Anda di halaman 1dari 14

Prosiding SENADIMAS Ke-4, Tahun 2019

ISBN 987-623-7482-00-0

GENEALOGI PERANAN UANG KEPENG


DALAM MASYARAKAT BALI
Wayan Muderawan, I Ketut Supir, dan Wayan Sadia,
Jurusan Kimia, Jurusan Seni dan Desain, Jurusan Fisika
Unversitas Pendidikan Ganesha, Singaraja-Bali
e-mail

ABSTRAK
Artikel ini merupakan hasil penelitian kualitatif memakai paradigma teori genealogi
Foucault dan teori estetika posmodernisme. Masalah yang dikaji adalah genealogi peranan uang
kepeng dalam kehidupan masyarakat Bali. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode penelitian kualitatif yang bertumpu pada paradigma teori genalogi Foucault dan teori estetika
posmodernisme. Objek kajiannya adalah uang kepeng yang digunakan dalam masyarakat Bali. Hasil
kajian menunjukkan bahwa uang kepeng berperan dalam kehidupan masyarakat Bali yakni sebagai
sarana dalam upacara agama Hindu, uang kepeng sebagai benda budaya yakni uang kepeng
digunakan sebagai alat permainan dan sebagai jimat (Amulets), dan uang kepeng sebagai industri
budaya yakni uang kepeng dijadikan cendramata. Dengan demikian, uang kepeng atau uang yang
berasal dari negeri Cina ini, meskipun tidak lagi menjadi alat pembayaran yang sah, tetapi masih
tetap digunakan dalam berbagai aktivitas dalam kehidupan masyarakat Bali.

1. Pendahuluan

Uang kepeng atau pis bolong berbentuk segi empat melambangkan


atau jinah bolong (bahasa Bali) adalah bumi. Konsep bumi langit ini kemudian
nama uang logam yang pernah menjadi menjadi ideologi negeri Cina yang
alat pembayaran yang sah (uang kartal) berpijak pada doktrin Tian Ming (mandat
dalam transaksi di Bali. Pis atau pipis dari langit), yaitu sumber otoritas
adalah kata dalam bahasa Bali yang pemerintahan tertinggi adalah penguasa
artinya uang. Kata pis lebih lazim langit (Hartawan, 2011: 15).
penggunaannya sampai sekarang. Bolong Dinasti-dinasti yang berkuasa di
adalah kata dalam bahasa Bali yang Cina selalu menerbitkan uang kepeng
artinya lubang. Pis bolong artinya uang yang diberi nama sesuai dengan identitas
yang berlubang. Uang logam ini dinastinya. Uang logam ban-liang adalah
berbentuk bulat dengan lubang di uang kepeng yang dibuat oleh dinasti Qin
tengahnya yang berbentuk segi empat (baca: Chin) (221-206 SM). Mata uang
bujur sangkar atau segi empat sama sisi wu zhu dikeluarkan oleh dinasti Han
(Sidemen, 2002: 1). yang berkuasa pada 206-220 SM. Mata
Uang kepeng yang beredar di uang Kai yuan tong bao dikeluarkan oleh
Bali berasal dari negeri Cina dan telah dinasti Tang (618-907 Masehi). Pada
diterbitkan oleh dinasti Zhou (1027-221 tahun (960-1279
SM). Bentuk bulat itu melambangkan
langit atau sorga, sedangkan lubang

1189
Prosiding SENADIMAS Ke-4, Tahun 2019
ISBN 987-623-7482-00-0

(sleh-obverse) maupun permukaan


belakang (trep-reverse).
M), Dinasti Song mencetak 137 jenis
Di Bali, pada masa lalu, uang
mata uang logam yang masing-masing
kepeng digunakan sebagai alat
diberi tulisan dengan gaya yang berbeda-
pembayaran, karena itu banyak beredar
beda sesuai dengan periode terbitnya.
di pusat-pusat perdagangan, yakni di
Dinasti Ming menerbitkan uang kepeng
pelabuhan Buleleng, dan pelabuhan
berisi tulisan da zhong dan hong wu
Blanjong, Sanur. Uang kepeng berfungsi
(Hartawan, 2011: 16-19). Mata uang dari
sebagai alat pembayaran berlangsung
dinasti Ming ini yang kemudian
sampai tahun 1950-an. Pada tahun 1950-
diesksport secara besar-besaran ke luar
an, pemerintah Indonesia menerbitkan
negeri, termasuk ke Indonesia.
uang RIS and ORI (Republic of United
Uang kepeng masuk ke
States of Indonesia’s currency and
Indonesia, khususnya Bali, dibawa oleh
Republic of Indonesia’s currency)
kaum pedagang Cina. Hal ini member
sebagai alat pembayaran resmi yang
pentuntjuk bahwa hubungan dagang
menggantikan uang kepeng (Arisanti,
antara Bali dan Cina telah terjalin sejak
2017: 159).
dinasti Han. Namun, jauh sebelum itu,
Mesikpun tidak lagi menjadi alat
kebudayaan Cina, khususnya budaya
pembayaran, namun, uang kepeng terus
logam, telah dikenal di Bali pada masa
beredar dalam kehidupan masyarakat
prasejarah. Salah satu bukti yang sampai
Bali sampai sekarang. Hal ini tidak lepas
sekarang masih terpelihara adalah “bulan
dari penggunaan uang kepeng dalam
pejeng”, yakni sebuah nekara perunggu
berbagai aktivitas masyarakat Bali,
yang disakralkan di Pura Penataran
menarik dikaji dari genealogi peranan
Sasih, Desa Pejeng, Kabupaten Gianyar
uang kepeng dalam masyarakat Bali.
(Covarrubias, 2013: 172).
Studi tentang genealogi peranan uang
Uang kepeng yang pernah
kepeng berkaitan dengan peranan kuasa
beredar di Bali, selain berasal dari Cina,
merupakan kajian yang sangat langka.
juga berasal dari Jepang, dan juga
Sementara ini, keberadaan uang kepeng
merupakan uang asli Nusantara. Jenis pis
hanya dikaji dari aspek sejarah, fungsi
bolong (uang kepeng) tersebut, yakni pis
dalam ritual, dan sebagai benda kerajinan
gebogan, pis jarring, pis lumrah, pis
(Sidemen, 2002; Hartawan, 2011
krinyah, pis koci, pis lembang, dan pis
wadhon, (Sidemen, 2002: 52-62). Uang
kepeng itu dibedakan jenis berdasarkan
atas ketebalan, garis tengah, dan huruf
yang tertulis pada permukaan depan

1190
Prosiding SENADIMAS Ke-4, Tahun 2019
ISBN 987-623-7482-00-0

Dengan berpegang pada teori ini


Mudra, 2007). Berkaitan dengan hal dapat dibangun asumsi bahwa
itu, maka artikel ini mengkaji dua penggunaan uang kepeng dalam
masalah pokok, yakni: pertama masyarakat Bali tidak lepas dari
genealogi peranan uang kepeng dalam berbagai ideologi atau kuasa yang
masyarakat Bali dan kedua uang bermain di baliknya. Ketika uang
kepeng sebagai industri budaya. kepeng dikemas menjadi komoditas
Pendekatan teoritik yang dalam bentuk cendramata dapat dikaji
digunakan untuk mengkajinya adalah menggunakan teori estetika
teori genealogi (Foucault, 2002). posmodernisme (Piliang, 2006).

2. METODE PENELITIAN

Artikel dengan judul “Genealogi Data tentang penggunaan uang kepeng


Peranan Uang Kepeng Dalam dalam upacara dalam agama Hindu,
Masyarakat Bali” ini merupakan hasil sebagai benda budaya, dan dalam bahan
penelitian yang dilakukan di Desa dalam membuat benda cendramata,
Kamasan, Klungkung, Bali. Pendekatan diperoleh secara emik lewat wawancara
yang digunakan adalah pendekatan mendalam terhadap informan, antara lain
kualitatif yang bertumpu pada paradigma pengrajin uang kepeng, pemuka agama,
teori genealogi (Foucault, 2002; Barker, bebotoh (penjudi) dan budayawan. Data
2004) dan paradigma teori estetika juga diperoleh dari teknik observasi
postmodernisme (Piliang, 2006). Objek terhadap karya-karya berbahan uang
kajiannya adalah uang kepeng. Uang kepeng. Studi dokumen dilakukan dari
kepeng adalah artefak budaya, selain literatur-literatur yang mengungkap
digunakan sebagai sarana upacara dalam tentang keberadaan dan kegunaan uang
agama Hindu dan sebagai benda budaya, kepeng dalam masyarakat Bali.
juga digunakan sebagai media untuk Pendekatan emik dipadukan dengan etik
menuangkan kreativitas untuk sehingga terbentuk narasi guna
menghasilkan benda cendramata. menjawab permasalahan penelitian.

3. PEMBAHASAN yang sah, maka uang kepeng


3.1 Peranan Uang Kepeng dalam kehilangan fungsinya sebagai alat
Masyarakat Bali pembayaran. Meskipun demikian,
Setelah pemerintah namun, pada kenyataanya, uang
Indonesia mengeluarkan mata uang kepeng
rupiah sebagai alat pembayaran

1191
Prosiding SENADIMAS Ke-4, Tahun 2019
ISBN 987-623-7482-00-0

dedaunan, bunga, buah, jajan, nasi, yang


ditata dalam satu bentuk. Unsur lainnya
terus beredar dalam mayarakat Bali.
yang cukup penting dalam sesajen adalah
Hal ini tidak lepas dari
uang kepeng.
difungsikannya uang kepeng
Uang kepeng dalam sesajen
sebagai sarana upacara agama
berfungsi sebagai sesari. Sesari berasal
Hindu dan sebagai benda budaya.
dari kata sari yang berarti inti. Sari atau
3.1.1 Uang Kepeng Sebagai Sarana inti dari bunga disebut kepala putik,
upacara Agama Hindu benang sari, atau serbuk sari. Sari dalam

Masyarakat Hindu mengucapkan telur adalah kuning telur. Pendek kata,

rasa terimakasih kepada Tuhan sebagai sari adalah inti dari suatu benda. Sari
pencipta alam berserta isinya ini dengan dalam sesajen merupakan nilai termulia

melakukan yadnya. Kata yadnya dari sebuah persembahan kepada Tuhan.


diartikan dengan upacara korban, orang Dalam sesajen, nilai termulia itu
yang berkorban atau yang berhubungan dibendakan dengan menggunakan uang
dengan korban. Sedangkan kitab kepeng (Sidemen, 2002: 146). Meskipun
Bhagavad Gita menjelaskan bahwa uang logam keluaran pemerintah
yadnya adalah suatu perbuatan yang Republik Indonesia banyak beredar,
dilakukan dengan penuh keikhlasan dan namun masyarakat Bali lebih memilih
kesadaran untuk melaksanakan uang kepeng sebagai sesari. Penggunaan
persembahan kepada Tuhan. Dengan uang kepeng sebagai sesari sesajen, bisa
demikian, yadnya merupakan korban suci jadi, berkaitan dengan makna filosofis
yang dilakukan dengan tulus ikhlas dan dari uang kepeng dengan bentuk bulat
penuh kesadaran. Yadnya terdiri atas lima yang melambangkan atau sorga, dan
jenis, yakni: dewa yadnya, rsi yadnya, lubang yang berbentuk segi empat di
pitra yadnya, manusa yadnya, dan bhuta tengahnya melambangkan bumi
yadnya (Mudana dan I Gusti Ngurah (Hartawan, 2011: 16).
Dwaja, 2014: 29-32) Sebagai lambang bumi dan
Dalam melakukan yadnya sorga, maka dapat disepadankan bahwa
diperlukan sikap dan mental yang suci. uang kepeng melambangkan

Selain itu, diperlukan pula sarana kesementaraan dan keabadian.

perlengkapan dari sebuah yadnya yang Kesementaraan dan keabadian

disebut upakara atau sesajen atau banten.


Sesajen dipersembahkan sebagai wujud
rasa bakti dan syukur kepada Sang
Hyang Widhi (Tuhan). Sesajen terdiri
atas berbagai jenis bahan, yakni

1192
Prosiding SENADIMAS Ke-4, Tahun 2019
ISBN 987-623-7482-00-0

merupakan Samsara (sengsara) karena


merupakan oposisi biner yang saling manusia dipengaruhi oleh kefanaan atau
bertaut dalam rangka meraih atau kesementaraan dunia ini.
manunggal dengan Yang Mutlak (Tuhan) Dalam Hindu, tujuan akhir dari
(Agastia, 2003: 40). Kemanunggalan manusia adalah mencapai kebebasan atau
dengan Yang Kuasa bisa dicapai melalui moksa. Moksa adalah istilah untuk
perjuangan yang panjang. Agama Hindu menyebutkan kalau roh manusia telah
memiliki lima dasar kepercayaan atau menyatu dengan Tuhan. Roh itu tidak
keyakinan yang disebut panca sradha, mengalami kelahiran kembali, karena
sebagai jalan untuk manunggal dengan telah mampu membebaskan diri dari Tri
Tuhan. Panca sradha terdiri atas lima Guna, yakni rajas, tamas, dan satwam
kepercayaan, yakni percaya dengan (Cudamani, 1993: 104).
adanya Tuhan atau Ida Sang Hyang Selain berfungsi sebagai sesari,
Widhi (Widhi Sradha), percaya dengan uang kepeng juga dirangkai dalam bentuk
adanya Atma (Atma Sradha), percaya praraga (wujud manusia). Praraga
dengan adanya Karma Phala merupakan reprensentasi dari dewa
(Karmaphala Sradha), percaya dengan Rambut Sedana, yakni dewa pencipta dan
adanya Punarbhawa atau Samsara pengatur perekonomian (Sidemen, 2002:
(Punarbhawa Sradha), dan percaya 154). Berkaitan dengan representasi dewa
dengan adanya Moksa (Moksa Sradha) Rambut Sedana, Howes (1988: 6)
(Netra, 1997: 19). menyebutnya sebagai seni berdimensi
Punarbhawa berarti kelahiran ikonografik. Dalam seni ikonografik,
yang berulang-ulang yang disebut juga bentuk yang direpresentasikan
dengan Penitisan atau Samsara. mengandung makna dan simbol religi.
Punarbhawa atau Samsara ini terjadi Penempatan sesari pada sesajen
diakibatkan oleh adanya hukum Karma. maupun praraga dari rangkaian uang
Hukum karma dalam ajaran Hindu kepeng sangat memperhatikan aspek
dikenal dengan hukum karma phala, keindahan dan kemewahan. Aspek
yakni sebuah dalil yang mengajarkan keindahan dan
bahwa setiap perbuatan pasti akan ada
hasilnya. Hasil dari perbuatan itu bisa
dinikmati pada kehidupan ini, di akhirat,
atau di kehidupan yang akan datang.
Hukum karma phala ini yang
menyebabkan atma (roh) lahir kembali
dalam rangka memperbaiki
perbuatannya. Kelahiran kembali

1193
Prosiding SENADIMAS Ke-4, Tahun 2019
ISBN 987-623-7482-00-0

Permainan atau bermain


merupakan salah satu kebutuhan dalam
kemewahan menjadi penting mengingat
kehidupan manusia. Hal ini tidak lepas
bahwa bentuk persembahan kepada Sang
dari keberadaan manusia sebagai homo
Hyang Widhi (Tuhan) haruslah yang
ludens, yakni makhluk yang suka
terindah dan termewah. Sesajen yang
bermain atau menciptakan permainan.
terdiri atas bunga, buah, ukiran daun
Huizinga (1980: 3) menyebutkan bahwa
janur, ditata berdasarkan sedemikian rupa
permainan dalam bahasa Inggris disebut
agar tampak indah. Pura sebagai istana
fun yang berarti lucu dan menyenangkan.
Tuhan dalam manifestasinya sebagai
Dua aspek penting dalam permainan,
dewa, dihias untuk menampilkan kesan
yakni lucu dan menyenangkan. Makna
mewah. Persembahan dibuat indah dan
permainan bisa pula dikaitkan dengan
mewah tidak saja untuk memenuhi
kata lila dalam bahasa Sansekerta. Lila
dorongan estetis pribadi atau masyarakat
berarti “…bergoyang, berayun, terutama
Bali, tetapi juga sebagai jalan bagi
terungkap dari segi-segi yang ringan,
seniman untuk mendekatkan dirinya
gembira, santai tak berarti (Huizinga,
kepada Tuhan sebagai sumber keindahan.
1980: 52). Aspek fun dan lila merupakan
Dalam berkarya seni, perupa senantiasa
esensi dari permainan, sehingga para
mempertimbangkan estetika Hindu,
pemainnya bisa lupa (lali: bahasa Bali),
yakni satyam (kebenaran), shiwam
maka untuk sementara dapat melupakan
(kesucian), dan sundaram (keindahan)
kesusahan kehidupan sehari-hari.
(Dibia, 2003: 98). Satyam dan shiwam
berkaitan dengan sikap dan perilaku
dalam berkarya seni sebagai isi dari
Permainan atau bermain tidak
karya seni itu yang dibahasakan melalui
bisa dilepaskan dari waktu senggang,
aspek sundaram (keindahan visual).
karena dalam permainan, pemain dapat
melakukan tindakan kontemplasi atau
3.2 Uang Kepeng Sebagai Benda
merenungkan pengalaman dan realitas
Budaya
hidupnya melalui waktu senggang
Uang kepeng sebagai benda (Pieper dalam Simon, 2006: 71).
budaya yakni uang kepeng digunakan
Menurut Pieper, waktu senggang
sebagai alat dalam permainan dan
sebagai jimat (amulets). (leisure) tidak identik dengan

3.2.1 Uang Kepeng sebagai Alat


Permainan.

1194
Prosiding SENADIMAS Ke-4, Tahun 2019
ISBN 987-623-7482-00-0

103-118). Permainan-permainan tersebut


memiliki aturan dan tata caranya masing-
kemalasan. Waktu senggang merupakan
masing.
bentuk perayaan dan pembebasan,
Permainan menggunakan uang
sehingga melahirkan permainan dan
kepeng dikaitkan dengan gagasan
kreativitas. Permainan dan kreativitas
Gademer dalam Simon (2006: 71-73)
merupakan faktor penting dan sangat
merupakan “cara mengada” atau “mode
menentukan dalam kebudayaan. Dengan
of being”. Hal ini didukung oleh konsep
memanfaatkan waktu senggang, manusia
Gadamer tentang permainan atau
mencari ketenteraman, kontemplasi, dan
bermain. Pertama, dalam suatu
kesungguhan hidup. Melalui waktu
permainan, pemain merasa rileks dan
senggang, manusia dapat membangkitkan
santai karena dilakukan sebagai bentuk
kesejatian dan kesadaran dirinya akan
rekreasi. Pemain melakukannya hanya
situasi keterberian. Berkaitan dengan hal
demi permainan itu sendiri. Pusat
itu, maka sikap kontemplatif merupakan
akivitas dalam bermain bukan pada
lawang (pintu) bagi manusia memeroleh
dirinya, melainkan pada permainan itu
kebebasan baru (Simon, 2006: 103).
sendiri. Kedua, permainan adalah
Sebagaimana dijelaskan di atas,
peristiwa yang tidak bergantung pada apa
bahwa permainan bertujuan untuk
dan siapa yang hadir atau terlibat,
bersenang-senang dengan mengisi waktu
melainkan peristiwa yang berlangsung
luang. Permainan bisa dilakukan sendiri
demi peristiwa itu sendiri. Dalam
maupun bersama-sama (kelompok).
permainan, pemain dapat
Masyarakat Bali memiliki beragam
mengekspresikan, mewujudkan, dan
bentuk permainan yang dilakukan sendiri
memainkan dirinya dalam
maupun secara berkelompok. Pada masa
keutentikannya serta membangun
agraris, permainan itu, biasanya,
kesetaraan dan interaktif mutualis.
dilakukan setelah masa panen dan
Ketiga, permainan adalah realitas
menunggu musim taman berikutnya.
penyatuan, kesalingterkaitan dan
Masa ini merupakan waktu senggang
kesalingterleburan dalam suatu kenyataan
bagi petani yang diisi dengan bermain.
yang lebih luas dari subjek manusia.
Salah satu permainan yang dilakukan
Keempat, permainan adalah representasi
masyarakat Bali menggunakan uang
bagi orang lain. Dalam permainan antara
kepeng. Berbagai bentuk permainan yang
menggunakan uang kepeng, yakni
pinceran atau tokekan, kelesan atau
kobokan, metogtog, matembing,
macontok, macontok pulang,
malekenting, dan materi (Sidemen, 2002;

1195
Prosiding SENADIMAS Ke-4, Tahun 2019
ISBN 987-623-7482-00-0

bersepadan dengan konsep waktu


senggang.
penonton dan pemain saling menentukan.
Permainan menggunakan uang
Dalam hal ini puncak pola bermain
kepeng kemudian berubah menjadi judi
sebagai cara mengada dan proses
karena dalam permainan, pemain
bermain dimana manusia terus menerus
melakukan taruhan uang. Setiap jenis
mengatasi dirinya. Melalui bermain,
permainan uang kepeng memiliki
pemain melupakan sejenak
peraturan masing-masing. Besar
kesehariannya atau meneyegarkan diri
taruhannya tergantung dari kesepakatan
dari kepenatana sehingga bisa
para pemain.
memberikan kesegaran pikiran. Pada
konteks inilah konsep bermain

3.2.2 Uang Kepeng sebagai Ajimat


(Amulets)
Van Peursen membagi alam rasionya. Saat ini, cara berpikir modern
pikiran manusia atas tiga tahapan, yakni telah memengaruhi cara berpikir
alam pikiran mitis, alam pikiran masyarakat Bali dalam memecahkan
ontologis, dan pemikiran fungsional persoalan hidupnya. Mereka lebih
(Peursen, 1989: 2). Dalam alam pikiran mengutamakan pertimbangan rasional,
mitis, manusia dikuasai oleh kekuatan meskipun tidak sama persis dengan cara
gaib dan cara mengatasinya dengan berpikir masyarakat di negara-negara
berpedoman pada mitos-mitos. Dalam Barat. Namun dalam hal-hal tertentu,
alam pikiran ontologi, manusia sebagaian dari masyarakat Bali masih
menggunakan cara berpikir logis dengan menggunakan cara berpikir mitis. Hal ini
melibatkan akal budi dan melepaskan diri dapat dilihat dari cara mereka dalam
dari kekuatan gaib. Dalam pemikiran memecahkan persoalan sosial dengan
fungsional, manusia sadar bahwa dirinya mempercayai kekuatan-kekuatan
ada relasi dengan alam sekitarnya. feticisme, animisme, dan dinamisme
Karena itu, manusia dalam menjalankan (Sidemen, 2006). Misalnya, orang Bali
kehidupannya dituntut saling memandang penyakit ada dua jenis,
berkontribusi dengan alam. yakni penyakit medis dan non medis.
Pemikiran fungsional Penyakit medis merupakan penyakit
merupakan cara berpikir maunsia modern dunia sekala (dunia fana), pengobatannya
yang mendasarkan pada cara berpikir oleh dokter. Penyakit
kritis, rasional, dan analitis. Dalam
memecahkan persoalan hidup mereka
membangun keyakinan pada kemampuan

1196
Prosiding SENADIMAS Ke-4, Tahun 2019
ISBN 987-623-7482-00-0

tentang jimat tidak bisa dilepaskan dari


sihir. Sihir, dalam konotasi gaibnya,
non medis adalah penyakit yang
didefinisikan sebagai tindakan kehendak
disebabkan oleh pengaruh dunia niskala
apa pun yang membawa perubahan
(alam baka), maka diobati dengan usada
terarah di lingkungan orang lain. Dengan
atau sistem pengobatan tradisional Bali.
kata lain, sihir digunakan pemakianya
Menurut lontar usada, penyakit
untuk mengendalikan hidup orang yang
ada tiga jenis, yakni panes (panas), nyem
disihir (Migene. 1991: 1).
(dingin), dan sebaa atau dumelada
Jimat yang dikenal di Bali, salah
(panas-dingin). Lontar yang digunakan
satunya menggunakan pis bolong (uang
sebagai pedoman dalam pengobatan
kepeng) yang diberi rerajahan (gambar
tradisional Bali adalah lontar
yang mengandung kekuatan gaib) dan
Tarupramana. Selain mengobati
aksara suci (wijaksara dan modre). Uang
penyakit, para pengobat tradisional atau
kepeng sebagai jimat ini kemudian lebih
balian juga membekali si sakit dengan
dikenal dengan pis jimat yang terdiri atas
benda-benda yang bisa menangkal
beberapa jenis, antara lain: pis Jogor
penyakit, yakni berupa tumbal dan
Manik, pis Hanoman, pis Kresna, pis
pekakas sebagai jimat (Nala, 2006: 95).
Dedari, pis Rama, pis jaran, pis Arjuna,
Jimat dalam bahasa Inggris
dan lainnya (Sidemen, 2006: 119-142).
disebut amulets berasal dari bahasa Latin
Pis jimat ini digunakan, antara lain
amuletum adalah suatu objek, baik yang
sebagai jimat agar penggunanya tampak
alami atau buatan manusia, yang diyakini
berwibawa, cantik, tampan, dan lainnya.
dapat melindungi seseorang dari masalah
Pendek kata, pis jimat digunakan untuk
(Migene. 1991: 1). Jimat bisa berupa
memenuhi hasrat penggunanya agar
kerang kecil, batu berwarna, akar pohon,
dapat mencapai keinginannya. Dalam hal
cincin berlian, tapal kuda tua atau uang
ini, pis jimat digunakan untuk memenuhi
kepeng. Jimat, bagi penggunanya,
hasrat untuk berkuasa atas orang lain.
diyakini memiliki kekuatan untuk
Dengan memiliki kekuasaan maka
melindunginya dari bahaya dan
dengan sendirinya kebenaran akan
membawa kebahagiaan dan
menjadi
keberuntungan. Ada pandangan yang
berbeda terhadap kekuatan dari sebuah
jimat. Satu pihak mengklaim bahwa jimat
benar-benar memiliki kekuatan magis,
sedangkan pihak lain mengatakan bahwa
jimat hanyalah alat bantu psikologis yang
membantu memperkuat keberanian dan
keyakinan diri penggunanya. Berbicara

1197
Prosiding SENADIMAS Ke-4, Tahun 2019
ISBN 987-623-7482-00-0

atau sebaliknya kekuasaan adalah


milikinya. Dengan meminjam gagasan kebenaran itu sendiri.
Foucault (Suharnadji, 2010: 370)
kebenaran adalah kekuasaan itu sendiri

3.3 Uang Kepeng sebagai Industri keuntungan. Tampilannya dikemas


Budaya sedemikian rupa untuk memberikan
kesenangan, menghibur,
Menurut Adorno dalam Piliang
menciptakan keterpesonaan,
(2018: 169), bahwa industri budaya
dihasilkan dari imajinasi-
adalah kebudayaan massa yang diatur
imajinasi ringan, menarik dilihat, mudah
dan dikendalikan oleh sekelompok elit
dicerna, dan memuaskan hasrat (Adorno
dari atas (top down), berbeda dengan
dalam Piliang, 2018: 246). Dalam
budaya rakyat yang tumbuh dari bawah
memroduksi cendramata uang kepeng,
(bottom up), yakni rakyat itu sendiri.
produsen mempertimbangkan beberapa
Industri budaya adalah budaya massa
hal, yakni aspek komodifikasi,
yang memiliki beberapa ciri, yakni
masifikasi, dan standardisasi (Moelyono,
pertama, diproduksi secara massa untuk
2010: 221). Komodifikasi dilakukan
memenuhi selera massa, yakni selera
dengan cara menjadikan cendramata
yang mudah dipahami oleh massa yang
uang kepeng sebagai komoditas untuk
luas. Kedua, pola produksi berdasarkan
diperdagangkan. Masifikasi, yakni
prinsip komodifikasi, yakni menciptakan
memroduksi cendramata uang kepeng
kategori estetis yang bersifat komersial
dalam jumlah massal agar dapat
untuk tujuan keuntungan semata. Oleh
meraih pangsa pasar seluas-luasnya.
karena itu, bentuk estetik ini diciptakan
Pola produksinya menganut sistem kerja
berlandaskan motif daya tarik, daya
mekanik dengan melalui beberapa
pesona (fethishism) untuk memenuhi
tahapan kerja. Pertama, tahap
hasrat rendah. Keterpesonaan itu dicapai
membuat rangka patung, tamiang, dan
dengan menonjolkan unsur-unsur
lamak yang dikerjakan oleh pekerja laki-
sensualitas, erotisme, kekerasan, dan
laki. Kedua, tahap merangkai uang
mistik (Piliang dan Jejen Jaelani, 2018:
kepeng pada rangka, biasanya, dikerjakan
170). Ketika seni menajdi komoditas,
oleh pekerja perempuan. Ketiga, tahap
maka meminjam gagasan Adorno dalam
memasang
Budiarto (2001: 32), bahwa seni telah
kehilangan aura (pamor) seni yang,
sesungguhnya, merupakan dasar bagi
teologi. Produk industri budaya yang
menggunakan uang kepeng ada beberapa
jenis, yakni berupa patung, lamak (hiasan
dinding), tamiang (hiasan yang
digantung), dan lainnya. Benda-benda
industri budaya tersebut dijual sebagai
cenderamata kepada wisatawan. Tujuan
utama diproduksinya cendramara uang
kepeng itu adalah demi memeroleh

1198
Prosiding SENADIMAS Ke-4, Tahun 2019
ISBN 987-623-7482-00-0

Prinsip standardisasi dalam


memroduksi cendramata uang kepeng
topeng kayu pada patung dikerjakan oleh
bertujuan untuk menghasilkan produk
pekerja laki-laki. Dengan sistem produksi
yang seragam, akan tetapi makna
mekanik ini memungkinkan cendramata
maupun kualitas sangat dangkal. Prinsip
uang kepeng diproduksi dalam jumlah
standardisasi ini mengorbankan prinsip
banyak dalam waktu yang singkat.
orisinalitas dan otentisitas. Lenyapnya
Sistem produksi mekanik dilakukan tidak
pertimbangan orisinalitas dan otentisitas
lepas dari pengaruh masyarakat mekanik.
disebabkan oleh kuatnya pengaruh
Menurut Daniel Bell bahwa dalam
kesadaran palsu (Strinati, 2010: 112).
masyarakat mekanik, produksi telah
Marx (2011: 18) mengatakan kesadaran
meninggalkan prinsip humanis dan
palsu sebagai produk masyarakat
tujuannnya untuk mengendalikan
kapitalis, bahwa manusia bertindak
konsumen sesuai dengan irama produksi
bukan atas keinginannnya sendiri tetapi
(Bell, 1988: 24).
didorong oleh kuasa ideologi kapitalis.

4. SIMPULAN

Berdasarkan paparan di atas ideologi persembahan, kesenangan,


dapat disimpulkan bahwa uang hasrat menguasai.
kepeng memiliki beragama fungsi Ketika uang kepeng dibuat
dalam masyarakat Bali, setelah tidak sebagai cendramata tidak bisa
menjadi alat pembayaran. Berbagai dlepaskan dari ideologi industri
fungsi uang kepeng tersebut, yakni budaya. Prinsip yang melandasi
sebagai sarana (sesari dan praraga) industri budaya, antara lain produksi
dalam upacara agama Hindu, sebagai massa, estetika komodita, motif
benda budaya (sebagai alat permainan keuntungan, sistem produksi mekanik,
judi dan sebagi jimat), dan sebagai dan standardisasi. Berdasarkan prinsip
industri budaya. Penggunaan uang ini maka produksi industri budaya
kepeng dalam kehidupan masyarakat menampilkan kesan umum, murahan,
Bali tersebut tidak lepas dari ideologi vulgar.
dan kuasa yang ada di baliknya, yakni

1199
Prosiding SENADIMAS Ke-4, Tahun 2019
ISBN 987-623-7482-00-0

5. DAFTAR PUSTAKA

Agastia. IBG. (2003). “Memahami Marx, Karl. (2011). “Kesadaran


Konsep Estetika Para Kawi” Palsu” dalam Donny Garhal
dalam I.B.G. Yudha Triguna, Adian, Setelah Marxisme:
Estetika Hindu dan Sejumlah Teori Ideologi
Pembangunan Bali. Denpasar: Kontemporer. Depok:
Program Magister Ilmu Koeskoesan
Agama dan Kebudayaan Migene, Gonzalez-Wippler.
Universitas Hindu Indonesia (1991). The Complete
bekerja sama dengan Penerbit Book Amulets&
Widya dharma. Talismans. U.S.A.:
Arisanti, Nyoman . (2015). Uang Llewellyn Publications
kepeng dalam Kehidupan Mudana, I Nengah dan I Gusti
Masyarakat Bali Ngurah Dwaja. (2014).
Kontemporer. Laporan Pendidikan Agama Hindu dan
Tesis.Denpasar: Program studi Budi Pekerti. Buku Siswa.
kajian budaya, Universitas Jakarta: Kementerian
udayana Pendidikan dan Kebudayaan.
Bell, Daniel. (1988). The end of Mudra, Wayan, dkk. (2007). “Studi
Ideology. United States of Uang Kepeng sebagai Produk
America: Published by The Seni Kerajinan dan
Free Press Hubungannya dengan Konsep
Covarrubias, Miguel.(2013). Pulau “Ajeg Bali” di Bali”.Laporan
Bali: Temuan yang Penelitian.
Menakjubkan. (penyunting Jiwa Denpasar: Institut Seni
Atmaja). Denpasar: Unversitas Indonesia Denpasar
Udayana. Nala, Ngurah. (2006). Aksara Bali
dalam Usada. Surabaya:
Cudamani. 1993. Pengantar Agama Penerbit Paramita.
Hindu. Jakarta: Hanoman Netra, Anak Agung Gede Oka.
Shakti. 1997. Tuntutan Dasar Agama
Foucault, Michel. (2002). Wacana Hindu. Jakarta:
Kuasa/Pengetahuan. (Yudhi Penerbit Hanoman.
Santosa, Penerjemah). Peursen,C.A. van. (1989). Strategi
Yogyakarta: Bentang Budaya. Kebudayaan. Yogyakarta:
Foucault, Michel. (2012). Arkeologi Penerbit Kanisius.
Pengetahuan. (Inyiak Ridwan Piliang,
Muzir Penerjemah). Penjelajahan Tanda & Makna.
Yogyakarta: IRCiSoD. Yogyakarta: Aurora.
Hartawan, I Dewa Nyoman Putra. Piliang,
(2011).Uang Kepeng Cina Yogyakarta: Cantrik Pustaka
dalam Ritual Masyarakat Sidemen, Ida Bagus.(2002). Nilai
Bali. denpasar: Pustaka Historis Uang Kepeng.
Larasan. Denpasar: Larasan-Sejarah
Huizinga. J.(1980). Homo Ludens: A Simon, Fransiskus. (2006).
Study of the Play-Element in Kebudayaan dan Waktu
Culture. London: Senggang. Yogyakarta:
Routledge & Kegan Paul. Jalasutra.

1200
Prosiding SENADIMAS Ke-4, Tahun 2019
ISBN 987-623-7482-00-0

Suharnadji. (2010). “Arkeologi


Pengetahuan Michel
Foucault” dalam Bagong
Suyanto dan M.Khusna Amal,
Anatomi dan Perkembangan
Teori Sosial. Yogyakarta:
Aditya media Publishing.

1201
Prosiding SENADIMAS Ke-4, Tahun 2019
ISBN 987-623-7482-00-0

Jenis produksi dan penggunaan uang kepeng


dalam Kehidupan Masyarakat Bali

Gambar 1
Patung Rambut Sedana
Foto: Darmayendra Gambar 2
Tamiang
Foto: I Ketut Supir

Gambar 3
a.Pis Jaran (kuda) Gambar 4
b. Pis Dewata Nawa Sanga Foto: Judi Metogtog
Darmayendra Foto : Damayendra

1202

Anda mungkin juga menyukai