Anda di halaman 1dari 10

M

A
K
A
L
A
H
Disusun Oleh;Nency Margaretha Sitanggang
Kelas ; X IPS

PERKEMBANGAN KERAJAAN KERAJAAN ISLAM SUMATERA UTARASumatra

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadiran Tuhn yang Maha Esa, yang telah memberikan kita
karunia serta nikmatnya hingga pada saat ini kita masih bisa melaksanakan proses belajar. mari
kita sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah membawa tangan umatnya dari alam
kegelapan hingga menuju alam yang terang dengan iman..
   
February 2022

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
BAB III PENUTUP
BAB I
PENDAHULUAN

            Berbicara mengenai kapan dan siapa yang membawa islam di Sumatra selatan, bisa


dikatakan sebuah pertanyaan yang di anggap sacral. Why? Penulis berasumsi bahwasanya,
sampai detik ini belum ada bukti yang otentik akan masuknya islam di nusantara terkhusus di
Sumatra-selatan. Penulis berasumsi bahwa bukti-bukti dari sejarawan semisal, Hamka, Snowk,
dan lain-lain hanya meneliti berdasarkan bukti peninggalan saja dan kemudian di musawarohkan
atau diseminarkan oleh berbagai tokoh-tokoh sejarawan, semisal di medan pada tahun 1963 yang
kemudian dari berbagai hasil seminar dipergunakan sebagai documenter hasil penelitian.
            Apakah para sejarawan itu salah dalam meneliti? Saya kiratidak. Sebab, masuk dan
berkembang islam di bumi nusantara ini tidak meninggalkan kitab, atau manuskrip-
manuskrip dan hanya meninggalkan Nisan, dan sebuah cultur. Sudah sangat bisa dipastikan
bahwasanya. Sejarawan pun lumayan kesulitan untuk menafsirkan atau meneliti secara otentik.
Bagitu pula dengan sebuah nisan, bagi penulis, Nisan pun perlu sekiranya mendapat perhatian
secara khusus. Alat yang mampu digunakan untuk meneliti barang kali di antaranya metode
dealektika dengan orang-orang terdahulu.
            Nah, dari berbagai jalan yang digunakan sejarawan, perlu sekiranya penulis melampirkan
hasil kajian pustaka, yang insa allah akan menghantarkan kita pada kebenaran yang otentik.
Kendati kebenaran itu sulit untuk diraba, terlebih dilihat. Melihat kawasan kerajaan Sriwijaya
yang bisa dikatakan tempat yang sangat Strategis, baik dalam aspek hubungan antar pulau,
berdangan, dan tempat yang digunakan para politikus untuk menghasilkan pelbagai rempah-
rempah yang dimiliki oleh bumi nusantra. Dan kita dapat melihat bahwa kekuasaan kerajaan
sriwijaya juga amat luas.

 Rumusan Masalah
            Dalam hal penulisan rumusan masalah penulis pun mengalami kegalauan. Penulis galau
harus dari mana memulai, mengingat begitu sulit mencari refrensi. Bahkan penulis pun sempat
berasumsi bagaimana sebenarnya keotentikan documenter risalah masuk dan berkembangnya
islam di Sumatra selatan. Hingga pada akhirnya penulis mencoba mendiskripsikan keadaan
subektif dari pelbagai refrensi yang ada. Namun, sekali lagi penulis hanya menyajikan sebuah
pendiskripsiaan bukan sebuah kesimpulan. Adapun penulis mencoba mengsignifikasikan
menjadi beberapa rumuan masalah:
1.      Sejarah masuknya islam di bumi Sumatra Selatan
Sebenarnya masih banyak probelematika yang bergelut di hati penulis, penulis sendiri
sebenarnya mengiginkan akan sistematisanya materi yang hendak di sajikan kepada ibu dosen
dan temen-temen sekalian. Sebab, disini penulis sendiri berasal dari bumi Sumatra-Selatan. Akan
tetapi, Sangat ironis bukan? Ketika penulis sendiri tidak paham sepahamnya terkait dengan
eksistensinya sendiri. Namun, itulah kami selaku pemateri, kami berusaha untuk menyajikikan
yang terbaik. 

BAB II
PEMBAHASAN

Bukti tertulis mengenai adanya masyarakat Islam di Indonesia tidak ditemukan sampai
dengan abad 4 H (10 M). Yang dimaksud dengan bukti tertulis adalah bangunan-bangunan
masjid, makam, ataupun lainnya.
Hal ini memberikan kesimpulan bahwa pada abad 1—4 H merupakan fase pertama proses
kedatangan Islam di Indonesia umumnya dan Sumatera khususnya, dengan kehadiran para
pedagang muslim yang singgah di berbagai pelabuhan di Sumatera. Dan hal ini dapat diketahui
berdasarkan sumber-sumber asing.
Dari literature Arab, dapat diketahui bahwa kapal-kapal dagang Arab sudah mulai berlayar ke
wilayah Asia Tenggara sejak permulaan abad ke– 7 M. Sehingga, kita dapat berasumsi, mungkin
dalam kurun waktu abad 1—4 H terdapat hubungan pernikahan anatara para pedagang atau
masyarakat muslim asing dengan penduduk setempat sehingga menjadikan mereka masuk Islam
baik sebagai istri ataupun keluarganya.
Sedangkan bukti-bukti tertulis adanya masyarakat Islam di Indonesia khususnya Sumatera, baru
ditemukan setelah abad ke– 10 M. yaitu dengan ditemukannya makam seorang wanita bernama
Tuhar Amisuri di Barus, dan makam Malik as Shaleh yang ditemukan di Meunahasah Beringin
kabupaten Aceh Utara pada abad ke– 13. M. 

KEADAAN MASYARAKAT SUMATRA SEBELUM MASUKNYA ISLAM


Sumatera Utara memiiki letak geografis yang strategis. Hal ini membuat Sumatera Utara
menjadi pelabuhan yang ramai, menjadi tempat persinggahan saudagar-saudagar muslim Arab
dan menjadi salah satu pusat perniagaan pada masa dahulu.
Sebelum masuk agama Islam ke Sumatera Utara, masyarakat setempat telah menganut agama
Hindu. Hal ini dibuktikan dengan kabar yang menyebutkan bahwasanya Sultan Malik As-Shaleh,
Sultan Samudera Pasai pertama, menganut agama Hindu sebelum akhirnya diIslamkan oleh
Syekh Ismael.
Sama halnya dengan Sumatera Utara, Sumatera Selatan juga memiliki letak geografis yang
strategis. Sehingga pelabuhan di Sumatera Selatan merupakan pelabuhan yang ramai dan
menjadi salah satu pusat perniagaan pada masa dahulu. Oleh karena itu, otomatis banyak
saudagar-saudagar muslim yang singgah ke pelabuhan ini.
Sebelum masuknya Islam, Sumatera Selatan telah berdiri kerajaan Sriwijaya yang bercorak
Buddha. Kerajaan ini memiliki kekuatan maritim yang luar biasa. Karena kerajaannya bercorak
Buddha, maka secara tidak langsung sebagian besar masyarakatnya menganut Agama Buddha.
Letak yang strategis menyebabkan interaksi dengan budaya asing, yang mau tidak mau harus
dihadapi. Hal ini membuat secara tidak langsung banyak budaya asing yang masuk ke Sriwijaya
dan mempengaruhi kehidupan penduduknya dan sistem pemerintahannya. Termasuk masuknya
Islam.
Bangsa Indonesia yang sejak zaman nenek moyang terkenal akan sikap tidak menutup diri, dan
sangat menghormati perbedaan keyakinan beragama, menimbulkan kemungkinan besar ajaran
agama yang berbeda dapat hidup secara damai. Hal-hal ini yang membuat Islam dapat masuk
dan menyebar dengan damai di Sumatera selatan khususnya dan Pulau Sumatera umumnya.
   
MASUK DAN BERKEMBANGNYA ISLAM DI SUMATERA UTARA 
Sumatera Utara merupakan salah satu pusat perniagaan yang terpenting di Nusantara pada
abad ke- 7 M. Sehingga Sumatera Utara menjadi salah satu tempat berkumpul dan singgahnya
para saudagar-saudagar Arab Islam. Dengan demikian dakwah Islamiyah berpeluang untuk
bergerak dan berkembang dengan cepat di kawasan ini.
Hal ini berdasarkan catatan tua Cina yang menyebutkan  adanya sebuah kerajaan di utara
Sumatera namanya Ta Shi telah membuat hubungan diplomatic dengan kerajaan Cina. Ta Shi
menurut istilah Cina adalah istilah yang diberikan kepada orang-orang Islam. Dan letaknya
kerajaan Ta Shi itu lima hari berlayar dari Chop’o (bagian yang lebih lebar dari malaka) di
seberang selat Malaka. Ini menunjukkan Ta Shi dalam catatan tua Cina itu ialah Ta Shi Sumatera
Utara, bukan Ta Shi Arab. Karena, Ta Shi Arab tidak mungkin di capai dalam waktu lima hari.
Islam semakin berkembang di Sumatera Utara setelah semakin ramai pedagang – pedagang
muslim yang datang ke Nusantara, karena Laut Merah telah menjadi Laut Islam sejak armada
rome dihancurkan oleh armada muslim di Laut Iskandariyah.
Disamping itu , terdapat satu factor besar yang menyebabkan para pedagang Islam  Arab
memilih Sumatera Utara pada akhir abad ke- 7 M. Yaitu karena terhalangnya pelayaran mereka
melalui Selat Malaka karena disekat oleh tentara laut/Sriwijaya kerajaan Budha sebagai
pembalasan atas serangan tentara Islam atas kerajaan Hindu di Sind. Maka terpaksalah mereka
melalui Sumatera utara dengan pesisir barat Sumatera kemudian masuk selat Sunda melalui
Singapura menuju Kantun, Cina.

KERAJAAN PERLAK
Kata Perlak berasal dari nama pohon kayu besar yaitu “Kayei Peureulak” (Kayu Perlak).
Kayu ini sangat baik digunakan untuk bahan dasar pembuatan perahu kapal, sehingga banyak
dibeli oleh perusahaan-perusahaan perahu kapal. Dan di Perlak banyak tumbuh jenis pepohonan
ini, sehingga disebut negeri Perlak (Perlak).
Perlak merupakan salah satu pelabuhan perdagangan yang maju dan aman pada abad ke- 8 M.
sehingga menjadi tempat persinggahan kapal-kapal pedagang muslim. Dengan demikian, secara
tidak langsung berkembanglah masyarakat Islam di daerah ini. Factor utamanya yaitu karena
sebab pernikahan antara saudagar-saudagar muslim dengan perempuan-perempuan pribumi.
Sehingga menyebabkan lahir keturunan-keturunan yang beragama Islam.
Hal ini semakin berkembang sehingga berdirinya kerajaan Islam Perlak yaitu pada hari selasa
bulan muharram tahun 225 H (840 M). dan sultannya yang pertama adalah Syed Maulana Abdul
Aziz Shah yang bergelar Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Aziz Shah. Kemudian Bandar
Perlak diganti namanya menjadi Bandar Khalifah.[1][1][3]
Islam terus berkembang di Perlak, dan hal ini terlihat jelas pada abad ke – 13 M. pada abad ini,
perkembangan Islam di Perlak melebihi dari daerah-daerah lain di Sumatera. Hal ini bersumber
pada riwayat Marco Polo yang tiba di Sumatera pada tahun 1292 M. Ia mengatakan bahwa pada
saat iu di Sumatera terbagi dalam delapan kerajaan, yang semuanya menyembah berhala kecuali
satu, itu kerajaan Perlak.
Kerajaan Perlak terus berdiri hingga akhirnya bergabung dalam kerajaan Islam Samudera Pasai
pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Malik Al-Dzahir (1289 – 1326 M)

 KERAJAAN SAMUDERA PASAI


Kesultanan Pasai, juga dikenal dengan Samudera Darussalam, atau Samudera Pasai, adalah
kerajaan Islam yang terletak di pesisir pantai utara Sumatera, kurang lebih di sekitar Kota
Lhokseumawe dan Aceh Utara, Provinsi Aceh, Indonesia. Berdasarkan berita Marcopolo (th
1292) dan Ibnu Batutah (abad 13). Pada tahun 1267 telah berdiri kerajaan Islam diIndonesia,
yaitu kerajaan Samudra Pasai. Hal ini juga dibuktikan dengan adanya Batu nisan makam Sultan
Malik Al Saleh (th 1297) Raja pertama Samudra Pasai.
Sejak abad ke-9 sampai ke-11 M berita-berita pelayaran dan geografi Arab juga telah
menambah sumber-sumber sejarah. Berita-berita itu, antara lain dari Ibn Khurdazbih
(850),Ya’qubi (875-880), Ibnu Faqih (902), Ibnu Rusteh (903), Ishaq Ibn Iman (lk.907),
Muhammad Ibnu Zakariyya al-Razi, Abu Zaid dari sirat (lk. 916), Abu Dulaf (lk.940), Mas’udi
(943), dan Buzurg Ibn Syahriyar (awal abad ke-10). (Soejono,R.P&Leirissa,R.Z,2008:22). Hal
ini membuktikan bahwa islamisasi telah ada sebelum kerajaan Samudra Pasai didirikan. Oleh
karena itu, sejak abad ke-7 dan ke-8 sampai abad ke-11 M di daerah pesisir selat Malaka dan
juga di Cina Selatan tumbuh komunitas-komunitas muslim akibat islamisasi.

Proses Pembentukan awal Kerajaan Samudera Pasai


Kerajaan Samudra Pasai berdiri sekitar abad 13 oleh Nazimuddin Al Kamil, seorang
laksamana laut Mesir. Pada tahun 1238 M, ia mendapat tugas merebut pelabuhan Kambayat di
Gujarat yang dijadikan tempat pemasaran barang-barang perdagangan dari timur. Nazimuddin
al-Kamil juga mendirikan satu kerajaan di Pulau Sumatera bagian utara. Tujuan utamanya adalah
untuk dapat menguasai hasil perdagangan rempah-rempah dan lada. Beliau kemudian
mengangkat Marah Silu menjadi Raja Pasai pertama dengan gelar Sultan Malik Al Saleh (1285 –
1297).
Keberadaan kerajaan ini juga tercantum dalam kitab Rihlah ila l-Masyriq (Pengembaraan ke
Timur) karya Abu Abdullah ibn Batuthah (1304–1368), musafir Maroko yang singgah ke negeri
ini pada tahun 1345. Kesultanan Pasai akhirnya runtuh setelah serangan Portugal pada tahun
1521. Makam Nahrasyiah Tri Ibnu Battutah, musafir Islam terkenal asal Maroko, mencatat hal
yang sangat berkesan bagi dirinya saat mengunjungi sebuah kerajaan di pesisir pantai
timur Sumatera sekitar tahun 1345 Masehi. Setelah berlayar selama 25 hari dari Barhnakar
(sekarang masuk wilayah Myanmar), Battutah mendarat di sebuah tempat yang sangat subur.
Perdagangan di daerah itu sangat maju, ditandai dengan penggunaan mata uang emas. Ia semakin
takjub karena ketika turun ke kota ia mendapati sebuah kota besar yang sangat indah dengan
dikelilingi dinding dan menara kayu.
Namun Berdasarkan Hikayat Raja-raja Pasai, menceritakan tentang pendirian Pasai oleh Marah
Silu, setelah sebelumnya ia menggantikan seorang raja yang bernama Sultan Malik al-Nasser.
Marah Silu ini sebelumnya berada pada satu kawasan yang disebut dengan Semerlanga
kemudian setelah naik tahta bergelar Sultan Malik as-Saleh, ia wafat pada tahun 696 H atau 1297
M. Dalam Hikayat Raja-raja Pasai maupun Sulalatus Salatin nama Pasai dan Samudera telah
dipisahkan merujuk pada dua kawasan yang berbeda, namun dalam catatan Tiongkok nama-
nama tersebut tidak dibedakan sama sekali. Sementara Marco Polo dalam lawatannya mencatat
beberapa daftar kerajaan yang ada di pantai timur Pulau Sumatera waktu itu, dari selatan ke utara
terdapat nama Ferlec (Perlak), Basma dan Samara (Samudera).
Pemerintahan Sultan Malik as-Saleh kemudian dilanjutkan oleh putranya Sultan Muhammad
Malik az-Zahir dari perkawinannya dengan Ganggang Sari putri Raja Perlak. Pada masa
pemerintahan Sultan Muhammad Malik az-Zahir, koin emas sebagai mata uang telah
diperkenalkan di Pasai, seiring dengan berkembangnya Pasai menjadi salah satu kawasan
perdagangan sekaligus tempat pengembangan dakwah agama Islam. Kemudian sekitar tahun
1326 ia meninggal dunia dan digantikan oleh anaknya Sultan Mahmud Malik az-Zahir dan
memerintah sampai tahun 1345. Pada masa pemerintahannya, ia dikunjungi oleh Ibn Batuthah,
kemudian menceritakan bahwa sultan di negeri Samatrah (Samudera) menyambutnya dengan
penuh keramahan, dan penduduknya menganut Mazhab Syafi'i.
Selanjutnya pada masa pemerintahan Sultan Ahmad Malik az-Zahir putra Sultan Mahmud
Malik az-Zahir, datang serangan dari Majapahit antara tahun 1345 dan 1350, dan menyebabkan
Sultan Pasai terpaksa melarikan diri dari ibukota kerajaan.
Pada awal abad ke-16 mungkin masa memuncaknya kerajaan Samudra Pasai sebagaimana
diberitakan oleh Tome Pires (1512-1515) tengah mengalami berbagai kemajuan dibidang politik
pemerintahan, di bidang keagamaan, terutama di bidang pertanian dan perdagangan.
(Soejono,R.P&Leirissa,R.Z,2008:23), adapun Pasai yang selalu menjalin hubungan persahabatan
dengan kerajaan lain, seperti Malaka yang saat itu Malaka menjadi pusat perdagangan Dunia,
yang diikuti pula pernikahan antara raja-raja malaka dengan para putri Pasai (Gade Ismail,
M.1997:28).

Kemajuan kemajuan Kerajaan Samudera Pasai Pada Masa Kejayaannya Sekitar Awal
Abad ke 16 antara lain:
1. Perdagangan
2. Pelayaran
3. Perekonomian
4. Hubungan internasional dan politik Relasi dan Persaingan
Pemerintahan

Lonceng Cakra Donya


Pusat pemerintahan Kesultanan Pasai terletaknya antara Krueng Jambo Aye (Sungai Jambu
Air) dengan Krueng Pase (Sungai Pasai), Aceh Utara. Menurut ibn Batuthah yang menghabiskan
waktunya sekitar dua minggu di Pasai, menyebutkan bahwa kerajaan ini tidak memiliki benteng
pertahanan dari batu, namun telah memagari kotanya dengan kayu, yang berjarak beberapa
kilometer dari pelabuhannya. Pada kawasan inti kerajaan ini terdapat masjid, dan pasar serta
dilalui oleh sungai tawar yang bermuara ke laut. Ma Huan menambahkan, walau muaranya besar
namun ombaknya menggelora dan mudah mengakibatkan kapal terbalik. Sehingga penamaan
Lhokseumawe yang dapat bermaksud teluk yang airnya berputar-putar kemungkinan berkaitan
dengan ini.
Dalam struktur pemerintahan terdapat istilah menteri, syahbandar dan kadi. Sementara anak-anak
sultan baik lelaki maupun perempuan digelari dengan Tun, begitu juga beberapa petinggi
kerajaan. Kesultanan Pasai memiliki beberapa kerajaan bawahan, dan penguasanya juga bergelar
sultan.
Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Malik az-Zahir, Kerajaan Perlak telah menjadi
bagian dari kedaulatan Pasai, kemudian ia juga menempatkan salah seorang anaknya yaitu Sultan
Mansur di Samudera. Namun pada masa Sultan Ahmad Malik az-Zahir, kawasan Samudera
sudah menjadi satu kesatuan dengan nama Samudera Pasai yang tetap berpusat di Pasai. Pada
masa pemerintahan Sultan Zain al-Abidin Malik az-Zahir, Lide (Kerajaan Pedir) disebutkan
menjadi kerajaan bawahan dari Pasai. Sementara itu Pasai juga disebutkan memiliki hubungan
yang buruk dengan Nakur, puncaknya kerajaan ini menyerang Pasai dan mengakibatkan Sultan
Pasai terbunuh.

Perekonomian
Tercatat, selama abad 13 sampai awal abad 16, Samudera Pasai dikenal sebagai salah satu kota
di wilayah Selat Malaka dengan bandar pelabuhan yang sangat sibuk. Bersamaan dengan Pidie,
Pasai menjadi pusat perdagangan internasional dengan lada sebagai salah satu komoditas ekspor
utama.
Hubungan dagang dengan pedagang-pedagang Pulau Jawa juga terjalin. Produksi beras dari
Jawa ditukar dengan lada. Pedagang-pedagang Jawa mendapat kedudukan yang istimewa di
pelabuhan Samudera Pasai. Mereka dibebaskan dari pembayaran cukai.
Pasai merupakan kota dagang, mengandalkan lada sebagai komoditi andalannya, dalam catatan
Ma Huan disebutkan 100 kati lada dijual dengan harga perak 1 tahil. Dalam perdagangan
Kesultanan Pasai mengeluarkan koin emas sebagai alat transaksi pada masyarakatnya, mata uang
ini disebut Deureuham (dirham) yang dibuat 70% emas murni dengan berat 0.60 gram, diameter
10 mm, mutu 17 karat.

Agama dan Budaya


Kehidupan masyarakat Samudera Pasai diwarnai oleh agama dan kebudayaan Islam.
Pemerintahnya bersifat Theokrasi (berdasarkan ajaran Islam) rakyatnya sebagian besar memeluk
agama Islam, walau pengaruh Hindu dan Buddha juga turut mewarnai masyarakat ini. Dari
catatan Ma Huan dan Tomé Pires, telah membandingkan dan menyebutkan bahwa sosial budaya
masyarakat Pasai mirip dengan Malaka, seperti bahasa, maupun tradisi pada upacara kelahiran,
perkawinan dan kematian. Kemungkinan kesamaan ini memudahkan penerimaan Islam di
Malaka dan hubungan yang akrab ini dipererat oleh adanya pernikahan antara putri Pasai dengan
raja Malaka sebagaimana diceritakan dalam Sulalatus Salatin.

Akhir pemerintahan
Menjelang masa-masa akhir pemerintahan Kesultanan Pasai, terjadi beberapa pertikaian di Pasai
yang mengakibatkan perang saudara. Sulalatus Salatin menceritakan Sultan Pasai meminta
bantuan kepada Sultan Melaka untuk meredam pemberontakan tersebut. Namun Kesultanan
Pasai sendiri akhirnya runtuh setelah ditaklukkan oleh Portugal tahun 1521 yang sebelumnya
telah menaklukan Melaka tahun 1511, dan kemudian tahun 1524 wilayah Pasai sudah menjadi
bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh.

KERAJAAN ACEH
  

a.      Letak Kerajaan
         Kerajaan Aceh berkembang sebagai kerajaan Islam dan mengalami kejayaan pada masa
pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Perkembangan pesat yang dicapai Kerajaan Aceh tidak
lepas dari letak kerajaannya yang strategis, yaitu di Pulau Sumatera bagian utara dan dekat jalur
pelayaran perdagangan internasional pada masa itu. Ramainya aktivitas pelayaran perdagangan
melalui bandar – bandar perdagangan Kerajaan Aceh, mempengaruhi perkembangan kehidupan
Kerajaan Aceh dalam segala bidang seperti politik, ekonomi, sosial, budaya.

b.      Kehidupan Politik
         Berdasarkan Bustanus salatin ( 1637 M ) karangan Naruddin Ar-Raniri yang berisi silsilah
sultan – sultan Aceh, dan berita – berita Eropa, Kerjaan Aceh telah berhasil membebaskan diri
dari Kerajaan Pedir.

c.      Kehidupan Ekonomi
         Dalam kejayaannya, perekonomian Kerajaan Aceh bekembang pesat. Dearahnya yg subur
banyak menghasilkan lada. Kekuasaan Aceh atas daerah – daerah pantai timur dan barat
Sumatera menambah jumlah ekspor ladanya. Penguasaan Aceh atas beberapa daerah di
Semenanjung Malaka menyebabkan bertambahnya badan ekspor penting timah dan lada.
         
d.      Kehidupan Sosial
         Meningkatnya kekmakuran telah mneyebabkan berkembangnya sisitem feodalisme &
ajaran agama Islam di Aceh. Kaum bangsawan yg memegang kekuasaan dalam pemerintahan
sipil disebut golongan Teuku, sedabg kaum ulama yg memegang peranan penting dlm agama
disebut golongan Teungku.Namun antara kedua golongan masyarakat itu sering terjadi
persaingan yg kemudian melemahkan aceh. Sejak berkuasanya kerajaan Perlak ( abad ke-12 M
s/d ke-13 M ) telah terjadi permusuhan antara aliran Syiah dgn Sunnah Wal Jamma’ah. Tetapi pd
masa kekuasaan Sultan Iskandar Muda aliran Syiah memperoleh perlindungan & berkembang
sampai di daera – daerah kekuasaan Aceh.
         
e.      Kehidupan Budaya
         Kejayaan yg dialami oleh kerajaan Aceh tsb tidak banyak diketahui dlm bidang
kebudayaan. Walupun ada perkembangan dlm bidang kebudaaan, tetapi tdk sepesat
perkembangan dalam ativitas perekonomian. Peninggalan kebuadayaan yg terlihat nyata adala
Masjid Baiturrahman.
Penyebab Kemunduran Kerajaan Aceh

MASUK DAN BERKEMBANGNYA ISLAM DI SUMATERA SELATAN 


Palembang adalah kota yang memiliki letak geografis yang sangat strategis. Sejak masa kuno,
Palembang menjadi tempat singgah para pedagang yang berlayar di selat Malaka, baik yang akan
pergi ke negeri Cina dan daerah Asia Timur lainnya maupun yang akan melewati jalur barat ke
India dan negeri Arab  serta terus melewati jalur barat ke India dan negeri Arab serta terus ke
Eropa. Dan selain pedagang, para peziarah pun banyak menggunakan jalur ini. Persinggahan ini
yang memungkinkan terjadinya agama Islam mulai masuk ke Palembang (Sriwijaya pada waktu
itu) atau ke Sumatera Selatan.
     ada sumber yang menyebutkan bahwa telah ada hubungan yang erat antara perdagangan yang
diselenggarakan oleh kekhalifahan di Timur Tengah dengan Sriwijaya. Yaitu dengan
mempertimbangkan sejarah T’ang yang memberitakan adanya utusan raja Ta-che (sebutan untuk
Arab) ke Kalingga pada 674 M, dapatlah dipastikan bahwa di Sumatera Selatan pun telah terjadi
proses awal Islamisasi. Apalagi T’ang menyebutkan telah adanya kampong Arab muslim di
pantai Barat Sumatera.
            Sesuai dengan keterangan sejarah, masuknya Islam ke Indonesia tidak mengadakan
invasi militer dan agama, tetapi hanya melaui jalan perdagangan. System penyebaran Islam yang
tidak kenal misionaris dan tidak adanya system pemaksaan melalui perang, melinkan hanya
melaui perdagangan saja memungkinkan Sriwijaya sebagai pusat kegiatan penyebaran agama
Budha, dapat menerima kehadiran Islam di wilayahnya.
            Berdasarkan sejarah, Sriwijaya terkenal memiliki kekuatan maritim yang tangguh.
Walaupun ada yang meragukan hal tersebut karena melihat kondisi maritime bangsa Indonesia
sekarang.
            Menurut sejarah, islam masuk ke Palembang diperkirakan pada awal abad ke-1 H atau
awal abad ke-8 Masehi. Sepanjang abad ke-7 sampai abad ke-14 Masehi, Islam di kota
Palembang tumbuh dan berkembang pesat sehingga berdiri sebuah kerajaan islam Kesultanan
Palembang. Kesultanan Palembang Darussalam adalah suatu kerajaan Islam di Indonesia yang
berlokasi di sekitar kota Palembang, Sumatera Selatansekarang. Kerajaan ini diproklamirkan
oleh Sri Susuhunan Abdurrahman dari Jawa dan dihapuskan oleh pemerintah kolonial Belanda
pada 7 Oktober 1823.
setidaknya sejak akhir abad ke-16 Palembang merupakan salah satu "enclave" Islam terpenting
atau bahkan Pusat Islam di bagian Selatan Pulau Emas ini. Hal ini bukan saja karena reputasinya
sebagai pusat perdagangan yang banyak dikunjungi oleh pedagang Arab Islam pada abad-abad
kejayaan Kerajaan Sriwijaya, tetapi juga dibantu oleh kebesaran Malaka yang tidak pernah
melepaskan keterikatannya dengan Palembang sebagai tanah asal.

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa pelaku dan cara masuknya islam disumatra-selatan tidak ubahnya
seperti terjadi pada wilayah Indonesia lainnya, dilakukan oleh putra Indonesia dan tidak berjalan
pasif. Dengan pengertian bangsa Indonesia tidak menunggu kedatangan bangsa Arab semata
dengan upayanya mencari tambahan pengetahuan tentang agama islam.
Khusus untuk Sumatra-selatan, masuknya agama islam selain dilakukan oleh bangsa arab,
pedagang utusan kholifah Umayah (661-750) dan kholifah Abbasiyah (750-1268), juga
perdagangan dari Sriwijaya berlayar ketimur tengah.

Anda mungkin juga menyukai