Anda di halaman 1dari 9

Pendidikan Masyarakat Prasejarah

Bentuk pendidikan pada masa prasejarah masih sangat sederhana. Pendidikan hanya
dilakukan oleh keluarga. Orangtua memberikan materi pendidikan kepada anak-anak. Sesuai
dengan karakteristik masyarakat yang sangat tergantung pada alam dan lingkungan, materi
pendidikan diarahkan pada keterampilan untuk berburu, meramu, bercocok tanam, dan
mencetak benda.

Model pendidikan berbentuk berbentuk aplikatif, langsung kepada alam terbuka dan
diturunkan secara turun-temurun. Pengajaran pada masa ini sudah dilakukan pada tingkat sosial
tertentu. Manusia dicita-citakan sesuai dengan nilai-nilai yang ada di masyarakatnya, yaitu
memiliki semangat gotong royonh, menghormati para tetua, dan taat kepada adat.
BAGAN HASIL TEKNOLOGI MASYARAKAT PRAAKSARA
ZAMAN ZAMAN
BATU LOGAM

PALEOLITIK PERUNGGU

MESOLITIK BESI

NEOLITIK

1. Replika Kapak Paleolitik (Kapak Penetak)

Merupakan alat batu dari era yang paling tua dari budaya
manusia atau biasa disebut masa berburu dan
mengumpulkan makanan tingkat sederhana. Kapak penetak
dibuat dengan teknik pemangkasan dari dua sisi. Ditemukan
di tepi danau, pantai, dan aliran sungai. Penemuan ini satu kawasan dengan temuan
fosil fauna purba yang merupakan bagian dari kehidupan manusia purba.

2. Replika Kapak Paleolitik (Kapak Perimbas)

Kapak perimbas dibuat dengan teknik pemangkasan satu sisi.


Ditemukan di tepi danau, pantai, dan aliran sungai. Penemuan ini
satu kawasan dengan temuan fosil fauna purba yang merupakan
bagian dari kehidupan manusia purba. Terbuat dari batuan desit,
rijang, dan kalsedon tergantungan kandungan batuan yang tersedia di lingkungan itu.
3. Replika Beliung Persegi
Beliung persegi adalah batu yang dicirikan oleh bentuk dasar
dan irisan persegi. Berdasarkan bentuknya, beliung persegi
dapat dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu beliung penarah,
belincung, dan kapak lonjong. Bahan batuan yang diolah
menjadi beliung persegi umumnya bahan batuan yang cukup keras, semi permata
seperti rijang, jasper, kalsedon, dan di beberapa tempat juga ada yang menggunakan
bahan batuan andesit.

4. Kapak Lonjong Papua


Kapak lonjong yang digunakan oleh masyarakat Papua
merupakan salah satu bentuk berkelanjutan tradisi beliung
persegi yang masih hidup di Indonesia bagian timur. Terbuat
dari bahan andesit. Digunakan untuk mengolah sagu. Kapak
lonjong digunakan dengan membuatkan ganggang dari rotan dan untuk
mengikatkan kapak lonjong digunakan sambungan lain dan kemudia diikat dengan
tali yang terbuat dari kulit rotan.

Keterampilan Teknologis Masyarakat Praaksara Masa Perundagian

Periode perundagian dimulai pada zaman lpgam. Pada masa perundagian atau
lebih dikenal dengan masa mengolah logam , masyarakat praaksara sudah mengenal
bijih logam. Kemudian mereka membuat alat-alat dari bijih logam ini dengan teknik
melebur. Teknologi logam ini dipengaruhi oleh Vietnam sehingga hasil teknologi
ini dikenal dengan budaya Dong Son.
Ada dua teknik pencetakaan logam yaitu bivalve dan a cire perdua. Tektin
bivalve dilakukan dengan menggunakan cetakan batu yang dapat digunakan
berulang kali. Cetakan terdiri dari dua bagian yang diikat. Kedalam rongga cetakan
itu dibuka setelah logamnya mongering. Teknik kedua yaitu a cire perdue atau
cetakan lilin. Cetakan dibungkus dengan tanah liat, kemudia dibakar. Lilin akan
mencair dan akan keluar dari lubang yang telah dibuat. Maka terjadilah benda tanah
liat bakar yang berongga. Bentuk rongga itu sama dengan bentuk lilin.

Arca Tipe Padjadjaran


Kawasan Jawa Barat merupakan salah satu daerah yang pertama
kali menerima pengaruh Hindu-Buddha di Nusantara. Selain
candid an prasasti, ditemukan juga arca-arca. Perkembangan
bentuk arca pada masa Hindu-Buddha di Jawa Barat
menunjukan perkembangan yang tidak sama dengan daerah
lain. Penggambaran bentuk arca sangat khas, oleh J.F.G. Brumund arca-arca ini
disebut arca tipe padjadjaran. Istilah itu digunakan untuk menyebut arca-arca
sederhana yang telah menunjukan ciri-ciri Hindu-Buddha.

Pendidikan pada masa awal perkembangan Hindu Buddha sekitar


abad ke-4 di Indonesia identic dengan prose Indianisasi, yakni
pengenalan budaya India oleh pendatang dari India, yang kemudian
diikuti dengan pengiriman pelajar-pelajar Indonesia untuk belajar
di India. Metode pembelajarannya dikenal dengan system “Guru-
Kula” sebagaimana terukir pada dinding candi Borobudur
(Buddhis). Dalam pendidikan yang bercorak Hinduitis, kepercayaan dan kehormatan terhadap
para dewa menjadi salah satu pelajaran utama selain cilpasatra dan arsitektur. Dua dewa yang
diyakini memiliki keterkaitan dengan pendidikan adalah dewa Ganesha dan dewi Saraswati.

1. Arca Ganesha
Ganesha dipercaya oleh masyarakat Hindu sebagai Dewa
Ilmu Pengetahuan. Penggambaran bentuk arca Ganesha ini
di banyak tempat kadang berada, namun selalu
digambarkan dengan ciri utama belaiannya sedang
menghisap isi mangkuk yang berada dalam genggaman
tangan depannya. Dalam mitologi Hindu, mangkok dalam
genggaman Ganesha tersenut merupakan mangkok yang
berisi cairan ilmu pengetahuan uang tidak akan habis walaupun dihisap terus
menerus oleh Ganesha.

2. Arca Saraswati
Arca saraswati disimbolkan dalam bentuk seorang wanita
cantic bertangan empat. Dua tangan memegang pustaka
(buku) dan aksamala (tasbih), satu tangan bersikap
abhaya (sikap tangan mengajarkan ketenangan) dan satu
tangan memegang vina (melambangkan hokum alam
yang abadi dan melambangkan nada Brahman/musik
alam semesta
Pembelajaran Masa Praaksara
Kehidupan manusia masa berburu dan mengumpulkan
makanan masih nomaden dan sangat bergantung pada
alam. Mereka bertempat tinggal di dalam gua-gua yang
tidak jauh dari sumpeh air, atau di dekat sungai. Melalui
metode pembelajaran secara langsung, pewarisan
pengetahuan dan keterampulan praktis diberikan kepada
anak-anaknya. Ayah mengajarkan cara berburu kepada
anak laki-lakinya, sedangkan ibu mengajarkan cara
meramu dan mengolah serta mengawetkan hasil buruan.

Seni Menulis di Daun Lontar


Dengan menulis di atas daun lontar tanpa sadar seolah tengah belajar tentang sejarah awal
metode menulis di Indonesia. Sebelum lontar, budaya menulis di masyarakat didahulukan di
atas batu seperti arca atau candi. Tulisan dan lukisan di atas daun lontar merupakan karya seni
adihulung Indonesia.

 Peralatan yang dibutuhkan seperti lontar, prukprak, dulang, Kasur tangam, pengasah,
dan kemiri gosong
 Letakkan daun lontar di yangan kiri, persiapkan beberapa lembar
 Mulai menulis dengan cara menggerakan prukprak ke kanan, jari manis tangan kanan
akan mendorong otomatis daun lontar ke kiri
 Layaknya orang tengah bermeditasi, jari lebih banyak bergerak

1. Pisau Pengrupak/Pengutik
Alat tulis untuk menulis diatas daun lontar.

2. Lontar Wariga Parerasian


Teks lontar yang berisi tentang uraian hari baik dan hari buruk dalam
melaksanakan yajya (upacara) bagi umat Hindu Bali.
3. Tuntunan Nyurat Lontar
Teks lontar yang berisi petunjuk ritual dalam melakukan penulisan
lontar agar menjaga prabawa sebagai Hyang Saraswati (dewi
pengetahuan).

4. Lontar Wariga Gemet


Teks lontar yang berisi tentanf uraian hari baik dan hari buruk dalam
melaksanakan yajya (upacara) bagi umat Hindu Bali.

Mangsi Gentur Tinta Tulis Tradisional Indonesia


Mangsi gentur adalah tinta tulis tradisional Indonesia, bagian
dari kebudayaan tradisi tulis pada masa awal penyebaran Islam
di Indonesia. Pembuatan mangsi gentur saat ini masih dapat
disaksikan di Kampung Peuteuy Condong, Desa Sanggon,
Kecamatan Gobras, Kabupaten Cianjur.

Mesjid Sebagai Pusat Pendidikan


Pada masa awal perkembangan Islam, beberapa sarana belajar agama didirikan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Masjid merupakan tempat utama sebagai wahana belakjar agama Islam.
Masjid adalah pusat keilmuan. Dari mesjidlah para santri di kader ilmu-ilmu agama. Beberapa
masjid dibangun oleh para penguasa maupun para wali (Walisongo). Antara lain Masjid Agung
Banten, Masjid Demak, dan Masjid Menara Kudus. Selain masjid, dalam sejarah pendidikan
bercorak Islam di Indosenia dikenal juga sanggar, surau, rangkang, pesantren, dan madrasah
(meunasah). Adapun metode mengajar yang lajim dikembangkan adalah metode Sorogan dan
Bandungan.
1. Mesjid Agung Banten
terletak di kota Serang, Banten. Dibangun oleh Sultan Maulana
Hasanuddin, Putera Sunan Gunung Jati, sekitar tahun 1552-1570
M.
2. Mesjid Agung Demak
salah satu masjid tertua di Indonesia. Terletak di Kauman,
Demak, Jawa Tengah. Pendiri Raden Patah, sekitar abad ke-15
Masehi. Masjid ini yang dipercaya berkumpulnya para ulama
yang menyebarkan agama Islam di Jawa Tengah yang disebut
dengan Walisogo.

3. Mesjid Menara Kudus


didirikan tahun 1549 Masehi oleh Sunan Kudus.

kitab kuning yang digunakan para santri di pesantren.

Alat-alat pada Zaman Praaksara


 Buleung (Panci Besar)

 Blek (Kaleng Bekas)


 Dulang

 Ketel

 Susuk

Daluang Kertas Tradisional Indonesia

1. Batang pohon daluang


kulitnya diambil untuk pembuatan kertas daluang.

2. Kudi
alat tebas yang biasa digunakan untuk menebang
pohon daluang sebagai nahan baku pembuatan
kertas daluang.

3. Pameupeuh
alat tumbuk untuk melebarkan kulit kayu pohon
daluang.

4. Contoh kertas daluang setengah jadi

5. Contoh kertas daluang

Gereja sebagai Pusat Pendidikan

Mulai berkembang seiring dengan semakin banyaknya orang-orang Eropa datang ke


Indonesia.
Sekolah bible Medan 1918-1925

1. Gereja Katredal
st. Petrus terletak di jalan Merdeka, Bandung. Sekitar tahun
1787 Bandung sebagai kota keresidenan Priangan sudah cukup
ramai, namum belum memiliki pelayanan bagi umat Katolik
sendiri. Untuk melayaat jemaat Katolik, maka dibangunlah
gereja pertama yang diberi nama St. franciscus Regis. Ketika
jumlah jemaat semakin banyak maka tahun 1921 dibangunlah
gereja baru dan diberi nama Santo Petrus. Pada perkembangannya pelayanan gereja
Santo Petrus berkembang dengan mendirikan sekolah, balai kesehatan, rumah sakit,
rumah yatim piatu, dan lain-lain hingga saat ini.

2. Gereja Bethel
terletak di Wastukencana, Bandung. Nerupakan gereja Protestan
pertama di Bandung. Dibangun sekitar abad ke-19. Berawal dari
sebuah rumah ibadah sederhana yang digunakan oleh orang-orang
Eropa khusunya Belanda yang datangf ke Bandung. Atas usul
pendeta Tjideman, pada bulan Mei 1924 dibangun gereja baru
diresmikan pada 1 Maret 1925, diberi nama “De Nieuwe Kerk”.
Tetapi pada tahun 1964 melalui siding paripurna majelis jemaat
berubah menjadi Gereja Protestan di Indonesia bagian barat (GPIB) ”Bethel” hingga
saat ini.

Anda mungkin juga menyukai