A
K
A
L
A
H
Disusun Oleh;Nency Margaretha Sitanggang
Kelas ; X IPS
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadiran Tuhn yang Maha Esa, yang telah memberikan kita
karunia serta nikmatnya hingga pada saat ini kita masih bisa melaksanakan proses belajar. mari
kita sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah membawa tangan umatnya dari alam
kegelapan hingga menuju alam yang terang dengan iman..
February 2022
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
BAB III PENUTUP
BAB I
PENDAHULUAN
Rumusan Masalah
Dalam hal penulisan rumusan masalah penulis pun mengalami kegalauan. Penulis galau
harus dari mana memulai, mengingat begitu sulit mencari refrensi. Bahkan penulis pun sempat
berasumsi bagaimana sebenarnya keotentikan documenter risalah masuk dan berkembangnya
islam di Sumatra selatan. Hingga pada akhirnya penulis mencoba mendiskripsikan keadaan
subektif dari pelbagai refrensi yang ada. Namun, sekali lagi penulis hanya menyajikan sebuah
pendiskripsiaan bukan sebuah kesimpulan. Adapun penulis mencoba mengsignifikasikan
menjadi beberapa rumuan masalah:
1. Sejarah masuknya islam di bumi Sumatra Selatan
Sebenarnya masih banyak probelematika yang bergelut di hati penulis, penulis sendiri
sebenarnya mengiginkan akan sistematisanya materi yang hendak di sajikan kepada ibu dosen
dan temen-temen sekalian. Sebab, disini penulis sendiri berasal dari bumi Sumatra-Selatan. Akan
tetapi, Sangat ironis bukan? Ketika penulis sendiri tidak paham sepahamnya terkait dengan
eksistensinya sendiri. Namun, itulah kami selaku pemateri, kami berusaha untuk menyajikikan
yang terbaik.
BAB II
PEMBAHASAN
Bukti tertulis mengenai adanya masyarakat Islam di Indonesia tidak ditemukan sampai
dengan abad 4 H (10 M). Yang dimaksud dengan bukti tertulis adalah bangunan-bangunan
masjid, makam, ataupun lainnya.
Hal ini memberikan kesimpulan bahwa pada abad 1—4 H merupakan fase pertama proses
kedatangan Islam di Indonesia umumnya dan Sumatera khususnya, dengan kehadiran para
pedagang muslim yang singgah di berbagai pelabuhan di Sumatera. Dan hal ini dapat diketahui
berdasarkan sumber-sumber asing.
Dari literature Arab, dapat diketahui bahwa kapal-kapal dagang Arab sudah mulai berlayar ke
wilayah Asia Tenggara sejak permulaan abad ke– 7 M. Sehingga, kita dapat berasumsi, mungkin
dalam kurun waktu abad 1—4 H terdapat hubungan pernikahan anatara para pedagang atau
masyarakat muslim asing dengan penduduk setempat sehingga menjadikan mereka masuk Islam
baik sebagai istri ataupun keluarganya.
Sedangkan bukti-bukti tertulis adanya masyarakat Islam di Indonesia khususnya Sumatera, baru
ditemukan setelah abad ke– 10 M. yaitu dengan ditemukannya makam seorang wanita bernama
Tuhar Amisuri di Barus, dan makam Malik as Shaleh yang ditemukan di Meunahasah Beringin
kabupaten Aceh Utara pada abad ke– 13. M.
KERAJAAN PERLAK
Kata Perlak berasal dari nama pohon kayu besar yaitu “Kayei Peureulak” (Kayu Perlak).
Kayu ini sangat baik digunakan untuk bahan dasar pembuatan perahu kapal, sehingga banyak
dibeli oleh perusahaan-perusahaan perahu kapal. Dan di Perlak banyak tumbuh jenis pepohonan
ini, sehingga disebut negeri Perlak (Perlak).
Perlak merupakan salah satu pelabuhan perdagangan yang maju dan aman pada abad ke- 8 M.
sehingga menjadi tempat persinggahan kapal-kapal pedagang muslim. Dengan demikian, secara
tidak langsung berkembanglah masyarakat Islam di daerah ini. Factor utamanya yaitu karena
sebab pernikahan antara saudagar-saudagar muslim dengan perempuan-perempuan pribumi.
Sehingga menyebabkan lahir keturunan-keturunan yang beragama Islam.
Hal ini semakin berkembang sehingga berdirinya kerajaan Islam Perlak yaitu pada hari selasa
bulan muharram tahun 225 H (840 M). dan sultannya yang pertama adalah Syed Maulana Abdul
Aziz Shah yang bergelar Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Aziz Shah. Kemudian Bandar
Perlak diganti namanya menjadi Bandar Khalifah.[1][1][3]
Islam terus berkembang di Perlak, dan hal ini terlihat jelas pada abad ke – 13 M. pada abad ini,
perkembangan Islam di Perlak melebihi dari daerah-daerah lain di Sumatera. Hal ini bersumber
pada riwayat Marco Polo yang tiba di Sumatera pada tahun 1292 M. Ia mengatakan bahwa pada
saat iu di Sumatera terbagi dalam delapan kerajaan, yang semuanya menyembah berhala kecuali
satu, itu kerajaan Perlak.
Kerajaan Perlak terus berdiri hingga akhirnya bergabung dalam kerajaan Islam Samudera Pasai
pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Malik Al-Dzahir (1289 – 1326 M)
Kemajuan kemajuan Kerajaan Samudera Pasai Pada Masa Kejayaannya Sekitar Awal
Abad ke 16 antara lain:
1. Perdagangan
2. Pelayaran
3. Perekonomian
4. Hubungan internasional dan politik Relasi dan Persaingan
Pemerintahan
Perekonomian
Tercatat, selama abad 13 sampai awal abad 16, Samudera Pasai dikenal sebagai salah satu kota
di wilayah Selat Malaka dengan bandar pelabuhan yang sangat sibuk. Bersamaan dengan Pidie,
Pasai menjadi pusat perdagangan internasional dengan lada sebagai salah satu komoditas ekspor
utama.
Hubungan dagang dengan pedagang-pedagang Pulau Jawa juga terjalin. Produksi beras dari
Jawa ditukar dengan lada. Pedagang-pedagang Jawa mendapat kedudukan yang istimewa di
pelabuhan Samudera Pasai. Mereka dibebaskan dari pembayaran cukai.
Pasai merupakan kota dagang, mengandalkan lada sebagai komoditi andalannya, dalam catatan
Ma Huan disebutkan 100 kati lada dijual dengan harga perak 1 tahil. Dalam perdagangan
Kesultanan Pasai mengeluarkan koin emas sebagai alat transaksi pada masyarakatnya, mata uang
ini disebut Deureuham (dirham) yang dibuat 70% emas murni dengan berat 0.60 gram, diameter
10 mm, mutu 17 karat.
Akhir pemerintahan
Menjelang masa-masa akhir pemerintahan Kesultanan Pasai, terjadi beberapa pertikaian di Pasai
yang mengakibatkan perang saudara. Sulalatus Salatin menceritakan Sultan Pasai meminta
bantuan kepada Sultan Melaka untuk meredam pemberontakan tersebut. Namun Kesultanan
Pasai sendiri akhirnya runtuh setelah ditaklukkan oleh Portugal tahun 1521 yang sebelumnya
telah menaklukan Melaka tahun 1511, dan kemudian tahun 1524 wilayah Pasai sudah menjadi
bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh.
KERAJAAN ACEH
a. Letak Kerajaan
Kerajaan Aceh berkembang sebagai kerajaan Islam dan mengalami kejayaan pada masa
pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Perkembangan pesat yang dicapai Kerajaan Aceh tidak
lepas dari letak kerajaannya yang strategis, yaitu di Pulau Sumatera bagian utara dan dekat jalur
pelayaran perdagangan internasional pada masa itu. Ramainya aktivitas pelayaran perdagangan
melalui bandar – bandar perdagangan Kerajaan Aceh, mempengaruhi perkembangan kehidupan
Kerajaan Aceh dalam segala bidang seperti politik, ekonomi, sosial, budaya.
b. Kehidupan Politik
Berdasarkan Bustanus salatin ( 1637 M ) karangan Naruddin Ar-Raniri yang berisi silsilah
sultan – sultan Aceh, dan berita – berita Eropa, Kerjaan Aceh telah berhasil membebaskan diri
dari Kerajaan Pedir.
c. Kehidupan Ekonomi
Dalam kejayaannya, perekonomian Kerajaan Aceh bekembang pesat. Dearahnya yg subur
banyak menghasilkan lada. Kekuasaan Aceh atas daerah – daerah pantai timur dan barat
Sumatera menambah jumlah ekspor ladanya. Penguasaan Aceh atas beberapa daerah di
Semenanjung Malaka menyebabkan bertambahnya badan ekspor penting timah dan lada.
d. Kehidupan Sosial
Meningkatnya kekmakuran telah mneyebabkan berkembangnya sisitem feodalisme &
ajaran agama Islam di Aceh. Kaum bangsawan yg memegang kekuasaan dalam pemerintahan
sipil disebut golongan Teuku, sedabg kaum ulama yg memegang peranan penting dlm agama
disebut golongan Teungku.Namun antara kedua golongan masyarakat itu sering terjadi
persaingan yg kemudian melemahkan aceh. Sejak berkuasanya kerajaan Perlak ( abad ke-12 M
s/d ke-13 M ) telah terjadi permusuhan antara aliran Syiah dgn Sunnah Wal Jamma’ah. Tetapi pd
masa kekuasaan Sultan Iskandar Muda aliran Syiah memperoleh perlindungan & berkembang
sampai di daera – daerah kekuasaan Aceh.
e. Kehidupan Budaya
Kejayaan yg dialami oleh kerajaan Aceh tsb tidak banyak diketahui dlm bidang
kebudayaan. Walupun ada perkembangan dlm bidang kebudaaan, tetapi tdk sepesat
perkembangan dalam ativitas perekonomian. Peninggalan kebuadayaan yg terlihat nyata adala
Masjid Baiturrahman.
Penyebab Kemunduran Kerajaan Aceh
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa pelaku dan cara masuknya islam disumatra-selatan tidak ubahnya
seperti terjadi pada wilayah Indonesia lainnya, dilakukan oleh putra Indonesia dan tidak berjalan
pasif. Dengan pengertian bangsa Indonesia tidak menunggu kedatangan bangsa Arab semata
dengan upayanya mencari tambahan pengetahuan tentang agama islam.
Khusus untuk Sumatra-selatan, masuknya agama islam selain dilakukan oleh bangsa arab,
pedagang utusan kholifah Umayah (661-750) dan kholifah Abbasiyah (750-1268), juga
perdagangan dari Sriwijaya berlayar ketimur tengah.