Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

“Kerajaan Islam di Sumatera”

Di Susun Oleh :

Yoga Rusdianto
Mohammad Wahyudi

MADRASAH ALIYAH NEGERI I BOLAANG MONGONDOW


TAHUN AJARAN 2019 / 2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan
kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata
pelajaran Sejarah Indonesia dengan judul “Kerajaan Islam di Sumatera”

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk
itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah
ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik
lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis
mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Mopuya, 29 Januari
2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i

DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang......................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah.................................................................................................... 1

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Masuk Dan Berkembangnya Islam di Sumatera....................................... 2

B. Keadaan Masyarakat Sumatra Sebelum Masuknya Islam....................................... 2

C. Masuk dan Berkembangnya Islam Di Sumatera Selatan ........................................ 3

D. Kerajaan-kerajaan Islam di Sumatera ..................................................................... 4

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................................. 10

B. Saran ....................................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 11
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang


Berbicara mengenai kapan dan siapa yang membawa islam di Sumatra selatan, bisa
dikatakan sebuah pertanyaan yang di anggap sacral. Why? Penulis berasumsi bahwasanya,
sampai detik ini belum ada bukti yang otentik akan masuknya islam di nusantara terkhusus di
Sumatra-selatan. Penulis berasumsi bahwa bukti-bukti dari sejarawan semisal, Hamka, Snowk,
dan lain-lain hanya meneliti berdasarkan bukti peninggalan saja dan kemudian di musawarohkan
atau diseminarkan oleh berbagai tokoh-tokoh sejarawan, semisal di medan pada tahun 1963
yang kemudian dari berbagai hasil seminar dipergunakan sebagai documenter hasil penelitian.
Apakah para sejarawan itu salah dalam meneliti? Saya kira tidak. Sebab, masuk dan
berkembang islam di bumi nusantara ini tidak meninggalkan kitab, atau manuskrip-manuskrip
dan hanya meninggalkan Nisan, dan sebuah cultur. Sudah sangat bisa dipastikan bahwasanya.
Sejarawan pun lumayan kesulitan untuk menafsirkan atau meneliti secara otentik. Bagitu pula
dengan sebuah nisan, bagi penulis, Nisan pun perlu sekiranya mendapat perhatian secara khusus.
Alat yang mampu digunakan untuk meneliti barang kali di antaranya metode dealektika dengan
orang-orang terdahulu.

B.     Rumusan Masalah


1.      Sejarah masuknya islam di bumi Sumatra?
2.      Bagaimana keadaan masyarakat sumatra sebelum masuknya islam?
3.      Sebutkan Kerajaan-kerajaan Islam di Sumatera?
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Masuk Dan Berkembangnya Islam di Sumatera


Bukti tertulis mengenai adanya masyarakat Islam di Indonesia tidak ditemukan sampai
dengan abad 4 H (10 M). Yang dimaksud dengan bukti tertulis adalah bangunan-bangunan
masjid, makam, ataupun lainnya.
Hal ini memberikan kesimpulan bahwa pada abad 1—4 H merupakan fase pertama proses
kedatangan Islam di Indonesia umumnya dan Sumatera khususnya, dengan kehadiran para
pedagang muslim yang singgah di berbagai pelabuhan di Sumatera. Dan hal ini dapat diketahui
berdasarkan sumber-sumber asing.
Dari literature Arab, dapat diketahui bahwa kapal-kapal dagang Arab sudah mulai berlayar
ke wilayah Asia Tenggara sejak permulaan abad ke– 7 M. Sehingga, kita dapat berasumsi,
mungkin dalam kurun waktu abad 1—4 H terdapat hubungan pernikahan anatara para pedagang
atau masyarakat muslim asing dengan penduduk setempat sehingga menjadikan mereka masuk
Islam baik sebagai istri ataupun keluarganya.
Sedangkan bukti-bukti tertulis adanya masyarakat Islam di Indonesia khususnya Sumatera,
baru ditemukan setelah abad ke– 10 M. yaitu dengan ditemukannya makam seorang wanita
bernama Tuhar Amisuri di Barus, dan makam Malik as Shaleh yang ditemukan di Meunahasah
Beringin kabupaten Aceh Utara pada abad ke– 13. M.

B.     Keadaan Masyarakat Sumatra Sebelum Masuknya Islam


Sumatera Utara memiiki letak geografis yang strategis. Hal ini membuat Sumatera Utara
menjadi pelabuhan yang ramai, menjadi tempat persinggahan saudagar-saudagar muslim Arab
dan menjadi salah satu pusat perniagaan pada masa dahulu.
Sebelum masuk agama Islam ke Sumatera Utara, masyarakat setempat telah menganut
agama Hindu. Hal ini dibuktikan dengan kabar yang menyebutkan bahwasanya Sultan Malik
As-Shaleh, Sultan Samudera Pasai pertama, menganut agama Hindu sebelum akhirnya
diIslamkan oleh Syekh Ismael.
Sama halnya dengan Sumatera Utara, Sumatera Selatan juga memiliki letak geografis yang
strategis. Sehingga pelabuhan di Sumatera Selatan merupakan pelabuhan yang ramai dan
menjadi salah satu pusat perniagaan pada masa dahulu. Oleh karena itu, otomatis banyak
saudagar-saudagar muslim yang singgah ke pelabuhan ini.
Sebelum masuknya Islam, Sumatera Selatan telah berdiri kerajaan Sriwijaya yang
bercorak Buddha. Kerajaan ini memiliki kekuatan maritim yang luar biasa. Karena kerajaannya
bercorak Buddha, maka secara tidak langsung sebagian besar masyarakatnya menganut Agama
Buddha.
Letak yang strategis menyebabkan interaksi dengan budaya asing, yang mau tidak mau
harus dihadapi. Hal ini membuat secara tidak langsung banyak budaya asing yang masuk ke
Sriwijaya dan mempengaruhi kehidupan penduduknya dan sistem pemerintahannya. Termasuk
masuknya Islam.
Bangsa Indonesia yang sejak zaman nenek moyang terkenal akan sikap tidak menutup diri,
dan sangat menghormati perbedaan keyakinan beragama, menimbulkan kemungkinan besar
ajaran agama yang berbeda dapat hidup secara damai. Hal-hal ini yang membuat Islam dapat
masuk dan menyebar dengan damai di Sumatera selatan khususnya dan Pulau Sumatera
umumnya.
   
C.    Masuk dan Berkembangnya Islam Di Sumatera Selatan 
Palembang adalah kota yang memiliki letak geografis yang sangat strategis. Sejak masa
kuno, Palembang menjadi tempat singgah para pedagang yang berlayar di selat Malaka, baik
yang akan pergi ke negeri Cina dan daerah Asia Timur lainnya maupun yang akan melewati
jalur barat ke India dan negeri Arab serta terus melewati jalur barat ke India dan negeri Arab
serta terus ke Eropa. Dan selain pedagang, para peziarah pun banyak menggunakan jalur ini.
Persinggahan ini yang memungkinkan terjadinya agama Islam mulai masuk ke Palembang
(Sriwijaya pada waktu itu) atau ke Sumatera Selatan.
Ada sebuah catatan sejarah Cina yang ditulis oleh It’sing, ketika ia berlayar ke India dan
akan kembali ke negeri Cina dan tertahan di Palembang. Kemudian ia membuat catatan tentang
kota dan penduduknya. Ada dua tempat di tepi selat Malaka pada permulaan abad ke– 7 M yang
menjadi tempat singgah para musafir yang beragama Islam dan diterima dengan baik oleh
penguasa setempat yang belum beragama Islam yaitu Palembang dan Keddah. Dengan demikian
dapat disimpulkan, pada permulaan abad ke- 7 M di Palembang sudah ada masyarakat Islam
yang oleh penguasa setempat (pada waktu itu Raja Sriwijaya) telah diterima dengan baik dan
dapat menjalankan ibadah menurut agama Islam.
Selain itu, ada sumber yang menyebutkan bahwa telah ada hubungan yang erat antara
perdagangan yang diselenggarakan oleh kekhalifahan di Timur Tengah dengan Sriwijaya. Yaitu
dengan mempertimbangkan sejarah T’ang yang memberitakan adanya utusan raja Ta-che
(sebutan untuk Arab) ke Kalingga pada 674 M, dapatlah dipastikan bahwa di Sumatera Selatan
pun telah terjadi proses awal Islamisasi. Apalagi T’ang menyebutkan telah adanya kampong
Arab muslim di pantai Barat Sumatera.
Sesuai dengan keterangan sejarah, masuknya Islam ke Indonesia tidak mengadakan invasi
militer dan agama, tetapi hanya melaui jalan perdagangan. System penyebaran Islam yang tidak
kenal misionaris dan tidak adanya system pemaksaan melalui perang, melinkan hanya melaui
perdagangan saja memungkinkan Sriwijaya sebagai pusat kegiatan penyebaran agama Budha,
dapat menerima kehadiran Islam di wilayahnya.
Berdasarkan sejarah, Sriwijaya terkenal memiliki kekuatan maritim yang tangguh.
Walaupun ada yang meragukan hal tersebut karena melihat kondisi maritime bangsa Indonesia
sekarang.
Oleh karena itu, tidak menutup kemungkinan putra pribumi ikut berlayar bersama para
pedagang Islam ke pusat agama Islam yaitu mekkah. Dan tidak menutup kemungkinan pula,
putera pribumi mengadakan ekspedisi ke timur tengah untuk memperdalam keilmuan agama
Islam.
Sehingga dapat disimpulkan, bahwa bangsa Indonesia tidak serta merta menunggu para
pedagang Islam baik itu dari bangsa Arab ataupun sekitarnya untuk mencari tambahan
pengetahuannya tentang ajaran agama Islam.

D.    Kerajaan-kerajaan Islam di Sumatera


1.      Kerajaan Perlak
Kerajaan Perlak adalah kerajaan Islam pertama di Nusantara. Kerajaan Perlak berdiri pada
abad ke-3 H (9 M). Disebutkan pada tahun 173 H, sebuah kapal layar berlabuh di Bandar Perlak
membawa angkatan dakwah di bawah pimpinan nakhoda khalifah. Kerajaan Perlak didirrikan
oleh Sayid Abdul Aziz (Raja Pertama Kerajaan Perlak) dengan gelar Sultan Alaidin Sayid
Maulana Abdul Aziz Syah. Pada akhir abad ke 12, di pantai timur Sumatera terdapat negara
Islam bernama Perlak. Nama itu kemudian dijadikan Peureulak, didirikan oleh para pedagang
asingg dari Mesir, Maroko, Persia, Gujarat, yang menetap di wilayah itu sejak awal abad ke 12.
Pendirinya adalah orang Arab suku Quraisy. Pedagang Arab itu menikah dengan putri pribumi,
keturunan raja Perlak. Dari perkawinan tersebut  ia mendapat seorang anak bernama Sayid
Abdul Aziz. Sayid Abdul Aziz adalah sultan pertama negeri Perlak. Setelah dinobatkan menjadi
sultan negeri Perlak, bernama Alaudin Syah. Demikian ia dikenal sebagai sultan Alaidin Syah
dari negeri Perlak.
     Angkatan dakwah yang dipimpin nakhoda khalifah berjumlah 100 orang, yang terdiri
dari orang Arab, Persia, dan India. Mereka ini menyiarkan Islam pada penduduk setempat dan
keluarga istana. Salah seorang dari mereka yaitu Sayid Ali dari suku Quraisy kawin dengan
seorang putri yakni Makhdum Tansyuri, salah seorang adik dari Maurah Perlak yang bernama
Syahir Nuwi. Dari perkawinan ini lahirlah Sayid Abdul Aziz, putra campuran Arab Perlak pada
tahun 225 H.
Kerajaan ini mengalami masa jaya pada masa pemerintahan Sultan Makhdum Alaidin
Malik Muhammad Amin Syah II Johan Berdaulat (622-662 H/1225-1263 M).Pada masa
pemerintahannya, Kerajaan Perlak mengalami kemajuan pesat terutama dalam bidang
pendidikan Islam dan perluasan dakwah Islamiah. Sultan mengawinkan dua putrinya: Putri
Ganggang Sari (Putri Raihani) dengan Sultan Malikul Saleh dari Samudra Pasai serta Putri
Ratna Kumala dengan Raja Tumasik (Singapura sekarang).
Perkawinan ini dengan parameswara Iskandar Syah yang kemudian bergelar Sultan
Muhammad Syah.Sultan Makhdum Alaidin Malik Muhammad Amin Syah II Johan Berdaulat
kemudian digantikan oleh Sultan Makhdum Alaidin Malik Abdul Aziz Syah Johan Berdaulat
(662-692 H/1263-1292 M). Inilah sultan terakhir Perlak. Setelah beliau wafat, Perlak disatukan
dengan Kerajaan Samudra Pasai dengan raja Muhammad Malikul Dhahir yang adalah Putra
Sultan Malikul Saleh dengan Putri Ganggang Sari.
Perlak merupakan kerajaan yang sudah maju. Hal ini terlihat dari adanya mata uang
sendiri. Mata uang Perlak yang ditemukan terbuat dari emas (dirham), dari perak (kupang), dan
dari tembaga atau kuningan.
2.      Kerajaan Samudera Pasai
Kerajaan Samudera Pasai terletak di Aceh  dan terletak di pesisir Timur Laut Aceh. Kapan
berdirinya Kesultanan Samudera Pasai belum bisa dipastikan dengan tepat dan masih menjadi
perdebatan para ahli sejarah. Namun, menurut Uka Tjandrasasmita (Ed) dalam buku Badri
Yatim, menyatakan bahwa  kemunculannya sebagai kerajaan Islam  diperkirakan mulai awal
atau pertengahan abad ke-13 M, sebagai hasil dari proses Islamisasi daerah-daerah pantai yang
pernah disinggahi pedagang-pedagang Muslim sejak abad ke-7 dan seterusnya. Berdasarkan
berita dari Ibnu Batutah, dikatakan bahwa pada tahun 1267 telah berdiri kerajaan Islam, yaitu
kerajaan Samudra Pasai. Hal ini dibuktikan dengan adanya batu nisan makam Sultan Malik Al
Saleh (1297 M), Raja pertama Samudra Pasai.
Malik Al-Saleh, raja pertama kerajaan Samudera Pasai, merupakan pendiri kerajaan
tersebut. Dalam Hikayat Raja-raja Pasai disebutkan nama Malik Al-Saleh sebelum menjadi raja
adalah Merah Sile atau Merah Selu. Ia masuk Islam setelah mendapat mendapatkan seruan
dakwah dari Syaikh Ismail beserta rombongan yang datang dari Mekkah.
Pendapat bahwa Islam sudah berkembang di sana sejak awal abad ke-13 M, didukung oleh
berita China dan pendapat Ibn Batutah yang mengunjungi Samudera Pasai pada pertengahan
abad ke 14 M (tahun 746 H/1345 M). Dalam kisah perjalanannya ke Pasai, Ibnu Battutah
menggambarkan Sultan Malikul Zhahir sebagai raja yang sangat saleh, pemurah, rendah hati,
dan mempunyai perhatian kepada fakir miskin. Meskipun ia telah menaklukkan banyak
kerajaan, Malikul Zhahir tidak pernah bersikap sombong. Kerendahan hatinya itu ditunjukkan
sang raja saat menyambut rombongan Ibnu Battutah.
Samudera Pasai ketika itu merupakan pusat studi agama Islam dan tempat berkumpul
ulama-ulama dari berbagai negeri Islam untuk berdiskusi berbagai masalah keagamaan dan
keduniaan. Selain itu, Sultan Maliku Zhahir juga mengutus para ulama untuk berdakwah ke
berbagai wilayah Nusantara.
Kehidupan masyarakat Samudera Pasai diwarnai oleh agama dan kebudayaan Islam.
Pemerintahnya bersifat Theokrasi (berdasarkan ajaran Islam) rakyatnya sebagian besar memeluk
agama Islam. Raja raja Pasai membina persahabatan dengan Campa, India, Tiongkok, Majapahit
dan Malaka.
Selama abad 13 sampai awal abad 16, Samudera Pasai dikenal sebagai salah satu kota
dengan bandar pelabuhan yang sangat sibuk. Samudera Pasai menjadi pusat perdagangan
internasional dengan lada sebagai salah satu komoditas ekspor utama. Bukan hanya perdagangan
ekspor impor yang maju. Sebagai bandar dagang yang maju, Samudera Pasai mengeluarkan
mata uang sebagai alat pembayaran. Salah satunya yang terbuat dari emas dikenal sebagai uang
dirham.
3.      Kerajaan Aceh
Kurang diketahui kapan kerajaan ini sebenarnya berdiri. Anas Machmud berpendapat,
sebagaimana yang dikutip dalam buku Badri Yatim, bahwa kerajaan Aceh berdiri pada abad ke-
15 M, di atas puing-puing kerajaan Lamuri, oleh Muzaffar Syah (1465-1497 M). Dialah yang
membangun kota Aceh Darussalam.
Pada awalnya, wilayah kerajaan Aceh ini hanya mencakup Banda Aceh dan Aceh Besar
yang dipimpin oleh ayah Ali Mughayat Syah. Ketika Mughayat Syah naik tahta menggantikan
ayahnya, ia berhasil memperkuat kekuatan dan mempersatukan wilayah Aceh dalam
kekuasaannya, termasuk menaklukkan kerajaan Pasai. Saat itu, sekitar tahun 1511 M, kerajaan-
kerajaan kecil yang terdapat di Aceh dan pesisir timur Sumatera seperti Peurelak (di Aceh
Timur), Pedir (di Pidie), Daya (Aceh Barat Daya) dan Aru (di Sumatera Utara) sudah berada di
bawah pengaruh kolonial Portugis. Mughayat Syah dikenal sangat anti pada Portugis, karena itu,
untuk menghambat pengaruh Portugis, kerajaan-kerajaan kecil tersebut kemudian ia taklukkan
dan masukkan ke dalam wilayah kerajaannya. Sejak saat itu, kerajaan Aceh lebih dikenal dengan
nama Aceh Darussalam dengan wilayah yang luas, hasil dari penaklukan kerajaan-kerajaan kecil
di sekitarnya.
Peletak dasar kebesaran Kerajaan Aceh adalah Sultan Alauddin Riayat Syah. Pada masa
pemerintahannya, wilayah kekuasaan Aceh Darussalam semakin meluas sampai di Bengkulu di
pantai Barat, seluruh Pantai Timur Sumatera, dan Tanah Batak di pedalaman. Kegiatan
perdagangan berkembang dengan pesat, terutama dengan Gujarat, Arab, dan Turki.
Puncak kekuasaan kerajaan Aceh terletak pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda
(1608-1637 M). Pada masa ini merupakan masa paling gemilang bagi Aceh, di mana
kekuasaannya meluas dan terjadi penyebaran Islam hampir di seluruh Sumatera.
Di masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda, Aceh Darussalam menjadi salah satu pusat
pengembangan Islam di Indonesia. Di Aceh dibangun masjid Baiturrahman, rumah-rumah
ibadah, dan lembaga-lembaga pengkajian Islam. Di Aceh tinggal ulama-ulama tasawuf yang
terkenal, seperti Hamzah Fansuri, Syamsuddin, Syaikh Nuruddin Ar-Raniri, dan Abdul Rauf As-
Sinkili.
4.      Kerajaan Minangkabau
Kerajaan Pagaruyung disebut juga sebagai Kerajaan Minangkabau yang merupakan salah
satu Kerajaan Melayu yang pernah berdiri, meliputi provinsi Sumatra Barat sekarang dan
daerah-daerah di sekitarnya. Kerajaan ini pernah dipimpin oleh Adityawarman sejak tahun 1347.
Dan sekitar tahun 1600-an, kerajaan ini menjadi Kesultanan Islam.
Munculnya nama Pagaruyung sebagai sebuah kerajaan Melayu tidak dapat diketahui
dengan pasti. Namun dari beberapa prasasti yang ditinggalkan oleh Adityawarman, menunjukan
bahwa Adityawarman memang pernah menjadi raja di negeri tersebut.
Pengaruh Islam di Pagaruyung berkembang kira-kira pada abad ke-16, yaitu melalui para
musafir dan guru agama yang singgah atau datang dari Aceh dan Malaka. Salah satu murid
ulama Aceh yang terkenal Syaikh Abdurrauf Singkil (Tengku Syiah Kuala), yaitu Syaikh
Burhanuddin Ulakan, adalah ulama yang dianggap pertama-tama menyebarkan agama Islam di
Pagaruyung. Pada abad ke-17, Kerajaan Pagaruyung akhirnya berubah menjadi kesultanan
Islam. Raja Islam yang pertama dalam tambo adat Minangkabau disebutkan bernama Sultan
Alif.
Dengan masuknya agama Islam, maka aturan adat yang bertentangan dengan ajaran agama
Islam mulai dihilangkan dan hal-hal yang pokok dalam adat diganti dengan aturan agama Islam.
Pepatah adat Minangkabau yang terkenal: "Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah",
yang artinya adat Minangkabau bersendikan pada agama Islam, sedangkan agama Islam
bersendikan pada Al-Quran.

5.      Sejarah kerajaan Riau


Imperium Melayu Riau adalah penyambung warisan Sriwijaya. Kedatangan Sriwijaya
yang mula-mula sejak tahun 517 s/d 683 dibawah kekuasaan Melayu, dengan meliputi daerah
Sumatera tengah dan selatan. Sriwijaya-Sailendra bermula dari penghabisan abad ke 7 dan
berakhir pada penghujung abad ke 12. Kemaharajaan Melayu yang dimulai dari - Kerajaan
Bintan-Tumasik abad 12-13 M dan kemudian memasuki periode Melayu Riau yaitu - zaman
Melaka abad 14-15 m, - zaman Johor-Kampar abad 16-17 m, - zaman Riau-Lingga abad 18-19
m
Paramesywara atau Iskandar Syah dikenal dengan gelar Sri Tri Buana, Maharaja Tiga
Dunia (Bhuwana, Kw, Skt berarti dunia), seorang pangeran, keturunan raja besar. Ia sangat
berpandangan luas, cerdik cendikia, mempunyai gagasan untuk menyatukan nusantara dan
akhirnya beliaulah pula yang membukakan jalan bagi perkembangan islam di seluruh nusantara.
Paramesywara adalah keturunan raja-raja Sriwijaya-Saildendra. Menurut M.Said (dalam
bukunya Zelfbestuur Landchappen) Raja Suran adalah keturunan Raja Sultan Iskandar
Zulkarnain di Hindustan yang melawat ke Melaka, beranak tidak orang laki-laki. Diantara
putranya adalah Sang Si Purba, kawin dengan Ratu Riau. Dari puteranya menjadi turunan Raja
Riau. Sang Si Purba sendiri pergi ke Bukit Sigantung Mahameru (Palembang) menjadi Raja dan
kawin disana. Ia melawat ke Minangkabau dan menjadi Raja Pagarruyung. Memencar
keturunannya menjadi Raja-Raja Aceh dan Siak Sri Indrapura.
Menurut Sejarah Melayu tiga bersaudara dari Bukit Siguntang menjadi raja di
Minangkabau, Tanjung Pura (Kalimantan Barat) dan yang ketiga memerintah di
Palembang..Yang menjadi Raja di Palembang adalah Sang Nila Utama. Sang Nila Utama inilah
yang menjadi Raja di Bintan dan Kemudian Singapura
Dalam hikayat Hang Tuah yang terkenal, ada disebutkan, raja di “Keindraan” bernama
Sang Pertala Dewa. Adapula tersebut seorang raja. Istri baginda hamil dan beranak seorang
perempuan yang diberi nama Puteri Kemala Ratna Pelinggam. Setelah dewasa diasingkan ke
sebuah pulau bernama : Biram Dewa.. Sang Pertala Dewa berburu di pulau Biram Dewa
tersebut. Akhirnya kawin dengan Putri Kemala Ratna PeLinggam. Lalu lahir anaknya yang
dinamai Sang Purba. Setelah itu mereka naik “keindraan”. Kemudian turun ke Bukit Sigintang
Mahameru. Sang purba dirajakan di bukit siguntang. Sang Purba kawin dengan puteri yang
berasal dari muntah seekor lembu yang berdiri ditepi kolam dimana sang puteri sedang mandi.
Lahir seorang putra dinamai Sang Maniaka dan kemudian lahir pula putera yang kedua Sang
Jaya Mantaka, yang ketiga Sang Saniaka dan yang keempat Sang Satiaka. Sang Maniaka
dirajakan di Bintan dan singapura.
Islam Masuk ke Riau
Sebelum masuknya agama Islam ke daerah Riau, tidak ada seorangpun dari penduduk
Riau yang memegang agama tauhid. Agama penduduk asli adalah anismisme yang percaya ruh
nenek moyang dan para leluhur, kemudian menyusul pada sebagian penduduk mereka yang
beragama Budha dan sekali berkembang menjadi Hindu-BudhaNah dalam kesempatan ini , agar
lebih jelas pembahasan masuk Islam ke Riau dibatasi kepada beberapa daerah, yaitu: Kuntu-
Kampar, Rokan, Kuantan, Indragiri, danTaqpung. Menurut Sejarah
Riau, Kuntu-Kampar adalah daerah pertama-tama di Riau Daratan yang berhubungan
dengan orang-orang Islam (pedagang). Hal ini dimungkinkan karena sejak zaman bahari daerah
ini telah berhubungan dengan pedagang-pedagang asing dari negeri Cina, India, dan Arab-
Persia. Hubungan tersebut didasarkan oleh kepentingan perdagangan, karena daerah lembah
sungai Kampar Kanan/ Kiri merupakan daerah penghasil lada terpenting di dunia dalam periode
500-140 M. Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau daerah Kuntu-Kampar yang mula-mula
dimasuki agama Islam.
Berdasarkan perjalanan para penyiar agama Islam yang dating sebagai pedagangitu, maka
besar kemungkinan pada abad pertama hiriah atau abad ke-7 M agama Islam itu mungkin telah
sampai di Riau, sebagaimana juga disimpulkan oleh seminar masuknya islam ke nusantara di
Aceh tahun 1980. Meskipun Islam telah masuk pada abad ke 7 atau 8 Masehi di Riau, namun
penganut agama ini masih terbatas di lingkungan para pedagang dan penduduk kota di pesisir
pantai tersebut. Hal ini disebabkan karena kuatnya pengaruh agama Budha yang merupakan
agama Negara dalam kerajaan Sriwijaya waktu itu.
6.      Kesultanan Palembang
Pada waktu daerah Palembang menjadi bagian dari Kerajaan Majapahit, di daerah ini
ditempatkan seorang Adipati bernama Ario Damar. (14—15 H/1447 M). Pada awalnya ia
beragama Hindu, lalu kemudian memeluk Islam. Hal ini menunjukkan bahwasanya pada waktu
itu, Islam sudah dominant di Palembang.
Pada suatu hari, Ario Damar mendapat hadiah salah seorang selir dari Prabu Kertabumi,
yang bernama Putri Campa yang sedang hamil tua. Yang kemudian lahir dari rahimnya seorang
anak yang bernama Raden Patah.
Pada tahun 1473, raden Patah bersama adiknya Raden Kusen (Ario Dillah), menghadap
Prabu Kertabumi. Mereka mendapat kepercayaan untuk membangun desa Bintoro, yang
nantinya berkembang dengan pesat dan menjadi kerajaan Islam Demak yang pada akhirnya
menghancurkan Majapahit.
Pada tahun 1528, Demak di serang oleh kerajaan Pajang dan mengalami kekalahan. Para
pembesar kerajaan dipimpin oleh Pangeran Sedo Ing Lautan bermigrasi ke Palembang yang
kemudian mendirikan kerajaan Islam Palembang
Pada akhirnya kesultanan Palembang hilang karena dihapus status kesultanannya oleh
colonial Belanda
7.      Kerajaan Kesultanan Jambi
Kesultanan Jambi adalah Kerajaan Islam yang berkedudukan di Provinsi Jambi sekarang.
Kerajaan ini berbatasan dengan Kerajaan Indragiri dan Kerajaan - Kerajaan Minangkabau
seperti Siguntur dan Lima Kota dii utara. Di selatan kerajaan ini berbatasan dengan Kesultanan
Palembang (kemudian Keresidenan Palembang). Kesultanan Jambi juga mengendalikan Lembah
Kerinci, meskipun pada masa akhir kekuasaannya, kekuasaan nominal tidak lagi diperdulikan.
Ibukota Kesultanan Jambi terletak di Kota Jambi, yang terletak di pinggir sungai Batanghari.
Sejarah
Wilayah Jambi dulunya merupakan wilayah Kerajaan Malayu dan kemudian menjadi
bagian dari Sriwijaya. Pada akhir abad ke-14 Jambi merupakan Vasal Majapahit, dan pengaruh
jawa masih terus mewarnai Kesultanan Jambi selama abad ke-17 dan abad ke-18.
Berdirinya Kesultanan Jambi bersamaan dengan bangkitnya Islam di wilayah itu. pada
tahun 1616 Jambi merupakan Pelabuhan terkaya kedua di Sumatera setelah Aceh, dan pada
tahun 1670 kerajaan ini sebanding dengan tetangga-tetangganya seperti Johor dan Palembang.
Namun kejayaan Jambi tidak berumur panjang, Tahun 1680-an Jambi kehilangan kedudukan
sebagai Pelabuhan Lada utama, setelah perang dengan Johor dan konflik internal.
Tahun 1903 Pangeran Ratu Martaningrat, keturunan Sultan Thaha, sultan yang terakhir,
menyerah kepada Belanda, Jambi digabungkan dengan Keresidenan Palembang. Tahun 1906
Kesultanan Jambi resmi dibubarkan oleh Pemerintah Hindia Belanda.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Apabila tulisan Suryadinegara adalah tulisan yang mendekati keotentkian sebuah
penelitian, itu artinya proses penyearan ajaran islam tidak hanya berakar dari para pendatang
atau para pedagang. Dapat disimpulkan bahwa pelaku dan cara masuknya islam disumatra-
selatan tidak ubahnya seperti terjadi pada wilayah Indonesia lainnya, dilakukan oleh putra
Indonesia dan tidak berjalan pasif. Dengan pengertian bangsa Indonesia tidak menunggu
kedatangan bangsa Arab semata dengan upayanya mencari tambahan pengetahuan tentang
agama islam.
Khusus untuk Sumatra-selatan, masuknya agama islam selain dilakukan oleh bangsa arab,
pedagang utusan kholifah Umayah (661-750) dan kholifah Abbasiyah (750-1268), juga
perdagangan dari Sriwijaya berlayar ketimur tengah. Hal yang demikian ini tidak bertentangan,
sekalipun Sriwijaya sebagai pusat pengembangan ajaran budha, tetapi, karena watak Indonesia
yang mempunyai kesanggupan yang tinggi dalam menghormati perbedaan agama, maka, di
wilayah kerajaan Sriwijaya di izinkan masuknya agama islam melalui jalur perdagangan. Factor
yang terakhir inilah yang memungkinkan Sriwijaya menempuh Sistem pintu terbuka dalam
menghadapi kenyataan masuknya agama islam.

B.     Saran
Kami selaku penulis menyarankan bahwa setelah membaca makalah ini diharapkan agar
pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang sejarah perkembangannya islam di Sumatera
Selatan.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Usairy, Ahmad, Sejarah Islam: Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, Judul asli: At-Tarikh
Al-Islami, penerjemah: Samson Rahman, (Akbar Media, Jakarta: 2010), cet. 10
Amin, Samsul Munir , Drs., M.A., Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Sinar Media
Grafika, 2009)
http://education.poztmo.com/2011/06/kesultanan-samudera-pasai.html, di unduh pada tanggal 12 Mei
2012
http://geosejarah.org/index.php?option=com_content&view=article&id=65:kerajaan-pagaruyung-
hegemoni-melampaui-sekat-sekat kewilayahan & catid =34: artikel & Itemid= 59…. diakses
pada tanggal 12 Mei 2013.
http://www.minangforum.com/Thread-Sejarah-Islam-di-Minangkabau, di unduh
pada tanggal 12 Mei 2013.
http://imagination-my.blogspot.com/2012/09/bukti-bukti-masuknya-islam-di-
indonesia_1.html, di akses pada tanggal 15 Mei 2013
Syamsu As, Muhammad , Drg., H., Ulama Pembawa Islam di Indonesia dan
Sekitarnya, (Jakarta: Lentera, 1996).
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, (PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2011), cet. 23.

Anda mungkin juga menyukai