck dies lemah (weak struck). Hasil stuck dies menjadi sulit
terlihat dan samar.

Stuck Dies dipukul pada bagian atas dan bawah. Sehingga, pada
permukaan terdapat bulir, tahun cetak dan nominal ½ Stuiver.
Karena permukaan uang yang tidak terlalu besar, menyebabkan
stuck dies yang ditempa hanya sebagian pola tercetak, dan nyaris
tidak menampilkan tahun cetak dan nominal mata uang.
Banyak masyarakat yang melakukan pemalsuan uang bonk
pecahan ½ Stuiver. Sehingga, kegiatan produksi nominal ½ Stuiver
dihentikan tahun 1805.
Eskpor tembaga dari jepang terus dilakukan sampai awal tahun
1799. Setelah itu, Jepang mulai kewalahan dalam melakukan ekspor
Batangan Tembaga ke wilayah Nederlansch Indie. Sehingga, ekspor
batangan sempat dihentikan. Lalu, dilanjutkan kembali pada akhir tahun
1799.
Pada tahun 1800, batangan tembaga yang diekspor dari jepang
mengalami kenaikan harga, menyebabkan pemerintah Hindia Belanda
mengurangi setiap bobot uang bonk.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME BELANDA

NOMINAL YANG TERDAPAT PADA MATA UANG STUIVER


BONK DARURAT VOC

½ Stuiver 1 Stuiver

2 Stuiver 4 𝟑⁄𝟒 Stuiver 8 Stuiver

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME BELANDA

Pada tahun 1803, karena semakin naiknya harga tembaga bobot


uang bonk semakin dikurangi. Pada tahun 1809, bobot terus berkurang
seiiring dengan adanya inflasi yang semakin menggerogoti nilai uang,
hingga tersisa 50 %, bahkan lebih.

Uang bonk stuiver edaran 1809-1818, dipotong menjadi setengah


bagian, karena kenaikan harga tembaga mencapai 50 %

Menyebabkan, pemerintah Hinda Belanda menerapkan


kebijakan dengan menarik uang bonk dan membelahnya menjadi dua
bagian, dicap ulang dan diedarkan kembali. Hal ini, dilakukan untuk
menyesuaikan dengan kenaikan harga tembaga yang mencapai 50 %.
Jadi, jangan heran bila menemukan mata uang bonk cetakan 1800
keatas memiliki bobot jauh lebih ringan, dibandingkan dengan bobot
uang bonk cetakan 1796.
Stuck Dies dipukul pada bagian atas dan bawah. Sehingga, pada
permukaan terdapat bulir, tahun cetak dan nominal mata uang. Namun,
karena permukaan uang yang tidak terlalu besar, menyebabkan stuck
dies yang ditempa hanya sebagian pola tercetak, dan nyaris tidak
menampilkan tahun cetak dan nominal mata uang.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME BELANDA

Pemotongan uang bonk yang dilakukan oleh pemerintah,


menyebabkan banyaknya oknum masyarakat yang melakukan
kecurangan dalam meneguk keuntungan dengan cara mengikis selisih
berat setiap uang bonk. Hasil kikisan tembaga itu akan dikumpulkan,
dilebur dan dijual kembali sesuai dengan harga tembaga.
Dampak yang ditimbulkan, banyanya bobot uang bonk jauh dari
standar yang ditetapkan dan bentuknya semakin beragam. Produksi
mata uang Bonk Stuiver terbagi menjadi beberapa periode yaitu ; Masa
Batavian Republik 1798-1806, Masa Kerajaan Holland Periode 1807-
1810, dan yang terakhir Masa Kerajaan Nederlansch Indie periode 1818-
1819.

Fakta Menarik

Uang Bonk Stuiver yang produksi tahun


1800 keatas, berbentuk tidak utuh, karena
banyak masyarakat yang memotong uang bonk
menjadi dua bagian dan mengkikisnya, untuk
dikumpulkan dan dijual kembali sesuai harga
tembaga. Hal ini, menyebabkan uang bonk jauh
dari berat standarnya, dan cenderung memiliki
ukuran yang beragam.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME BELANDA

MATA UANG DOIT DARURAT TIMAH NOODMUNT


(1797 MASEHI)
Pada tahun 1796, Hindia Belanda digempur habis-habisan oleh
Kolonial Prancis. Sehingga, pada tanggal 19 Januari 1795, Belanda tekuk
lutut dan Negara Belanda beserta wilayah jajahan Belanda jatuh ke tangan
Penjajah Perancis. Berubahlah kekuasaan menjadiKerajaan Holland dan
Batavorum Republik dibawah kekuasaan Raja Louis Napoleon.
Pada akhir tahun 1796, Negara Belanda dan Kongsi dagang VOC mulai
mengalami kekacauan politik dan ekonomi. Mereka mulai kekurangan
suplai mata uang pecahan kecil berbahan tembaga. Seharusnya, uang
pecahan kecil berbahan tembaga dipasok dari 7 provinsi di belanda, yaitu;
Provinsi Holland, Utrecht, Zeeland, West Friesland, Gelderland,.
Namun, karena serangan prancis dan blockade laut yang dilakukan
oleh Perusahaan Dagang VEIC milik Inggris, menyebabkan terhambatnya
pengiriman kepingan koin tembaga ke Hindia Belanda. Walaupun
pembuatan uang tembaga sudah dilakukan demi memenuhi kekuarangan
pecahan kecil. Namun, hal ini belum bisa mencukupi kekurangan suplai
mata uang yang dibutuhkan.
Kemudian, pada tanggal 5 Mei 1796, seorang Konsultan bernama
Johannes Siberg mengusulkan penggunaan uang pecahan kecil satuan
Doit menggunakan bahan timah putih, untuk mencukupi kebutuhan
suplai uang. Ia juga memberi masukan dengan melakukan impor batangan
tembaga kepada negara terdekat yaitu Jepang. Batangan tembaga ini
digunakan sebagai bahan dasar satuan mata uang Stuiver. Nilai tukar 1
Stuiver setara dengan 8 keping Doit.
Uang Doit timah ini memiliki penampakan fisik lebih tebal,
dibandingkan koin pada umumnya. Hal ini disebabkan karena penggunaan
bahan dasar timah putih yang memiliki harga ekonomis lebih rendah
daripada bahan dasar tembaga, sebagai bahan dasar uang satuan doit
pada umumnya.
Dalam proses pembuatan uang Doit Timah, dilakukan uji
pengkalkulasian yang diawasi langsung oleh Komisioner Johannes Siberg.
Uang Doit timah ini diproduksi dalah dua tahun periode yaitu periode
tahun 1796 dan 1797.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME BELANDA

MATA UANG 1 DOIT DARURAT NOODMUNT TIMAH 1796- 1797

Pada bagian depan koin terdapat nominal “1 DOIT”, tahun cetak,


dan terdapat sirkel melingkar bagian pinggir koin. Pada bagian belakang,
terdapat mintmark “N” kepanjangan dari “Noodmund/Koin Darurat”
diatas monogram “VOC”.
Pada saat pembuatan koin ini, Komisioner Johannes Siberg
memberikan mandat/ penugasan kepada seorang warga Tionghoa untuk
mengsuplai atau mencetak mata uang tersebut menggunakan teknik
penempaan “Stuck Dies” pada kepingan timah. Namun, kesalahan fatal
yang dilakukan oleh Komisioner Johannes Siberg adalah memberikan juga
mendat untuk mencetak alat “Iron Dies” atau alat tempa koin Doit Timah.
Hal ini, menyebabkan banyak terjadinya pemalsuan koin Doit Timah.
Akhirnya, semua koin yang pernah diedarkan ditarik kembali dan dilebur
untuk dicetak dan diedarkan kembali pada tanggal 21 September 1796.
Namun, koin ini tetap terjadi banyak pemalsuan. Sehingga,koin ini
ditarik seluruhnya dan dileburkan. Koin ini dinyatakan sudah tidak berlaku
di daerah Hindia belanda pada tanggal 19 Mel 1797. Maka diari itu, sangat
sulit menemukan koin ini dalam keadaan UNC atau dalam konsisi sangat
baik.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME BELANDA

MATA UANG KOIN DUYT JAVAS TEMBAGA


(1764-1783 MASEHI)
Pada masa keruntuhan Kongsi Dagang VOC pada 31 Desember
1799, terjadi stagnasi pasokan tembaga yang diperlukan, dan
menyebabkan kekurangan bahan tembaga.
Dalam hal memenuhi kebutuhan pecahan kecil satuan mata uang
Doit. Pemerintah mulai mencetak satuan mata uang Doit Tembaga.
Mata uang Duyt Javas ini dicetan pada periode tahun 1764 sampai
dengan 1765. Kemudian, percetakan dilanjutkan pada tahun 1783.
Pada periode 1764-1765 desain bagian depan tertulis “ Duyt Javas”,
dan bagian belakang terdapat inskripsi Arab dengan sirkel melingkar
ditepi koin. Pada periode 1783, bagian depan uang tertulis inskripsi
“DUYT JAVAS” dan tahun cetak. Sedangkan, dibagian belakang tertulis
inskripsi menggunakan huruf arab, berserta tahun cetak. Tampilan
desain tertulis Duyt Javas dalam karangan bunga melingkar dengan
daun.
Mata Uang 1 Duyt Javas Periode 1764-1765

Mata Uang 1 Duyt Javas Periode 1783

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME BELANDA

MATA UANG KOIN STUIVER JAVA NOODMUND


TEMBAGA
(1799-1800 MASEHI)

Pada penghujung nafas VOC, kendali VOC sudah jatuh kepada Boleka
Prancis/ Republik Batavorum. Lalu Direktur Jendral Percetakan Koin Batavia
diintruksikan untuk segera mencetak pecahan uang Stuiver yang
dimandatkan kepada Messrs Wiegerman dan Macare, tanggal 9 Juli 1799.
Dicetaklah mata uang dengan nominal 1 Stuiver
Uang yang diproduksi termasuk kedalam jenis “Koin Emergency
Currency” atau uang darurat. Uang ini memiliki sisi muka tercetak inskripsi
“JAVA 1799” dan “Java 1800”, pada bagian atas terdapat mintmark
“Bintang segi enam”, dan pada bagian bawah terdapat hiasan “Flora
Geometris Melingkar-lingkar”. Terdapat titik dot atau sirkel yang
mengelilingi pada bagian outline koin, 49 titik dot untuk cetakan 1799, dan
jumlah berkurang menjadi 45 titik dot pada tahun emisi 1800.
Sedangkan dibagian belakang tercetak sebuah angka romawi
“I:St”, huruf “S” adalah capital, sedangkan huruf “t” kecil bertumpuk pada
simbol “=”, dapat diartikan nominal 1 Stuiver. Terdapat pula mintmark
“Bintang Segi Enam” pada bagian atas dan hiasan “Flora Geometri
Melingkar” pada bagian bawah. Pada bagian pinggir koin juga terdapat
sirkel “Tidik Dot” yang mengelilingi koin.
Mata uang ini memiki ciri khas dengan bentuk lingkaran yang tebal, dan
dipinggiran koin bergerigi. Uang tersebut hanya digunakan pada periode
1799-1800, namun sempat digunakan selama dua tahun di pulau jawa
sebagai mata uang resmi Hindia Belanda.

UANG 1 STUIVER TAMBAGA DARURAT

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME BELANDA

Spesifikasi koin ini terbuat dari bahan perunggu campuran timbal


atau timah hitam dengan ketebalan 3,7 mm, berat 17, 37 Gram dan
memiliki diameter 25 mm. uang ini dicetak dengan kualitas kasar dan
berwujud sangat tebal.
Mungkin dikarenakan menggunakan bahan materi yang berasal dari
Meriam tua (Bronze) yang dilebur dan dicapur dengan timah hitam. Hal
ini dilakukan, karena terjadi penipisan stok tembaga yang disebabkan
oleh peperangan dan tersendaknya ekspor batangan tembaga diri
Jepang.
Pembuatan uang ini, dimulai pada periode tahun 1799, berlangsung
selama enam bulan. Kemudian percetakan koin bertahun 1799
dihentikan, dan dilanjutkan koin tahun 1800. Selang setahun, produksi
koin dihentikan pada tanggal 23 Juni 1801.

Pencetakan koin berinskripsi tahun 1800, sebenarnya diproduksi


dalam periode 1800, 1801 dan 1803. Pasca keruntuhan VOC, pada 31
Desember 1799, terjadi pergantian kepemimpinan dari Gub. Jend. Pieter
Gerardus van Overstraten, digantikan oleh Gub. Jend. Johannes Siberg.
Percetakan koin stuiver kembali dilanjutkan sampai dengan tahun 1803,
namun inskripsi pada koin tertulis tahun 1800. Kemudian koin ini
digantikan oleh koin perak yang dikeluar masa Pemerintahan Batavorum.

UANG 1 STUIVER TAMBAGA TAHUN EDARAN 1799-1800

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
F. MATA UANG IMPERALISME PRANCIS
(1808-1811 MASEHI)
Pemerintahan Belanda dipimpin oleh Seorang Raja Bernama Raja Louis
Napoleon dari Prancis dan merubah Belanda menjadi Kerajaan Holland, hal
ini terjadi setelah invansi Prancis kepada belanda pada 1808 sampai dengan
1811.Pada masa Imperalisme Prancis di Hindia belanda, Pihak colonial
Prancis mencetak beberapa mata uang yang digunakan sebagai biaya
pembangunan infrastuktur dan alat sebagai transaksi perdagangan. Mereka
juga mencetak kembali mata uang yang dulu pernah dicetak oleh kolonial
belanda saat memerintah.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME PRANCIS

MATA UANG TEMBAGA DOIT LOUIS NAPOLEON


(1808-1811)

Setelah kongsi dagang Belanda VOC runtuh pada 31 Desember


1799. Prancis secara tidak langsung menguasai Hindia Belanda, karena
Belanda takluk Belanda pada kekuatan Prancis Pada masa ini Raja
Losewijk Napoleon/ Louis Napoleon Bonaparte, dari Prancis mengirim
Herman Willem Daendels yang merupakan orang Belanda, Sebagai
Gubenur Hindia Belanda.
Herman Willem Daendels menjabat sebagai gubenur di Hindia
Belanda dari tahun 1808 sampai dengan 1811, Daendels dikenal dalam
membangun Jalan Raya Pos (Anjer- Panarukan).
Jalan Anyer-Panarukan yang membentang dari ujung barat
hingga ujung timur Pulau Jawa. Inilah mega proyek pertama di Hindia
Belanda yang menjatuhkan banyak korban jiwa.
Setelah Daendels mengambil alih perusahaan swasta yang
mencetak koin di Jawa tahun 1808. Mereka mencetak desain baru
dengan secara bertahap menggantikan monogram VOC, dengan huruf
Inisial “LN”. Pada awal percetakan, terdapat monogram “VOC” dan “LN”.
Setelah Daendels mengambil alih perusahaan swasta yang mencetak
koin di Jawa tahun 1808. Mereka mencetak desain baru dengan secara
bertahap menggantikan monogram VOC, dengan huruf Inisial “LN”.

MATA UANG NOMINAL 1 DOIT BERBAHAN TEMBAGA


MATA UANI NOMINAL 1 DOIT DENGAN BERBAHAN TEMBAGA
DENGAN INISIAL LN ( LUIS NAPOLEON )

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME PRANCIS

Kemudian, pada periode selanjutnya hanya menampilkan


monogram “LN”. Inisial LN merupakan singkatan dari Louis Napoleon,
yang merupakan raja yang diangkan oleh Napoleon Bonaparte menjadi
Raja Di Holland (Belanda). Mata uang ini memiliki nominal 1 Doit
Tembaga dan ½ Stuiver Tembaga.
Pada bagian depan koin, terdapat mintmark bintang segi enam
diatas inskripsi “JAVA”, dan pada bagian bawah terdapat tahun cetak.
Sedangkan pada bagian belakang, terdapat mintmark bintang segi
enam diaas monogram “LN” yaitu singkatan dari Louis Napoleon.
Namun terkadang mintmark bintang segi enam juga terdapat pada
bagian bawah monogram “LN”

KOIN 1 DOIT JAVA 1810 TANPA MENGGUNAKAN


MINTMASTER-MARK “Z”

Pada percetakan koin yang dilakukan di Surabaya periode


1806-1809, uang ini tidak menampilkan inisial seorang Mintmaster/
inisial kepala pabrik percetakan koin. Tetapi, percetakan selanjutnya
periode 1810-1811, mulai mencantumkan seorang Minmaster
bernama J. A. Zwekkert dengan inisial “Z” pada koin.

KOIN 1 DOIT JAVA 1810 MENGGUNAKAN


MINTMASTER-MARK “Z”

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME PRANCIS

Kepingan Doit Yang Digunakan Masa Pemerintahan Louis


Napoleon, Dari Prancis 1808-1811

INSKRIPSI “LN” VERSI PERTAMA INSKRIPSI “LN” VERSI KEDUA


1808-1810 1810-1811

KOIN MENGGUNAKAN SIRKEL KOIN TANPA


MELINGKAR DITEPI MENGGUNAKAN SIRKEL
MELINGKAR DITEPI

Nilai tukar saat itu, 1 Gulden Perak setara dengan 20 Stuiver


Tembaga dan 80 Doit LN tembaga. Namun, terjadi infasi nilai tukar
uang, mengakibatkan nilai 1 Gulden perak setara degan 20 Stuiver
tembaga dan 120 Doit LN.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME PRANCIS

BERBAGAI DESAIN MATA UANG DOIT DAN STUIVER TEMBAGA MASA


KEKUASAAN JENDRAL LOSEWIJK NAPOLEON/ LOUIS NAPOLEON
BONAPARTE

1 Doit (1809) 1 Doit (1811) “Z”

½ Stuiver (1811) “Z” ½ Stuiver (1810) “Z”

1 Doit (1808) ½ Stuiver (1811) “Z”

1 Doit (1808) “Z” 1 Doit (1810) “Z”

1 Stuiver (1810) “Z” 1 Doit (1810)

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME PRANCIS

SEAL KOIN TEMBAGA LOUIS NAPOLEON


Mata uang Doit Louis Napoleon yang diproduksi di Surabaya
menggunakan teknik tempaan lempengan tembaga. Pembuatan
dilakukan dengan cara memukul Seal Koin dengan palu ke lempengan
lempengan tembaga yang disediakan.
Alasan penggunaan bahan tembaga karena bahan ini tidak
membutuhkan biaya besar. Tembaga juga bersifat mulur atau lunak.
Sehingga mempermudah dalam menempa koin. Pemilihan bahan
tembaga juga dikarenakan bahan tersebut tahan korosi atau tahan
karat. Sehingga, uang ini tidak mudah berkarat dan tidak mudah rusak
saat digunakan dalam bertrasaksi.
Seal cetakan koin Doit Louis Napoleon sekarang tersimpan dan
terawat di Museum Nasional Indonesia, berdampingan dengan Seal
Cetakan Koin Belanda pecahan 2 ½ Gulden perak.
Pembuatan mata uang ini bukan sebagai alat transaksi
dimasyarakat. Namun, bertujuan untuk mencukupi biaya
pembangunan Hindia Belanda, membeli bahan bahan kebutuhan
pembangunan dan biaya distribusi barang.
Dengan ditemukannya uang Louis Napoleon oleh para peneliti,
ini menjadi salah satu bukti nyata adanya imperalisme yang dilakukan
oleh prancis didaerah Hindia belanda yang jarang diketahui oleh
masyarakat umum.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
G. MATA UANG IMPERALISME INGGRIS
(1685-1845 MESEHI)
Perusahaan VEIC milik Kolonial Inggirs mulai mengambil alih kekuasaan
Hindia Belanda dari tangan Kolonial Prancis pada tahun 1811. Mereka mulai
melakukan perdagangan dengan berbagai kerajaan di Nusantara dalam
mengekspor rempah-rempah. Namun jauh sebelum itu, tepatnya 1685
Perusahaan VEIC Inggis sudah mulai menjalankan kerjasama dengan Pulau
Penang dalam mengekspor rempah-rempah.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME INGGRIS

MATA UANG FANAM BENGKULU EIC


(1685-1696 MASEHI)

EIC adalah kepanjangan dari East India Company. Perusahaan


ini dibuat oleh para pedagang Inggris untuk memonopoli perdagangan
di Hindia Belanda. Walaupun dalam catatan sejarah EIC Inggris,
mengkoloni Hindia Belanda pada periode 1811-1816. Namun,
sebenarnya EIC sudah mulai mengkoloni wilayah Bengkulu sejak 1685.
Perusahaan Inggris yaitu EIC (East India Company), mulai
mendirikan pusat perdagangan di Daerah Bengkulu untuk pengelolaan
Lada di Bencoolen (Bengkulu) di selatan, pantai barat Sumatra,. Hal itu,
menjadi awal mula Imperalisme inggris di Hindia belanda, yang
kemudian mencapai puncaknya secara penuh di Hindia belanda tahun
1811-1816
Mata uang tembaga EIC dicetak oleh Matthew Boulton,
dipergunakan di Daerah Penang, sebagai pusat perdagangan saat
itu.Mata uang Tembaga Bengkulu ini memiliki ciri ciri berbahan tembaga
dan bermata uang Fanam yang dicetak tahun 1685-1696. Koin tersebut
bagian muka terdapat inskripsi EIC. Yang menarik, penampakan fisik
koin ini cukup tebal dan tidak pipih seperti koin pada umumnya.
Pada bagian depan, menggunakan "balemark" dari aslinya London
E.I.C. dengan bola memiliki salib. Huruf-huruf di dalam bola tersebut
dikatakan sebagai singkatan dari "G (Governor), C (perusahaan
Pedagang London yang berdagang ke) E (East Indies)". Keseluruhan
huruf membentuk inskripsi EIC (East India Company). Pada bagian
belakang terdapat inskripsi Aksara Arab berbunyi “Perusahaan Inggis”

MATA UANG BERBAHAN PERAK EIC BENGKULU 1695

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME INGGRIS

MATA UANG FANAM TEMBAGA DAN PERAK


EIC BENGKULU 1685-1695

BERIKUT ADALAH NOMINAL NOMINAL MATA UANG FANAM


BENGKULU :

3 FANAM 1693 (PERAK) 2 FANAM 1695 (PERAK)

1 FANAM 1693 (PERAK) 1 KEPING 1695 (TEMBAGA)

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME INGGRIS

KEPINGAN TEMBAGA VEIC PERIODE 1783-1845


Berikut adalah satuan mata uang keping dan sen yang diproduksi oleh
Perusahaan VEIC Koloni Inggris ;
A. SATUAN MATA UANG KEPING TEMBAGA VEIC 1783
Mata uang ini dicetak di perusahaan Swasta di Bengal, yang
dimiliki dan didirikan oleh John Princep. Mata uang nominal 2
Keping tembaga ini dicetak periode 1783.
Pada bagian depan koin, berlambang perisai berbentuk hati
terbagi dalam 4 bagian oleh garis menyilang, yang masing-masing
bagian tersusun satu huruf yang keseluruhannya berbunyi VEIC. Dan
juga dibagian atas terdapat bentuk seperti angka “4”, yang kadang
diklaim adalah bentuk dari “Salib” yang diubah.
Ada yang berpendapat perubahan bentuk ini agar tidak
menyinggung umat non-kristen. Namun, hal ini masih
diperdebatkan karena tidak ada penjelasan tentang bentuk yang
menyerupai angka “4” tersebut secara pasti. Sedangkan dibagian
belakang tardapat tanggal dan nominal mata uang dalam Bahasa
arab.
MATA UANG NOMINAL 2 KEPING VEIC EDARAN 1783

B. SATUAN MATA UANG KEPING TEMBAGA VEIC 1787-1798

Kemudian, percetakan berlanjut menggunakan desian yang


baru dicetak berbagai jenis nominal yaitu 1, 2 dan 3 keping. Uang
ini dicetak oleh Mathew Boulton yang diproduksi pada tahun 1786,
1787 dan 1798.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME INGGRIS

Pada bagian depan, berlambang perisai berbentuk hati terbagi


dalam 4 bagian oleh garis menyilang, yang masing-masing bagian
tersusun satu huruf yang keseluruhannya berbunyi VEIC. Dan juga
dibagian atas terdapat bentuk seperti angka “4”, yang kadang diklaim
adalah bentuk dari “Salib” yang diubah.
Sedangkan dibagian belakang, tertera tulisan Arab dan sebuah
bertera gambar timbangan. Dan juga dibagian atas terdapat nominal
mata uang keping yaitu 1, 2, dan 3 keping, berserta tahun cetakan
produksi menggunakan aksara arab.
Berikut adalah Mata Uang Keping Periode 1787 - 1798;

1 KEPING (1787) 2 KEPING (1786) 3 KEPING (1786)

C. SATUAN MATA UANG SEN TEMBAGA VEIC 1786

Satuan mata uang sen dicetak dengan menggunkan bahan


tembaga. Mata uang ini memiliki desain yang berbeda pada desain
umumnya, karena hanya memiliki satu sisi saja. Mata uang ini dicetak di
Caltuta, dan memiliki nominal 1 Cent.
Pada bagian depan terdapat lambang perisai berbentuk hati
terbagi dalam 4 bagian oleh garis menyilang, masing-masing bagian
tersusun satu huruf yang keseluruhannya berbunyi VEIC. Dan juga
dibagian atas terdapat bentuk seperti angka “4”, dan dipinggir koin
MATA
terdapat UANG
lingkaran STUIVER
pada tepi koinTEMBAGA EIC INGGRIS

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME INGGRIS

Sedangkan dibagian bekalang koin “Blank” atau kosong. Tidak


terdapat tanggal dan tahun pembuatan. Mata uang ini dibawa dalam
ekspedisi Pulau Penang pada tahun 1786. Pulau itu diberikan kepada
Francis Light oleh Raja Kedah. Sang raja memberikan pulau itu karena
Francis Fight menikahi putrinya.

Light mengira itu akan menjadi Stasiun Angkatan Laut, yang


cocok bagi Perusahaan EIC, dan juga sebagai perjanjian dengan
perlindungan Sultan. Namun hal itu kandas, karena kedah dianeksasi
oleh Kerajaan Siam pada tahun 1821 dan kepemimpinan sultan
digulingkan.
Koin Pecahan 2 Keping Kepulauan Penang Tahun 1786

D. SATUAN MATA UANG TEMBAGA SEN KEPULAUAN PENANG


(1787-1788)

Tahun berikutnya, 1787 kepulauan Penang mencetak mata uang


dengan sisten decimal. Calcuta mencetak tiga jenis satuan mata uang
berbahan tembaga, nominalnya antara lain 1, ½, dan ¼ Sen.
Pada bagian depan mata uang memiliki gambar umum yaitu
terdapat lambang perisai berbentuk hati terbagi dalam 4 bagian oleh
garis menyilang, yang masing-masing bagian tersusun satu huruf yang
keseluruhannya berbunyi VEIC. Dan juga dibagian atas terdapat bentuk
seperti angka “4”. Sedangkan, dibagian bekalang terdapat terdapat
aksara arab yang memiliki arti “Pulau Pangeran Wales”. Uang ini tidak
secara jelas menyebutkan nominal. Namun, bisa dilihat dari ukuran
uangnya, semakin besar ukurannya, maka semakin besar nominalnya.

Jelajah Uang Nusantara


MATA UANG STUIVER TEMBAGA EIC INGGRIS
205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME INGGRIS

BERIKUT BEBERAPA MATA UANG TEMBAGA DOLLAR PULAU


PENANG 1787
1 DOLLAR ½ DOLLAR 1/10 DOLLAR

E. SATUAN MATA UANG KEPING TEMBAGA EAST INDIA


COMPANY (1804)

Pada tahun 1804, percetakan Soho Mint Birmingham mengalami


masalah keuangan dengan tembaga diwilayah Sumatera. Kemudian
mereka mencetak uang yang akan dipergunakan dalam seluruh wilayah
jajahan koloni Inggris. Mata uang ini memiliki desain yang berbeda dari
sebelumnya. Satuan mata uang ini adalah Keping terbuat dari bahan
Tembaga.

Pada bagian depan terdapat lambang Perusahaan Hindia Timur


Inggris yang memiliki motto “Auspicio Regis Et Senatus Angline” yang
memiliki arti “Atas Perintah Raja dan Palemen Inggris”. Mata uang ini
memiliki berbanai jenis nominal antara lain 1, 2, dan 4 Keping. Pada
tahun 1823, bobot pada koin dikurangi menjadi 2/3 dan lebih tipis
dikarenakan harga tembaga saat itu mengalami kenaikan harga.

Jelajah Uang Nusantara


MATA UANG STUIVER TEMBAGA EIC INGGRIS
205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME INGGRIS

BERIKUT BEBERAPA PECAHAN MATA UANG TEMBAGA KEPING


EAST INDIA COMPANY

1 Keping (1804) 2 Keping (1804) 4 Keping (1804)

Jelajah Uang Nusantara


MATA UANG STUIVER TEMBAGA EIC INGGRIS
205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME INGGRIS

F. MATA UANG KEPING SINGAPORE MERCHANT TOKEN


(1828-1844)

Pada awal tahun 1820-an, Koloni Inggris VEIC, mengalami


permasalahan dalam mengatasi kekurangan pecahan kecil didaerah
Indie Hindia Belanda. Akhirnya, dimulai dari tahun 1828 sampai
dengan 1836, para pedagang dan perusahaan dagang Inggris yang
berpangkalan di Singapura, mulai mencetak mata uang koin, dengan
mengambil desian koin East India Company cetakan 1804.
Pada bagian muka terdapat inskripsi, lambang dan tulisan
Island Of Sumatra. Sedangkan, bagian belakang terdapat inskripsi jawi
1 keping 1219H/ 1804. Adapula yang tertulis tahun 1247H/ 1831.
Inskripsi jawi adalah inskripsi yang menggunakan huruf Arab,
tapi bacaannya Bahasa melayu. Sedangkan, inskripsi arab dengan
bacaannya jawa disebut Rampegot.
Koin tersebut dicetak dengan nominal 1 keping dengan tahun
1219H/ 1804, mencatak dengan desain ayam jantan dengan tahun
1219H/1804. Dan ada yang mencatumkan tahun fiksi 1411/ 1990-
1991, yang sebenarnya dicetak antara tahun 1828 sampai dengan
1836. Alasan pencantuman tahun fiksi ini supaya dapat mengelabui
Pemerintahan Hindia Belanda.
Akhirnya pada tanggal 15 Oktober 1835, pemerintah pusat
Nederland indies yang berpusat didaerah Batavia mengeluarkan
peraturan bahwa uang yang berinskripsi Island Of Sumatra yang
dicetak oleh pedagang inggris di Singapura dinyatakan illegal dan
banyak dilakukan penyitaan.
Jelajah Uang Nusantara
205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME INGGRIS

Adanya peraturan tersebut maka para pedangang inggris di


Singapura merubah inskripsi pada mata uang koin tersebut.Perubahan
nama tersebut untuk mengelabui peraturan Nederland Indies, cara ini
merupakan menghindari kesalahan hukum saja. Berikut adalah berbagai
inskripsi yang dicetak oleh para pedagang inggris :
1. Inskripsi East India Company, bertahun 1804, nominal 1
keping

2. Inskripsi Island Of Sulthana, bertahun 1804, 1834, nominal 1


keping. Uang ini memiliki berbagai variasi antara lain; dua
bendera, satu bendera dan

3. Inskripsi Tanah melayu yang dicetak 1251H/1835 nominal 1


keping

4. Inskripsi Negeri Trengganu bertahun 1251H/1835 nominal 1


keping

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME INGGRIS

5. Inskripsi Minangkabau bertahun 1251/ 1835 nominal 1


keping

6. Inskripsi Negeri Deli nominal 1 keping bertahun 1251/ 1835

7. Inskripsi Pulau Percha nominal 1 keping bertahun 1251H/


1835

8. Inskripsi Tanah Ugi Celebes nominal 1 dan 2 keping


bertahun 1250H/ 1834

9. Inskripsi Negeri Aceh nominal 1 dan 2 keping bertahun


1247H/ 1831

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME INGGRIS

10. Inskripsi Negeri Tarumon nominal 1 dan 2 keping bertahun


1251H/ 1835

11. Inskripsi Negeri Selangor nominal 1 keping bertahun 1251/


1835

12. Inskripsi Wanoewa Tanah ugi tahun 1250H/ 1834,


pedagang terkemuka bernama Crestofel Ridho Reed juga
mencetak koin 1 keping dengan desain ayam jantan, yang
dibawahnya tertera nama dirinya.

13. Inskripsi jawi Negeri Siak nominal 1 keping bertahun


1251H/1835

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME INGGRIS

14. Inskripsi jawi Negeri Sosoe nominal 1 keping bertahun


1251H/1835

Sudah ada berbagai macam koin yang dicetak oleh pihak colonial
Inggris di Singapura, koin ini disebut juga koin Singapure Merchant Token.

Pada tahun 1844, direktur pengadilan di inggris


memerintahankan gubenur Streep Settlement ,yang meliputi wilayah
Pinang, Malaka, Singapura untuk menghentikan mencetak berbagai
macam koin token. Uang token perdagangan Singapura akan digantikan
dengan koin resmi, dengan inskripsi Eats India Company dengan nominal
¼, ½, dan 1 cent dengan tahun 1845.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME INGGRIS

MATA UANG DOIT - STUIVER TEMBAGA VEIC INGGRIS


(1811-1814)
Mata uang ini dibuat di Pabrik Percetakan Koin di Surabaya,
setelah Wilayah Hindia Belanda dikuasai oleh pihak Kolonial Inggris
tanggal 10 Oktober 1811. Menjelang akhir tahun 1811, seorang yang
bernama J. A. Zwekkert diangkat kembali menjadi seorang Muntmaster
atau seorang Kepala Pabrik Percetakan Koin. Lalu inisialnya “Z”
dicantumkan pada bagian bawah depan koin sebagai Mintmaster-mark.
Uang ini menggunakan bahan tembaga, yang dicetak dengan
beberapa nominal antara lain 1 Doit, ½ Stuiver dan 1 Stuiver. Pada bagian
muka koin terdapat Mintmark “B” singaktan dari “Batavia” diatas
Monogram “VEIC” berbentuk hati. Bagian kiri terdapat nominal uang dan
bagian kanan terdapat satuan mata uang.
Pada bagian belakang terdapat Mintmark bintang segi enam
diatas inskripsi “JAVA” pada bagian bawah terdapat tahun cetak dan
Mintmaster-mark “Z” yaitu singkatan dari J. A. Zwekkert yang merupakan
Kepala Pabrik Percetakan Koin.
Selain mencetak satuan mata uang Stuiver, pemerintahan
Kolonial Inggris juga mencetak mata uang dengan satuan lebih kecil yaitu
Doit. Uang 1 Doit awalnya dicetak menggunakan bahan tembaga. Namun,
karena mengalami kekurangan bahan tembaga, dan ketidakmampuan
mencukupi suplai mata uang yang dibutuhkan, menyebabkan
percetakannya hanya bertahan satu tahun saja. Uang pecahan 1 Doit
berlanjut percetakannya menggunkan bahan timah.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME INGGRIS

BERIKUT SATUAN MATA UANG TEMBAGA PERUSAHAAN VEIC


½ STUIVER (1812) 1 STUIVER (1811)

½ STUIVER (1814) 1 DOIT (1811)

KEPINGAN UANG TEMBAGA VEIC

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME INGGRIS

MATA UANG DOIT TIMAH PERUSAHAAN VEIC


INGGRIS
(1813-1814 MASEHI)
Mata uang ini dibuat di Pabrik Percetakan Koin di Surabaya,
setelah Wilayah Hindia Belanda dikuasai oleh pihak Kolonial Inggris
tanggal 10 Oktober 1811. Menjelang akhir tahun 1811, seorang yang
bernama J. A. Zwekkert diangkat kembali menjadi seorang Muntmaster
atau seorang Kepala Pabrik Percetakan Koin. Uang ini seperti desain
doit timah Belanda, tetapi bedanya menggunakan blandmark VEIC.
Mata uang Doit timah adalah satuan mata uang terendah
yang dicetak oleh perusahaan VEIC. Mata uang ini pada bagian depan
mata uang terdapat susunan huruf yang keseluruhannya berbunyi
VEIC. Sedangkan dibagian belakang, terdapat inskripsi nominal “1
DOIT JAVA”.
Mata uang ini diproduksi tahun 1813 sampai tahun 1814.
Mata uang Doit Timah ini hanya memiliki nominal 1 Doit. Alasan
pembuatan uang ini, dikarenakan koin Doit tembaga yang dicetak di
Batavia oleh kongsi dagang VEIC Inggris, tidak dapat mencukupi
kekurangan suplai mata uang. Maka dari itu, Diambil kebijakan untuk
mencetak mata uang Doit menggunakan bahan timah dengan
nominal 1 Doit.
Edaran 1813 : 16.746.500 Keping
Edaran 1814 : 33.656.000 Keping

MATA UANG 1 DOIT 1813-1814 TERBUAT DARI TIMAH MURNI

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME INGGRIS

MATA UANG JAVA RUPEE PERAK-EMAS


(1743-1816 MASEHI)

A. MATA UANG JAVA RUPEE PERAK DAN EMAS MASA


KEKUASAAN VOC BELANDA
Pada awalnya mata uang Java Rupee adalah mata uang yang
dibuat atas izin Susuhunan Mataram pada 1743 yang memberikan hak
kepada VOC untuk mencetak mata uangnya sendiri sebagai alat
transaksi. Berdasarkan hak tersebut, VOC mulai memproduksi satuan
mata uang Rupee Perak dan Rupee Emas (Mohur). Koin ini adalah
varian yang menggunakan tulisan Arabic, yang dicetak pada masa
Amangkurat I dan II. Uang Java Rupee edaran tahun 1803- 1806,
menggunakan bahan perak dan emas.
Pada bagian depan terdapat Mintmark diatas inskripsi
menggunakan aksara Arab “Lla Djazirat Djawa Al-Kabir” artinya “Pulau
Jawa Yang Agung”, pada bagian bawah terdapat tahun cetak dan
Mintmaster-mark “Z”. Sedangkan, dibagian belakang tertulis inskripsi
Aksara Arab “Dirham Fi Al-Kompani Al-Walandi” artinya “Koin Atas
Nama Perusahaan Belanda”. Nominal yang dicetak beragam, antara
lain; ½ Rupee Perak, 1 Rupee Perak, ½ Rupee Emas (Mohur) dan 1
Rupee Emas (Mohur).
Uang ini diproduksi di percetakan di Surabaya dengan Kepala
Pabrik Percetakan bernama Johan Anthonie Zwekkert (J. A. Zwekkert).
Maka dari itu pada sisi depan koin terdapat Minmaster-mark inisial dari
Zwekkert “Z”. pada bagian atas inskripsi terdapat Mintmaster-mark.
Berikut adalah beberapa Mintmaster-mark yang dipergunakan :

Uang Java Rupee Emas (Mohur) dan Uang Java Rupee Perak
Masa Pemerintahan VOC

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME INGGRIS

Uang ini diproduksi di percetakan di Surabaya dengan Kepala Pabrik


Percetakan bernama Johan Anthonie Zwekkert (J. A. Zwekkert). Maka dari
itu pada sisi depan koin terdapat Minmaster-mark inisial dari Zwekkert “Z”.
pada bagian atas inskripsi terdapat Mintmaster-mark. Berikut adalah
beberapa Mintmaster-mark yang dipergunakan :

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME INGGRIS

Berikut Adalah Contoh Beberapa Pecahan Mata Uang


Rupee Java Berbahan Perak masa kependudukan VOC Belanda :
½ RUPEE PERAK 1 RUPEE PERAK
1805 1808

Berikut Adalah Salah Satu Contoh Pecahan Mata Uang


Rupee Berbahan Emas (Rupee Mohur):

½ RUPEE EMAS
1802

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME INGGRIS

B. MATA UANG JAVA RUPEE PERAK DAN EMAS MASA


KEKUASAAN VOC BELANDA

Colonial Inggris mulai menduduki Hindia Belanda pada tahun


1811. Perusahan VEIC Inggris yang awalnya hanya menguasai Bengkulu,
mulai mengambil alih wilayah Hindia Belanda. Saat itu Hindia Belanda
dipimpin oleh seorang Gubenur bernama Thomas Stamford Raffles.
Setelah seluruh wilayah Hindia Belanda telah dikuasai dan dirasa
aman. Rafles melakukan beberapa hal antara lain; melakukan ekspedisi
penelitian tentang Pulau Jawa yang akhirnya menerbitkan sebuah buku
berjududul “The History Of Java”. Saat pengambilan kekuasaan,
diangkatlah kembali seorang Mintmaster-mark atau Kepala Percetakan
Koin Surabaya bernama Johan Anthonie Zwekkert. J. A. Zwekkert
diangkat kembali untuk memproduksi uang Java Rupee, demi
memulihkan keadaan keuangan yang kacau, akibat pergantian
pemerintahan.
Koin ini kembali diproduksi di Pabrik Percetakan Koin Surabaya,
setelah Kolonial Inggris menduduku Hindia Berlanda pada 10 Oktober
1811. Maka dari itu, koin Java Rupee emas dan perak pada bagian depa
bawah dibubuhi huruf “Z” untuk inisial seorang Mintmastermark
Zwekkert.
Namun, desain uang Java Rupee masa VEIC berbeda dengan
desain masa kekuasaan VOC. Jikalau uang Java Rupee yang dicetak masa
VOC, memiliki inskripsi tulisan arab berukuran besar. Berbeda halnya
dengan cetakan Java Rupee VEIC, yang huruf aksara arabnya cenderung
lebih kecil.
Mata uang ini memiliki nilai tukar 1 Java Rupee Emas (Mohur)
setara dengan 16 Rupee Java Perak. Sedangkan, untuk 1 Rupee java
perak memiliki nilai tukar setara dengan 30 Stuiver tembaga atau 120
Doit Timah.
Pada bagian depan terdapat Mintmaster-mark diatas inskripsi
aksara arab “Hingglis Sikkah Kompani Sanah Dhuriba Dar Jazirat Jawa”
artinya “Koin Perusahaan Inggris Yang Dicetak Di Jawa”, pada bagian
bawah terdapat Mintmastermark “Z”. Sedangkan, dibagian belakang
tertulis inskripsi jawa “Kempni Hinglis Yoso Hing Suro-Pringgo” artinya
“Koin Perusahaan Inggris Yang Dibuat Di Surabaya”.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME INGGRIS

Pada masa Kolonial Inggris Aksara Ha-Na-Ca-Ra-Ka mulai


ditatahkan pada koin cetakan periode 1813-1817, yang dijuluki
sebabagi koin “British Java Rupee” yang disingkat sebagai “BJR”.
Terdapat beberapa jenis Rupee Emas (Mohur) bertahun masehi 1813-
1816. Sedangkan Java Rupee Perak bertahun masehi 1813-1817.
Tulisan inskripsi perode 1813-1814, inskripsi Jawa berbunyi
“Kempni Hingglis-Yasa Hing Sura-pringga ”. Tulisan Inskripsi Arab
berbunyi “Hinglish Sikkah Kompani Sanah-Dhuriba Dar Djazirat
Djawa”.
1/16 Pada kata “Hingglis” bisa diartikan sebagai tanda atau
penegasan bahwa merekalah saat ini penguasa Hindia Belanda (Sang
Penguasa). Mungkin dikarenakan penggunaan kalimat jawa yang tidak
familiar, menyebabkan beberapa kesalahan penulisan inskripsi.
Beberapa kesalahan penulisan inskripsi yang dilakukan dalam
pembuatan uang ini diantaranya :
1. Seharusnya tertulis “Sura-pringga”, namun tertulis “Sura-
Praga”.
2. Seharusnya inskripsi arab tulis “1228”, namun tertulis 1668.
3. Penulisan tahun seharusnya 1228 H (1813 Masehi), namun
tertulis 1668 H.
Kata Sura-pringga adalah nama lain dari kota Surabaya. Orang
tionghoa menyebut Subaraba : Shisui (Bacanya; Sesuei), orang Madura
menyebut Sorbhajah. Dalam salah satu kamus Jawa tercatat nama
Surabaya sebagai Surapraga.
Uang ini diproduksi di percetakan di Surabaya dengan Kepala
Pabrik Percetakan bernama Johan Anthonie Zwekkert (J. A. Zwekkert).
Maka dari itu pada sisi depan koin terdapat Minmaster-mark inisial dari
Zwekkert “Z”. pada bagian atas inskripsi terdapat Mintmaster-mark.
Berikut adalah beberapa Mintmaster-mark yang dipergunakan :

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME INGGRIS

Berikut Adalah Contoh Beberapa Pecahan Mata Uang


Rupee Java Berbahan Perak dan Emas masa kependudukan EIC
Koloni Inggris :
½ RUPEE PERAK ½ RUPEE PERAK
1814 1815

1 RUPEE PERAK 1 RUPEE PERAK ½ RUPEE EMAS


1814 1815 1814

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME INGGRIS

Mata uang Rupee EIC ini memiliki nilai tukar sebagai berikut :

 1 STUIVER TEMBAGA EIC = 4 DOIT TIMAH EIC


 1 RUPEE PERAK EIC = 30 STUIVER TEMBAGA EIC
 1 RUPEE EMAS EIC = 16 RUPEE PERAK EIC

FAKTA MENARIK

Perang Patimura pada 1817 adalah


pertempuran Kapitan Patimura bersama rakyat
Maluku melawan Kolonial Belanda. Salah satu
sebabnya, karena membela agar rempah rempah
tidak dibayar dengan menggunakan uang kertas.
Saat itu, Rakyat Maluku hanya mengakui
mata uang Perak dan Emas sebagai alat transaksi.
Sayangnya, saat ini ia dijadikan penghias uang
“Kertas” yang dulu pernah ditolaknya mati-matian.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG IMPERALISME INGGRIS

Perang Pattimura 1817, merupakan perang paling mematikan


yang pernah terjadi. Salah satu penyebabnya, akibat pemaksaan rakyat
Maluku menggunakan uang “kertas” dalam bertransaksi.
Rakyat Maluku menolak bayaran menggunakan uang “kertas”
dalam membeli rempah-rempah. Alasannya, karena mereka hanya
mengakui alat pembayaran menggunakan koin berbahan perak dan
emas.
Sebuah penyataan perwakilan rakyat sebagaimana tertulis oleh
Sejarawan Nasinal berdarah Maluku, bernama Des Alwi dalam bukunya
yang berjudul “Sejarah Maluku”-2005, menyatakan sebuah argument
“Kami rakyat tidak menggunakan uang kertas dalam kehidupan sehari-
hari. Lagipula, jika kita hendak membeli menggunakan uang kertas itu,
pemerintah tidak mau menerimanya, kami harus tetap membayar
menggunakan uang perak”.

PERTEMPURAN PATIMURA PADA 16 MEI 1816

Dalam pernyataan tersebut, Pemerintah Belanda menolak


penggunaan uang kertas, karena pemerintahan kolonialpun tidak ingin
dibayar menggunakan uang kertas yang dipakai mereka untuk
membayar kepada Rakyat Maluku.
Hal ini, berlanjut dengan adanya pertempuran Rakyat Maluku
dengan Perwira Belanda pada 16 Mei 1817. Meskipun, diakhiri dengan
kematian Kapitan Pattimura dengan pengikutnya di Tiang Gantung.
Sayangnya, saat ini Gambar Lukisan Kapitan Pattimura terpajang
menjadi penghias uang “Kertas”, yang dulu pernah ditolaknya mati-
matian.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
H. MATA UANG PEMERINTAHAN
BATAVORUM
(1802-1836 MASEHI)
Setelah masuknya agama Islam di Nusantara pada abad 12. Mulai banyak
Kerajaan Islam bermunculan, disertai pergantian system pemerintahan Monarki
menjadi Sistem kesultanan.mereka juga mulai mencetak berbagai jenis satuan
mata uang yang bernuansa keislaman seperti Keuh (Koin Timah) dan Dierham
(Koin Emas) sebagai alat pembayaran yang sah.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG PEMERINTAHAN BATAVORUM

MATA UANG PERAK SCHEEPJESGULDEN REPUBLIC


BATAVORUM
(1802)
Pemerintahan Batavorum mulai mengeluarkan mata uang
berbahan perak yang menggunakan mata uang Scheepjeshulden. Uang
yang dibuat kali ini memiliki berbagai macam bentuk pecahan decimal
1 1 1 1
antara lain, , , , dan pecahan 1 Scheepjeshulden.
16 8 4 2
Mata uang perak ini diproduksi di Provinsi Holland, pada tahun
1802. Pada bagian depan tertulis inskripsi “INDIAE BATAVORUM”, dan
tedapat gambar kapal layar dalam sebuah lingkaran. Sedangkan,
dibagian belakang terdapat inskripsi “MO*ARG*ORD*
FOED*BELG*HOL*” kepanjangan dari “Moneta Argentea Ordinum
Foederatorum Belgicorum Holland” memiliki arti “”, dan terdapat
gambar lambang singa memegang panah didalam perisai, dengan
mahkota diatasnya.
Johannes Siberg menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk
sementara waktu, menggantikan Pieter Gerardus van Overstraten yang
meninggal dunia. Saat kepemimpinan Gubenur Johannes Siberglah
mata uang perak Scheepjesgulden Batavorum diproduksi. Sebelum
menjadi Gubenur Hindia Belanda, ia menjabat sebagai Komisioner, ia
mengajukan penggunaan koin darurat yang terbuat dari timah saat
menjelang kuruntuhan VOC pada 1797.

GUBERNUR JENDERAL HINDIA BELANDA JOHANNES SIBERG


(1802-1805)
Jelajah Uang Nusantara
205 | 214
 MATA UANG ZAMAN HINDU BHUDA

Uang koin Scheepjesgulden yang terbuat dari bahan perak


adalah satuan mata uang yang dicetak untuk wilayah jajahan Tanjung
Harapan atau Cape Of Good Hope (Afrika Selatan). Namun, setibanya
disana, koin ini ditolak masuk ke wilaah Tanjung Harapan.
Peraturan keijakan yang diterapkan oleh Inggris di wilayah
Tanjung harapan adalah melarang dan tidak mengizinkan mengimpor
koin yang berasal dari Nederlandsch Indiemasuk ke wilayah Tanjung
harapan atau Cape Of Good Hope (Afrika Selatan)
Akhinya, koin ini dikembalikan ke wilayah Hindia Belanda, dan
menjadi mata uang yang sah dipergunakan sebagai alat transaksi
pembayaran.

PERBANDINGAN UKURAN UANG KOIN SCHEEPJESGULDEN

1 1/2
SCHEEPJESGULDEN SCHEEPJESGULDEN

1/4 1/8 1/16


SCHEEPJESGULDEN SCHEEPJESGULDEN SCHEEPJESGULDEN

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG PEMERINTAHAN BATAVORUM

BERIKUT ADALAH MATA UANG SCHEEPJESGULDEN PERAK REPUBLIK


BATAVORUM YANG DICETAK PADA TAHUN 1803

𝟏 𝟏 𝟏
SCHEEPJESGULDEN SCHEEPJESGULDEN SCHEEPJESGULDEN
𝟏𝟔 𝟖 𝟒

𝟏
SCHEEPJESGULDEN 1 SCHEEPJESGULDEN
𝟐

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG PEMERINTAHAN BATAVORUM

MATA UANG STUIVER TEMBAGA PEMERINTAHAN


BATAVORUM
(1802-1836)

Pada 1813, wilayah Hindia Belanda masuk masa Pemerintahan


William 1 (1813-1940). Setelah diangkatnya sebagai Raja Belanda yang
baru mulai mengambil kebijakan kebijakan untuk wilayah Hindia
Belanda. Dua tahun kemudian, tahun 1815, diputuskan bahwa satuan
mata uang Doit sudah tidak berlaku diwiayah Hindia Belanda dan Negeri
Belanda.
Pada wilayah Hindia Belanda, mulai diterapkannya kebijakan,
satuan mata uang di wilayah Hindia Belanda :
Berikut adalah kurs nilai tukar yang diterapkan :
1 Gulden Perak Nederland Indie : 96 Doit Tembaga
1 Gulden Perak Nederland Indie : 24 Stuiver Tembaga
1 Stuiver Tembaga : 4 Doit Tembaga
Pemerintahan di wilayah Hindia Belanda mencetak berbagai satuan
mata uang yang digunakan, antara lain Doit Tembaga, Cent Tembaga,
Stuiver Tembaga, dan Gulden perak.
Mata Uang Stuiver Tembaga yang diproduksi memiliki nominal
decimal antara lain 1/8, 1/4, dan 1/2 Stuiver Tembaga. Pada bagian
muka depan terdapat tulisan inskripsi “NEDERL. INDIE”, dan ada yang
berinskripsi “INDIE.BATAV”, berserta tahun cetak. Sedangkan, dibagian
belakang terdapat lambang percetakan koin di Provinsi Utrecht,
Belanda dan di Kota Surabaya (Hindia Belanda).
Kemudian pada tahun 1834, pemerintahan Negara Belanda
menerapkan system baru pada mata uang di wilayah Hindia Belanda /
Nederlandsch Indie dan Negara Belanda. Pada peraturan yang
diterapkan di wilayah Negara Belanda, mulai diterapkannya system
Desimal, dan mulai tidak memberlakukan satuan mata uang Doit.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG PEMERINTAHAN BATAVORUM

Sedangkan pada wilayah Nederland Indie, peratuan baru yang


diterapkan hanyalah perubahan nilai tukar/ Kurs mata uang
diantaranya:
Berikut adalah kurs nilai tukar yang diterapkan :
1 Gulden Perak Nederland Indie : 120 Doit Tembaga
1 Gulden Perak Nederland Indie : 30 Stuiver Tembaga
1 Stuiver Tembaga : 4 Doit Tembaga
Berikut adalah macam-macam nominal mata uang Stuiver
Tembaga:
A. MATA UANG ½ STUIVER TEMBAGA “INDIAE BATAV”
Pada depan mata uang terdapat lambang perisai dengan
mahkota, sebelah kanan dan kiri terdapat nominal ½ Stuiver (½ St),
sedangkan dibagain belakang terdapat 5 sinar, inskripsi “INDIAE BATAV”,
dan tahun cetak.
Mata uang pecahan ½ Stuiver “INDIAE BATAV” ini diproduksi
pada periode 1818, 1819, 1820, 1821, 1822, 1823, 1824, 1825 dan 1826.
Pada awal pecetakan tahun 1818 sampai dengan 1821, bagian muka koin
masih terdapat inskripsi “ ½ St. G.”, yaitu singkatan dari “1 STUIVER
GUILDER”. Uang ½ Stuiver ini memiliki nilai setara dengan 2 Doit, atau
disebut juga Dubble Doit. Sedangkan, nominal ½ Stuiver memiliki nilai
setara dengan 1 Doit.

MATA UANG 1 DUIT DICETAK DI AMSTERDAM

MATA UANG ½ STUIVER DICETAK DI SURABAYA

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG PEMERINTAHAN BATAVORUM

Koin ½ Stuiver yang dicetak di Surabaya, merupakan desain


tiruan yang meniru koin Duit Tembaga yang dicetak di Belanda dengan
terdapat huruf “G” yaitu Guilder, pada bagian bawah perisai.
Sebenarnya, kata Guilder tidak mengandung makna tertentu.
Uang ini tidak memiliki Mintmaster-mark/ inisial seorang kepala
percetakan koin. Mata uang ini dipotong dan dicetak secara manual,
sehingga memiliki beragam bentuk dan bervariasi beratnya.
Pada bagian depan koin terdapat perisai seekor singa yang
memegang sebuah pedang. Disebelah kiri terdapat nominal “1/2” dan
disebelah kanan terdapat huruf “S”, singkatan dari “Stuiver”, dan
dibagian bawah perisai terdapat huruf “G” singkata dari “Guilder”.
Pada bagian belakang koin, terdapat mintmark “Bintang segi
enam” dengan kanan kiri berupa “Dot/ Titik” diatas inskripsi
“India.Batav” dan terdapat tahun cetakan.
VARIASI BENTUK PERISAI PADA ½ STUIVER INDIAE BATAV

PERISAI DUA GARIS PERISAI SATU GARIS


PERCETAKAN PERIODE 1818 - 1820 PERCETAKAN PERIODE 1821-1826

VARIASI BENTUK HURUF “S” PADA “ ½ STUIVER” INDIAE BATAV

HURUF “S” HURUF “S” HURUF “S” HURUF “S” HURUF “S”
KECIL BESAR GEMUK KURUS BERGESER
KEBAWAH

PEDANG PENDEK PEDANG PANJANG


Jelajah Uang Nusantara
205 | 214
 MATA UANG PEMERINTAHAN BATAVORUM

B. MATA UANG ½ STUIVER TEMBAGA “NEDERL.INDIE”


Mata uang ½ Stuiver “NEDERL.INDIE” dicetak sejak tahun 1821–
1826. Nominal ½ Stuiver Nederlandsch Indie menggunakan bahan
tembaga, ini memiliki nilai setara dengan 2 Doit atau biasa disebut
dengan “Dobble Doits”. Jumlah cetakan mata uang nominal ½ stuiver
berbahan tembaga, sebagai berikut :
Edaran 1821 : Dicetak 10.000.000 Keping

Edaran 1822 : Dicetak 7.000.000 Keping

Edaran 1823 : Dicetak 19.000.000 Keping

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG PEMERINTAHAN BATAVORUM

Edaran 1824 : Dicetak 5.500.000 Keping

Edaran 1825 : Dicetak 42.000.000 Keping

Edaran 1826 : Dicetak 66.000.000 Keping

Nominal ½ Stuiver dicetak di Percetakan Uchtre, Belanda. Pada


bagian muka terdapat mintmark “bintang” diatas sebuah tulisan
berinskripsi “NEDERL.INDIE”, tahun cetak dan sebuah Inisial Mintmaster.
Inskripsi “Nederl-Indie” adalah kepanjangan dari Nederlandsch
Indie. Huruf “S” pada bagian depan bawah, adalah sebuah Inisial dari
seorang Mintmaster-mark bernama J. Suer Mondt yang berkerja di
percetakan uang logam Uchtre, Belanda sejak 1821-1836.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG PEMERINTAHAN BATAVORUM

Mata uang ½ Stuiver Nederlandsch Indie memiliki desian Medalic


Aligment, yaitu desain mata uang koin yang depan dan belakang
menghadap keatas. Sedangan, koin Coin Alignment memiliki desain
bagian depan menghadap keatas dan bagian belakang menghadap
kebawah, yang terdapat pada uang koin ½ Cent Benggol Nederlandsch
Indie 1919-1945.

KOIN DENGAN DESAIN MEDALIC ALIGMENT

KOIN DENGAN DESAIN COIN ALIGNMENT

C. MATA UANG 1/8 STUIVER TEMBAGA “NEDERL.INDIE”


Mata uang Pecahan 1/8 stuiver, diproduksi dengan
menggunakan bahan tembaga. Mata uang 1/8 stuiver mulai dicetak
dari tahun 1822, 1823, 1824, 1825, 1826 di Percetakan Utrech,
Belanda. Nominal 1/8 Stuiver setara dengan ½ Doit.

MATA UANG 1/8 STUIVER 1825 TEMBAGA

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG PEMERINTAHAN BATAVORUM

Jumlah cetakan mata uang nominal 1/8 stuiver berbahan


tembaga, sebagai berikut :
Edaran 1822 : Dicetak 1.300.000 Keping
Edaran 1823 : Dicetak 33.000.000 Keping
Edaran 1824 : Dicetak 21.000.000 Keping
Edaran 1825 : Dicetak 44.000.000 Keping
Edaran 1826 : Dicetak 69.000.000 Keping

Pada bagian depan koin terdapat sebuah perisai dengan hiasan


blok dengan seekor singa dan sebuah mahkota, disebelah kanan terdapat
nominal mata uang 1/8 dan disebelah kiri terdapat singkatan mata uang
Stuiver “S dan ST. ”.
Pada bagian belakang terdapat mintmark “Bintang” diatas
inskripsi “Nederl-Indie” memiliki makna “Nederlandsch Indie” dan
Mintmesster-mark inisial “S”, adalah inisial dari J. Soul Mount, yang
merupakan kepala percetakan (Muntmeester) di percetakan logam
Uchtre dari 1818-1838.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG PEMERINTAHAN BATAVORUM

MATA UANG DOIT PEMERINTAHAN BATAVORUM


(1830-1834)
Pada masa Batavian Republik, dicetak satuan mata uang nominal 5
1/16 Gulden dan 5 1/32 Gulden. Mata uang ini dicetak menggunakan
bahan tembaga. Pecahan 5 1/16 Gulden (Setara dengan 1 Doit) dan 5
1/32 Gulden (Setara dengan ½ Doit). Uang ini dicetak dan diprodusi sejak
tahun 1802 sampai dengan 1816.
Pada tahapan pertama percetakan uang ini dilakukan di Kota
Enkhuizen di Provinsi Holland. Uang ini mulai diproduksi sejak tahun
1802 sampai tahun 1806. Pecahan 5 1/16 Gulden (Setara dengan 1 Duit)
dan 5 1/32 Gulder (Setara dengan ½ Duit) pada bagian depan terdapat
Mintmark “Bintang” diatas inskripsi “Indiae Batav”, pada bagian bawah
tertulis tahun cetak.
Sedangkan pada bagian
belakang terdapat sebuah mahkota
diatas lambang Provinsi Holland,
samping kanan dan kiri terdapat
nominal uang, pada bagian bawah
lambang terdapat huruf “G.”
kepanjangan dari Gulden. Namun,
Koin 5 1/16 Guilden (1 Doit) Provinsi
kata “Gulden” pada pecahan ini tidak
Holland Tahun 1805 mengandung makna atau arti karena
ada kenyataannya uang ini tetap
memiliki nilai pecahan 1 dan ½ Duit.
Uang ini hanya dicetak untuk memenuhi kekurangan suplai
mata uang yang diperlukan . Pecahan 5 1/16 Gulden (Setara dengan 1
Doit) dan 5 1/32 Gulden (Setara dengan ½ Doit)
Uang yang diproduksi tahun 1802, sebenarnya untuk memenuhi
kekurangan pasokan uang pecahan kecil yang akan dikirimkan untuk
kawasan Cape Of Good Hope (Negara Afrika Selatan yang saat itu
termasuk jajahan Kolonial Belanda). Uang tersebut sudah sempat
dikirimkan ke Afrika Selatan. Namun, pengiriman kepingan koin tersebut
ditolak oleh Kolonial Inggris karena dalam peraturan mereka melarang
mengimpor koin yang sudah jadi untuk wilayah Cape Of Good.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG PEMERINTAHAN BATAVORUM

Peraturan tersebut diterapkan setelah Kompeni Inggris


menguasai Wilayah Cape Of Good Hope (Afrika Selatan). Akhirnya koin
tersebut dialihkan dan dikirimkan ke wilayah Hindia Timur (Nederland
Indie) sebagai mata uang yang sah untuk dipergunakan. Sebenarnya,
uang yang diperuntukan untuk Wilayah Nederlandsch Indie (Hindia
Belanda) adalah uang koin dengan cetakah tahun 1803

Koin 5 1/16 Guilden (1 Doit) Provinsi Overijsel Tahun 1807,


Dengan Mintmaster-mark ”Burung Rajawali”

Kemudian uang koin ini dicetak juga di Kota Kampen, Provinsi


Overijsel dengan Mintmaster-mark atau Kepala Percetakan Koin
bernama N. Wonneman, berupa “Burung Rajawali”. Uang ini diproduksi
tahun 1803, 1804, 1805 sampai 1806.
Pada bagian depan uang pecahan 5 1/16 Guilden yang dicetak di
Kota Kampen di Provinsi Overijsel terdapat Mintmaster-mark “Burung
Rajawali” diatas tulisan inskripsi “INDIAE BATAV”, pada bagian bawah
terdapat tahun cetak, pada bagian bawah lambang perisai terdapat
huruf “G”, singkatan dari “Gulden”, yang sebenarnya tidak bermakna.
Pada bagian belakang terdapat mahkota diatas lambang Provinsi
Overijsel dan terdapat moto Provinsi Overijsel “Vigilate Et Orate”, yang
berarti “Waspadai Keselamatan Dengan Berdoa”.
Uang ini dicetak masa Pemerintahan Republik Batavorum.
Namun, pada bagian belakang masih menggunakan lambang provinsi di
Belanda. Belum diketahui secara pasti, “Alasan mengapa masih
menggunakan lambang setiap provinsi, bukan menggunakan lambang
Republik Batavorum?”. Tapi, kemungkinan karena Republik
Batavian/Batavorum masih baru terbentuk, dan pengaruh tiap provisi
atau negara bagan masih sangatlah kuat. Infansi yang dilakukan oleh
Prancis terhadap Belanda. Menyebabkan, Batavian Republik yang
didirikan oleh Belanda pada 19 Januari 1795 harus runtuh dan
dibubarkan.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG PEMERINTAHAN BATAVORUM

Pemerintahan baru sangat bergantung pada pemerintahan baru


yang dipimpin langsung oleh seorang Kaisar Prancis bernama Napoleon
Bonaparte. Kaisar Napoleon Bonaparte mengangkat adiknya bernama
Louis Napoleon (Lodewijk Napoleon) sebagai Raja Belanda dan
berubahlah lagi system pemerintahan dari Republik Batavorum Menjadi
Kerajaan Holland.
Pada masa pemerintahan Prancis menduduki Hindia belanda,
pemerintahan tetap mencetak uang dengan pecahan 5 1/16 dan 5 1/32
Gulden. Mata uang ini kemudian diproduksi di Kota Hoorn, Provinsi
Holland. Uang ini adalah kelanjutan dari seri yang sudah pernah dicetak
selama kekuasaan Republik Batavorum (Republik Baatafse).

Koin 5 1/16 Guilden (1 Doit) Provinsi Overijsel Tahun 1808,


Dengan Mintmaster-mark ”Bintang”

Percetakan koin di Kota Hoorn, Provinsi Holland, mencetak uang


pecahan 5 1/16 Gulden (Setara dengan 1 Doit) dan 5 1/32 Gulden (Setara
dengan ½ Doit) pada bagian depan terdapat Mintmark “Bintang” diatas
inskripsi “Indiae Batav”, dibagian bawah tertulis tahun cetakan.
Sedangkan, pada bagian belakang terdapat sebuah mahkota diatas
lambang Provinsi Holland, samping kanan dan kiri terdapat nominal
uang, pada bagian bawah lambang terdapat huruf “G.” kepanjangan dari
Gulden.
Namun, kata “Gulden” pada pecahan ini sebenarnya tidak
mengandung makna atau arti, karena pada kenyataannya uang ini tetap
memiliki nilai pecahan 1 dan ½ Duit. Uang ini hanya dicetak untuk
memenuhi kekurangan suplai mata uang yang diperlukan. Pecahan 5
1/16 Gulden (Setara dengan 1 Doit) dan 5 1/32 Gulden (Setara dengan
½ Doit). Uang ini diproduksi pada periode tahun 1807 sampai dengan
1809.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG PEMERINTAHAN BATAVORUM

Koin tersebut sering terjadi Over Stuck Coin/ cetakan Stuck Dies
Berlebih. Kebijakan yang dilakukan oleh pihak pemerintah untuk
menghemat biaya produksi coin dengan cara menarik coin edaran lama
dan dilakukan penempaan kembali dengan hanya merubah inskripsi
tahun cetakan. Sehingga, seringkali terjadi penumpukan angka pada
tahun cetakan atau disebut dengan Over Stuck Coin, yang menyebabkan
tahun koin terlihat samar ataupun bertumpukan dengan tahun
sebelumnya. Contoh; tertulis tahun cetakan 1809, overstuck 1806.
Keseluruhan uang yang diproduksi memiliki desain Medalic
Aligment atau sisi muka dan sisi belakang menghadap keatas. Jikalau
menemukan desain Coin Aligment/ bagian muka menghadap keatas dan
bagian belakang menghadap kebawah adalah salah satu koin yang
keberadaannya sangat langka.
Namun, ada beberapa koin proff yang menggunakan bahan
perak dan emas. Banyak kalangan Numismatis yang beranggapan koin
tersebut adalah koin palsu yang beredar saat itu.
Dimasa awal kependudukan Inggris di Hindia Belanda, pihak
pemerintah tidak mencetak mata uang ini. Kemudian, pada tahun 1814,
terjadi perjanjian kontrak pembuatan koin duit ini antara seorang Kepala
Percetakan Koin di Kota Kampen, Provinsi Overijsel bernama N.
Wonnema dengan H. de Heus seorang saudagar/ penguasa besar di
Amsterdam, yang ditunjuk resmi sebagai wali untuk mengsuplai koin
duit. Dikontrak perjanjian tersebut salah satunya disebutkan bahwa “H.
de Heus berhak mencantumkan inisial namanya di koin doit”. Mata uang
pecahan 5 1/16 Gulden dan 5 1/16 Gulden dipeoduksi di Percetakan Koin
di Kota Amsterdam pada tahun 1814, 1815, dan 1816, menggunakan
bahan tembaga.

Koin 5 1/16 Guilden (1 Doit) Provinsi Utrecht Tahun 18016,


Dengan Terdapat Mintmaster-mark “H”

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG PEMERINTAHAN BATAVORUM

Pada bagian depan terdapat Mintmark “Bintang diantara dua


titik dot” diatas inskripsi Indiae Batav” pada bagian bawah terdapat
tahun cetak, dan dicantumkan nama saudagar dari Amsterdam tersebut
dengan inisial “H”. Pada bagian belakang terdapat Mahkota diatas
Lambang Provinsi Utrecht, samping kanan kiri terdapat nominal uang,
dan pada bawah lambang terdapat huruf “G”.
Sebenarnya, H. de Heus bukanlah seorang Mastermark atau
Kepala Pabrik percetakan koin. Namun, ia sebagai salah satu saudagar
kaya yang ikut menginvestasikan hartanya dan sebagai wali dalam
mengsuplai uang koin doit tersebut. Koin ini juga dikirimkan ke Wilayah
Jajahan yaitu Hindia Belanda, untuk dicetak kembali dengan
menghilangkan tanda Mintmaster-mark “H” pada koin, dan dikakukan
overstuck.

Koin 5 1/16 Guilden (1 Doit) yang dikirimkan ke Hindia Belanda, dengan


menghilangkan tanda Mintmastermark “H” pada bawah koin, dan terjadi
Overstuck pada tahun cetak

Koin yang terdapat inisial Mint “H” singkatan H. de Heus


dikirimkan ke Wilayah Jajahan Belanda yaitu Hindia Belanda, untuk
dicetak kembali dengan menghilangkan tanda Mintmark “H” pada koin.
Koin ini ditempa lagi di Surabaya pada tahun 1820-1822, dimana tanda
mintmark “H” pada koin telah dihapus. Walaupun, uang ini ditempa
pada tahun 1820-1922. Tetapi, koin ini semula dicetak pada tahun 1818.
Selain dicetak di kota Enkhuizen, Amsterdam, koin ini juga
dicetak oleh Pabrik Percetakan Koin di Kota Utrecht, dengan
mencantumkan inisial “S” sebagai nama depan seorang
Mintmastermark bernama J. Suermondt. Meskipun koin doit ini
bertahun cetak 1816. Namun, dilihat dari catatan Pabrik Percetakan Koin
Utrecht koin tersebut diproduksi tahun 1820-1822.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG PEMERINTAHAN BATAVORUM

Koin pecahan 5 1/16 Guilden (1 Doit) dengan Mintmaster-mark “S”


yaitu J. Suermondt

Koin 5 1/32 Guilden (1/2 Doit) dengan Mintmaster-mark “S”


yaitu J. Suermondt

Pada bagian depan terdapat sebuah mintmark “Bintang” diatas


inskripsi “Indiae Batav”, pada bagian bawah terdapat tahun cetakan
1816, yang sebenarnya dicetak tahun 1820-1822, dan terdapat
Mintmaster-mark huruf “S”, inisial dari J. Suermoundt . Sedangkan, pada
bagian belakang terdapat mahkota diatas lambang provinsi, sebelah
kanan dan kiri terdapat nominal uang dan pada bagian bawah lambang
terdapat huruf “G” atau Gulden. Namun, terkadang huruf “G” etrlihat
samar dan tidak jelas akibat dari kurangnya space atau tempat dies.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG PEMERINTAHAN BATAVORUM

MATA UANG CENT TEMBAGA TANAM PAKSA


(1830-1834)

Pada tahun 1830, Kolonial Belanda mengalami berbagai masalah,


terutama dalam suplai mata uang. Hal ini diperburuk dengan adanya
Perang Diponorogo (1825-1830), yang sulit ditumpas, menyebabkan
terkurasnya Kas Keuangan Hindia Belanda.
Lalu, Raja William I memerintahkan Gubenur Hindia Belanda yang
bernama JEND. JOHANNES VAN DEN BOSCH agar melakukan suatu
tindakan kebijakan agar data mengatasi permasalahan keuangan di
Hindia Belanda.
JEND. JOHANNES VAN DEN BOSCH akhirnya menerapkan sistem
“CULTUURSTELSEL”, yang merupakan Kebijakan Tanam Paksa. Sistem
ini menerapkan kewajiban setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya
sebesar 20 %, untuk ditanami komiditas ekspor seperti tebu, kopi, teh
dan tarum. Jika penduduk desa tidak memiliki tanah diwajibkan bekerja
selama 75 hari kepada perkebunan swasta.

POTRET KEBIJAKAN TANAM PAKSA YANG DILAKUKAN OLEH KOLONIAL


BELANDA

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG PEMERINTAHAN BATAVORUM

Namun, berbeda dengan kenyataanya. Pada praktiknya masyarakat


dipaksa menyerahkan seluruh tanahnya untuk ditanami tanaman ekspor
yang dikelola oleh pihak swasta, dan bagi masyarakat yang tidak memiliki
lahan, dipaksa berkerja seumur hidup, tanpa mendapatkan upah hingga
membayar pajak. Hal ini tentu menyesensarakan masyarakat di Hindia
belanda. Mereka mengalami kelaparan hingga kematian.
Dalam menjalani Praktik Tanam Paksa, Pemerintahan Kolonial
Belanda memerlukan suplai mata uang yang digunakan untuk biaya
distribusi hasil perkebunan. Selain menggunakan satuan mata uang
Stuiver Tembaga dan Gulden Perak, pemerintah juga mencetak mata
uang satuan decimal yaitu Cent.
Sebenarnya, penerapan system decimal hanya diberlakukan di
Negeri Belanda, dan penerapan system decimal diwilayah Nederland
Indie baru diterapkan sepenuhnya pada tahun 1854.
Pada awalnya Pabrik Uang Logam Soerabaia/Surabaya didirikan
atas usulan Letnan Jenderal Loriaux bertempat di dalam sebuah Gedung
Gereja Jemaat Kalvinis di Willems plein (sekarang Taman Jayeng Rono),
asalkan pemerintah bersedia menyediakan bahan dasar lempengan
tembaga yang di impor dari Jepang.
Kemudian, tahun 1816 pihak Pemerintah Hindia Belanda yaitu
G.J.W.Daendels memutuskan kerjasama kontrak dengan Letnan Jenderal
Loriaux dan mengadakan kontrak baru dengan warga Tionghoa.
Pada tahun 1832, dibentuk Gugus tugas yang diketuai oleh
Demminie, yang bertugas mencetak uang koin. Lalu, mereka membangun
sebuah gedung baru untuk Pabrik Uang Logam di Kompleks “Artillerie
Constructie Winkel” di Jl.Penjara, Surabaya, dikepalai oleh seorang
kapten bernama Demminie untuk sementara waktu.
Mata yang dicetak memiliki dua nominal, yaitu 1 dan 2 Cent.
Dicetaklah koin yang mencantumkan inisial namanya “D”, kepanjangan
dari Demmenie pada pecahan 1 Cent tahum 1833.
Pencantuman inisial pada koin, biasanya dilakukan oleh seorang
Muntmaster/ Kepala percetakan koin. Namun, Demminie bukanlah
seorang Muntmaster, ia hanya menjabat sebagai Direktur Gugus Tugas
saja.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG PEMERINTAHAN BATAVORUM

Sesaat, setelah itu dipilihlah seorang Muntmaster/ Kepala


Percetakan Uang Koin yang bernama K. J. de Vogel. Kemudian,
mencantumkan inisial namanya “V” untuk “Vogel” untuk koin nominal
1 Cent pada tahun yang sama. Sehingga, uang koin 1 Cent cetakan tahun
1833 memiliki dua Muntmaster, yaitu inisial “D” untuk Demminie, dan
inisial “V” untuk K. J. de Vogel.

UANG TEMBAGA PECAHAN 1 CENT CETAKAN


1833 YANG MEMILIKI 2 MUNTMASTER

Setelah menempati gedung baru di Kompleks “Artillerie


Constructie Winkel” Surabaya. Maka, Gedung Gereja Jemaat Kalvinis
dikembalikan untuk digunakan seperti semula.
Pabrik Uang Logam di Kompleks “Artillerie Constructie Winkel”
dilengkapi dengan alat “Platmolen”, yaitu alat yang digerakkan dengan
menggunakan tenaga aliran air dari Kali Krembangan. Pabrik ini dipinpin
oleh kapten bernama Demmine.
Karena pabrik tersebut bergantung pada ketinggian air Kali
Krambangan. Maka saat air kali krambangan mengalami masa surut,
pabrik tersebut tidak bisa beroprasi. Pada akhirnya, pemerintah
memutuskan untuk menutup sementara waktu pabrik tersebut. Lalu,
percetakan dialihkan ke Pabrik Percetakan Koin di Tepi Kali Mas,
Tawangsari. Hal ini, bermaksud agar percetakan koin berjalan secara
teratur dan tanpa kendala.
Kemudian, karena meningkatnya suplai mata uang pecahan
kecil yang dibutuhkan oleh Pemerintahan Belanda akibat penerapan
Sistem Tanam Paksa di Hindia Belanda. Akhirnya, Pabrik Uang Logam di
Kompleks “Artillerie Constructie Winkel” mulai beroprasi kembali,
untuk memenuhi kebutuhan suplai koin pecahan kecil.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG PEMERINTAHAN BATAVORUM

Pada tanggal 11 Desember 1843, pemerintahan menutup


semua Pabrik Percetakan Uang Logam di Surabaya dan Tawansari,
karena pabrik tersebut sudah tidak memenuhi standar kelayakan Pabrik
Percetakan Uang, dan tidak sanggup memenuhi kebutuhan suplai mata
uang. Sejak saat itu, percetakan uang logam dilakukan di Negara Belanda.

MINTMASTER-MARK “D” MINTMASTE-MARK “V” MINTMASTER-MARK“W”

MINTMASTER-MARK “J” MINTMASTER-MARK “C”

Huruf pada bagian bawah koin adalah inisial depan dari nama
Muntmeester/Pejabat Pemimpin Pabrik Uang Surabaya, mintmaster-
mark diantaranya:
D : N.N. Demmenie (1833)
V : K. J. de Vogel (1833-1837)
C : N. Cobline (1837)
J : L. J. Jeekel (1837-1839)
W : C. H. Wilmans (1839-1840)

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG PEMERINTAHAN BATAVORUM

Pada uang koin yang dicetak di Surabaya, bagian depan


terdapat lambang perisai, disebelah kiri terdapat nominal uang, dan
disebelah kanan terdapat satuan mata uang decimal Cent. Adapun
bermacam-macam model penulisan sebagai berikut ;

ANGKA ROMAWI DAN CT ANGKA ROMAWI DAN C

ANGKA ALFABET DAN CT ANGKA ALFABET DAN C

Uang koin cent periode 1833 – 1840, pada bagian belakang


terdapat logo perisai. Terdapat viarian perisai yang membedakan
antara masteermark uang cent. Logo perisai tersebut dihiasi block yang
berjumlah 6 sampai dengan 13 block dengan sebuah pedang yang
digenggam oleh singa.

JUMLAH DARI KIRI 6 SAMPAI DENGAN 13 BLOCK PADA PERISAI YANG


MEMBEDAKAN SETIAP JENIS MINTMASTER-MARK UANG CENT

Berikut adalah variasi jumlah block ;


- Mintmaster “D” : Jumlah 12 block
- Mintmaster “V” : Jumlah 8, 11, 12, dan 13 block
- Mintmaster “C” : Jumlah 9 dan 13 block
- Mintmaster “J” : Jumlah 6, 8, 9, 10, 11, 12, 13 dan 14 block
- Mintmaster “W” : Jumlah 6, 7, 8, 9, 10 dan 12 block

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG PEMERINTAHAN BATAVORUM

VARIASI BENTUK UKURAN PERISAI

KECIL/PIPIH SEDANG/NORMAL BESAR/LEBAR

MAHKOTA DIATAS PERISAI MEMILIKI BERBAGAI MACAM VARIASI

KECIL SEDANG BESAR

RENDAH SEDANG TINGGI

TERDAPAT VARIASI DUA ORNAMENT DIBAWAH MAHKOTA

0—0---0---0---0---0 .---.---.---.---.---.

MATA UANG PECAHAN 1 CENT TERDAPAT DUA MACAN BENTUK ANGKA


PADA TAHUN CETAK, SEBAGAI BERIKUT ;

BENTUK ANGKA TIGA BULAT BENTUK ANGKA TIGA PERSEGI


LANCIP

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG ZAMAN HINDU BHUDA

Pada bagian belakang koin terdapat mintmark atau symbol


percetakan koin “Bintang” diatas inskripsi “NEDERL.INDIE”, pada bagian
bawah terdapat tahun cetakan dan sebuah tanda Mintmaster-mark
atau Kepala Pabrik Percetakan Koin.

FAKTA MENARIK

Pada 1 Cent “V” 1834, terdapat huruf yang


terbuat dari perak yang yang sengaja dibuat khusus
diberikan oleh Gubenur Hindia Belanda (1830-1834),
bernama JEND. JOHANNES VAN DEN BOSCH, saat
mengunjungi Surabaya sebelum meninggalkan Hindia
Belanda 1834.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 UANG TOKEN PERUSAHAAN BELANDA

MATA UANG GULDEN PERAK NEDERLANDSCH INDIE


(ABAD 1821-1840)
Sesaat pelantikan Raja Willem III pada tahun 1813, dua tahun
kemudian Raja Willem III mulai merubah system perekonomian di
Negara Belanda. Mereka mulai memperkenalkan mata uang
dengan system decimal, yang 1 Gulden setara dengan 100 Cent,
yang sebelumnya memiliki nilai tukar menggunakan satuan mata
uang Stuiver (1 Gulden setara 120 Doit). Sejak saat itulah, satuan
Doit tidak dipergunakan lagi di Negara Belanda. Namun, masih
dipergunakan di wilayah Jajahan Belanda, termasuk wilayah Hindia
Belanda.

1 GULDEN PERAK NEGERI BELANDA


Pada uang perak 1 Gulden dan ½ Gulden yang dicetak untuk
negara induk “Belanda”, bagian depan terdapat sebuah inskripsi
“Mun Van Het Koningryk Der Nedelanden” memiliki arti “Koin
Kerajaan Belanda”, berserta tahun cetak, dengan sebuah lambang
negara belanda yang dimahkotai, pada sisi kanan perisai terdapat
nominal uang dan sisi kiri perisai terdapat huruf “G” yang
merupakan singkatan dari “Gulden“, pada bagian bawah perisai
tercantum satuan desaimal dalam satuan “100 Cent”.
Pencantuman satuan decimal ini merupakan
Pada bagian belakang, terdapat sebuah gambar wajah Raja
Willem III dengan tulisan inskripsi “Willem Koning Der Ned. G. H.
V. L. (Nederlanden Groothertog Van Luxemburg)” artinya “William
Raja Belanda Adipati Agung Luksemburg”.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 UANG TOKEN PERUSAHAAN BELANDA

Kemudian pada tahun 1821, mereka mulai mencetak


berbagai satuan nominal, berupa koin dengan kandungan perak
sebesar 94% yang khusus dipergunakan di wilayah Nederlandsch
Indie. Uang tersebut dicetak dengan satuan nilai tukar 1 Gulden
setara dengan 96 Doit. Mereka mulai memproduksi pecahan koin
dengan nominal ¼, ½ dan 1 Gulden Perak. Uang ini dicetak di
Percetakan Koninklijke Leidong Munt DI Kota Utrecht, Belanda,
yang dikepalai oleh seorang Kepala Percetakan Pabrik Koin
bernama H. A. Van Den Wall Bake (1846-1874).
Kedua hal ini dapat diketahui dengan adanya Privy-mark
yaitu tanda Mintmaster-mark berupa “Kapak” disebelah kiri
perisai, dan sebuah tanda Mintmark berupa “Tongkat Hercules”
dikanan perisai.

1 GULDEN PERAK NEDERLANDSCH INDIE 1839

Pada pecahan nominal 1 Gulden, bagian depan terdapat


inskripsi berbunyi “Munt Van Het Koningryk Der Nederlanden-
Nederlandsch Indie” yang memiliki arti “Koin Kerajaan Belanda-
Hindia Belanda” beserta tahun cetal, terdapat juga sebuah
“Mahkota” diatas “Lambang Kerajaan Belanda ”. Sebelah kiri
terdapat nilai nominal, dan pada sebelah kanan terdapat huruf “G”
yang merupakan singkatan dari “Gulden”. Sebelah kiri perisai
terdapat Mintmastermark dari P.C.G. Poelman (1838-1845) berupa
lambang “Bunga Bakul/ Lely”. Sedangkan, sebelah kanan perisai
terdapat tanda Mintmark “Tongkat Mercurius” yang merupakan
perlambangan Pabrik Percetakan Koin di Utrecth, Belanda.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 UANG TOKEN PERUSAHAAN BELANDA

Pada bagian belakang, terdapat sebuah gambar wajah Raja


Willem III dengan tulisan inskripsi “Willem Koning Der Ned. G. H.
V. L. (Nederlanden Groothertog Van Luxemburg)” artinya “William
Raja Belanda Adipati Agung Luksemburg”. Koin ini dicetak dalam
periode tahun 1821, 1839, dan 1840.
Pada percetakan nominal ½ Gulden, bagian depan terdapat
inskripsi “Nederlandsch Indie-Half Gulden” artinya “Hindia
Belanda-Setengah Gulden” beserta tahun cerak yang dihiasi oleh
“Dua Dedaunan Palem Melingkar”. Sebelah kiri perisai terdapat
Mintmastermark dari Y. D. C. Suermondt berupa lambang “Obor”.
Sedangkan, sebelah kanan perisai terdapat tanda Mintmark
“Tongkat Mercurius” yang merupakan perlambangan Pabrik
Percetakan Koin di Utrecth, Belanda.
Pada bagian belakang koin terdapat wajah Raja Willem I
dengan inskripsi “Willem Koning Der Ned. G. H. V. L. (Nederlanden
Groothertog Van Luxemburg)” artinya “William Raja Belanda
Adipati Agung Luksemburg”. uang ini diproduksi pada tahun 1826,
1827, dan 1834.

1/2 GULDEN PERAK NEDERLANDSCH INDIE 1834


Pada percetakan nominal 1/4 Gulden, bagian depan terdapat
inskripsi “Nederlandsch Indie-Kwart Gulden” artinya “Hindia
Belanda-Seperempat Gulden” beserta tahun cerak yang dihiasi
oleh “Dua Dedaunan Palem Melingkar”. Sebelah kiri perisai
terdapat Mintmastermark dari Y. D. C. Suermondt berupa lambang
“Obor”. Sedangkan, sebelah kanan perisai terdapat tanda
Mintmark “Tongkat Mercurius” yang merupakan perlambangan
Pabrik Percetakan Koin di Utrecth, Belanda.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 UANG TOKEN PERUSAHAAN BELANDA

Pada bagian belakang koin terdapat wajah Raja Willem I


dengan inskripsi “Willem Koning Der Ned. G. H. V. L. (Nederlanden
Groothertog Van Luxemburg)” artinya “William Raja Belanda
Adipati Agung Luksemburg”. Uang ini diproduksi tahun 1826, 1827,
1834 dan 1840.

1/4 GULDEN PERAK NEDERLANDSCH INDIE 1826

Pada awal percetakan tahun 1821, uang ini memiliki nilai


konversi/ nilai tukar 1 Gulden Nederland Indie setara dengan 96
Doit. Namun, pada tahun 1834, terjadi perubahan nilai kurs 1
Gulden setara dengan 120 Doit atau setara dengan 20 Stuiver
tembaga. Dan untuk nilai tukar satuan lebih rendah 1 Stuiver
tembaga setara dengan 4 Doit.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
I. UANG TOKEN PERUSAHAAN BELANDA
(1770-1890 MASEHI)
Pada awal abad 19, mulai banyak didirikan perusahaan-perusahaan oleh colonial
Belanda. Hal ini disebabkan semakin pesatnya perkembangan investasi swasta dan
banyaknya ditemukan berbagai jenis pertambangan seperti pertambangan timah
dan tembaga, dan banyak pula berdirinya berbagai perusahaan administrasi di
Hindia Belanda, juga didukung dengan diterapkannya system Maka dari itu, demi
memperlancar transaksi yang dilakukan, mencukupi biaya transportasi dan upah
para pekerja dicetaklah uang koin token. Koin ini dicetak agar pihak Kolonial
Belanda dapat mengontrol jalannya “lalu lintas” keuangan, dan tidak akan terjadi
tindakan oleh para pekerja.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 UANG TOKEN PERUSAHAAN BELANDA

MATA UANG TOKEN TIMAH KEPULAUAN BANGKA


(1770-1854 MASEHI)
Kata Bangka pertama kali muncul pada catatan serdadu china
pasukan Chang Ho yaitu pada tahun 1436, disebutkan bahwa daerah
Bangka adalah daerah yang sangat dekat dengan selat malaka, dan
dekat dengan sungai musi, yang mana daerah Palembang sangatlah
banyak dikunjungi oleh para pedangang china.
Pada periode tertentu wilayah Bangka diambil alih oleh
kesultanan johor dan kesultanan Minangkabau dan dilanjut diambil alih
oleh kesultanan banten, sebelum dialihwariskan kepada kesultanan
Palembang pada akhir abat 17.
Pada tahun 1770, ditemukannya adanya kandungan timah
diwilayah Bangka dan dibukalah pertambangan timah. Hal tersebut
menjadi daya Tarik imigran china di daratan. Pe
Kemudian sultan Palembang mengangkat orang orang
kepercayaan dan sekaligus sebagai wakil sultan untuk mengoprasikan
pertambangan timah, orang tersebut disebut Digo, yang berasal dari
Bahasa china yang berarti kakak tertua/ saudara tua.
Digo mencetak mata uang timah untuk diedarkan di wilayah
daerah pertambangan masing masing, yang mulai diproduksi sejak 1740
sampai dengan tahun 1813. Kemudian banyaklah perusahaan
pertambangan yang berdiri. Perusahaan ini dikelola oleh orang
tionghoa. Maka dari itu uang timah kepulauan Bangka semua koinnya
beraksara China.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 UANG TOKEN PERUSAHAAN BELANDA

Berikut adalah beberapa jenis koin timah Bangka yang masuk kepada
lelang di Jakarta :
1. Mata uang timah Bangka untuk perusahaan Siswan, yang
tertera disisi depan berinskripsi Aksara China 1740 -1813.
Sedangkan disisi belakang koin berinskripsi Aksara China Flight.

2. Mata uang timah Bangka untuk perusahaan Zheng Yong


Kongsi, diproduksi 1740-1813. Adanya inskripsi Aksara china
pada bagian depan Zheng Young. Sedangkan, dibagian belakang
adanya di kanan kiri sebuah titik diantara 8 sinar, dan dua
lingkaran diatas dan dibawah.

3. Mata uang tima untuk persahaan Zheng Ji Yong, diproduksi


tahun 1740-1813. Pada bagian depan koin tertulis inskripsi
Aksara Chian Zheng Ji, sedangkan dibagian belakang tertulis
Aksara China Dong Xi

4. Mata uang timah untuk perusahaan Yuan Ji Kongsi, diprosuksi


1740-1813. Bagian depan tertulis aksara Yuan Ji, sedangkan
dibagian belakang tertulis aksara Manchuria

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 UANG TOKEN PERUSAHAAN BELANDA

5. Mata uang timah untuk perusahaan Xi He Cai Ji Kongsi


diproduksi 1740-1813. Pada bagian muka ada inskripsi Aksara
China tertulis Xi He Cai Ji, sedangkan dibagian belakang tertulis
aksara Manchuria.

6. Mata uang untuk perusahaan Tai Yuan Kongsi, diproduksi


1740-1813. Pada bagian muka koin tertulis Tai Yuan. Sedangkan
dibagian belakang Le Zai Qi Zong.

7. Mata uang timah untuk perusahaan Tai Ji Kongsi, diprosuksi


1740-1813. Pada bagian depan tertulis Tai Ji, sedangkan
dibagian belakang tertulis Zhen Xing.

8. Mata uang koin untuk perusahaan Jiang Shang kongsi. Pada


bagian depan tertulis aksara China Jiang Shan, sedangkan
dibagian belakang tertulis mata uang koin berbunyi Tai Ji.

9. Mata uang timah Bangka untuk perusahaan Guang Ping Di Li


Kongsi. Pada bagian depan koin berinskripsi Guang Ping Di Li,
sedangkan dibagian belakang berisnkripsi Hou Shan Wei Ji.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 UANG TOKEN PERUSAHAAN BELANDA

FAKTA MENARIK
Di Pulau Bangka terdapat Tugu berbentuk
Uang Token Pertambangan Bangka. Tugu ini
sebagai penanda sejarah titik awal pembangunan
Pulau Bangka pada 3 September 1913, saat
Pengkalpinang menjadi Ibukota Keresidenan
Bangka. Tugu ini diresmikan oleh H. Maulan Aklil
S.I.P.,M.Si sebagai Walikota Pangkalpinang pada
tanggal 1 Januari 2021

Tugu dibuat berbentuk replika Uang Token Pertambangan


Bangka, bertahun 1217 Hijriah atau 1802 Masehi, dengan inskripsi
Aksara Arab Melayu pada sisi muka, “Haza Fulus Pangkalpinang”
memiliki arti “Uang Pangkalpinang” dan bagian belakang terdapat
inskripsi Aksara China berbunyi “Bing Lang Gongsi / Pin Long Kung Se”
memiliki arti “Berkembang dan Maju Secara Nyata”.

Koin asli memiliki berat 6,53-6,65 Gram, dan berdiameter 31


Milimeter. Sedangkan, Tugu Koin Pulau Bangka, memiliki berat 600
Kilogram, dan berdiameter 4,8 Meter. Tugu ini terletak di pusat kota,
samping rumah dinas Walikota Pangkalpinang dan tidak jauh dari Alun–
Alun Taman Merdeka PGK Pangkalpinang Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 UANG TOKEN PERUSAHAAN BELANDA

UANG TOKEN PERKEBUNAN DAN


PERTAMBANGAN, SAMBAS, KALIMANTAN BARAT
(1780-1818)

MATA UANG TOKEN TOKEN PERKEBUNAN “HE-SHU GONGSI”


SAMBAS, KALIMANTAN BARAT

Uang ini adalah mata uang yang dikeluarkan oleh Perusahaan


China, dipergunakan oleh daerah pertambangan “He-Shun Gongsi”,
didaerah Sambas, Kalimantan Barat. Uang ini diproduksi tahun 1780-
1818, menggunakan bahan Timah.
Pada bagian depan koin terdapat inskripsi tulisan Aksara China
berbunyi “He-Shun Gongsi”, dibagian tengahnya berlubang kotak.
Sedangkan dibagian belakang terdapat inskripsi Aksara Arab.
Terdapat pula sebuah potongan cetakan Token Pertambangan
“He-Shun Gongsi”, yang terbuat dari bahan tanah liat, digunakan
periode 1780-1819. Fungsi lubang pada koin sebagai tempat mengikat
keeping koin untuk mempermudah dalam menghitung keping uang
tersebut.

ALAT CETAK KOIN PERTAMBANGAN “HE-SHUN GONGSI”


TERBUAT DARI TANAH LIAT

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 UANG TOKEN PERUSAHAAN BELANDA

UANG TOKEN PERKEBUNAN HINDIA BELANDA


(ABAD 18)
Token perkebunan adalah mata uang yang hanya bias digunakan
dan diedarkan di kawasan perkebunan tertentu. Pada uang perkebunan
biasanya tertulis nama perusahaan, tahun edaran, nominal uang dan
lokasi perusahaan. Uang ini berfungsi sebagai pembayaran upah para
pekerja di wilayah perkebunan (Buruh), yang bias digunakan untuk
membeli segala kebutuhan seperti rokok, garam, beras, jagung dan
pakaian.
Perusahaan NHM didirikan pada 1824 oleh Raja William I di
Belanda. Setahun kemudian, NHM membuka cabang di Kota Batavia
dengan nama Factorij Nederlandsche Handel Maastschappij, yang
kemudian meluaskan ruang operasionalnya ke beberapa wilayah di
Hindia Belanda. Uang perkebunan juga diperkenalkan pada tahun 1869
oleh Jacob Nienhuys. Kemudian, dia berkerjasama dengan PW Janssen
dan CG Clemen, dan mendirikan Perusahaan Deli Maatschappij, dan juga
mendirikan cabang perusahaan di Medan.
Perusahaan-perusahaan ini memiliki sekitar 3000 peawai. 1200
adalah pekerja kuli dari warga Tionghoa, yang didatangkan dari Singapura
dan Penang. Sedangkan, sebagaian lainnya pekerja kuli didatangkan dari
Pulau Jawa. Alasan pembuatan uang perkebunan ini untuk mencegah
adanya praktik Korupsi yang dilakukan oleh para pekerja, juga sebagai
pengikat para pekerja agar tidak bias klar dari area perkebunan.
Uang perkebunan memiliki berbagai macam bentuk,
diantaranya segitiga, kotan, persegi panjang, lonjong, segilima dan lain
sebagainya. Tulisan inskripsi yang terdapat di uang pekerbunan
diantaranya menggunakan Bahasa Belanda, Inggris, China, dan Jerman.
Sementara ini, uang perkebunan yang telah tercatat terdapat 195 jenis
mata uang perkebunan.
Perusahaan-perusahaan ini memiliki sekitar 3000 pegawai. 1200
adalah pekerja kuli dari warga Tionghoa, yang didatangkan dari Singapura
dan Penang. Sedangkan, sebagaian lainnya pekerja kuli didatangkan dari
Pulau Jawa.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 UANG TOKEN PERUSAHAAN BELANDA

Alasan pembuatan uang perkebunan ini untuk mencegah


adanya praktik Korupsi yang dilakukan oleh para pekerja, juga sebagai
pengikat para pekerja agar tidak bias klar dari area perkebunan.
Uang perkebuan memiliki berbagai macam bentuk, diantaranya
segitiga, kotan, persegi panjang, lonjong, segilima dan lain sebagainya.
Tulisan inskripsi yang terdapat di uang pekerbunan diantaranya
menggunakan Bahasa Belanda, Inggris, China, dan Jerman.

BERIKUT BEBERAPA CONTOH MATA UANG TOKEN PERKEBUNAN DAN


PERUSAHAAN

ONDERNEMING AGRASARI RIO GRANDE RUBBER BORNEO LABUK

CADEI PITAS TANAH RAJA REMIE FIBRE BORNEO PYAS

KUALA BEGUMIT TUNTUNGAN TENOM RUBBER TANJUNG ALAM

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 UANG TOKEN PERUSAHAAN BELANDA

RIMBUN DELI WAMPU LANGKAT HESSA KISARAN

GURAK BATU GALANG SUNGAI RAJA LITER RYST

WASPADA SUNGAI SERBANGAN MEDAN DOLOK

KWALA BEGUMIT

Nb. Sementara ini, uang perkebunan yang telah tercatat terdapat 195 jenis
mata uang perkebunan.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 UANG TOKEN PERUSAHAAN BELANDA

UANG TOKEN GULDEN BATJAN MAATSCHAPPIJ


(1881 MASEHI)

Kesultanan Bacan menjalin kerjasama dengan colonial Belanda. Di


pulau Bacan ini, colonial Belanda tidak melakukan penjajahan,
melainkan melakukan kerjasama dengan kesultanan bacan, dalam
sector perdagangan dalam mengekspor hasil perkebunan ke sector
asing.
Komoditas utama di wilayah bacan adalah cengkeh. Batjan Archipel
Maatschappij (BAM) adalah Batjan Maatschappij yang mengelola
seluruh komoditas perkebunan di Pulau Bacan, Halmahera Selatan dan
Maluku Utara. Sultan bacan berkerjasama pihak Belanda agar dapat
membantu mendirikan berbagai bangunan Infrastuktur di Pulau Bacan.
Komoditas utama pulau Bacan adalah Cengkeh. Pulau Bacan setiap
tahun dapat menghasilkan 5000 Bahar. Bahar adalah ukuran panjang
dari telapak kaki hingga ujung jari telapak tangan, yang setiap bahar bisa
mencapai berat 206 KG, hal ini berdasarkan catatan Tome Pires pada
1515.
Lalu didirikan perusahaan dagang belanda yang diberinama Batjan
Maatschappij. Batjan Maatschappij mengeluarkan uang token
perkebunan pecahan 1 Gulden berbahan Nickel-Alloy, yang termasuk
dalam katagori uang token rare/ langka.
Token perkebunan tersebut digunakan untuk membayar gaji
pekerja perkebunan yang bertujuan agar mengikat para pekerja agar
dalam lingkungan perkebunan, dan mencegah adanya tindakan korupsi
yang dilakukan oleh pegawai. Masyarakat bisa membelanjakan uang
untuk kebutuhan sehari-hari yang bisa dibeli di kios-kios yang sudah
disediakan di daerah perkebunan.
Namun, ada saksi sejarah di Pulau Bacan mengatakan bahwa
koin tersebut menunjukan adanya hubungan harmonis dengan Pihak
Belanda. Mereka mengklaim bahwa tidak adanya penjajahan dan
kolonialisme di Pulau Bacan, sehingga koin ini dipajang di Istana
Kesultanan Bacan sebagai bukti sejarah hubungan baik antara
Kesultanan Bacan dengan Pihak Belanda.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 UANG TOKEN PERUSAHAAN BELANDA

Koin tersebut bertuliskan “ROTTERDAM BATJAN CULTUUR


MAATSCHAPIJ 1 GULDEN” yang digunakan di perkebunan yang dibuat
oleh kesultanan bacan yaitu “BAATJAN ARCHIPEL MAATSCHAPPIJ”

UANG TOKEN DOLLAR MAATSCHAPPIJ BATJAN

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 UANG TOKEN PERUSAHAAN BELANDA

UANG TOKEN BAMBU PERKEBUNAN TJIROHANI,


SUKABUMI
(1870-1885)
Perkebunan Tjohani, yang berada di Sukabumi, Jawa barat
mengeluarkan mata uangnya sediri yang disebut Uang Token Bambu
Perkebunan Tjohani. Token ini berbeda dari pada umumnya yang
terbuat dari bahan kuningan, ataupun nikel.
Token Perkebunan Tjohani terbuat dari bahan mambu yang
dipotong menyerupai Stik Es-Cream, dengan ukuran 10,5 Cm x 1,5 Cm.
pada kedua bagian terdapat inskripsi yang menggunakan tinta china
“Acht 8”, yang mengandung arti “8 Sen”.

UANG TOKEN BAMBU TJOHANI, SUKABUMI


PECAHAN 8 SEN

Uang token bambu ini memiliki berbagai macam jenis nominal


antara lain ½, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8, dan 12 Sen. Uang Bambu ini diproduksi
tahun 1870-1885. Uang ini dipergunakan untuk membayar para kuli
pekerja di daerah Perkebunan Tjohani.
Semua pekerja di perkebunan akan menerima uang bambu, yang
dapat mereka gunakan untuk memberi berbagai kebutuhan yang
diperlukan ke kios-kios yang disediakan Kolonial Belanda di Wilayah
Perkebunan Tjohani, seperti rokok, garam, beras, jagung, pakaian dan
lainnya. Juga, sebagai tindakan pencegahan korupsi oleh para pekerja
di Perkebunan Tjohani, Sukabumi.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 UANG TOKEN PERUSAHAAN BELANDA

FAKTA MENARIK
Dengan pembayaran upah memakai uang bambu,
perusahaan dapat mengontrol "lalu lintas"
keuangan. Tenaga kerja tidak dapat kabur atau
pulang kampung segera setelah mereka menerima
upahnya, atau melakukan tindakan korupsi.

Uang token bambu perkebunan Tjohani termasuk katagori uang


token yang sangat langka. Uang ini hanya ditemukan dengan jumlah 25-
30 buah saja. Pengamat Numismatik memprediksi sedikitnya jumlah
Uang Bambu yang ditemukan disebabkan karena masyarakat pada saat
ini menggunakan uang ini sebagai bahan bakar untuk penghangat badan
“Kayu Bakar”. Sehingga, menyebabkan jumlah yang tersisa sedikit dan
menjadi langka.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 UANG TOKEN PERUSAHAAN BELANDA

MATA UANG TOKEN BAMBU PERKEBUNAN TJHIMAHI,


JAWA BARAT
(ABAD 18 MASEHI)

Mata uang bambu disebut sebagai token, dibuat dan berlaku


sebagai alat tukar hanya di area perkebunan saja. Jika pada umumnya
suatu alat tukar dibuat dari logam atau kertas, maka token ini terbuat
dari bahan bamboo yang dipotong berbagai bentuk.

Kereta api yang mengangkut P.O.W. atau tawanan perang


menggunakan uang token yang terbuat dari bahan bambu sebagai alat
transaksi. Kemudian mulai dikenanlah uang token bambu Tjimahi. Uang
ini nilai yang sudah ditentukan pada setiap uangnya. Berikuat adalah
nominal-nominal uang token bambu yang diproduksi:

 UANG TOKEN BAMBU NOMINAL 1 CENT


Uang ini berbentuk persegi dengan tertulis
inskripsi “IK” yang diantara kedua huruf
tersebut terdapat tulisan “1C”. “IK” merupakan
singkatan dari “Kamp Interniran” dan “1C”
bermakna nominal 1 Cent.

 UANG TOKEN BAMBU NOMINAL 2 CENT


Uang ini berbentuk bujur sangkar yang menggambarkan dua
kutub dan kawat berduri dengan tertulis inskripsi “KKK”, yang
merupakan singkatan dari “Kamp Kalen Koppen” artinya
“Kampung Kepala Botak” dan angka 2, angka tersebut bermakna
2 Cent uang ini terdapat di Museum Bronbeek, Arnhem, Belanda.

 UANG TOKEN BAMBU NOMINAL 3 CENT


Uang ini berbentuk bujur sangkar yang menggambarkan dua
kutub dan kawat berduri dengan tertulis inskripsi “KKK”, yang
merupakan singkatan dari “Kamp Kalen Koppen” artinya
“Kampung Kepala Botak” dan angka 3, angka tersebut bermakna
3 Cent Namun, uang 3 cent ini diragukan dalam penggunaannya.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 UANG TOKEN PERUSAHAAN BELANDA

 UANG TOKEN BAMBU NOMINAL 10 CENT


Uang bambu ini dibagian depan tertulis inskripsi “TMI”,
diperkirakan singkatan dari “Tjimahi”, dibagian bawah tertulis
1942. Sedangkan, dibagian belakang tertulis inskripsi “10 Cent”.

 UANG TOKEN BAMBU SECANGKIR KOPI


Uang bambu ini dibagian depan terdapat
gambar sebuah kopi dengan gumpalan uap
yang membetuk huruf “KKK”, pada cangkir
kopi tertulis inskripsi “EEN KOFFIE”, yang
memiliki arti “Satu Cangkir Kopi”. Para
pemimpin tahanan memberikan token ini
setiap beberapa minggu kepada setiap
tahanan.

 UANG TOKEN BAMBU SHAG TEMBAKAU


Uang banbu ini bergambar “Kawat
Berduri” dibagain atas terdapat huruf
“KKK”, sedangkan dibagian bawah terdapat
huruf “SHAG”. Huruf “KKK” merupakan
singkatan dari “Kamp Kalen Koppen”
artinya “Kampung Kepala Botak”.
Sedangkan, huruf “SHAG”, mengandung
arti “Tembakau”. Para memimpin tahanan
memberikan token tersebut. Jika sudah
terkumpul 10 buah token dapat ditukarkan
dengan satu paket tembakau gratis.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 UANG TOKEN PERUSAHAAN BELANDA

UANG TOKEN PERUSAHAAN JACOBSON VAN DEN BERG


(1860-1942)

MATA UANG TOKEN PERUSAHAAN JACOBSON VAN DEN BERG

Gedung Jacobson Van den Berg adalah gedung milik perusahaan


yang bernama sama, Jacobson Van Den Berg. Perusaan ini didirikan di
Den Haag pada tanggal 1 Juli 1860 dan tumbuh menjadi salah satu dari
5 perusahaan terbesar Belanda di masanya.
Jacobson Van Den Berg merupakan The Big yaitu lima
perusahaan terbesar milik belanda. Yang kantor-kantor cabangnya
tersebar ke seluruh dunia, antara lain New York, Rio de Janeiro, Sao
Paulo, Buenos Aires, Montevidio, Singapura, Kuala Lumpur, Penang,
Hongkong, Tokyo, Osaka, Kobe, Sydney, Melbourne, Brisbane dan
Batavia (Jakarta)

FOTO PARA PEKERJA PERUSAHAAN JACOBSON VAN DEN BERG


& CO.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 UANG TOKEN PERUSAHAAN BELANDA

FOTO GEDUNG PERUSAHAAN JACOBSON VAN DEN BERG & CO DI BATAVIA

Setelah membangun kantor di Jakarta pada tahun 1934,


Jacobson Van Den Berg lalu membuka cabang lain di beberapa kota
termasuk Palembang, di kota inilah Jacobson Van Den Berg membeli
karet dan kopi untuk dijual di luar negeri. Koin keluaran perusahaan
produsen kertas milik Belanda, NV Jacobson van den Berg.
Perusahaan yang didirikan di Indonesia diantaranya Jakarta
sebagai kantor pusan, dan cabangnya berada di wilayah Medan, Sibolga,
Padang, Teluk Betung, Pangkal Pinang. Untuk kawasan di Sumatra dan
Jawa diantaranya wilayah Cirebon, Bandung, Semarang, dan Surabaya.
Di pulau Kalimantan terdapat diwilayah Banjarmasin, Samarinda, Balik
Papan, dan Pontianak. Selain itu, ada juga diwilayah Makassar, Manado,
Ambon, Denpasar dan Ampenan
Perusahaan Jacobson Van Den Berg mencetak koin untuk
menjalankan roda perekonomian. Uang ini berupa uang token yang
diberikan kepada para pegawai perusahaan di Jakarta. Token ini
bergambar muka depan sebuah wayang kulit, dengan inskripsi berbunyi
“Jacobson van den Berg & Co”. Uang ini menggunakan bahan tembaga.
Namun, penggunaan uang token sebagai alat transaksi diragukan,
karena tidak terdapat nominal pada uang ini.
UANG TOKEN PERUSAHAAN JACOBSON VAN DEN BERG

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 UANG TOKEN PERUSAHAAN BELANDA

Jacobson van den Berg di Batavia, memiliki Gedung Megah


sebagai kantor pusat di Indonesia. Kantor ini berada di Sebelah Barat
Museum Kota Tua Jakarta.

GEDUNG KANTOR PUSAT DI KOTA TUA JAKARTA TEMPO


DULU

Namun, setelah meletusnya Perang Dunia Kedua (1942-1945),


karyawan perusahaan, khususnya pejabat tinggi perusahaan Jacobson
van den Berg, dan empat perusahaan lainnya milik belanda , raib dan
tidak diketahui keberadaannya. Diduga para pejabat tinggi di 5
perusahaan tersebut dibantai oleh Dai Nippon (Kolonial Jepang) saat
menduduki wilayah Hindia Belanda.
Setelah merdeka, tahun 1957 gedung ini diambil alih oleh
Pemerintahan Indonesia. Gedung perusahaan ini sempat beberapa kali
beralih fungsi dan berganti nama yang pada akhirnya Gedung tersebut
tertulis inskripsi “TOKO MERAH”, terletak di Kota Tua Jakarta.
GEDUNG KANTOR PUSAT DI KOTA TUA JAKARTA, BERNAMA “TOKO MERAH”
SEKARANG

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 UANG TOKEN PERUSAHAAN BELANDA

FAKTA MENARIK
Perusahaan tersebut mengeluarkan koin yang
hanya bisa dibelanjakan di lingkungan perusahaannya
sendiri. Dan, koin tersebut digunakan membayar budak-
budak pekerja di perusahaan tersebut, agar para pekerja
tidak dapat melakukan tindakan korupsi.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
I. MATA UANG PEMERINTAHAN
NEDERLANSCH INDIE
(1849-1945 MASEHI)
Sejak dilantiknya Willem III menjadi Raja Belanda. Dimulailah pemerintahan baru
dengan mencetak berbagai macam satuan mata uang yang khusus dipergunakan di
wilayah jajahan Hindia Belanda. Mereka mulai mencetak satuan mata uang Gulden
dengan system decimal. Hal ini juga sama terjadi saat Hindia Belanda diambil alih
oleh Kolonial Jepang pada 8 Maret 1942. Namun perbedaannya, Kolonial Jepang
mencetak koin dengan menggunakan bahan dasar aluminium dan timah.
Sedangkan, pada masa pemerintahan colonial Belanda menggunakan bahan dasar
perak dan tembaga.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG PEMERINTAHAN NEDERLANDSCH INDIE

MATA UANG CENT NEDERLANDSCH INDIE


(1849-1945)
Pada tahun 1849, dilantiklah Raja Williem III. Pada masa
pemerintahan Willem III, mulai diterapkan system Desimal dalam
penggunaan uang sebagai alat transaksi. Williem III mulai
memperkenakan uang dengan satuan pecahan Cent dan Gulden, dimana
setaip 100 Cent setara dengan 1 Gulden.
Uang ini diproduksi di Percetakan Royal Mint Belanda
“Koninklijke Leidong Munt” di Utrecht, Belanda. Uang yang dicetak
menampilkan Mintmark yang terletak di sebelah kanan perisai, berupa
Tongkat Mercurius, sebagai tanda informasi bahwa koin tersebut dicetak
di Kota Utrecht, Belanda.
Koin yang dicetak untuk pecahan besar seperti 1, dan 2 ½ gulden
hanya diperuntukan untuk wilayah Negara Belanda, bukan untuk wilayah
jajahan. Namun, dipergunakan juga diwilayah Hindia Belanda.
Williem III mulai mencetak beberapa bentuk pecahan decimal
yang dicetak untuk wilayah Hindia Belanda, diantaranya :
 Pecahan ¼ Gulden (25 Cent)
Mata uang ¼ Cent diproduksi tahun 1854, 1855, 1857, 1858,
1882, 1883, dan 1885. Uang ini dicetak dengan menggunakan bahan
Perak 72, yang nilainya setara dengan 25 Cent. Pada bagian depan
terdapat mahkota diatas perisai, sebelah kanan terdapat nominal ¼
Gulden dengan inskripsi “NEDERL.INDIE” dan sebelah kiri terdapat
Huruf “G” atau “Gulden”.
Dibagian belakang koin terdapat inskripsi Arab-Melayu berbunyi
“Saper Ampat Roepijah” artinya “Seperempat Rupiah”, dan inskripsi
Jawa Hanacaraka berbunyi “Sa Prapat Roepijah ” artinya
“Seperempat Rupiah”. Pada bagain bawah sebelah kanan perisai
terdapat Privy-mark berupa tanda Mintmark “Tongkat Mercurius”,
dan sebelah kiri perisai terdapat tanda Mintmaster-mark berupa
“Pedang”.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG PEMERINTAHAN NEDERLANDSCH INDIE

 Pecahan 1/10 Gulden (10 Cent)


Mata uang 1/10 Gulden diproduksi tahun 1854, 1855, 1882,
1884, dan 1885. Uang ini dicetak dengan menggunakan bahan perak
72%. Nominal 1/10 Gulden memiliki nilai setara dengan 10 Cent. Pada
bagian depan terdapat mahkota diatas perisai, sebelah kanan terdapat
nominal 1/10 Gulden dengan inskripsi “NEDERL.INDIE” dan sebelah kiri
terdapat Huruf “G” atau “Gulden”. Pada bagain bawah sebelah kanan
perisai terdapat Privy-mark berupa tanda Mintmark “Tongkat”
Mercurius, dan sebelah kiri perisai terdapat tanda Mintmaster-mark
berupa “pedang”.
Dibagian belakang koin terdapat inskripsi Arab-Melayu berbunyi
“Saper Poeloh Roepijah” artinya “Satu Persepuluh Rupiah”, dan inskripsi
Jawa Hanacaraka berbunyi “Sa Para Sa Poeloh Roepijah ” artinya “Satu
Per Sepuluh Rupiah”. Memiliki berat 1,25 Gram. Pada bagain bawah
sebelah kanan perisai terdapat Privy-mark berupa tanda Mintmark
“Tongkat” Mercurius, dan sebelah kiri perisai terdapat tanda
Mintmaster-mark berupa “Pedang”.

 Pecahan 1/20 Gulden (5 Cent)


Mata uang 1/20 Gulden diproduksi tahun 1854 dan 1855. Uang
ini dicetak dengan menggunakan bahan perak 72%. Nominal 1/20 Gulden
memiliki nilai setara dengan 5 Cent. Pada bagian depan terdapat mahkota
diatas perisai, sebelah kanan terdapat nominal 1/20 Gulden dengan
inskripsi “NEDERL.INDIE” dan sebelah kiri terdapat Huruf “G” atau
“Gulden”. Pada bagain bawah sebelah kanan perisai terdapat Privy-mark
berupa tanda Mintmark “Tongkat Mercurius”, dan sebelah kiri perisai
terdapat tanda Mintmaster-mark berupa “Pedang”.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG PEMERINTAHAN NEDERLANDSCH INDIE

Dibagian belakang koin terdapat inskripsi Arab-Melayu berbunyi


“Saper Doewa Poeloh Roepijah” artinya “Satu Perdua Puluh Rupiah”, dan
inskripsi Jawa Hanacaraka berbunyi “Sa Para Rong Poeloh Roepijah”
artinya “Satu Per Dua Puluh Rupiah”. Uang ini merupakan uang dengan
ukuran terkecil yang pernah diproduksi, karena hanya memilili berat 0, 61
Gram.

 Pecahan 2 ½ Cent
Mata uang 2 ½ Gulden diproduksi tahun 1856, 1857, dan 1858.
Uang ini dicetak dengan menggunakan bahan Tembaga. Desain depan
terdapat inskripsi “NEDERLANDSCH INDIE”, didalam lingkaran terdapat
mahkota diatas perisai, samping kiri dan kanan terdapat tahun cetak dan
dibagian bawah terdapat nominal 2 ½ Cent. Pada bagain bawah sebelah
kanan perisai terdapat Privy-mark berupa tanda Mintmark “Tongkat
Mercurius”, dan sebelah kiri perisai terdapat tanda Mintmaster-mark
berupa “Pedang”.
Dibagian belakang, terdapat insripsi Arab-Melayu “Saper Ampat
Poeloh Roepijah” artinya “Satu Perempat Puluh Rupiah”,dan inskripsi
Jawa Hanacaraka berbunyi “Sa Para Patang Poeloh Roepijah” artinya
“Satu Perempat Puluh Rupijah”, memiliki makna nilai 1/40 G setara
dengan 2 ½ Cent.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG PEMERINTAHAN NEDERLANDSCH INDIE

 Pecahan 1 Cent
Mata uang 1 Cent diproduksi tahun 1855, 1856, 1857, 1858,
dan 1860. Uang ini dicetak dengan menggunakan bahan Tembaga.
Desain depan terdapat inskripsi “NEDERLANDSCH INDIE”, didalam
lingkaran terdapat mahkota diatas perisai, samping kiri dan kanan
terdapat tahun cetak dan dibagian bawah terdapat nominal 1 Cent.
Pada bagain bawah sebelah kanan perisai terdapat Privy-mark berupa
tanda Mintmark “Tongkat Mercurius”, dan sebelah kiri perisai
terdapat tanda Mintmaster-mark berupa “Pedang”.
Dibagian belakang, terdapat inskripsi Arab-Melayu “Saperatoes
Roepijah” artinya “Satu Perseratus Rupiah”, dan inskripsi Jawa
Hanacaraka berbunyi “Sa Para Satoes Roepijah” artinya “Satu
Perseratus Rupiah”, memiliki makna nilai 1/100 G setara
dengan 1 Cent

 Pecahan ½ Cent
Mata uang ½ Gulden diproduksi tahun 1855, 1856, 1857, 1858,
1859, dan 1860. Uang ini dicetak dengan menggunakan bahan
Tembaga. Desain depan terdapat inskripsi “NEDERLANDSCH INDIE”,
didalam lingkaran terdapat mahkota diatas perisai, samping kiri dan
kanan terdapat tahun cetak dan dibagian bawah terdapat nominal
mata uang. Pada bagain bawah sebelah kanan perisai terdapat
Privy-mark berupa tanda Mintmark “Tongkat Mercurius”, dan
sebelah kiri perisai terdapat tanda Mintmaster-mark berupa
“Pedang”.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG PEMERINTAHAN NEDERLANDSCH INDIE

Dibagian belakang, terdapat insripsi Arab-Melayu “Saper


Doewa Ratoes Roepijah” artinya “Satu Perdua Ratus Rupiah”, dan
inskripsi Jawa Hanacaraka berbunyi “Sa Para Rong Atoes
Roepijah” artinya “Satu Perduaratus Rupiah”, memiliki makna
nilai 1/200 G setara dengan ½ Cent.
Pada uang cetakan masa Pemerintahan Raja Willem III, terdapat
dua Privy-mark diletakkan di kanan dan kiri perisai. Privy-mark adalah
sebuah tanda yang berupa lambang atau huruf pada sebuah koin yang
berguna sebagai alat informasi tentang suatu koin, Privy-mark terbagi
menjadi dua bagian yaitu Mintmaster-mark dan Mint-mark.
Mintmaster-mark adalah sebuah lambang atau huruf pada
sebuah koin yang menginformasikan nama seorang Kepala Pabrik
Percetakan Koin di Belanda. Lambang Mintmaster-mark terdapat pada
posisi sebelah kiri perisai
Sedangkan Mintmaster-mark adalah sebuah lambang atau huruf
pada koin yang menginformasikan sebuah tampat Pabrik Percetakan
Koin di Belanda. Lambang berupa Tongkat Merkurius atau Cadeus
merupakan lambang percetakan Koin di Utrecth Belanda, terdapat
pada posisi sebelah kanan perisai.
Berikut ada beberapa Privy-mark yang dicantumkan pada koin
Cent Nederlandsch Indie kekuasaan Raja Williem III. :

(MINTMASTER-MARK) PEDANG (MINT-MARK) TONGKAT MERCURIUS

Karena Raja Willem III meninggal dunia pada 1890,


diangkatlah putrinya yang bernama Wilhelmina sebagai pemimpin.
Dalam pergantian pemerintahan, Mint-mark yang digunakan.
Namun, mintmaster-mark yang digunakan berubah yang awalnya
berupa “Pedang” berubah menggunakan “Kapak”.
Mintmaster-mark atau seorang Kepala Percetakan Koin yang
digunakan tetap atas nama H.A. Van Den Wall Bake, hanya berbeda
periode saja.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG PEMERINTAHAN NEDERLANDSCH INDIE

MINTMASTER-MARK PEDANG PEMERINTAHAN RAJA WILLEM III


(H.A. VAN DEN WALL BAKE 1846-1874)

MINTMASTER-MARK KAPAK PEMERINTAHAN RATU WILHELMINA


(H.A. VAN DEN WALL BAKE 1888-1909)

Berikut beberapa pecahan uang koin yang dicetak periode masa


kekuasaan Ratu Wilhelmina :
 Pecahan 1/4 Gulden
Mata uang 1/4 Gulden dicetak dengan berbagai jenis desain
berdasarkan tahun edaran. Pecahan ¼ Gulden dicetak dengan 3 seri
berbeda. Uang ini dicetak dengan menggunakan bahan Perak 72%.
Nominal 1/4 Gulden memiliki nilai setara dengan 25 Cent.
Pada bagian depan terdapat mahkota diatas perisai, sebelah
kanan terdapat nominal 1/4 Gulden dengan inskripsi “NEDERL.INDIE”
dan sebelah kiri terdapat Huruf “G” atau “Gulden”. Pada bagain bawah
sebelah kanan perisai terdapat Privy-mark berupa tanda Mintmark
“Tongkat Mercurius”, dan sebelah kiri perisai terdapat tanda
Mintmaster-mark berupa “Kapak”.
Dibagian belakang, terdapat inskripsi Arab-Melayu “Saper Ampat
Roepijah” artinya “Satu Perempat Rupiah”, dan inskripsi Jawa
Hanacaraka berbunyi “Sa Prapat Roepijah” artinya “Satu Perempat
Rupiah”.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG PEMERINTAHAN NEDERLANDSCH INDIE

Seri cetakan pertama diproduksi tahun 1890, 1891, 1893, 1896, 1898,
1900, dan 1901.

Seri cetakan kedua diproduksi tahun 1903, 1904, 1906, 1907, 1908, dan
1909.

Seri cetakan ketiga diproduksi tahun 1910, 1911, 1912, 1913,1914, 1915,
1917, 1919, 1920, 1921, 1929, 1923, dan 1930. Menggunakan tanda
Mintmaster-mark “Kuda Laut”

Seri cetakan keempat diproduksi tahun 1937, 1938, dan 1939.


Menggunakan Mintmaster-mark “Seikat Anggur”

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG PEMERINTAHAN NEDERLANDSCH INDIE

 Pecahan 1/10 Gulden


Mata uang 1/10 Gulden dicetak dengan berbagai jenis desain
berdasarkan tahun edaran. Pecahan 1/10 Gulden dicetak dengan 3 seri
berbeda.Uang ini dicetak dengan menggunakan bahan Perak 72%.
Nominal 1/10 Gulden memiliki nilai setara dengan 10 Cent. Pada bagain
bawah sebelah kanan perisai terdapat Privy-mark berupa tanda Mintmark
“Tongkat Mercurius”, dan sebelah kiri perisai terdapat tanda Mintmaster-
mark berupa “Kapak”.
Dibagian belakang koin terdapat inskripsi Arab-Melayu berbunyi
“Saper Poeloh Roepijah” artinya “Satu Persepuluh Rupiah”, dan inskripsi
Jawa Hanacaraka berbunyi “Sa Para Sa Poeloh Roepijah ” artinya “Satu Per
Sepuluh Rupiah”.
Seri cetakan pertama diproduksi tahun 1891, 1893, 1896, 1898, 1900,
dan 1901

Seri cetakan kedua diproduksi tahun 1903, 1904, 1905, 1906, 1907,
1908, dan 1909.

Seri cetakan ketiga diproduksi tahun 1910, 1911, 1912, 1913,1914,


1915, 1918, 1919, 1920, 1928, dan 1930. Inskripsi Jawa Hanacaraka “Sa
Para Sa Poeloh Roepijah”, inskripsi Arab- Melayu “Saper Sapoeloh
Roepijah”, menggunakan Mintmaster-mark “Kuda Laut”

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 Pecahan 1/10 Gulden
 MATA UANG PEMERINTAHAN NEDERLANDSCH INDIE

Seri cetakan keempat diproduksi tahun 1937, 1938, 1939, dan 1940
Inskripsi Jawa Hanacaraka “Sa Para Sa Poeloh Roepijah”, inskripsi Arab-
Melayu “Saper Sapoeloh Roepijah”, menggunakan Mintmaster-mark
berupa “Seikat Anggur”

 Pecahan 5 Cent

Mata uang 5 Gulden diproduksi tahun 1911, 1913, 1921, dan


1922. Uang ini dicetak dengan menggunakan bahan campuran nikel
dan tembaga dan bagian tengah berlubang diantara Nominal 5 dan Ct.
Lubang tersebut berfungsi sebagai ikatan tali agar mempermudah
dalam menghitung nilai uang.
Desain depan terdapat bagian atas sebuah mahkota, sebelah kiri
terdapat nominal 5 Cent dan sebelahkanan terdapat “Ct” atau Cent.
Bagian bawah terdapat inskripsi “NEDERLANDSCH INDIE” yang
dikelilingi oleh pohon kapas. Uang ini tidak mencantumkan tanda
Mintmark dan Mintmaster-mark.
Dibagian belakang, bagian atas terdapat inskripsi Jawa
Hanacaraka berbunyi “Sa Para Rong Poeloh Roepijah” artinya “Satu
Perdua Puluh Rupiah”, inskripsi Arab-Melayu pada bagian bawah
lubang berbunyi “Saper Doewa Poeloh Roepijah” artinya artinya
“Satu Perdua Puluh Rupiah”, yang memiliki makna nilai 1/20 G setara
dengan 5 Cent.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG PEMERINTAHAN NEDERLANDSCH INDIE

 Pecahan 2 ½ Cent
Mata uang 2 ½ Gulden diproduksi tahun 1896, 1897, 1898,
1899, 1902, 1907, 1908, 1909, 1913, 1914, 1915, dan 1920. Uang ini
dicetak dengan menggunakan bahan Tembaga.
Desain cetakan 1896, 1897, 1898, 1899, 1902, 1907, 1908, 1909,
dan 1913, bagian depan terdapat inskripsi “NEDERLANDSCH INDIE”,
didalam lingkaran terdapat mahkota diatas perisai, samping kiri dan
kanan terdapat tahun cetak dan dibagian bawah terdapat nominal 2
½ Cent. Pada bagain bawah sebelah kanan perisai terdapat Privy-
mark berupa tanda Mintmark “Tongkat Mercurius”, dan sebelah kiri
perisai terdapat tanda Mintmaster-mark berupa “Kapak”.
Dibagian belakang, terdapat insripsi Arab-Melayu “Saper
Ampat Poeloh Roepijah” artinya “Satu Perempat Puluh
Rupiah”,dan inskripsi Jawa Hanacaraka berbunyi “Sa Para Patang
Poeloh Roepijah” artinya “Satu Perempat Puluh Rupiyah”, memiliki
makna nilai 1/40 G setara dengan 2 ½ Cent.

Kemudian mereka mencetak uang yang serupa, diproduksi


periode 1914, 1915, dan 1920, dengan desain belakang berbeda.
Namun, kalimat inskripsinya tetap sama. Namun, menggunakan
tanda Mintmaster-mark berupa“Kuda Laut”.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG PEMERINTAHAN NEDERLANDSCH INDIE

 Pecahan 1 Cent
Mata uang 1 Cent diproduksi tahun 1896, 1897, 1898, 1899, 1901,
1902, 1907, 1908, 1909, 1912, 1914, 1916, 1919, 1920, 1926, dan 1929.
Uang ini dicetak dengan menggunakan bahan Tembaga.
Desain pada periode 1897-1912 bagian depan terdapat inskripsi
“NEDERLANDSCH INDIE”, didalam lingkaran terdapat mahkota diatas
perisai, samping kiri dan kanan terdapat tahun cetak dan dibagian bawah
terdapat nominal 1 Cent. Pada bagain bawah sebelah kanan perisai
terdapat Privy-mark berupa tanda Mintmark “Tongkat Mercurius”, dan
sebelah kiri perisai terdapat tanda Mintmaster-mark berupa “Kapak”.
Dibagian belakang, terdapat insripsi Arab-Melayu “Saperatoes
Roepijah” artinya “Satu Perseratus Rupiah”, dan inskripsi Jawa Hanacaraka
berbunyi “Sa Para Satoes Roepijah” artinya “Satu Perseratus Rupiah”,
memiliki makna nilai 1/100 G setara dengan 1 Cent

Kemudian mereka mencetak uang yang serupa, dengan desain


belakang berbeda. Namun, kalimat inskripsinya tetap sama. Uang
tersebut diproduksi periode 1914, 1916, 1919, 1920, 1926, dan 1929.
Menggunakan Mintmaster-mark berupa “Kuda Laut”

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 Pecahan 1 Cent Bolong
Mata uang 1 Cent Bolong diproduksi tahun 1936, 1937, 1938,
dan 1939. Uang ini dicetak dengan menggunakan bahan Tembaga.
Desain depan bagian atas terdapat inskripsi “NEDERLANDSCH INDIE”
dan tahun cetak, bagian bawah terdapat inskripsi “1 Cent”. Pada
bagian sebelah kanan terdapat Privy-mark berupa tanda Mintmark
“Tongkat Mercurius”, dan sebelah kiri terdapat tanda Mintmaster-
mark berupa “Seikat Anggur”.
Dibagian belakang, terdapat insripsi Arab-Melayu “Saper
Saratoes Roepijah” artinya “Satu Perseratus Rupiah”, dan inskripsi
Jawa Hanacaraka berbunyi “Sa Para Satoes Roepijah” artinya “Satu
Perseratus Rupiah”, memiliki makna nilai 1/100 G setara dengan 1
Cent. Uang ini memiliki lubang dibagian tengah yang berfungsi
berfungsi sebagai ikatan tali agar mempermudah dalam menghitung
nilai uang.

 Pecahan ½ Cent
Mata uang ½ Gulden diproduksi tahun 1902, 1908, 1909, 1914,
1916, 1921, 1932, 1933, 1934, 1935, 1936, 1937, 1938, dan 1939.
Uang ini dicetak dengan menggunakan bahan Tembaga. Pada bagain
bawah sebelah kanan perisai terdapat Privy-mark berupa tanda
Mintmark “Tongkat Mercurius”, dan sebelah kiri perisai terdapat
tanda Mintmaster-mark berupa “Kapak”.

Desain tahun 1902, 1908, dan 1909 pada bagian depan terdapat
inskripsi “NEDERLANDSCH INDIE”, didalam lingkaran terdapat
mahkota diatas perisai, samping kiri dan kanan terdapat tahun cetak
dan dibagian bawah terdapat nominal 1 Cent.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG ZAMAN HINDU BHUDA

Dibagian belakang, terdapat inskripsi Arab-Melayu “Saper Doewa


Ratoes Roepijah” artinya “Satu Perdua Ratus Rupiah”, dan inskripsi
Jawa Hanacaraka berbunyi “Sa Para Rong Atoes Roepijah” artinya
“Satu Perduaratus Rupiah”, memiliki makna nilai 1/200 G setara
dengan ½ Cent.
Kemudian mereka mencetak uang yang serupa, diproduksi
periode 1914, 1916, 1921, 1932, 1933, 1934, 1935, 1936, 1937, dan
1938, dengan desain belakang berbeda. Namun, kalimat inskripsinya
tetap sama. Namun, menggunakan Mintmaster-Mark berupa “Kuda
Laut”

Berikut Mintmaster-mark dan Mintmark Tongkat Mercurius yang


digunakan masa pemerintahan Ratu Wilhelmina periode 1890-1939:
KAPAK (DR. W. J. VAN HETEREN 1888-1909)
KUDA LAUT (DC. C. HOITSEMA 1909-1933)
SEIKAT ANGGUR (DR. W. J. VAN HETEREN 1933-1943)

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
Pada tahun 15 Mei 1940, Keluarga Kerajaan Belanda Ratu
Wilhelmina melarikan diri dengan Kapal Kargo, karena Jerman melakukan
invasi di Wilayah Negara Belanda.
Akhirnya, Keluarga Kerajaan Belanda harus melakukan
pengasingan ke Australia. Pada tahun 1942, Wilayah Hindia Belanda
mengalami kekosongan pemerintahan. Mengakibatkan, kekuasaan
diambil alih oleh Kolonial Jepang.
Saat itu, koin yang diproduksi menggunakan Privymark “Pohon
Palem”, terletak disebelah kiri perisai. Privy-mark “Pohon Palem”
mengandung arti tanda khusus koin yang diedarkan untuk wilayah jajahah
Kolonial Belanda.

PRIVY-MARK SEBELAH KIRI BERUPA POHON PALEM PADA UANG


CETAKAN PERIODE 1941-1945

Penggunaan Privy-mark “Pohon Palem” disebabkan karena


Negara Belanda tidak memiliki seorang Mintmaster-mark atau seorang
Kepala Pabrik Percetakan Koin, karena kondisi negara belanda dan
wilayah jajahan Hindia Belanda yang sedang tidak stabi. Menyebabkan
kekacauan system ekonomi, terutama dalam hal mencukupi kebutuhan
uang untuk daerah jajahan Belanda.
Untuk mencukupi kebutuhan koin, Belanda berkerja sama
dengan sekutu yaitu Amerika untuk memproduksi koin yang akan
diekspor ke beberapa wilayah Jajahan Belanda, antara lain wilayah
Nederlandsch Indies (Indonesia), Nederlandsch West Indie, St Martin,
Bonair, Aruba dan Curacao.Kolonial Belanda mulai membangun beberapa
Pabrik Percetakan koin di Negara Amerika, antara lain wilayah ; San
Francisco, Denver, dan Philadelphia.
Sebelah kanan perisai terdapat Mintmark untuk memberi
informasi tempat pabrik percetakan koin tersebut. Mintmark
antara lain “P” untuk Kota Philadelphia, mintmark “S” untuk Kota
San Francisco, dan mintmark “D” untuk Kota Denver.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG ZAMAN HINDU BHUDA

BERIKUT ADALAH MINTMARK YANG DIGUANAKAN

MINTMARK “S” MINTMARK “P” MINTMARK


“D”

Berikut adalah beberapa pecahan koin yang diceta oleh Kolonial


Belanda saat invasi German di Negara Belanda periode 1940-1945 :
 Pecahan 2 ½ Gulden
Mata uang 2 ½ Gulden diproduksi tahun 1943. Uang ini dicetak
dengan menggunakan bahan Perak 72 %. Desain depan terdapat
inskripsi “Nederlands Koningin Der Nederlanden” artinya “Ratu dari
Kerajaan Belanda”, dengan disetai wajah Ratu Wilhelmina.
Dibagian belakang, terdapat insripsi “Munt Van Het Koningrijk
Der Nederlanden” artinya “Koin Kerajaan Belanda”, terdapat sebuah
mahkota diatas perisai dengan seekor singa memegang pedang.
Sebelah kiri terdapat nominal “2 ½” dan sebelah kanan terdapat huruf
“G”, singkatan dari Gulden.
Koin ini dicetak di Kota Denver, dengan menggunakan Privy-
mark berupa “Pohon Palem” berada disebelah kiri perisai. Sedangkan,
disebelah kanan perisai terdapat Mintmark “D” singkatan dari
Percetakan Koin di Kota Denver, Amerika.

 Pecahan 1 Gulden
Mata uang 1 Gulden diproduksi tahun 1943. Uang ini dicetak
dengan menggunakan bahan Perak 72 %. Desain depan terdapat
inskripsi “Nederlands Koningin Der Nederlanden” artinya “Ratu dari
Kerajaan Belanda”, dengan wajah Ratu Wilhelmina.
Jelajah Uang Nusantara
205 | 214
 MATA UANG ZAMAN HINDU BHUDA

Dibagian belakang, terdapat inskripsi “Munt Van Het Koningrijk Der


Nederlanden” artinya “Koin Kerajaan Belanda”, terdapat sebuah mahkota
diatas perisai dengan seekor singa memegang pedang. Sebelah kiri
terdapat nominal “1” dan sebelah kanan terdapat huruf “G”, singkatan
dari Gulden.
Koin ini dicetak di Kota Denver, dengan menggunakan Privy-mark
berupa “Pohon Palem” disebelah kiri perisai. Sedangkan, disebelah kanan
perisai terdapat Mintmark “D” singkatan dari Percetakan Koin di Kota
Denver, Amerika.

 Pecahan ¼ Gulden
Mata uang 1/4 Gulden diproduksi tahun 1941, 1942, dan 1945.
Uang ini dicetak dengan menggunakan bahan Perak 72 %. Desain depan
terdapat insripsi “NEDERL.INDIE” singkatan dari “Nederlandsch Indie”,
terdapat sebuah mahkota diatas perisai dengan seekor singa memegang
pedang. Sebelah kiri terdapat nominal “ ¼ ” dan sebelah kanan terdapat
huruf “G”, singkatan dari Gulden. Dan pada bagian bawah perisai terdapat
tahun cetak

Dibagian belakang, terdapat inskripsi Arab-Melayu “Saper Ampat


Roepijah” artinya “Satu Persempat Rupiah”, dan inskripsi Jawa
Hanacaraka berbunyi “Sa Prapat Roepijah” artinya “Satu Perempat
Rupiah”, memiliki makna nilai ¼ G setara dengan 25 Cent

Koin ini dicetak di Kota Philadelphia dan San Francisco, dengan


menggunakan Privy-mark berupa “Pohon Palem” disebelah kiri perisai.
Sedangkan, disebelah kanan perisai terdapat Mintmark “P” untuk
“Philadelphia” dan “S” untuk “San Francisco” tempat koin tersebut
dicetak.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG ZAMAN HINDU BHUDA

 Pecahan 1/10 Gulden


Mata uang 1/10 Gulden diproduksi tahun 1941, 1942, dan 1945.
Uang ini dicetak dengan menggunakan bahan Perak 72 %. Desain depan
terdapat inskripsi “NEDERL.INDIE” singkatan dari “Nederlandsch Indie”,
terdapat sebuah mahkota diatas perisai dengan seekor singa
memegang pedang. Sebelah kiri terdapat nominal “1/10” dan sebelah
kanan terdapat huruf “G”, singkatan dari Gulden. Dan pada bagian
bawah perisai terdapat tahun cetak

Dibagian belakang, terdapat inskripsi Arab-Melayu “Saper


Sapoeloh Roepijah” artinya “Satu Persepuluh Rupiah”, dan inskripsi
Jawa Hanacaraka berbunyi “Sa Para Sa Poeloh Roepijah” artinya “Satu
Persepuluh Rupiah”, memiliki makna nilai 1/4 G setara dengan 10 Cent
Koin ini dicetak di Kota Philadelphia dan San Francisco, dengan
menggunakan Privy-mark berupa “Pohon Palem” disebelah kiri perisai.
Sedangkan, disebelah kanan perisai terdapat Mintmark “P” untuk
“Philadelphia” dan “S” untuk “San Francisco” tempat koin tersebut
dicetak.

 Pecahan 2 ½ Cent
Mata uang 2 ½ Cent diproduksi tahun 1945. Uang ini dicetak
dengan menggunakan bahan Tembaga. Desain bagian depan terdapat
inskripsi “NEDERLANDSCH INDIE”, didalam lingkaran terdapat mahkota
diatas perisai, samping kiri dan kanan terdapat tahun cetak dan
dibagian bawah terdapat nominal mata uang “2 ½ Cent”

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG ZAMAN HINDU BHUDA

Dibagian belakang, terdapat inskripsi Arab-Melayu “Saper Ampat


Poeloh Roepijah” artinya “Satu Perempat Poeloh Rupiah”, dan inskripsi
Jawa Hanacaraka berbunyi “Sa Para Patang Poeloh Roepijah” artinya
“Satu Perempat Puluh Rupiah”, memiliki makna nilai 1/40 G setara
dengan 2 ½ Cent.
Koin ini dicetak di Kota Philadelphia, dengan menggunakan Privy-
mark berupa “Pohon Palem” disebelah kiri perisai. Sedangkan, disebelah
kanan perisai terdapat Mintmark “P” untuk “Philadelphia”, tempat koin
tersebut dicetak.

 Pecahan 1 Cent Bolong


Mata uang 1 Cent Bolong diproduksi tahun 1942 dan 1945. Uang
ini dicetak dengan menggunakan bahan Tembaga. Desain depan bagian
atas terdapat inskripsi “NEDERLANDSCH INDIE” dan tahun cetak, bagian
bawah terdapat inskripsi “1 Cent”. Uang ini memiliki lubang dibagian
tengah yang berfungsi sebagai ikatan tali agar mempermudah dalam
menghitung nilai uang.
Dibagian belakang, terdapat inskripsi Arab-Melayu “Saper
Saratoes Roepijah” artinya “Satu Perseratus Rupiah”, dan inskripsi Jawa
Hanacaraka berbunyi “Sa Para Satoes Roepijah” artinya “Satu Perseratus
Rupiah”, memiliki makna nilai 1/100 G setara dengan 1 Cent
Koin ini dicetak di Kota Philadelphia, Kota Denver dan Kota San
Francisco, dengan menggunakan Privy-mark berupa “Pohon Palem”
disebelah kiri perisai. Sedangkan, disebelah kanan perisai terdapat
Mintmark “P” untuk “Philadelphia”, Mintmark “D” untuk “Denver” dan
mintmark “S” untuk “San Francisco”, tempat koin tersebut dicetak.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG ZAMAN HINDU BHUDA

PADA MINTMARK “P” 1 CENT BOLONG, TERDAPAT DUA JENIS BENTUK


VARIAN:

HURUF “P” DENGAN BENTUK PENDEK HURUF “P” DENGAN BENTUK PANJANG

 Pecahan 1/2 Cent.


Mata uang ½ Gulden diproduksi tahun 1945. Uang ini dicetak
dengan menggunakan bahan Tembaga. Pada bagian depan terdapat
inskripsi “NEDERLANDSCH INDIE”, didalam lingkaran terdapat mahkota
diatas perisai, samping kiri dan kanan terdapat tahun cetak dan dibagian
bawah terdapat nominal mata uang.
Dibagian belakang, terdapat inskripsi Arab-Melayu “Saper Doewa
Ratoes Roepijah” artinya “Satu Perdua Ratus Rupiah”, dan inskripsi Jawa
Hanacaraka berbunyi “Sa Para Rong Atoes Roepijah” artinya “Satu
Perduaratus Rupiah”, memiliki makna nilai 1/200 G setara dengan ½
Cent.
Koin ini dicetak di Kota Philadelphia, Amerika, dengan
menggunakan Privy-mark berupa “Pohon Palem” disebelah kiri perisai.
Sedangkan, disebelah kanan perisai terdapat Mintmark “P” untuk
“Philadelphia”, tempat koin tersebut dicetak.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 MATA UANG ZAMAN HINDU BHUDA

BERIKUT ADALAH PERBANDINGAN UKURAN KOIN NOMINAL ½, 1 DAN 2 ½


CENT

½ CENT 1 CENT 2 ½ CENT

Uang yang diproduksi masa pemerintahan Raja Willem III dan Ratu
Wilhelmina, semua uang memiliki desain “Coin Alignment”, dimana
bagian muka depan menghadap keatas, sedangkan bagian belakang
menghadap kebawah.

DESAIN KOIN ALIGNMENT

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 UANG TOKEN PERUSAHAAN BELANDA

MATA UANG SEN KEPENDUDUKAN JEPANG


(1943-1944)

Kedatangan Jepang pada tanggal 8 Maret 1942, ini tidak serta-merta


langsung menerbitkan mata uangnya sendiri. Pada awalnya jepang masih
menggunakan mata uang yang diterbitkan oleh Kolonial belanda yaitu
koin Gulden dan Cent dengan inskripsi “Nederlandsch Indie”. Kemudian,
pada tahun 1943 jepang mulai mencetak mata uangnya sendiri dengan
menggunakan mata uang sen sebagai peahen uang koinnya.
Koin yang dicetak masa kependudukan jepang memiliki nominal 1, 5,
dan 10 Cent. Nominal 1 cent, berbahan aluminium, berat 0,55 gram,
dengan ukuran 16 mm. Mata uang 5 sen,berbahan aluminium, berat 0,85
gram dengan ukuran 19 mm. Dan nominal yang terakhir 10 sen, berbahan
timah, berat 3,5 gram ukuran 22mm. dicetak di Percetakan, Osaka Jepang
pada 1943-1944 (Tahun Tarikh Kokki 2603-2604)

1 SEN 5 SEN 10 SEN

Ketiga koin yang dicetak memiliki desain medal alignment dengan


desain depan dan belakang menghadap keatas. Pada uang pecahan 1 sen,
bagian muka depan terdapat angka nominal 1 sen, sedangkan dibagian
belakang terdapat inskripsi tulisan Kanji “Dai Nippon” atau “Jepang Yang
Agung”, gambar wayang Arjuna, dan tahun Tarikh Kokki/ tahun samurai
tertulis 2603.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
 UANG TOKEN PERUSAHAAN BELANDA

Nominal koin 5 Sen bagian depan terdapat inskripsi huruf kanji “Dai
Nippon” atau “Jepang Yang Agung”, nominal angka 5 sen dan tahun
Tarikh Kokki 2603. Sedangkan untuk bagian belakang terdapat tokoh
arjuna dan di sebelah kanan dan kirinyanya terdapat bunga sakura.
Pada mata uang 10 sen bagian muka tertulis inskripsi huruf kanji “Dai
Nippon” atau “Jepang yang agung”, nominal 10 sen, dan tahun Tarikh
Kokki 2604. Sedangkan, dibagian belakang terdapat wayang Arjuna, dan
disebelah kanan kirinya terdapat bunga Sakura.
Bunga Sakura memiliki makna kehidupan, kematian dan
pembaharuan / siklus kehidupan. Tahun Tarikh Kokki yang terdapat pada
tahun cetak uang berpatokan dari Kaisar Pertama Jepang bernama Kaisar
Jimmu Tenno (771 SM -585 SM).

FAKTA MENARIK
Begitu cerdiknya Pemerintah Jepang memilih
Wayang Arjuna sebagai desain belakang 3 jenis koin
tersebut, karena tokoh arjuna memiliki sifat cerdik,
pandai, pendiam, teliti, sopan santun, berani, dan suka
melindungi yang lemah.

Pelambangan tokoh arjuna ini jepang ini membuat masyarakat


yakin bahwa kedatangan Koloni jepang ke Indonesia, untuk
membebaskan Asia dari penjajahan bangsa barat. Istilah saudara tua
merupakan bentuk penghasutan jepang kepada masyarakat Hinda
Belanda.
Saat mengangkut koin yang diimpor dari Jepang ke Hindia
Belanda, kapal tersebut ditenggelamkan oleh sekutu. Adapun stock
dipercetakan Kota Osaka, yang belum dibawa ke Hindia belanda
dilakukan peleburan, dan tidak digunakan sebagai alat transaksi.
Sehingga, membuat keberadaan koin tersebut tergolong sangat langka
keberadaannya.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
TENTANG PENULIS
Salman Alrosyid adalah seorang Numismatis
kelahiran Kota Bangkalan, Madura pada tanggal 8 Mei 2001.
Ia adalah anak bungsu tiga bersaudara dari pasangan
Hj. R. Ayu Yuliana dan H. Mual Farid.
Ia terlahir secara premature 7,5 bulan, dengan
berat hanya 2,3 Kg, sehingga ia mengalami Dyslexia.
Dyslexia mengakibatkan ia kesulitan membaca, menulis,
dan menghafat sesuatu, termasuk bentuk huruf dan angka.
Namun, karena kegigihan dan motivasi besarnya, ia bisa
lancar menulis dan membaca dalam usia 10 tahun.
Ia menempuh pendidikan TK Kartika Jaya 89 (2007-
2009), melanjutkan jenjang pendidikan ke SD Negeri 2
Bangkalan (2009-2015). Kemudian, melanjutkan pendidikan
ke SMP Negeri 2 Bagkalan. Dan melanjutkan pendidikan ke
SMA Negeri 2 Bangkalan (2018-2021).
Ketertarikannya terhadap Dunia Numismatis sudah
muncul sejak ia di Taman Kanak-kanak (TK). Tepatnya, pada
tanggal 6 Januari 2008. Ia mulai mengoleksi berbagai jenis
mata uang, dalam bentuk uang kertas dan uang koin dai
berbagai negara. Tujuan ia mengoleksi uang, untuk
mendirikan sebuah Museum Uang Pertama Madura. Selain
itu, ia juga mempelajari Ilmu Numismatic dan sejarah uang
melalui surat kabar (membaca koran). Karena saat itu,
Handpone dan internet belum secanggih sekarang.
Pada tanggal 15 September 2019, ia berhasil
mencantumkan namanya dalam Rekor Nasional di
Organisasi “Lembaga Prestasi Indonesia Dunia/ LEPRID”,
sebagai “Kolektor Uang Kuno Terbanyak 2207 Mata Uang
dari 154 Negara (927 Lembar dan 1280 Keping)”.
Selain hobby mengoleksi uang, ia juga hobby
membaca dan menulis. Ia selalu mengikuti perkembangan
berita Numismatik. Selain itu, ia juga banyak mempelajari
wawasan yang berkaitan dengan Numismatik, melalui
media massa ataupun media online.
Ketertarikan dan keseriusannya dalam
mempelajari Ilmu Numismatik, membuatnya menulis
beberapa buku. Buku pertamanya berjudul “Perkembangan
Uang Dalam Sejarah Dunia”-Juli 2020. Kemudian, buku
keduanya ia tulis berjudul “Jelajah Mata Uang Nusantara”-
Juli 2021.

Jelajah Uang Nusantara


205 | 214
Karena semakin banyaknya koleksi yang ia
telah kumpulkan selama 13 tahun. Akhirnya, pada
tanggal 2 Januari 2021, ia mewujudkan impiannya
dengan mendirikan sebuah sebuah museum yang
memamerkan ratuan mata uang dari seluruh dunia
tepatnya 1300 jenis uang dari 155 Negara. Museum itu
ia berinama “Museum Perusnia”.
Ia berharap dengan didirikan dan dibukanya
Museum Perusnia, dapat menarik minat masyaratkat
untuk berkunjung. Museum Perusnia bisa menjadi
tempat rekreasi, tempat edukasi, tempat hiburan bari
anak-anak, remaja dan masyarakat. Selain itu,
pengunjung bisa lansung bertanya kepada sang
kolektor tentang sejarahnya. Museum ini sangat cocok
dikunjungi oleh seseorang yang mulai tertarik
mengoleksi uang dan memperdalam wawasan tentang
sejarah uang kuno.
Jelajah Uang Nusantara
206 | 206
“Sejarah uang adalah sejarah
suatu bangsa” - S. Alrosyid
Limited Edision

Jelajah Uang

Nusantara
SEBAGAI DAMPAK KEBUDAYAAN DAN
KEBIJAKAN EKONOMI MASA
KERAJAAN MATARAM KUNO SAMPAI
MASA PEMERINTAHAN
NEDERLANDSCH INDIE

Jelajah Uang Nusantara


206 | 206

Anda mungkin juga menyukai