Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

KERAJAAN ISLAM DI PAPUA

KERAJAAN ISLAM DI NUSA TENGGARA

NAMA KELOMPOK :

1. ROBIATUL ALADA WIYU

2. RASYA ISLAMI DINATA

3. PUTRI TRIYU UTAMI

4. FAKIH SULTON

SMA NEGERI 19 PALEMBANG


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq serta hidayah-
Nya sehingga kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul
“KERAJAAN ISLAM DI PAPUA DAN NUSA TENGGARA” tepat pada waktunya.
Makalah ini disamping untuk memenuhi tugas mata pelajaran sejarah, juga untuk mengetahui
semua hal tentang kerajaan- kerajaan yang ada di Papua dan Nusa Tenggara, baik sebelum
berdirinya Kerajaan Islam maupun setelah berdirinya Kerajaan Islam di Papua dan Nusa
Tengara.
Makalah ini di buat untuk memenuhi tugas mata pelajaran Sejarah Sekolah Menengah
Atas Negeri 19 Palembang.
Kami menyadari bahwa dalam membuat makalah ini masih banyak kesalahan dan
kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan segala kritik dan saran dari para pembaca
untuk kesempurnaan makalah ini

Penulis

1
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................................................. 1
DAFTAR ISI ........................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................... 3
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................................. 3
B. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 4
C. Tujuan Penulisan ........................................................................................................ 4
BAB II KERAJAAN ISLAM DI PAPUA DAN NUSA TENGGARA .................................... 5
A. Kerajaan Islami di Tanah Papua ................................................................................. 5
B. Kerajaan Islam di Nusa Tenggara............................................................................... 12
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN................................................................................... 22
A. Kesimpulan................................................................................................................. 22
B. Saran........................................................................................................................... 23

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam merupakan agama dakwah, sehingga pada prakteknya banyak umat Islam yang
menyebarkan agama Islam hingga sampai ke ujung timur Nusantara, yaitu wilayah papua
yang yang berada di Indonesia bagian timur, sejarah perkembangan dan peradaban Islam di
Papua tidak terlalu terdengar dikarenakan pada saat itu masyarakat papua belum memiliki
peradaban yang tinggi, sehingga pencatatan dan bukti bukti literatur belum begitu banyak
dijumpai. Sejarah Islam di tanah papua sudah berlangsung sejak lebih dari 5 abad yang lalu,
seiring masuknya dakwah-dakwah Islam ke kepulauan Melayu hingga ke perairan pasifik.
Sebelum kedatangan Islam masyarakat Papua sangat menjunjung tinggi kepercayaan
terhadap roh leluhur, hal ini terlihat dari ritual persembahan pada suku pedalaman yang
mereka tujukan untuk roh nenek moyang dengan harapan akan memberikan keberhasilan
dalam kehidupan mereka
Dalam prakteknya leluhur tersebut mereka anggap sebagai tuhan yang memberikan
kehidupan dan perlindungan, kepercayaan turun temurun tersebut masih ada pada beberapa
suku di pedalaman papua hingga saat ini. Akan tetapi kehadiran Islam telah membawa
pencerahan kepada masyarakat Papua, hal ini berimplikasi langsung terhadap perubahan
budaya dan peradaban di Papua.
Sejak abad ke-1 Hijriah atau abad ke-7 Masehi, kawasan Asia Tenggara mulai berkenalanan
dengan “tradisi” Islam. Pengenalan ini berlangsung sejalan dengan munculnya para saudagar Muslim
di beberapa tempat di Asia Tenggara. Bukti tertua adanya “komunitas” Muslim di Asia Tenggara
adalah dua buah makam yang bertarikh sekitar abad ke-5 Hijriah/ke-11 Masehi di Pandurangga (kini
Panrang, Vietnam) dan di Leran (Gresik, Indonesia).
Kehadiran Islam secara lebih nyata di Indonesia terjadi pada sekitar abad ke-13 Masehi, yaitu
dengan adanya makam dari Sultan Malik as-Saleh yang mangkat pada bulan Ramadhan 696
Hijriah/1297 Masehi. Ini berarti bahwa pada abad ke-13 Masehi di Nusantara sudah ada institusi
kerajaan yang bercorak Islam. Para saudagar Muslim sudah melakukan aktivitas dagangnya sejak
abad ke-7 Masehi.
Beberapa kerajaan Hindu dan Buddha di Nusantara sudah melakukan hubungan dagang dan
3ndicator3 dengan kerajaan-kerajaan Islam di Timur Tengah. Bukti-bukti arkeologis yang mendukung
3ndicat itu ditemukan di Laut Jawa dekat Cirebon. Di antara komoditi perdagangan yang asalnya

3
dari Timur Tengah ditemukan 3indicator “keIslaman” yang berupa sebuah cetakan tangkup (mould)
yang bertulisan asma‘ul husnah.
Nusa Tenggara, khususnya pada bagian barat. Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu
provinsi di Indonesia. Provinsi NTB biasa juga disebut sebagai daerah kepulauan. Dua pulau terbesar
di provinsi ini adalah Lombok yang terletak di barat dan Sumbawa yang terletak di timur. Ibu kota
provinsi ini adalah Kota Mataram yang berada di Pulau Lombok. Sebagian besar dari penduduk
Lombok berasal dari suku Sasak, sementara suku Bima dan Sumbawa merupakan kelompok etnis
terbesar di Pulau Sumbawa. Mayoritas penduduk Nusa Tenggara Barat beragama Islam (96%).
Masyarakat yang mendiami pulau Lombok awalnya menganut kepercayaan animisme,
dinamisme kemudian Hindu. Islam pertama kali masuk melalui para wali dari pulau Jawa yakni
sunan Prapen pada sekitar abad XVI, setelah runtuhnya kerajaan Majapahit. Para wali tersebut tidak
serta merta menghilangkan kebiasaan lama masyarakat yang masih menganut kepercayaan lamanya.
Bahkan terjadi akulturasi antara Islam dengan budaya masyarakat setempat, karena para penyebar
tersebut memanfaatkan adat-istiadat setempat untuk mempermudah penyampaian Islam. Kitab- kitab
ajaran agama pada masa itu ditulis ulang dalam bahasa Jawa Kuno. Bahkan syahadat bagi para
penganut Wetu Telu dilengkapi dengan kalimat dalam bahasa Jawa Kuno. Pada masa itu, yang
diwajibkan untuk melakukan peribadatan adalah para pemangku adat atau kiai saja.
Berdasarkan latar belakang tersebut kami tertarik untuk menulis makalah ini terkait dengan
masuknya Islam di Nusa Tengara, sejalan dengan itu maka makalah ini diberi judul: “SEJARAH
PERKEMBANGAN ISLAM DI NUSA TENGGARA”.
B. Rumusan Masalah
Masalah yang diidentifikasi dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Proses Islamisasi di Papua.
2. Bukti peninggalan peradaban Islam di Papua.
3. Peradaban Islam di Papua saat ini
4. Siapakah penyebar Islam di Nusa Tenggara?
5. Apa nama salah satu kerajaan Islam di Nusa Tenggara?
6. Bagaimanakah cara penyebaran Islam di Nusa Tenggara?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk:
1. Mengetahui siapakah penyebar Islam di Nusa Tenggara.
2. Mengetahui apa nama salah satu kerajaan Islam di Nusa Tenggara.
3. Mengetahuicara penyebaran Islam di Nusa Tenggara.

4
BAB II
KERAJAAN ISLAM DI PAPUA DAN NUSA TENGGARA

A. Kerajaan Islami Di Tanah Papua


Memang, Papua sendiri telah dikenal sejak lama. Pada masa Kerajaan Sriwijaya,
Papua disebut Janggi. Pelaut Portugis yang pernah singgah di Papua tahun 1526-1527
menyebutnya ‘Papua.’ Namun ada pula yang menyebutnya Isla de Oro (Island of Gold).
Kemiripan fisik orang Papua dengan orang Afrika membuat pelaut Spanyol menyebutnya
‘Nieuw Guinea’, merujuk pada wilayah Guinea di Afrika Barat.
Berbagai sebutan untuk Papua menyiratkan pada kita, akan keragaman bangsa yang
berinteraksi dengan orang-orang Papua. Salah satu bangsa yang diketahui berhubungan
dagang dengan orang-orang Papua adalah pedagang Cina. Pertukaran barang seperti porselin
dan tembikar terjadi diantara mereka. Bahkan di kalangan masyarakat Seruni, terdapat
keturunan Cina.
Ceritera lain juga menyebutkan tentang hubungan Kerajaan Majapahit dengan orang-
orang Papua. Terutama dengan penduduk Papua di Onin (Wwanin), Fakfak. Hubungan ini
diketahui dari Syair Negarakertagama karya Empu Prapanca (1365M), dalam sebuah bait
syair disebutkan kata Wwanin (Onin, Fakfak) dan Sran (Kowiai atau Kaimana)
Tak hanya dengan bangsa di Asia, para penjelajah Eropa juga telah mengunjungi
Papua sejak abad ke 16. Tahun 1526, misalnya, Gubernur Portugal pertama di Maluku
bernama Jorge de Menesez mengunjungi Pulau Waigeo (Raja Ampat). Tahun 1545, Kapten
Ynigo Ortiz de Retez  dari Spanyol mencapai sekitar Sarmi, di muara Sungai Mamberamo. Ia
kemudian memberi nama pulau itu (Papua) Nueva Guinea.
Hubungan orang Papua, yaitu Raja Waigeo dengan orang Portugis bisa ditelusuri dari
catatan perjalanan Miguel Roxo de Brito, yang menjelajah ke Raja Ampat tahun 1581. Dari
catatan De Brito, dapat disimpulkan bahwa Raja Waigeo telah memeluk agama Islam.
Kontak-kontak orang-orang Papua dengan berbagai pihak tersebut biasanya sebatas
perdagangan. Namun kontak orang-orang Papua dengan muslimlah yang kemudian
memberikan dampak yang berbeda. Kontak orang-orang Papua dengan muslim tak hanya
terbatas pada soal perdagangan, namun juga perubahan hidup mereka dengan memeluk Islam.
Syiar Islam di Bumi Papua terjadi terutama terkonsentrasi di wilayah Papua Barat,
mulai dari Raja Ampat hingga Fakfak. Masuknya islam di Papua diyakini telah ada sebelum
agama Nasrani masuk. Namun terjadi silang pendapat di antara pemerhati, peneliti maupun

5
para keturunan raja-raja di Raja Ampat-Sorong, Fak-Fak, Kaimana dan teluk Bintuni-
Manokwari mengenai pengklaiman awal masuknya Islam kedaerah yang hanya berdasarkan
tradisi lisan tanpa didukung dengan bukti-bukti tertulis maupun bukti-bukti arkelogis.
Saksi bisu sejarah itu adalah Masjid Patimburak di Distrik Kokas, Fakfak. Masjid ini
dibangun oleh Raja Wertver I bernama kecil Semempe. Sejumlah seminar yang pernah digelar
seperti di Aceh pada tahun 1994, termasuk yang dilangsungkan di ibukota provinsi Kabupaten
Fakfak dan di Jayapura pada tahun 1997, belum menemukan kesepakatan itu.
Setelah masuknya Islam ke tanah Papua,pada tahun 1870 agama islam dan kristen
menjadi agama yang hidup saling berdampingan di papua. Karena Raja Wertver I tak ingin
kepercayaan umatnya terpecah belah. Wetver pun membuat sayembara misionaris, dimana
masing-masing agama ditantang untuk membangun tempat ibadahnya masing-masing. Masjid
didirikan di Patumburak, gereja didirikan di Bahirkendik.
Syaratnya adalah apabila di antara keduanya bisa menyelesaikan bangunan dalam
waktu yang ditentukan, maka seluruh rakyat Wertver akan memeluk agama.Namun mesjidlah
yang berdiri di tanah papua untuk pertama kalinya. Raja Wetver menempati janjinya dan Raja
Wetver berserta seluruh rakyat memeluk agama Islam.
Ada beberapa pendapat mengenai kedatangan dan penyebaran Islam di Papua, antara
lain adalah :
1. Teori Papua: Teori ini merupakan pandangan adat dan legenda yang melekat di
sebagian rakyat asli Papua, khususnya yang berdiam di wilayah fakfak, kaimana,
manokwari dan raja ampat (sorong). Teori ini memandang Islam bukanlah berasal dari
luar Papua dan bukan di bawa dan disebarkan oleh kerejaan ternate dan tidore atau
pedagang muslim dan da’I dari Arab, Sumatera, Jawa, maupun Sulawesi. Namun
Islam berasal dari Papua itu sendiri sejak pulau Papua diciptakan oleh Allah Swt.
mereka juga mengatakan bahwa agama Islam telah terdapat di Papua bersamaan
dengan adanya pulau Papua sendiri, dan mereka meyakini kisah bahwa dahulu tempat
turunya nabi adam dan hawa berada di daratan Papua.
2. Teori Aceh: Studi sejarah masuk nya Islam di Fakfak yang dibentuk oleh pemerintah
kabupaten Fakfak pada tahun 2006, menyimpulkan bahwa Islam datang pada tanggal 8
Agustus 1360 M, yang ditandai dengan hadirnya mubaligh Abdul Ghafar asal Aceh di
Fatagar Lama, kampong Rumbati Fakfak. Penetapan tanggal awal masuknya Islam
tersebut berdasarkan tradisi lisan yang disampaikan oleh putra bungsu Raja Rumbati
XVI (Muhamad Sidik Bauw) dan Raja Rumbati XVII (H. Ismail Samali Bauw),

6
mubaligh Abdul Ghafar berdakwah selama 14 tahun (1360-1374 M) di Rumbati dan
sekitarnya, kemudian ia wafat dan di makamkan di belakang masjid kampong Rumbati
pada tahun 1374 M.
3. Teori Arab: Menurut sejarah lisan Fakfak, bahwa agama Islam mulai diperkenalkan
di tanah Papua pertama kali di Wilayah jazirah onin (Patimunin-Fakfak) oleh seorang
sufi bernama Syarif Muaz al-Qathan dengan gelar Syekh Jubah Biru dari negeri Arab,
yang di perkirakan terjadi pada abad pertengahan abad XVI, sesuai bukti adanya
Masjid Tunasgain yang berumur sekitat 400 tahun atau di bangun sekitar tahun 1587.
4. Teori Banda: Menurut Halwany Michrob bahwa Islamisasi di Papua, khusunya di
Fakfak dikembangkan oleh pedagang-pedagang Bugis melalui banda yang diteruskan
ke fakfak melalui seram timur oleh seorang pedagang dari Arab bernama haweten
attamimi yang telah lama menetap di ambon. Proses Islamisasi juga dilakukan dengan
cara khitanan, dibawah ancaman penduduk setempat jika orang yang disunat mati,
kedua mubaligh tadi akan dibunuh, namun akhirnya mereka berhasil dalam khitanan
tersebut kemudian penduduk setempat berduyun-duyun masuk agama Islam.
5. Teori Bacan: Pada masa pemerintahan Sultan Mohammad Al-Bakir, Kesultanan
Bacan mecanangkan syiar islam kesuluruh penjuru negeri, Sulawesi,
philipina, Kalimantan, nusa tenggara, Jawa dan Papua. Menurut Arnold, Raja Bacan
yang pertama masuk Islam bernama Zainal Abidin yang memerintah tahun 1521 M
(abad XVI), pada masa ini Bacan telah menguasai suku-suku di Papua serta pulau-
pulau disebelah barat lautnya, seperti waigeo, misool, waigama dan salawati. Sultan
Bacan meluaskan kekuasaannya sampai ke semenanjung onin Fakfak, di barat laut
Papua pada tahun 1606 M, melalui pengaruhnya dan para pedagang muslim maka para
pemuka masyarakat pulau-pulau tadi memeluk agama Islam. Meskipun masyarakat
pedalaman masih tetap menganut animisme, tetapi rakyat pesisir menganut agama
Islam. Dari sumber-sumber tertulis maupun lisan serta bukti-bukti peninggalan nama-
nama tempat dan keturunan raja bacan yang menjadi raja-raja Islam di kepulauan raja
ampat. Maka diduga kuat bahwa yang pertama menyebarkan Islam di Papua adalah
kesultanan bacan sekitar pertengahan abad XV. Dan kemudian pada abad XVI barulah
terbentuk kerajaan-kerajaan kecil di kepulauan raja ampat itu.
6. Teori Utara (Ternate-Tidore):
Penyebaran islam di Kabupaten Fakfak terjadi sekitar pertengahan abad ke-15.Proses
masuknya yaitu melalui jalur perdagangan, perkawinan, pendidikan non formal dan

7
politik dimana melalui saluran politik ialah bahwa atas jasa dan upaya para raja dan
pertuanan dan keluarga-keluarganya maka agama Islam turut disebarkan.

Penyebaran Islam kemudian juga disebarluaskan ke berbagai wilayah pesisir Papua


Barat, seperti Kokas, Kaimana, Namatota, Kayu Merah, Aiduma dan Lakahia oleh para
pedagang muslim seperti dari Bugis, Buton, Ternate dan Tidore. Kehadiran orang Buton
diperkuat dengan kesaksian Luis Vaes de Torres di tahun 1606. Ia menyebutkan di daerah
pesisir Onin (Fakfak) telah menetap orang Pouton (Buton) yang berdagang dan menyebarkan
agama Islam.
Syi’ar Islam di Papua menjadi lebih mudah karena kesamaan budaya dan bahasa.
Bahasa yang dipakai tergolong bahasa-bahasa dari rumpun Austronesia, seperti bahasa di
Bacan dan Sula (bahasa Biak di Raja Ampat; Tobelo dan bahasa Onin di Fakfak dan Seram;
maupun bahasa non Austronesia seperti di Ternate; Tidore dan Jailolo karena masuk golongan
Bahasa Halmahera Utara, yaitu bahasa Galela). Bahasa Onin telah lama digunakan sebagai
lingua franca yang berguna sebagai bahasa untuk perdagangan dan penyebaran agama Islam.
Bahasa ini dipakai oleh kalangan pedagang dan elit (pemimpin masyarakat) yang terdapat di
pesisir pantai selatan ‘Kepala Burung’ dan Semenanjung Bomberey (Fakfak dan Kaimana).
Kemudahan komunikasi dengan para pemimpin masyarakat Papua, yang kemudian
memeluk Islam, mendorong berdirinya kerajaan-kerajaan (Petuanan) otonom di bawah
Kesultanan Tidore. Kerajaan-kerajaan (Petuanan) ini terdapat di Raja Ampat (Kolano Fat),
yang tetap terpatri hingga kini sebagai identitas Pulau Papua. Kerajaan di Raja Ampat terdiri
dari Kerajaan Waigeo (yang berpusat di Weweyai), Kerajaan Salawati (berpusat di Sailolof),
Kerajaan Misool (berpusat di Lilinta) dan Kerajaan Batanta. Kerajaan-kerajaan ini berdiri
dengan perangkatnya masing-masing, yang diberi gelar oleh Kesultanan Tidore, sebagai imbal
Di wilayah Fakfak dan Kaimana kerajaan-kerajaan (Petuanan) ini terbagi menjadi
sembilan, yaitu Petuanan Namatota, Komisi, Fatagar, Ati-ati, Rumbati, Pattipi, Sekar, Wertuar
dan Arguni. Pengaruh Kesultanan Tidore di Kerajaan Wertuar misalnya, dapat dilihat dari
pelantikan Raja Wertuar VII yang dilakukan oleh Sultan Tidore, Muhammad Tahir Alting
pada tahun 1886. Sedangkan di Kampung Ugar, Fakfak, terdapat dokumen  silsilah Raja-Raja
Ugar beraksara Arab, yang tertulis tahun 1929 M.
Pengaruh Islam kepada masyarakat papua dapat diperkirakan dengan melihat
penerapan ajaran Islam yang terdapat di masyarakat Papua saat itu. Penerapan hukum Islam,
misalnya, telah diterapkan masyarakat Pulau Misool, hinggak akhir masa kolonial Belanda. Di

8
sana terdapat Hakim Syara’ yang bertugas mengurusi perihal perkawinan, kematian dan sholat
berjamaa’ah. Kehadiran Masjid-masjid tua, seperti misalnya Masjid Tunasgain, yang
diperkirakan dibangun sejak tahun 1587. Atau di Patimburak, yang diperkirakan sejak abad ke
19.
Kehadiran Masjid ini selain peninggalan fisiknya, dapat pula kita perkirakan
kedudukannnya dalam masyarakat. Kehadiran Masjid sejak abad ke 16, menandakan sejak
lama telah dilaksanakannya pendidikan Islam melalui khotbah Jum’at. Kehadiran Masjid bisa
pula kita perkirakan berfungsi sebagai tempat pendidikan, meski dalam bentuk yang
sederhana di masyarakat. Pola pendidikan sederhana ini dapat kita telusuri dengan
ditemukannya kitab Barzanji, bertanggal 1622 M dalam bahasa Jawa Kuno dan teks khutbah
Jum’at yang bertarikh 1319 M.Kehadiran kitab Barzanji, dapat kita perkirakan sebagai upaya
untuk menumbuhkan tradisi Islam dalam masyarakat.
Pengaruh Islam lainnya dalam masyarakat, dapat dilihat dari nama-nama yang terdapat
dalam masyarakat papua pribumi. Di desa Lapintol dan Beo, pada umumnya, kaum pria
memakai nama-nama Arab seperti Idris, Hamid, Abdul Shomad, atau Saodah untuk
perempuan
Islam juga mengubah penampilan masyarakat. Jika di pedalaman Papua, masyarakat
aslinya belum berpakaian, dan hanya menutup bagian vitalnya saja, maka di pesisir penduduk
Papua keadaan sangat berbeda. Tak dapat dipungkiri, Syiar Islam di Papua mengalami proses
yang gradual. Masih dapat ditemukan muslim Papua saat itu yang mempercayai kepercayaan
Animisme atau kepercayaan lokal lainnya. Proses penyebaran Islam melalui kepala suku atau
pemimpin masyarakat, membuat syi’ar Islam sangat bergantung kepada kepedulian kepala
suku tersebut.
Syi’ar Islam sejak bercokolnya Belanda di Papua, lebih banyak bergantung kepada
umat Islam itu sendiri. Tahun 1910, Haji Abdul Majid mulai mendirikan pendidikan Islam di
Jayapura dan mendirikan sebuah masjid pertama di Jayapura. Ia pulalah yang menjadi imam
masjid tersebut. Di Merauke, tahun 1908, seiring dibukanya perkebunan kapas, pemerintah
Belanda mendatangkan orang-orang Jawa di wilayah tersebut. Anak-anak pendatang ini
kemudian mempelajari agamanya dengan bantuan guru mengaji.
Tahun 1930, Tengku Bujang, seorang yang berstatus diasingkan oleh pemerintah
kolonial Belanda (Digulis), tiba di Merauke dan memulai dakwahnya dengan membangun
Masjid Sepadin. Di Masjid inilah ia memulai khotbah Jumat dengan bahasa Melayu. Ia pula
yang mempelopori Sholat Ied di lapangan. Di Merauke ia kemudian membentuk

9
Muhammadiyah. Antara tahun 1933-1936 Muhammadiyah mengirimkan tiga orang mubaligh
ke Papua, yaitu Ustadz Jais, Ustadz Asarar dan Ustadz M, Chatib.
Di Fakfak, Muslim Papua membentuk Kesatuan Islam Nieuw Guinea (KING), yang
dipimpin oleh Raja Rumbati, yaitu Haji Ibrahim Bauw. Ia kemudian membuka sekolah Islam.
Tahun 1933, bersama pembimbingnya, Daeng Umar, ia mendirikan Muhammadiyah Fakfak.
Namun hal ini tak berlangsung lama, Haji Ibrahim ditangkap dan Daeng Umar diasingkan ke
tempat lain. Tahun 1950, bahkan pekerja-pekerja Muslim yang ada di Jayapura dikembalikan
secara besar-besaran ke luar Papua. Jayapura menjadi kosong dari penduduk Muslim. Masjid
Jayapura pun dijadikan bar dan restoran.
Pemerintah Belanda memang bersikap diskriminatif terhadap muslim di Papua. Buku-
buku agama Islam sulit diperoleh, sehingga didatangkan dari Jawa atau daerah lainnya.
Belanda, hanya mendirikan sebuah sekolah untuk anak-anak muslim, yaitu Openbare Vervolg
School (O.V.V.S), menjelang pengalihan kekuasaan Belanda pada Indonesia tahun 1960-an.

Peradaban Islam di Tanah Papua Saat Ini.


Pengaruh Islam terhadap penduduk Papua dalam hal kehidupan sosial budaya
memperoleh warna baru, Islam mengisi aspek budaya mereka. Walaupun masa dahulu
perkembangan Islam sangatlah lamban akan tetapi perkembangan Islam di Papua mulai
berjalan marak dan dinamis sejak irian jaya berintegrasi ke Indonesia,
Pada saat ini mulai muncul pergerakan dakwah Islam, berbagai institusi atau individu-
individu penduduk Papua sendiri atau yang berasal dari luar Papua yang telah mendorong
proses penyebaran Islam yang cepat di seluruh kota-kota di Papua. Hadir pula organisasi
keagamaan Islam di Papua, seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, LDII, dan pesantren-
pesantren dengan tradisi ahlussunah waljama'ah.

Selain itu yang menjadi peradaban baru di tanah Papua ialah masyararat Wamena yang
dilarang oleh gereja dan misionaris tidak boleh pakai baju, hanya boleh mengenakan pakaian
telanjang atas nama kebudayaan, akan tetapi beberapa yang telah memeluk islam sudah
mengenakan baju sebagai pakaian mereka, koteka yang dahulu mereka gunakan berangsur-
angsur mereka tinggalkan, meskipun penggunaan koteka tersebut masih digunakan bagi
masyarakat yang tinggal di pedalaman dan belum memeluk agama islam.
Ditambah lagi prilaku mereka atas nama misionaris, mereka dilarang mandi
menggunakan air bersih dan hanya diperbolehkan mandi dengan minyak atau lemak babi saja,

10
sehingga wajar saja jika badan warga Wamena ialah berbau. Daging babinya mereka makan
dan minyak babinya digosok ke tubuh, dengan alasan untuk mengusir nyamuk dan agar
membuat badan hangat.
Perilaku lainnya ialah seorang Ibu yang melahirkan dengan beranak dibawah pohon.
begitu bayinya keluar dari rahimnya, untuk memutuskan ari-ari dengan bayi menggunakan
ujung batu yang tajam. Sesudah itu sang Ibu hanya boleh menyusui bayi dengan air susu
disebelah kiri, karena air susu disebelah kanan dipersembahkan untuk anak babi. Setelah
Islam masuk ke tanah papua, mereka mengerti dan senang dengan ajaran yang dibawa oleh
agama islam, sehingga mereka dengan suka rela mengubah perilaku mereka
menjadi lebih Islami dan lebih beradab.
Berdasarkan data yang ada bahwa Islam di Papua adalah agama minoritas yang
dipeluk oleh dari sekitar 16% dan meningkat menjadi 22% berdasarkan hasil sensus penduduk
tahun 2010, dari keseluruhan 2.833.381, mayoritas umat Islam tersebut adalah dari suku
pendatang (439.337 jiwa, atau 15.51%), sedangkan sisanya adalah dari suku asli Papua
(10.759 jiwa, atau 0.38%).

B. Kerajaan Islam Di Nusa Tenggara

A. Kerajaan Masa Majapahit

Menurut Lalu Djelenga (2004), catatan sejarah kerajaan-kerajaan di Lombok yang


lebih berarti dimulai dari masuknya Majapahit melalui ekspedisi di bawah Mpu Nala
pada tahun 1343 sebagai pelaksanaan Sumpah Palapa Maha Patih Gajah Mada yang
kemudian diteruskan dengan inspeksi Gajah Mada sendiri pada tahun 1352.
Ekspedisi ini, lanjut Djelenga, meninggalkan jejak kerajaan Gelgel di Bali.
Sedangkan di Lombok dalam perkembangannya meninggalkan jejak berupa empat
kerajaan utama saling bersaudara, yaitu Kerajaan Bayan di barat, Kerajaan Selaparang
di Timur, Kerajaan Langko di tengah dan Kerajaan Pejanggik di selatan. Selain keempat
kerajaan tersebut, terdapat kerajaan-kerajaan kecil, seperti Parwa dan Sokong serta
beberapa desa kecil, seperti Pujut, Tempit, Kedaro, Batu Dendeng, Kuripan dan
Kentawang. Seluruh kerajaan dan desa ini selanjutnya menjadi wilayah yang merdeka
setelah kerajaan Majapahit runtuh.
Di antara kerajaan dan desa itu yang paling terkemuka dan paling terkenal adalah
Kerajaan Lombok yang berpusat di Labuhan Lombok. Disebutkan kota Lombok terletak
di teluk Lombok yang sangat indah dan mempunyai sumber air tawar yang banyak.

11
Keadaan ini menjadikannya banyak dikunjungi oleh pedagang-pedagang
dari Palembang, Banten, Gresik dan Sulawesi.

B. Kerajaan Selaparang
Sebagaimana dikemukakan di atas, masyarakat yang mendiami pulau Lombok
awalnya menganut kepercayaan animisme, dinamisme kemudian Hindu. Islam pertama
kali masuk melalui para wali dari pulau Jawa yakni sunan Prapen pada sekitar abad
XVI, setelah runtuhnya kerajaan Majapahit. Para wali tersebut tidak serta merta
menghilangkan kebiasaan lama masyarakat yang masih menganut kepercayaan
lamanya. Bahkan terjadi akulturasi antara Islam dengan budaya masyarakat setempat,
karena para penyebar tersebut memanfaatkan adat-istiadat setempat untuk
mempermudah penyampaian Islam. Kitab-kitab ajaran agama pada masa itu ditulis
ulang dalam bahasa Jawa Kuno. Bahkan syahadat bagi para penganut Wetu Telu
dilengkapi dengan kalimat dalam bahasa Jawa Kuno. Pada masa itu, yang diwajibkan
untuk melakukan peribadatan adalah para pemangku adat atau kiai saja.
Diperkirakan sejak abad ke-16 Islam masuk di daerah Nusa Tenggara (Lombok),
Islam di Lombok diperkenalkan oleh Sunan Perapen (putra Sunan Giri). Kemungkinan
masuknya Islam ke Sumbawa ini dengan melalui Sulawesi, yaitu melalui dakwah para
mubalig dari Makasar antara tahun 1540-1550. Kemudian berkembang kerajaan Islam
di Lombok, salah satunya adalah Kerajaan Selaparang.Buku Sejarah Daerah Nusa
Tenggara Barat (2002) mencatat tiga pendapat tentang asal mula salah satu kerajaan
yang bernama kerajaan Selaparang.
Kerajaan Selaparang menjadi sebuah bangunan kesejarahan yang utuh dan
menyeluruh agaknya memerlukan pengkajian yang mendalam. Permasalahan utamanya
terletak pada ketersediaan sumber-sumber sejarah yang layak dan memadai. Sumber-
sumber yang ada sekarang, seperti Babad dan lain-lain memerlukan pemilihan dan
pemilahan dengan kriteria yang valid dan reliable. Apa yang tertuang dalam tulisan
sederhana ini mungkin masih mengundang perdebatan. Karena itu sejauh terdapat
perbedaan-perbedaan dalam pengungkapannya akan dimuat sebagai gambaran yang
masih harus ditelusuri sebagai bahan pengkajian lebih lanjut.
Buku Sejarah Daerah Nusa Tenggara Barat (2002) mencatat tiga pendapat
tentang asal mula sejarah kerajaan Selaparang.
1. Pendapat Pertama

Kerajaan Selaparang merupakan proses kelanjutan dari kerajaan tertua di


pulau Lombok, yaitu Kerajaan Desa Lae' yang diperkirakan berkedudukan di

12
Kecamatan Sambalia, Lombok Timur sekarang. Dalam perkembangannya
masyarakat kerajaan ini berpindah dan membangun sebuah kerajaan baru, yaitu
kerajaan Pamatan di Kecamatan Aikmel dan diduga berada di Desa Sembalun
sekarang. Dan ketika Gunung Rinjani meletus, penduduk kerajaan ini terpencar-
pencar yang menandai berakhirnya kerajaan. Betara Indra kemudian mendirikan
kerajaan baru bernama Kerajaan Suwung, yang terletak di sebelah utara Perigi
sekarang. Setelah berakhirnya kerajaan yang disebut terakhir, barulah kemudian
muncul Kerajaan Lombok atau Kerajaan Selaparang.
2. Pendapat Kedua

Setelah Kerajaan Lombok dihancurkan oleh tentara Majapahit, Raden


Maspahit melarikan diri ke dalam hutan dan sekembalinya tentara itu Raden
Maspahit membangun kerajaan yang baru bernama Batu Parang yang kemudian
dikenal dengan nama Kerajaan Selaparang.

3. Pendapat Ketiga

Pada abad XII, terdapat satu kerajaan yang dikenal dengan nama kerajaan
Perigi yang dibangun oleh sekelompok transmigran dari Jawa di bawah pimpinan
Prabu Inopati dan sejak waktu itu pulau Lombok dikenal dengan sebutan Pulau
Perigi. Ketika kerajaan Majapahit mengirimkan ekspedisinya ke Pulau Bali pada
tahun 1443 yang diteruskan ke Pulau Lombok dan Dompu pada tahun 1357
dibawah pemerintahan Mpu Nala, ekspedisi ini menaklukkan Selaparang (Perigi)
dan Dompu.
Dari ketiga pendapat diatas agak sulit untuk membuat penafsiran mengenai sejarah
kerajaan Selaparang. Minimnya sumber-sumber sejarah menjadi alasan yang tak
terelakkan
C. Masuknya Islam di Kerajaan Selaparang

Ketika Kerajaan Lombok dipimpin oleh Prabu Rangkesari, Pangeran Prapen,


putera Sunan Ratu Giri datang mengislamkan kerajaan Lombok. Dalam Babad Lombok
disebutkan, pengislaman ini merupakan upaya dari Raden Paku atau Sunan Ratu
Giri dari Gersik, Surabaya yang memerintahkan raja-raja Jawa
Timur dan Palembang untuk menyebarkan Islam ke berbagai wilayah di Nusantara.
Proses pengislaman oleh Sunan Prapen berjalan dengan lancar, sehingga beberapa tahun
kemudian seluruh pulau Lombok memeluk agama Islam, kecuali beberapa tempat yang

13
masih mempertahankan adat istiadat lama.
Sunan Ratu Giri memerintahkan keyakinan baru disebarkan ke seluruh pelosok.
Dilembu Manku Rat dikirim bersama bala tentara ke Banjarmasin, Datu bandan di kirim
ke Makasar, Tidore, Seram dan Galeier dan Putra Susuhunan, Pangeran Prapen ke Bali,
Lombok dan Sumbawa. Prapen pertama kali berlayar ke Lombok, dimana dengan
kekuatan senjata ia memaksa orang untuk memeluk agama Islam. Setelah
menyelesaikan tugasnya, Prapen berlayar ke Sumbawa dan Bima. Namun selama
ketiadaannya, karena kaum perempuan tetap menganut keyakinan Pagan, masyarakat
Lombok kembali kepada faham pagan. Setelah kemenangannya di Sumbawa dan Bima,
Prapen kembali dan dengan dibantu oleh Raden Sumuliya dan Raden Salut, ia mengatur
gerakan dakwah baru yang kali ini mencapai kesuksesan. Sebagian masyarakat berlari
ke gunung-gunung, sebagian lainnya ditaklukkan lalu masuk Islam dan sebagian lainnya
hanya ditaklukkan. Prapen meninggalkan Raden Sumuliya dan Raden Salut untuk
memelihara agama Islam dan ia sendiri bergerak ke Bali, dimana ia memulai negosiasi
(tanpa hasil) dengan Dewa Agung Klungkung.
Di bawah pimpinan Prabu Rangkesari, Kerajaan Selaparang berkembang menjadi

kerajaan yang maju di berbagai bidang. Salah satunya adalah perkembangan


kebudayaan yang kemudian banyak melahirkan manusia-manusia sebagai khazanah
warisan tradisional masyarakat Lombok hari ini. ahli sejarah berkebangsaan Belanda L.

C. Van den Berg menyatakan bahwa, berkembangnya Bahasa Kawi sangat


memengaruhi terbentuknya alam pikiran agraris dan besarnya peranan kaum intelektual
dalam rekayasa sosial politik di Nusantara, Fathurrahman Zakaria (1998) menyebutkan
bahwa para intelektual masyarakat Selaparang dan Pejanggik sangat mengetahui Bahasa
Kawi. Bahkan kemudian dapat menciptakan sendiri aksara Sasak yang disebut sebagai
jejawen. Dengan modal Bahasa Kawi yang dikuasainya, aksara Sasak dan Bahasa
Sasak, maka para pujangganya banyak mengarang, menggubah, mengadaptasi atau
menyalin manusia Jawa kuno ke dalam lontar-lontar Sasak. Lontar-lontar dimaksud,
antara lain Kotamgama, Lapel Adam, Menak Berji, Rengganis dan lain-lain. Bahkan
para pujangga juga banyak menyalin dan mengadaptasi ajaran-ajaran sufi
para walisongo, seperti lontar-lontar yang berjudul Jatiswara, Lontar Nursada dan
Lontar Nurcahya. Bahkan hikayat-hikayat Melayu pun banyak yang disalin dan
diadaptasi, seperti Lontar Yusuf, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Sidik Anak Yatim dan
sebagainya.
Menurut Fathurrahman Zakaria (1998) kita akan mengetahui prinsip-prinsip dasar

14
yang menjadi pedoman dalam rekayasa sosial politik dan sosial budaya kerajaan dan
masyarakatnya. Dalam bidang sosial politik misalnya, Lontar Kotamgama 6 lembar
menggariskan sifat dan sikap seorang raja atau pemimpin, yakni Danta, Danti, Kusuma
dan Warsa.
Danta artinya gading gajah, apabila dikeluarkan tidak mungkin dimasukkan
lagi.Danti artinya ludah, apabila sudah dilontarkan ke tanah tidak mungkin dijilat
lagi.Kusuma artinya kembang, tidak mungkin kembang itu mekar dua kali.Warsa
artinya hujan, apabila telah jatuh ke bumi tidak mungkin naik kembali menjadi
awan.Itulah sebabnya seorang raja atau pemimpin hendaknya tidak salah dalam
perkataan.

Selain itu, dalam lontar-lontar yang ada diketahui bahwa istilah-istilah dan
ungkapan yang syarat dengan ide dan makna telah dipergunakan dalam bidang politik
dan hukum, misalnya kata hanut (menggunakan hak dan kewajiban), tapak (stabil),
tindih (bertata krama), rit (tertib), jati (utama),tuhu (sungguh-sungguh), bakti (bakti,
setia) atau terpi (teratur). Dalam bidang ekonomi, seperti itiq (hemat), loma
(dermawan), kencak (terampil) atau genem (rajin).
Kemajuan Kerajaan Selaparang ini membuat kerajaan Gelgel di Bali merasa tidak
senang. Gelgel yang merasa sebagai pewaris Majapahit, melakukan serangan ke
Kerajaan Selaparang pada tahun 1520, akan tetapi menemui kegagalan.
Mengambil pelajaran dari serangan yang gagal pada 1520, Gelgel dengan cerdik
memaanfaatkan situasai untuk melakukan infiltrasi dengan mengirimkan rakyatnya
membuka pemukiman dan persawahan di bagian selatan sisi barat Lombok yang subur.
Bahkan disebutkan, Gelgel menempuh strategi baru dengan mengirim Dangkiang
Nirartha untuk memasukkan faham baru berupa singkretisme Hindu-Islam. Walau tidak
lama di Lombok, tetapi ajaran-ajarannya telah dapat memengaruhi beberapa pemimpin
agama Islam yang belum lama memeluk agama Islam. Namun niat Kerajaan Gelgel
untuk menaklukkan Kerajaan Selaparang terhenti karena secara internal kerajaan Hindu
ini juga mengalami stagnasi dan kelemahan di sana-sini.

D. Penyebaran Islam di Lombok (Abad ke-16)

Ada beberapa versi yang menyebutkan bermulanya penyebaran Islam di Lombok,


salah satunya adalah melalui Bayan, sebelah utara pulau ini. Selain di Bayan,
penyebaran agama Islam juga diyakini berawal dari Pujut dan Rembitan di Lombok
Tengah. Masjid kuno yang terdapat di tempat-tempat tersebut menjadi salah satu bukti

15
tentang penyebaran Islam dari wilayah itu.
Desa Bayan, Lombok Utara, 80 kilometer arah utara Mataram, ibu kota Nusa
Tenggara Barat, dan keseharian masyarakatnya selama bulan suci Ramadhan tidaklah
berbeda dengan banyak wilayah pedesaan di Indonesia. Dari tepi jalan lingkar Pulau
Lombok, keberadaan bangunan yang telah menjadi situs purbakala yang dilindungi
tersebut tak mencolok, seperti juga rumah-rumah di desa itu.
Selain di Bayan, masjid kuno juga ada di Gunung Pujut, di Desa Rembitan dan
Masjid Ar Raisiyah, Masjid yang termasuk dalam kawasan Desa Sekarbela. Meski
punya ciri yang sama, situs dan budaya di tempat-tempat itu memiliki perbedaan yang
menjadi tanda Islam masuk Lombok di beberapa tempat sekaligus. Islam masuk
Lombok melalui Jawa, Gowa, dan Bima. Mengenai Bayan, masuknya dari Jawa.
Masjid Ar Raisiyah, Masjid yang termasuk dalam kawasan Desa Sekarbela ini
telah mengalami renovasi beberapa kali. Renovasi yang pertama dilakukan setelah
Masjid terbakar akibat peperangan antara masyarakat Sekarbela yang menuntut
kematian Tuan Guru Padang Reak dengan penguasa saat itu. Saat itu, bentuk masjid
Sekarbela berbentuk empat persegi dengan dinding bedek, atap rumbia, lantai tanah dan
yang menjadi ciri khas adalah empat soko guru.
Setelah kebakaran, Masjid dibangun kembali oleh TGH Mustafa dan TGH Moh.
Toha. Bentuk Masjid masih sederhana dengan empat soko guru. Dari peninggalan yang
ada yakni sebuah kaligrafi tertulis angka 1350 H. Saat itu bangunan Masjid sudah lebih
baik dari sebelumnya namun masih sederhana. Kemudian pada tahun 1890 M, atas
prakarsa TGH M Rais, masjid direnovasi dengan memanfaatkan atap dari genteng.
Jamaah yang semakin banyak menginspirasikan penerus selanjutnya, yakni TGH
Muktamat Rais anak dari TGH Muhamaad Rais, untuk membangun kembali Masjid
pada tahun 1974 dengan kontruksi beton. Namun dikarenakan jamaah yang semakin
banyak dan kompleknya kegiatan, pada tahun 2001 Masjid direnovasi kembali dengan
desain Timur Tengah dan berlantai tiga.
Menurut beberapa catatan, penyebaran agama Islam melalui Bayan dilakukan oleh
Sunan Prapen, keturunan dari salah seorang Wali Songo— penyebar agama Islam di Ja wa
—yakni Sunan Giri. Namun, tak diketahui persis mengapa Bayan menjadi tujuan pertama
Sunan Prapen.

E. Penyebaran Islam Melalui Dakwah

Sampailah kemudian Sunan Prapen di Lombok dalam misi penyebaran agama


Islam. Ia dibantu oleh Raden Sumuliya dan Raden Salut. Dengan kekuatan senjata

16
disebutkan, Sunan Prapen mampu menaklukkan beberapa kerajaan yang merupakan
warisan Majapahit, lalu mengislamkan masyarakatnya.
Satu yang mungkin bisa direka-reka yakni Sunan Prapen melakukan pelayaran
dalam upaya penyebaran Islam ke wilayah timur nusantara dari Gresik lewat pantai
utara Jawa. Dia tidak berlabuh ke Pulau Bali, tapi langsung ke Bayan. Dari letak
geografisnya, Bayan berada di tepi pantai utara Lombok sehingga sangat mungkin
Sunan Prapen melempar sauh di sini. Belakangan, Sunan Prapen diperkirakan barulah
ke Pulau Bali (meski misinya gagal) setelah dari Sumbawa dan Bima.
“Di setiap pantai, penyebaran itu memang ada. Penyebaran dilakukan oleh
pedagang-pedagang dari Arab dan Jawa. Kebanyakan datangnya dari Jawa,” kata
budayawan setempat, Ahmad JD, kepada Republika, tentang asal muasal penyebaran
Islam di Lombok melalui pantai utara. “Yang monumental adalah peninggalan
kebudayaan tulis dari Jawa. Ini menunjukkan adanya jejak wali dari Jawa, yakni Sunan
Prapen,” lanjutnya.
Anggun Zamzani (2009) dalam penelitiannya mengenai “Sejarah Masuk dan
Berkembangnya Islam di Lombok Abad XVI-XVIII” menemukan bahwa agama Islam
masuk ke Pulau Lombok pada abad XVI melalui misi yang dipimpin oleh Sunan
Prapen, putra Sunan Giri. Mengenai bukti-bukti berkembangnya Islam di Lombok dapat
dilihat dari adanya peninggalan masjid kuno yang ada di Bayan, Lombok Utara, yang
disebut dengan Masjid Bayan Beleq dan masjid kuno yang ada di Pujut dan Rembitan
Lombok Tengah. Selain itu, juga terdapat makam raja-raja Selaparang yang ada di
Lombok Timur.

Selain bukti arkeologi, Anggun juga menemukan bukti lain, yakni dalam bidang
seni sastra, baik itu seni tabuh, seni suara, maupun seni tulisan. Dalam penelitian ini
juga me nun jukkan bahwa agama Islam da pat ber kembang di Lombok, selain karena
peranan para penyebar agama Islam seperti Sunan Prapen, juga adanya peranan dari
rajaraja yang ada di Lom bok sendiri. Pada perkembang an selanjutnya, agama Islam
berkembang di Lombok lebih diprakarsai oleh adanya Tuan Guru.
Penyebaran agama Islam di Lombok disebutkan juga datang dari Gowa (Sulawesi
Selatan) dan Bima. “Memang ada dua versi mengenai masuknya penyebaran agama
Islam di Pulau Lombok. Versi pertama mengatakan datang dari Jawa, sementara versi
satunya lagi yakni dari Sulawesi atau Makassar,” kata Dr Akhyar Fadli, dosen dan
peneliti sejarah Islam di Lombok dari Institut Agama Islam Qomarul Huda, Praya,
Lombok Tengah. “Juga banyak versi tentang masuknya abad ke berapa,” tambahnya.
Menurut Akhyar, penyebaran yang datang dari Jawa dibawa oleh Sunan Pengging

17
(nama lain Sunan Prapen) sekitar abad ke-14. Pada saat itu, Sunan Prapen bersama para
pengikutnya berlabuh di Labuhan Carik, dekat Bayan, Lombok Utara. “Menurut sejarah
yang saya temukan, Sunan Pengging memang pertama kali menginjakkan kakinya di
Bayan untuk menyebarluaskan ajaran Islam,” jelasnya.
Jejak yang seakan membenarkan mula penyebaran Islam di Lombok melalui
Bayan adalah terbentuknya komunitas/masyarakat adat Islam wetu telu di sana. Ini
adalah komunitas Islam tua yang sampai sekarang masih ada di Lombok dengan
pusatnya di Bayan. Mereka menjalani ajaran Islam dengan tidak meninggalkan ritual
adat leluhurnya.
Selain terbentuknya komunitas wetu telu, menurut Akhyar, masjid kuno yang
sampai sekarang masih berdiri di Bayan adalah bukti lain mengenai penyebaran Islam
oleh Sunan Prapen melalui Bayan. Setelah menemukan lokasi yang tepat, Sunan Prapen
mendirikan masjid di sana sebagai pusat syiarnya dalam mengislamkan penduduk
setempat sebelum menyebar ke seluruh Lombok.
Dari Bayanlah kemudian penyebaran itu menuju ke sebelah barat, tengah, serta
timur. Jejaknya adalah terdapatnya komunitas wetu telu di wilayah-wilayah tersebut. Di
Lombok Barat, mereka ada di Narmada dan Sekotong. Di Lombok Tengah, komunitas
ini ada di Pegadang, Pujut, dan Rambitan. Sedangkan, di Lombok Timur tidak begitu
banyak.
Tidak banyaknya komunitas wetu telu di Lombok Timur terjawab dengan versi
penyebaran Islam melalui Sulawesi. Penyebaran ini dibawa oleh para pedagang dan
nelayan Sulawesi Selatan melalui Labuhan Kayangan, Lombok Timur pada abad ke-14.
Jejaknya adalah banyaknya komunitas nenek moyangnya berasal dari Makassar di
sepanjang pantai di Lombok Timur. “Mereka lebih dikenal dengan sebutan Islam Suni.
Ada juga yang menyebutnya wetu lima,” kata Akhyar, yang menulis buku Islam Lokal:
Akulturasi Islam di Bumi Sasak pada 2008.
Diperkirakan pengaruh Sunan Prapen di Lombok Timur tidak besar karena sudah
ada penyebar agama Islam dari para pedagang dan nelayan Makassar tersebut. Diduga,
Sunan Pra penatau pengikutnya meninggal kan la dang dakwah yang sudah dimasuki
oleh para pedagang dan nelayan itu. Dalam sejumlah catatan, Sunan Pra penmemang
disebutkan tidak begitu lama menetap di Lombok, dia kemudian menyerahkan tugas
penyebar an Islam di pulau ini kepada dua orang kepercayaannya, Raden Sumu liya dan
Raden Salut. Setelah itu, Sunan Pra pen menuju Pulau Sum bawa dan Bima.
Namun, Akhyar punya analisis tersendiri. Ada yang bilang dia ke Sumbawa, ada
juga yang bilang dia kembali ke Jawa. Setelah saya lacak yang di Pulau Sumbawa ini
banyak jejak kerajaan dari Makassar. Menurut saya, Sunan Prapen langsung kembali ke

18
Jawa, tidak berlayar ke Sumbawa, ujarnya.
Setelah lima abad, Lombok dan Sum bawa yang kemudian menjadi Nusa
Tenggara Barat mayoritas pendu duk nya adalah Islam. Dari sekitar 4,4 juta jiwa
penduduknya, sekarang ini 80 persen adalah pemeluk Islam. Sisanya adalah Hindu,
Budha, dan Kristen. Tentu saja Sunan Prapen, para muridnya, serta para pedagang
Arab dan Makassar perannya dalam penyebaran Islam di kedua pulau ini tak bisa
diabaikan.
Sebelum Islam masuk ke Lombok (juga Sumbawa), masyarakatnya adalah
penganut kepercayaan pada animisme, dinamisme, dan Hindu. Masuknya agama Hindu
di Lombok diyakini merupakan jejak dari kehadiran imperium Majapahit di pulau ini
pada pertengahan abad ke-14.
Mengenai masuknya Islam di Lombok, beberapa catatan yang mengutip Babad
Lombok menyebutkan, proses penyebaran agama Islam ini adalah usaha keras dari
Raden Paku atau Sunan Giri dari Gresik yang memerintahkan raja-raja di Jawa Timur
untuk menyebarkan Islam ke seluruh nusantara.

F. Masuknya Islam ke Bima

Mbojo (Bima) terletak di pulau Sumbawa bagian ujung timur , Indonesia. Daerah
Bima sekarang terdiri dari Kota Bima dan Kab.Bima setelah terjadi pemekaran wilayah,
kedua wilayah ini memiliki peninggalan budaya Mbojo, rumah adat (Arsitektur lokal)
berupa UMA LEME atau biasa disebut UMA LENGGE oleh masyrakat setempat yang
terletak didesa Padende- Donggo – kabupaten Bima, sedangkan pada kota Bima
terdapat Istana Kesultanan Bima (ASI MBOJO) sebagai pusat pemerintahan kerajaan
bima dulunya dan sekarang menjadi museum.
Islam masuk ke Bima pada hari Kamis tanggal 5 Juli 1640 M, atau bertepatan
dengan tanggal 15 Rabiul Awal 1050 H. Islam pertama kali dibawa ke Bima oleh dua
orang datuk keturunan bangsawan Melayu dari Kerajaan Pagaruyung yang sekarang
masuk wilayah Kecamatan Tanjung Emas Kabupaten Tanah Datar Sumatra Barat. Dua
datuk yang juga berprofesi sebagai saudagar tersebut bernama Datuk Dibanda dan
Datuk Ditiro. Sebagian literatur menyebut keduanya dengan nama Datuk ri Bandang
dan Datuk ri Tiro.
Namun sejak tahun 1950-an saat peralihan pemerintahan dari Kesultanan menjadi
Pemerintahan Swapraja, kegiatan ini terhenti dan tidak mampu sepenuhnya dihidupkan
kembali. Tapi melihat kemauan dan masih tersisanya keluarga kerjaan di bima maka
proses adat ini masih bisa terlaksana dari tahun 1980-an, 1990-an sampai saat ini masih

19
ada kayaknya (soalnya saya ikut hanya 2003 lalu). Acara Ua Pua ini sendiri selain untuk
memperingati hari kelahiran nabi muhammad saw, juga masih merupakan bentuk
penghormatan Sultan Abdul Kahir Ma Ntau Bata Wadu (sultan Kerajaan Bima pertama)
menganugerahkan sebidang tanah yang cukup luas kepada keduanya (Sebagai
penghormatan atas jasa Datuk Dibanda dan Datuk Ditiro dalam pengusiran ). Kelak,
tanah pemberian Sultan Bima ini dijadikan sebagai tempat tinggal kerabat dan keluarga
mereka. Seiring dengan perkembangan masyarakat, penghuni kampung tersebut kian
bertambah ramai. Dan, akhirnya perkampungan tersebut diberi nama Kampung Melayu
yang hingga saat ini masih ada di bima dan sekarang masuk kota bima (kalau kampung
ini dekat dengan kampung sarae.
Bima merupakan salah satu Kerajaan islam tersohor di Indonesia bagian Timur.
Kesohorannya hingga pernah berstatus swapraja selama kurun waktu 5-6 tahun dan
hingga kini masih didapati bukti dan peninggalannya. Beragam tradisi dan budaya
terlahir dan masih dipertahankan rakyatnya. Salah satu yang hingga kini masih kekal
bahkan terwarisi adalah budaya rimpu, sebuah identitas kemusliman yang hingga kini
nyaris kehilangan makna. Rimpu merupakan busana adat harian tradisional yang
berkembang pada masa kesultanan, sebagai identitas bagi wanita muslim di Bima.
Rimpu mulai populer sejak berdirinya Negara Islam di Bima pada 15 Rabiul awal 1050
H bertepatan dengan 5 Juli 1640.
Masuknya rimpu ke Bima amat kental dengan masuknya Islam ke Kabupaten
bermotokan Maja Labo Dahu ini. Pedagang Islam yang datang ke Bima terutama wanita
Arab menjadi ispirasi kuat bagi wanita Bima untuk mengidentikkan pakaian mereka
dengan menggunakan rimpu.
Sebuah masjid tertua di Bima hingga kini masih bediri di Kelurahan Melayu
Kecamatan Asakota, Kota Bima. Hanya saja, kondisi cagar budaya itu tak terurus dan
hanya berfungsi sebagai Tempat Pendidikan Qur’an (TPQ) oleh warga setempat.
Bahkan sejumlah benda bernilai sejarah tinggi raib. Pantauan Suara NTB, mesjid yang
seluruh bangunannya terbuat dari kayu dan beratap seng itu masih berdiri kokoh
diantara rumah penduduk. Konon masjid itu dibangun dua utusan Sultan Goa Sulawesi
Selatan untuk mensyi’arkan Agama Islam di Bima.
Ua Pua sebuah tradisi Islam yang menggugah, penuh makna, menggagukan nilai-
nilai islam. “Islam sebagai agama Rahmatan lilalami”, demikian dikatakan Hj. Siti
Mariyam saat menyampaikan sambutan sebagai Ketua majelis Adat Sara Dana Mbojo,
di Asi Mbojo (27/02). “Perayaan Hanta U’a Pua tidak hanya sekedar prosesi biasa,
tetapii Hanta U’a Pua mengandung sebuah janji yang disimbolisasikan dengan siri puan
yang dihantarkan oleh Penghulu melayu kepada Sultan Bima kala itu. “ bahwa setiap

20
pembesar Dana Mbojo dari Sultan, Turelli, Jeneli dan Gelarang harus berpegang teguh
ajaran Islam dengan benar dan sungguh-sungguh”. Itulah perkataan yang tertulis dalam
naskah-naskah lama.

21
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Kerajaan Islam Di Papua
Proses penyebaran Islam di Kepulauan dan Papua yaitu melalui jalur perdagangan,
perkawinan, pendidikan non formal dan politik dimana melalui saluran politik ialah bahwa
atas jasa dan upaya para raja dan pertuanan dan keluarga-keluarganya maka agama Islam turut
disebarkan.
Selain melalui jalur perdagangan, penyebaran islam juga melalui perantara orang-
orang yang dipindahkan oleh belanda dari Sumatera, Kalimantan, dan Jawa yang beragama
Islam, yang berasal dari orang-orang keturunan Jawa baik yang merupakan keturunan orang-
orang yang dipindahkan pada zaman penjajahan Belanda.
Dari beberapa sumber penyebaran islam di Papua dimulai dari kepulauan pada abad
ke -16 oleh Kerajaan Bacan yang beragama islam, dimana sejumlah daerah di Papua bagian
barat, yakni wilayah Waigeo, Missool, Waigama, dan Salawati tunduk kepada
kekuasaan Sultan Bacan tersebut.
Dalam sejarah islamisasi di papua terdapat 7 teori yang membahas kedatangan islam,
yaitu Teori Papua, Teori Aceh, Teori Arab, Teori Jawa, Teori Banda, Teori bacan dan Teori .
Sebagai Pengaruh masuknya Islam di papua, ada beberapa yang menjadi bukti
peninggalan sejarah masuknya islam ke papua diantaranya living monument, tradisi lisan
masih tetap terjaga sampai hari ini berupa cerita dari mulut ke mulut tentang kehadiran Islam
di Bumi Cendrawasih, Naskah-naskah dari masa Raja Ampat dan teks kuno lainnya yang
berada di beberapa masjid kuno, delapan manuskrip kuno berhuruf Arab baik berupa mushaf
Al Quran maupun berupa kitab hadits, ilmu tauhid, dan kumpulan doa, serta masjid tertua di
Kabupaten Fakfak yaitu Masjid Tua Patimburak dan mesjid lainnya.
Peradaban Islam di kepulauan Papua membawa Pengaruh yang positif terhadap
penduduk Papua ditandai dengan adanya perubahan dari cara berpakaian yang lebih sopan dan
tertutup, serta munculnya organisasi keagamaan Islam di Papua,
seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, LDII, dan pesantren-pesantren dengan
tradisi ahlussunah waljama'ah.
Islam masuk ke daerah Nusa Tenggara (Lombok)sekitar abad ke-16. Islam di lombok diperkenalkan
oleh Sunan Perapen (putra Sunan Giri).
Kerajaan Islam Di Nusa Tenggara

22
1. Kerajaan Selaparang adalah salah satu kerajaan yang pernah ada di Pulau Lombok.
Selaparang merupakan pusat Kerajaan Islam di Lombok. Selaparang di bawah Pemerintahan
Prabu Rangkesari. Kerajaan Bima merupakan kerajaan Islam yang menonjol di Nusa
Tenggara. Rajanya yang pertama masuk Islam ialah Ruma Ta Ma Bata Wada yang bergelar
Sultan Bima I atau Sultan Abdul Khair(1611-1640). Kerajaan Islam di Nusa Tenggara semakin
runtuh karena kedatangan Belanda termasuk tekanan dari VOC.
2. Cara penyebaran Islam di Nusa Tenggara adalah melalui dakwah para ulama/kyiai.

B. Saran

1. Hendaknya sejarah perkembangan dan masuknya Islam ke P a p u a d a n Nusa Tenggara


dijadikan pelajaran dalam menyebarkan Islam selanjutnya.
2. Metoda Dakwah dalam penyebaran Islam di Papua dan Nusa Tenggara, merupakan metode yang
efektif, sehingga perlu dilestarikan.
3. Sebab-sebab keruntuhan Kerajaan Islam di Papua dan Nusa Tenggara harus dijadikan pelajaran
untuk dapat mempertahankan keutuhan Republik Indonesia, sebab dari sejarah tersebut dapat
diketahui cara untuk mempertahankan keutuhan sebuah negara.

23

Anda mungkin juga menyukai