Anda di halaman 1dari 13

Di sumatra

Islam masuk ke Sumatera pada abad ke-7 Maschi, yang pada waktu itu di Sumatera telah

berdiri kerajaan Budha di Sriwijaya (683-1030 M) yang menjadikan Islam masuk ke daerah

itu sedikit mengalami kesulitan, dan pada waktu itu kerajaan Sriwijaya mendapat serbuan

dari India, maka kesempatan itu digunakan untuk menyebarkan Islam bagi daerah daerah.

Islam di Sumatera khususnya Aceh dipercaya sebagai cikal-bakal penyebaran Islam di

Nusantara. Penyebaran Islam dilakukan oleh para saudagar Arab yang hilir mudik

berdagang dari Mesir, Persia, Gujarat ke Cina melalui Barus-Fansur yang dipastikan

terletak di ujung barat pulau Sumaterà. Adalah Barus, yang disinyalir sebagai

perkampungan Islam tertua di Nusantara. Disini ditemukan Sebuah makam kuno di

ompleks pemakaman Mahligai, Barus, di batu nisannya tertulis bahwa Syaikh

Rukunuddin wafat tahun 672 Maschi dan terdapat pula makam Syaikh Ushuluddin yang

panjangnya kira-kira 7 meter. Ini memperkuat dugaan bahwa komunitas Muslim di Barus

sudah ada pada era itu

Para pembawa Islam datang langsung dari Semenanjung Arabia yang merupakan utusan

resmi Khalifah atau para pedagang Islam yang memang telah memiliki hubungan

perdagangan dengan Aceh, sebagai dacrah persinggahan dalam perjalanan menuju Cina

Hubungan yang sudah terbina sejak lama, yang melahirkan asimiliasi keturunan Arab-

Aceh di sekitar pesisir ujung pulau Sumatera, telah memudahkan penyiaran Islam

Islam telah berkembang di Aceh scjak abad VII. Keberadaannya dibawa oleh para saudagar

Islam Arab dan bukan merupakan misi khusus penyebaran agama

Selain dari perdagangan masuknya islam ke daerah Sumatera juga dipengaruhi oleh

kerajaan kerajaan yang ada di Sumatera dan dakwah dakwah dari wali-wali atau ulama

yang ada pada saat itu. Dari Kesultanan Aceh inilah kemudian pengaruh Islam menyebar

keseluruh Nusantara. Bukti-bukti penyebaran kebudayaan Islam masih dapat kita jumpai
hingga kini, diantaranya adalah masjid dan makam-makam

[14/11 13:12] Panjek: Tokoh-tokoh yang mempengaruhi masuknya islam di pulau Sumatra:

Selain dari perdagangan , pernikahan dan kerajaan masuknya islam di pulau Sumatra juga di pengaruhi
oleh tokoh-tokoh, salah satunya ialah Syekh baharudin (Sumatra barat).

Syeikh baharudin

Syeikh Burhanuddin Ulakan dikenal sebagai mursyid tarekat Syathariyah, beliau adalah penggagas
munculnya surau di Minangkabau. Ulama ini dikenal sebagai salah seorang penyebar tarekat Syatariyyah
dan Islam di wilayah Sumatera Barat. Syeikh Burhanuddin ketika lahir, memiliki nama asli Pono. Namun,
informasi mengenai tempat lahirnya tidak banyak informasi yang didapat.

KH Sirajuddin Abbas mengatakan Syeikh Burhanuddin berasal dari suku Guci. Hal ini didasarkan pada
Cukuik yang berasal dari suku Guci. Ayahnya bernama Pampak dari suku Koto. Masa kecilnya bisa
dikatakan belum mengenal agama, konon ayahnya beragama Buddha. Kehidupan Syeikh Burhanuddin
bisa dibilang penuh liku, sejak kecil beliau hidup berpindah-pindah. Ia mengikuti ayahnya ke Sintuk, di
kota ini ia mendapat julukan datuk Sati. Keluarga Pampak diberi sebuah lahan oleh ninik mamak
setempat, kemudian Pono pergi merantau ke Tapakis untuk berguru dengan Syeikh Yahyuddin yang
mendapat gelar Syeikh Madinah.

Setelah selesai ia kembali lagi ke kampungnya. Bagaimanapun Pono tetap melaksanakan tugas dakwah
yang akibatnya tentangan semakin menjadi-jadi, maka akhirnya pihak yang tidak menyukai kegiatan itu
mengusir dan mengancam untuk membunuh Pono. Pada saat kritis, Beliau pergi menemui gurunya
Syeikh Yahyuddin. Atas saran gurunya, Pono kemudian pergi ke Aceh untuk berlajar pada Syeikh Abdul
Rauf Al-Singkil. Bersama empat orang rekannya, yaitu Datuk Maruhun dari Padang Ganting Batusangkar,
Terapang (Kubang Tiga Baleh Solok), Muhammad Nasir (Koto Tengah Padang) serta Buyung Mudo
(Tarusan) berangkat ke Aceh Di bumi Serambi Mekkah ini, Pono berjumpa dengan Syeikh Abdurrauf al
Fansuri. Ada versi yang mengatakan mulanya ia tidak berhasrat untuk mencari ilmu pada syeikh Hamzan
Fansuri. Mata batinnya melihat Pono berbakat untuk menjadi ulama besar, maka selama 13 tahun Pono
digembleng oleh Syeikh Abdurrauf al Fansuri.

Pono semasa nyantri dikenal sebagai seorang yang sangat tunduk pada guru, ada satu cacatan mengenai
hal ini. Pada suatu hari gurunya mengunyah sirih. Tiba-tiba tempat kapur sirihnya jatuh kedalam kakus.
Padahal kakus tersebut dalam dan telah dipakai berpuluh-puluh tahun. Gurunya kemudian berkata,
“Siapa diantara kalian sebanyak ini yang sudi membersihkan kakus itu sebersih-bersihnya. dan siapa pula
yang mau mengambil tempat sirih saya yang terjatuh di dalamnya?”. Murid-murid banyak yang merasa
enggan, tetapi lain halnya dengan Pono Ia justru berjam-jam membersihkan kakus tersebut dan
mendapatkan tempat sirih gurunya. Melihat kerja keras sang muridnya, gurunya berdoa panjang sekali.
Setelah selesai gurunya berkata,”Tanganmu akan dicium oleh raja-raja, penghulu-penghulu dan orang
besar se-antero negeri. Muridmu tidak akan terputus-putus sampai akhir zaman, dan ilmu kamu yang
akan memberkati dunia, maka aku namai kamu Saidi Syeikh Burhanuddin.”

Keadaan Masyarakat Sumatera Sebelum Masuknya Agama Islam

Sumatera Utara memiiki letak geografis yang strategis, hal ini membuat Sumatera Utara menjadi
pelabuhan yang ramai, menjadi tempat persinggahan saudagar-saudagar muslim Arab dan menjadi salah
satu pusat perniagaan pada masa dahulu. Sebelum masuk agama Islam ke Sumatera Utara, masyarakat
setempat telah menganut agama Hindu. Hal ini dibuktikan dengan kabar yang menyebutkan bahwasanya
Sultan Malik As-Shaleh, Sultan Samudera Pasai pertama, menganut agama Hindu sebelum akhirnya
diIslamkan oleh Syekh Ismael. Sama hal nya dengan Sumatera Utara, Sumatera Selatan juga memiliki
letak geografis yang strategis sehingga pelabuhan di Sumatera Selatan merupakan pelabuhan yang ramai
dan menjadi salah satu pusat perniagaan pada masa dahulu. Oleh karena itu, otomatis banyak saudagar-
saudagar muslim yang singgah ke pelabuhan ini.

Sebelum masuknya Islam, Sumatera Selatan telah berdiri kerajaan Sriwijaya yang bercorak Buddha.
Kerajaan ini memiliki kekuatan maritim yang luar biasa. Karena kerajaannya bercorak Buddha, maka
secara tidak langsung sebagian besar masyarakatnya menganut Agama Buddha. Letak yang strategis
menyebabkan interaksi dengan budaya asing, yang mau tidak mau harus dihadapi.

Hal ini membuat secara tidak langsung banyak budaya asing yang masuk ke Sriwijaya dan mempengaruhi
kehidupan penduduknya dan sistem pemerintahannya termasuk masuknya Islam. Bangsa Indonesia yang
sejak zaman nenek moyang terkenal akan sikap tidak menutup diri, dan sangat menghormati perbedaan
keyakinan beragama, menimbulkan kemungkinan besar ajaran agama yang berbeda dapat hidup secara
damai. Hal-hal ini yang membuat Islam dapat masuk dan menyebar dengan damai di Sumatera selatan
khususnya dan Pulau Sumatera umumnya.

[14/11 13:14] Panjek: Bukti-Bukti Masuknya Islam di Sumatera :

1. Makam Sultan Malik Al-Saleh


Makam Sultan Malik Al-Saleh yang ber-angka tahun 1297 merupakan bukti bahwa Islam telah masuk dan
berkembang di daerah Aceh pada abad XIII. Mengingat Malik Al-Salaeh adalah seorang sultan, maka
dapat diperkirakan bahwa Islam telah masuk ke daerah Aceh jauh sebelum Malik Al-Saleh mendirikan
Kesultanan Samudera Pasai.

2. Cerita Marco Polo

Pada tahun 1092, Marco Polo seorang musafir dari Venesia (Italia) singgah di Perlak dan beberap tempat
di Aceh bagian Utara. Marco Polo sedang melakukan perjalanan dari Venesia ke negeri Cina. Ia
menceritakan bahwa pada abad XI, Islam telah berkembang di Sumatera bagian Utara. Ia juga
menceriterakan bahwa Islam telah berkembang sangat pesat di Jawa.

3. Cerita Ibn Battuta

Pada tahun 1345, Ibn Battuta mengunjungi Samudera Pasai. Ia menceriterakan bahwa Sultan Samudera
Pasai sangat baik terhadap ulama dan rakyatnya. Di samping itu, ia menceriterakan bahwa Samudera
Pasai merupakan kesultanan dagang yang sangat maju. Di sana, Ibn Battuta bertemu dengan para
pedagang dari India, Cina, dan para pedagang dari Jawa.

4. Pendapat lain
Beberapa waktu terakhir ini berkembang pendapat baru bahwa Islam sebenarnya telah datang dan
berkembang di kawasan Nusantara pada abad VII-VIII atau abad I tahun hijrah. Pendapat ini didasarkan
pada kenyataan bahwa masyarakat Indonesia telah menjalin hubungan dagang dengan bangsa-bangsa
India, Cina, dan Arab (khususnya Persia). Bahkan kalau ditelusur pada awal abad Masehi orang-orang
Yunani telah mengenal Nusantara. Tercatat dalam peta yang disusun oleh Ptolomeus, nama-nama
seperti Tabih, Argue, Posi Lam Wuli, Rommi, dan Lameri.

Di jawa

[14/11 13:25] Dendi Smti: 1 Masjid Agung Demak Demak, Jateng Abad 14 M K. Demak

2 Masjid Ternate Ternate, Ambon Abad 14 M K. Ternate

3 Masjid Sunan Ampel Surabaya, Jatim Abad 15 M -

4 Masjid Kudus Kudus, Jateng Abad 15 M -

5 Masjid Banten Banten Abad 15 M K. Banten

6 Masjid Cirebon Cirebon, Jabar Abad 15 M K. Cirebon

7 Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh Abad 15 M K. Aceh

[14/11 13:26] Dendi Smti: Peninggalan Kerajaan Samudra Pasai :

1. Dirham

Zaman dahulu Dirham dibuat bukan pakai kertas, maka dari itu dirham-dirham yang ada di Kerajaan
Samudera Pasai dibuat dari 70% emas murni 18 karat tanpa campuran kimia kertas. Koin ini berukuran
mungil, berdiameter 10 mm dengan 0,6 gram setiap koinnya.

Dirham ini dicetak dengan dua jenis, yakni satu Dirham dan setengah Dirham. Pada satu sisi dirham atau
mata uang emas itu tercetak tulisan Muhammad Malik Al-Zahir. Sementara di sisi lainnya tercetak tulisan
nama Al-Sultan Al-Adil. Dirham ini banyak digunakan sebagai alat transaski, terutama tanah.

Dirham ini tetap berlaku hingga bala tentara Nippon mendarat di Seulilmeum, Aceh Besar pada tahun
1942. Namun ternyata sampai hari ini pun di daerah Sumatera Barat masih bisa dijumpai pemakaian
satuan mas dirham ini (1 mas = 2,5 gram). Tradisi mencetak Dirham mas kemudian menyebar ke seluruh
Sumatera, bahkan sampai semenanjung Malaka semenjak Aceh menaklukkan Pasai pada tahun 1524.

2. Lonceng Donya

Cakra Donya adalah sebuah lonceng yang bisa dibilang keramat. Cakra Donya ini merupakan lonceng
yang berupa mahkota besi berbentuk stupa buatan Cina tahun 1409 M. Lonceng ini memilik tinggi 125
cm dan lebar 75 cm. Cakra sendiri memiliki arti poros kereta, lambang-lambang Wishnu, matahari atau
cakrawala, dan Sementara Donya berarti dunia.

Pada bagian luar Cakra Donya terdapat sebuah hiasan dan simbol-simbol berbentuk aksara Arab dan
Cina.

Aksara Arab tidak dapat dibaca lagi karena telah aus, sedangkan aksara Cina bertuliskan Sing Fang Niat
Tong Juut Kat Yat Tjo (Sultan Sing Fa yang sudah dituang dalam bulan 12 dari tahun ke 5).

Intinya, Cakra Donya ini adalah sebuah lonceng impor. Cakra Donya sendiri merupakan hadiah dari
kekaisaran Cina kepada Sultan Samudra Pasai. Kemudian hadiah lonceng ini dipindahkan ke Banda Aceh
sejak portugis berhasil dikalahkan oleh Sultan Ali Mughayat Syah.

3. Naskah Surat Sultan Zainal Abidin

Naskah surat Sultan Zainal Abidin merupakan surat yang ditulis oleh Sultan Zainal Abidin sebelum
meninggal pada tahun 1518 Masehi atau 923 Hijriah. Surat ini ditujukan kepada Kapitan Moran yang
bertindak atas nama wakil Raja Portugis di India.

Surat ini ditulis menggunakan bahasa arab, isinya menjelaskan mengenai keadaan Kesultanan Samudera
Pasai pada abad ke-16. Selain itu, dalam surat ini juga menggambarkan tentang keadaan terakhir yang
dialami Kesultanan Samudera Pasai setelah bangsa Portugis berhasil menaklukkan Malaka pada tahun
1511 Masehi.
Nama-nama kerajaan atau negeri yang memiliki hubungan erat dengan Kesultanan Samudera pasai juga
tertulis di dalamnya. Sehingga bisa diketahui pengejaan serta dan nama-nama kerajaan atau negeri
tersebut. Adapun kerajaan atau negeri yang tertera dalam surat tersebut antara lain Negeri Mulaqat
(Malaka) dan Fariyaman (Pariaman).

4. Stempel Kerajaan

Stempel ini diduga milik Sultan Muhamad Malikul Zahir yang merupakan Sultan Kedua Kerajaan
Samudera Pasai. Dugaan tersebut dilontarkan oleh oleh tim peneliti sejarah kerajaan Islam. Stempel ini
ditemukan di Desa Kuta Krueng, Kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh Utara.

Stempel ini berukuran 2×1 centimeter, diperkirakan terbuat dari bahan sejenis tanduk hewan. Adapun
kondisi stempel ketika ditemukan sudah patah pada bagian gagangnya. Ada pendapat yang mengatakan
bahwa stempel ini sudah digunakan hingga masa pemerintahan pemimpin terakhir Kerajaan Samudera
Pasai, yakni Sultan Zainal Abidin.

Masjid Agung Demak


Masjid Agung Demak adalah salah satu masjid paling tua yang ada di Negara Indonesia dan merupakan
Peninggalan Kerajaan Islam di Indonesia. Masjid ini berada di Kampung Kauman, Kelurahan Bintoro,
Kecamatan Demak, Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah. Masjid Demak dipercayai warga setempat
pernah menjadi tempat berkumpulnya para wali yang menyebarkan agama Islam di pulau Jawa yang
dikenal sebagai Walisongo. Pendiri dari masjid Agung Demak adalah Raden Patah, yaitu raja pertama dari
Kesultanan Demak sekitar tahun ke-15 Masehi. (Baca Juga : Sejarah Masjid Agung Semarang)

2. Masjid Gedhe Kauman

Mesjid Gedhe Kauman Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat adalah masjid raya dari Kesultanan
Yogyakarta, atau Masjid Besar milik Provinsi Yogyakarta, yang berlokasi di sebelah bagian barat kompleks
Alun-alun Utara dari Keraton Yogyakarta. Masjid Gedhe Kauman didirikan oleh Sri Sultan Hamengku
Buwono I bersama dengan Kyai Faqih Ibrahim Diponingrat (penghulu keraton Yogyakarta pertama) dan
Kyai Wiryokusumo sebagai arsitek dari masjid ini. Masjid tersebut didirikan pada hari Ahad Wage, 29 Mei
1773 M atau 6 Robi’ul Akhir 1187 H.

3. Masjid Ampel

Masjid Ampel adalah sebuah bangunan masjid kuno yang berlokasi di kelurahan Ampel, kecamatan
Semampir, kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur. Masjid ini memiliki luas 120 x 180 meter persegi ini
dibangun pada tahun 1421 oleh Sunan Ampel, yang didekat masjid ini terdapat kompleks pemakakaman
Sunan Ampel.

Masjid ini pada saat sekarang menjadi objek wisata religi di kota Surabaya, masjid ini dikelilingi oleh
bangunan yang memiliki arsitektur Tiongkok dan Arab. Disamping kiri dari halaman masjid, terdapat
sebuah sumur yang diyakini warga setempat sebagai sumur yang bertuah, biasanya digunakan oleh
mereka yang yakin sebagai penguat janji atau sumpah. (Baca Juga : Sejarah Istana Al Hamra)

4. Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat


Keraton Ngayogyakarta HadiningratKeraton Ngayogyakarta Hadiningrat atau Keraton Yogyakarta adalah
istana dari Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang kini terletak di Kota Yogyakarta, Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta, Republik Indonesia. Walaupun kesultanan ini secara resmi telah menyatakan
menjadi bagian dari Republik Indonesia pada tahun 1950, kompleks keraton ini masih difungsikan
sebagai tempat tinggal dari sultan dan rumah tangga istananya yang masih tetap menjalankan tradisi dari
kesultanan hingga sekarang.

Keraton Yogyakarta mulai dibangun oleh Sultan Hamengku Buwono I beberapa bulan pasca dari
Perjanjian Giyanti pada tahun 1755. Lokasi dari keraton ini konon cerita warga setempat adalah bekas
dari sebuah pesanggarahan yang memilik nama Garjitawati. Pesanggrahan Garijitawati digunakan untuk
istirahat dari iring-iringan jenazah raja-raja dari KesultananMataram yang akan dimakamkan di Kompleks
Pemakaman Imogiri. Versi lain mengatakan bahwa lokasi dari keraton ini adalah sebuah mata air yang
bernama Umbul Pacethokan, yang terletak di tengah hutan Beringan.

5. Keraton Surosowan

Peninggalan Kerajaan Islam di Indonesia selanjutnya adalah Keraton Surosowan. Keraton Surosowan
adalah bangunan keraton di daerah Banten. Keraton ini didirikan sekitar tahun 1522-1526 pada masa
kekuasaan Sultan Maulana Hasanuddin, yang kemudian dikenal oleh masyarakat sekitar sebagai pendiri
dari Kesultanan Banten.

Pada masa Sultan Banten berikutnya bangunan keraton tersebut direnovasi bahkan sampai melibatkan
ahli arsitektur dari Belanda, yang bernama Hendrik Lucasz Cardeel yang memeluk agama Islam yang
diberi gelar Pangeran Wiraguna. Dinding pembatas keraton ini setinggi 2 meter mengitari area keraton
sekitar kurang lebih 3 hektare. Keraton Surowowan mirip dengan benteng Belanda yang kokoh dengan
dilengkapi bastion (sudut benteng yang berbentuk intan) di keempat sudut bangunan keraton ini.
Sehingga pada masa jayanya Kesultanan Banten juga disebut sebagai Kota Intan. (Baca Juga : Sejarah
Islam di Indonesia)

6. Pemakaman Imogiri
Permakaman Imogiri, Pasarean Imogiri, atau Pajimatan Girirejo Imogiri adalah sebuah kompleks
permakaman yang terletak di Imogiri, Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi DI Yogyakarta. Permakaman ini
dianggap suci dan kramat oleh warga sekitar karena yang dimakamkan disini adalah raja-raja dan
keluarga raja dari Kesultanan Mataram. Makam Imogiri didirikan pada tahun 1632 oleh Sultan Mataram
III Prabu Hanyokrokusumo yang merupakan keturunan dari Sultan Panembahan Senopati Raja Mataram
pertama. Makam ini berada di atas perbukitan yang masih satu bagian dengan Pegunungan Seribu.

7. Hikayat Amir Hamzah

Hikayat Amir HamzahHikayat Amir Hamzah adalah sebuah sajak Melayu yang asal mulanya dari Islam –
Parsi yang mengkisahkan tentang kegagahan perjuangan dari Amir Hamzah dalam melakukan dakwah,
menyebarluaskan agama Islam, dari Masyrik sampai Magrib. Kedudukan dari Hikayat Amir Hamzah
sangat populer di masyarakat bangsa Melayu dan biasanya dibaca oleh prajurit ketika mau berangkat
berperang agar timbul semangat dan keberanian ketika berperang.

Sajak ini juga telah diterjemahkan dalam banyak bahasa di dunia dan bahasa di nusantara yaitu bahasa
Jawa, bahasa Sunda, bahasa Bali, bahasa Sasak, Bahasa Palembang, dan bahasa Aceh serta bahasa
internasional yaitu bahasa Arab, bahasa Hindi, dan bahasa Turki. Salah satu dari penulis/penyelenggara
naskah yang membukukan Hikayat Amir Hamzah adalah Abdul Samad Ahmad dengansebuah judal yaitu
“Hikayat Amir Hamzah (Siri Warisan Sastera Klasik)”. (Baca Juga : Sejarah Kesultanan Aceh Darussalam)

8. Hikayat Hang Tuah

Peninggalan Kerajaan Islam di Indonesia selanjutnya adalah hikayat Hang Tuah. Hikayat Hang Tuah
adalah sebuah karya klasik sastra Melayu yang terkenal dan mengisahkan tentang Hang Tuah. Pada
zaman kemakmuran Kesultanan Malaka, ada seorang bernama Hang Tuah, yaitu laksamana yang amat
terkenal. Dia berasal dari kelas rendah, dan dilahirkan dalam sebuah gubuk rusak. Tetapi karena
keberaniannya, dia amat dikasihi dan dia mendapat kenaikan pangkatnya. Maka dia menjadi seorang
duta dan mewakili negeranya dalam segala urusan kenegaraan.

Hang Tuah mempunyai sahabat karib yang bernama Hang Jebat, Hang Kesturi, Hang Lekir dan Hang
Lekiu. Dalam hikayat ini diceritakan bahwa Hang Tuah sangat setia terhadap Sri Sultan. Bahkan ketika dia
dikhianati sahabat karibnya, yaitu Hang Jebat yang melakukan pemberontakan untuk membelanya
akhirnya malah dibunuh oleh Hang Tuah.
8. Sjair Abdoel Moeloek

Sjair Abdoel Moeloek adalah syair yang dibuat pada tahun 1847, yang menurut beberapa sumber ditulis
oleh Raja Ali Haji atau putrinya yang bernama Saleha. Syair ini menceritakan tentang seorang wanita
yang sedang menyamar sebagai pria yang bertujuan untuk membebaskan suaminya yang merupakan
tawanan dari Sultan Hindustan, Sultan menawan karena berhasil melakukan serangan ke kerajaan
mereka. Buku syair ini bertemakan tentang penyamaran gender yang dianggap menata ulang tentang
hierarki dari pria dan wanita serta bangsawan dan pelayan. Tema ini sering ditemukan di sastra
kontemporer Jawa dan Melayu.

Sjair Abdoel Moeloek telah berkali-kali dicetak ulang dan diterjemahkan. Syair ini sering diangkat
menjadi lakon panggung dan menjadi dasar cerita dari Sair Tjerita Siti Akbari karya Lie Kim Hok. (Baca
Juga : Sejarah Runtuhnya Bani Ummayah Sejak Awal Berdiri )

9. Grebeg Besar Demak

Grebeg Besar DemakGrebeg Besar Demak adalah sebuah acara budaya tradisional besar dari Kesultanan
Demakdan sebagai Peninggalan Kerajaan Islam di Indonesia. Tradisi Grebeg Besar Demak ini diadakan
setiap tahun pada tanggal 10 Dzulhijah saat Idul Adha. Dimeriahkan oleh karnaval kirap budaya yang
dilaksanakan dari Pendopo Kabupaten Demak hingga ke Makam Sunan Kalijaga yang berada di Desa
Kadilangu, yang jaraknya sekitar 2 kilometer dari tempat acara dimulai.

Demak adalah kerajaan Islam pertama dipulau jawa dan pusat dari penyebaran agama Islam dipulau
Jawa. Berbagai cara dilakukan oleh para Walisongo dalam menyebarluaskan agama Islam, yaitu dengan
cara pendekatan para Wali melalui jalan mengajarkan agama Islam lewat kebudayaan atau adat istiadat
yang telah ada. Karena itu setiap tanggal 10 Dzulhijah umat Islam memperingati Hari Raya Idul Adha
dengan melakukan Sholat Ied dan dilanjutkan dengan acara menyembelih hewan qurban dan kemudian
dilaksanakan acara Grebeg Besar Demak. Pada masa itu, hanya dilaksanakan dilingkungan Masjid Agung
Demak saja dan juga disisipi dengan syiar-syiar keagamaan, sebagai upaya dari penyebarluasaan agama
Islam dipulau jawa oleh Wali Sanga.

10. Masjid Raya Baiturrahman


Masjid Raya Baiturrahman adalah sebuah bangunan masjid dari Kesultanan Aceh yang didirikan oleh
Sultan Iskandar Muda Mahkota Alam pada abad 1022 H/1612 M. Bangunan ini indah dan megah yang
mirip dengan Taj Mahal yang ada di India ini berlokasi di Kota Banda Aceh dan menjadi titik pusat dari
segala kegiatanyang di Aceh Darussalam.

Sewaktu Negara Belanda menyerang Kesultanan Aceh pada agresi yang dilakukan tentara Belanda pada
Bulan Shafar 1290 Hijriah/10 April 1873 Masehi, Masjid Raya Baiturrahman dibakar oleh tentara
Belanda. Pada tahun 1877 Belanda mendirikan kembali Masjid Raya Baiturrahman untuk menarik
simpati masyarakat Aceh dan meredam kemarahan dari Bangsa Aceh. Pada masa itu Kesultanan Aceh
masih berada di bawah kekuasaan Sultan Muhammad Daud Syah Johan Berdaulat yang adalah Sultan
Aceh paling akhir.

11. Istana Maimun

istana maimunIstana Maimun adalah istana dari Kesultanan Deli yang merupakan salah satu ikon dari
kota Medan, Provinsi Sumatera Utara, yang berlokasi di Jalan Brigadir Jenderal Katamso, Kelurahan
Sukaraja, Kecamatan Medan Maimun.

Didesain oleh arsitek yang berasal dari Italia dan didirikan oleh Sultan Deli yang bernama Sultan
Mahmud Al Rasyid. Pembangunan dari istana ini dilakukan pada tanggal 26 Agustus 1888 dan selesai
pada tanggal 18 Mei 1891. Istana Maimun ini memiliki luas mencapai 2.772 m2 dan memiliki 30 ruangan.
Istana Maimun sendiri terdiri dari 2 lantai dan mempunyai 3 bagian yaitu bangunan induk, bangunan
sayap kiri dan bangunan sayap kanan. Bangunan istana tersebut menghadap ke arah utara dan pada sisi
depan bangunan istana ini terdapat sebuah bangunan Masjid Al-Mashun atau Masjid Raya Medan.

12. Keraton Surakarta Hadiningrat

Keraton Surakarta adalah istana milik Kasunanan Surakarta yang berlokasi di Kota Surakarta, Provinsi
Jawa Tengah. Keraton ini dibangun oleh Susuhunan Pakubuwana II pada tahun 1744 sebagai ganti dari
Istana/Keraton Kartasura yang hancur lebur akibat Geger Pecinan 1743.
Susuhunan Pakubuwana II pada saat itu memerintahkan Tumenggung Hanggawangsa dan Tumenggung
Mangkuyudha, serta komandan dari pasukan Belanda yang bernama J.A.B. van Hohendorff, untuk
mencari lokasi ibu kota/keraton yang baru. Dibangunlah keraton baru di Desa Sala, tidak jauh dari sungai
Bengawan Solo. Untuk melakukan pembangunan keraton, Susuhunan Pakubuwana II membeli tanah dari
akuwu (lurah) Desa Sala yang bernama Ki Gede Sala.

13. Tabuik

tabuikTabuik adalah perayaan lokal dalam rangka merayakan Asyura yaitu gugurnya Imam Husain, cucu
dari Nabi Muhammad, yang dilaksanakan oleh masyarakat Minangkabau di daerah pantai Provinsi
Sumatera Barat, khususnya di Kota Pariaman. Festival ini menampilkan sebuah drama dari Pertempuran
Karbala, dan dengan memainkan drum tassa dan dhol. Upacara mengarungkan tabuik ke laut
dilaksanakan setiap tahun di Kota Pariaman pada tanggal 10 Muharram sejak 1831. Upacara Tabuik
diperkenalkan di daerah ini oleh Pasukan Tamil Muslim Syi’ah dari Negeri India, yang tinggal didaerah sini
pada masa pemerintahan dari Negara Inggris di Sumatera bagian barat.

Jadi itulah 13 Peninggalan Kerajaan Islam di Indonesia. Dengan adanya peninggalan-peningglan


bersejarah ini membuktikan bahwa dahulu penyebaran agara islam di indonesia sangatlah tidak mudah.
Namun sekarang situs situs ini menjadi warisan indonesia dan wajib untuk di lestarikan.

Anda mungkin juga menyukai