Anda di halaman 1dari 25

‘’Sejarah Perkembangan dan Dinamika Islam di Indonesia’’

Dosen Pengampuh : NURAINI, M.Hum

DISUSUN OLEH:

Kelompok 1

VIA MEILIA ISLAMIA (1830301063)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG

FAKULTAS USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM

JURUSAN STUDI AGAMA - AGAMA

TAHUN AJARAN 2021


KATA PENGANTAR

Puji syukur marilah kita sampaikan kepada Allah SWT. Atas segala rahmat, nikmat, dan
inayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah sederhana yang berjudul ‘’Sejarah
Perkembangan dan Dinamika Islam di Indonesia”. Tepat pada waktunya dengan berbagai
kesulitan dan rintangan. Sholawat dan salam semoga selalu tercurah kepada sang
revolusioner islam pembawa risalah, pemersatu umat dengan ikatan tauhid Nabi Muhammad
SAW beserta sahabat dan pengikutnya.

Dengan segala kekurangan dan keterbatasan, dengan usaha dan kegigihan alhamdulillah
makalah yang sederhana normatik ini dapat kami tuntaskan. tentunya untuk memenuhi tugas
kuliah. Tetapi ini merupakan proses pembelajaran yang konferhensif dan efektif. Tentunya
harapan saya semoga makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat serta dapat digunakan
sebagai referensi pembelajaran dalam perkuliahan baik sekarang maupun masa mendatang.
Suatu ungkapan “hargailah karya meskipun bagimu tidak ada guna tapi bernilai bagi
mereka”.

Selanjutnya haturan Terimakasih kami ucapkan kepada dosen pengampu yaitu Ibu
Nuraini yang telah sangat luar biasa dalam memberikan masukan, pengarahan dan bimbingan
dengan mengorbankan tenaga, fikiran dan waktunya hingga makalah ini dapat terselesaikan.
Kemudian mengingat makalah ini syarat dengan kekurangan dan jauh dari kata sempurna,
maka kami selaku penulis sangat mengharapkan butiran masukan dan kritikan dari semua
pihak terutama pembaca untuk makalah kami berikutnya. Semoga bermanfaat, terima kasih.

Palembang, 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Agama Islam merupakan agama samawi yang dibawa oleh Nabi Muhammad
SAW. Beliau memulai dakwah menyebarkan agama Islam dari tanah kelahirannya,
Makkah Al Mukarramah. Pada awalnya dakwah beliau hanya diikuti oleh beberapa orang
terdekat saja. Banyak dari kalangan orang-orang Quraisy yang menentang dakwah beliau.
Bahkan mereka memusuhi Nabi dan orang-orang yang mengikuti ajarannya. Hingga
berbagai usaha pembunuhan Nabi pun sering dilakukan orang-orang Quraisy. Selama
sekitar sepuluh tahun dakwah beliau di Makkah, jumlah pengikut masih sangat sedikit.
Kemudian di tahun kesebelas kenabiannya, beliau dan para pengikut melakukan
hijrah ke Madinah. Disinilah Nabi Muhammad mulai menyusun strategi dakwah untuk
mengajak orang masuk Islam. Pertama kali yang beliau lakukan adalah membentuk
pemerintahan. Dengan kegigihan Nabi dan para sahabat dalam berdakwah, Islam pun
semakin menyebar luas ke tanah berbagai tanah arab. Dan jumlah umat Islam pun
semakin hari semakin bertambah. Hal ini dapat kita lihat dari peperangan-peperangan
yang dilakukan Rasulullah SAW. Perang Badar yang merupakan perang besar pertama
umat Islam melawan orang-orang kafir hanya membawa pasukan sekitar 300 orang,
kemudian Perang Uhud membawa pasukan 1000 orang. Dan peperangan-peperangan
berikutnya dengan jumlah pasukan yang semakin banyak.
Setelah Rasulullah wafat, dakwah Islam dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin. Di
zaman para khalifah inilah Islam sudah mulai merambah ke berbagai negara dan benua.
Termasuk diantaranya negara Indonesia, yang mulai dimasuki Islam pada zaman
Khalifah Usman bin ‘Affan. Beliau mengirimkan delegasi untuk menyampaikan Islam ke
negeri Cina. Dan sebelum sampai di negeri Cina para delegasi singgah di Nusantara. Dari
delegasi yang dikirim Khalifah Usman inilah Islam mulai berkembang di Indonesia.
Kemudian dakwah dilanjutkan oleh para pedagang dari India. Sehingga jumlah umat
Islam di Indonesia terus bertambah setiap harinya. Hingga saat ini dakwah Islam di
Indonesia masih terus berlanjut. Dan dari berbagai survei menunjukan bahwa mayoritas
penduduk di Indonesia adalah Muslim.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah perkembangan Islam di Indonesia?
2. Bagaimana perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam di Indonesia?
3. Bagaimana peranan umat Islam dalam kehidupan bangsa Indonesia?
4. Dinamika Pemikiran Islam di Indonesia

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui sejarah dan perkembangan Islam di Indonesia.
2. Mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam di Indonesia.
3. Mengetahui peranan umat Islam dalam kehidupan bangsa Indonesia.
4. Untuk mengetahui Dinamika Pemikiran Islam di Indonesia
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah dan Perkembangan Islam di Indonesia

Pada tahun 30 Hijriah atau 651 M, hanya berselang sekitar 20 tahun dari wafatnya
Rasulullah SAW, Khalifah Usman ibnu ‘Affan RA mengirim delegasi ke Cina untuk
memperkenalkan Daulah Islam yang belum lama berdiri. Dalam perjalanan yang
memakan waktu empat tahun ini, para utusan Usman ternyata sempat singgah di
Kepulauan Nusantara. Beberapa tahun kemudian, tepatnya tahun 674 M, Dinasti
Umayyah telah mendirikan pangkalan dagang di pantai barat Sumatera. Dalam versi lain
disebutkan bahwa suatu golongan Zaidiyah yang pro terhadap Ali ibn Abi Thalib
mengungsi dari kerajaan Bani Umayyah karena dikejar-kejar, telah bermukim di Cina
sebelum tahun 750 M. Inilah perkenalan pertama penduduk Indonesia dengan Islam.
Sejak itu para pelaut dan pedagang Muslim terus berdatangan, abad demi abad. Mereka
membeli hasil bumi dari negeri nan hijau ini sambil berdakwah.

Islam masuk Indonesia bukan dari pedagang India atau Persi tapi langsung dari
Arab dan penyiarnya orang Arab Islam. Adapun pengikut-pengikut mereka adalah
pedagang-pedagang dari Gujarat yang turut mengambil bagian dalam perdagangan.
Daerah di Indonesia yang mula-mula dimasuki Islam adalah Sumatera Utara, Sumatera
Barat, dan Jawa Tengah, kemudian lama kelamaan agama Islam masuk ke pelosok tanah
air dengan pesatnya.

Pendapat beberapa ahli tentang waktu dan daerah yang mula-mula dimasuki Islam
di Indonesia antara lain:

- Drs. Juned Pariduri


Islam masuk di Sumatera Utara (Tapanuli) pada abad ke-7 atau sekitar tahun 670 M,
karena ada makam Syekh Mukaiddin di Tapanuli, makam tersebut berangka tahun 48
H (670 M).
- Dr. Hamka
Islam masuk ke Jawa pada abad ke-7 atau sekitar tahun 674 M.
- Zainal Arifin Abbas
Islam masuk di Sumatera Utara pada abad ke-7 sekitar tahun 648 M.

Para ahli tersebut berpendapat bahwa Islam masuk di Indonesia pada abad ke-7
berarti pada abad ke-13 Islam sudah berkembang dengan pesatnya dan telah merata di
seluruh Indonesia. Hal ini ditandai dengan adanya penemuan-penemuan batu nisan yang
berciri khas Islam. Dari kerajaan Samudera Pasai, Islam menyebar ke seluruh pulau
Sumatera, Malaka sampai ke pulau Jawa. Setelah itu di Indonesia berdiri kerajaan-
kerajaan Islam yang besar (Demak, Banten, Cirebon, Aceh, Mataram, Pajang, Makassar,
dan lain-lainnya dan kemudian menjadi pusat tempat penyebaran Islam.

Perkembangan Islam di Sumatera

Islam masuk ke Sumatera pada abad ke-7 Masehi, yang pada waktu itu di
Sumatera telah berdiri kerajaan Budha di Sriwijaya (683 – 1030 M) yang menjadikan
Islam masuk ke daerah itu sedikit mengalami kesulitan, dan pada waktu itu kerajaan
Sriwijaya mendapat serbuan dari India, maka kesempatan itu digunakan untuk
menyebarkan Islam bagi daerah-daerah, seperti di Samudera Pasai sehingga berdirilah
kerajaan Islam yang pertama di Samudera Pasai.

Karena ada beberapa versi sejarah yang berbeda, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa Islam di Sumatera terbagi menjadi:

Islam di Aceh

- Kerajaan Perlak
Sultan Perlak adalah Sultan Alaidin Sayid Maulana Abdul Aziz Syah. Ia dilantik pada
tanggal 1 Muharram tahun 225 H.
- Samudera Pasai
Silsilah keturunan Malik Al-Saleh yang memerintah Samudera Pasai tahun 650 – 688
H menunjukkan bahwa beliau keturunan Raja Islam, yaitu Makhdum Sultan Malik
Ibrahim Syah Johan Berdaulat tahun 365 – 402 H.
- Kerajaan Aceh
Salah seorang pembawa agama Islam di Aceh adalah Syekh Abdullah Arif yang
datang dari Arab. Beliau mempunyai murid bernama Burhanuddin yang kemudian
menyebarkan ajaran agama Islam di Pariaman, Sumatera Barat.
Islam di Barus

Papan Tinggi adalah sebuah pemakaman di Bandar Barus, Pantai Barat Sumatera
Utara. Di salah satu batu nisan terdapat sebuah nama Said Mahmud Al-Hadramaut.
Selain itu seorang Islam bernama Sulaiman telah sampai di Pulau Nias pada tahun 851
M. Sulaiman menyebutkan Bandar Barus itu penghasil kapur barus dan ia singgah di
bandar ini.

Islam di Sumatera Timur

Sebuah makam ulama yang bernama Imam Shadiq bin Abdullah wafat 23
Sya’ban 998 H ditemukan di Klumpang, Deli, yaitu bekas kerajaan Haru/Aru.

- Kerajaan Siak
Islam diperkirakan masuk di kerajaan ini pada abad 12 M. Ini dapat terlihat pada
peninggalan kuburan bertahun 1128 M yang bercorak Islam, yaitu kuburan
Nizamuddin Al- Kamil seorang laksamana dari dinasti Fatimiah.
Islam Masuk di Sumatera bagian Selatan
Dikisahkan oleh Ibnu Batutah bahwa hubungan dagang antara khalifah Abbasiyah
(751 – 1268 M) dengan Sriwijaya telah berlangsung. Bahkan sebelumnya telah ada
pedagang utusan dari khalifah Umayyah (661 – 750 M), dan banyak pedagang Sriwijaya
sendiri yang berlayar ke negara-negara Timur Tengah.

Perkembangan Islam di Pulau Jawa

Islam masuk ke Jawa Tengah pada masa pemerintahan Sima pada tahun 674 M,
masuknya Islam ke Jawa Timur di tandai dengan adanya makam Fatimah binti Maimun
yang di batu nisannya bertuliskan Arab, sekitar tahun 1082 M, dan masuknya Islam ke
Jawa Barat disiarkan oleh haji Purba pada pemerintahan Mundingsari pada tahun 1190
M. Islam dapat berkembang dengan pesat ketika kerajaan Majapahit (Hindu) merosot.
Islam di Jawa tidak akan pernah lepas dari peranan Walisongo yang begitu gigih dalam
menyiarkan Islam, sehingga dengan cepat Islam berkembang ke seluruh Pulau Jawa.
Adapun jasa-jasa Walisongo dalam penyebaran Islam di Jawa adalah
menyebarkan Islam kepada penduduk pedalaman pulau Jawa, sebelum Wlisongo, Islam
hanya berkembang di daerah pesisir, Walisongo berhasil mendirikan beberapa kerajaan
Islam di Pulau Jawa, yaitu: Demak, Pajang, dan Banten, Walisongo juga berhasil
mengubah kesenian Jawa dari pengaruh Hindu menjadi pengaruh Islam.

Setelah berdirinya kerajaan Islam Demak tahun 1500 M, maka Jawa Tengah
merupakan salah satu pusat kegiatan agama Islam, adapun wali yang mengembangkan
Islam di Jawa yaitu:

- Sunan Gresik
Beliau berasal dari Kasyan Bangsa Arab, kemudian menyiarkan Islam di kota Gresik.
- Sunan Ampel
Beliau keturunan putri raja Aceh yang menikah dengan seorang penyiar Islam dari
Arab. Beliau menyiarkan Islam di Ampel dan Surabaya.
- Sunan Bonang
Membentuk kader-kader Islam dengan mendirikan pondok pesantren.
- Sunan Drajat
Beliau menyiarkan Islam di Sedayu, Jawa Timur.
- Sunan Kalijaga
Mengajarkan Islam dengan memasukan hikayat Islam kedalam cerita wayang yang
dipertunjukkan untuk rakyat.
- Sunan Giri
Beliau belajar Islam di Malaka selama tiga tahun, kemudian menyebarkan Islam di
Giri (dekat Gresik).
- Sunan Muria
Beliau adalah putra dari sunan Kalijaga yang menikah derngan Dewi Sujinah dan
mempunyai seorang putra yang bernam Pangeran Santri. Untuk kepentingan
dakwahnya Dia menciptakan lagu “Sinom dan Kinanthi”.
- Sunan Kudus
Mengajarkan Islam dengan cara memperdalam agama dan mengikis habis pengaruh
Hindu.
- Sunan Gunung Jati
Beliau belajar Islam di Makkah. Menyiarkan Islam yang berpusat di Gunung Jati.

Perkembangan Islam di Sulawesi

Islam di Sulawesi tidak sebaik Islam di Jawa dan Sumatera, cara pengislaman di
Sulawesi pun dilakukan dengan jalan damai, tidak ada kekerasan sama sekali. Adapun
yang menyiarkan Islam di Sulawesi adalah Datuk Ribandang dan Datuk Sulaiman.

Di wilayah Sulawesi Utara mulai dari Mandar sampai Manado pada pertengahan
abad ke-16 menjadi bawahan Kerajaan Ternate yang rajanya adalah seorang muslim.
Atas ajakan Raja Ternate, Raja Bolang Mongondow memeluk Islam. Sampai ke timur
Kepulauan Maluku, pada awal abad ke-16 telah memiliki kerajaan Islam, yakni Kerajaan
Bacan. Mubaligh dari kerajaan Ini terus mendakwahkan Islam ke kawasan tetangganya di
Papua melalui jalur perdagangan.

Perkembangan Islam di Kalimantan

Sekitar tahun 1550 di Banjar berdiri kerajaan Islam dengan rajanya bergelar
Sultan Suryanullah dan pada saat itu juga banyak rakyat Banjar yang memeluk agama
Islam begitu pula dengan daerah-daerah yang berada di bawah kekuasaan Banja.

Pengembangan Islam di Kutai dilakukan oleh dua orang muslim dari Makassar
yang bernama Tuan Bandang dan Tuan Tunggang Parangan, dengan cepat Islam
berkembang di Kutai, termasuk raja mahkota memeluk Islam. Kemudian pengembangan
Islam dilanjutkan ke daerah-daerah pedalaman pada pemerintahan Aji di Langgar. Pada
tahun 1550 M, di Sukadan (Kalimantan Barat) telah berdiri kerajaan Islam. Ini berarti
jauh sebelum tahun itu, rakyat telah memeluk agama Islam, adapun yang meng-Islamkan
daerah Sukadana adalah orang Arab Islam yang datang dari Sriwijaya. Di Sukadana
Sultan yang masuk Islam adalah Panembahan Giri Kusuma (1591) dan Sultan Hammad
Saifuddin (1677).

Sebelum Islam masuk ke Dayak, suku Dayak menyembah berhala, tapi lama-
kelamaan kebanyakan dari mereka memeluk Islam. Pengislaman di Dayak melalui jalan
perdagangan, pernikahan, dan dakwah. Penyiaran Islam di Dayak dilakukan oleh
pendatang dari Arab, Bugis, dan Melayu. Perkembangan Islam selanjutnya diteruskan
oleh keturunan-keturunan mereka dengan penuh semangat.

Perkembangan Islam di Irian Jaya

Masuknya Islam ke Papua, tidak bisa dilepaskan dengan jalur dan hubungan
daerah ini dengan daerah lain di Indonesia. Selain faktor pengaruh kekuasaan Kerajaan
Majapahit, masuknya Islam ke kawasan ini adalah lewat Maluku, di mana pada masa itu
terdapat kerajaan Islam berpengaruh di kawasan Indonesia Timur, yakni Kerajaan Bacan.
Bahkan keberadaan Islam Bacan di Maluku sejak tahun 1520 M dan telah menguasai
beberapa daerah di Papua sejak abad ke-16 dan telah tercatat dalam sejarah. Sejumlah
daerah seperti Waigeo, Misool, Waigama dan Salawati pada abad ke-16 telah mendapat
pengaruh dari ajaran Islam. Melalui pengaruh Sultan Bacan inilah maka sejumlah
pemuka masyarakat di pulau-pulau tadi memeluk agama Islam, khususnya yang di
wilayah pesisir. Sementara yang di pedalaman masih tetap menganut paham animisme.

Masuknya Islam ke daerah Papua terjadi pada awal abad ke 17, atau dua abad
lebih awal dari masuknya agama Kristen Protestan yang masuk pertama kali di daerah
Manokwari pada tahun 1855, yaitu ketika dua orang missionaris Jerman bernama C.W.
Ottow dan G.J. Geissler mendarat dan kemudian menjadi pelopor kegiatan missionaris di
sana.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam di Indonesia

Perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan di Indonesia pada masa


perkembangan agama Islam, yaitu berupa warisan seni dan ilmu pengetahuan yang
merupakan ungkapan penghayatan sekaligus saluran pewartaan atau penyiaran ajaran
Islam. Karya seni yang bercorak Islam terdapat di bidang bangunan, seni musik, seni
pahat lukis, seni kaligrafi, dan seni sastra.

Peninggalan yang paling jelas di bidang bangunan atau arsitektur adalah


bangunan masjid. Masjid-masjid yang berasal dari masa pertumbuhan dan perkembangan
Islam di nusantara antara lain masjid kuno di Demak, masjid Sendang Duwur Agung
Kasepuhan di Cirebon, masjid Agung di Banten, dan masjid Nanggroe Aceh Darussalam
Peninggalan berikutnya di bidang bangunan adalah keraton, di lihat dari corak
bangunannya, tampak bahwa keraton pada masa pertumbuhan agama Islam merupakan
perpaduan antara corak seni Hindu, Islam, dan masyarakat setempat, dari perpaduan ini
menghasilkan corak bangunan yang khas.

Peninggalan selanjutnya adalah makam. Bagian makam yang paling penting


adalah nisan karena nisan merupakan tanda peringatan yang utama. Dari nisan sebuah
makam dapat kita ketahui siapa yang meninggal dan kapan meninggalnya. Oleh karena
itu pada nisan akan di jumpai huruf atau angka. Nisan ada yang di buat dengan ukir-
ukiran dan dihiasi dengan tulisan Arab atau kaligrafi. Dengan demikian pada masa ini
telah berkembang ilmu pengetahuan tentang tulis-menulis Arab (kaligrafi)

Peninggalan seni musik terungkap dari tradisi sekaten, yaitu gamelan yang
dibunyikan pada perayaan gerebeg Maulid Nabi Muhammad SAW. Tradisi ini masih
terjaga dengan baik pada Keraton Yogyakarta.

Perkembangan seni pahat dapat di lihat dari ukir-ukiran yang terdapat pada
lengkungan dan gerbang masjid, keraton, atau pada nisan. Seni pahat yang berkembang
pada masa perkembangan Islam tidak ada yang berupa patung-patung karena hal itu
bertentangan dengan ajaran Islam.

Peninggalan ilmu pengetahuan dan budaya pada bidang sastra adalah berupa
hikayat, babad, dan syair yang tertulis dengan huruf daerah, ada juga yang menggunakan
huruf Arab. Naskah-naskah yang terkenal antara lain primbon-primbon abad ke-16 dari
sunan Bonang dan syair-syair melayu yang indah dari Hamzah Fansuri.

Peranan umat Islam dalam kehidupan bangsa Indonesia

Selama berabad-abad Indonesia mengalami penjajahan. Kekayaan alam yang


melimpah ruah jatuh ke tangan penjaah. Bukan hanya menjajah politik dan ekonomi
bangsa, tetapi juga menjajah hak asasi yang paling mendasar bagi umat Islam, yaitu
menjajah paham-paham agama Islam untuk ditukar dengan paham Komunisme,
Liberalisme, dan agama lain.

Atas dasar penindasan tersebut, semangat jihad mulai dikobarkan. Pada abad ke-
17 sampai 19 perlawanan umat Islam sudah nyata digerakkan dan dipelopori tokoh-tokoh
pahlawan Islam, seperti Sultan Agung (Mataram), Sultan Agung Tirtayarsa dan Kyai
Tapa (Banten), Sultan Hasanuddin (Makassar), Teukeu Cik Ditiro (Aceh), Teuku Imam
Bonjol (Minangkabau), dan para kyai di seluruh pondok pesantren.

Pada waktu Indonesia memproklamirkan kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945,


musuh-musuh masih berusaha menggagalkan arti dari proklamasi tersebut. Untuk itu,
Rois Akbar, K.H. Hasyim Asy’ari menyerukan resolusi jihad. Tercetusnya resolusi jihad
membuat para pemuda di kala itu menggabungkan diri ke dalam pasukan Hizbullah yang
dipimpin oleh Zainal Arifin. Kemudian orang Islam yang awam bergabung ke dalam
barisan Sabilillah dibawah pimpinan K.H. Wahab Hasbullah. Pada waktu revolusi 1945 –
1949, mereka menjadi pengawal revolusi dengan merebut persenjataan Jepang untuk
melawan agresi sekutu.

Namun sangat disayangkan, begitu besarnya kebencian penjajah kepada muslimin


di Indonesia. Snouck Hurgronje, penasihat pemerintah kolonial Belanda menyampaikan
sarannya kepada pemerintah kolonial Belanda (Dutch Islamic Policy) dengan tujuan
mematahkan perlawanan umat Islam. Antara lain Snouck Hurgronje menyarankan, “yang
harus ditakuti pemerintah (pemerintah Belanda) bukanlah Islam sebagai agama, tetapi
Islam sebagai doktrin politik. Biasanya dipimpin small-minority yang fanatik, yakni
ulama yang membaktikan hidupnya terhadap cita-cita Pan Islamisme. Golongan ulama
ini lebih berbahaya kalau pengaruhnya meluas kepada petani di desa-desa. Karena itu
disarankan supaya pemerintah bertindak netral terhadap Islam sebagai agama dan
sebaliknya bertindak tegas terhadap Islam sebagai doktrin politik.”

Maka para penjajah berhasil melakukan strategi dalam pembuatan naskah UUD
1945. Ketika para pendiri Republik ini berhasil merumuskan satu gentlement agreement
yang sangat luhur dan disepakati pada tanggal 22 Juni 1945 kemudian dikenal sebagai
Piagam Jakarta (Jakarta Charter). Sesungguhnya Piagam Jakarta inilah mukadimah
UUD ’45 yang pertama.

Selanjutnya tanggal 17 Agustus 1945 pada hari Jum’at dan bulan Ramadhan,
Indonesia lahir sebagai negara dan bangsa yang merdeka. Hendaknya disadari oleh setiap
muslim bahwa Republik yang lahir itu adalah sebuah negara yang “berdasarkan
ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari‘at Islam bagi pemeluk – pemeluknya.”
Namun keesokan harinya tanggal 18 Agustus rangkaian kalimat “dengan
kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, itu dihapus, diganti
dengan kalimat: Yang Maha Esa. Inilah awal pengkhianatan terhadap Islam dan umat
Islam.

Dinamika zaman terus berjalan, kini umat Islam Indonesia menjadi umat yang
mayoritas, yaitu 90% dari semua bangsanya, yang seharusnya memiliki arti penting
dalam maju mundurnya kehidupan bangsa ini, sebab umat Islam mempunyai peranan
yang sangat penting dalam usaha mempersatukan bangsa, disini terdapat beberapa
peranan penting umat Islam dalam berbangsa:

 Pada tahun 1960, umat Islam berusaha mencegah gagasan nasakom dan pada tahun 1965
mengusulkan pembubaran PKI untuk menyelamatkan pancasila dan kesatuan bangsa.

 Mempelopori penbentukan “front Pancasila” yang kemudian diteruskan dengan


penganiayan G30SPKI sebagai landasan lahirnya Orde Baru.

 Majelis Ulama Indonesia (MUI) didirikan sehubungan dengan tugasnya yang utama, yaitu
memberikan pertimbangan mengenai kehidupan beragama kepada pemerintah dan menjadi
penghubung antara pemerintah dengan ulama.

 Untuk memperkuat ideologi Pancasila, umat Islam memajukan pendidikan umum dan
pendidikan agama dalam mencerdaskan bangsa dan kesadaran bernegara serta
memperkokoh persatuan dan kesatuan.

Namun untuk mencapai kesatuan dan kemajuan, umat Islam membentuk lembaga-
lembaga, baik berupa organisasi sosial maupun lembaga – lembaga pendidikan, seperti :

1. Majelis Ulama Indonesia (MUI)

MUI didirikan pada tanggal 26 Juli 1975, pertama kali diketuai oleh Prof. Dr.
Hamka, hingga tahun 1981, kemudian diketuai oleh K.H Syukri Ghozali (1981 – 1983),
setelah beliau wafat digantikan oleh K.H Hasan Basri (1983 – 1990), kemudian
dilanjutkan oleh Prof. KH. Alie Yafie (1990 – 2000), selanjutnya dipimpin oleh KH. M.
Sahal Mahfudz(2000 – 2005), dan sekarang dipimpin oleh K.H Ahmad Cholil Ridwan,
Lc.
Tujuan utama dari MUI adalah “menjadi penerjemah serta menyampaikan
pikiran-pikiran dan kegiatan pembangunan Nasional dan daerah kepada masyarakat.

2. Nahdlatul Ulama (NU)

Keterbelakangan baik secara mental, maupun ekonomi yang dialami bangsa


Indonesia, akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi, telah menggugah
kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini, melalui jalan
pendidikan dan organisasi. Gerakan yang muncul 1908 tersebut dikenal dengan
“Kebangkitan Nasional“. Semangat kebangkitan memang terus menyebar ke mana-mana
setelah rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa
lain. Sebagai jawabannya, muncullah berbagai organisasi pendidikan dan pembebasan.
Organisasi Nahdlatul Ulama ini bergerak dalam bidang pendidikan dan dakwah, terutama
dalam pembinaan pesantren-pesantren di berbagai daerah di Indonesia.

3. Muhammadiyah

Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan di Kampung Kauman


Yogyakarta pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 November 1912. Organisasi ini
bergerak dalam bidang pendidikan dan kemasyarakatan.

4. Organisasi Mahasiswa Islam

Organisasi Mahasiswa Islam berkembang sesuai dengan semakin majunya dunia


perguruan tinggi dan semakin banyaknya generasi Islam dari golongan terpelajar, mereka
menghimpun diri dalam wadah organisasi mahasiswa, di antaranya sebagai berikut :

a. Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)

b. Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)

Organisasi Himpunan Mahasiswa Islam berdiri pada tanggal 05 Februari 1947 (14 Rabiul
awal 1366 H) di Yogjakarta oleh Lafran Paile. Organisasi ini bergerak dalam bidang
politik, yang mempunyai tujuan utama, yaitu: “Terbinanya insan akademis, pencipta,
pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab kepada masyarakat adil dan
makmur yang diridhoi Allah.”

c. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM)


d. KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia)

Organisasi Mahasiswa Muslim yang lahir di era reformasi yaitu tepatnya KAMMI lahir
para ahad tanggal 29 Maret 1998 pukul 13.00 WIB atau bertepatan dengan tanggal 1
Dzulhijah 1418 H yang dituangkan dalam naskah Deklarasi Malang.

Anggotanya tersebar di hampir seluruh PTN/PTS di Indonesia. Selain itu, memiliki cabang
juga di Jepang. KAMMI muncul sebagai salah satu kekuatan alternatif Mahasiswa yang
berbasis mahasiswa Muslim dengan mengambil momentum pada pelaksanaan Forum
Silahturahmi Lembaga Dakwah Kampus (FS-LDK) X se-Indonesia yang
diselenggarakan di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).

5. Organisasi Pelajar Islam

a. PII (Pelajar Islam Indonesia)

Sebuah organisasi Islam yang didirikan di kota Yogyakarta pada tanggal 4 Mei
1947. Para pendirinya adalah Yoesdi Ghozali, Anton Timur Djaelani, Amien Syahri dan
Ibrahim Zarkasji.

b. IPM (Ikatan Pelajar Muhammadiyah)

c. IPNU (Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama)

d. IPPNU (Ikatan Putri Nahdlatul Ulama)

e. KAPMI (Kesatuan Aksi Pelajar Muslim Indonesia)

6. Organisasi Islam yang lain

a. GUPPI (Gabungan Usaha Perbaikan Pendidikan Islam)

b. MDI (Majelis Dakwah Islamiyah)

c. MMI (Majelis Muslimin Indonesia)

d. GP. Anshar, IPM, Pemuda Muslim

e. HSBI (Himpunan Seni Budaya Islam)

f. HTI (Hizbut Tahrir Indonesia)


Hizbut Tahrir merupakan organisasi politik, bukan organisasi kerohanian
(seperti tarekat), bukan lembaga ilmiah (seperti lembaga studi agama atau badan
penelitian), bukan lembaga pendidikan (akademis), dan bukan pula lembaga sosial
(yang bergerak di bidang sosial kemasyarakatan). Politik yang diemban Hizbut
Tahrir adalah politik syar’iyah yaitu pelayanan terhadap ummat. Syekh Taqiyyuddin
An Nabhani adalah pendiri Hizbut Tahrir. Pendirian Hizbut Tahrir didasarkan pada
QS Ali ‘Imran ayat 104, yang berbunyi “Dan hendaklah ada diantara kamu,
segolongan umat yang menyeru kepada yang ma’ruf (kebaikan) dan mencegah dari
yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.”

g. FPI (Front Pembela Islam)

FPI dideklarasikan pada 17 Agustus 1998 (atau 24 Rabiuts Tsani 1419 H) di


halaman Pondok Pesantren Al Um, Kampung Utan, Ciputat, di Selatan Jakarta oleh
sejumlah Habaib, Ulama, Mubaligh dan Aktivis Muslim dan disaksikan ratusan
santri yang berasal dari daerah Jabotabek. Organisasi ini dibentuk dengan tujuan
menjadi wadah kerja sama antara ulama dan umat dalam menegakkan Amar Ma’ruf
dan Nahi Munkar di setiap aspek kehidupan.

h. Ikhwanul Muslimin

Ikhwanul Muslimin masuk ke Indonesia melalui jamaah haji dan kaum


pendatang Arab sekitar tahun 1930. Pada zaman kemerdekaan, Agus Salim pergi ke
Mesir dan mencari dukungan kemerdekaan. Ikhwanul Muslimin memiliki peran
penting dalam proses kemerdekaan Republik Indonesia. Atas desakan Ikhwanul
Muslimin, negara Mesir menjadi negara pertama yang mengakui kemerdekaan
Republik Indonesia, setelah dijajah oleh Belanda. Dengan demikian, lengkaplah
syarat-syarat sebuah negara berdaulat bagi Republik Indonesia.

Ikhwanul Muslimin kemudian semakin berkembang di Indonesia setelah


Muhammad Natsir mendirikan partai yang memakai ajaran Ikhwanul Muslimin,
yaitu Partai Masyumi.

i. Persatuan Ummat Islam (PUI)


Organisasi massa Islam di Indonesia yang lahir pada 5 April 1952 di Bogor. Ia
lahir dalam kondisi di mana kebanyakan organisasi di Indonesia kala itu cenderung
terpecah belah. PUI lahir sebagai hasil fusi dua organisasi besar kala itu. Yaitu
Perikatan Ummat Islam (PUI) pimpinan KH Abdul Halim, yang berpusat di
Majalengka, dengan Persatuan Ummat Islam Indonesia (PUII) pimpinan KH Ahmad
Sanusi, yang berpusat di Sukabumi. Ormas hasil fusi ini kemudian melakukan
kegiatannya di sejumlah bidang, yaitu pendidikan, sosial, kesehatan masyarakat,
ekonomi dan dakwah. Bahkan ormas ini sekarang telah merintis kegiatan di bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Sekarang diketuai oleh KH. Cholid
Fadlullah, SH.

j. Hidayatullah

Lahir pada saat umat Islam sedang menantikan datangnya abad XV H yang
diyakini sebagai abad Kebangkitan Islam. Tema pokoknya pada saat itu adalah “Back
to Qur’an and Sunnah”. Hidayatullah adalah sebuah gerakan pemikiran yang
mencoba menerjemahkan slogan tersebut secara lebih konkrit sehingga Al Qur’an
dan As-Sunnah menjadi ‘blue print’ pengembangan peradaban Islami.

Hidayatullah didirikan pada tanggal 7 Januari 1973/2 Dzulhijjah 1392 H di


Balikpapan dalam bentuk sebuah pesantren oleh Ust. Abdullah Said (alm), kemudian
berkembang dengan berbagai amal usaha di bidang sosial, dakwah, pendidikan dan
ekonomi serta menyebar ke berbagai daerah di seluruh provinsi di Indonesia. Melalui
Musyawarah Nasional I pada tanggal 9 – 13 Juli 2000 di Balikpapan, Hidayatullah
mengubah bentuk organisasinya menjadi organisasi kemasyarakatan (ormas) dan
menyatakan diri sebagai gerakan perjuangan Islam.

B. Dinamika Islam di Indonesia

Dalam konteks historis, di Indonesia ada dua ormas besar yang asli milik
Indonesia. Walau masih banyak lagi, tapi dua ini sering mewakili sebagian besar
kalangan Umat Islam di Indonesia. Dua ormas ini adalah Muhammadiyah dan NU.
Secara kultur memang kedua ormas ini berbeda. Muhammadiyah lahir dari
Yogyakarta dengan geografi perkotaan dan didirikan oleh seorang Muhammad Darwis
yang bekerja sebagai seorang pedagang. Muhammadiyah sering diwakili dengan
kalangan menengah dan kaum intelektual. Sedangkan saudara Muhammadiyah, yaitu
Nahdatul Ulama, di lahirkan di Jombang, Jawa Timur, yang secara geografi adalah
daerah kota kecil dan pedesaan, dengan seorang pendiri adalah sosok kiyai pondok
pesantren Kalangan NU sering mewakili kalangan tani dan kaum santri.

Perbedaan inilah yang membuat dua organisasi ini memiliki perbedaan. Tapi pada
hakikatnya keduanya banyak memiliki kesamaan. Muhammadiyah dan NU sama-sama
berislam secara kaffah tanpa meninggalkan corak asli bangsa Indonesia semangat
keindonesiaan. Bahkan, keduanya terlibat dalam usaha merebut kemerdekaan Indonesia.

Pertentangan budaya dan agama bukan hal baru dalam perjalanan dunia. Namun,
terkhusus di Indonesia, sampai saat ini semua masih dapat berjalan secara seimbang.
Agama yang hadir mampu berkembang dengan tetap memberi ruang untuk budaya
bertahan. Bagaimana gerakan Islamisasi budaya dilakukan oleh para pendakwah. Islam
Indonesia berkembang menjadi Agama terbesar di Nusantara, tapi Islam tetap mampu
untuk memberikan ruang bagi budaya lokal. Walaupun ada juga konflik antara pemangku
agama di beberapa momen tertentu.

Islam dalam Dinamika Global

Islam mengalami dinamika dan pergolakan yang kuat. Banyak kejadian yang
terjadi di dunia ini karenanya. Bukan hanya dalam hal kebaikan yang mengarah ke
internal umat Islam sendiri, namun banyak juga peristiwa yang terjadi menjadikan citra
Islam buruk. Dari banyaknya peristiwa ini munculah fenomena phobia terhadap Islam.
Terutama di dunia Barat, fenomena Islomaphabia menjadi momok bagi masyrakat Barat.

Islamophobia hari ini yang paling populer adalah soal teroris. Banyak peristiwa
yang menjadikan Islam lekat dengan diksi terorisme. Hal ini mengubah pengertian Islam
yang damai dan sejuk menjadi agama yang membawa peperangan dan permusuhan. Di
tambah lagi dengan makin berkecamuknya perang di negara-negara Timur Tengah yang
notabene negara Islam, makin menjadikan citra Islam buruk dan jahat dalam pandangan
masyarakat global.

Perlu diketahui, perkembangan Islam tidak hanya dalam aspek akidah, ibadah,
dan hal yang berkaitan dengan jihad semata. Ada aspek sosial yang berkembang dan
kemudian memberi warna di suatu daerah dimana Islam tersebut hadir dan
berkembang.dalam kebudayaan dan dinamika sosial, Islam mengaturnya dalam ketentuan
muamalah.

Dalam hukum dasar muamalah adalah semuanya boleh asal tidak ada dalil yang
melarang. Melihat perkembangan dan metode pengembangan Islam akhir-akhir ini,
terkhusus di Indonesia, sangat memungkinkan Islamophobia pada aspek budaya akan
muncul ke depan. Hal ini dengan melihat kian banyaknya paham Islam transnasional di
Indonesia. Bukan masalah kehadirannya yang membawa aliran, tapi lebih pada metode
dan sistem gerakan dakwah yang digunakan. Bahkan, secara subjektif dapat dikatakan
dengan taktik mencari perlindungan di bawah ormas yang sudah ada. Mereka
membangun sebuah rumah di dalam rumah, jika rumah mereka yang asli. Mungkin jika
dianalogikan, sesederhana itu perempumaan cara mereka melakukan penyebaran
pahamnya.

Dinamika Pemikiran Islam di Indonesia

Beberapa tahun Greag Fealy mengkaji perubahan cara pandang NU yang semula
berkutat dalam lembaga yang konservatif, berorientasi ke dalam dan berkonsentrasi pada
kegiatan sosial keagamaan berubah dan berkembang menjadi organisasi yang bercabang-
cabang, berorientasi pada dan giat dalam politik, dan dengan aspirasi utama mencari
peran penting dalam urusan nasional pasca kemerdekaan.

Demikian pula hasil penelitian disertasi Bahtiar Efendi34 mengelaborasi model


intelektualisme Islam ke dalam tiga aliran yang berkisar pada wilayah, pertama,
pembaruan teologis atau keagamaan yang berkaitan dengan fenomena generasi Muslim
yang menjadikan produk pemahaman umat Islam atas dokrin keagamaan sebagai
landasan untuk membentuk pemikiran dan praktik politiknya. Hal ini sebagaimana
tampak dalam berbagai gerakan intelektual kampus seperti HMI, PII, GPII (Gerakan
Pemuda Islam Indonesia, dan Persami (Persatuan Sarjana Muslim Indonesia).

Kedua, reformasi politik atau birokrasi yang diawali dengan keterlibatan aktivis
politik Islam untuk memainkan peran penting dalam proses pemerintahan dan pembuatan
kebijakan di Indonesia. Hal ini perlu dilakukan agar terjalin hubungan sinergis antara
pemimpin dan aktivis Islam politik dengan lembaga-lembaga politik maupun birokrasi
yang ada agar bisa melakukan perubahan dari dalam. Ketiga, transformasi sosial yang
berbasis kepada tiga unsur seperti: (a) upaya memperluas makna politik yang
berhubungan program pemberdayaan masyarakat (politik kerakyatan) dan bukan demi
kepentingan (politik kekuasaan). (b) memupuk hubungan yang lebih bermanfaat antara
negara dan organisasi kemasyarakatan. (c.) merumuskan dan mendefinisikan cota-cita
politik Islam yang berwatak inklusif yang bisa mensintesiskan dimensi keislaman dan
keindonesiaan.

Dua kajian akademik di atas menjadi contoh adanya dinamika pemikiran yang
tumbuh di dalam tubuh umat Islam yang mengarah pada spirit kebangsaan dan
keindonesiaan. Berbagai upaya kerja intelektual yang dilakukan oleh kelompok
pergerakan baik di level organisasi keagamaan maupun organisasi kemahasiswaan
membersitkan sebuah cita-cita besar bahwa sejatinya pemikiran Islam yang perlu tumbuh
di Indonesia adalah yang berorientasi kepada pemikiran yang berdimensi kemaslahatan.
Sebab, secara fundamental, kehadiran Islam di muka bumi ini adalah untuk memberikan
rahmat bagi seluruh alam.

Untuk merealisasikan cita-cita besar Islam tersebut, tentu membutukan perangkat


kerja sosial yang bersifat empiris dan bisa dijangkau oleh semua orang. Dalam kaitan ini,
politik menjadi sarana (waṣīlah) yang efektif untuk memanifestasikan nilai-nilai
keislaman. Sebab, tanpa politik ajaran Islam yang menjadi pesan ketuhanan dan kenabian
tidak akan pernah bisa dikenali dan difahami sebagai amal shalih yang meniscayakan
kebenaran dan keadilan sepanjang zaman (ṣālihun fi kulli zamān wa makān). Maka,
dalam khazanah keilmuan Islam terdapat sebuah epistemologi pengetahuan berupa fikih
yang mendedahkan kanalisasi penjabaran secara teknis dan administratif tentang nilai-
nilai keislaman.
Secara sistemik, fikih membukakan berbagai pintu metodologi dan pendekatan
untuk menggali beragam kearifan dan keterbukaan yang ada dalam Islam. Hal ini penting
diperhatikan, agar Islam yang tidak sekedar menjadi konstruksi keberagamaan melainkan
juga menjadi konstruksi pemikiran bisa menjadi jalan pembuka untuk menjabarkan dan
memperluas berbagai maksud dan tujuan yang ada dalam shari’ah (maqāṣid sharī’ah)
yang menjadi salah satu inti ajaran Islam.

Oleh karena itu, menapaki berbagai ruas pemikiran Islam yang berlangsung
dinamis di tubuh pemeluknya melalui epistemologi fikihmenjadi cara tersendiri untuk
mengenali dari dalam tentang berbagai upaya yang dilakukan oleh pelakunya baik secara
personal maupun institusional yang dimungkinkan bisa berkontribusi bagi penguatan dan
peneguhan sendi-sendi kebangsaan dan keindonesiaan.

Dalam kaitan ini, tiga metode epistemologi fikih yang dijabarkan di atas menjadi
pendekatan sosiologis untuk menjelaskan bagaimana nalar bayānī, nalar isti’lālī, dan
nalar istiṣlāḥī dimainkan sebagai arena representasi oleh beberapa pelaku yang terlibat
dalam mengusung paham keberagamaannya. Nalar bayānī yang banyak diadopsi oleh
kelompok-kelompok “kanan” semisal PKS yang selalu berupaya mengedepankan
nilainilai keislaman yang secara ideologis bertaut kelindan dengan organisasi keagamaan
seperti HTI maupun Majelis Mujahidin sebagai landasan prinsipil bernegara di Indonesia.

Pengalaman politik seperti yang dilakukan oleh SI pada masa sebelum


kemerdekaan dijadikan inspirasi oleh PKS untuk mengonsolidasikan pergerakannya guna
mencapai sebuah cita-cita sebagaiman pernah terlansir dalam Piagam Jakarta. Meski
upaya “Islamisasi” yang kerap diperjuangkan PKS selalu berbenturan kelompok
mainstream lain yang justru lebih mengedepankan semangat kebangsaan yang universal,
kelompok-kelompok underbouw PKS tetap rajin mengerangkai gerakan massanya
melalui kegiatan halaqoh bernuansa islamisme yang marak berlangsung di kampus-
kampus umum.

Pada saatnya, bila kelompok mainstream abai dengan komitmen kebangsaannya


dan sibuk membingkai ruang kontestasi untuk merebut kekuasaan secara pragmatis, bisa
jadi gerakan massa di bawah kendali PKS akan hadir sebagai vote getter yang mendulang
dukungan dari berbagai kalangan masyarakat yang selama ini dibiarkan dan tidak
diperhatikan. Berbeda dengan nalar bayani yang banyak direaktualisasi sebagai
mekanisme pengetahuan dan pergerakan untuk menegakkan semangat keislaman di
Indonesia, pada kelompok lain yang menggunakan nalar isti’lālī menunjukkan performa
berbeda dengan cara tidak mengentarai arus pemikiran dan pergerakkannya dalam skop
Islamisme. Nalar isti’lālī menjadi ruang kristalisasi pemikiran sebagai bangunan analogis
antara ajaran keagamaan dengan realitas sosial yang terjadi. Dalam nalar ini, spirit
kekinian (kontekstual) menjadi kelaziman untuk diadaptasi sebagai cara pandang
kontemporer untuk membingkai nilai-nilai substansial yang ada dalam agama dan
diselaraskan dengan semangat kebangsaan.

Sebuah pemikiran yang diajukan Amien Rais seperti politik Adiluhung (high
politics) yang menjabarkan nilai-nilai ketauhidan (tauhidic values) membingkai sebuah
cara pandang tentang kejujuran, keikhlasan, amanah, dan ukhuwah yang harus
dimanifestasi dalam semangat kebangsaan. Corak keindonesiaan yang tidak lepas dari
iklim ketimuran perlu mengkerangkai asas kebernegaraannya melalui khazanah
pemikiran yang satu sisi mengadopsi pengalaman kenusantaraan dan di sisi
memanifestasikan pengetahuan keagamaan, terutama pada tataran substansial. Dengan
harapan, setiap pemangku kekuasaan yang digerakkan melalui roda kepemerintahan tidak
terjebak pada penumpukan kepentingan yang hanya menguntungkan pihak tertentu,
sementara pihak kebanyak dijebak dalam suasana kebuntungan.

Senafas dengan pemikiran Amien Rais, kehadiran Kuntowijoyo dalam blantika


pemikiran keislaman di Indonesia turut berkontribusi dalam menyegarkan
pandanganpandangan keagamaan yang bernuansa kritisinterpretatif. Berbagai dalil agama
yang bersumber dari al-Qur’an dan Hadis difahami sebagai konstruksi gagasan yang
perlu diterjemahkan ulang berdasarkan etos zaman yang berlaku dalam kehidupan
masyarakat. Oleh karena itu, dogma “amar ma’rūf, nahy munkar, dan tu’minu billāh”
yang tersirat dalam salah satu surat al-Qur’an dipahami Kuntowijoyo sebagai landasan
pergerakan yang satu sisi berdimensi kemanusiaan dan di sisi lain berdimensi ketuhanan.
amar ma’rūf yang berarti humanisasi, nahy munkar yang berarti liberasi, dan tu’minu
billāh yang berarti transendensi adalan trianggulasi pemikiran yang antara satu dengan
lainnya saling berjalin kelindan.
Bila Pemikiran Kuntowijoyo ini dikontekstualisasi dalam ranah kebangsaan dan
keindonesiaan, maka seruan moral yang ditegaskan Kuntowijoyo adalah, bagaimana
program pemberdayaan kepemerintahan bisa berdampak kepada pembangunan yang
dilandasi semangat kemanusiaan secara berkelanjutan, bagaimana program penegakan
peraturan bisa berdampak pada pembebasan rakyat dari jebakan kejahatan, dan
bagaimana merumuskan sistem perencanaan dan pelaksanaan kebijakan pemerintah
dilandasi oleh komitmen kepatuhan dan ketaatan yang diniati oleh semangat pengabdian
yang dalam bahasa agama disebut sebagai ibadah.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dari pembahasan makalah yang telah diuraikan diatas dapat kita ambil kesimpulan
bahwa Islam masuk ke Negara Indonesia sejak tahun 651 M. Yaitu pada zaman Khalifah Usman
bin ‘Affan yang pada waktu itu mengirim delegasi untuk mengenalkan pemerintahan Islam ke
Negeri Cina, namun dalam perjalanan ke Cina tersebut delegasi singgah di Indonesia dan
mengenalkan kepada penduduk tentang Islam.

Semakin hari dakwah Islam terus berkembang pesat dari sejak dinasti umayyah yang
mendirikan pangkalan dagang di Sumatera. Dari sini terbuka jalur perdagangan orang-orang
Arab ke Indonesia dengan membawa ajaran Islam. Perkembangan Islam di Indonesia tidak
terlepas dari dakwah para wali, terutama di wilayah Jawa.

Di era modern dakwah Islam terus berkembang. Dengan banyaknya organisasi-


organisasi yang membawa misi dakwah Islam membuat ajaran Islam terus terjaga. Hal ini
berpengaruh terhadap terhadap jumlah pemeluk Islam. Ajaran Islam yang universal dan sesuai
fitrah manusia, sangat mudah diterima oleh berbagai kalangan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Kuntowijoyo. 1999. Budaya & Masyarakat. Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya

Mukti Ali. 1988. Beberapa Persoalan Agama Dewasa Ini. Jakarta: Rajawali

Harun Nasution. 1975. Pembaharuan dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang

Nata, Abuddin. 2001. Peta Keragaman Pemikiran Islam Di Idonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada

Supriyadai, Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV Pustaka Setia

Yatim, Badri. 2010. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Anda mungkin juga menyukai